Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN INTER PROFESSIONAL EDUCATION (IPE)

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER


RSI UNISMA MALANG
Periode 21 Juni - 21 Agustus 2021

DISUSUN OLEH:

Widya Setya Nugraha 200070600011003


Joshua Alexandro Milano L. 200070600011007
Annisa Riestra Pristanti 200070600011024

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2021
HALAMAN PENGESAHAN
PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
INTER PROFESSIONAL EDUCATION
RSI UNISMA MALANG

Periode 21 Juni - 21 Agustus 2021

Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Apoteker pada Program Studi Profesi Apoteker Jurusan Farmasi
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Disetujui oleh:

Preseptor RSI UNISMA MALANG Pembimbing Prodi Profesi Apoteker


PSPA Jurusan Farmasi FKUB

apt. Wara Rejeki, S.Si apt. Ayuk Lawuningtyas, M.Farm


NIP. 030909197511209 NIK. 2012058806102001

Mengetahui,
Ketua Program Studi Profesi Apoteker
Jurusan Farmasi FKUB

apt. Ayuk Lawuningtyas, M.Farm


NIK. 2012058806102001

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................................................................ i


HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang...................................................................................................... 4
1.2 Tujuan .................................................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 7
2.1 Definisi ................................................................................................................. 7
2.2 Epidemiologi ....................................................................................................... 7
2.3 Transmisi ............................................................................................................. 8
2.3 Manifestasi Klinis ............................................................................................... 8
2.4 Manajemen Terapi .............................................................................................. 9
2.5 Isolasi Mandiri di Rumah................................................................................. 14
BAB III PENATALAKSANAAN ........................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tenaga kesehatan merupakan tenaga profesional yang memiliki tingkat


keahlian dan pelayanan yang luas dalam mempertahankan dan meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan yang berfokus pada kesehatan pasien. Tenaga
kesehatan memiliki tuntutan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu
di era global seperti saat ini. Pelayanan bermutu dapat diperoleh melalui praktik
kolaborasi antar tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan yang dimaksud adalah dokter,
dokter gigi, perawat, bidan, apoteker, dietisien dan kesehatan masyarakat
(Kusumaningrum dan Anggorowati, 2018).
Pada pelayanan kesehatan seringkali ditemukan adanya kejadian tumpang
tindih pada pelayanan antar profesi yang diakibatkan karena kurangnya komunikasi
(Sedyowinarso dkk., 2011). Kelalaian medis yang disebabkan oleh karena
buruknya kolaborasi antar profesi kesehatan membuat pasien merasa kecewa
karena mereka telah mengeluarkan banyak biaya untuk pengobatan (Kurniawan,
2013). Buruknya komunikasi antar anggota tim dan fungsi dari tim yang tidak
berjalan dengan baik dapat menyebabkan kesalahan medis. Akibat dari tim yang
tidak sinergi dan kurangnya pemahaman peran antar anggota tim dapat
menyebabkan buruknya pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien
(Kerfoot, 2006). Selain itu, kurangnya komunikasi ini juga dapat membahayakan
pasien dalam memberikan pelayanan yang bisa menyebabkan pasien terjatuh atau
keterlambatan dalam penentuan diagnosis hingga pemberian penanganan atau obat
yang mana dapat berpengaruh terhadap outcome pasien.
Dalam menyelesaikan permasalahan pasien yang kompleks, dibutuhkan
keterampilan dan pengetahuan dari beberapa tenaga professional. Oleh karena itu
kerja sama dan kolaborasi yang baik antar profesi kesehatan sangat dibutuhkan
untuk meningkatkan kepuasan pasien dalam mendapatkan pelayanan kesehatan.
Pada laporan National Prescribing Service Australia menyebutkan bahwa, sekitar
6% kasus medical error di rumah sakit disebabkan karena efek samping obat dan

4
tingkat kesalahan yang tinggi selama pemindahan perawatan akibat kolaborasi yang
kurang baik antar tenaga kesehatan. Dalam mewujudkan interprofessional
teamwork yang efektif dan optimal, mahasiswa bidang kesehatan perlu dipaparkan
IPE secara rutin dalam mencapai kompetensi dan kemampuan (Martiningsih,
2011).
Interprofessional Education pertama kali dicetuskan oleh World Health
Organization (WHO) sebagai salah satu strategi untuk meningkatkan kolaborasi
antara tenaga kesehatan yang berbeda agar dapat memandang suatu masalah dan
mampu menyelesaikannya secara holistik sehingga dapat mencapai hasil pelayanan
kesehatan yang berkualitas. Interprofessional Education dapat berjalan apabila
terdapat dua atau lebih individu dari profesi berbeda yang saling berbagi
pengetahuan dan keterampilan serta belajar satu sama lain yang bertujuan untuk
menciptakan kolaborasi yang efektif dalam meningkatkan tingkat kesehatan. WHO
mengembangkan interprofessional education dengan tujuan untuk mempersiapkan
seluruh mahasiswa profesi kesehatan sejak dini untuk saling bekerjasama dengan
tugas membentuk sistem pelayanan kesehatan yang aman dan baik (WHO,2010).
Dengan adanya interprofessional education dalam praktik klinis mampu merubah
perilaku dan meningkatkan kinerja baik individu maupun tim sehingga dapat
meningkatkan kerjasama yang baik dalam memberikan pelayanan kepada pasien
(Carney, 2010).
Salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dan saat ini masih
menjadi wabah adalah Corona Virus Disease atau yang sering disebut COVID-19
menjadi masalah di dunia dan juga Indonesia. World Health Organization (WHO)
menetapkan COVID-19 sebagai pandemi dan menjadi status darurat nasional
Corona di Indonesia. Virus Corona merupakan keluarga besar virus yang dapat
menyebabkan penyakit pada hewan atau manusia. Pada manusia, Corona diketahui
menyebabkan infeksi pernafasan mulai dari flu biasa hingga penyakit yang lebih
parah seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS), dan Severe Acute
Respiratory Syndrome (SARS) (Suharmanto, 2020). Kurangnya pengetahuan
masyarakat mengenai COVID-19 ini karena memang merupakan termasuk
penyakit baru, dapat menyebabkan kesalahan dalam penatalaksanaan penyakit

5
COVID-19 ini. Sementara itu, di tengah era digital ini banyak sekali informasi-
informasi yang beredar mengenai penyakit ini serta penatalaksanaannya yang
belum tentu kebenarannya dan dapat menyesatkan masyarakat. Perihal tersebut
sangat berbahaya jika dibiarkan terus-menerus.
Berdasarkan latar belakang di atas, kegiatan IPE ini diharapkan dapat
meningkatkan mutu pendidikan dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Kolaborasi tim kesehatan sangatlah penting karena masing-masing tenaga
kesehatan memiliki pengetahuan, keterampilan, kemampuan, keahlian, dan
pengalaman yang berbeda. Pada interprofessional education (IPE) yang dilakukan
oleh Program Studi Profesi Apoteker Universitas Brawijaya dilakukan penyuluhan
kesehatan terkait penatalaksanaan pasien rawat jalan COVID-19. Dengan
dilakukannya penyuluhan ini, diharapkan dapat memberikan pengetahuan terhadap
masyarakat terkait penyakit COVID-19 dan penatalaksanaan pada pasien rawat
jalan COVID-19.

1.2 Tujuan

Tujuan dilaksanakannya kegiatan Inter Professional Education ini adalah


untuk meningkatkan program promosi kesehatan rumah sakit serta meningkatkan
pemahaman masyarakat mengenai penyakit COVID-19 dan penatalaksanaan pada
pasien rawat jalan COVID-19 yang sesuai.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Coronavirus merupakan keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit


pada manusia dan hewan. Pada manusia biasanya menyebabkan penyakit infeksi
saluran pernapasan, mulai flu biasa hingga penyakit yang serius seperti Middle East
Respiratory Syndrome (MERS) dan Sindrom Pernafasan Akut Berat/ Severe Acute
Respiratory Syndrome (SARS). Coronavirus jenis baru yang ditemukan pada
manusia sejak kejadian luar biasa muncul di Wuhan Cina, pada Desember 2019,
kemudian diberi nama Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-
COV2), dan menyebabkan penyakit Coronavirus Disease-2019 (COVID-19)
(Kemenkes, 2020).
Penyakit coronavirus (COVID-19) adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh coronavirus yang baru ditemukan. Sebagian besar orang yang terinfeksi virus
COVID-19 akan mengalami penyakit pernapasan ringan hingga sedang dan sembuh
tanpa memerlukan perawatan khusus. Orang yang lebih tua, dan mereka yang
memiliki masalah medis mendasar seperti penyakit kardiovaskular, diabetes,
penyakit pernapasan kronis, dan kanker lebih mungkin untuk mengembangkan
penyakit serius (WHO, 2021).

2.2 Epidemiologi

Sejak kasus pertama di Wuhan, terus terjadi peningkatan kasus COVID-19 di


dunia sampai saat ini. Menurut WHO pada Weekly epidemiological update untuk
tanggal 16-22 Agustus, terdapat 4,5 juta kasus baru dilaporkan. Jumlah kasus baru
yang dilaporkan secara global tampaknya terus meningkat setelah hampir dua bulan
(sejak pertengahan Juni). Kemudian, pada 22 Agustus 2021 jumlah kumulatif kasus
yang dilaporkan secara global sekarang lebih dari 211 juta dan jumlah kumulatif
kematian lebih dari 4,4 juta jiwa (WHO, 2021).
Di Indonesia sendiri hingga tanggal 25 Agustus 2021, Pemerintah Republik
Indonesia telah melaporkan 4.026.837 orang terkonfirmasi positif COVID-19.

7
Kemudian terdapat 129.293 kematian terkait COVID-19 yang dilaporkan dan
3.639.867 pasien telah pulih dari penyakit tersebut.

2.3 Transmisi

Saat ini, penyebaran SARS-CoV-2 dari manusia ke manusia menjadi sumber


transmisi utama sehingga penyebaran menjadi lebih agresif. Transmisi SARS-CoV-
2 dari pasien simptomatik terjadi melalui droplet yang keluar saat batuk atau bersin.
Stabilitas SARS-CoV-2 pada benda mati tidak berbeda jauh dibandingkan SARS-
CoV. Eksperimen yang dilakukan van Doremalen, dkk. menunjukkan SARSCoV-
2 lebih stabil pada bahan plastik dan stainless steel (>72 jam) dibandingkan
tembaga (4 jam) dan kardus (24 jam). Studi lain di Singapura menemukan
pencemaran lingkungan yang ekstensif pada kamar dan toilet pasien COVID-19
dengan gejala ringan. Virus dapat dideteksi di gagang pintu, dudukan toilet, tombol
lampu, jendela, lemari, hingga kipas ventilasi, namun tidak pada sampel udara
(Susilo dkk., 2020).
Hal ini sesuai dengan Kemenkes (2021) yang menyebutkan bahwa droplet
juga dapat jatuh pada benda di sekitarnya. Kemudian jika ada orang lain menyentuh
benda yang sudah terkontaminasi dengan droplet tersebut, lalu orang itu menyentuh
mata, hidung atau mulut (segitiga wajah), maka orang itu dapat terinfeksi COVID-
19. Atau bisa juga seseorang terinfeksi COVID-19 ketika tanpa sengaja menghirup
droplet dari penderita. Hal ini menjadi alasan atas instruksi untuk melakukan jarak
hingga kurang lebih satu meter dari orang yang sakit.

2.3 Manifestasi Klinis

Masing-masing orang memiliki respons yang berbeda terhadap COVID-19.


Sebagian besar orang yang terpapar virus ini akan mengalami gejala ringan hingga
sedang, dan akan pulih tanpa perlu dirawat di rumah sakit (WHO, 2021).

1. Gejala yang paling umum: demam, batuk kering, kelelahan


2. Gejala yang sedikit tidak umum: rasa tidak nyaman dan nyeri, nyeri
tenggorokan, diare, konjungtivitis (mata merah), sakit kepala, hilangnya indera
perasa atau penciuman, ruam pada kulit, atau perubahan warna pada jari tangan
atau jari kaki

8
3. Gejala serius: Kesulitan bernapas atau sesak napas, nyeri dada atau rasa
tertekan pada dada, hilangnya kemampuan berbicara atau bergerak.
Pada Buku Saku Protokol Tata Laksana COVID-19 oleh Kemenkes RI (2021)
pasien dibagi sesuai derajat/tingkat gejala pasien, seperti pada tabel 1.1:
Tabel 1.1 Klasifikasi Klinis
Klasifikasi Definisi

Tanpa gejala Hasil uji SARS-CoV-2 positif tanpa ada tanda dan gejala klinis.

Ringan Gejala infeksi saluran napas atas seperti demam, fatigue,


mialgia, batuk, nyeri tenggorokan, pilek, dan bersin. Beberapa
kasus mungkin tidak disertai demam, dan lainnya mengalami
gejala saluran pencernaan seperti mual, muntah, nyeri perut,
diare, atau gejala non-respiratori lainnya seperti konjungtivitis
dan kemerahan pada kulit. Pada beberapa orang juga kehilangan
indra penciuman dan pengecapan.

Sedang Gejala dan tanda klinis pneumonia. Demam, batuk, takipnu*,


dapat disertai ronki atau wheezing pada auskultasi paru tanpa
distres napas dan hipoksemia.

*Takipnu= Frekuensi napas <2 bulan: ≥60x/menit, 2–11 bulan:

≥50x/menit, 1–5 tahun: ≥40x/menit, >5 tahun: ≥30x/menit

Berat Gejala dan tanda klinis pneumonia berat berupa napas cuping
hidung, sianosis, retraksi subkostal, desaturasi (saturasi oksigen
<92%).

2.4 Manajemen Terapi

Pada Protokol Tata Laksana COVID-19 yang dikeluarkan oleh Kemenkes


dan revisinya, manajemen terapi pasien dilakukan sesuai dengan derajat gejala yang
dialami oleh pasien tersebut (Kemenkes, 2021).
1. Pasien Tanpa Gejala
a. Isolasi dan Pemantauan

9
 Isolasi mandiri di rumah selama 10 hari sejak pengambilan spesimen
diagnosis konfirmasi, baik isolasi mandiri di rumah maupun di fasilitas
publik yang dipersiapkan pemerintah.
 Pasien dipantau melalui telepon oleh petugas Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama (FKTP)
 Kontrol di FKTP terdekat setelah 10 hari karantina untuk pemantauan
klinis
b. Non-farmakologis
Berikan edukasi terkait tindakan yang perlu dikerjakan (leaflet untuk dibawa
ke rumah):
 Pasien :
- Selalu menggunakan masker jika keluar kamar dan saat berinteraksi
dengan anggota keluarga
- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer
sesering mungkin.
- Jaga jarak dengan keluarga (physical distancing)
- Upayakan kamar tidur sendiri / terpisah
- Menerapkan etika batuk (Diajarkan oleh tenaga medis)
- Alat makan-minum segera dicuci dengan air/sabun
- Berjemur matahari minimal sekitar 10-15 menit setiap harinya
(sebelum jam 9 pagi dan setelah jam 3 sore).
- Pakaian yg telah dipakai sebaiknya dimasukkan dalam kantong plastik
/ wadah tertutup yang terpisah dengan
- Pakaian kotor keluarga yang lainnya sebelum dicuci dan segera
dimasukkan mesin cuci
- Ukur dan catat suhu tubuh 2 kali sehari (pagi dan malam hari)
- Segera beri informasi ke petugas pemantau/FKTP atau keluarga jika
terjadi peningkatan suhu tubuh > 38oC
 Lingkungan/kamar:
- Perhatikan ventilasi, cahaya dan udara
- Membuka jendela kamar secara berkala

10
- Bila memungkinkan menggunakan APD saat membersihkan kamar
(setidaknya masker, dan bila memungkinkan sarung tangan dan
goggle).
- Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun atau hand sanitizer
sesering mungkin.
- Bersihkan kamar setiap hari, bisa dengan air sabun atau bahan
desinfektan lainnya.
 Keluarga
- Bagi anggota keluarga yang berkontak erat dengan pasien sebaiknya
memeriksakan diri ke FKTP/Rumah Sakit.
- Anggota keluarga senanitasa pakai masker
- Jaga jarak minimal 1 meter dari pasien
- Senantiasa mencuci tangan
- Jangan sentuh daerah wajah kalau tidak yakin tangan bersih
- Ingat senantiasa membuka jendela rumah agar sirkulasi udara tertukar
- Bersihkan sesering mungkin daerah yg mungkin tersentuh pasien
misalnya gagang pintu dll.
c. Farmakologi
Bila terdapat penyakit penyerta / komorbid, dianjurkan untuk tetap
melanjutkan pengobatan yang rutin dikonsumsi.Apabila pasien rutin
meminum terapi obat antihipertensi dengan golongan obat ACE-inhibitor dan
Angiotensin Reseptor Blocker perlu berkonsultasi ke Dokter Spesialis
Penyakit Dalam atau Dokter Spesialis Jantung.
1. Vitamin C
- Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)
- Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)
- Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24 jam (selama
30 hari),
- Dianjurkan multivitamin yang mengandung vitamin C,B, E, Zink
2. Vitamin D

11
- Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet, kapsul,
tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak, serbuk,
sirup)
- Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan
tablet kunyah 5000 IU).
3. Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat
Modern Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat
dipertimbangkan untuk diberikan namun dengan tetap memperhatikan
perkembangan kondisi klinis pasien.
4. Obat-obatan yang memiliki sifat antioksidan dapat diberikan.
5. Pada hasil revisi terbaru Pedoman Tatalaksana COVID-19 penggunaan
antibiotik untuk pengobatan COVID-19 sudah tidak dianjurkan.

2. Pasien Derajat Ringan


a. Isolasi dan Pemantauan
 Isolasi mandiri di rumah/ fasilitas karantina selama maksimal 10 hari
sejak muncul gejala ditambah 3 hari bebas gejala demam dan gangguan
pernapasan. Jika gejala lebih dari 10 hari, maka isolasi dilanjutkan
hingga gejala hilang ditambah dengan 3 hari bebas gejala. Isolasi dapat
dilakukan mandiri di rumah maupun di fasilitas publik yang
dipersiapkan pemerintah.
 Petugas FKTP diharapkan proaktif melakukan pemantauan kondisi
pasien.
 Setelah melewati masa isolasi pasien akan kontrol ke FKTP terdekat.
b. Non-farmakologi
Edukasi terkait tindakan yang harus dilakukan (sama dengan edukasi tanpa
gejala).
c. Farmakologi
1. Vitamin C
- Tablet Vitamin C non acidic 500 mg/6-8 jam oral (untuk 14 hari)
- Tablet isap vitamin C 500 mg/12 jam oral (selama 30 hari)

12
- Multivitamin yang mengandung vitamin C 1-2 tablet /24 jam (selama
30 hari),
- Dianjurkan multivitamin yang mengandung vitamin C,B, E, Zink
2. Vitamin D
- Suplemen: 400 IU-1000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet, kapsul,
tablet effervescent, tablet kunyah, tablet hisap, kapsul lunak, serbuk,
sirup)
- Obat: 1000-5000 IU/hari (tersedia dalam bentuk tablet 1000 IU dan
tablet kunyah 5000 IU).
3. Antivirus
Favipiravir (sediaan 200 mg) loading dose 1600 mg/12 jam/oral hari ke-
1 dan selanjutnya 2 x 600 mg (hari ke 2-5).
4. Pengobatan simptomatis seperti parasetamol bila demam.
5. Obat-obatan suportif baik tradisional (Fitofarmaka) maupun Obat
Modern Asli Indonesia (OMAI) yang teregistrasi di BPOM dapat
dipertimbangkan untuk diberikan namun dengan tetap memperhatikan
perkembangan kondisi klinis pasien.
6. Pengobatan komorbid dan komplikasi yang ada.
7. Pada hasil revisi terbaru Pedoman Tatalaksana COVID-19 penggunaan
antibiotik untuk pengobatan COVID-19 sudah tidak dianjurkan.
3. Pasien Derajat Sedang
Pasien harus dirujuk dan dilakukan isolasi di Rumah Sakit ke Ruang
Perawatan COVID-19/ Rumah Sakit Darurat COVID-19. Pengobatan
dilakukan oleh tenaga medis.
4. Pasien Derajat Berat/Kritis
Pasien harus melakukan isolasi di Rumah Sakit rujukan atau atau rawat
secara kohorting. Pengobatan dilakukan oleh tenaga medis.

13
2.5 Isolasi Mandiri di Rumah

Karantina dan isolasi mandiri, dapat dilakukan di rumah masing-masing jika


syarat klinis dan syarat rumah sebagai berikut dapat dipenuhi (Kepmenkes RI,
2021):
Syarat klinis: 1) Usia < 45 tahun 2) Tidak memiliki komorbid; dan 3) Tanpa gejala/
bergejala ringan.
Syarat rumah: 1) Dapat tinggal di kamar terpisah; dan 2) Ada kamar mandi di dalam
rumah.
Kemudian, menurut Susilo dkk. (2020) beberapa pertimbangan indikasi rawat
di rumah antara lain:
1. Pasien dapat dimonitor atau ada keluarga yang dapat merawat;
2. Tidak ada komorbid seperti jantung, paru, ginjal, atau gangguan sistem imun;
3. Tidak ada faktor yang meningkatkan risiko mengalami komplikasi; atau
4. fasilitas rawat inap tidak tersedia atau tidak adekuat.
Untuk hal-hal yang harus dilakukan oleh pasien isolasi mandiri sudah
tercantum di Buku Saku Protokol Tata Laksana COVID-19 yang telah dijelaskan
pada subbab sebelumnya. Selain itu, terdapat beberapa hal selain protokol di atas
yang perlu diperhatikan dan terus dipantau oleh pasien dan keluarga pasien. Hal
tersebut yaitu mengenai kondisi pasien sendiri, apabila pasien COVID-19 yang
melakukan isolasi mandiri di rumah mengalami gejala sakit yang berlanjut seperti
(FKUI, 2021):
1. Demam tinggi,
2. Sesak napas saturasi oksigen dibawah 94%  Jika saturasi < 90% termasuk
COVID-19 gejala berat.
3. Mual, muntah dan diare serius secara signifikan
4. Pasien mengalami penurunan kesadaran
5. Terjadi disorientasi atau perubahan kondisi yang membuat pasien bingung
dengan lokasi, identitas
Maka keluarga pasien harus segera menghubungi fasilitas pelayanan
kesehatan atau membawa pasien isolasi mandiri ke rumah sakit agar mendapatkan
perawatan lebih lanjut.

14
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN

Pada pelaksanaan kegiatan Interprofessional Education (IPE) mahasiswa


Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) Universitas Brawijaya di RSI Unisma,
proses pembelajaran dilakukan dengan pembuatan video edukasi. Video edukasi ini
ditujukan kepada pasien rawat jalan yang mendapat terapi obat COVID-19. Maka
dari itu, video ini memuat hal-hal apa saja yang perlu diketahui oleh pasien isolasi
mandiri di rumah seperti obat-obat yang perlu dikonsumsi dan juga kegiatan apa
saja yang perlu dilakukan selama isolasi mandiri di rumah yang tentunya kami
ambil dari literatur yang terpercaya yaitu sebagian besar dari tata laksana yang
dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan RI. Selain itu, pada video edukasi yang
dibuat juga memberikan pengenalan tentang definisi, manifestasi klinis yang dapat
terjadi pasien COVID-19, serta tindak lanjut yang harus dilakukan apabila pasien
mengalami gejala tertentu ketika melakukan isolasi mandiri di rumah. Pada
pembuatan isi/konten video edukasi ini mengacu pada guideline yang ada dan kami
olah kembali menggunakan bahasa yang lebih sederhana dan mudah dimengerti
oleh orang awam. Dengan adanya video edukasi ini diharapkan dapat membantu
pasien rawat jalan yang mendapatkan obat COVID-19 untuk meningkatkan
pengetahuannya tentang apa saja yang harus dilakukan, agar pasien juga tidak
sampai salah informasi serta panik akibat informasi-informasi yang tidak benar di
media.
Pada pelaksanaan kegiatan Interprofessional Education (IPE) kali ini tidak
dapat dilakukan studi kasus dan juga dilakukan diskusi seperti pada mestinya. Hal
ini karena terdapat beberapa halangan yaitu adanya kasus COVID-19 yang
melonjak pada awal Agustus 2021 yang menyebabkan mahasiswa PKPA tidak
dapat dilakukan secara luring (offline). Maka dari itu, untuk meminimalisir
terjadinya penularan maka proses pembelajaran mahasiswa PKPA Universitas
Brawijaya dialihkan menjadi sistem daring. Selain itu, di RSI Unisma juga terjadi
lonjakan pasien maka agar tidak berisiko, mahasiswa tidak bisa datang ke RS untuk
melakukan diskusi dengan tenaga kesehatan lain dan juga di RSI Unisma sedang
tidak ada mahasiswa profesi lainnya yang sedang praktik kerja.

15
DAFTAR PUSTAKA
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kapan Pasien Isoman Covid-19 Harus
ke RS? Ini Penjelasan Ahli, (Online), (https://fk.ui.ac.id/infosehat/kapan-
pasien-isoman-covid-19-harus-ke-rs-ini-penjelasan-ahli/), 2021.
Kusumaningrum P.R., dan Anggorowati. Interprofesional Education (IPE) sebagai
Upaya Membangun Kemampuan Perawat Dalam Berkolaborasi dengan
Tenaga Kesehatan Lain. Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen
Keperawatan, 2018, 1(1):14-19.
Kementrian Kesehatan RI. Pertanyaan dan Jawaban Terkait COVID-19, (Online),
(https://www.kemkes.go.id/article/view/20031600011/pertanyaan-dan-
jawaban-terkait-covid-19.html), 2020.
Kementrian Kesehatan RI. 2021. Protokol Tata Laksana COVID-19 Buku Saku
Edisi 2. Jakarta: Kemenkes RI.
Keputusan Menteri Kesehatan RI. Panduan Pelaksanaan Pemeriksaan, Pelacakan,
Karantina, Dan Isolasi Dalam Rangka Percepatan Pencegahan Dan
Pengendalian Coronavirus Disease 2019 (COVID-19.).
Kerfoot, K. 2006. Authentic Leadership. Nursing Economics. ProQuest Nursing &
Allied Health Source.
Kurniawan, Arief Rakhman. 2013. Manager dan Supervisor. Yogyakarta: Buku
Pintar.
Martiningsih W. Praktik kolaborasi perawat dokter dan faktor yang
mempengaruhi. Jurnal Ners, 2011, 6(2): 147-150.
Suharmanto. Perilaku Masyarakat dalam Pencegahan Penularan Covid-19. Jurnal
Kesehatan Unila, 2020, 4(2): (91-96).
Susilo A., Rumende M., Pitoyo C.W., Santoso W.D., Yulianti M., dkk. Coronavirus
Disease 2019: Tinjauan Literatur Terkini. Jurnal Penyakit Dalam
Indonesia, 2020, 7(1): 45-67.
WHO. 2010. Framework for Action on Interprofessional Education &
Collaborative Practice. 1-62.
WHO. Coronavirus, (Online), (https://www.who.int/health-
topics/coronavirus#tab=tab_1), 2021.
WHO. Update on Coronavirus Disease in Indonesia, (Online),
(https://www.who.int/indonesia/news/novel-coronavirus), 2021.

16
WHO. Weekly epidemiological update on COVID-19 - 24 August 2021, (Online),
(https://www.who.int/publications/m/item/weekly-epidemiological-update-
on-covid-19---24-august-2021), 2021.

17

Anda mungkin juga menyukai