Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH GANGGUAN OBSESI KOMPULSIF

Oleh
Kurnia Rahman
014.01.3009

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan referat yang berjudul gangguan obsesif kompulsif, yang
merupakan salah satu tugas untuk memenuhi persyaratan untuk mengikuti mata
kuliah kepanitraan umum.

Di dalam penyusunan referat ini penulis menyadari keterbatasan


pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, tetapi penulis mengucapkan terima
kasih kepada dr. Jonli Indra, SpKJ, berkat bantuan dan bimbingan dalam
penyusunan referat ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih atas
bantuan dari teman-teman di bagian ilmu kesehatan jiwa RSJ Soeharto
Heerdjan, sehingga penyusunan referat ini dapat diselesaikan walaupun masih
jauh dari sempurna.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................ i

KATA PENGANTAR ......................................................................... ii

DAFTAR ISI......................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................... 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................... 2

BAB 3 KESIMPULAN ........................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 13


BAB I
PENDAHULUAN

Gangguan obsesif – kompulsif merupakan suatu kondisi yang ditandai


dengan adanya pengulangan pikiran obsesif atau kompulsif, dimana
membutuhkan banyak waktu (lebih dari satu jam perhari) dan dapat
menyebabkan penderitaan. Gangguan ini prevalensinya diperkirakan 2 – 3%
dari populasi.

Gangguan obsesif – kompulsif menduduki peringkat keempat dari


gangguan jiwa setelah fobia, gangguan penyalahgunaan zat dan gangguan
depresi berat. Kebanyakan pasien dengan gangguan obsesif – kompulsif datang
ke beberapa dokter sebelum mereka ke psikiater dan umumnya 9 tahun
mendapat terapi, baru kemudian mendapat diagnosis yang benar. Hal ini
menunjukkan bahwa dokter selain psikiater penting untuk mendapat diagnosis
yang benar.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Suatu obsesi adalah pikiran, perasaan, ide, atau sensasi yang


mengganggu (intrusif). Suatu kompulsi adalah pikiran atau perilaku yang
disadari, dibakukan, dan rekuren, seperti menghitung, memeriksa atau
menghindari. Obsesi meningkatkan kecemasan seseorang, sedangkan
melakukan kompulsi bmenurunkan kecemasan seseorang. Tetapi, jika
seseorang memaksa untuk melakukuan kompulsi, kecemasan meningkat.

Seseorang dengan gangguan obsesif- kompulsif biasanya menyadari


irrasionalitas dari obsesi dan merasakan bahwa obsesi dan kompulsi
sebagai ego-distonik. Gangguan obsesif- kompulsif dapat merupakan
gangguan yang menyebabkan ketidakberdayaan, karena obsesi dapat
menghabiskan waktu dan dapat mengganggu secara bermakna pada rutinitas
normal seseorang, fungsi pekerjaan, aktifitas sosial yang biasanya, atau
hubungan dengan teman dan anggota keluarga.

B. Epidemiologi

Prevalensi seumur hidup gangguan obsesif kompulsif pada populasi


umum diperkirakan adalah 2 sampai 3 persen. Beberapa peneliti
memperkirakan bahwa gangguan obsesif- kompulsif ditemukan pada sebanyak
10 persen pasien rawat jalan di klinik psikiatrik. Angka tersebut menyebabkan
gangguan obsesif-kompulsif sebagai diagnosis psikiatrik tersering keempat
setelah fobia, gangguan yang berhubungan dengan zat, dan gangguan depresif
berat.
Untuk orang dewasa, laki-laki dan perempuan sama mungkin terkena,
tetapi untuk remaja, laki-laki lebih sering terkena gangguan obsesif-kompulsif
dibandingkan perempuan. Usia onset rata-rata adalah kira-kira 20 tahun.

Secara keseluruhan, kira-kira dua pertiga dari pasien memiliki onset gejala
sebelum usia 25 tahun, dan kurang dari 15 persen pasien memiliki onset gejala
setelah usia 35 tahun. Orang yang hidup sendirian lebih banyak terkena
gangguan obsesif-kompulsif dibandingkan orang yang menikah. Gangguan
obsesif-kompulsif ditemukan lebih jarang diantara golongan kulit hitam
dibandingkan kulit putih.

Pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif umumnya dipengaruhi


oleh gangguan mental lain. Prevalensi seumur hidup untuk gangguan depresif
berat pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah kira-kira 67
persen dan untuk fobia sosial adalah kira-kira 25 persen. Diagnosis
psikiatrik komorbid lainnya pada pasien dengan gangguan obsesif- kompulsif
adalah gangguan penggunaan alkohol, fobia spesifik, gangguan panik, dan
gangguan makan.

C. Etiologi

a. FaktorBiologis
Neurotransmiter
Banyak uji coba kinis yang telah dilakukan terhadap berbagai obat
mendukung hipotesis bahwa suatu disregulasi serotonin adalah terlibat di
dalam pembentukan gejala obsesi dan kompulsi dari gangguan. Data
menunjukkan bahwa obat serotonergik lebih efektif dibandingkan obat
yang mempengaruhi sistem neurotransmiter lain. Tetapi apakah serotonin
terlibat di dalam penyebab gangguan obsesif-kompulsif adalah tidak jelas
pada saat ini.

Penelitian pencitraan otak


Berbagai penelitian pencitraan otak fungsional, sebagai contoh
PET ( positron emission tomography), telah menemukan peningkatan
aktifitas (sebagai contoh, metabolisme dan aliran darah) di lobus
frontalis, ganglia basalis (khususnya kaudata), dan singulum pada pasien
dengan gangguan obsesif kompulsif. Baik tomografi komputer (CT scan)
dan pencitraan resonansi magnetik (MRI) telah menemukan adanya
penurunan ukuran kaudata secara biateral pada pasien dengan
gangguan obsesif-kompulsif. Baik penelitian pencitraan otak fungsional
maupun struktural konsisten dengan pengamatan bahwa prosedur
neurologis yang melibatkan singulum kadang-kadang efektif dalam
pengobatan pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif. Suatu penelitian
MRI baru-baru ini melaporkan peningkatan waktu relaksasi T1 di korteks
frontalis.

Genetika
Penelitian kesesuaiaan pada anak kembar untuk gangguan obsesif-
kompulsif telah secara konsisten menemukan adanya angka kesesuaian
yang lebih tinggi secara bermakna pada kembar monozigotik
dibandingkan kembar dizigotik. Penelitian keluarga pada pasien
gangguan obsesif kompulsif telah menemukan bahwa 35 persen
sanak saudara derajat pertama pasien gangguan obsesif-kompulsif juga
menderita gangguan.

Data biologis lainnya


Penelitian elektrofisiologis, penelitian elektroensefalogram (EEG)
tidur, dan penelitian neuroendokrin telah menyumbang data yang
menyatakan adanya kesamaan antara gangguan depresif dan gangguan
obsesif-kompulsif. Suatu insidensi kelainan EEG nonspesifik yang lebih
tinggi dari biasanya telah ditemukan pada pasien gangguan obsesif-
kompulsif. Penelitian EEG tidur telah menemukan kelainan yang mirip
dengan yang terlihat pada gangguan depresif, seperti penurunan latensi
REM (rapid eye movement). Penelitian neuroendokrin juga telah
menemukan beberapa kemiripan dengan gangguan depresif, seperti
nonsupresi pada dexamethasone-supprssion test pada kira-kira sepertiga
pasien dan penurunan sekresi hormon pertumbuhan pada infus clonidine
(catapres).

b. Faktor Perilaku
Menurut ahli teori belajar, obsesi adalah stimuli yang dibiasakan.
Stimulus yang relatif netral menjadi disertai dengan ketakutan atau
kecemasan melalui proses pembiasaan responden dengan
memasangkannya dengan peristiwa yang secara alami adalah berbahaya
atau menghasilkan kecemasan, jadi objek dan pikiran yang
sebelumnya netral menjadi stimuli yang terbiasakan yang mampu
menimbulkan kecemasan atau gangguan.

Kompulsi dicapai dalam cara yang berbeda


Seseorang menemukan bahwa tindakan tertentu menurunkan
kecemasan yang berkaitan dengan pikiran obsesional. Jadi, strategi
menghindar yang aktif1 dalam bentuk perilaku kompulsif atau ritualistik
dikembangkan untuk mengendalikan kecemasan.
Secara bertahap, karena manfaat perilaku tersebut dalam
menurunkan dorongan sekunder yang menyakitkan (kecemasan), strategi
menghindar menjadi terfiksasi sebagai pola perilaku kompulsif yang
dipelajari.

c. Faktor Psikososial
Faktor kepribadian
Gangguan obsesif-kompulsif adalah berbeda dari gangguan
kepribadian obsesif-kompulsif. Sebagian besar pasien gangguan obsesif-
kompulsif tidak memiliki gejala kompulsif pramorbid.
Dengan demikian, sifat kepribadian tersebut tidak diperlukan atau
tidak cukup untuk perkembangan gangguan obsesif-kompulsif. Hanya
kira-kira 15 sampai 35 persen pasien gangguan obsesif-kompulsif
memiliki sifat obsesional pramorbid.
Faktor psikodinamika
Sigmund Freud menjelaskan tiga mekanisme pertahanan
psikologis utama yang menentukanbentuk dan kualitas gejala dan sifat
karakter obsesif-kompulsif; isolasi, meruntuhkan (undoing), dan
pembentukan reaksi.

Isolasi
Isolasi adalah mekanisme pertahanan yang melindungi
seseorang dari afek dan impuls yang mencetuskan kecemasan. Jika
terjadi isolasi, afek dan impuls yang didapatkan darinya adalah
dipisahkan dari komponen idesional dan dikeluarkan dari kesadaran. Jika
isolasi berhasil sepenuhnya, impuls dan afek yang terkait seluruhnya
terepresi, dan pasien secara sadar hanya menyadari gagasan yang tidak
memiliki afek yang berhubungan dengannya.
Undoing
Karena adanya ancaman terus-menerus bahwa impuls mungkin
dapat lolos dari mekanisme primer isolasi dan menjadi bebas, operasi
pertahanan sekunder diperlukan untuk melawan impuls dan menenangkan
kecemasan yang mengancam keluar ke kesadaran. Tindakan kompulsif
menyumbangkan manifestasi permukaan operasi defensif yang ditujukan
untuk menurunkan kecemasan dan mengendalikan impuls dasar yang
belum diatasi secara memadai oleh isolasi. Operasi pertahanan sekunder
yang cukup penting adal;ah mekanisme meruntuhkan (undoing). Seperti
yang disebutkan sebelumnya, meruntuhkan adalah suatu tindakan
kompulsif yang dilakukan dalam usaha untuk mencegah atau
meruntuhkan akibat yang secara irasional akan dialami pasien akibat
pikiran atau impuls obsesional yang menakutkan.
Pembentukan reaksi
Pembentukan reaksi melibatkan pola perilaku yang bermanifestasi
dan sikap yang secara sadar dialami yang jelas berlawanan dengan
impuls dasar. Seringkali, pola yang terlihat oleh pengamat adalah sangat
dilebih-lebihkan dan tidak sesuai.
Faktor psikodinamik lainnya
Pada teori psikoanalitik klasik, gangguan obsesif-kompulsif
dinamakan neurosis obsesif-kompulsif dan merupakan suatu regresi dari
fase perkembangan oedipal ke fase psikoseksual anal. Jika pasien dengan
gangguan obsesif-kompulsif merasa terancam oleh kecemasan tentang
pembalasan dendam atau kehilangan objek cinta yang penting, mereka
mundur dari fase oedipal dan beregresi ke stadium emosional yang sangat
ambivalen yang berhubungan dengan fase anal. Adanya benci dan cinta
secara bersama-sama kepada orang yang sama menyebabkan pasien
dilumpuhkan oleh keragu-raguan dan kebimbangan. Suatu ciri yang
melekat pada pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif adalah
derajat dimana mereka terpaku dengan agresi atau kebersihan, baik secara
jelas dalam isi gejala mereka atau dalam hubungan yang terletak di
belakangnya. Dengan demikian, psikogenesis gangguan obsesif-
kompulsif, mungkin terletak pada gangguan dan perkembangan
pertumbuhan normal yang berhubungan dengan fase perkembangan anal-
sadistik.

Ambivalensi
Ambivalensi adalah akibat langsung dari perubahan dalam
karakteristik kehidupan impuls. Hal ini adalah ciri yang penting pada
anak normal selama fase perkembangan anal-sadistik; yaitu anak
merasakan cinta dan kebencian kepada suatu objek. Konflik emosi yang
berlawanan tersebut mungkin ditemukan pada pola perilaku melakukan-
tidak melakukan pada seorang pasien dan keragu-raguan yang
melumpuhkan dalam berhadapan dengan pilihan.
Pikiran magis
Pikiran magis adalah regresi yang mengungkapkan cara pikiran
awal, ketimbang impuls; yaitu fungsi ego, dan juga fungsi id,
dipengaruhi oleh regresi. Yang melekat pada pikiran magis adalah
pikiran kemahakuasaan. Orang merasa bahwa mereka dapat
menyebabkan peristiwa di dunia luar terjadi tanpa tindakan
fisik yang menyebabkannya, semata-mata hanya dengan berpikir
tentang peristiwa tersebut. Perasaan tersebut menyebabkan memiliki
suatu pikiran agresif akan menakutkan bagi pasien gangguan obsesif-
kompulsif.

D. Diagnosis
Kriteria diagnostik untuk gangguan obsesif kompulsif
menurut DSM IV:

1. Salah satu obsesi


atau kompulsi
Obsesi seperti
yang
didefinisikan
sebagai berikut:
- Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan yang rekuren dan persisten
yang dialami, pada suatu saat dimana selama gangguan, sebagai intrusif
dan tidak sesuai, dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan yang
jelas.
- Pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan tidak semata-mata
kekhawatiran yang berlebihan tentang masalah kehidupan yang nyata.
- Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, impuls, atau
bayangan-bayangan tersebut untuk mentralkannya dengan pikiran atau
tindakan lain.
- Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan-bayangan
obsesional adalah keluar dari pikirannya sendiri (tidak disebabkan dari
luar seperti penyisipan pikiran).

Kompulsi seperti yang didefinisikan


sebagai berikut:
- Perilaku (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau
tindakan mental (misalnya berdoa, menghitung, mengulangi katakata
dalam hati) yang berulang yang dirasakannya mendorong untuk
melakukannya sebagai respon terhadap suatu obsesi, atau menurut
dengan aturan yang harus dipatuhi secara kaku.
- Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau
menurunkan penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi yang
menakutkan, tetapi perilaku atau tindakan mental tersebut tidak
dihubungkan dengan cara yang realistik dengan apa mereka dianggap
untuk menetralkan atau mencegah, atau jelas berlebihan.
2. Pada suatu waktu selamaperjalanan gangguan, orang telah menyadari bahwa
obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan. Catatan: ini
tidak berlaku bagi anak-anak
3. Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaan yang jelas, menghabiskan
waktu (menghabiskan lebih dari satu jam sehari), atau secara
bermakna mengganggu rutinitas normal orang, fungsi pekerjaan (atau
akademik), atau aktifitas atau hubungan sosial yang biasanya.
4. Jika terdapat gangguan aksis I lainnya, isi obsesi atau kompulsi tidak
terbatas padanya (misalnya preokupasi dengan makanan jika terdapat
gangguan makan, menarik rambut jika terdapat trikotilomania,
permasalahan pada penampilan jika terdapat gangguan dismorfik tubuh,
preokupasi dengan obat jika terdapat suatu gangguan penggunaan zat,
preokupasi dengan menderita suatu penyakit serius jika terdapat
hipokondriasis, preokupasi dengan dorongan atau fanatasi seksual jika
terdapat parafilia, atau perenungan bersalah jika terdapat gangguan depresif
berat).
5. Tidak disebabkan oleh efek langsung suatu zat (misalnya obat yang
disalahgunakan, medikasi) atau kondisi medis umum.

Sebutkan jika: Dengan tilikan buruk:jika selama sebagian besar


waktu selama episode terakhir, orang tidak menyadari bahwa obsesi dan
kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan.
Pedoman diagnosis menurut PPDGJ III:
Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau
tindakan kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama
sedikitnya dua minggu berturut-turut
· Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu
aktivitas penderita.

· Gejala-gejala obsesif harus mencakup


hal-hal berikut:

o Harus disadari sebagai pikiran atau


impuls diri sendiri.

o Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan,
meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita.

o Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan merupakan hal yang
memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan
atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud di atas.

o Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan


pengulangan yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive)

· Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan depresi.
penderita gangguan obsesif kompulsif seringkali juga menunjukkan gejala
depresif, dan sebaliknya penderita gangguan depresi berulang dapat
menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama episode depresifnya.

Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau menurunnya
gejala depresif umumnya dibarengi secara paralel dengan perubahan gejala
obsesif. Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis
diutamakan dari gejala-gejala yang timbul lebih dahulu.

Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada


gangguan depresif pada saat gejalobsesif kompulsif tersebut timbul. Bila dari
keduanya tidak adayang menonjol, maka baik menganggap depresi sebagai
diagnosis yang primer. Pada gangguan menahun, maka prioritas diberikan pada
gejala yang paling bertahan saat gejala yang lain menghilang.

Gejala obsesif ”sekunder” yang terjadi pada gangguan skizofrenia, sindrom


Tourette, atau gangguan mental organk, harus dianggap sebagai bagian dari
kondisi tersebut

E. Gambaran Klinis

Obsesif dan kompulsi memiliki ciri tertentu


secara umum:

- Suatu gagasan atau impuls yang memaksakan dirinya secara bertubi-tubi


dan terus-menerus ke dalam kesadaran seseorang.

- Suatu perasaan ketakutan yang mencemaskan yang menyertai manifestasi


sentral dan seringkali menyebabkan orang melakukan tindakan kebalikan
melawan gagasan atau impuls awal.

- Obsesi dan kompulsi adalah asing bagi ego (ego-alien), yaitu dialami
sebagai suatu yang asing bagi pengalaman seseorang tentang dirinya
sendiri sebagai makhluk psikologis.
- Tidak peduli bagaimana jelas dan memaksanya obsesi atau kompulsi
tersebut, orang biasanya menyadarinya sebagai mustahil dan tidak masuk
akal.

- Orang yang menderita akibat obsesi dan kompulsi biasanya merasakan


suatu dorongan yang kuat untuk menahannya.

- Tetapi kira-kira separuh dari semua pasien memiliki pertahanan yang


kecil terhadap kompulsi. Kira-kira 80 persen dari semua pasien percaya
bahwa kompulsi adalah irasional.
Gambaran obsesi dan kompulsi adalah heterogen pada dewasa, pada anak-anak
dan remaja. Gejala pasien individual mungkin bertumpang tindih dan berubah
dengan berjalannya waktu, tetapi gangguan obsesif-kompulsif memiliki empat
pola gejala yang utama. Pola yang paling sering ditemukan adalah suatu
obsesi tentang kontaminasi, diikuti oleh mencuci disertai penghindaran
obsesif terhadap objek yang kemungkinan terkontaminasi.

Objek yang ditakuti seringkali sukar untuk dihindari, sebagai contoh feses, urin,
debu atau kuman. Pasien mungkin secara terus-menerus menggosok kulit
tangannya dengan mencuci tangan secara berlebihan atau mungkin tidak
mampu pergi keluar rumah karena takut akan kuman. Walaupun kecemasan
adalah respon emosional yang paling sering terhadap objek yang ditakuti, rasa
malu dan rasa jijik yang obsesif juga sering ditemukan. Pasien dengan obsesi
kontaminasi biasanya percaya bahwa kontaminasi ditularkan dari objek ke
objek atau orang ke orang oleh kontak ringan.

Pola kedua yang sering adalah obsesi keragu-raguan, diikuti oleh pengecekan
yang kompulsi. Obsesi seringkali melibatkan suatu bahaya kekerasan, seperti
lupa mematikan kompor atau tidak mengunci pintu.

Pengecekan tersebut mungkin menyebabkan pasien pulang beberapa kali ke


rumah untuk memeiksa kompor. Pasien memiliki keragu-raguan terhadap diri
sendiri yang obsesional, saat mereka selalu merasa bersalah karena melupakan
atau melakukan sesuatu.

Pola ketiga yang tersering adalah pola dengan semata-mata pikiran obsesional
yang mengganggu tanpa suatu kompulsi. Nobsesi tersebut biasanya berupa
pikiran berulang akan suatu tindakan seksual atau agresi yang dicela oleh
pasien. Pola keempat yang tersering adalah kebutuhan akan simetrisitas atau
ketepatan, yang dapat menyebabkan perlambatan kompulsi. Pasien secara
harfiah menghabiskan waktu berjam-jam untuk makan atau mencukur
wajahnya. Trikotilomania dan menggigit kuku mungkin merupakan kompulsi
yang beruhubungan dengan gangguan obsesif-kompulsif.

F. Diagnosis Bandimg
Kondisi medis
Gangguan neurologis utama yang dipertimbangkan dalam
diagnosis banding adalah gangguan Tourette, gangguan tik lainnya,
epilepsi lobus temporalis, dan kadang-kadang komplikasi trauma dan
pascaensefalitik. Gejala karakteristik dari gangguan Tourette adalah tik
motorik dan vokal yang sering dan hampir setiap hari terjadi.
Kondisi psikiatrik
Pertimbangan psikiatrik utama di dalam diagnosis banding
gangguan obsesifkompulsif adalah skizofrenia, gangguan kepribadian
obsesif-kompulsif, fobia, dan gangguan depresif. Gangguan obsesif kompulsif
biasanya dapat dibedakan dari skizofrenia oleh tidak adanya gejala skizofrenik
lain, oleh kurang kacaunya sifat gejala, dan oleh tiikan pasien terhadap
gangguan mereka. Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif tidak memiliki
derajat gangguan fungsional yang berhubungan dengan gangguan obsesif-
kompulsif.
Fobia dibedakan dengan tidak adanya hubungan antara pikiran obsesif
dan kompulsi. Gangguan depresif berat kadang-kadang dapat disertai oleh
gagasan obsesif, tetapi pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif saja tidak
memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan depresif berat.
Kondisi psikiatrik lain yang dapat berhubungan erat dengan gangguan
obsesif kompulsif adalah hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan
kemungkinan gangguan impuls lainnya, seperti kleptomania dan judi
patologis. Pada semua gangguan tersebut pasien memiliki pikiran yang
berulang, sebagai contoh permasalahan tentang tubuhnya, atau perilaku
yang berulang sebagai contoh mencuri.
G. Terapi
Farmakoterapi
Data yang tersedia menyatakan bahwa semua obat yang digunakan
untuk mengobati gangguan depresif atau gangguan mental lain, dapat
digunakan dalam rentang dosis yang biasanya. Efek awal biasanya terlihat
setelah empat sampai enam minggu pengobatan, walaupun biasanya
diperlukan waktu delapan sampai enam belas minggu untuk mendapatkan
manfaat terapeutik yang maksimum. Walaupun pengobatan dengan obat
antidepresan adalah masih kontroversial, sebagian pasien dengan gangguan
obsesif-kompulsif yang berespon terhadap pengobatan dengan antidepresan
tampaknya mengalami relaps jika terapi obat dihentikan. Pengobatan standar
adalah memulai dengan obat spesifik-serotonin, contohnya clomipramine
(Anafranil) atau inhibitor ambilan kembali spesifik serotonin (SSRI-serotonin
specific reuptake inhibitor), seperti Fluoxetine (Prozac).

Clomipramine
Clomipramine biasanya dimulai dengan dosis 25 sampai 50 mg
sebelum tidur dan dapat ditingkatkan dengan peningkatan 25 mg sehari setiap
dua sampai tiga hari, sampai dosis maksimum 250 mg sehari atau tampak efek
samping yang membatasi dosis. Karena Clopramine adalah suatu obat
trisiklik, obat ini disertai dengan efek samping berupa sedasi, hipotensi,
disfungsi seksual dan efek samping antikolinergik, seperti mulut kering.

SSRI
Penelitian tentang Fluoxetine dalam gangguan obsesifkompulsif
menggunakan dosis sampai 80 mg setiap hari untuk mencapai manfaat
terapeutik. Walaupun SSRI mempunyai efek seperti overstimulasi,
kegelisahan, nyeri kepala, insomnia, mual, dan efek samping
gastrointestinal, SSRI dapat ditoleransi dengan lebih baik daripada obat
trisiklik/
Dengan demikian, kadang-kadang SSRI digunakan sebagai obat lini
pertama dalam pengobatan gangguan obsesif kompulsif.

Jika pengobatan dengan Clomipramine atau SSRI tidak berhasil,


banyak ahli terapi menambahkan lithium (Eskalith). Obat lain yang dapat
digunakan dalam pengobatan gangguan obsesif kompulsif adalah inhibitor
monoamin oksidase (MAOI, monoamine oxidase inhibitor), khususnya
Phenelzine (Nardil).

Terapi perilaku

Walaupun beberapa perbandinga telah dilakukan, terapi perilaku sama


efektifnya dengan farmakoterapi pada gangguan obsesif-kompulsif. Dengan
demikian, banyak klinisi mempertimbangkan terapi perilaku sebagai terapi
terpilih untuk gangguan obsesif-kompulsif. Terapi perilaku dapat dilakukan
pada situasi rawat inap maupun rawat jalan. Pendekatan perilaku utama pada
gangguan obsesif-kompulsif adalah pemaparan dan pencegahan respon.

Desensitisasi, menghentikan pikiran, pembanjiran, terapi implosi, dan


pembiasaan tegas juga telah digunakan pada pasien gangguan obsesif
kompulsif. Dalam terapi perilaku pasien harus benar-benar menjalankannya
untuk mendapatkan perbaikan.

Terapi tingkah laku ini dimulai dengan pasien membuat daftar tentang
obsesinya kemudian diatur sesuai hierarki mulai dari yang kurang membuat
cemas sampai yang paling membuat cemas. Dengan melakukan paparan
berulang terhadap stimulus diharapkan akan menghasilkan kecemasan
yang minimal karena adanya habituasi.
Psikoterapi

Psikoterapi suportif jelas memiliki bagiannya, khususnya untuk pasien


gangguan obsesif- kompulsif, walaupun gejalanya memiliki berbagai derajat
keparahan, adalah mampu untuk bekerja dan membuat penyesuaian sosial.
Dengan kontak yang kontinu dan teratur dengan tenaga yang profesional,
simpatik dan mendorong, pasien mungkin mampu untuk berfungsi berdasarkan
bantuan tersebut, tanpa hal tersebut gejala mereka akan menyebabkan gangguan
bagi mereka. Kadang-kadang jika ritual dan kecemasan obsesional mencapai
intensitas yang tidak dapat ditoleraansi, perlu untuk merawat pasien di rumah
sakit sampai tempat penampungan institusi dan menghilangkan stres
lingkungan eksternal menurunkan gejala sampai tingkat yang dapat ditoleransi.
Anggota keluarga pasien seringkali menjadi putus asa karena perilaku
pasien. Tiap usaha psikoterapik harus termasuk perhatian pada anggota keluarga
melalui dukungan emosional, penentraman, penjelasan dan nasihat tentang
bagaimana menangani dan berespons terhadap pasien.

Terapi lain

Terapi keluarga seringkali berguna dalam mendukung keluarga,


membantu menurunkan percekcokan perkawinan yang disebabkan gangguan,
dan membangun ikatan terapi dengan anggota keluarga untuk kebaikan pasien.
Terapi kelompok berguna sebagai sistem pendukung bagi beberapa
pasien. Untuk pasien yang sangat kebal terhadap pengobatan, terapi
elektrokonvulsif (ECT) dan bedah psiko (psychosurgery) harus
dipertimbangkan. ECT tidak seefektif bedah psiko tetapi kemungkinan harus
dicoba sebelum pembedahan.
Prosedur bedah psiko yang paling sering dilakukan untuk gangguan
obsesif kompulsif adalah singulotomi, yang berhasil dalam mengobati 25
sampai 30 persen pasien yang tidak responsif terhadap pengobatan lain.
Komplikasi yang paling sering dari bedah psiko adalah perkembangan kejang,
yang hampir selalu dikendalikan dengan pengobatan Phenytoin (Dilantin).
Beberapa pasien yang tidak respon dengan bedah psiko saja dan dengan
farmakoterapi atau terapi perilaku sebelum operasi menjadi respon terhadap
farmakoterapi atau terapi perilaku setelah bedah psiko.

H. Perjalanan Penyakit dan Prognosis


Lebih dari setengah pasien dengan gangguan obsesif kompulsif
memiliki onset gejala yang tiba-tiba. Kira-kira 50 sampai 70 persen pasien
memiliki onset gejala setelah suatu peristiwa yang menyebabkan stres,
seperti kehamilan, masalah seksual, dan kematian seorang sanak saudara.
Karena banyak pasien tetap merahasiakan gejalanya, mereka seringkali
terlambat 5 sampai 10 tahun sebelum pasien datang ke psikiater, walaupun
keterlambatan tersebut kemungkinan dipersingkat dengan meningkatkan
kesadaran akan gangguan tersebut diantara orang awam dan profesional.
Perjalanan penyakit biasanya lama tetapi bervariasi. Beberapa pasien
mengalami penyakit yang berfluktuasi, dan pasien lain mengalami
penyakit yang konstan.
Kira-kira 20 sampai 30 persen pasien dengan gangguan obsesif
kompulsif memiliki gangguan depresif berat, dan bunuh diri adalah risiko
bagi semua pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Suatu prognosis
buruk dinyatakan oleh mengalah (bukannya menahan) pada kompulsi, onset
pada masa anak-anak, kompulsi yang aneh (bizzare), perlu perawatan di
rumah sakit, gangguan depresif berat yang menyertai, kepercayaan waham,
adanya gagasan yang terlalu dipegang (overvalued)-yaitu penerimaan obsesi
dan kompulsi, dan adanya gangguan kepribadian (terutama gangguan
kepribadian skizotipal). Prognosis yang baik ditandai oleh penyesuaian
sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa pencetus, dan suatu sifat
gejala yang episodik. Isi obsesional tampaknya tidak berhubungan dengan
prognosis.
BAB III
KESIMPULAN

Gangguan obsesif – kompulsif merupakan suatu kondisi yang ditandai


dengan adanya pengulangan pikiran obsesif atau kompulsif, dimana
membutuhkan banyak waktu (lebih dari satu jam perhari) dan dapat
menyebabkan penderitaan (distress). Untuk menegakkan diagnosis pasti,
gejala – gejala obsesif atau tindakan kompulsif, atau kedua – duanya, harus ada
hampir setiap hari selama sedikitnya 2 minggu berturut – turut.

Beberapa faktor berperan dalam terbentuknya gangguan obsesif-kompulsif


diantaranya adalah faktor biologi seperti neurotransmiter, pencitraan otak,
genetika, faktor perilaku dan faktor psikososial, yaitu faktor kepribadian dan
faktor psikodinamika. Ada beberapa terapi yang bisa dilakukan untuk
penatalaksanaan gangguan obsesif – kompulsif antara lain terapi farmakologi
(farmakoterapi) dan terapi tingkah laku. Prognosis pasien dinyatakan baik
apabila kehidupan sosial dan pekerjaan baik, adanya stressor dan gejala
yang bersifat periodik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, H.l dan Saddock B.J. 1993. Comprehensive Textbook of


Psychiatry vol.2 6th edition. USA: Williams and Wilikins Baltimore.

2. Gangguan obsesif – kompulsif. Dalam : Buku saku Diagnosis Gangguan


Jiwa; rujukan ringkas dari PPDGJ – III. Maslim R, penyunting. Jakarta;
2003.76

3. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 4th ed. DSM-IV


Washington DC: American Psychiatry Association, 1994.

4. Khouzan HR. Obsessive compulsive disordes : what to do if you


recognize baffling behaviour. Postgard Med 1999; 106(7): 133-41.

5. Jenike MA. Obsessive compulsive disorder. N Engl J Med 2004; 350 : 259-65

Anda mungkin juga menyukai