Anda di halaman 1dari 18

PERSEPSI DALAM PROMOSI KESEHATAN

Dina sangat tertarik dengan salah seorang dosen. Ia menganggap dosennya yang tinggi
semampai itu ganteng. Bahkan ia juga kagum akan kecerdasan si dosen. Dina rajin bertanya dan
berdiskusi dengan dosen itu. Namun salah seorang teman yang duduk di sebelahnya saat kuliah
berkomentar: Sayang pintar-pintar play boy cap kampakBanyak tuh mahasiswi yang kena pelecehan
seksual. Hati-hati kamu Din..

Seketika itu juga rasa kagum sang mahasiswi pudar dan ia sudah tidak merasa tertarik lagi untuk
bertanya kepada sang dosen lebih jauh lagi. Mengapa perilaku Dina berubah? Apakah ada perilaku sang
dosen yang berubah atau karena persepsi Dina yang berubah?

Sketsa di atas menujukkan betapa pentingnya konsep persepsi sebagai salah satu hal internal
yang dapat mempengaruhi perilaku kita. Persepsi adalah suatu proses otomatis yang terjadi dengan
sangat cepat dan kadang tidak kita sadari, di mana kita dapat mengenal stimulus yang kita terima.
Persepsi yang kita miliki ini dapat mempengaruhi tindakan kita. Robbin (2003) mendefinisikan persepsi
sebagai proses di mana seseorang mengorganisasikan dan menginterpretasikan sensasi yang dirasakan
dengan tujuan untuk memberi makna terhadap lingkungannya.

Walaupun proses mulai dari rangsangan fisik hingga interpretasi terjadi cepat, namun untuk
mempelajari persepsi kita dapat membaginya menjadi dua bagian besar yaitu: proses sensasi atau
merasakan (sensation) yang menyangkut proses sensoris dan persepsi yang menyangkut interpretasi
kita terhadap objek yang kita lihat atau kita dengar atau kita rasakan.

A. SENSASI

Sebuah objek berupa stimulus fisik diterima oleh panca indera kita melalui elemen sensitif yang disebut
reseptor. Reseptor ini berhubungan dengan saraf otak. Ketika indera kita dirangsang oleh suatu objek
fisik, maka akan terjadi sensasi sesuai dengan indera yang dirangsang. Misalnya, ketika kita melihat
cahaya lampu maka yang dirangsang adalah saraf mata kita. Atau ketika kita mendengar suara petasan
maka yang dirangsang adalah saraf pendengaran kita.

Indra yang dapat menerima stimulus fisik adalah panca indera kita, yaitu penglihatan, pendengaran,
penciuman, pengecapan, dan peraba di mana sensor kulit dapat membedakan panas, dingin, dan rasa
sakit. Sensasi lain yang dapat kita rasakan adalah kinestetik, sedangkan vestibular dapat
menginformasikan kita tentang adanya gerakan atau tidak di kepala kita sehingga kita dapat menjaga
keseimbangan kita.

Energi fisik yang kita peroleh dari luar harus diubah menjadi aktivitas pada sistem saraf kita. Proses ini
disebut sebagai transduction. Transduksi ini terjadi pada sel reseptor, di mana secara efisien sel reseptor
mengubah energi fisiknya menjadi tegangan listrik yang disebut dengan reseptor potensial. Reseptor
potensial ini kemudian memberikan impuls saraf yang menuju otak atau tulang belakang. Kejadian
lompatan elektrik ini disebut generator potensial. (Morgan, 1986).
Physical Energy Transduction at Reseptor Receptor Potentials Generator Potentials

Nerve Impulses Patterns nerve activity in the nervous system (afferen:code) Sensation

Gambar 1

Tahapan dari Energi Fisik Menjadi Sensasi

Untuk dapat diolah, energi fisik harus mencapai ambang minimal tertentu. Ambang absolut adalah
intensitas minimal yang harus ada sehingga stimulus dapat dideteksi. Ambang minimal ini dapat
berbeda-beda pada setiap orang, tergantung sensitivitas seseorang. Stimulus yang berada di bawah
ambang minimal disebut sebagai subliminal. Penelitian dari ahli anestesi di Inggris membuktikan bahwa
dalam situasi dibius seseorang masih memiliki kesadarannya. Pasien yang pada saat dibius berulang kali
diberi sugesti bahwa ia tidak akan merasa sakit, maka akan sembuh lebih cepat dibandingkan mereka
yang tidak. Namun demikian, sejauh mana stimulus subliminal ini dapat mempengaruhi perilaku kita,
masih dipertanyakan.

Apakah seseorang yang buta dan tuli tidak dapat menginterpretasikan stimulus di sekelilingnya? Helen
Adams Keller adalah seorang yang menyandang cacat seperti itu, namun ia dapat mempelajari dunia ini.
Hanya dengan indera pengecap dan perabanya ia belajar mengenai stimulus yang ada di sekelilingnya
dan dapat menginterpretasikan apa yang dirasakannya. Kemudian kepadanya diperkenalkan nama-
nama dari benda-benda di sekelilingnya. Dengan mempelajari konsep-konsep ini Helen Keller dapat
keluar dari keterbatasannya dan berkomunikasi dengan dunia luar. Banyak kata yang diajarkan pada
Helen Keller, namun ia masih tidak mengerti makna dari kata-kata tersebut. Dengan mengandalkan
indera perabanya ia mempelajari makna dari kata-kata yang diajarkan karena ia tidak bisa melihat.

Kerusakan pada bagian otak akan mempengaruhi persepsi visual manusia. Bagian otak yang
bertanggung jawab untuk menerima stimulus visual adalah primary visual cortex atau bagian visual otak
yang utama. Jika ada kerusakan pada bagian tersebut maka seseorang tidak dapat melihat bagian
tertentu dari lapangan pandangnya. Bagian mana yang tidak terlihat tergantung dari daerah mana
bagian primary visual cortexnya yang rusak. Namun walaupun orang ini tidak dapat melihat objek
tersebut, ia masih dapat mempersepsikan objek tersebut. Ibarat jika anda meneropong teleskop yang
terbuat dari kertas, walaupun anda hanya melihat sebagian, namun anda masih dapat mempersepsikan
objek yang hanya anda lihat sebagian.

Sebaliknya, jika yang rusak adalah bagian visual association cortex maka kemampuan seseorang untuk
melihat tidaklah terganggu namun ia akan mengalami banyak kesulitan untuk mempersepsikan objek
apakah yang ia lihat. Beberapa gangguan tersebut antara lain:

- Achromatopsia : atau biasa dikenal dengan buta warna, dimana seseorang ibarat hidup dalam
film hitam-putih. Seberapa berat buta warnanya tergantung dari kerusakannya. Jika
kerusakanya ada pada kedua sisi otak, maka terjadilah buta warna total.
- Balints syndrome : sindrom yang disebabkan oleh karena kerusakan bilateral pada daerah
parietooccipital di otak sehingga seseorang akan mengalami kesulitan dalam mempersepsikan
lokasi dari objek dan meraihnya hanya dengan panduan penglihatan saja.
- Visual agnosia : ketidakmampuan seseorang yang tidak buta dalam mengenali identitas dari
objek visualnya, yang disebabkan oleh kerusakan pada visual association cortexnya.
- Prosopagnosia : salah satu bentuk dari visual agnosia, di mana seseorang mengalami kesulitan
dalam mengenali raut muka orang. Dalam hal ini seseorang akan tahu bahwa di depannya ada
seseorang laki-laki tinggi tegap dan berkumis, namun ia tidak dapat mengenali bahwa itu adalah
suaminya.
B. PERSEPSI

Setelah stimulus diterima oleh sistem saraf, proses selanjutnya adalah menginterpretasikan stimulus
yang tersebut. Interpretasi adalah apa yang keluar dari kepala kita, sedangkan sensasi adalah apa yang
kita terima dari luar dan masuk ke dalam kepala kita. Misalnya, jika kita melihat gambar di bawah ini,
dapatkah Anda menyebutkan jenis kelamin dari orang, usia berapakah dia, dan sedang apa?

Sebagian akan menyebutkan ini adalh gambar seorang gadis muda yang cantik dan sedang melamun,
sedangkan sebagian lagi akan menyebutkan sebagai seorang nenek tua berkerudung yang sedang
bersedih. Apa yang menyebabkan perbedaan persepsi ini?

Gambar 2

Siapakah yang anda lihat?

Proses pertama yang harus kita lalui dalam mempersepsikan suatu objek adalah perhatian. Tanpa
memusatkan perhatian pada suatu objek, maka kita tidak dapat mempersepsikannya. Pemusatan
perhatian adalah suatu usaha dari manusia untuk menyeleksi atau membatasi segala stimulus yang ada
untuk masuk ke dalam suatu pengalaman kesadaran kita dalam rentang waktu tertentu. Bayangkan jika
kita tidak dapat memusatkan perhatian, maka semua objek akan berusaha kita persepsikan sehingga
kita akan bingung sendiri. Kotak di bawah ini menggambarkan bagaimana seorang anak yang menderita
autism, dalam cerita ini mengalami kesulitan karena semua stimulus tidak terseleksi.
Karena kita tidak dapat mengolah semua stimulus yang ada, maka kita harus menyaring stimulus
tersebut untuk kita proses. Dengan demikian, proses filtering adalah proses di mana kita mengabaikan
stimulus tertentu dan membiarkan stimulus lainnya untuk kita proses lebih lanjut. Dalam hal ini
Christopher Boone (tokoh utama dalam cerita yang dikutip dalam kotak) tidak dapat memfilter stimulus
yang dilihatnya. Itulah sebabnya ia kurang senang berada dalam situasi yang penuh dengan berbagai
stimulus seperti halnya dalam cerita ini ia berada dalam sebuah stasiun kereta api.

Pada umumnya yang masuk dalam rentang perhatian kita adalah hal-hal yang kita butuhkan. Sebagai
contoh, kita berbelanja di supermarket dalam kondisi perut lapar, maka berbagai makanan kecil akan
menarik perhatian kita, dan kita cenderung untuk membeli lebih banyak makanan kecil daripada jika kita
berbelanja saat perut kita kenyang. Dari penjelasan ini dapatkah anda menjelaskan, mengapa
peringatan pada bungkus rokok seringkali tidak masuk dalam pusat perhatian seorang perokok?

C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSEPSI

Ada banyak faktor yang akan menyebabkan stimulus dapat masuk dalam rentang perhatian kita. Faktor
penyebab ini dapat dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor
eksternal adalah faktor melekat pada objeknya, sedangkan faktor internal adalah faktor yang terdapat
pada orang yang mempersepsikan stimulus tersebut.

a. Faktor Eksternal
1. Kontras: Cara termudah untuk menarik perhatian adalah dengan membuat kontras baik pada
warna, ukuran, dan bentuk atau gerakan.
a. Kontras warna: Jika kita naik gunung maka kita dianjurkan menggunakan jaket warna jingga. Hal
ini untuk memudahkan pencarian jika kita tersesat di gunung. Warna jingga yang kontras
dengan warna hijau di sekelilingnya akan lebih cepat menarik perhatian kita.
b. Kontras ukuran: Cara ini banyak dilakukan oleh perusahaan iklan, dimana mereka akan
membuat papan iklan yang besar sekali (balihoo) seperti yang dilakukan iklan-iklan rokok.
c. Kontras bentuk: Di antara kumpulan orang yang kurus, maka yang akan cepat menjadi perhatian
orang adalah orang gemuk.
d. Kontras gerakan: Gerakan akan menarik perhatian kita jika benda-benda lainnya diam. Misalnya
jika pada saat kuliah ada seorang mahasiswa yang terkantuk-kantuk dan kepalanya terayun-
ayun, maka dosen pasti akan dengan cepat memperhatikan mahasiswa ini dan menegurnya.
Iklan teh celup juga menggunakan teknik ini, di mana tangan seorang wanita yang bergerak-
gerak ketika mencelupkan tehnya akan menarik perhatian kita diantara iklan lainnya yang diam.
2. Perubahan intensitas: Suara yang berubah dari pelan menjadi keras, atau cahaya yang berubah
dengan intensitas tinggi akan menarik perhatian kita. Misalnya iklan dengan suara yang tiba-tiba
menjadi keras akan lebih menarik perhatian kita. Atau kedipan lampu yang menyilaukan akan
menarik perhatian kita.
3. Pengulangan (repetition): Iklan yang diulang-ulang ajab lebih menarik perhatian kita, walaupun
sering kali kita merasa jengkel dibuatnya. Dengan pengulangan, walaupun pada mulanya
stimulus tersebut tidak masuk dalam rentang perhatian kita, maka akhirnya akan mendapat
perhatian kita.
4. Sesuatu yang baru (novelty): Suatu stimulus yang baru akan lebih menarik perhatian kita
daripada sesuatu yang telah kita ketahui. Misalnya, muncul suatu cara terapi yang baru, di mana
seseorang akan dimasukkan ke dalam kapsul dan dipijat melalui alat, maka orang akan tertarik
daripada melihat alat pemijat yang konvensional. Itulah sebabnya industri yang memproduksi
barang-barang konsumtif selalu mengembangkan model-model terbarunya.
5. Sesuatu yang menjadi perhatian orang banyak: Suatu stimulus yang menjadi perhatian orang
banyak akan menarik perhatian kita. Misalnya jika ada segerombolan orang yang berkerumun di
rel kereta api, maka kita juga akan tertarik untuk melihat apa yang dilihat oleh gerombolan
orang tersebut.

b. Faktor Internal

Faktor internal yang ada pada seseorang akan mempengaruhi bagaimana seseorang
menginterpretasikan stimulus yang dilihatnya. Itu sebabnya stimulus yang sama dapat dipersepsikan
berbeda. Atau ibarat pepatah yang mengatakan rambut sama hitam, pendapat dapat berbeda. Dalam
ilmu psikologi, untuk mengetahui faktor internal yang ada dalam diri seseorang, misalnya motivasinya
atau emosi maka digunakan stimulus tertentu. Pada umumnya stimulus yang diperlihatkan dapat
memancing berbagai macam pendapat. Teknik ini disebut sebagai teknik proyeksi. Test Rorcshach,
Wartegg, atau TAT adalah contoh-contoh yang mempergunakan teknik ini.

1. Pengalaman/Pengetahuan

Pengalaman masa lalu atau apa yang telah dipelajari akan menyebabkan terjadinya perbedaan
interpretasi. Misalnya seorang anak yang jika datang ke dokter selalu diimunisasi dengan cara disuntik
maka ia akan menangis jika melihat dokter, karena ia takut dokter tersebut akan menyuntik dirinya. Kita
juga dapat membuktikan hal ini dengan menggunakan gambar tentang nenek dan wanita cantik. Jika
sekelompok mahasiswa kita berikan gambar A sebelum kita memperlihatkan gambar 1: Siapa yang anda
lihat?, maka mereka akan lebih banyak melihat tersebut sebagai nenek-nenek. Sebaliknya kelompok
lainnya kita perlihatkan gambar B sebelum memperlihatkan gambar 2: Siapa yang anda lihat?, maka
pada kelompok ini, mereka lebih banyak melihatnya sebagai wanita cantik.
Gambar A Gambar B

Gambar 3

Dua Wajah Perempuan

Dengan kata lain, apa yang kita lihat akan mempengaruhi apa yang akan ia rasakan di kemudian harinya.
Oleh karena itu, berilah pengalaman dan pengetahuan yang positif sehingga seseorang akan
mempersepsikan dunia dengan lebih positif pula.

2. Harapan atau expectation

Jika anda datang ke rumah sakit membawa seseorang dalam keadaan gawat, maka ketika seseorang
dengan jas putih datang maka anda akan langsung memanggilnya sebagai dokter. Namun jika anda tahu
yang datang bukan dokter, anda akan kecewa dan berteriak, mana dokternya?

3. Kebutuhan

Kebutuhan akan menyebabkan stimulus dapat masuk dalam rentang perhatian kita dan kebutuhan ini
akan menyebabkan kita menginterpretasikan stimulus secara berbeda. Sebuah penelitian dilakukan
untuk mengetahui seberapa jauh kebutuhan finansial akan mempengaruhi persepsi seseorang terhadap
uang. Penelitian dilakukan dengan menghipnotis sekelompok mahasiswa bahwa mereka ada di dalam
situasi sangat miskin. Kelompok mahasiswa lainnya dihipnotis dalam kondisi yang kaya raya. Semua
kebutuhan terpenuhi bahkan mereka dapat membeli segala sesuatu yang mereka inginkan. Masing-
masing individu setelah itu diminta untuk menggambarkan seberapa besar koin 1 sen, 5 sen, 10 sen, dan
25 sen yang ada dengan mengatur lampu yang ada. Ternyata kelompok yang dihipnotis tentang
kemiskinan mempersepsikan besar koin tersebut lebih besar daripada kelompok mahasiswa yang
dihipnotis tentang kekayaan.

Demikianlah jika kita mendapat undian sebanyak 25 juta rupiah, maka anda akan merasa banyak sekali
jika anda membutuhkan sebuah motor. Namun jika anda ingin membeli rumah maka uang sebesar itu
akan anda persepsikan sebagai sedikit.

4. Motivasi

Jika seseorang ingin lulus dengan predikat cum laude, maka nilai B akan dipersepsikannya
sebagai nilai yang buruk. Sedangkan jika seseorang ingin cepat lulus, maka nilai B akan
dipersepsikannya sebagai nilai yang sudah baik. Atau seseorang yang termotivasi untuk
menjaga kesehatannya, maka akan mempersepsikan rokok sebagai sesuatu yang negatif.

5. Emosi
Seorang yang sedang jatuh cinta maka segala sesuatu akan dipersepsikannya serba indah. Kita
akan melihat pacar kita sebagai seorang yang tampan atau cantik.

Emosi takut juga mempengaruhi persepsi kita terhadap rasa sakit. Jika kita merasa takut, maka
setelah operasi kita akan merasa lebih sakit daripada mereka yang tidak merasa takut. Persepsi
kita terhadap rasa takut dapat kita kurangi dengan memecah perhatiannya. Musik atau televisi
mengalihkan perhatian kita dari rasa sakit. Selain itu dapat pula memusatkan perhatian kita
kepada hal-hal yang menggembirakan, misalnya kita akan memenangkan pertandingan
olahraga tertentu.

6. Budaya

Seseorang dengan latar belakang budaya yang sama akan menginterpretasikan orang-orang
dalam kelompoknya secara berbeda, namun akan mempersepsikan orang-orang di luar
kelompoknya sebagai sama. Inilah yang disebut sebagai stereotipi. Kita akan melihat orang tua
sebagai sama cerewetnya dan suka membanggakan masa lalu, dan sebaliknya orang tua akan
mempersepsikan anak muda sebagai anak muda yang kurang tahu sopan santun dan tidak mau
bekerja keras. Namun jika kita sebagai orang muda, kita dapat menginterpretasikan perbedaan
individu dengan mengatakan, tidak semua anak muda seperti itu. Itulah sebabnya kita akan
menjadi lebih kritis jika membaca koran yang memberitakan tentang kelompok kita, namun
menjadi tidak kritis jika membaca tentang orang di luar kelompok kita.

D. BENTUK DAN LATAR

Dalam mempersepsikan stimulus visual berupa bentuk, kita akan menggolongkannya menjadi
dua bagian, yaitu objek dan latar. Objek adalah benda atau bentuk yang masuk dalam fokus
perhatian kita. Sedangkan latar adalah tanpa bentuk dan membantu kita untuk menetapkan
lokasi dari objek yang kita lihat. Dengan demikian persepsi visual suatu objek visual bergantung
dari bagian mana yang kita anggap sebagai objek, dan bagian mana yang kita anggap sebagai
latar. Konsep ini oleh para ahli psikologi disebut sebagai figure and ground. Contoh klasik yang
sering diperlihatkan dalam menjelaskan konsep ini adalah gambar bejana atau wajah.
Perhatikan gambar di bawah ini, apakah yang anda lihat?
Gambar: Bejana atau Wajah?

Anda akan melihat gambar di atas sebagai cawan jika bagian putih yang anda pilih menjadi
objeknya dan bagian hitam sebagai latar. Sebaliknya anda akan melihat gambar dua orang yang
saling berhadapan jika anda memfokuskan warna hitam sebagai objek dan warna putih sebagai
latarnya.

Yang membedakan antara figur dan latar adalah kontur. Kontur terbentuk jika ada perbedaan
tajam dari warnanya. Jika warna berubah secara bergradasi dan tidak secara tajam, maka kita
tidak akan menemukan konturnya. Kontur akan memberikan bentuk pada suatu objek karena
akan membedakan antara figur dan latarnya. Jika kontur tidak jelas maka figur menjadi sulit
ditemukan. Misalnya jika seorang prajurit berperang di hutan, maka ia akan memakai baju hijau
dengan topi yang dilapisi dengan dedaunan. Tujuannya agar dirinya tersembunyi dari
pandangan musuhnya.

Gambar segitiga KANIZA di bawah ini akan menjelaskan hukum ini. Di mana dalam gambar
tersebut kita temukan bahwa kontur dapat kita lihat secara subjektif tanpa menggunakan
adanya perbedaan energi. Dalam gambar ini kita akan melihat gambar segitiga walaupun tidak
ada energi yang berubah yang kita tangkap kecuali pada sudut-sudutnya.
Gambar: segitiga KANIZA

Psikologi Gestalt adalah cabang dari psikologi yang pada awal abad 20 secara intensif
mempelajari bagaimana kita mempersepsikan objek pengamatan yang kita lihat. Mereka
berpendapat, bahwa kita tidak mempersepsikan stimulus yang ada di sekeliling kita secara
terpisah-pisah namun stimulus ini diorganisasikan secara keseluruhan. Jadi keseluruhan adalah
bukan jumlah dari bagian-bagiannya. Oleh karena itu, konteks menjadi sangat penting dalam
menentukan persepsi kita.

Dalam mempersepsikan objek pengamatan, maka stimulus akan diorganisasikan berdasarkan


hukum-hukum pengelompokan, 1 menyebutnya sebagai Gestalt Laws of Grouping sedangkan 4
menggunakan istilah prinsip dan bukan hukum.

E. HUKUM-HUKUM DALAM PENGELOMPOKAN STIMULUS


1. Hukum kedekatan (law of proximity)

Kita cenderung mempersepsikan objek-objek yang lebih kecil yang berdekatan sebagai suatu
keseluruhan bentuk yang lebih besar. Misalnya dalam acara pembukaan olimpiade, penari-
penari membentuk lima lingkaran yang saling bersinggungan sebagai lambang dari ke lima
benua. Dalam hal ini kita tidak melihat penari-penari tersebut sebagai titik-titik, namun kita
melihat sebagai lima buah lingkaran. Contoh lain, adalah jika anda diminta untuk menyalin
gambar garis di bawah ke dalam buku anda. Bagaimana cara anda menggambar garis-garis ini
ke dalam buku anda? Umumnya kita akan menyalinnya dengan membuat tiga garis berpasang-
pasangan dan bukan mengingatnya sebagai 6 buah garis.
Gambar: Hukum Kedekatan (law of proximity)

Demikian pula dalam kehidupan sehari-hari, orang akan mempersepsikan sebagai anggota
suatu kelompok jika sering berada bersama-sama dengan anggota kelompok tersebut. Seorang
remaja yang sering pergi dengan teman-temannya yang sering mabuk-mabukan, maka akan
dianggap sebagai tukang mabuk pula.

2. Hukum kesamaan (law of similarity)

Stimulus yang serupa cenderung kita persepsikan sebagai suatu kesatuan. Perhatikan gambar di
bawah ini. Apakah anda mempersepsikannya sebagai segiempat atau kumpulan beberapa garis
sejajar?

Gambar: Hukum Kesamaan (law of similarity)

Pada umumnya kita akan mempersepsikan gambar di atas sebagai kumpulan garis-garis
horizontal sejajar. Mengapa demikian? Karena dalam gambar tersebut terdapat dua jenis warna
lingkaran yang berbeda, putih dan hitam. Hal ini menyebabkan kita tidak mempersepsikan
kumpulan lingkaran putih dan dan hitam itu secara bersamaan, tetapi kita cenderung
mengelompokan warna-warna tersebut. Itulah sebabnya kita tidak melihat gambar di atas
sebagai suatu segiempat yang utuh.
Dalam kehidupan sosial, stereotipe adalah contohnya. Kita akan dianggap memiliki karakteristik
yang sama hanya jika kita memiliki kesamaan tertentu. Contohnya, jika kita orang Sunda maka
kita akan dipersepsikan sebagai orang yang suka makan sayuran. Padahal belum tentu hal itu
berlaku bagi diri kita.

Hukum kedekatan dan kesamaan ini berlaku pada persepsi bunyi. Ritme yang kita dengar pada
musik akan bergantung dari pengelompokan bunyinya, sesuai dengan warna suara dan
kedekatannya. Demikian pula hal ini berlaku pada persepsi terhadap sentuhan.

3. Hukum kesederhanaan (law of simplicity)

Dalam mempersepsikan stimulus, kita cenderung mempersepsikannya dalam bentuk yang


paling dasar. Jika kita harus menyalin gambar di bawah ini, bagaimana cara anda untuk
menggambarnya? Umumnya anda akan membuat layang-layang dan kemudian memberi dua
garis vertikal pada kedua titik sudutnya. Anda tidak akan menyalin gambar tersebut dengan
menggambar huruf K dan satu lagi K terbalik. Hal ini terlalu rumit untuk kita persepsikan.

Gambar: Hukum Kesederhanaan (law of simplicity)

4. Hukum keteraturan bentuk (law of good figure)

Dalam mempersepsikan suatu stimulus, kita cenderung membuatnya menjadi satu kesatuan
yang sempurna atau secara simetris. Dalam hal ini, apa yang anda persepsikan dari gambar di
bawah ini? Apakah segiempat atau bentuk lainnya? Umumnya kita akan cenderung
mempersepsikannya sebagai segiempat walaupun di dalam gambar ada dua macam lingkaran,
yaitu putih dan hitam. Mengapa kita tidak mempersepsikan yang putih dengan yang putih dan
yang hitam dengan yang hitam? Karena pengelompokan tidak menunjukan kita pada bentuk
yang sempurna atau simetris sehingga hukum kesamaan menjadi gagal untuk berlaku. Dalam
kehidupan sosial, jika kita melihat seorang ibu dan dua anaknya maka kita akan
mempersepsikan sebagai suatu keluarga walaupun ayah mereka tidak ada.

Gambar: Hukum Keteraturan Bentuk (law of good figure)

5. Hukum kesinambungan (law of continuation)

Hukum ini mengacu pada kesederhanaan sehingga stimulus tersebut mudah kita ramalkan.
Supaya mudah diramalkan, maka suatu garis yang dimulai dari sebuah titik akan cenderung kita
persepsikan akan berkesinambungan dengan cara yang sama misalnya pada contoh gambar di
bawah. Jalur mana yang akan dilanjutkan oleh titik hitam ini? Pada umumnya kita akan
meramalkan secara spontan bahwa titik-titik akan berlanjut pada jalur A pada gambar dan
bukan pada jalur B.

A
Gambar: Hukum Kesinambungan (law of continuation)

6. Hukum kesempurnaan (law of closure)

Hukum ini merupakan proses persepsi dimana kita mengorganisasikan stimulus yang kita lihat
dengan cara mengisi bagian-bagiannya yang hilang. Dengan demikian, kita cenderung akan
mempersepsikan suatu bentuk yang keseluruhan dan bukan bagian-bagiannya. Hal ini
dibuktikan dengan menggunakan tachitoscope yaitu alat berupa lampu yang dapat
menyinarkan gambar secara berkedip-kedip. Jika gambar yang disorot adalah gambar titik
berupa lingkaran, maka kita melihatnya sebagai gambar sebuah lingkaran dan bukan titik-titik.
Atau pada gambar titik-titik berupa segiempat, maka akan dipersepsikan sebagai segiempat.

Gambar: Hukum Kesempurnaan (law of closure)

7. Hukum kesenasiban (law of common fate)

Hukum persepsi ini menyangkut gerakan. Jika ada benda yang bergerak ke arah yang sama,
maka kita akan mempersepsikan bahwa benda itu adalah bagian dari suatu kelompok jika
benda tersebut bergerak bersamaan. Sebaliknya jika benda tersebut tidak bergerak maka
benda tersebut akan dipersepsikan sebagai bagian yang berbeda. Misalnya seekor bunglon
yang menyembunyikan dirinya dengan mengubah warnanya sesuai tempat di mana binatang
itu berada. Binatang ini tidak akan terlihat dengan mata kita karena binatang ini telah berubah
warnanya menyerupai kulit batang pohon. Pada saat binatang ini diam, maka kita akan
menganggapnya sebagai bagian dari batang pohon. Namun jika binatang ini bergerak, maka kita
akan menyadari bahwa benda ini bukan bagian dari batang pohon.

F. HUKUM KETETAPAN
Dalam mempersepsikan stimulus yang ada, kita akan mempersepsikan sebagai suatu yang
tetap. Misalnya, jika kita melihat seseorang anak naik sepeda dari jauh dan menuju ke arah kita
maka kita tidak akan mempersepsikan anak dan sepeda itu menjadi lebih besar. Piring yang
dibawa oleh pelayan restoran akan tetap dipersepsikan sebagai bundar dan bukan oval seperti
yang kita lihat saat ia membawa makanannya. Dengan hukum ketetapan persepsi ini, maka kita
dapat dengan lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan kita.

1. Ketetapan ukuran

Ukuran terkait dengan jarak antara objek yang jatuh di retina mata kita. Semakin jauh jaraknya
maka semakin kecil ukuran yang kita lihat. Walaupun terjadi perubahan ukuran dari apa yang
kita lihat, kita tetap yakin bahwa ukuran objek tersebut sama dan tidak berubah. Misalnya, jika
kita melihat pesawat tinggal landas dan makin mengecil, maka tetap akan kita persepsikan titik
tersebut sebagai sesuatu yang besar. Namun demikian ketetapan ukuran ini akan tergoyahkan
apabila kita tidak dibekali dengan informasi tentang jarak dan latar belakangnya. Dengan
demikian, sebenarnya kita mempersepsikan ukuran sesuai dengan apa yang ditangkap oleh
retina mata kita, namun informasi tentang jarak dan latar belakang inilah yang membuat kita
yakin bahwa ukuran benda tersebut tidak berubah. Jadi secara otomatis manusia akan
mempergunakan informasi yang ada untuk mengoreksi apa yang ditangkap oleh retina mata
kita.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa persepsi visual dipengaruhi oleh faktor belajar
yang kita peroleh sejak kecil. Pola cahaya, bentuk, warna, dan gerakan yang kita temui sehari-
hari akan membentuk sistem visual kita di otak. Jika kita hidup dalam lingkungan gedung-
gedung tinggi tanpa pepohonan, maka persepsi kita terhadap benda-benda vertikal menjadi
kurang terasah. Pola yang menetap ini dapat menyebabkan terjadinya kesalahan persepsi atau
yang dikenal dengan istilah ilusi. Contoh dari Muller-Lyer dan Ponzo illusion dapat menjelaskan
hal ini.

Gambar: Ilusi Ponzo


Ilusi ini dapat membahayakan seorang pilot kapal terbang karena ia dapat keliru dalam
mempersepsikan ketinggian. Oleh karena itu latihan yang intensif diperlukan untuk mencegah
kesalahan persepsi ini.

Ilusi banyak digunakan dalam berbagai hal, misalnya dalam dunia kecantikan. Misalnya agar
mata kelihatan dalam maka digunakan eye shadow, penataan ruang yang serba putih akan
mengesankan ruang yang sempit menjadi lebih luas jika diikuti dengan mebel dengan ukuran
kecil.

2. Ketetapan warna

Manusia tidak bertindak seperti sel fotoelektrik yang akan mencatat jumlah pencahayaan yang
muncul dari objeknya. Namun seperti halnya pada ketetapan ukuran, maka manusia juga
memiliki hukum ketetapan cahaya. Kita akan tetap yakin bahwa warna benda yang kita lihat
akan tetap sama, walaupun pencahayaannya berubah. Misalnya bila kita melihat baju seorang
perawat berwarna putih dan masuk ke dalam kamar yang agak gelap, maka kita akan tetap
mempersepsikan warna baju itu sebagai putih dan bukan abu-abu.

3. Ketetapan gerak

Hukum ketetapan gerak ini sangat berguna bagi kita dalam beradaptasi dengan lingkungan.
Misalnya jika kita berada di dalam kereta api dan melihat tiang-tiang bergerak maju, maka kita
akan tetap mempersepsikan tiang itu diam dan tidak bergerak. Hal ini terjadi karena kita
memiliki informasi bahwa tidak ada tiang listrik yang dapat bergerak. Namun jika kita berada di
lampu merah perempatan jalan dan semua kendaraan dalam posisi berhenti, lalu mobil di
sebelah kita bergerak maju, kita kemudian akan memeriksa rem tangan kita karena kita akan
merasa bahwa mobil kitalah yang bergerak maju. Dalam hal ini hukum ketetapan gerak tidak
berlaku karena benda yang kita tumpangi dan benda yang kita lihat adalah sama-sama dapat
bergerak. Dengan demikian hukum ketetapan gerak juga sangat terkait dengan informasi yang
kita miliki sejak kita lahir.

G. GAYA PERSEPSI KOGNITIF

Uraian di atas menjelaskan proses persepsi yang terjadi pada manusia dan berbagai hukum
yang berlaku dalam proses persepsi tersebut. Namun demikian manusia memiliki keunikan
tersendiri dalam mempersepsikan objek di sekitarnya. Setiap manusia memiliki gaya yang
berbeda dalam mempersepsikan stimulus yang diterimanya. Ada dua jenis gaya yang berbeda
dalam proses persepsi ini, yaitu derajat fleksibilitas dari persepsinya, dan sejauh mana
ketergantungannya dengan lingkungannya.

1. Kelenturan versus kekakuan

Seseorang dengan fleksibilitas yang tinggi akan memiliki rentang perhatian yang lebih luas
dibandingkan seseorang dengan fleksibilitas yang rendah atau cenderung kaku. Selain itu
mereka juga lebih tidak terlalu terpengaruh dengan gangguan-gangguan dari lingkungan
sekitarnya serta tidak terlalu didominasi oleh kebutuhan internal dan motivasi yang dimilikinya.

2. Ketergantungan versus ketidaktergantungan terhadap situasi.

Hal ini terkait pada persepsi terhadap keseluruhan atau bagiannya. Orang yang memiliki
ketergantungan yang tinggi akan mengalami kesulitan dalam memecahkan persepsinya dalam
bagian-bagiannya. Dengan demikian akan lebih mudah bagi orang dengan gaya ini untuk
melihat stimulus tersebut secara keseluruhan dan bukan pada detilnya. Sebaliknya seseorang
dengan ketergantungan yang rendah tidak akan mengalami kesulitan dalam menyusun suatu
bentuk keseluruhan dari bagian-bagian yang dilihatnya.

Anda mungkin juga menyukai