Anda di halaman 1dari 16

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH Gangguan obsesif-kompulsif merupakan gangguan kepribadian cemas atau takut yang ditandai oleh pola terjebak dengan keteraturan yang sangat kuat, perfeksionisme, dan kontrol mental serta interpersonal dengan mengorbankan fleksibilitas, keterbukaan dan efisiensi. Obsesif kompulsif ditandai dengan adanya obsesi dan kompulsi. Menurut Durand & Barlow, 2005, dalam Intisari Psikiatri Abnormal, Obsesi adalah pikiran-pikiran, bayangan-bayangan atau dorongan-dorongan intrusive dan kebanyakan tidak masuk akal yang dicoba ditolak atau dieliminasi oleh individu. Sedangkan kompulsi adalah pikiran-pikiran atau tindakan-tindakan yang digunakan untuk menekan obsesi dan membuat individu merasa lega. Gangguan obsesif kompulsif dapat dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan ketidakberdayaan, karena obsesi dapat menghabiskan waktu dan menganggu rutinitas normal seseorang, fungsi pekerjaan, aktivitas sosial yang biasanya, atau hubungan dengan teman atau anggota keluarga. Menurut APA & Taylor, gangguan obsesif-kompulsif dialami 2% sampai 3% masyarakat umum pada suatu saat dalam kehidupan mereka. Menurut Skoog, suatu studi di Swedia menemukan bahwa meskipun kebanyakan pasien OCD menunjukkan perbaikan, banyak juga yang terus berlanjut mempunyai gejala gangguan hidup ini sepanjang hidup mereka. DSM IV membuat diagnosis gangguan obsesif kompulsif bila orang terganggu oleh obsesi atau kompulsi yang berulang, atau keduanya sedemikian rupa sehingga menyebabkan distress yang nyata, memakan waktu lebih dari satu jam dalam sehari, atau secara signifikan menganggu hal-hal rutin yang normal, menganggu fungsi kerja atau sosial. Menurut Jenike, et all, sebagaimana dikutip oleh Durand & Barlow (2006) mengatakan bahwa obsesi yang paling banyak dijumpai dalam sampel 100 pasien adalah kontaminasi (55%), impuls agresif (50%), seks (32%), ketakutan somatis (35%), dan need for symmetry (37%). Enam puluh persen sampel memperlihatkan obsesi multiple atau majemuk.

B. TUJUAN 1. Memberi tambahan pengetahuan mengenai Gangguan Obsesif-Kompulsif mulai dari definisi, epidemiologi, etiologi, diagnosis, diagnosis banding, gejala klinis, penanganan, dan prognosis. 2. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik kesehatan jiwa Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, periode 22 April 2013 25 Mei 2013, dengan memfokuskan pada salah satu topik klinis, yaitu Gangguan Obsesif Kompulsif (OCD).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI Gangguan Obsesif kompulsif (Obsessive Compulsive Disorder) adalah gangguan kecemasan yang ditandai oleh pikiran-pikiran obsesif yang persisten dan disertai tindakan kompulsif.1 Kondisi dimana individu tidak mampu mengontrol dari pikiran-pikirannya yang menjadi obsesi yang sebenarnya tidak diharapkannya dan mengulang beberapa kali perbuatan tertentu untuk dapat mengontrol pikirannya tersebut untuk menurunkan tingkat kecemasannya.2 Gangguan Obsesif-kompulsif membutuhkan adanya obsesi atau kompulsi yang merupakan sumber gangguan atau kerusakan yang signifikan dan bukan karena gangguan mental lainnya.3 Gangguan obsesif kompulsif diklasifikasikan dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) sebagai gangguan kecemasan.4 Obsesi adalah hal yang mengganggu, berulang, ide-ide yang tidak diinginkan, pikiran, atau impuls yang sulit untuk diberhentikan meskipun mengganggu alam sadar mereka. Kompulsi merupakan perilaku yang dilakukan berulang, baik yang dapat diamati ataupun secara mental, yang dilakukan untuk mengurangi kecemasan yang ditimbulkan oleh obsesi. Beberapa penelitian besar menemukan bahwa obsesi yang tersering adalah pikirang tentang kontaminasi, dan kompulsi tersering adalah tindakan memeriksa sesuatu. Namun, sebagian besar individu dengan gangguan ini memiliki multipel obsesi dan kompulsi dari waktu ke waktu.5 Penderita mengetahui bahwa perbuatan dan pikirannya itu tidak masuk akal, tidak pada tempatnya atau tidak sesuai dengan keadaan, tetapi ia tidak apat menghilangkannya dan juga ia tidak mengerti mengapa ia mempunyai dorongan yang begitu kuat untuk berbuat dan berpikir demikian.2

B. EPIDEMIOLOGI Setelah diyakini langka, gangguan obsesif kompulsif memiliki prevalensi seumur hidup sebesar 2,5% dalam studi ECA (Epidemiological Catchment Area). Perkiraan terbaru tentang prevalensi seumur hidup umumnya berada pada kisaran 1,74%.4 Penelitian ECA menemukan bahwa gangguan Obsesif Kompulsif adalah

gangguan kejiwaan yang tersering keempat (setelah fobia, gangguan penggunaan narkoba dan gangguan depresif mayor).5 Diperkirakan bahwa sekitar 1 dari 100 orang dewasa atau antara 2 hingga 3 juta orang dewasa di Amerika Serikat saat ini menderita gangguan Obsesif Kompulsif. Ini kira-kira adalah jumlah yang sama orang yang tinggal di kota Houston, Texas. Ada juga setidaknya 1 dari 200.000 atau 500.000 anak-anak dan remaja yang menderita gangguan Obsesif Kompulsif. Ini adalah jumlah yang sama dengan anak-anak yang menderita diabetes. Itu berarti ada empat atau lima anak dengan gangguan Obsesif Kompulsif kemungkinan terdaftar di setiap sekolah dasar. Mulai dari sekolah menengah sedang sampai atas, mungkin ada 20 siswa yang sedang berjuang dengan tantangan yang disebabkan oleh Gangguan Obsesif Kompulsif. Gangguan Obsesif kompulsif menyerang laki-laki, perempuan dan anak-anak dari semua ras dan latar belakang yang sama.6 Umur rata-rata onset dari gangguan obsesif kompulsif berkisar 22 sampai 36 tahun, dengan hanya sekitar 15% dari pasien yang menderita berumur lebih dari 35 tahun.8 Dalam studi ECA, tingkat prevalensi gangguan obsesif-kompulsif menunjukkan angka kejadian lebih tinggi pada wanita dibandingkan dengan pria.3 Pada beberapa pasien, gangguan ini dimulai pada masa pubertas atau sebelumnya, timbulnya gangguan obsesif-kompulsif saat remaja umumnya terjadi pada laki-laki. Pasien lain dapat memiliki onset dikemudian hari, misalnya, setelah kehamilan, keguguran, atau selama proses melahirkan. Biasanya pasien dengan gangguan obsesif kompulsif mengunjungi 3 sampai 4 dokter dan menghabiskan waktu lebih dari 9 tahun untuk mencari pengobatan sebelum akhirnya didiagnosis dengan benar.8 Pasien juga mungkin merasa malu untuk mengunjungi seorang dokter, atau mungkin tidak menyadari bahwa bantuan tersedia, sehingga jeda waktu dari onset gejala menuju ke diagnosis yang benar adalah 17 tahun.7

C. ETIOLOGI 1. Aspek Biologis a. Neurotransmitter Sistem serotoninergik Banyak penelitian yang dilakukan untuk mendukung hipotesis tentang terlibatnya disregulasi serotonin terhadap munculnya gejala obsesi dan
6

kompulsif pada penyakit ini. Banyak data yang menunjukkan bahwa obat serotonergik lebih efektif dibandingkan dengan obat lain yang juga mempengaruhi sistem neurotransmitter, tetapi apakah serotonin terlibat sebagai penyebab terjadinya gangguan obsesif kompulsif masih belum jelas. Fungsi serotonin di otak ditentukan oleh lokasi sistem proyeksinya. Proyeksi pada konteks frontal diperlukan untuk pengaturan mood, proyeksi pada ganglia basalis bertanggung jawab pada gangguan obsesi kompulsi.9 Sistem Noradrenergik Bukti saat ini masih kurang tentang adanya disfungsi sistem noradrenergik dalam terjadinya gangguan obsesif kompulsif. Namun, ada laporan dari peningkatan gejala OCD dengan clonidine oral.3,9 b. Sistem Neuroimunologi Beberapa pakar berpendapat bahwa ada hubungan positif antara infeksi streptokokus dan gangguan obsesif kompulsif. Infeksi Streptokokus Hemolitikus grup A dapat menyebabkan demam rematik, dan sekitar 10-30% pasien juga mengalami Syndenhams chorea dan Gangguan Obsesif Kompulsif.9 Genetik juga diduga berpengaruh untuk terjadinya gangguan obsesif kompulsif dimana ditemukan perbedaan yang bermakna antara kembar monozigot dan dizigot.11 2. Psikologis Gangguan obsesif kompulsif menyetarakan pikiran dengan tindakan atau aktifitas tertentu yang dipresentasikan oleh pikiran tersebut. Ini disebut thought-action fusion (fusi pikiran dan tindakan). Fusi antara pikiran dan tindakan ini dapat disebabkan oleh sikap-sikap tanggung jawab yang berlebih-lebihan yang menyebabkan timbulnya rasa bersalah seperti yang berkembang selama masa kanak-kanak, dimana pikiran jahat diasosiasikan dengan niat jahat.10 3. Faktor Psikososial Gangguan obsesif-kompulsif bisa disebabkan karena regresi dari fase anal dalam perkembangannya. Mekanisme pertahanan psikologis mungkin memegang peranan pada beberapa manifestasi pada gangguan obsesifkompulsif. Regresi perasaan marah terhadap seseorang mungkin menjadi alasan timbulnya pikiran berulang untuk menyakiti orang tersebut. Mekanisme pertahanan psikologis mungkin memegang peranan pada
7

beberapa manifestasi gangguan obsesif kompulsif. Regresi perasaan marah terhadap seseorang mungkin menjadi alasan timbulnya pikiran berulang untuk menyakiti orang tersebut.10,11

D. DIAGNOSIS Diagnosis gangguan kobsesif kompulsif didasarkan pada gambaran klinisnya. Tidak seperti pasien psikotik, pasien dengan gangguan obsesif kompulsif biasanya menunjukkan wawasan dan menyadari bahwa perilaku mereka tidak normal atau tidak logis.8 Sebagai bagian dari kriteria diagnostik untuk Gangguan Obsesif Kompulsif, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) memberikan kemudahan bagi para klinisi untuk mendiagnosis gangguan obsesif kompulsif pada pasien yang umumnya tidak sadar akan obsesi berlebihan dan kompulsinya.9 Kriteria obsesif menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) harus memenuhi 4 kriteria dibawah ini. Pikiran berulang dan terus-menerus, impuls, atau gambaran yang dialami di beberapa waktu selama gangguan yang bersifat mengganggu dan tidak sesuai dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan. Orang dengan gangguan ini menyadari kualitas patologis dari pikiran-pikiran yang tidak diinginkan ini (seperti ketakutan untuk menyakiti anak-anak mereka) dan tidak akan terjadi pada mereka, tetapi pikiran ini sangat mengganggu dan sulit untuk berdiskusi dengan orang lain. Pikiran, impuls, atau gambar tidak hanya kekhawatiran yang berlebihan tentang masalah kehidupan nyata. Pasien mencoba untuk menekan atau mengabaikan pikiran seperti itu atau untuk menetralisirnya dengan beberapa pemikiran lain atau tindakan. Orang tersebut mengakui bahwa pikiran obsesional, impuls, atau gambaran adalah produk dari pikiran sendiri (tidak dipaksakan dari luar, seperti dalam penyisipan pikiran).

Kriteria Kompulsif menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR) harus memenuhi 2 kriteria dibawah ini. Individu melakukan perilaku berulang (misalnya, mencuci tangan, pemesanan, memeriksa) atau tindakan mental (misalnya, berdoa, menghitung, mengulang kata-kata diam-diam) dalam menanggapi sebuah obsesi atau menurut aturan yang harus diterapkan secara kaku. Perilaku tersebut bukan akibat efek fisiologis langsung dari suatu zat atau kondisi medis umum. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau mengurangi gangguan atau mencegah suatu peristiwa atau situasi yang dicemaskan. Namun, perilaku atau tindakan mental yang dilakukan baik tidak terhubung pada cara yang realistis dengan apa yang mereka buat untuk mentralisir atau cegah atau jelas berlebihan. Pada beberapa poin selama gangguan, pasien mengakui bahwa obsesi atau kompulsi itu berlebihan atau tidak masuk akal (walaupun ini tidak berlaku untuk anak-anak). Obsesi atau kompulsi itu menimbulkan penderitaan, yang memakan waktu (berlangsung >1 jam/hari), atau secara signifikan mengganggu rutinitas normal seseorang, fungsi pekerjaan atau akademis, atau kegiatan sosial biasanya atau hubungan dengan orang lain. Jika gangguan Axis I lainnya muncul, isi dari obsesi atau kompulsi tersebut tidak terbatas pada itu saja. Gangguan ini tidak terjadi karena pengaruh langsung zat psikotik atau kondisi medis tertentu. Spesifikasi tambahan "dengan tilikan rendah" dibuat bagi seorang dengan gangguan obsesif kompulsif jika, untuk dalam suatu jangka waktu episode, orang tersebut tidak mengenali bahwa gejala itu berlebihan atau tidak masuk akal. Menurut PPDGJ-III untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif

atau tindakan kompulsif, atau kedua-duanya harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya dua minggu berturut-turut. Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu aktivitas penderita. Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:15

a. Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri b. Setidaknya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita c. Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut diatas bukan merupakan hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud diatas). d. Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan yang tidak menyenangkan. Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif dengan depresi. Penderita gangguan obsesif kompulsif sering kali juga menunjukan gejala depresi dan sebaliknya penderita gangguan depresi berulang dapat menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama episode depresinya. Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau menurunnya gejala depresi umumnya diikuti secara paralel dengan perubahan gejala obsesif.15 Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada gangguan depresi pada saat gejala obsesif kompulsif tersebut timbul. Bila dari keduanya tidak ada yang menonjol, maka lebih baik menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer. Pada gangguan menahun, maka prioritas diberikan pada gejala yang paling bertahan saat gejala yang lain menghilang.15 Meskipun pikiran obsesional dan tindakan kompulsif lazimnya terjadi bersamasama, akan bermanfaat jika kita dapat menentukan gejala mana yang lebih dominan pada beberapa individu, karena keadaannya mungkin akan responsif terhadap pengobatan yang berlainan. 1. Predominan Pikiran Obsesional atau Pengulangan (F42.0) Keadaan ini dapat berupa gagasan, bayangan mental (mental images) atau dorongan untuk berbuat. Meskipun isi pikiran tersebut berbeda-beda, tetapi umumnya hampir selalu menyebabkan distres. Kadang-kadang berupa pikira-pikiran yang tidak ada habisnya untuk dipertimbangkan.

Ketidakmampuan untuk mengambil keputusan atas berbagai alternatif tersebut merupakan unsur penting dalam banyak pengulangan obsesional lainnya dan sering kali disertai ketidakmampuan untuk mengambil keputusan mengenai hal-hal kecil tetapi perlu dalam kehidupan sehari-hari. 2. Predominan Tindakan Kompulsif [Obsessional Ritual] (F42.1)

10

Mayoritas tindakan kompulsif berkaitan dengan kebersihan (khususnya mencuci tangan), memeriksa berulang untuk menyakinkan bahwa suatu situasi yang dianggapnya berpotensi bahaya tidak dibiarkan terjadi, atau masalah kerapian dan keteraturan. Perilaku ini dilandasi perasan takut terhadap bahaya yang mengancam dirinya atau yang bersumber dari dirinya, dan tindakan ritual yang dilakukan merupakan ikhtiar simbolik atau sia-sia untuk menghindari bahaya tersebut. Tindakan ritual kompulsif tersebut bisa menyita banyak waktu sampai beberapa jam setiap hari dan kadang-kadang disertai ketidakmampuan mengambil keputusan dan kelambanan yang mencolok. 3. Campuran Tindakan dan Pikiran Obsesional (F42.2) Kebanyakan dari pasien obsesif-kompulsif memperlihatkan unsur dari baik pikiran yang obsesional maupun tindakan (perbuatan) yang kompulsif. Subkategori ini harus digunakan bilamana keduanya secara seimbang sama menonjol, yang sering kali memang demikian, tetapi kalau salah satu memang jelas lebih dominan, sebaiknya ditanyakan dalam satu kategori yang lebih spesifik, karena pikiran dan tindakan dapat menunjukkan respon yang berbeda terhadap pengobatan yang berbeda. 4. Gangguan Obsesif-Kompulsif Lainnya (F42.8) 5. Gangguan Obsesif-Kompulsif YTT (F42.9) E. DIAGNOSIS BANDING15 Untuk membedakan gangguan obsesif-kompulsif dengan gangguan depresif mungkin sulit, karena gejala-gejala dari kedua jenis tersebut sering kali terjadi bersamaan. Dalam suatu episode akut dari gangguan, maka harus diutamakan gejalagejala yang timbul lebih dahulu; apabila kedua jenis ada tetapi tidak ada yang menonjol, maka biasanya yang terbaik adalah untuk menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer. Pada gangguan yang kronis, maka prioritas diberikan pada gejala yang paling sering bertahan saat gejala yang lain menghilang.

F. GEJALA KLINIS Gejala dari Obsesif Kompulsif ditandai dengan pengulangan pikiran dan tindakan sedikitnya 4 kali untuk satu kompulsi dalam sehari dan berlangsung selama 1 sampai

11

2 minggu selanjutnya. Gejala utama obsesif-kompulsif harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 9,10 1. Perilaku dan pikiran yang muncul tersebut disadari sepenuhnya oleh individu atau didasarkan pada impuls dalam dirinya sendiri. Individu juga menyadari bahwa perilakunya itu tidak rasional, namun tetap dilakukan untuk mengurangi kecemasan.12 2. Beberapa perilaku yang muncul disadari oleh oleh individu dan berusaha melawan kebiasaan dan pikiran-pikiran rasa cemas tersebut sekuat tenaga, namun tidak berhasil 3. Pikiran dan tindakan tersebut tidak memberikan perasaan lega, rasa puas atau kesenangan, melainkan disebabkan oleh rasa khawatir secara berlebihan dan mengurangi stres yang dirasakannya. 4. Obsesi (pikiran) dan kompulsi (perilaku) sifatnya berulang-ulang secara terusmenerus dalam beberapa kali setiap harinya. Individu yang beresiko mengalami gangguan obsesif-kompulsif adalah; 12 Individu yang mengalami permasalahan dalam keluarga dari broken home, kesalahan atau kehilangan masa kanak-kanaknya. (teori ini masih dianggap lemah namun masih dapat diperhitungkan) Faktor neurobiologi dapat berupa kerusakan pada lobus frontalis, ganglia basalis dan singulum Individu yang memilki intensitas stressyang tinggi - Riwayat gangguan kecemasan - Depresi - Individu yang mengalami gangguan seksual

12

Tabel 1. Klasifikasi Obsesi dan Kompulsi 11

G. PENANGANAN 1. Psikoterapi Penanganan psikoterapi untuk gangguan obsesif kompulsif umumnya diberikan hampir sama dengan gangguan kecemasan lainnya. Psikoterapi suportif jelas memiliki bagiannya, khususnya untuk pasien gangguan bosesif kompulsif yang walaupun gejalanya memiliki berbagai derajat keparahan adalah mampu untuk bekerja dan membuat penysuaian sosial.9,10 Tujuan Psikoterapi Suportif adalah:2

13

1. Menguatkan daya than mental yang ada 2. Mengembangkan mekanisme yang baru dan yang lebih baik untuk mempertahankan kontrol diri 3. Mengembalikan keseimbangan adaptif Cara-cara psikoterapi suportif antara lain sebagai berikut:2 1. Ventilasi atau (psiko) kataris 2. Persuasi atau bujukan 3. Sugesti 4. Penjaminan kembali (reassurance) 5. Bimbingan dan penyuluhan 6. Terapi kerja 7. Hipno-terapi dan narkoterapi 8. Psikoterapi kelompok 9. Terapi perilaku Ada beberapa faktor gangguan obsesif kompulsif sangat sulit untuk disembuhkan, penderita gangguan obsesif kompulsif kesulitan mengidentifikasi kesalahan (penyimpangan perilaku) dalam mempersepsi tindakannya sebagai bentuk penyimpangan perilaku yang tidak normal. Individu beranggapan bahwa ia normal-normal saja walaupun perilakunya itu diketahui pasti sangat menganggunya. Baginya, perilaku kompulsif tidak salah dengan perilakunya tapi bertujuan untuk memastikan segala sesuatunya berjalan dengan baik-baik saja. Faktor lain adalah kesalahan dalam penyampaian informasi mengenai kondisi yang dialami oleh individu oleh praktisi secara tidak tepat dapat membuat individu merasa enggan untuk mengikuti terapi. 9

2. Psikofarmaka Obat-obat Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) bekerja terutama pada terminal akson presinaptik dengan menghambat ambilan kembali serotonin. Penghambatan ambilan kembali serotonin diakibatkan oleh ikatan obat (misalnya: fluoxetine) pada transporter ambilan kembali yang spesifik, sehinggga tidak ada lagi neurotransmitter serotonin yang dapat berkaitan dengan transporter. Hal tersebut akan menyebabkan serotonin bertahan lebih lama di celah sinaps. Pengguanaan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) terutama ditujukan untuk memperbaiki perilaku stereotipik, perilaku
14

melukai diri sendiri, resisten terhadap perubahan hal-hal rutin, dan ritual obsesif dengan ansietas yang tinggi. Salah satu alasan utama pemilihan obatobat penghambat reuptake serotonin yang selektif adalah kemampuan terapi. Efek samping yang dapat terjadi akibat pemberian fluexetine adalah nausea, disfungsi seksual, nyeri kepala, dan mulut kering. Toleransi SSRI yang relatif baik disebabkan oleh karena sifat selektivitasnya. Obat SSRI tidak banyak berinteraksi dengan reseptor neurotransmitter lainnya. Penelitian awal dengan metode pengamatan kasus serial terhadap 8 subjek. Tindakan terapi ditujukan untuk mengatasi gejala-gejala disruptif, dan dimulai dengan fluexetine dosis 10 mg/hari dengan pengamatan. Perbaikan paling nyata dijumpai pada gangguan obsesif dan gejala cemas.13,14 Trisiklik (Tricyclics) Obat jenis trisiklik berupa clomipramine (Anafranil). Trisiklik merupakan obat-obatan lama dibandingkan SSRIs dan bekerja sama baiknya dengan SSRIs. Pemberian obat ini dimulai dengan dosis rendah. Beberapa efek pemberian jenis obat ini adalah peningkatan berat badan, mulut kering, pusing dan perasaan mengantuk.13 Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs). Jenis obat ini adalah phenelzine (Nardil), tranylcypromine (Parnate) dan isocarboxazid (Marplan).Pemberian MAOIs harus diikuti pantangan makanan yang berkeju atau anggur merah, penggunaan pil KB, obat penghilang rasa sakit (seperti Advil, Motrin, Tylenol), obat alergi dan jenis suplemen. Kontradiksi dengan MOAIs dapat mengakibatkan tekanan darah tinggi.13

H. PROGNOSIS Suatu prognosis yang buruk dinyatakan oleh mengolah (bukannya menahan) pada kompulsi, onset pada masa anak-anak, kompulsi yang aneh perlu perawatan di rumah sakit, gangguan depresi berat yang menyertai, kepercayaan, waham, adanya gagasan yang terlalu dipegang (overvalued) yaitu penerimaan obsesi dan kompulsi dan adanya gangguan keperibadian. Prognosis yang baik ditandai oleh penyesuaian sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa pencetus, dan suatu sifat gejala yang episodik.9

15

BAB III KESIMPULAN

Gangguan obsesif kompulsif adalah gangguan cemas, dimana pikiran seseorang dipenuhi oleh gagasan-gagasan yang menetap dan tidak terkontrol, dan ia dipaksa untuk melakukan tindakan tertentu berulang-ulang, sehingga menimbulkan stress dan mengganggu fungsinya dalam kehidupan sehari-hari. Prevalensi penderita gangguan ini adalah sekitar 2-3% dari populasi, dengan jumlah penderita perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Penyebab gangguan obsesif kompulsif antara lain dipengaruhi oleh aspek biologis, psikologis, dan aspek sosial.2 Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan kompulsif, atau kedua-duanya harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya dua minggu berturut-turut. Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada gangguan depresi pada saat gejala obsesif kompulsif tersebut timbul. Bila dari keduanya tidak ada yang menonjol, maka lebih baik menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer. Pada gangguan menahun, maka prioritas diberikan pada gejala yang paling bertahan saat gejala yang lain menghilang.9 Gejala dari Obsesif Kompulsif ditandai dengan pengulangan pikiran dan tindakan sedikitnya 4 kali untuk satu kompulsi dalam sehari dan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu selanjutnya. Penanganan pasien dengan gangguan obsesif kompulsif dapat berupa psikoterapi dan psikofarmakologi. Prognosis pasien gangguan obsesif kompulsif dapat baik dan buruk. Prognosis buruk bila terjadi pada usia anakanak, terdapat depresi berat serta adanya kepercayaan waham. Sedangkan baik bila penyesuian sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa pencetus, dan suatu sifat gejala yang episodik. 10

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Ko Soo Meng. Obsessive Compulsive Disorder. 2006. Available from: www.med.nus.edu.sg/pcm/book/14.pdf. 2. Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.2009.h 290-6. 3. Benjamin J, Virginia A. Kaplan & Sadock's Comprehensive Textbook of Psychiatry. Seventh Edition. Lippincott Williams & Wilkins Publishers. 2000. p 2569-2580. 4. William M Greenberg. Obsessive Compulsive Disorder. [ updated 2011 December 29; cited 2012 January 25]. Available from :

http://emedicine.medscape.com/article/1934139-overview 5. Jerald Kay, Allan Tasman. Obsessive Compulsive Disorder. Wiley Essential Of Psychiatry.British Library Cataloguing. 2006. 6. S. Wilhelm, G. S. Steketees. Cognitive Therapy for ObsessiveCompulsive Disorder: A Guide for Professionals.2006. Available from : www.newharbinger.com 7. D J Stein. Obsessive Compulsive Disorder. The Lancet. Vol 360. USA: Lancet Publshing Group.2002. p 397-405. 8. Michael A J. Obsessive Compulsive Disorder. The new england journal of medicine. Inggris : Department of Psychiatry, Massa- chusetts General Hospital. 2004. 9. Sadock VA. Kaplan dan Sadock Synopsis Sciences/ Clinical. Tenth Edition. New York: Lippincott Williams dan Wilkins. 2007. p 604 10. Kaplan, Harold I MD,dkk. Gangguan Obsesif Kompulsif. Ilmu

pengetahuan perilaku psikiatri klinis, Jilid 2, edisi Ketujuh, Hal 40-41 11. Saadi Y. PSIKOLOGI ABNORMAL Obsesif Kompulsif. Madiun : Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP PGRI. 2010. 12. Novedica. Obsessive Compulsive Disorder. 2010. Available from: http://noel4.student.umm.ac.id/2010/09/23/obsessive-compulsive-disorderocd/ 13. Maslim Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Obat Psikotropik. Edisi Ketiga. Jakarta: PT Nuh Jaya ; 2000. P.47-51

17

14. Laurenc B, Keith P, Donald B, Iain B. Pharmacotherapy of Asthma. Goodman & Gilmans Manual of Pharmacology and Therapeutics. United States of America : The McGraw-Hills Company. 2008. p 286-295 15. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: PT Nuh Jaya;2001.p.76-77.

18

Anda mungkin juga menyukai