Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN EVALUASI PROGRAM POKOK PUSKESMAS

PENEMUAN DAN PENDATAAN PENYAKIT DIARE DI WILAYAH


KERJA PUSKESMAS JATILAWANG KABUPATEN BANYUMAS
TAHUN 2016

Disusun Oleh:
Desy Ayu Wulandari G4A015185

Pembimbing
dr.Esti Haryati
NIP.19730301.200701.2.010

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


JURUSAN KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

2017

1
LEMBAR PENGESAHAN

PENEMUAN DAN PENDATAAN PENYAKIT DIARE DI WILAYAH


KERJA PUSKESMAS JATILAWANG KABUPATEN BANYUMAS
TAHUN 2016

Disusun untuk memenuhi syarat dari


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Komunitas /
Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran
Universitas Jenderal Soedirman

Disusun oleh:
Desy Ayu Wulandari G4A015185

Telah dipresentasikan dan disetujui


Tanggal Januari 2017

Pembimbing Lapangan

dr. Esti Haryati


NIP.19730301.200701.2.010

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. 2


DAFTAR ISI ......................................................................................................... 3
I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 4
A.Latar Belakang.............................................................................................. 4
B.Tujuan Penulisan .......................................................................................... 6
C.Manfaat Penulisan ........................................................................................ 6
II. ANALISIS SITUASI. ...................................................................................... 8
A.Gambaran Umum Puskesmas Jatilawang ..................................................... 8
a. Keadaan Geografis .................................................................................. 8
b. Keadaan Demografi ................................................................................. 9
c. Keadaan Sosial Ekonomi dan Budaya ..................................................... 10
B. Program Kesehatan Puskesmas Jatilawang ................................................. 12
C. Capaian Program dan Derajat Kesehatan Masyarakat ................................. 13
III. ANALISIS POTENSI DAN INDENTIFIKASI ISU STRATEGIS ............... 19
A. Analisis Sistem pada Progam Kesehatan ................................................... 19
1. Input........................................................................................................ 19
2. Proses.......................................................................................................23
3. Output......................................................................................................24
4. Outcome ................................................................................................. 24
B.Analisis SWOT ............................................................................................. 23
IV. PEMBAHASAN ISU STRATEGIS DAN ALTERNATIF PEMECAHAN
MASALAH ........................................................................................................... 31
A.Pembahasan Isu Strategis ............................................................................. 31
B.Alternatif Pemecahan Masalah ..................................................................... 31
V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 33
A.Kesimpulan ................................................................................................... 33
B.Saran ............................................................................................................. 33
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 35

3
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit diare merupakan salah satu masalah utama kesehatan
masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia, karena angka
morbiditas dan mortalitas-nya yang masih tinggi. Setiap anak di bawah usia
lima tahun di negara berkembang akan mengalami episode diare kurang lebih
tiga sampai empat kali pertahun. Setiap balita di Indonesia akan mengalami
episode diare kurang lebih 1,6 2 kali pertahun. Sampai saat ini, penyakit
diare merupakan penyebab kematian utama balita di dunia (Kemenkes RI,
2014; WHO, 2009).
Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan angka kejadian
penyakit diare di antaranya dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Hannif,
2011), faktor bayi, faktor ibu, dan faktor sosial ekonomi (Agus, et al., 2009).
Pemerintah telah membuat kebijakan untuk menurunkan angka kesakitan dan
angka kematian karena diare pada balita dengan melaksanakan tatalaksana
diare standar di sarana kesehatan melalui program Lima Langkah Tuntaskan
Diare (Lintas Diare). Lintas diare meliputi pemberian oralit untuk mencegah
dehidrasi, pemberian zink untuk mengurangi keparahan, durasi dan
kambuhnya diare, pemberian makanan, pemberian antibiotik selektif untuk
disentri dan kolera, serta pemberian nasihat kepada ibu untuk kembali ke
petugas kesehatan apabila menemukan tanda bahaya (Kemenkes RI, 2011).
Menurut survei morbiditas diare tahun 2010 yang dilakukan oleh Subdit
Diare, Departemen Kesehatan, insiden diare di Indonesia tahun 2000-2010
cenderung naik. Pada tahun 2000, angka kejadian diare adalah 301/1000
penduduk, tahun 2003 terdapat peningkatan menjadi 374/1000 penduduk,
tahun 2006 naik menjadi 423/1000 penduduk dan tahun 2010 terdapat
penurunan menjadi 411/1000 penduduk. Meskipun angka kejadian diare
menurun pada tahun 2010, hal tersebut tidak menunjukkan penurunan yang
signifikan (Permenkes RI, 2015).
Kejadian Luar Biasa (KLB) diare terjadi di Indonesia pada tahun 2013
sebanyak 646 kasus. Jumlah kasus terbanyak terjadi di Provinsi Jawa Tengah

4
yang mencapai 294 kasus. Pada tahun 2013, angka kematian karena diare di
Indonesia adalah sebesar 1,08%. Angka ini masih jauh dari target yaitu
sebesar <1%. Bila dilihat per kelompok umur diare dengan prevalensi
tertinggi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,75% dan menurut jenis
kelamin prevalensi diare anak laki-laki dan perempuan hampir sama, yaitu
8,9%, sedangkan menurut tempat tinggalnya prevalensi diare terbanyak di
pedesaan 10% dan 7,4% di perkotaan (Kemenkes RI, 2014).
Data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 menunjukkan
penemuan dan penanganan diare yakni sebesar 57,9%. Jumlah ini lebih besar
jika dibandingkan tahun 2010 yang hanya sebesar 44,48%. Diare merupakan
penyakit endemis di Kabupaten Banyumas dan merupakan penyakit potensial
KLB yang sering disertai dengan kematian terutama pada daerah yang
pengendalian faktor resikonya masih rendah. Kejadian diare di Kabupaten
Banyumas mengalami fluktuasi beberapa tahun terakhir. Kejadian diare pada
tahun 2011 ditemukan sebesar 45,15% dan menurun pada tahun 2012 menjadi
27,05%, tetapi meningkat kembali pada tahun 2013 menjadi 30,95%. Angka
kesakitan diare Kabupaten Banyumas tahun 2015 sebesar 214/1000 penduduk,
dimana angka ini sama dengan kasus 2014 sebesar 214/1000 penduduk,
dengan jumlah kasus diare yang ditangani yaitu sebesar 65,8 % (Dinkes
Jateng, 2011; Dinkes Banyumas, 2015).
Tingginya angka kejadian diare ini menunjukan pentingnya peningkatan
pengelolaan kesehatan masyarakat untuk dapat menurunkan angka kejadian
penyakit, peningkatan penanganan optimal pada penderita diare (sesuai
Standar Pelayanan Minimum), serta mencegah terjadinya KLB. Oleh karena
itu dibutuhkan pelayanan kesehatan yang lebih berkonsentrasi pada proses
promotif dan preventif, tanpa melupakan kuratif dan rehabilitatif secara
terpadu. Berdasarkan Kepmenkes No. 128 tahun 2004, Puskesmas adalah
penanggung jawab penyelenggara upaya kesehatan tingkat pertama.
Puskesmas merupakan unit organisasi pelayanan kesehatan terdepan yang
mempunyai misi sebagai pusat pengembangan pelayanan, yang melaksanakan
pembinaan dan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu untuk
masyarakat yang tinggal disuatu wilayah kerja tertentu. Puskesmas sebagai

5
pusat pembangunan kesehatan dan ujung tombak kesehatan Indonesia,
berperan juga dalam menyelenggaraan upaya kesehatan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Evaluasi program dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. Oleh karena dari pendataan tersebut dapat diketahui
kondisi kesehatan lingkungan di masyarakat, sehingga dapat dilakukan upaya
promotif dan preventif dalam mencegah timbulnya penyakit yang disebabkan
oleh faktor risiko lingkungan. Puskesmas memegang peranan penting sebagai
unit pelayanan kesehatan terdepan dalam upaya pemberantasan penyakit
menular yang salah satunya adalah upaya penjaringan,pencegahan dan
penanggulangan diare. Puskesmas diharapkan dapat melakukan pencegahan
penularan penyakit serta mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat
diare baik dengan penanganan aktif maupun dengan penyuluhan.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengetahui masalah-masalah terkait pelaksanaan Program penemuan
penderita diare di Puskesmas Jatilawang.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap belum
tercapainya target cakupan penemuan dan pendataan penderita
diare.
b. Mengetahui upaya-upaya Puskesmas Jatilawang dalam
meningkatkan cakupan penemuan dan pendataan penderita diare.
c. Memberikan alternatif pemecahan masalah terhadap program
penemuan dan pendataan penderita diaredi wilayah kerja
Puskesmas Jatilawang
C. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Praktis

6
a. Memberikan informasi kepada pembaca mengenai faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap penemuan dan pendataan penyakit diare di
Puskesmas Jatilawang.
b. Menjadi dasar ataupun masukan bagi Puskesmas dalam mengambil
kebijakan jangka panjang dalam upaya peningkatan penemuan dan
pendataan penyakit diare.
2. Manfaat Teoritis
Menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya bagi pihak yang
membutuhkan.

7
II. ANALISIS SITUASI

A. Gambaran Umum
1. Keadaan Geografi
Puskesmas Jatilawang adalah salah satu puskesmas di Kabupaten
Banyumas yang memiliki letak cukup strategis karena berada di tepi
jalan. Puskesmas Jatilawang terletak di Kecamatan Jatilawang yang
merupakan salah satu bagian wilayah Kabupaten Banyumas. Kabupaten
Banyumas memiliki luas wilayah sekitar 4.815,92 Ha/ 48,16 km2 dan
berada pada ketinggian 21 m dari permukaan laut dengan curah hujan
2.650 mm/tahun dengan batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Purwojati
b. Sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten Cilacap
c. Sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Rawalo
d. Sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Wangon
Kecamatan Jatilawang terdiri atas 11 desa, 33 dusun, 56 Rukun
Warga (RW) dan 350 Rukun Tetangga (RT). Desa terluas adalah Desa
Gunung Wetan yaitu 718,44 Ha sedangkan desa yang wilayahnya paling
sempit adalah Karanganyar dengan luas 205 Ha. Apabila dilihat dari
jaraknya maka desa Gunung Wetan adalah desa terjauh dengan jarak 5
km dari pusat kota Jatilawang dan desa Tunjung merupakan desa terdekat
dengan jarak 0,15 km. Sebagian besar tanah pada Kecamatan Jatilawang
dimanfaatkan sebagai tanah sawah dengan rincian:
a. Tanah sawah : 1.637 Ha
b. Tanah pekarangan : 591.02 Ha
c. Tanah kebun : 1.565 Ha
d. Kolam : 9 Ha
e. Hutan negara : 433 Ha
f. Perkebunan rakyat : 142 Ha
g. Lain-lain : 245,17 Ha
2. Keadaan Demografi
a. Pertumbuhan Penduduk

8
Jumlah penduduk di Kecamatan Jatilawang berdasarkan data
pada tahun 2015 adalah 69.177 jiwa yang terdiri dari laki-laki 34.346
jiwa (49,64%) dan perempuan 34.831 jiwa (50,3%) dengan jumlah
rumah tangga 16.173. Jumlah penduduk terbanyak ada di desa
Tinggar Jaya yaitu sebesar 11.189 jiwa atau sebesar 16,17% dari
keseluruhan jumah penduduk kecamatan Jatilawang, sedangkan desa
Margasana merupakan desa dengan jumlah penduduk terkecil yaitu
2.334 atau hanya sebesar 3,37%.
b. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur
Jumlah penduduk menurut golongan umur di Kecamatan
Jatilawang dibagi menjadi 16 kelompok umur dengan variasi yang
tidak begitu besar. Penduduk terbanyak ada pada kelompok umur
10-14 tahun yaitu sebesar 3.146 jiwa atau 4,55% dari sebagian besar
penduduk yang berada pada usia produktif. Berikut rincian jumlah
penduduk menurut golongan umur.
Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur di Kecamatan
Jatilawang tahun 2015
Kelompok Umur
Laki-laki Perempuan Jumlah
(tahun)
04 2.884 2.836 5.720
59 2.994 2.886 5.860
10 14 3.146 2.971 6.117
15 19 2.703 2.358 5.061
20 24 1.771 1.818 3.589
25 29 1.852 2.094 3.946
30 34 2.162 2.373 4.535
35 39 2.331 2.631 4.962
40 44 2.431 2.595 5.026
45 49 2.358 2.595 4.953
50 54 2.258 2.353 4.611
55 59 2.150 2.024 4.174
60 64 1.640 1.540 3.180
65 69 1.341 1.336 2.677
70 74 1.069 1.083 2.152
> 75 1.256 1.358 2.614
Jumlah 34.346 34.831 69.177
Sumber : KecamatanJatilawang dalam Angka Tahun 2015
c. Kepadatan Penduduk

9
Tabel 2.2 Gambaran Wilayah Kerja Puskesmas Jatilawang Tahun
2015
No Desa Luas Wilayah (km2) Kepadatan
Penduduk
(jiwa/km2)
1 Gunungwetan 7,18 953,73
2 Pekuncen 4,90 1.276,12
3 Karanglewas 5,15 524,39
4 Karanganyar 2,05 1.572,20
5 Margasana 1,83 1.278,69
6 Adisara 2,38 1.964,80
7 Kedungwringin 4,47 1.807,37
8 Bantar 3,13 2.227,37
9 Tinggarjaya 5,73 1.951,75
10 Tunjung 8,32 1.224,57
11 Gentawangi 3,02 2.221.30
Jumlah 48,16 1.436,00
Sumber :Kecamatan Jatilawang dalam Angka Tahun 2015

Kepadatan penduduk di Kecamatan Jatilawang pada tahun


2015 yaitu sebesar 1.436,00 jiwa/km2. Desa terpadat adalah Desa
Bantar yaitu sebesar 2.227,37 jiwa/km2, sedangkan Desa
Karanglewas merupakan desa dengan kepadatan penduduk terendah
yaitu 524,39 jiwa/km2.
3. Keadaan Sosial Ekonomi dan Budaya
a. Agama
Sebagian besar masyarakat Jatilawang adalah penduduk
pemeluk agama Islam yaitu sebesar 67.049 orang (99,22%), sisanya
adalah pemeluk agama Katholik, Protestan, Budha dan Hindu.
Rincian jumlah pemeluk agama adalah sebagai berikut :
Tabel 2.3. Jumlah Penduduk Menurut Agama di Kecamatan
Jatilawang Tahun 2014
No Agama Jumlah Pemeluk
1 Islam 67.049
2 Katolik 279
3 Protestan 240
4 Budha 9
5 Hindu 0
Sumber :Kecamatan Jatilawang dalam Angka Tahun 2015

10
b. Mata pencaharian penduduk
Sebagian besar penduduk kecamatan Jatilawang adalah
bekerja sebagai petani, baik petani mandiri maupun sebagai buruh
tani yaitu sebanyak 16.868 orang (39,47%). Mata pencaharian yang
lain diantaranya sebagai pengusaha, buruh industri, buruh bangunan,
pedagang, pengangkutan, PNS, dan ABRI.
c. Tingkat pendidikan penduduk
Data pendidikan penduduk berdasarkan data tahun 2015,
pendidikan di kecamatan Jatilawang terbanyak adalah tamat Sekolah
Dasar (SD). Rincian data pendidikan penduduk adalah sebagai
berikut:
Tabel 2.4
Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Kecamatan Jatilawang Tahun 2015
No. Tingkat Pendidikan Jumlah penduduk
1 Tidak/Belum tamat SD 14.746
2 SD/MI 23.165
3 SLTP/MTS 6.964
4 SLTA/MA 7.842
5 Akademi/Universitas 652
Sumber: Kecamatan Jatilawang dalam Angka Tahun 2015
d. Budaya
Masyarakat di wilayah Kecamatan Jatilawang masih ada
unsur budaya, dimana masih ditemui kelompok masyarakat yang
memiliki kepercayaan kejawen yaitu di Desa Pekuncen. Selain itu
terdapat pula masyarakat yang dalam pengambilan keputusan masih
dipegang oleh suami maupun hasil musyawarah keluarga besar,
contoh pada kasus rujukan gawat darurat, keluarga masih sulit
memberikan keputusan sebelum ada hasil musyawarah keluarga. Hal
tersebut berpengaruh pada terlambatnya proses rujukan pada kasus
gawat darurat.
e. Pencarian Pelayanan Kesehatan
Pola pencarian pelayanan kesehatan masyarakat dipengaruhi
oleh budaya setempat. Ketersediaan pelayanan kesehatan di setiap
desa sudah baik, terdapat pelayanan kesehatan bagi masyarakat,
yaitu Poliklinik Kesehatan Desa yang di laksanakan oleh masing

11
masing bidan desa. Hal tersebut mempermudah masyarakat dalam
mengakses pelayanan kesehatan.
B. Program Kesehatan Puskesmas Jatilawang
1. Program kerja
Program kerja yang dilaksanakan di Puskesmas Jatilawang meliputi
kegiatan sebagai berikut:
a) Program esensial
1) Pelayanan promosi kesehatan
2) Pelayanan kesehatan lingkungan
3) Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana
4) Pelayanan gizi
5) Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit
b) Program pengembangan
1) Konsultasi gizi
2) Laboratorium
3) Klinik sanitasi
4) PKPR
5) Posyandu lansia
c) Puskesmas dengan tempat perawatan (puskesmas DPT) rawat inap
dan persalinan
2. Sumber daya puskesmas
a) Sarana dan prasarana
1) Puskesmas pembantu : 2 buah
2) PKD : 16 buah
3) Posyandu : 94 buah
b) Sumber dana
Penyelenggaraan pembiayaan di Puskesmas Jatilawang terdiri
dari pemerintahan pusat yaitu BPJS, dari pemerintah daerah APBD I
DAN APBD II, bantuan operasional kesehatan yaitu BOK.
Anggaran ini digunakan dengan tujuan agar semua program
kesehatan di Puskesmas Jatilawang ini berjalan dengan lancar dan

12
mencapai target yang telah ditentukan. Rencana pendapatan di
Rencana Kerja Anggaran tahun 2015 adalah Rp.5.880.354.673,00 .
c) Ketenagaan
Berdasarkan data pada tahun 2015, jumlah tenaga puskesmas
Jatilawang berjumlah 53 orang dengan rincian sebagai berikut :
Tabel 2.5 Jenis Ketenagaan di Puskesmas Jatilawang Tahun
2015

No. Tenaga Kesehatan Jumlah

1. Dokter Umum 4
2. Dokter Gigi 1
3. Perawat 13
4. Perawat Gigi (SPRG) 1
5. Bidan 24
6. Apoteker 1
7. Pranata Lab 1
8. Sanitarian 1
9. Petugas Promkes 1
10. Nutrisionis 1
11. Analisis Kesehatan 1
12. Sopir 2
13. Penjaga Malam 2

JUMLAH 53
Sumber :Profil Puskesmas Jatilawang 2015
Tabel 2.5 menunjukkan bahwa ketenagaan yang terdapat di
puksesmas Jatilawang berjumlah 53 orang yang terdiri dari dokter
umum 4 orang, dokter gigi 1 orang, perawat umum 13 orang,
perawat gigi 1 orang, bidan 24 orang, apoteker 1 orang, penata
laboratorium 1 orang, sanitarian2 orang, petugas promkes 1 orang,
nutrisionis 1 orang, analisis kesehatan 1 orang, sopir 1 orang, dan
penjaga malam 2 orang.
C. Capaian Program dan Derajat Kesehatan Masyarakat
Untuk melihat gambaran dari derajat kesehatan masyarakat di wilayah
Puskesmas Jatilawang, dapat dilihat dari angka kesakitan (morbiditas), angka
kematian (mortalitas) dan status gizi.
1. Morbiditas

13
A. Penyakit Menular yang Diamati
1) Malaria
Berdasarkan data yang dihimpun petugas surveilans
Puskesmas Jatilawang selama tahun 2015 tidak diterdapat kasus
malaria klinis dan malaria dengan klarifikasi pemeriksaan
mikroskopik atau sebesar 0% kasus per 1.000 penduduk.
2) TB. Paru
Jumlah penemuan TB Paru kasus baru BTA Positif
Tahun 2016 di Puskesmas Jatilawang sebanyak 5 kasus dari 151
penderita. Dengan proporsi penemuan pasien TB paru BTA
positif sebesar 3,1 %. Target IIS 2010 proporsi penemuan TB
paru kasus baru positif sebesar 5-15 %. Hal ini dikarenakan
penemuan penderita yang dilakukan secara pasif yaitu
menunggu pasien berobat ke puskesmas dan pemegang program
tidak hanya memegang program tuberkulosis saja melainkan
memegang program lain. Sementara pada tahun 2015 proporsi
penemuan TB paru kasus baru BTA positif sebanyak 17 kasus
yaitu 9,5 %.
3) Diare
Kasus diare pada tahun 2015 tercatat 1.335 kasus dan
100%sudah ditangani. Jumlah kasus ini sebenarnya masih jauh
sekali dari kenyataan karena angka ini di ambil dari kasus yang
berobat di puskesmas dan jaringannya (pustu, polindes/PKD,
posyandu) saja. Sedangkan kasus diare yang berobat di
paramedik, bidan atau dokter praktek swasta tidak dilaporkan.
Selama tahun 2015 terdapat 0 kasus kematian akibat
diare, CFR diare sudah sesuai dengan CFR/Angka kematian
diare pada IIS tahun 2010 yaitu <1/10.000 penduduk.

4) DBD
Ditahun 2015 terdapat 12 kasus DBD dengan insidensi
rate 17,3%, terjadi di Desa Pekuncen (2 kasus), Karanglewas (1
kasus), Desa Karanganyar (1 kasus), Desa Tinggarjaya (2

14
kasus), Desa Tunjung (2 kasus) dan Desa Gentawangi (2 kasus)
hal ini terjadi karena mobilitas masyarakat yang cukup tinggi,
hygiene sanitasi masyarakat yang cmasih kurang dan kegiatan
PSN yang tidak rutin dilaksanakan. Bila dibandingkan dengan
tahun 2014 (14 kasus), berarti terjadi penurunan kasus sebesar
16,6%. DBD yang ditemukan dan semua sudah ditangani,
berarti sudah sesuai target IIS tahun 2010 yaitu sebesar 100%.
5) Campak
Pada tahun 2015 di Kecamatan Jatilawang tidak
ditemukan adanya kasus campak (angka kesakitan sebesar 0 per
1.000 penduduk). Demikian pula tahun 2014.
6) HIV

Sampai dengan tahun 2015 di kecamatan jatilawang


belum pernah ditemukan kasus HIV. Demikian pula untuk tahun
2014.

7) Hepatitis

Pada tahun 2015 di Kecamatan Jatilawang tidak


ditemukan kasus hepatitis. Demikian pula pada tahun 2014.
8) Tetanus

Pada tahun 2015 di Kecamatan Jatilawang tidak


ditemukan kasus tetanus. Demikian pula pada tahun 2014 tidak
ditemukan kasus tetanus.
B. Penyakit Tidak Menular yang Diamati
Penyakit tidak menular yang diamati dan dicatat selama
tahun 2015 terdiri dari Ca servik (0 kasus), Ca Mammae (2 kasus),
Non insulin dependent DM (NDDM) (37 kasus), Akut miokard infak
(4 kasus), decompensatio cordis (7 kasus), Hipertensi Essensial (31
kasus), Stroke Non Hemoragic (9 kasus), PPOK (16 kasus), Asma
Bronchiale (7 kasus), Psikosis (3 kasus). Kasus-kasus penyakit tidak
menular ini didapatkan dari register rawat jalan dan laboratorium
tahun 2015.

15
2. Mortalitas
a. Angka Kematian Bayi dan Balita
Angka kematian bayi baru lahir, berdasarkan laporan
kegiatan program KIA selama 2015 tercatat 2 kematian bayi dari
1.154 kelahiran hidup. Bila dibandingkan dengan Indikator
Indonesia Sehat (IIS) tahun 2010 terhitung masih rendah (II 2010 =
40 per 1000 kelahiran hidup).
Namun dibandingkan adengan tahun 2014 mengalami
penurunan. Karena pada tahun 2014 tercatat ada kematian bayi dari
1.124 kelahiran hidup.
b. Angka Kematian Ibu Maternal
Pada tahun 2015 terdapat 1 kematian ibu hamil, 1 kematian
ibu bersalin dan 1 kematian ibu nifas. Angka kematian ibu (AKI)
adalah 86,65 per 100.000 kelahiran hidup. Bila dibandingkan dengan
IIS 2010 (AKI = 150/100.000 kelahiran hidup), AKI di kecamatan
Jatilawang di bawah ISS.
3. Status Gizi
a. Status Gizi Bayi Baru Lahir
Berdasarkan hasil kegiatan program gizi, pada tahun 2015
tercatat 55 bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dari 1.154
bayi lahir hidup atau sebesar 4,8 %. Desa dengan BBLR tertinggi
adalah Desa Tinggarjaya (14 orang), Desa Kedungwringin (9 orang)
dan Desa Bantar (9 orang).
b. Status Gizi Balita
Pada tahun 2015 tercatat ada 4.594 balita, yang ditimbang
sebanyak 3.409 balita atau sebesar 74,2 %. Ini berarti masih dibawah
target IIS tahun 2010 sebesar 80%. Untuk balita bawah garis merah
(BGM) ditemukan kasus sebanyak 32 balita atau sebesar 0,9% dari
seluruh balita yang ditimbang, berarti sudah dibawah target ISS
tahun 2010 yaitu sebesar <15%.

16
4. Kesehatan Lingkungan
Berdasarkan hasil kegiatan pendataan sanitasi dasar yang
dilakukan pada tahun 2015, diketahui jumlah rumah sehat di Kecamatan
Jatilawang sebanyak 11.528 atau sebesar 71.27% dari 16.176 rumah yang
diperiksa. Angka ini sudah melampaui target IIS tahun 2010 sebesar 65%
untuk kategori rumah sehat pedesaan.

5. Perilaku Hidup Masyarakat


a. PHBS
Tahun 2015 dilakukan survey Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) pada 19.271 Rumah Tangga dengan hasil jumlsh
Rumah Tangga dipantau 10.848 Rumah Tangga atau 56,3%. Rumah
Tangga ber-PHBS di Kecamatan Jatilawang sebesar 75,7%.
b. Posyandu
Berdasarkan data yang ada, diketahui bahwa di Kecamatan
Jatilawang terdapat 94 posyandu yang terdiri dari:
1) Posyandu pratama 17,02% (16 buah)
2) Posyandu madya 36,17% (34 buah)
3) Posyandu purnama 40,43% (38 buah)
4) Posyandu mandiri 6,38% (6 buah)
Angka Posyandu aktif (Posyandu Strata Purnama dan
Mandiri) Kecamatan Jatilawang sebesar 46,81%. Angka ini sudah
diatas target IIS tahun 2010 dimana persentase posyandu purnama
dan mandiri 40%.
6. Akses dan Mutu Pelayanan Kesehatan
a. Pemanfaatan Sarana Rawat Jalan
Jumlah kunjungan rawat jalan selama tahu 2015 sebanyak
58.432 pasien. Cakupan kunjungan Rawat Jalan tahun 2015 sebesar
84,5%. Bila dibandingkan dengan IIS tahun 2010 dimana cakupan
kunjungan rawat jalan sebesar 15%, maka cakupan kunjungan rawat
jalan Puskesmas Jatilawang lebih tinggi.
b. Pemanfaatan Sarana Rawat Inap

17
Puskesmas Jatilawang merupakan Puskesmas dengan tempat
tidur perawatan (Puskesmas DTP) dengan jumlah tempat tidur
sebanyak 14 ribuah. Ratio tempat tidur terhadap penduduk adalah
29,57 per 100.000 penduduk. Jumlah kunjungan rawat inap pada
tahun 2015 sebanyak 1.756 pasien, dengan cakupan kunjungan
2,5%. Bila dibandingkan dengan Indikator Indonesia Sehat 2010
sebesar 1,5%, maka cakupan kunjungan rawat inap Puskesmas sudah
melampaui.
7. Sarana Laboratorium Kesehatan
Sarana kesehatan di Kecamatan Jatilawang ada tiga yaitu
Puskesmas, Klinik Jatilawang Sehat dan Benz Estetika Center. Dari
ketiga sarana tersebut, Puskesmas dan Klinik Jatilawang Sehat yang
memiliki sarana laboratorium.

18
III. ANALISIS POTENSI DAN INDENTIFIKASI ISU STRATEGIS

A. Analisis Sistem pada Progam Kesehatan


1. Input
a. Man (Tenaga Kesehatan)
Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor terpenting
dalam pembangunan bidang kesehatan. Menurut Peraturan Menteri
Kesehatan No. 75 tahun 2014 pasal 16 ayat 3 jenis tenaga kesehatan
di Puskesmas paling sedikit terdiri atas dokter atau dokter layanan
primer, dokter gigi, perawat, bidan, tenaga kesehatan masyarakat,
tenaga kesehatan lingkungan, ahli teknologi laboratorium medik,
tenaga gizi, dan tenaga kefarmasian. Tenaga kesehatan merupakan
tenaga kunci dalam mencapai keberhasilan pembangunan bidang
kesehatan. Jumlah tenaga kesehatan dalam wilayah Puskesmas
Jatilawang adalah sebagai berikut:
1) Dokter Umum
Menurut standar Indikator Indonesia Sehat (IIS) tahun
2010 ratio tenaga medis per 100.000 penduduk adalah 40 tenaga
dokter, sehingga untuk jumlah penduduk di wilayah kerja
Puskesmas Jatilawang dibutuhkan 28 dokter umum. Dokter
umum yang ada di sarana kesehatan dalam wilayah Puskesmas
Jatilawang 4 orang.
2) Dokter Gigi
Menurut standar Indikator Indonesia Sehat (IIS) tahun
2010 ratio dokter gigi per 100.000 penduduk adalah 11, sehingga
untuk jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang
dibutuhkan 8 dokter gigi. Dokter gigi yang ada di sarana
kesehatan dalam wilayah Puskesmas Jatilawang 1 orang.
3) Tenaga Farmasi
Menurut standar Indikator Indonesia Sehat (IIS) tahun
2010 ratio apoteker per 100.000 penduduk adalah 10, sehingga
untuk jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang

19
dibutuhkan 7 apoteker. Tenaga farmasi di Puskesmas Jatilawang
berjumlah 1 orang.
4) Tenaga Bidan
Menurut Standar IIS 2010, ratio bidan per 100.000
penduduk adalah 100, dengan demikian untuk jumlah penduduk
di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang dibutuhkan 70 bidan.
Tenaga bidan di Puskesmas Jatilawang berjumlah 24 orang.
5) Tenaga Perawat
Menurut standar IIS tahun 2010, ratio perawat per 100.000
penduduk adalah adalah 117,5, dengan demikian untuk jumlah
penduduk di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang dibutuhkan 82
perawat. Tenaga perawat kesehatan yang ada di Puskesmas
Jatilawang ada 13 orang.
6) Tenaga Gizi
Menurut Standar IIS 2010, ratio petugas gizi per 100.000
penduduk adalah 22, dengan demikian untuk jumlah penduduk di
wilayah kerja Puskesmas Jatilawang dibutuhkan 16 ahli gizi.
Tenaga Gizi di Puskesmas Jatilawang berjumlah 1 orang.
7) Tenaga Kesehatan Lingkungan
Menurut Standar IIS tahun 2010, ratio petugas kesehatan
lingkungan dan promosi kesehatan per 100.000 penduduk adalah
adalah 40, dengan demikian untuk jumlah penduduk di wilayah
kerja Puskesmas Jatilawang dibutuhkan 28 tenaga kesehatan
lingkungan. Tenaga Kesehatan Lingkungan di Puskesmas
Jatilawang berjumlah 2 orang.
Tenaga kesehatan yang bertugas di bagian Kesehatan
Lingkungan dan Surveilans hanya dua orang yaitu Bapak Sukaris
dan Bapak Sakim, yang sangat kompeten di bidangnya. Pendataan
dan pemantauan bidang kesehatan lingkungan termasuk program
penemuan diare dilakukan oleh Bapak Sukaris dibantu oleh bidan
desa. Sumber daya manusia selain tenaga kesehatan yang juga

20
memiliki peran penting adalah kader kesehatan, salah satunya kader
pada masing-masing desa.
b. Money (Sumber Dana)
Sumber anggaran kesehatan Puskesmas Jatilawang tahun
2015 berasal dari APBD Kabupaten Banyumas, APBN dan BOK.
APBD terdiri atas Dana Belanja Langsung dan Dana Belanja Tidak
Langsung. APBN terdiri atas Dana Alokasi Umum (DAU), Dana
Alokasi Khusus (DAK), dana konsentrasi dan Dana Tugas
Pembantuan Kabupaten/Kota. Pada program di bidang kesehatan
lingkungan, pendanaan berasal dari dana BOK untuk penyedian
sarana dan prasarana.
Sumber dana untuk pelaksanaan progam P2M diare sudah
disiapkan oleh pemerintah berupa sumber dana Bantuan Oprasional
Kesehatan (BOK) dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
Dana ini berasal dari Kementerian Kesehatan dan juga dana dari
pelayanan puskesmas yang dapat digunakan untuk kegiatan promotif
berupa penyuluhan maupun pembuatan poster atau leaflet bagi
masyarakat.
c. Material
Puskesmas Jatilawang memiliki 2 Puskesmas Pembatu dan
11 Poliklinik Kesehatan Desa (PKD) tersebar di 11 desa wilayah
kerja Puskesmas Jatilawang. Logistik dan obat didapatkan dari Dinas
Kesehatan Tingkat II Kabupaten Banyumas. Jumlah dan jenisnya
disesuaikan dengan perencanaan yang telah diajukan oleh Puskesmas
Jatilawang. Puskesmas Jatilawang memiliki sarana dan prasarana
untuk menangani kegawatdaruratan penyakit diare. Peralatan yang
dimiliki berupa 2 unit mobil ambulans dan alat laboratorium yang
cukup lengkap. Dari kesehatan lingkungan jumlah penduduk yang
memiliki akses jamban permanen sebanyak 45,69%, jamban sehat
semi permanen 11,49%, jamban bersama 16,9%, dan cakupan angka
BABS sebesar 25,86 %.
d. Method

21
Program pendataan penemuan diare dilakukan di lapangan
sesuai wilayah kerja Puskesmas Jatilawang. Keterampilan diperoleh
dari pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Banyumas yang diadakan secara insidensil.
Metode kegiatan program P2M Diare di Puskesmas
jatilawang meliputi kegiatan di dalam puskesmas maupun di luar
puskesmas. Kegiatan di dalam puskesmas seperti penemuan kasus
yang dilakukan berdasarkan kasus yang dilaporkan dari pasien rawat
jalan di balai pengobatan umum Puskesmas atau pasien rawat inap
untuk kemudian dilaporkan ke bagian P2M. Kelemahan dari
kegiatan di dalam puskesmas, yaitu metode yang digunakan adalah
passive promotif case finding dan penyuluhan belum dilakukan
sebagai upaya promotif dan preventif.
Kegiatan di luar puskesmas meliputi pelayanan kesehatan di
PKD (Poliklinik Desa) dan puskesmas pembantu. Selain itu, pihak
penanggung jawab program P2M diare akan melakukan homevisite
untuk kasus diare pada balita yang mengalami kematian. Hal ini
memiliki kelemahan karena yang dilakukan homevisite hanya pasien
yang sudah mengalami diare dan meninggal.
e. Minute
Pelaksanaan kegiatan pendataan program penemuan diare
dilakukan dalam jangka waktu 12 bulan sampai dengan data dari 11
desa di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang tersebut lengkap.
Sedangkan untuk penyuluhan diare dilakukan pada kegiatan
pertemuan desa maupun posyandu pada awal bulan. Hal ini dirasa
cukup baik karena petugas memiliki waktu yang cukup untuk
menjalankan program tersebut.
f. Market
Sasaran pendataan dan penemuan penderita diare adalah
semua masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang. Sebagian
besar penduduk di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang memiliki
tingkat pendidikan dan ekonomi yang rendah.

22
2. Proses
a. Perencanaan (P1)
Arah: Visi Puskesmas Jatilawang adalah Pelayanan kesehatan
dasar paripurna menuju masyarakat sehat dan mandiri. Misi
Puskesmas Jatilawang adalah mendorong kemandirian masyarakat
untuk hidup sehat, meningkatkan kinerja dan mutu pelayanan
kesehatan, meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia,
meningkatkan kerjasama lintas program dan lintas sektoral,
meningkatkan tertib administrasi dan keuangan.
Tahap perencanaan program penemuan dan pendataan
penyakit diare dirasa cukup baik dengan melakukan rapat
perencanaan program dan terbentuknya standar operasional program.
b. Pengorganisasian (P2)
Proses pengorganisasian progam P2M diwilayah Puskesmas
Jatilawang diselenggarakan melalui kerjasama lintas sektoral antara
pemerintah desa dan bidan desa. Sejauh ini kerjasama lintas sektoral
dirasa cukup baik. Pemerintah desa membantu dalam hal pendataan
dan pencatatan, sedangkan bidan desa membantu dalam hal
melakukan pendataan dan penyuluhan mengenai diare di posyandu.
c. Penggerakan dan pelaksanaan program
Pendataan dilakukan secara aktif dan pasif, untuk pendataan
pasif dilakukan dengan mengambil data dari pasien rawat inap dan
rawat jalan di puskesmas jatilawang dan menunggu laporan dari
kader kesehatan tiap desa. Selanjutnya pendataan secara aktif
dilakukan dengan cara kunjungan kerumah penduduk. Kegiatan
pendataan dilakukan secara survey door to door ke rumah warga
berdasarkan per kepala keluarga yang dilakukan oleh pemegang
program bidang kesehatan lingkungan dibantu oleh bidan desa tetapi
hal ini belum berjalan secara maksimal. Program pendataan dan
penyuluhan dengan metode kontak sosial tersebut dirasa cukup
efektif untuk mengetahui keadaan yang terjadi di masyarakat secara
nyata dan dapat melakukan upaya pendidikan kesehatan masyarakat

23
mengenai diare secara langsung. Akan tetapi hal ini juga tidak
sepenuhnya efektif karena banyak masyarakat yang memilih berobat
ke tempat praktek swasta atau langsung ke rumah sakit terdekat
sehingga tidak tercatat di data puskesmas.
Jangka waktu pelaksanaan kegiatan pendataan program
penemuan penderita diare dilakukan rutin tiap bulan sampai dengan
data dari 11 desa di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang tersebut
lengkap. Sedangkan untuk penyuluhan diare dilakukan pada kegiatan
pertemuan desa maupun posyandu. Hal ini dirasa cukup efektif
untuk mengetahui kondisi kesehatan masyarakat dan memberikan
pendidikan kesehatan masyarakat, mengingat ketiadaan dana yang
dapat digunakan oleh pemilik program untuk membuat satu
pertemuan khusus untuk mensosialisasikan program ini.
d. Pengawasan dan penilaian (P3)
Pengawasan dan penilaian terhadap penemuan penderita
diare di wilayah puskesmas Jatilawang antara lain dilakukan oleh :
1) Kader kesehatan atau perangkat desa setempat di wilayah kerja
Puskesmas Jatilawang.
2) Bidan desa di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang
3) Bagian program P2M Diare Puskesmas Jatilawang
4) Supervisi atau pengawasan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
Banyumas
3. Output
Presentase penemuan dan pendataan penderita diare selama tahun
2016 adalah sebanyak 671 kasus atau 97% dari target penemuaan diare
tahun 2016 yakni sebesar 691 kasus atau 100% (10% / 10% jumlah
penduduk). Hal ini menunjukkan bahwa belum tercapainya target
penemuan dan pendataan diare di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang.
4. Outcome
Penyakit dapat timbul pada keadaan sanitasi lingkungan yang
buruk. Penyakit tersebut diantaranya diare, demam berdarah dengue,
pneumonia dan malaria. Angka kejadian diare di Puskesmas Jatilawang

24
pada bulan Januari-Desember 2016 terdapat 671 kasus yakni 97% dari
target.

B. Analisis Strength, Weakness, Opportunity, Threat (SWOT)


Analisis penyebab masalah dilakukan berdasarkan pendekatan
sistem sehingga dilihat apakah output (skor pencapaian suatu indikator
kinerja) mengalami masalah atau tidak. Apabila ternyata bermasalah,
penyebab masalah tersebut dapat kita analisis dari input dan proses kegiatan
tersebut. Input mencakup indikator yaitu man (sumber daya manusia), money
(sumber dana), method (cara pelaksanaan suatu kegiatan), material
(perlengkapan), minute (waktu) dan market (sasaran). Proses menjelaskan
fungsi manajemen yang meliputi tiga indikator yaitu: P1 (perencanaan), P2
(penyelenggaraan) dan P3 (pengawasan, pemantauan, dan penilaian).
Analisis Strength, Weakness, Opportunity, Threat (SWOT) untuk
menilai permasalahan pada proses tercapainya program penemuan dan
pendataan diare di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang, maka didapatkan
informasi sebagai berikut:
1. Strength
Input
a. Man
1) Adanya 4 orang dokter sebagai tenaga kesehatan
2) Adanya 2 orang pemegang program penemuan dan pendataan
kasus diare yang sudah mengikuti pelatihan
3) Adanya kader tiap desa yang dapat membantu pelaksanaan
program kesehatan secara umum dapat membantu pelaksanaan
program kesehatan secara umum termasuk penemuan dan
pendataan diare
4) Adanya kerjasama antarkoordinator program pokok puskesmas
bidang kesehatan lingkungan dan promosi kesehatan dengan
koordinator bidang lainnya yang termasuk 6 program pokok
puskesmas.
b. Money

25
Sumber dana dalam pelaksanaan progam P2M Diare di
Puskesmas Jatilawang sudah disiapkan dari pemerintah, yaitu
sumber Dana Bantuan Operasional Kesehatan dan Badan Layanan
Umum Daerah. Dana ini dari Kementerian Kesehatan. Sumber dana
tersebut sudah mencukupi dalam progam penanggulangan diare
meliputi upaya promotif dan preventif seperti penyuluhan, penemuan
kasus diare, dan pendataan kasus diare.
c. Material
Sarana dan prasarana di Puskesmas Jatilawang sudah
mencukupi untuk menangani kegawatdaruratan penyakit diare.
Peralatan yang dimiliki berupa 2 unit mobil ambulans dan alat
laboratorium yang cukup lengkap
d. Method
Program penemuan dan pendataan kasus diare meliputi
kegiatan yang dilakukan di dalam puskesmas dan di luar puskesmas.
Kegiatan di dalam puskesmas seperti penemuan kasus diare yang
pada pasien rawat jalan di balai pengobatan umum Puskesmas atau
pasien rawat inap yang kemudian dilaporkan ke bagian P2M.
Sedangkan kegiatan pendataan di luar puskesmas meliputi pelayanan
kesehatan di PKD (Poliklinik Desa) dan puskesmas pembantu.
Selain itu, pihak penanggung jawab program P2M diare akan
melakukan homevisite, khususnya untuk kasus diare pada balita yang
mengalami kematian.
e. Minute
Pelaksanaan kegiatan pendataan program penemuan diare
dilakukan dalam jangka waktu 12 bulan sampai dengan data dari 11
desa di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang tersebut lengkap.
Sedangkan untuk penyuluhan diare dilakukan pada kegiatan
pertemuan desa maupun posyandu.
f. Market

26
Sasaran pendataan dan penemuan penderita diare ditujukan
kepada semua masyarakat seluruh desa yang masuk dalam cakupan
wilayah kerja Puskesmas Jatilawang.
Proses
1) Proses P1 berupa tahap perencanaan program penemuan dan
pendataan penyakit diare dilakukan melalui rapat perencanaan
program dan terbentuknya standar operasional program. Program
P2M Diare sudah memiliki perencanaan yang baik, yaitu agar
tercapainya target penemuan dan pendataan yang sesusai dengan
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Puskesmas Jatilawang,
sehingga dapat terputus rantai penularan Diare di masyarakat pada
wilayah kerja Puskesmas Jatilawang
2) Proses P2 berupa proses pengorganisasian antara pemerintah desa
dan bidan desa berjalan cukup baik, dimana pemerintah desa
membantu dalam hal pendataan dan pencatatan, sedangkan bidan
desa membantu dalam hal melakukan pendataan dan penyuluhan
mengenai diare di posyandu. Pendataan dilakukan secara aktif dan
pasif, untuk pendataan pasif dilakukan dengan mengambil data dari
pasien rawat inap dan rawat jalan di puskesmas jatilawang dan
menunggu laporan dari kader kesehatan tiap desa. Selanjutnya
pendataan secara aktif dilakukan dengan cara kunjungan kerumah
penduduk.

2. Weakness
Aspek kelemahan dari program Pemberantasan Penyakit Menular
(P2M) Diare terdapat pada aspek input dan proses (penggerakan dan
pelaksanaan program, serta pengawasan dan pengendalian kegiatan).
Input
a. Man
1) Belum aktifnya kader-kader kesehatan lingkungan untuk secara
rutin membantu proses pendataan, proses kegiatan dan
pemantauan program-program kesehatan lingkungan.

27
2) Kurangnya jumlah tenaga kesehatan yang dibutuhkan untuk
menangani program kesehatan, ditunjukkan dengan jumlah
tenaga kesehatan yang berada di bawah standar yang ditetapkan.
b. Method
1) Bidan desa / kader yang ada di desa dalam membantu pelaporan
penemuan kejadian Diare tiap bulan sering terlambat bahkan
sering tidak melaporkan, sehingga dapat menghambat proses
kontrol dari program tersebut.
2) Dokter praktik mandiri yang di wilayah kerja Puskesmas
Purwojati tidak memberikan laporan angka penemuan dan
penanganan Diare tiap bulan.
3) Sistem deteksi penyakit diare kebanyakan masih dilakukan
secara pasif, yaitu hanya mengandalkan pasien yang datang ke
puskesmas dan memiliki tanda gejala diare. Deteksi penderita
secara aktif, penyuluhan kesehatan ke desa-desa dan
pembentukan kader kesehatan dalam penanganan diare belum
berjalan dengan maksimal.
4) Informasi mengenai data kasus diare di masyarakat kurang
lengkap dimana kasus tidak semua terdata karena tidak semua
pasien berobat di puskesmas atau PKD, dan kurangnya kerja
sama antara puskesmas dengan rumah sakit, praktik dokter,
ataupun klinik.
5) Evaluasi kerja tentang pelaksanaan program penemuan kasus
baru diare antar pemegang program dan kader kesehatan belum
dilakukan secara optimal.
c. Material
Kebiasaan masyarakat buang air besar sembarangan masih
tergolong tinggi, dengan cakupan angka BABS sebesar 25,86 %.
d. Minute
Promosi kesehatan (penyuluhan) mengenai diare sudah
dilakukan, namun tidak semua masyarakat dapat menghadiri
penyuluhan tersebut karena aktivitas pekerjaan sehari-hari. Sehingga

28
tingkat pengetahuan masyarakat terhadap diare tidak merata dan
cenderung rendah.
Proses
a. Penggerakan dan pelaksanaan program
Tidak adanya jadwal rutin update ataupun refresh ilmu tentang P2M
diare yang dilakukan pihak puskesmas dengan kader Kesehatan.
b. Pengawasan dan pengendalian kegiatan
Minimnya kontrol dan evaluasi dari programmer terhadap
penanganan diare oleh bidan desa maupun kader masing-masing
desa
Dapat disimpulkan dari aspek proses, kelemahan program P2M Diare
dikarenakan:
1) Kurangnya dalam sistem pelaporan angka penemuan dan pendataan
diare di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang baik oleh Bidan desa dan
Praktik Dokter mandiri
2) Kurangnya media penyuluhan pemberantasan dan penyuluhan P2M
Diare
3) Tidak adanya pertemuan rutin antara pihak puskesmas dengan kader
kesehatan terkait membahas kesulitan permasalahan dalam program
diare ataupun kegiatan update serta refresh ilmu terkait
pemberantasan P2M diare.
4) Kurangnya pengawasan dari pihak puskesmas terhadap program
pemberantasan P2M diare yang dilaksanakan pada tiap desa.

3. Opportunity
a. Adanya Kerjasama lintas sektoral dengan kecamatan, bidan desa dan
pemerintah desa.
b. Adanya bantuan dana operasional kesehatan dari Kabupaten
Banyumas
c. Adanya dokter umum yang dapat membantu melakukan promosi
kesehatan (seperti penyuluhan diare), penegakkan diagnosis dan
penanganan awal Diare.

29
d. Pemantauan dari pihak dinas kesehatan tentang pemberantasan
penyakit menular dan dukungan penuh dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Banyumas.

4. Threat
Ancaman kasus P2M Diare terjadi di wilayah kerja Puskesmas Purwojati
cukup tinggi antara lain:
a. Warga masyarakat di wilayah puskesmas Jatilawang belum
menyadari pentingnya penerapan perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS) dalam kehidupan sehari-hari.
b. Warga masyarakat di wilayah puskesmas Jatilawang masih
menganggap bahwa penyakit diare merupakan penyakit biasa dan
tidak perlu penanganan khusus.
c. Kesadaran masyarakat wilayah kerja Puskesmas jatilawang yang
masih rendah baik untuk memeriksakan diri ke puskesmas, maupun
untuk berobat dan sembuh.
d. Masyarakat di wilayah puskesmas Jatilawang masih kurang
berpartisipasi dan sulit untuk diajak bekerja sama dalam kegiatan
pemberantasan penyakit menular.
e. Masyarakat di wilayah puskesmas Jatilawang masih banyak yang
tidak memeriksakan diri ke puskesmas atau PKD, mereka langsung
memeriksakan diri ke rumah sakit, praktik dokter swasta ataupun
klinik, hal ini yang dapat menghambat adanya informasi cakupan
penderita diare di puskesmas karena kerja sama lintas sektoral
kurang baik untuk pengumpulan data penderita diare.

30
IV. PEMBAHASAN ISU STRATEGIS DAN ALTERNATIF PEMECAHAN
MASALAH

A. Pembahasan Isu Strategis


Angka penemuan dan pendataan penderita pada tahun 2016 masih belum
mencapai yaitu 97%. Untuk mendapatkan alternatif dari pemecahan masalah,
sebelumnya kami telah melakukan analisa penyebab masalah yang dianalisis
dari segi strenght (kekuatan), weakness (kelemahan), opportunity
(kesempatan), dan threat (ancaman). Berdasarkan hasil analisis sistem dan
SWOT, terdapat permasalahan yang mempengaruhi ketercapaian proporsi
penemuan TB paru kasus baru positif di puskesmas Jatilawang.
a. Belum aktifnya kader-kader kesehatan lingkungan yang secara rutin
membantu proses pendataan, proses kegiatan dan pemantauan program-
program kesehatan lingkungan
b. Sistem deteksi penyakit diare kebanyakan masih dilakukan secara pasif
c. Informasi mengenai data kasus diare di masyarakat kurang lengkap
dimana kasus tidak semua terdata dengan baik
d. Evaluasi kerja tentang pelaksanaan program penemuan kasus baru diare
antar pemegang program dan kader kesehatan belum dilakukan secara
optimal.
e. Tingkat pendidikan dan ekonomi penduduk di wilayah kerja puskesmas
masih rendah serta budaya dan pola perilaku masyarakat di beberapa
daerah di wilayah kerja Puskesmas yang tidak memiliki keinginan untuk
merubah perilakunya
f. Rendahnya kesadaran dan motivasi masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.
B. Alternatif Pemecahan Masalah
Dalam peningkatan program P2M Diare ini harus lebih berorientasi pada
peran serta masyarakat, maka diperlukan strategi utama dan strategi alternatif
untuk mengatasi masalah ini. Melihat hasil analisis SWOT, didapatkan isu
strategis yang dapat dilakukan untuk mendapatkan alternatif pemecahan
masalah, meliputi :

31
1. Kepala puskesmas melakukan rapat koordinasi secara rutin bersama
dokter umum, pemegang program, bidan desa dan kader kesehatan
khusunya kader P2M diare untuk evaluasi pelaksanaan program P2M
Diare terutama penemuan dan penanganan Diare. Rapat koordinasi juga
bisa disertai dengan update dan refresh ilmu tenang pencegahan dan
pemberantasan P2M Diare oleh dokter umum. Rapat koordinasi dapat
dilakukan 4 bulan sekali.
2. Sosialisasi kepada dokter umum praktik mandiri di wilayah kerja
puskesmas terkait laporan bulanan penemuan dan penanganan diare
kepada puskesmas.
2. Memberdayakan kader kesehatan lingkungan disetiap desa agar lebih
aktif dalam mendata pasien diare, penggerak kegiatan kesehatan
lingkungan, dan memantau kegiatan program kesehatan lingkungan
3. Memberdayakan kader kesehatan untuk melakukan home visit secara
rutin untuk melakukan skrining penyakit diare dan mencari faktor risiko
penyakit diare.
4. Menambah frekuensi penyuluhan pada kader kesehatan dan masyarakat
mengenai penyakit menular khususnya diare, sehingga diharapkan dapat
meningkatkan kesadaran masyarakat
5. Menambah frekuensi penyuluhan kepada masyarakat mengenai
kebersihan lingkungan dan perilaku hidup bersih sehat (PHBS) terutama
mencuci tangan
6. Peningkatan kerjasama antar sektor seperti kerja sama melalui sekolah
dan komunitas lain di masyarakat.
7. Pengadaan media penyuluhan pemberantasan dan penanganan P2M
Diare seperti leaflet, pamflet, dan poster.

32
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Program kesehatan lingkungan masih perlu mendapat perhatian dalam
pelaksanaan dan pencapaiannya yaitu program penemuan dan pendataan
penyakit diare di wilayah kerja Puskesmas Jatilawang pada tahun 2016.
2. Pemilihan program P2M TB sebagai salah satu masalah dalam program
Puskesmas Jatilawang karena angka penemuan dan pendataan penderita
pada tahun 2016 masih belum mencapai yaitu 97%.
3. Beberapa hal yang menjadi dasar kurang tercapainya program P2M TB di
Puskesmas Jatilawang adalah belum aktifnya kader-kader kesehatan dalam
proses pendataan, sistem deteksi penyakit diare kebanyakan masih
dilakukan secara pasif, Informasi mengenai data kasus diare di masyarakat
kurang lengkap, evaluasi kerja belum dilakukan secara optimal, Tingkat
pendidikan dan ekonomi penduduk di wilayah kerja puskesmas masih
rendah serta budaya dan pola perilaku masyarakat tidakm emiliki
keinginan untuk merubah perilakunya, Rendahnya kesadaran dan motivasi
masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat.
4. Alternatif solusi yang dapat dilakukan untuk menangani permasalahan
Kepala puskesmas melakukan rapat koordinasi secara rutin, Sosialisasi
kepada dokter umum praktik mandiri, memberdayakan kader kesehatan
lingkungan disetiap desa agar lebih aktif , melakukan home visit secara
rutin, menambah frekuensi penyuluhan pada kader kesehatan dan
masyarakat, penyuluhan PHBS terutama mencuci tangan,Peningkatan
kerjasama antar sektor, pengadaan media penyuluhan.

B. Saran
1. Kepala puskesmas melakukan rapat koordinasi secara rutin bersama
dokter umum, pemegang program, bidan desa dan kader kesehatan
khusunya kader P2M diare untuk evaluasi pelaksanaan program P2M
Diare terutama penemuan dan penanganan Diare. Rapat koordinasi juga
bisa disertai dengan update dan refresh ilmu tenang pencegahan dan

33
pemberantasan P2M Diare oleh dokter umum. Rapat koordinasi dapat
dilakukan 4 bulan sekali.
2. Sosialisasi kepada dokter umum praktik mandiri di wilayah kerja
puskesmas terkait laporan bulanan penemuan dan penanganan diare
kepada puskesmas.
3. Memberdayakan kader kesehatan lingkungan disetiap desa agar lebih
aktif dalam mendata pasien diare, penggerak kegiatan kesehatan
lingkungan, dan memantau kegiatan program kesehatan lingkungan
4. Memberdayakan kader kesehatan untuk melakukan home visit secara
rutin untuk melakukan skrining penyakit diare dan mencari faktor risiko
penyakit diare.
5. Menambah frekuensi penyuluhan pada kader kesehatan dan masyarakat
mengenai penyakit menular khususnya diare, sehingga diharapkan dapat
meningkatkan kesadaran masyarakat
6. Menambah frekuensi penyuluhan kepada masyarakat mengenai
kebersihan lingkungan dan perilaku hidup bersih sehat (PHBS) terutama
mencuci tangan
7. Peningkatan kerjasama antar sektor seperti kerja sama melalui sekolah
dan komunitas lain di masyarakat.
8. Pengadaan media penyuluhan pemberantasan dan penanganan P2M

34
DAFTAR PUSTAKA
Dinkes Banyumas. 2015. Profil Kesehatan Kabupaten BanyumasTahun 2015.
Banyumas: Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas.
Dinkes Provinsi Jawa Tengah. 2011. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2011. Jawa Tengah: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.
Kemenkes RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan No. 75 tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Puskesmas Jatilawang 2015. Profil Kesehatan Puskesmas Jatilawang Kabupaten
Banyumas Tahun 2015. Purwokerto : Dinas Kesehatan Kabupaten
Banyumas.
Peraturan Menteri Kesehatan RI (Permenkes RI). 2015. Penyelenggaraan
Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas. Jakarta : Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.

35

Anda mungkin juga menyukai