Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN MANAJEMEN KLINIK INFEKSI MENULAR

SEKSUAL KLINIK GRIYA ASA PERIODE 29 MEI 2015 – 5


JUNI 2015 PERKUMPULAN KELUARGA BERENCANA
INDONESIA (PKBI) KOTA SEMARANG

Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan senior


Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh:
Putra Anugrah Sadewa 22010114210169
Ajeng Indraswari F. 22010114210170
Aulia Faris Akbar P. 22010114210171
Ginarsih Hutami 22010114210172
Arya Ady Nugroho 22010114210174

PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN


BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015

i
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Manajemen Klinik Infeksi Menular Seksual Klinik Griya Asa


Periode 29 Mei 2015 – 5 Juni 2015 Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia
(PKBI) Kota Semarang ini telah diseminarkan, diterima, dan disetujui di depan
Tim Penilai PKBI Kota Semarang guna melengkapi tugas kepaniteraan klinik
Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Semarang.

Semarang, 5 Juni 2015

Disahkan Oleh:

Pembimbing,

dr. Bambang Darmawan dr. Dwi Yoga Yulianto

ii
iii

DAFTAR ISI

Halaman Judul...........................................................................................................i

Halaman Pengesahan...............................................................................................ii

Daftar Isi.................................................................................................................iii

BAB 1. PENDAHULUAN......................................................................................1

1.1 Latar Belakang......................................................................................1

1.2 Tujuan...................................................................................................2

1.3 Sasaran .................................................................................................2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................3

2.1 Epidemiologi IMS.................................................................................3

2.2 Infeksi menular seksual ........................................................................4

2.3 Penularan Infeksi menular seksual........................................................6

2.4 Diagnosa Infeksi menular Seksual .......................................................7

2.5 Jenis-jenis Infeksi Menular Seksual .....................................................9

2.6 Pencegahan IMS..................................................................................16

2.7 Pelayanan Skrining Griya Asa ...........................................................17

BAB 3. HASIL PENGAMATAN..........................................................................20

3.1 Data WPS.............................................................................................20

3.2 Kunjungan ke Resosialisasi..................................................................22

3.3 Pengamatan Klinik IMS Griya Asa......................................................23

3.4 Kunjungan ke Mucikari........................................................................40

BAB 4. MASALAH...............................................................................................41

BAB 5. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH...........................................42

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................43

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................45
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Seiring dengan pergeseran zaman dan perubahan gaya hidup serta budaya
masyarakat tertentu dalam berkehidupan sehari-hari, insidens Infeksi Menular
Seksual (IMS) di Indonesia sudah nyaris mustahil untuk ditekan. Peningkatan
insidens IMS dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain : Perubahan demografi,
fasilitas kesehatan yang tersedia kurang memadai, pendidikan kesehatan dan
pendidikan seksual kurang tersebar luas, kontrol IMS belum dapat berjalan baik
serta adanya perubahan sikap dan perilaku masyarakat terutama dalam bidang
agama dan moral menjadi ke arah yang lebih buruk bahkan memprihatinkan.
Peningkatan kasus IMS dari waktu ke waktu akan menimbulkan permasalahan
kesehatan yang sangat serius dan berdampak besar pada masa yang akan datang,
apabila tidak mendapatkan perhatian dan penanganan yang intensif dari
pemerintah.1
Penyakit infeksi menular seksual sangat berpotensi meningkatkan resiko
penularan virus HIV karna melalui hubungan seksual, yang sekarang menjadi
perhatian dan komitmen global dalam pencegahan dan penanganannya. 1
Berdasarkan data statistik yang dilaporkan oleh Ditjen PP dan PL KEMENKES di
Indonesia mulai Januari 2014 sampai dengan Juni 2014, dilaporkan terdapat
15.534 kasus HIV dan 1.700 kasus AIDS dengan total kematian 175 orang. Hal
initerus mengalami peningkatan bila dilihat sejak tahun 1987. Di Jawa Tengah,
hingga saat ini terdapat 8.368 kasus dengan HIV dan 3.767 kasus AIDS. Jawa
Tengah sendiri menduduki peringkat ke enam dengan total kasus HIV-AIDS
terbanyak dari 34 provinsi di Indonesia.2
Lokasi pendampingan berlokasi di resosialisasi Sunan Kuning. Dalam
pelayanannya, klinik IMS juga melakukan pendampingan kelompok risiko tinggi,
antara lain dengan mewajibkan WPS (Wanita Pekerja Seks) yang bekerja di
resosialisasi Sunan Kuning melakukan skrining IMS setiap 2 minggu sekali, yang
disertai dengan pengobatan dan edukasi mengenai IMS. Melalui deteksi dini,

1
2

penatalaksanaan, dan usaha pencegahan IMS yang efektif diharapkan penyebaran


penyakit IMS dapat ditekan sehingga prevalensinya berkurang, mencegah
timbulnya komplikasi dan mengurangi penyebarannya di masyarakat. Oleh sebab
itu, laporan ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai screening IMS
di resosialisasi Sunan Kuning, Semarang dan menjadi acuan kedepan untuk
pembelajaran tentang tindakan yang terjadi di lapangan mengenai pencegahan
penyebaran penyakit Infeksi Menular Seksual.

1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum
Mengkaji faktor-faktor yang menmpengaruhi kejadian IMS pada WPS di
resosialisasi Sunan Kuning dan pasien Klinik Griya Asa
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Menggali permasalahan terkait faktor pelayanan klinik IMS Griya ASA,
pengaruh lingkungan, peran mucikari dan pengurus resosialisasi, serta
perilaku WPS yang mempengaruhi kejadian IMS pada WPS di
resosialisasi Sunan Kuning dan pasien Klinik Griya Asa
2. Menyusun usulan pemecahan masalah terkait faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian IMS pada WPS di resosialisasi Sunan Kuning dan
pasien Klinik Griya Asa

1.3 SASARAN
Sasaran kegiatan kali ini adalah petugas Klinik IMS Griya ASA serta
WPS, mucikari, dan pengurus resosialisasi yang berada di Resosialisasi Sunan
Kuning
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Epidemiologi IMS


Berdasarkan data dari WHO, perkiraan morbiditas IMS di dunia sebesar
kurang lebih 250 juta jiwa setiap tahunnya (1,3586). Pada tahun 2008 jumlah
kasus baru IMS 11% lebih tinggi dari perkiraan untuk tahun 2005 (498,9 juta
dibandingkan 448,3 juta). Peningkatan jumlah kasus ini dikarenakan peningkatan
populasi dewasa yang berusia 15-49 antara tahun 2005 dan 2008 yang meningkat
dari 3,42-3,55 juta (4,1%). Rasio penderita laki-laki dan wanita dari jumlah total
baru kasus pada tahun 2005 dan 2008 hampir sama yaitu 1,19 dan 1,14. Penyebab
dari IMS itu sendiri terbanyak pada tahun 2008 yakni Trichomoniasis (276,4 juta
kasus), diikuti Gonorrhea (106,1 juta kasus), Klamidia (105,7 juta kasus), dan
terakhir Syphilis (10,6 juta kasus).
Jumlah kasus IMS di Indonesia tahun 2010 tercatat 48.789.954 orang,
angka prevalensi IMS sangat bervariasi menurut daerah masing-masing.
Berdasarkan hasil laporan Periodic Presumptive Treatment (PPT) periode I bulan
Januari 2007 didapatkan angka IMS di Banyuwangi 74,5%, Denpasar 36,6%,
Surabaya 61,21% dan di Semarang 79,7%. Berdasarkan Laporan Surveilans
Terpadu dan Biologis Perilaku (STBP) pada tahun 2011, dari total jumlah
responden sebanyak 25.150 orang pada 23 kabuparen / kota di 11 provinsi di
Indonesia, sebanyak 8.309 atau 33,04% merupakan populasi berisiko yang
diambil dari data perilaku, HIV, sifilis, gonore, dan klamidia. Dari total jumlah
responden, prevalensi IMS dan HIV pada wanita penjaja seks langsung (WPSL)
dan wanita penjaja seks tidak langsung (WPSTL) cukup tinggi. Prevalensi HIV
pada WPSL 10%, sedangkan WPSTL 3%, prevalensi Sifilis pada WPSL 10%,
sedangkan WPSTL 3%, sedangkan prevalensi gonore pada WPSL memiliki
jumlah tertinggi yaitu 38%, dan WPSTL (19%). Hal ini menunjukan WPSL dan
WPSTL memiliki risiko tinggi tertular IMS.
Jumlah kejadian kasus baru IMS berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah tahun 2012 sebanyak 8.671 kasus, lebih sedikit dibanding tahun

3
4

2011 yaitu sebanyak 10.752 kasus.5

2.2 Infeksi Menular Seksual (IMS)


Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah infeksi pada alat reproduksi atau
alat kelamin yang penularannya terutama melalui hubungan seksual yang
mencakup infeksi yang disertai gejala-gejala klinis maupun asimptomatis. Hal ini
berbeda dengan Penyakit Menular Seksual (PMS).IMS memiliki arti yang lebih
luas karena tidak terbatas pada penyakit-penyakit kelamin saja, tetapi juga infeksi
alat reproduksi yang menular lewat hubungan seksual.Artinya semua penyakit
yang menular melalui hubungan seksual meski gejalanya tidak muncul di alat
kelamin di sebut IMS (misalnya hepatitis). Sedangkan PMS sering merujuk pada
gejala di alat kelamin, tetapi IMS lebih merujuk pada cara penularan melalui seks.
Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan salah satu dari sepuluh penyebab
pertama penyakit yang tidak menyenangkan pada dewasa muda lakilaki dan
penyebab kedua terbesar pada dewasa muda perempuan di negara berkembang.
Penyebab IMS dapat dikelompokkan atas beberapa jenis 3
Tabel 1. Patogen penyebab dan jenis IMS yang ditimbulkan
PATOGEN MANIFESTASI KLINIS DAN PENYAKIT
YANG DITIMBULKAN
INFEKSI BAKTERI GONORE
Neisseria gonorrhoeae Laki-laki: uretritis, epididimitis, orkitis, kemandulan
Perempuan: servisitis, endometritis, salpingitis,
bartolinitis, penyakit radang panggul, kemandulan,
ketuban pecah dini, perihepatitis
Laki-laki & perempuan: proktitis, faringitis, infeksi
gonokokus diseminata
Neonatus: konjungtivitis, kebutaan
Chlamydia trachomatis KLAMIDIOSIS (INFEKSI KLAMIDIA)
Laki-laki: uretritis, epididimitis, orkitis, kemandulan
Perempuan: servisitis, endometritis, salpingitis,
penyakit radang panggul, kemandulan, ketuban pecah
dini, perihepatitis, umumnya asimtomatik
Laki-laki & perempuan: proktitis, faringitis, sindrom
Reiter
Neonatus: konjungtivitis, pneumonia
5

Chlamydia trachomatis LIMFOGRANULOMA VENEREUM


(galur L1-L3) Laki-laki & perempuan: ulkus, bubo inguinalis,
proktitis
Treponema pallidum SIFILIS
Laki-laki & perempuan: ulkus durum dengan
pembesaran kelenjar getah bening lokal, erupsi kulit,
kondiloma lata, kerusakan tulang, kardiovaskular
dan neurologis
Perempuan: abortus, bayi lahir mati, kelahiran
prematur
Neonatus: lahir mati, sifilis kongenital
Haemophilus ducreyi CHANCROID (ULKUS MOLE)
Laki-laki & perempuan: ulkus genitalis yang nyeri,
dapat disertai dengan Bubo
Klebsiella GRANULOMA INGUINALE (DONOVANOSIS)
(Calymmatobacterium) Laki-laki & perempuan: pembengkakan kelenjar getah
Granulomatis bening dan lesi ulseratif didaerah inguinal, genitalia
dan anus.
Mycoplasma genitalium Laki-laki: duh tubuh uretra (uretritis non-gonore)
Perempuan: servisitis dan uretritis non-gonore,
mungkin penyakit radang panggul
Ureaplasma urealyticum Laki-laki: duh tubuh uretra (uretritis non-gonokokus)
Perempuan: servisitis dan uretritis non-gonokokus,
mungkin penyakit radang panggul
INFEKSI VIRUS INFEKSI HIV / ACQUIRED
Human Imunodeficiency IMMUNEDEFICIENCY SYNDROME (AIDS)
Virus (HIV) Laki-laki & perempuan: penyakit yang berkaitan
dengan infeksi HIV, AIDS
Herpes simplex virus HERPES GENITALIS
(HSV) Laki-laki & perempuan: lesi vesikular dan/atau
tipe2 dan tipe 1 ulseratif didaerah genitalia dan anus
Neonatus: herpes neonatus
Human papillomavirus KUTIL KELAMIN
(HPV) Laki-laki: kutil di daerah penis dan anus, kanker penis
dan anus
Perempuan: kutil di daerah vulva, vagina, anus, dan
serviks; kanker serviks, vulva, dan anus
Neonatus: papiloma larings
Virus hepatitis B HEPATITIS VIRUS
Laki-laki & perempuan: hepatitis akut, sirosis hati,
6

kanker hati
Virus moluskum MOLUSKUM KONTAGIOSUM
kontagiosum Laki-laki & perempuan: papul multipel, diskret,
berumbilikasi di daerah genitalia atau generalisata
INFEKSI PROTOZOA TRIKOMONIASIS
Trichomonas vaginalis Laki-laki: uretritis non-gonokokus, seringkali
asimtomatik
Perempuan: vaginitis dengan duh tubuh yang banyak
dan berbusa, kelahiran prematur
Neonatus: bayi dengan berat badan lahir rendah
INFEKSI JAMUR KANDIDIASIS
Candida albicans Laki-laki: infeksi di daerah glans penis
Perempuan: vulvo-vaginitis dengan duh tubuh vagina
bergumpal, disertai rasa gatal & terbakar di daerah
vulva
INFESTASI PARASIT PEDIKULOSIS PUBIS
Phthirus pubis Laki-laki & perempuan: papul eritematosa,gatal,
terdapat kutu dan telur di rambut pubis
Sarcoptes scabiei SKABIES
Papul gatal, di tempat predileksi, terutama malam hari

2.3 Penularan Infeksi Menular Seksuar


Penularan Infeksi Menular Seksual terjadi terutama melalui hubungan
seksual yang berisiko, baik pervaginal, anal, maupun oral. Cara penularan lainnya
secara perinatal, dapat menular secara vertikal dari ibu yang terinfeksi kepada
janinnya sewaktu hamil, persalinan, dan setelah melahirkan melalui pemberian air
susu ibu (ASI). Selain iti dapat ditularkan melalui darah dan produk darah baik
antara individu yang menggunakan peralatan bersama seperti pada penggunaan
narkoba suntikan, tato, tindik maupun individu yang menerima transfusi darah dan
produk darah.
Perilaku seks yang dapat mempermudah penularan IMS adalah
berhubungan seks yang tidak aman (tanpa menggunakan kondom), gonta-ganti
pasangan seks, prostitusi, melakukan hubungan seks anal (dubur), perilaku ini
akan menimbulkan luka atau radang karena epitel mukosa anus relative tipis dan
7

lebih mudah terluka dibanding epitel dinding vagina, penggunaan pakaian dalam
atau handuk yang telah dipakai penderita, PMS.

2.4 Diagnosa Infeksi Menular Seksual3


Diagnosis IMS ditegakkan dengan anamnesis tentang riwayat
infeksi/penyakit, pemeriksaan fisik dan pengambilan spesimen/bahan
pemeriksaan. Selanjutnya dilakukan penatalaksanaan berupa diagnosis yang tepat,
pengobatan yang efektif, nasehat yang berkaitan dengan perilaku seksual,
penyediaan kondom dan anjuran pemakaiannya, penatalaksanaan mitra seksual,
pencatatan dan pelaporan kasus, dan tindak lanjut klinis secara tepat. Anamnesis
dilakukan untuk mendapatkan informasi penting terutama pada waktu
menanyakan riwayat seksual, menentukan faktor risiko pasien, membantu
menegakkan diagnosis sebelum dilakukan pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan
penunjang lainnya, serta membantu mengidentifikasi pasangan seksual pasien.
Agar tujuan anamnesis tercapai, diperlukan keterampilan melakukan
komunikasi verbal maupun non verbal (keterampilan bahasa tubuh saat
menghadapi pasien dan menjaga kerahasiaan terhadap hasil anamnesis pasien.
Pertanyaan yang diajukan kepada pasien dengan dugaan IMS meliputi keluhan
dan riwayat penyakit saat ini, keadaan umum yang dirasakan, pengobatan yang
telah diberikan, baik topikal ataupun sistemik dengan penekananpada antibiotik,
riwayat seksual yaitu kontak seksual baik di dalam maupun di luar
pernikahan,berganti-ganti pasangan, kontak seksual dengan pasangan setelah
mengalami gejala penyakit, frekuensi dan jenis kontak seksual, cara melakukan
kontak seksual, dan apakah pasangan juga mengalami keluhan atau gejala yang
sama. Selanjutnya menanyakan riwayat penyakit terdahulu yang berhubungan
dengan IMS atau penyakit di daerah genital lain, riwayat penyakit berat lainnya,
riwayat keluarga yaitu dugaan IMS yang ditularkan oleh ibu kepada bayinya.
keluhan lain yang mungkin berkaitan dengan komplikasi IMS, misalnya
erupsikulit, nyeri sendi dan pada wanita tentang nyeri perut bawah, gangguan
haid, kehamilan dan hasilnya, serta riwayat alergi obat. Pasien akan dianggap
berperilaku berisiko tinggi bila terdapat jawaban “ya” untuk satu atau lebih
8

pertanyaan pasangan seksual > 1 dalam 1 bulan terakhir, berhubungan seksual


dengan penjaja seks dalam 1 bulan terakhir, mengalami 1/ lebih episode IMS
dalam 1 bulan terakhir, dan perilaku pasangan seksual berisiko tinggi.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan kepada pasien harus memperhatikan hal
penting seperti kerahasiaan pribadi pasien, sumber cahaya yang baik untuk dokter
pemeriksa dan selalu harus menggunakan sarung tangan setiap kali memeriksa
pasien. Organ reproduksi wanita terdapat dalam rongga pelvis sehingga
pemeriksaan tidak segampang pria. Pasien perempuan, diperiksa dengan berbaring
pada meja ginekologik dalam posisi litotomi. Pemeriksaan meliputi inspeksi dan
palpasi dimulai dari daerah inguinal dan sekitarnya.Untuk menilai keadaan di
dalam vagina, gunakan spekulum dengan memberitahukannya kepada pasien
terlebih dahulu lalu melakukan pemeriksaan bimanual untuk menilai ukuran,
bentuk, posisi, mobilitas, konsistensi dan kontur uterus, kemungkinan rasa nyeri
saat menggoyangkan seriks, serta deteksi kelainan pada adneksa.
Berbeda dengan pasien wanita, organ reproduksi pasien pria lebih mudah
diraba .Mula-mula inspeksi daerah inguinal dan raba adakah pembesaran kelenjar
dan catat konsistensi, ukuran, mobilitas, rasa nyeri, serta tanda radang pada kulit
di atasnya. Pada waktu bersamaan, perhatikan daerah pubis dan kulit sekitarnya,
adanya pedikulosis, folikulitis atau lesi kulit lainnya. Lakukan inspeksi skrotum,
apakah asimetris, eritema, lesi superfisial dan palpasi isi skrotum dengan hati-hati
lalu memperhatikan keadaan penis mulai dari dasar hingga ujung.Inspeksi daerah
perineum dan anus dengan posisi pasien sebaiknya bertumpu pada siku dan lutut.
Pengambilan duh tubuh genital pada wanita dilakukan dengan spekulum
dan mengusapkan kapas lidi di daerah endiserviks, forniks posterior, dinding
vagina, maupun uretra dan kemudian dioleskan ke kaca objek bersih. Sedangkan
pengambilan bahan duh tubuh uretra pria, dapat dilakukan dengan menggunakan
sengkelit maupun lidi kapas yang dimasukkan ke dalam uretra. Bila tidak tampak
duh tubuh uretra dapat dilakukan pengurutan (milking) oleh pasien.
Bila terdapat keluhan atau gejala pada anus dan rektum, pasien dianjurkan
untuk diperiksa dengan anoskopi bila tersedia alat tersebut. Pemeriksaan ini
sekaligus dapat melihat keadaan mukosa rektum atau pengambilan spesimen
9

untuk pemeriksaan laboratorium bila tersedia fasilitas.

2.5 Jenis-jenis Infeksi Menular Seksual


Beberapa jenis IMS yang paling umum ditemukan di Indonesia adalah:
1. Gonore6
Gonore adalah penyakit menular seksual yang disebabkan
oleh Neisseria Gonorrhoeae yang menginfeksi lapisan dalam uretra, leher
rahim, rektum dan tenggorokan atau bbagian putih mata (konjungtiva).
Gejalanya Pada pria, gejala awal biasanya timbul dalam waktu 2 – 7
hari setelah terinfeksi. Gejalanya berawal sebagai rasa tidak enak pada
uretra, yang beberapa jam kemudian diikuti oleh nyeri ketika berkemih dan
keluarnya nanah dari penis. Penderita sering berkemih dan merasakan
desakan untuk berkemih, yang semakin memburuk ketika penyakit ini
menyabar ke uretra bagian atas. Lubang penis tampak merah dan bengkak.
Pada wanita, gejala awal biasa timbul dalam waktu 7 – 21 hari setelah
terinfeksi. Penderita wanita seringkali tidak menunjukkan gejala selama
beberapa minggu atau bulan, dan tidak diketahui menderita penyakit ini
hanya setelah mitra seksualnya tertular. Jika timbul gejala, biasanya bersifat
ringan. Tetapi penderita menunjukkan gejala yang berat, seperti desakan
untuk berkemih, nyeri ketika berkemih, keluarnya cairan dari vagina dan
demam.
Komplikasi yaitu kadang menyebar melalui aliran darah ke 1 atau
beberapa sendi, dimana sendi menjadi bengkak dan sangat nyeri, sehingga
pergerakannya menjadi terbatas. Infeksi melalui aliran darah juga bisa
menyebabkan timbulnya bintik – bintik merah berisi nanah di kulit, demam,
rasa tidak enak badan atau nyeri di beberapa sendi yang berpindah dari satu
sendi ke sendi lainnya (sindroma artritis – dermatitis).
Diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopik
terhadap nanah, dimana ditemukan bakteri penyebab gonore. Jika pada
pemeriksaan mikroskopik tidak ditemukan bakteri, maka dilakukan
10

pembiakan dilaboratorium. Jika diduga terjadi infeksi tenggorokan atau


rektum, diambil contoh dari daerah ini dan dibuat biakan.5

2. Sifilis 6
Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan
oleh Treponema Pallidum.Bakteri ini masuk kedalam tubuh maniusia
melalui selaput lendir (vagina dan mulut) atau melalui kulit. Dalam
beberapa jam bakteri akan sampai ke kelenjar getah bening terdekat,
kemudin menyebar keseluruh tubuh melalui aliran darah. Sifilis juga bisa
menginfeksi janin selama dalam kandungan dan menyebabkan cacat
bawaan.
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1 – 13 minggu setelah
terinfeksi; rata – rata 3 – 4 minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun –
tahun dan jarang menyebabkan kerusakan jantung, kerusakan otak maupun
kematian.
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala – gejalanya. Diagnosa pasti
ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
fisik.
Ada 2 jenis pemeriksaan darah yang digunakan:
a. Tes penyaringan : VDRL (Veneral disease research laboratory ) atau
RPR (Rapid plasma reagin). Tes penyaringan ini mudah dilakukan
dan tidak mahal. Mungkin perlu dilakukan tes ulang karena pada
beberapa minggu pertama sifilis primer hasilnya bisa negatif.
b. Pemeriksaan antibiotik terhadap bakteri penyebab sifilis. Pemeriksaan
ini lebih akurat. Salah satu dari tes ini adalah tes FTA –
ABS (fluorescent treponema antibody absorption), yang digunakan
untuk memperkuat hasil tes penyaringan yang positif.

3. Kondiloma Akuminata6
Kondiloma akuminata merupakan kutil di dalam atau di sekeliling
vagina, penis, atau dubur, yang ditularkan melalui hubungan seksual.
11

Penyebab virus papilloma. Pada wanita virus papilloma tipe 16 dan


18 yang menyerang leher rahim tetapi tidak menyebabkan kutil pada alat
kelamin luar dan bisa menyebabkan kanker leher rahim. Virus tipe ini dan
virus papiloma lainnya bisa menyebabkantumor intra-epitel pada leher
rahim (ditunjukkan dengan hasil pap-smear yang abnormal) atau kanker
pada vagina, vulva, dubur, penis, mulut, tenggorokan atau kerongkongan.
Gejala, Kondiloma akuminata paling sering timbul di permukaan
tubuh yang hangat dan lembab. Pada pria, area yang sering terkena adalah
ujung dan batang penis dan dibawah kulit depannya (jika tidak disunat).
Pada wanita timbul divulva, dinding vagina, leher rahim (serviks) dan kulit
disekeliling vagina. Kondiloma akuminata juga bisa terjadi di daerah
sekeliling anus dan rektum, terutama pada pria homoseksual dan wanita
yang melakukan hubungan seksual melalui dubur. Biasanya muncul dalam
waktu 1 – 6 hari setelah terinfeksi, dimulai sebagai pembengkakan kecil
yang lembut, lembab, berwarna merah atau pink. Mereka tumbuh dengan
cepat dan bisa memiliki tangkai. Pada suatu daerah seringkali tumbuh
beberapa kutil dan permukaannya yang kasar memebrikan gambaran seperti
bunga kol.
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Kutil yang menetap bisa diangkat melalui pembedahan dan diperiksa
dibawah mikroskop untuk meyakinkan bahwa itu bukan merupakan suatu
keganasan. Wanita yang memiliki kutil di leher rahimnya, harus menjalani
pemeriksaan pap-smear secara rutin.

4. HIV AIDS
Human Immunodeficiency Virus (HIV) yaitu virus yang dapat
menginfeksi, menurunkan dan merusak sistem kekebalan (imunitas) dalam
tubuh manusia. HIV terdapat pada darah, air susu ibu, cairan sperma, dan
cairan vagina orang yang terinfeksi.
Stadium paling lanjut dari infeksi HIV adalah AIDS. Acquired
Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah infeksi HIV dan kelompok
12

penyakit tertentu atau kondisi klinis yang mengindikasikan imunosupresi


berat yang disebabkan infeksi HIV. Imunitas penderita AIDS sangat rendah
sehingga penderita menjadi rentan terhadap berbagai macam infeksi dan
keganasan yang sebenarnya tidak berbahaya dan dapat diatasi oleh sistem
imun yang sehat (infeksi oportunistik). Perjalanan infeksi HIV dari stadium
infeksi primer hingga munculnya penyakit klinik membutuhkan waktu yang
lama yakni sekitar 1 dekade (10 tahun). Meskipun penanganan yang telah
ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini
belum benar-benar bisa disembuhkan. Kematian dapat terjadi dalam 2 tahun
setelah muncul gejala klinis pada kasus yang tidak diobati.
Penyebab AIDS merupakan bentuk terparah atas akibat infeksi HIV.
HIV adalah retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem
kekebalan manusia secara langsung dan tidak langsung, seperti sel T
CD4+ (sejenis sel T), sel-sel dendritik folikular (foliculer dendritic cells/
FDC), makrofag, dan limfosit CD4+ yang teraktivasi serta menginfeksi sel-
sel lain seperti epitel intestinal dan sel syaraf. padahal sel T
CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi baik. Bila
HIV telah membunuh sel T CD4+ hingga jumlahnya menyusut hingga
kurang dari 200 per mikroliter darah, maka kekebalan di tingkat sel akan
hilang, dan akibatnya ialah kondisi yang disebut AIDS. Infeksi akut HIV
akan berlanjut menjadi infeksi laten klinis, kemudian timbul gejala infeksi
HIV awal, dan akhirnya AIDS; yang diidentifikasi dengan memeriksa
jumlah sel T CD4+ di dalam darah serta adanya infeksi tertentu.
Penularan Seksual, Cara paling umum penularan HIV di Indonesia
maupun berbagai belahan dunia adalah melalui hubungan seksual tanpa
kondom diantara dua orang di mana salah satunya terinfeksi. Penularan
(transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi
cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin,
atau membran mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa
pelindung lebih berisiko pelindung umumnya daripada hubungan seksual
insertif tanpa pelindung, dan risiko hubungan seks anal lebih besar daripada
13

risiko hubungan seks pervaginam tanpa kondom. Seks per oral berisiko
penularan HIV yang lebih rendah dibandingkan hubungan seks per vaginam
tanpa kondom maupun seks per anal. Kekerasan seksual secara umum
meningkatkan risiko penularan HIV karena tidak digunakan dan sering
terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang memudahkan transmisi
HIV. Peningkatan risiko penularan HIV melalui hubungan seks sering
dikaitkan dengan beberapa kofaktor, diantaranya kofaktor biologis seperti
koinfeksi dengan IMS, viral load, stadium infeksi, sirkumsisi, maupun co-
faktor lain seperti intensitas aktivitas seksual yang tinggi dan kontak
langsung antara cairan tubuh yang mengandung HIV dengan luka terbuka di
dalam atau pada organ kelamin atau mulut. Risiko penularan HIV pada
penderita IMS umumnya dalam kisaran 1,5 - 5 kali lebih tinggi
dibandingkan tanpa IMS.
Diagnosis, Diagnosis HIV ditegakkan melalui anamnesis secara
keseluruhan, identifikasi adanya faktor risiko dan temuan klinis pada
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Tes diagnostik HIV yang
sering digunakan yaitu ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay),
Western Blot, Rapid Test, dan PCR (Polymerase Chain Reaction). AIDS
didiagnosis dengan kriteria WHO berdasarkan gejala klinis yang terdiri dari
gejala mayor dan minor. Seseorang disebut sebagai penderita AIDS jika
hasil tesnya menunjukan HIV positif disertai minimal terdapat 2 gejala
mayor atau 1 gejala mayor dan 2 gejala minor. Gejala mayor meliputi berat
badan turun >10% dalam 1 bulan, diare kronik yang berlangsung > 1 bulan,
demam berkepanjangan > 1 bulan, penurunan kesadaran dan demensia/HIV
ensefalopati. Gejala minor meliputi batuk menetap > 1 bulan, dermatitis
generalisata, Herpes Zooster multisegmental dan berulang, Kandidiasis
orofaringeal, dan lain-lain.

5. Herpes genitalis
Herpes genitalis adalah infeksi pada genital yang disebabkan oleh
Herpes Simplex Virus (HSV) dengan gejala khas berupa vesikel yang
14

berkelompok dengan dasar eritema dan bersifat rekurens. 7Herpes Simplex


Virus (HSV) dibedakan menjadi 2 tipe menjadi HSV tipe 1 dan HSV tipe 2.
Secara serologik, biologik dan fisikokimia, keduanya hampir tidak dapat
dibedakan.Namun menurut hasil penelitian, HSV tipe 2 merupakan tipe
dominan yang ditularkan melalui hubungan seksual genito-genital. HSV tipe
1 justru banyak ditularkan melalui aktivitas seksual oro-genital atau melalui
tangan.8
Gejala awalnya mulai timbul pada hari ke 4-7 setelah
terinfeksi.Gejala awal biasanya berupa gatal, kesemutan dan sakit. Lalu
akan muncul bercak kemerahan yang kecil, yang diikuti oleh sekumpulan
lepuhan kecil yang terasa nyeri. Lepuhan ini pecah dan bergabung
membentuk luka yang melingkar.Luka yang terbentuk biasanya
menimbulkan nyeri dan membentuk keropeng. Penderita bisa mengalami
nyeri saat berkemih atau disuria dan ketika berjalan akan timbul nyeri. Luka
akan membaik dalam waktu 10 hari tetapi bisa meninggalkan jaringan parut.
Kelenjar getah bening selangkangan biasanya agak membesar.Gejala awal
ini sifatnya lebih nyeri, lebih lama dan lebih meluas dibandingkan gejala
berikutnya dan mungkin disertai dengan demam dan tidak enak badan.
Pada pria, luka bisa terbentuk di setiap bagian penis, termasuk kulit
depan pada penis yang tidak disunat. Pada wanita, lepuhan dan luka bisa
terbentuk di vulva dan leher rahim.Jika penderita melakukan hubungan
seksual melalui anus, maka lepuhan dan luka bisa terbentuk di sekitar anus
atau di dalam rektum.Pada penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya
penderita infeksi HIV), luka herpes bisa sangat berat, menyebar ke bagian
tubuh lainnya, menetap selama beberapa minggu atau lebih dan resisten
terhadap pengobatan dengan asiklovir. Infeksi awal oleh salah satu virus
akan memberikan kekebalan parsial terhadap virus lainnya, sehingga gejala
dari virus kedua tidak terlalu berat.8
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Untuk
memperkuat diagnosa, diambil apusan dari luka dan dibiakkan di
laboratorium. Pemeriksaan darah bisa menunjukkan
15

adanya antibodi terhadap virus

6. Infeksi Genital Non-Spesifik (IGNS)


IGNS merupakan infeksi traktus genital yang disebabkan oleh penyebab
yang nonspesifik yang meliputi beberapa keadaan yaitu Uretritis Non-
spesifik (UNS), proktitis nonspesifik dan Uretritis Non-Gonore (UGN).9
Penyebab 30% hingga 50% kasus IGNS adalah Chamydia
trachomatis,sedangkan kasus selebihnya umumnya disebabkan oleh
Ureaplasma urealyticum. Chlamydia trachomatis, imunotipe D sampai
dengan K, ditemukan pada 35 – 50 % dari kasus uretritis non gonokokus.
Klamidia yang menyebabkan penyakit pada manusia diklasifikasikan
menjadi tiga spesies, yaitu: 10
 Chlamydia psittaci, penyebab psittacosis.
 Trachomatis, termasuk serotipe yang menyebabkan trachoma infeksi
alat kelamin, Chlamydia conjunctivitis dan pneumonia anak dan
serotipe lain yang menyebabkan Lymphogranuloma venereum.
 Pneumoniae, penyebab penyakit saluran pernapasan termasuk
pneumonia dan merupakan penyebab penyakit arteri koroner.
 Gejala klinis
Penting untuk mengetahui adanya koitus suspektus yang biasanya
terjadi 1 hingga 5 minggu sebelum timbulnya gejala. Juga penting untuk
mengetahui apakah telah melakukan hubungan seksual dengan istri pada
waktu keluhan sedang berlangsung, mengingat hal ini dapat menyebabkan
fenomena penularan pingpong.9
Menurut Pedoman Penatalaksanaan Infeksi Menular Seksual Depkes
RI, infeksi melalui hubungan seksual ini pada pria muncul sebagai uretritis
dan pada wanita sebagai servisitis mukopurulen. Manifestasi klinis dari
uretritis kadang sulit dibedakan dengan gonorrhea dan termasuk adanya
discharge mukopurulen dalam jumlah sedikit atau sedang, terutama pada
pagi hari (morning drops) dan dapat pula berupa bercak di celana dalam,
gatal pada uretra dan rasa panas ketika buang air kecil. Infeksi tanpa gejala
16

bisa ditemukan pada 1-25% pria dengan aktivitas seksual aktif. Pada wanita,
manifestasi klinis mungkin sama dengan gonorrhea, dan seringkali muncul
sebagai discharge endoservik mukopurulen. Namun, 70 % dari wanita
dengan aktivitas seksual aktif yang menderita klamidia, biasanya tidak
menunjukkan gejala.Infeksi yang terjadi selama kehamilan bisa
mengakibatkan ketuban pecah dini dan menyebabkan terjadinya kelahiran
prematur, serta dapat menyebabkan konjungtivitis dan radang paru pada
bayi baru lahir Infeksi klamidia bisa terjadi bersamaan dengan gonorrhea,
dan tetap bertahan walaupun gonorrhea telah sembuh.
Oleh karena servisitis yang disebabkan oleh gonokokus dan klamidia
sulit dibedakan secara klinis maka pengobatan untuk kedua mikroorganisme
ini dilakukan pada saat diagnosa pasti telah dilakukan. Namun pengobatan
terhadap gonorrhea tidak selalu dilakukan jika diagnosa penyakit
disebabkan C. trachomatis.10

2.6 Pencegahan IMS


Prinsip umum pengendalian IMS adalah:
 Tujuan utama:
1. Memutuskan rantai penularan infeksi IMS
2. Mencegah berkembangnya IMS dan komplikasinya
 Tujuan ini dicapai melalui:
1. Mengurangi pajanan IMS dengan program penyuluhan untuk
menjauhkanmasyarakat terhadap perilaku berisiko tinggi
2. Mencegah infeksi dengan anjuran pemakaian kondom bagi yang
berperilaku risiko tinggi
3. Meningkatkan kemampuan diagnosa dan pengobatan serta anjutan untuk
mencari pengobatan yang tepat
4. Membatasi komplikasi dengan melakukan pengobatan dini dan efektif
baik untuk yang simptomatik maupun asimptomatik serta pasangan
seksualnya.
Menurut Direktorat Jenderal PPM & PL (Pemberantasan Penyakit
17

Menular dan Penyehatan Lingkungan) Departemen Kesehatan RI, tindakan


pencegahan dapat dilakukan dengan beberapa tindakan, seperti:
 Mendidik masyarakat untuk menjaga kesehatan dan hubungan seks yang
sehat, pentingnya menunda usia aktivitas hubungan seksual, perkawinan
monogami, dan mengurangi jumlah pasangan seksual.
 Melindungi masyarakat dari IMS dengan mencegah dan mengendalikan IMS
pada para pekerja seks komersial dan pelanggan mereka dengan melakukan
penyuluhan mengenai bahaya IMS, menghindari hubungan seksual dengan
berganti-ganti pasangan, tindakan profilaksis dan terutama mengajarkan cara
penggunaan kondom yang tepat dan konsisten.
 Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan untuk diagnosa dini dan
pengobatan dini terhadap IMS. Menjelaskan tentang manfaat fasilitas ini dan
tentang gejala-gejala IMS dan cara-cara penyebarannya.

2.7 Pelayanan Skrining Klinik Griya Asa


a. Kebijakan Pemerintah
Instruksi Walikota Semarang No. 447/3/2005, tentang penanggulangan
HIV/AIDS:

1. Menggunakan kondom pada setiap aktivitas seksual yang mengandung


risiko tertular HIV/AIDS.
2. Menggunakan jarum suntik steril setiap melakukan penyuntikan
maupun membuat tattoo/tindik tubuh.
3. Melakukan konseling / tes HIV/AIDS secara sukarela untuk
pencegahan dan pengobatan secara dini.
b. Strategi
- Melakukan pelayanan skrining IMS dalam waktu sehari (One Day
Service) di klinik Griya ASA PKBI Semarang.
- Melakukan pelayanan pengobatan pada pasien skrining yang positif
menderita IMS.
18

- Melakukan pelayanan konseling kepada pasien yang telah mengikuti


skrining untuk menjaga perilaku seks yang sehat atau menggunakan
kondom setiap berhubungan seks.
- Bekerjasama dengan mucikari dan petugas resosialisasi untuk
mengingatkan seluruh WPS untuk melakukan skrininig IMS sesuai jadwal.
- Melatih beberapa wanita pekerja seks di lingkungan resosialisasi Argorejo
agar dapat menjadi percontohan (PE) bagi rekan sebaya.
- Memberikan pelayanan skrining IMS di Griya ASA PKBI Kota Semarang
setiap hari kerja pada jam kerja.
- Pelayanan skrining, pengobatan, dan konseling dilakukan oleh tenaga
medis yang terlatih.
c. Waktu Pelayanan
Akses yang adekuat dalam memberikan pelayanan pada kelompok risiko
tinggi dan pasien lain, diperoleh dengan memprioritaskan pelaksanaan jam buka
klinik yang tepat. Pelayanan klinik Griya ASA tersedia hari Senin – Jumat, pukul
09.00 – 15.00 WIB.

d. Jangkauan
Klinik IMS Griya ASA terbuka bagi umum, tetapi pelayanannya lebih
difokuskan pada kelompok-kelompok risiko tinggi, seperti WPS, MSM, waria.
Pelayanan WPS dibagi menjadi WPS yang ada di resosialisasi Sunan Kuning dan
di luar resosialisasi Sunan Kuning. Program yang dilakukan untuk WPS di
resosialisasi Sunan Kuning adalah skrining IMS setiap 2 minggu sekali untuk
WPS yang berada di Gang IV – VI (Gang I – III menjadi tanggung jawab
Puskesmas Lebdosari). Sedangkan untuk WPS di luar resosialisasi dan kelompok
risiko tinggi yang lain pelayanan dilakukan dengan mobile clinic yang langsung
mendatangi di lokasi. Akan tetapi, dari data bulan Desember 2012, cakupan
pelayanan untuk WPS di luar resosialisasi hanya mencapai 16 %, sedangkan
cakupan untuk WPS di resosialisasi mencapai 99,33%. Pasangan risti belum
menjadi kelompok dampingan sendiri sehingga jumlah pasangan risti yang
melakukan skrining IMS masih sedikit. Padahal, mitra seksual yang menderita
19

IMS dan perilaku berisiko dari mitra seksual merupakan faktor risiko menderita
IMS, khususnya pada wanita.

e. Ketenagaan
 Dua orang petugas PKBI (bidan)
 Dua orang dokter yang merangkap sebagai CST
 Satu orang analis/petugas laboratorium
 Satu orang admin
 Dua orang konselor
f. Sarana dan Prasarana
1. Sarana Fisik
- Ruang registrasi
- Ruang pemeriksaan
- Ruang laboratorium
- Ruang konsultasi
2. Sarana Penunjang Medik
- Pemeriksaan Ginekologi : speculum, object glass, cotton applicator,
lampu sorot, kertas pH, handscoon
- Pemeriksaan laboratorium:
Alat
Mikroskop, oil emersi, object glass, spiritus, korek api, rak kaca slide,
tissue gulung, buku register laboratorium.
Material : Methylen blue, NaCl 0,9%, KOH 10%

g. Kegiatan Laboratorium
1. Whiff test
2. Wet mount test
3. KOH test
4. Methilen blue untuk GO
5. Tes serologi sifilis
20

6. Isi hasil lab pada form rekam medis

h. Alur Pelayanan
Alur kegiatan skrining IMS di Griya ASA PKBI Kota Semarang adalah
sebagai berikut:

Register Pengambilan Sekret Laboratorium

Hasil

Terapi / Konseling

Positif Negatif

VCT Pernah IMS / Tidak

VCT
Gambar 1. Alur kegiatan Skrining IMS

2.7.1 Skrining IMS


Skrining adalah pemeriksaan yang dilakukan secara berkala pada orang
yang tidak mengeluhkan gejala penyakit namun berada dalam resiko terkena
penyakit.3 Yang menjadi sasaran klinik IMS adalah kelompok resiko tinggi
lokalisasi, kelompok resiko tinggi non lokalisasi yang meliputi panti pijat, pekerja
seks panggilan dan pekerja seks jalanan, klien, dan ODHA. Tujuannya adalah
untuk menegakkan diagnosis berdasarkan pemeriksan laboratorium dengan reaksi
cepat dan tepat, untuk memonitor pendampingan yaitu perubahan perilaku
kelompok dampingan dengan turunnya angka IMS, HIV-AIDS.
BAB III
HASIL PENGAMATAN

3.1 Data WPS

1. Nama : Ny. W
Alamat : Gang IV
Pengasuh : Bapak M
Alamat Asal : Juwana, Pati
Usia : 30 tahun
Status : Janda
Jumlah anak :1
Lama bekerja : 3 bulan
Pendidikan : Tamat SMP
Agama : Islam

2. Nama : Ny. D
Alamat : Gang V
Pengasuh : Ibu ML
Alamat Asal : Kabupaten Jepara
Usia : 24 tahun
Status : Kawin
Jumlah anak :1
Lama bekerja : 5 bulan
Pendidikan : Tamat SMP
Agama : Islam

3. Nama : Ny. AY
Alamat : Gang IV
Pengasuh : Ny. F

20
21

Alamat Asal : Cianjur, Jawa Barat


Usia : 24 tahun
Status : Janda
Jumlah anak :0
Lama bekerja : 3 bulan
Pendidikan : Tamat SD
Agama : Islam

4. Nama : Ny. A
Alamat : gang V
Pengasuh : Ibu M
Alamat Asal : Gunung Kidul
Usia : 23 tahun
Status : Kawin
Jumlah anak :0
Lama bekerja : 2 tahun
Pendidikan : Tamat SMP
Agama : Islam

Wawancara dilakukan pada tanggal 27 Mei 2015 kepada 4 orang WPS.


Berdasarkan tingkat pendidikannya, 1 orang yang tamat SD dan 3 orang tamat
SMP.
Riwayat bekerja di Sunan Kuning, Ny. A kurang lebih dari 2 tahun, Ny. D
kurang lebih 5 bulan, dan Ny. AY dan W kurang lebih 3 bulan. Yang melatar
belakangi responden bekerja di Sunan Kuning karena alasan ekonomi yang
kurang (100%).
Pada saat diwawancarai 4 responden mengaku sudah mendapatkan
informasi mengenai IMS dan HIV dari Griya Asa dan pembinaan yang dilakukan
di wilayah Sunan Kuning. Hasil dari tanya jawab singkat mengenai pemahaman
IMS, responden memiliki pengetahuan yang cukup mengenai IMS (infeksi
menular seksual), para WPS hanya mengetahui mengenai pengertian, cara
22

penularan IMS dan gejala yang timbul bila terinfeksi. Para WPS sering tidak sadar
bahwa dirinya terinfeksi penyakit menular seksual hingga saat skrining dilakukan.
Namun seluruh WPS tidak pernah mengobati sendiri apabila terinfeksi IMS di
luar obat yang diberikan griya ASA.
Semua responden melakukan skrining di klinik Griya Asa dan mengaku
melakukan skrining, 3 responden melakukan skrining secara rutin 2 minggu sekali
dan 1 responden melakukan skrining seminggu sekali. 1 dari 4 responden
melakukan skrining karena diperintah oleh pengurus Resosialisasi dan sisanya
atas kesadaran sendiri. Semua responden mengetahui manfaat skrining dan
menyatakan bahwa skrining tersebut sangat penting untuk mengetahui mereka
terinfeksi atau tidak.
Berdasarkan wawancara, 2 responden diketahui mengidap IMS pada bulan
Mei 2015 yaitu Ny.AY dan Ny.A. Responden menyatakan tidak merasakan
keluhan apapun. IMS ditemukan oleh petugas skrining. Penderita rutin kontrol
dan telah diobati dari klinik Griya Asa. 1 responden dinyatakan IMS yang
dideritanya membaik setelah dilakukan pengobatan sedangkan 1 responden masih
harus menjalani pengobatan dikarenakan masih terdapat IMS.
Berdasarkan informasi dari responden yang diwawancarai, tiga responden
memiliki kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol. Dua responden
yang terkena IMS tidak selalu menggunakan kondom saat berhubungan seksual.
Pada seminggu terakhir Ny.AY terdapat riwayat tidak menggunakan kondom saat
berhubungan seksual, sedangkan Ny.A pada seminggu terakhir selalu
menggunakan kondom saat berhubungan seksual.

3.2 Kunjungan Ke Resosialisasi dan Petugas Outreach


Data mengenai peran pengurus resosialisasi agar WPS dapat melakukan
skrining secara teratur didapatkan dari wawancara dengan petugas resosialisasi.
Berdasarkan hasil wawancara, pengurus resosialisasi memberlakukan sistem
reward & punishment. Jika pada bulan Januari hingga Agustus WPS melakukan
skrining secara teratur dan dinyatakan bebas dari IMS maka WPS akan
mendapatkan hadiah yang telah ditentukan pengurus resosialisasi. Apabila WPS
23

tidak mengikuti kegiatan rutin yang diadakan pengurus resosialisasi seperti


skrining, senam, sekolah dan VCT sebanyak tiga kali maka WPS akan
mendapatkan hukuman berupa kuliah pada jam 7 malam hingga jam 2 dini hari,
dan tidak boleh bekerja.
Data mengenai peran petugas outreach agar WPS dapat melakukan
skrining secara teratur didapatkan dari wawancara dengan petugas outreach.
Berdasarkan hasil wawancara, petugas outreach telah melakukan edukasi dan
mengajak para WPS secara personal untuk mau melakukan skrining secara teratur.
3.3. PENGAMATAN KLINIK IMS
3.3.1 Kegiatan Klinik
Kegiatan yang dilakukan di klinik IMS antara lain, skrining IMS, VCT,
dan Mobile VCT dan IMS yang dilaksanakan di panti-panti pijat (Puri sehat tanah
mas, flamboyant johar, dan mulya jaya), jalanan, terminal, serta di perkumpulan
yang ada di kelurahan dan kecamatan. Jangkauan VCT dan Mobile VCT lebih
dititikberatkan ke ibu hamil dan ibu rumah tangga. Waktu pelaksaaan Mobile IMS
adalah 1 bulan sekali, sedangkan Mobile VCT 3 bulan sekali.
Penyuluhan, penjangkauan, dan pembinaan WPS dilakukan di gedung
serbaguna, dijadwalkan sebagai berikut:
Hari Senin: Gang 1,2,3 oleh Puskesmas Lebdosari
Hari Kamis: Gang 4,5,6 oleh Griya ASA

3.3.2 Man (SDM)


Petugas klinik IMS terdiri dari:
 1 orang petugas PKBI (bidan)
 1 orang dokter yang merangkap sebagai CST
 1 orang analis/petugas laboratorium
 2 orang admin
 1 orang konselor
Petugas medis di klinik IMS bertugas melakukan pelayanan KB, skrining
dan pengobatan IMS, konseling IMS, pencatatan dan pelaporan hasil skrining,
sedangkan petugas administrasi bertugas mengisi form registrasi dan
24

pemberkasan. Dalam penerimaan petugas klinik IMS tidak ada persyaratan


khusus, namun untuk petugas medis dan analis minimal pendidikan terakhir
adalah DIII agar sesuai dengan kompetensi yang dimiliki dalam melakukan
pelayanan kesehatan. Petugas administrasi di klinik IMS saat ini berpendidikan
DIII. Pelatihan IMS terakhir untuk petugas klinik IMS dilakukan pada tahun
2005, namun selanjutnya tidak ada pelatihan IMS lagi untuk mengikuti
perkembangan ilmu tentang IMS.
Terdapat program baru di klinik IMS yaitu pelatihan konselor VCT dan
IMS. Petugas konselor merupakan mahasiswa yang ditugaskan untuk
pendampingan remaja di Universitas masing-masing. Pelatihan konselor rutin
dilkukan tiap bulan. Pelatihan konselor terakhir dilakukan pada Februari 2015.

3.3.3 Sarana prasarana


a. Ruang Registrasi dan Ruang Tunggu
Ruang registrasi yang ada di Klinik IMS digunakan juga sebagai ruang
tunggu bagi pasien. Terdapat kursi untuk menunggu di dekat ruang
registrasi. Ruang registrasi terdiri dari 1 meja dan 2 kursi. Kondisi ruangan
cukup nyaman, karena dilengkapi dengan kipas angin, dan sirkulasi udara
yang cukup. Penerangan ruangan juga cukup baik.
b. Ruang Pemeriksaan :
Di dalam ruang pemeriksaan, terdapat meja untuk meletakkan peralatan
pemeriksaan, kursi pemeriksa, applicator, lampu sorot, bedgyn, ember,
lemari penyimpanan obat dan peralatan pemeriksaan, kipas angin, tempat
sampah serta baskom tertutup yang berisi spekulum. Lampu ruang
pemeriksaan cukup terang. Di samping itu, di dinding ruang pemeriksaan
juga terlihat SOP pemeriksaan. Terdapat wastafel untuk mencuci tangan
akan tetapi keadaan wastafel kurang bersih.
25

Gambar 2. Ruang pemeriksaan klinik IMS

c. Ruang Laboratorium :
Terdapat meja dan kursi, peralatan dan bahan untuk membuat preparat
pemeriksaan, satu buah mikroskop, peralatan pengecatan serta buku
catatan pemeriksaan

Gambar 3. Ruang laboratorium


26

Alur Pelayanan
Alur kegiatan skrining IMS di Klinik IMS adalah sebagai berikut:

Register Pengambilan Sekret Laboratorium

Hasil

Terapi / Konseling

Positif Negatif

VCT Pernah IMS / Tidak

VCT

Gambar 4. Alur Kegiatan Skrining IMS


Uraian dari alur kegiatan tersebut di atas adalah sebagai berikut:
1. Data yang dicatat di Register :
- Informed consent : Nama, ID lama, ID baru, tanggal, kesediaan tindakan
medis, tanda tangan pasien dan petugas kesehatan
- Identitas : No. Registrasi (Nama dan tanggal lahir), alamat, umur, umur
hubungan seks pertama, jenis kelamin, pasangan tetap,
status perkawinan, status kehamilan, usia kehamilan,
pendidikan terakhir, daerah asal, faktor risiko, pekerjaan,
tipe KD, tanggal kunjungan, kunjungan ke, alasan
kunjungan, jenis kontak, keluhan IMS
- Faktor Risiko : Hubungan seks terakhir, caranya, kondom HUS terakhir,
pelicin, minum antibiotik 1 hari yang lalu, jumlah pasangan
seks 1 minggu terakhir, kondom HUS 1 minggu terakhir,
tipe KD pasangan tetap, pekerjaan pelanggan, lama jadi PS,
cuci vagina 1 minggu terakhir
- Keluhan IMS
27

2. Data yang dicatat di Ruang Pemeriksaan:


- Tanda klinis IMS
- pH vagina
- Pengobatan topikal dan injeksi
3. Data yang dicatat di Ruang Laboratorium:
- PMN Urethra/ Serviks
- Diplokokus intrasel Urethra/ Serviks
- PMN Anus
- Diplokokus Intrasel Anus
- T. vaginalis
- Kandida
- Sniff Test
- Clue cells
- RPR/VDRL Titer
- TPHA/TPPA (TP Rapid)
4. Data yang dicatat di Ruang Dokter:
- Diagnosis
- Pengobatan
- Konseling pengobatan
- Informasi umum IMS/ HIV/ AIDS
- Informasi perilaku sex aman (A,B,C)
- Informasi layanan VCT
- Jumlah kondom yang diberikan
- Jumlah materi KIE diberikan
- Dirujuk ke VCT
- Dirujuk ke RS
- Kartu rujukan pasangan
- Tanda tangan
- Nama pemeriksa
28

3.3.4 Metode
Dalam melaksanakan kegiatan di klinik IMS Griya ASA telah terbentuk
SOP untuk pelayanan IMS beserta cara pengambilan dan pemeriksaan
spesimen. Petugas yang melaksanakan tindakan telah melakukan tugas
sesuai dengan SOP yang ada, yaitu:
Pelayanan IMS
Setelah dari ruang administrasi, pasien dipersilakan untuk ke ruang
pemeriksaan, petugas administrasi membawa baki berisi slide dan CM
pasien dan menyerahkan kepada petugas pemeriksaan.
1. Memperkenalkan diri pada pasien dan jelaskan posisi Anda di klinik IMS
2. Menganamnesa keluhan pasien dan mengisi CM
3. Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan, adalah :
 Tujuan pengambilan sediaan
 Cara pengambilan sediaan
 Berapa lama harus menunggu hasil
 Pasien membuka pakaian dalamnya
 Naik ke meja pemeriksaan
4. Setelah membuka pakaian dalam, minta pasien untuk naik ke meja
pemeriksaan, bimbing pasien untuk mendapatkan posisi yang baik dalam
melakukan pemeriksaan.
5. Tutupi bagian bawah tubuh pasien dengan selimut atau kain untuk
membuat pasien lebih nyaman.
6. Tenangkan pasien, beri dukungan, minta pasien untuk rileks dan petugas
memulai pemeriksaan fisik.

Cara pengambilan spesimen


Pengambilan sampel sekret vagina:
- Pengambilan sampel pasien wanita dilakukan oleh pemeriksa wanita
(bidan).
- Menjelaskan kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan dan
menganjurkan kepada pasien untuk merasa rileks.
29

- Setiap pengambilan sampel untuk masing-masing pemeriksaan harus


menggunakan spekulum/ cotton applicator steril
- Masukkan daun spekulum cocor bebek steril dalam keadaan tertutup
dengan posisi tegak/ vertikal ke dalam vagina dan setelah seluruhnya
masuk, kemudian putar pelan-pelan sampai daun spekulum dalam posisi
datar/ horizontal. Buka spekulum dan dengan bantuan lampu sorot vagina,
cari serviks. Kunci spekulum pada posisi itu sehingga serviks terfiksasi.
- Lakukan pemeriksaan serviks, vagina dan pengambilan spesimen
- Dari forniks posterior dan dinding vagina: dengan cotton applicator steril
untuk pembuatan sediaan, mengoleskan pada objek glass dalam lingkaran
2 kali (untuk ditetes NaCl 0,9% dan KOH 10%)
- Pengambilan spesimen dari endoserviks dengan cotton aplicator steril
untuk pembuatan sediaan, mengoleskan pada objek glass untuk dilakukan
pengecatan Methylen Blue
- Untuk pemeriksaan pH, setelah cotton applicator dioleskan pada objek
glass, juga dioleskan pada pita pH untuk mengetahui pH vagina
- Lepas spekulum: kunci spekulum dilepaskan sehingga spekulum dalam
posisi tertutup, putar spekulum 90 derajat sehingga daun spekulum dalam
posisi tegak, dan keluarkan spekulum perlahan-lahan.

Cara pemeriksaan spesimen


Pemeriksaan laboratorium dilakukan oleh seorang analis.
a. Pemeriksaan Sediaan Kering:
1) Keringkan sediaan diudara
2) Fiksasi dengan melewatkannya diatas api
3) Genangi/Tetesi sediaan dengan Methylen blue 0.3% - 1% selama 30 detik
4) Cuci dengan air mengalir
5) Keringkan sediaan
6) Periksa sediaan dibawah mikroskop dengan lensa objektif 100x
menggunakan minyak imersi untuk melihat adanya lekosit PMN dan
diplokokus intraseluler
30

7) Catat hasil pemeriksaan pada catatan medis dan buku register laboratorium
IMS
8) Berikan lembar catatan medis pada ruangan konseling dan pengobatan
9) Interpretasi hasil:
 Lekosit PMN Positif bila:
o Ditemukan ≥ 30 PMN/lpb (sampel secret wanita)
o Ditemukan ≥ 5 PMN/lpb (sampel secret uretra/pria)
 Diplokokus Positif bila:
o Ditemukan ≥ 1 Diplokokus Intrasel/100 lpb
b. Pemeriksaan sediaan basah vagina
1) Teteskan 1 tetes NaCl 0,9 % pada salah satu hapusan, aduk dengan ujung
kaca penutup (cover glass)
2) Tutup menggunakan kaca penutup dengan menempelkan salah satu sisi
kaca penutup pada sediaan dan menutupnya secara perlahan.
3) Teteskan 1 tetes KOH 10 % pada hapusan yang lainnya, cium ada
tidaknya bau amis, aduk dengan kaca penutup (cover glass) kemudian
tutup dengan kaca penutup
4) Periksa sediaan NaCl terlebih dahulu dibawah mikroskop dengan lensa
objektif 10x dan 40x untuk melihat adanya Trichomonas vaginalis dan
Clue cell
5) Periksa sediaan KOH 10% dibawah mikroskop dengan lensa objektif 10x
dan 40x untuk melihat adanya bentuk-bentuk Kandida
6) Masukan sediaan yang sudah diperiksa kedalam campuran hipocloride
0.5%
7) Tulis hasil pemeriksaan pada catatan medis dan buku register laboratorium
IMS
8) Berikan lembar catatan medis pada ruangan konseling dan pengobatan
9) Interpretasi hasil:
 Trichomonas vaginalis Positif bilaDitemukan ≥ 1 T. vaginalis
(bentuk seperti layang-layang dan bergerak) pada sediaan NaCl 0.9%
31

 Clue cell Positif bila≥ 25% dari epitel yang ditemukan


permukaannya di tutupi oleh bakteri pada sediaan NaCl 0.9%
 Kandida positif bila ditemukan ≥ 1 pseudohypae dan atau blatospora
pada sediaan KOH 10%.

Untuk pelayanan klinik mobile IMS dan VCT ditambahkan SOP sebagai berikut:
1. Tahapan Persiapan
a. Tim klinik melakukan koordinasi dengan Behaviour Changes
Intervention (BCI) atau orang kunci lain untuk melakukan asesmen
lokasi dan menentukan lokasi yang akan digunakan sebagai tempat
mobile klinik
b. Tim klinik dan tim BCI memilih waktu dan lokasi pelayanan sesuai
kriteria
i. Lokasi cukup dekat dengan kelompok sasaran
ii. Lokasi cukup aman dan layak bagi kelompok sasaran
iii. Mendapat ijin dari yang berwenang
c. Bersama-sama menentukan jadwal dan waktu pelayanan sedapat
mungkin disesuaikan dengan kelompok sasaran dan memastikan
bahwa mobile klinik dapat dilaksanakan
d. Satu minggu sebelum pelaksanaan tim melakukan konfirmasi
pelaksanaan mobile klinik kepada orang kunci atau pihak terkait di
lokasi
e. Jumlah klien minimal 10 orang

2. Tahapan Pelaksanaan
Pelaksanaan pelayanan oleh petugas dilaksanakan sesuai standart
pelayanan yang ada, dengan catatan khusus:
a. Konselor VCT
Setiba di lokiasi konselor VCT mempersiapkan ruang konseling
senyaman mungkin dengan posisi konseling L.
b. Petugas laboratorium
32

Sebelum menuju lokasi memastikan:


1. Mikroskop harus ditempatkan di dalam kotak kayu.
2. Mikropipet, rotator, sentrifuge ditempatkan dalam kotak
atau kardus.
3. Reagensia dan bahan-bahan cair ditempatkan di dalam
kotak plastik.
4. Reagen RPR dan determin sifilis serta reagensia HIV
ditempatkan dalam coolbox yang diberi es dan reagen tidak
boleh menempel dengan es.
5. Peralatan pengambilan darah ditempatkan dalam satu kotak
plastik khusus.
6. Perlengkapan laboratorium lain dimasukkan dalam satu
kardus.
Setiba di lokasi:
1. Alasi meja laboratorium dengan taplak meja plastik.
2. Siapkan 2 tempat sampah untuk sampah infeksius dan non-
infeksius dan lapisi dengan kantong plastik.
3. Siapkan bahan-bahan dan tempat pengambilan darah.
4. Siapkan peralatan dan bahan untuk pewarnaan dan sediaan
basah.
5. Tempatkan rotator, sentrifuge, mikroskop di atas meja
bebas getaran atau di lantai.
6. Melakukan prosedur selanjutnya mengikuti protap
pemeriksaan lab sederhana dan anti-HIV.
c. Alur pelayanan IMS dan VCT sesuai dengan standar.
d. Penyimpanan dokumen IMS, VCT, dan laboratorium untuk
sementara disimpan dalam tas/tempat teratur/tempat tertutup dan
akan dipindahkan ke lemari file segera sesudah tiba kembali di
klinik dan menjadi tanggung jawab konselor dan petugas
administrasi
33

e. Petugas admministrasi dapat dirangkap oleh perawat untuk


pelayanan IMS dan konselor untuk VCT.
f. Konselor perlu memberikan informasi jelas, mengenai tempat,
waktu pelayanan VCT yang dapat diakses klien setiap waktu.
3. Tahapan Pelaporan
Evaluasi dan hasil pelayanan mobile klinik dilaporkan oleh tim dalam
pelaporan narasi bulanan.

3.3.5 Proses pemeriksaan pasien IMS


Setiap 2 minggu sekali WPS wajib melakukan skrining IMS, bagi mereka
yang mendapatkan hasil positif akan diberikan obat dan akan di evaluasi
setiap 1 minggu (3 hari untuk Condyloma) oleh petugas Klinik IMS
dengan mewajibkan untuk datang periksa dan kontrol di Klinik IMS.
Selain itu dilakukan konseling dan pendekatan personal IRA (Individual
Risk Assessment) kepada WPS tersebut. Untuk kasus condyloma
akuminata yang berat yang membutuhkan penanganan electrocauter maka
pasien IMS dirujuk ke fasilitas kesehatan yang dapat menangani penyakit
tersebut.

3.3.6 Universal Precaution


 Perlindungan diri
Petugas menggunakan sarung tangan lateks (handscoon) dan pelindung
lain waktu melaksanakan tindakan yang berisiko pada semua pasien,
bukan hanya pada mereka yang terinfeksi penyakit tersebut.
 Sterilisasi alat
Alat – alat yang telah digunakan dilakukan sterilisasi dengan alat
khusus sterilisasi di dalam ruang pemeriksaan.
Proses penatalaksanaan peralatan untuk klinik IMS sebagai berikut:
a. Dekontaminasi
34

Dekontaminasi dilaksanakan dengan merendam peralatan pada


larutan khlorin 0,5% selama minimal 10 menit segera setelah
pemakaian alat.
Cara menyiapkan larutan khlorin:
Satu sendok makan bubuk khlorin(kaporit) dilarutkan dalam dua
liter air atau larutan pemutih Sunclin/ Bayclin (1:10).
b. Pencucian
Cuci dan sikat peralatan dengan deterjen dan air untuk
menghilangkan protein, minyak, dan partikel-partikel. Jika
peralatan tidak dicuci terlebih dahulu, proses sterilisasi atau
disinfeksi tingkat tinggi tidak efektif. Peralatan yang sudah dicuci,
dibilas dan dikeringkan dulu sebelum diproses lebih lanjut.
c. Penyimpanan
Untuk peralatan pemeriksaan yang tidak dibungkus karena dipakai
setiap hari (spekulum) dapat disimpan di dalam kontainer steril.
Peralatan yang disimpan di dalam kontainer steril dan tertutup
paling lama untuk satu minggu. Simpanlah peralatan dalam
keadaan kering.
 Pembuangan limbah
Upaya pengelolaan limbah di klinik meliputi penanganan limbah cair
dan padat. Adapun teknik penanganan sampah meliputi pemisahan,
penanganan, penampungan sementara dan pembuangan.
1. Limbah Umum Atau Sampah Rumah Tangga
Semua limbah yang tidak kontak dengan tubuh pasien umumnya
dikenal sebagai sampah non-medis, yakni sampah – sampah yang
dihasilkan dari kegiatan di ruang tunggu pasien/pengunjung, ruang
administrasi. Sampah jenis ini meliputi sisa makanan, sisa
pembungkus makanan, plastik dan sisa bungkus obat. Penanganan
limbah umum atau sampah rumah tangga dilakukan dengan
mengumpulkan sampah dalam kantong plastik hitam. Sampah jenis ini
35

dapat langsung dibuang melalui pelayanan pengelolaan sampah kota


atau dibuang ke tempat sampah.
2. Limbah Klinis
Limbah klinis merupakan tanggung jawab klinik/sarana kesehatan lain
dan memerlukan perlakukan khusus. Karena dapat memiliki potensi
menularkan penyakit maka dikategorikan sebagai limbah berisiko
tinggi. Limbah Klinis antara lain darah atau cairan tubuh lainnya,
material yang mengandung darah kering seperti perban, kassa dan
benda – benda dari kamar periksa, benda – benda tajam bekas pakai,
misalnya jarum vacuntainer, jarum suntik, tabung darah, cover gelas
dan objek gelas yang bersifat infeksius. Penanganan limbah klinis
untuk limbah benda tajam ditempatkan wadah tahan tusukan (sharp
bin biohazard). Selanjutnya untuk limbah klinis lain sebelum dibawa
ke tempat pembuangan akhir/pembakaran (insinerator) semua jenis
limbah klinis ditampung dalam kantong kedap air, biasanya berwarna
kuning. Ikat rapat/tutup bila kantong plastik limbah kuning dan sharp
bin container sudah berisi ¾ penuh.
Di Klinik IMS, tempat sampah yang ada di dalam ruang pemeriksaan
menggunakan ember biasa yang di dalamnya terdapat kantong plastik
hitam, untuk alat suntik yang telah dipakai dibuang di dalam kotak
biasa yang semestinya di dalam kotak kuning (safety box). Kemudian
pihak klinik IMS bekerja sama dengan PTA untuk pembuangan
limbah, dimana limbah yang sudah terkumpul diambil tiap bulan.

3. Limbah Laboratorium
Setiap jenis limbah yang berasal dari laboratorium dikelompokkan
sebagai limbah berisiko tinggi. Limbah laboratorium dilakukan
dekontaminasi dengan hipoklorit sebelum keluar dari ruang
laboratorium selanjutnya ditangani secara prosedur pembuangan
limbah klinis. Cara penanganan terbaik untuk limbah medis adalah
36

dengan insenerasi. Satu – satu cara lain adalah menguburnya dengan


metoda kapurisasi.

Gambar 5. Alur pembuangan limbah

 Pengelolaan jarum suntik dan alat tajam


Langkah untuk mencegah terjadinya perlukaan karena perlatan tajam:
a. Setiap petugas wajib bertanggung jawab atas jarum dan alat tajam
yang digunakan sendiri.
b. Buang jarum yang sudah tidak digunakan pada kotak limbah tidak
tembus.
c. Pastikan kotak limbah tempat pembuangan alat tajam ada di ruang
tindakan atau perawatan.
d. Gunakan sarung tangan tebal saat mencuci peralatan dan alat tajam
serta saat menangani kotak limbah yang berisi alat tajam.
37

e. Jangan menyerahkan alat tajam secara langsung dari satu petugas


ke petugas yang lain. Gunakan teknik tanpa sentuh (hands free)
untuk memindahtangankan benda tajam.
f. Gunakan forcep atau pinset saat melakukan penjahitan.
g. Jarum dissposable bekas pakai jangan dibengkokkan, dipatahkan,
ditutup kembali. Jika jarum terpaksa ditutup kembali, gunakan
penutupan jarum satu tangan (single handed recapping method)
untuk mencegah jari tertusuk jarum.

3.3.7 Profilaksis Pasca Pajanan


Setelah terpajan, yang harus dilakukan adalah:
a. Untuk semua jenis pajanan, segera mencuci daerah yang
terpengaruh dengan air mengalir dan sabun, jika tertusuk jarum
suntik jangan memencet-mencet sekitar luka tusukan.
b. Jika pajanan terjadi pada mata, hidung, atau mulut, membilas
selama beberapa menit dengan air bersih dan mengalir.
c. Hubungi atau laporkan pajanan pada bagian infeksi RSUP Dr.
Kariadi untuk akses terapi antiretroviral.
d. Dalam waktu 1-2 jam setelah terpajan dan tidak boleh lebih dari 72
jam segera minum AZT dam 3TC seta Nelfinavir (3 jenis ARV)
selama 4 minggu dan boleh dihentikan jika ada efek samping
parah.
e. Lakukan tes HIV tidak lebih dari 24 jam pertama pasca pajanan
dan setelah 4, 12, dan 24 minggu kemudian.
f. Jika pada pasien sumber pajanan ternyata HIV negatif dan diluar
periode jendela maka PEP dapat dihentikan.
38

Tabel 2. Rejimen Profilaksis Pasca Pajanan (PPP)


Pajanan STATUS PASIEN HIV Rejimen
Tidak Positif Positif risiko
diketahui tinggi
Kulit utuh Tidak perlu Tidak Tidak perlu
PPP perlu PPP PPP
Mukosa atau Pertimbangka Berikan Berikan AZT 300 mg/12 jam x 28
kulit yang n rejimen 2 rejimen 2 rejimen 2 hari
tidak utuh obat obat obat 3TC 150 mg/12 jam x 28
hari
Tusukan Berikan Berikan Berikan AZT 300 mg/12 jamx28
(benda tajam rejimen 2 obat rejimen 2 rejimen 3 hari
solid) obat obat 3TC 150 mg/12 jamx28
Tusukan Berikan Berikan Berikan hari
(benda tajam rejimen 2 obat rejimen 3 rejimen 3 Lop/r 400/100 mg/12
berongga) obat obat jamx28 hari

Untuk pelaksanaan pemberian profilaksis pasca pajanan, berdasarkan


pengamatan di klinik IMS sudah sesuai dengan SOP yang telah ditentukan.

3.3.8 Kerjasama Klinik Griya ASA dengan Elemen lain


a. Feedback ke outreach
Klinik IMS bertujuan untuk memonitor hasil kegiatan outreach di lingkungan
Resosialisasi Argorejo. Kegiatan outreach yang menjadi sorotan bagi klinik IMS
dalam hal ini adalah angka kejadian dan penularan IMS, yang meliputi angka
kejadian GO baru dan episode GO/cervicitis. Feedback ke outreach yang
dilakukan antara lain adalah:
1. Feedback ke outreach mengenai jumlah WPS yang belum melakukan
skrining
Dari data di klinik IMS akan diketahui jumlah WPS yang belum skrining.
Data tersebut akan dilaporkan kepada pihak outreach untuk ditindaklanjuti
dengan melakukan pendekatan kepada WPS yang belum melakukan
skrining, sehingga diharapkan jumlah WPS yang memeriksakan diri untuk
skrining mencapai 100%.
39

2. Feedback ke outreach mengenai angka kejadian GO baru


Bila ditemukan kasus GO baru, klinik IMS bertugas untuk memberikan
feedback ke outreach agar melakukan pendekatan secara personal
mengenai pengetahuan IMS, cara penularan, pencegahan, dan perubahan
perilaku berisiko.
3. Feedback ke outreach mengenai angka kejadian episode GO/cervicitis
berulang
Bila ditemukan kasus episode GO/cervicitis yang berulang, klinik IMS
memberikan feedback ke outreach agar diberikan sanksi yang tegas bagi
WPS seperti sekolah malam. Selain itu, WPS dengan IMS harus
melakukan skrining secara rutin sehingga dapat dipantau hasil dari
pemberian terapinya.

b. Feedback ke pengurus resosialisasi


Secara umum, pengurus resosialisasi sudah puas dengan pelaksanaan
klinik IMS. Jumlah kejadian IMS yang ditemukan melalui skrining IMS akan
dilaporkan ke pihak resosialisasi sehingga pihak resosialisasi dapat
menindaklanjuti, antara lain dengan cara menegur secara lisan kepada
mucikari hingga memberikan sanksi seperti pemberhentian WPS sementara
apabila terjadi IMS berulang. Pihak resosialisasi pun perlu memberikan
dukungan bagi para WPS dalam menurunkan angka kejadian IMS dengan
peraturan mengenai pemakaian kondom 100% dan membagikan kondom
kepada para WPS setiap usai kunjungan ke klinik IMS. Selain itu, untuk
mencegah adanya WPS yang tidak mau melakukan skrining, pengurus
resosialisasi melakukan kebijakan kepada para WPS yang tidak melakukan
skrining akan dikenakan denda sebasar Rp.50.000,00.
40

3.4 Kunjungan ke Mucikari


Kami melakukan kunjungan kepada 1 orang mucikari dengan inisial nama
masing-masing Ny.M. Menurut penuturan, mereka selalu menyuruh kepada WPS
yang tinggal di asramanya agar melakukan skrining secara teratur dan sesuai
jadwal. Walaupun tidak ada hukuman yang diberikan kepada WPS apabila tidak
melakukan skrining, hukuman yang diberikan dari pihak resosialisasi sudah
memberikan efek jera kepada para WPS agar tetap melakukan skrining. Selain itu,
WPS juga sudah menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual,
bahkan apabila tidak menggunakan kondom, maka WPS tidak akan mau melayani
pelanggannya.
BAB IV
MASALAH

Berdasarkan informasi yang ditemukan pada saat pengamatan tanggal 29


Mei 2015 – 5 Juni 2015 diperoleh masalah sebagai berikut:
1. Semua responden dengan IMS tidak mengetahui apabila dirinya terkena
IMS.
2. Terdapat 1 responden yang telah mendapatkan terapi, akan tetapi setelah
satu minggu masih menderita IMS.
3. Tidak terdapatnya kantong sampah berwarna kuning untuk limbah
infeksius dan boks kuning untuk limbah infeksius tajam.

41
BAB V
ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

Berikut ini adalah usulan alternatif pemecahan masalah yang dapat


digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang didapatkan pada saat
pengamatan skrining IMS 29 Mei 2015 – 5 Juni 2015 antara lain:
1. Penyuluhan mengenai tanda dan gejala IMS serta pencegahannya yang
disertai dengan pretest dan posttest.
2. Pemberian materi edukasi (misal poster / pamflet) di setiap wisma
mengenai tanda-tanda dan gejala IMS pada pria dan wanita.
3. Pengawasan kepatuhan skrining rutin bagi WPS yang dilakukan setiap 2
minggu sekali, khususnya kepada WPS yang terkena IMS.
4. Melakukan pengawasan terhadap jumlah kondom untuk memantau
penggunaan kondom oleh WPS, khususnya kepada WPS yang terkena
IMS.
5. Melakukan pengadaan kantong plastik berwarna kuning dan boks kuning
untuk membuang limbah infeksius.

42
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan dan wawancara terhadap petugas Griya ASA, WPS,
dan pengurus resosialisasi pada tanggal 29 Mei 2015 – 5 Juni 2015, didapatkan
simpulan sebagai berikut:
1. Semua responden dengan IMS tidak mengetahui apabila dirinya terkena
IMS.
2. Terdapat 1 responden yang telah mendapatkan terapi, akan tetapi setelah
satu minggu masih menderita IMS.
3. Tidak terdapatnya kantong sampah berwarna kuning untuk limbah
infeksius dan boks kuning untuk limbah infeksius tajam.
Dan adapun pemecahan masalah yang diusulkan diantaranya adalah:
1. Penyuluhan mengenai tanda dan gejala IMS serta pencegahannya yang
disertai dengan pretest dan posttest.
2. Pemberian materi edukasi (misal poster / pamflet) di setiap wisma
mengenai tanda-tanda dan gejala IMS pada pria dan wanita.
3. Pengawasan kepatuhan skrining rutin bagi WPS yang dilakukan setiap 2
minggu sekali, khususnya kepada WPS yang terkena IMS.
4. Melakukan pengawasan terhadap jumlah kondom untuk memantau
penggunaan kondom oleh WPS, khususnya kepada WPS yang terkena
IMS.
5. Melakukan pengadaan kantong plastik berwarna kuning dan boks kuning
untuk membuang limbah infeksius.

43
44

6.2 SARAN
1. Kepada pihak-pihak yang terlibat untuk menjaga koordinasi yang telah ada
agar program skrining rutin dan pengobatan IMS dapat terus berjalan.
2. Kepada pihak Resosialisasi agar menambah media edukasi untuk
meningkatkan pengetahuan WPS dan pelanggan mengenai tanda dan gejala
infeksi menular seksual dan bahayanya
3. Kepada pihak mucikari agar mampu melakukan pengawasan terhadap jumlah
kondom yang digunakan oleh WPS yang tinggal di asramanya.
45

DAFTAR PUSTAKA

1. Infeksi menular seksual diakses dari


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26065/4/Chapter%20II.pdf
Diakses pada tanggal 18 Oktober 2014.
2. Kementrian kesehatan RI. 2014. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia
diakses dari http://spiritia.or.id/Stats/StatCurr.php?lang=id&gg=1
3. Kementrian kesehatan RI.2011. pedoman nasional penanganan IMS. Jakarta :
bakti husada)
4. Infeksi menular seksual diakses dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26065/4/Chapter%20II.pdf .
Diakses pada tanggal 4 januari 2013.
5. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2013.
Profil Kesehatan. Available from:
http://www.dinkesjatengprov.go.id/dokumen/2013/SDK/Mibangkes/profil201
2/BAB_I-VI_2012_fix.pdf [accessed 2 Januari 2014].
6. Daili, SF, dkk. Pedoman Penatalaksanaan
Infeksi Menular Seksual. Jakarta :Departemen Kesehatan RI Direktorat
Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2006.
7. Centers for Disease Control and Prevention,
2007. CDC Fact Sheet Genital Herpes. Available from:
http://www.cdc.gov/std/healthcomm/factsheets .htm. [accessed18 Oktober
2014].
8. Salvaggio, M.R. & Lutwick, L.I., 2009. Herpes
Simplex, University of Oklahoma College of Medicine. Available from:
http://emedicine.medscape.com /article/218580-overview [accessed 18
Oktober 2014
40

9. Lumintang, H., 2009. Infeksi Genital Non


Spesifik.In Daili, SF., et al, Infeksi Menular seksual, 4thed. Jakarta:Balai
penerbitan FKUI, 77-83.
10. Struble, K. & Lutwick, L.I., 2010. Chlamydial
Genitourinary, Universityof Oklahoma College of Medicine. Available from:
http://emedicine.medscape.com /article/214823-overview [accessed 3 januari
2014] .
11. WHO. Global incidence and prevalence of
selected curable sexually transmitted infections – 2008. ISBN 978 92 4
150383 9 Geneva, Switzerland; 2012. Available in : http://apps.who.int/iris/
bitstream/10665/75181/1/9789241503839_eng.pdf
12. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. STBP 2011 Surveilans Terpadu dan Biologis
Perilaku Kementrian kesehatan Republik Indonesia Jakarta (Indonesia).;
2011. Available in : http://www.slideshare.net/erlian/laporan-stbp-2012ibbs-
2012

Anda mungkin juga menyukai