DISUSUN OLEH:
Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Apoteker pada Program Studi Profesi Apoteker Jurusan Farmasi
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Disetujui oleh:
Mengetahui,
Ketua Program Studi Profesi Apoteker
Jurusan Farmasi FKUB
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
4
tingkat kesalahan yang tinggi selama pemindahan perawatan akibat kolaborasi yang
kurang baik antar tenaga kesehatan. Dalam mewujudkan interprofessional
teamwork yang efektif dan optimal, mahasiswa bidang kesehatan perlu dipaparkan
IPE secara rutin dalam mencapai kompetensi dan kemampuan (Martiningsih,
2011).
Interprofessional Education pertama kali dicetuskan oleh World Health
Organization (WHO) sebagai salah satu strategi untuk meningkatkan kolaborasi
antara tenaga kesehatan yang berbeda agar dapat memandang suatu masalah dan
mampu menyelesaikannya secara holistik sehingga dapat mencapai hasil pelayanan
kesehatan yang berkualitas. Interprofessional Education dapat berjalan apabila
terdapat dua atau lebih individu dari profesi berbeda yang saling berbagi
pengetahuan dan keterampilan serta belajar satu sama lain yang bertujuan untuk
menciptakan kolaborasi yang efektif dalam meningkatkan tingkat kesehatan. WHO
mengembangkan interprofessional education dengan tujuan untuk mempersiapkan
seluruh mahasiswa profesi kesehatan sejak dini untuk saling bekerjasama dengan
tugas membentuk sistem pelayanan kesehatan yang aman dan baik (WHO,2010).
Dengan adanya interprofessional education dalam praktik klinis mampu merubah
perilaku dan meningkatkan kinerja baik individu maupun tim sehingga dapat
meningkatkan kerjasama yang baik dalam memberikan pelayanan kepada pasien
(Carney, 2010).
Salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dan saat ini masih
menjadi wabah adalah Corona Virus Disease atau yang sering disebut COVID-19
menjadi masalah di dunia dan juga Indonesia. World Health Organization (WHO)
menetapkan COVID-19 sebagai pandemi dan menjadi status darurat nasional
Corona di Indonesia. Virus Corona merupakan keluarga besar virus yang dapat
menyebabkan penyakit pada hewan atau manusia. Pada manusia, Corona diketahui
menyebabkan infeksi pernafasan mulai dari flu biasa hingga penyakit yang lebih
parah seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS), dan Severe Acute
Respiratory Syndrome (SARS) (Suharmanto, 2020). Kurangnya pengetahuan
masyarakat mengenai COVID-19 ini karena memang merupakan termasuk
penyakit baru, dapat menyebabkan kesalahan dalam penatalaksanaan penyakit
5
COVID-19 ini. Sementara itu, di tengah era digital ini banyak sekali informasi-
informasi yang beredar mengenai penyakit ini serta penatalaksanaannya yang
belum tentu kebenarannya dan dapat menyesatkan masyarakat. Perihal tersebut
sangat berbahaya jika dibiarkan terus-menerus.
Berdasarkan latar belakang di atas, kegiatan IPE ini diharapkan dapat
meningkatkan mutu pendidikan dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Kolaborasi tim kesehatan sangatlah penting karena masing-masing tenaga
kesehatan memiliki pengetahuan, keterampilan, kemampuan, keahlian, dan
pengalaman yang berbeda. Pada interprofessional education (IPE) yang dilakukan
oleh Program Studi Profesi Apoteker Universitas Brawijaya dilakukan penyuluhan
kesehatan terkait penatalaksanaan pasien rawat jalan COVID-19. Dengan
dilakukannya penyuluhan ini, diharapkan dapat memberikan pengetahuan terhadap
masyarakat terkait penyakit COVID-19 dan penatalaksanaan pada pasien rawat
jalan COVID-19.
1.2 Tujuan
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
7
Kemudian terdapat 129.293 kematian terkait COVID-19 yang dilaporkan dan
3.639.867 pasien telah pulih dari penyakit tersebut.
2.3 Transmisi
8
3. Gejala serius: Kesulitan bernapas atau sesak napas, nyeri dada atau rasa
tertekan pada dada, hilangnya kemampuan berbicara atau bergerak.
Pada Buku Saku Protokol Tata Laksana COVID-19 oleh Kemenkes RI (2021)
pasien dibagi sesuai derajat/tingkat gejala pasien, seperti pada tabel 1.1:
Tabel 1.1 Klasifikasi Klinis
Klasifikasi Definisi
Tanpa gejala Hasil uji SARS-CoV-2 positif tanpa ada tanda dan gejala klinis.
Berat Gejala dan tanda klinis pneumonia berat berupa napas cuping
hidung, sianosis, retraksi subkostal, desaturasi (saturasi oksigen
<92%).
9
Isolasi mandiri di rumah selama 10 hari sejak pengambilan spesimen
diagnosis konfirmasi, baik isolasi mandiri di rumah maupun di fasilitas
publik yang dipersiapkan pemerintah.
Pasien dipantau melalui telepon oleh petugas Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama (FKTP)
Kontrol di FKTP terdekat setelah 10 hari karantina untuk pemantauan
klinis
b. Non-farmakologis
Berikan edukasi terkait tindakan yang perlu dikerjakan (leaflet untuk dibawa
ke rumah):
Pasien :
- Selalu menggunakan masker jika keluar kamar dan saat berinteraksi
dengan anggota keluarga
- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer
sesering mungkin.
- Jaga jarak dengan keluarga (physical distancing)
- Upayakan kamar tidur sendiri / terpisah
- Menerapkan etika batuk (Diajarkan oleh tenaga medis)
- Alat makan-minum segera dicuci dengan air/sabun
- Berjemur matahari minimal sekitar 10-15 menit setiap harinya
(sebelum jam 9 pagi dan setelah jam 3 sore).
- Pakaian yg telah dipakai sebaiknya dimasukkan dalam kantong plastik
/ wadah tertutup yang terpisah dengan
- Pakaian kotor keluarga yang lainnya sebelum dicuci dan segera
dimasukkan mesin cuci
- Ukur dan catat suhu tubuh 2 kali sehari (pagi dan malam hari)
- Segera beri informasi ke petugas pemantau/FKTP atau keluarga jika
terjadi peningkatan suhu tubuh > 38oC
Lingkungan/kamar:
- Perhatikan ventilasi, cahaya dan udara
- Membuka jendela kamar secara berkala
10
- Bila memungkinkan menggunakan APD saat membersihkan kamar
(setidaknya masker, dan bila memungkinkan sarung tangan dan
goggle).
- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer
sesering mungkin.
- Bersihkan kamar setiap hari, bisa dengan air sabun atau bahan
desinfektan lainnya.
Keluarga
- Bagi anggota keluarga yang berkontak erat dengan pasien sebaiknya
memeriksakan diri ke FKTP/Rumah Sakit.
- Anggota keluarga senanitasa pakai masker
- Jaga jarak minimal 1 meter dari pasien
- Senantiasa mencuci tangan
- Jangan sentuh daerah wajah kalau tidak yakin tangan bersih
- Ingat senantiasa membuka jendela rumah agar sirkulasi udara tertukar
- Bersihkan sesering mungkin daerah yg mungkin tersentuh pasien
misalnya gagang pintu dll.
c. Farmakologi
Bila terdapat penyakit penyerta / komorbid, dianjurkan untuk tetap
melanjutkan pengobatan yang rutin dikonsumsi.Apabila pasien rutin
meminum terapi obat antihipertensi dengan golongan obat ACE-inhibitor dan
Angiotensin Reseptor Blocker perlu berkonsultasi ke Dokter Spesialis
Penyakit Dalam atau Dokter Spesialis Jantung.
1. Vitamin C
- Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)
- Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)
- Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24 jam (selama
30 hari),
- Dianjurkan multivitamin yang mengandung vitamin C,B, E, Zink
2. Vitamin D
11
- Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet, kapsul,
tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak, serbuk,
sirup)
- Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan
tablet kunyah 5000 IU).
3. Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat
Modern Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat
dipertimbangkan untuk diberikan namun dengan tetap memperhatikan
perkembangan kondisi klinis pasien.
4. Obat-obatan yang memiliki sifat antioksidan dapat diberikan.
5. Pada hasil revisi terbaru Pedoman Tatalaksana COVID-19 penggunaan
antibiotik untuk pengobatan COVID-19 sudah tidak dianjurkan.
12
- Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24 jam (selama
30 hari),
- Dianjurkan multivitamin yang mengandung vitamin C,B, E, Zink
2. Vitamin D
- Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet, kapsul,
tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak, serbuk,
sirup)
- Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan
tablet kunyah 5000 IU).
3. Antivirus
Favipiravir (sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-
1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5).
4. Pengobatan simptomatis seperti parasetamol bila demam.
5. Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat
Modern Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat
dipertimbangkan untuk diberikan namun dengan tetap memperhatikan
perkembangan kondisi klinis pasien.
6. Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada.
7. Pada hasil revisi terbaru Pedoman Tatalaksana COVID-19 penggunaan
antibiotik untuk pengobatan COVID-19 sudah tidak dianjurkan.
3. Pasien Derajat Sedang
Pasien harus dirujuk dan dilakukan isolasi di Rumah Sakit ke Ruang
Perawatan COVID-19/ Rumah Sakit Darurat COVID-19. Pengobatan
dilakukan oleh tenaga medis.
4. Pasien Derajat Berat/Kritis
Pasien harus melakukan isolasi di Rumah Sakit rujukan atau atau rawat
secara kohorting. Pengobatan dilakukan oleh tenaga medis.
13
2.5 Isolasi Mandiri di Rumah
14
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN
15
DAFTAR PUSTAKA
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kapan Pasien Isoman Covid-19 Harus
ke RS? Ini Penjelasan Ahli, (Online), (https://fk.ui.ac.id/infosehat/kapan-
pasien-isoman-covid-19-harus-ke-rs-ini-penjelasan-ahli/), 2021.
Kusumaningrum P.R., dan Anggorowati. Interprofesional Education (IPE) sebagai
Upaya Membangun Kemampuan Perawat Dalam Berkolaborasi dengan
Tenaga Kesehatan Lain. Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen
Keperawatan, 2018, 1(1):14-19.
Kementrian Kesehatan RI. Pertanyaan dan Jawaban Terkait COVID-19, (Online),
(https://www.kemkes.go.id/article/view/20031600011/pertanyaan-dan-
jawaban-terkait-covid-19.html), 2020.
Kementrian Kesehatan RI. 2021. Protokol Tata Laksana COVID-19 Buku Saku
Edisi 2. Jakarta: Kemenkes RI.
Keputusan Menteri Kesehatan RI. Panduan Pelaksanaan Pemeriksaan, Pelacakan,
Karantina, Dan Isolasi Dalam Rangka Percepatan Pencegahan Dan
Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (COVID-19.).
Kerfoot, K. 2006. Authentic Leadership. Nursing Economics. ProQuest Nursing &
Allied Health Source.
Kurniawan, Arief Rakhman. 2013. Manager dan Supervisor. Yogyakarta: Buku
Pintar.
Martiningsih W. Praktik kolaborasi perawat dokter dan faktor yang
mempengaruhi. Jurnal Ners, 2011, 6(2): 147-150.
Suharmanto. Perilaku Masyarakat dalam Pencegahan Penularan Covid-19. Jurnal
Kesehatan Unila, 2020, 4(2): (91-96).
Susilo A., Rumende M., Pitoyo C.W., Santoso W.D., Yulianti M., dkk. Coronavirus
Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini. Jurnal Penyakit Dalam
Indonesia, 2020, 7(1): 45-67.
WHO. 2010. Framework for Action on Interprofessional Education &
Collaborative Practice. 1-62.
WHO. Coronavirus, (Online), (https://www.who.int/health-
topics/coronavirus#tab=tab_1), 2021.
WHO. Update on Coronavirus Disease in Indonesia, (Online),
(https://www.who.int/indonesia/news/novel-coronavirus), 2021.
16
WHO. Weekly epidemiological update on COVID-19 - 24 August 2021, (Online),
(https://www.who.int/publications/m/item/weekly-epidemiological-update-
on-covid-19---24-august-2021), 2021.
17