Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN

DAN

INTERVENSI BERDASARKAN HASIL EBP ( EVIDENCE


BASED PRACTICE) PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN
SISTEM KARDIOVASKULER(HIPERTENSI)

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah I
Dosen Pengampu : Rosliana Dewi, S.Kp.., M.H.Kes., M.Kep

Disusun Oleh :
AGIS SETIAWAN
C1AA20002

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KOTA SUKABUMI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
kekuatan dan kemampuan sehingga Makalah yang berjudul “ Pendidikan Kesehatan Berdasarkan
EBP Pada Klien dengan Gangguan Kardiovaskular (HIPERTENSI) ini bisa selesai tepat pada
waktunya. Adapun tujuan dari penyusunan Makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata
Kuliah Keperawatan Medikal Bedah I.
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
mendukung dalam penyusunan Makalah ini.
Saya sadar Makalah ini belum sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak.

Sukabumi, 1 Januari 2022

AGIS SETIAWAN

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................I
DAFTAR ISI...........................................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................................2
1.3 Tujuan Masalah...................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................3
2.1 Definisi................................................................................................................................3
2.2 Etiologi................................................................................................................................3
2.3 Patofisiologi.........................................................................................................................3
2.4 Manifestasi Klinis...............................................................................................................4
2.5 Komplikasi..........................................................................................................................5
2.6 Pemeriksaan Penunjang......................................................................................................5
2.7 Penatalaksanaan..................................................................................................................5
2.8 Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipertensi....................................................................6
2.9 EBP Pada Pasien Hipertensi...............................................................................................12
BAB III PENUTUP...............................................................................................................22
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................22
3.2 Saran.................................................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................23

ii
1.1 Latar Belakang BAB I
PENDAHULUAN
Menurut WHO, Tekanan darah dianggap normal bila kurang dari 135/85 mmHg,
sedangkan dikatakan hipertensi bila lebih dari 140/90 mmHg, dan diantara nilai tersebut
dikatakan normal normal tinggi. Namun bagi orang Indonesia banyak Dokter berpendapat
bahwa tekanan darah yang ideal adalah sekitar 110-120/80-90 mmHg.
Data World Health Organization (WHO) tahun 2008 menunjukkan diseluruh dunia
sekitar 972 juta orang atau 26,4% penduduk didunia mengidap hipertensi dengan
perbandingan 26,6% pria dan 26,1% wanita. Angka ini kemungkinan akan terus meningkat
menjadi 29,2% ditahun 2025. Dari 972 pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara maju
dan 639 juta sisanya berada di negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Prevalensi
hipertensi di Indonesia cukup tinggi, akibat yang ditimbulkan menjadi masalah kesehatan
masyarakat. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap
kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah (Purwanto, 2012).
Data Global Status Report Noncommunicable Disease tahun 2010 dari data WHO
menyebutkan 40% negara ekonomi berkembang memiliki penderita hipertensi, sedangkan
daerah maju hanya 35%. Kawasan Afrika memegang posisi puncak penderita hipertensi
sebanyak 46%. Sementara kawasan Amerika sebanyak 35%, dan pada kawasan asia,
penyakit ini telah membunuh 1,5 juta orang setiap tahunya. Sedangkan di Indonesia angka
penderita hipertensi pada tahun 2008 mencapai 32% deengan kisaran usia di atas 25 tahun.
(Candra 2013).
Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal
melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduk
yang hidup dalam lingkungan dan perilaku yang sehat, memiliki kemampuan untuk
menjangkau kesehatan yang optimal di seluruh wilayah Indonesia (DEPKES RI, 2012).
Program pengendalian penyakit Hipertensi yang dilakukan dengan cara melakukan
pendekatan kepada sasaran utama yaitu masayrakat seperti, Promosi kesehatan diharapkan
dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan diri serta kondisi lingkungan
sosial, diintervensi dengan kebijakan publik, serta dengan meningkatkan pengetahuan dan
kesadaran masyarakat mengenai prilaku hidup sehat dalam pengendalian hipertensi. Preventif
dengan cara larangan merokok, peningkatan gizi seimbang dan aktifitas fisik untuk mencegah
timbulnya faktor risiko menjadi lebih buruk dan menghindari terjadi Rekurensi (kambuh)
faktor risiko. Kuratif dilakukan melalui pengobatan farmakologis dan tindakan yang
diperlukan. Kematian mendadak yang menjadi kasus utama diharapkan berkurang dengan
dilakukannya pengembangan manajemen kasus dan penanganan kegawatdaruratan disemua
tingkat pelayanan dengan melibatkan organisasi profesi, pengelola program dan pelaksana
pelayanan yang dibutuhkan dalam pengendalian hipertensi. Rehabilitatif dilakukan agar
penderita tidak jatuh pada keadaan yang lebih buruk dengan melakukan kontrol teratur dan

1
fisioterapi Komplikasi serangan hipertensi yang fatal dapat diturunkan dengan

2
mengembangkan manajemen rehabilitasi kasus kronis dengan melibatkan unsur organisasi
profesi, pengelola program dan pelaksana pelayanan di berbagai tingkatan. (Heri, 2009)
Hipertensi adalah penyakit yang bisa menyerang siapa saja, baik muda maupun tua, serta
orang kaya maupun miskin. Hipertensi merupakan salah satu penyakit mematikan di dunia.
Namun, hipertensi tidak dapat secara langsung membunuh penderitanya, melainkan dapat
memicu terjadinya penyakit lain yang tergolong kelas berat dan mematikan (Alim 2011)
Hipertensi merupakan kelainan pada sistem kardiovaskuler yang masih menjadi beban
kesehatan di masyarakat global karena prevalensinya yang tinggi. Data dari The National
Heart and Nutrition examination survey (NHNES) dalam dua dekade terakhir menunjukkan
peningkatan insiden hipertensi pada orang dewasa di Amerika sebesar 29-31%. Hipertensi
dikenal sebagai salah satu kematian utama dari Amerika Serikat. (Yogiantoro 2006)
1.2 Rumusan Masalah
1. Ap aitu definisi Hipertensi?
2. Bagaimana Etiologi Hipertensi?
3. Bagaimana Patofisiologi Hipertensi?
4. Bagaimana Manifestasi Hipertensi?
5. Bagaimana Komplikasi Hipertensi?
6. Bagaimana Pemeriksaan Penunjang Hipertensi?
7. Bagaimana Penatalaksanaan Hipertensi?
8. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien Hipertensi?
 Pengkajian
 Diagnosa Keperawatan
 Intervensi Keperawatan
9. Bagaimana EBP Pada Pasien Hipertensi?
 Metode penerapan EBP
 Strategi pengumpulan data
 Diagnose keperawatan
 Hasil penelitian berdasarkan EBP
1.3 Tujuan Masalah
1. Mengetahui Apa aitu Definisi Hipertensi.
2. Mengetahui Bagaimana Etiologi Hipertensi.
3. Mengetahui Bagaimana Patofisiologi Hipertensi.
4. Mengetahui Bagaimana Manifestasi Hipertensi.
5. Mengetahui Bagaimana Komplikasi Hipertensi.
6. Mengetahui Bagimana Pemeriksaan Penunjang Hipertensi.
7. Mengetahui Bagaimana Penatalaksanaan Hipertensi.
8. Mengetahui Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien Hipertensi.
9. Mengetahui Bagaimana EBP Pada pasien Hipertensi.

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi

Hipertensi didefinisikan oleh Joint Natoinal committee on Detection, Evalution and


Treatment of High Blood Pressure (JNC) sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg
dan diklasifikasikan sebagai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah (TD)
normal tinggi sampai hipertensi maligna. Keadaan ini dikategorikan sebagai primer/esensial
(hampir 90% dari semua kasus) atau sekunder, terjadi sebagai akibat dari kondisi patologi yang
dapat dikenali, seringkali dapat diperbaiki (Doengoes, 2000).
Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri.
Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal
tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko hipertensi, gagal jantung, serangan
jantung dan kerusakan ginjal ( Utaminingsih, 2009).
Hipertensi berkaitan dengan kenaikan tekanan sistolik atau tekanan diastol atau
keduanya. Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah tinggi persisten dimana tekanan
sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi manula,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg
(Brunner & Suddarth, 2005).
2.2 Etiologi
Menurut Mansjoer (2000), berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua
bagian diantaranya yaitu :
a. Hipertensi Esensial
Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga
hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95 % kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya
seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem
reninangiotensin, efek dalam ekskresi natrium, peningkatan natrium dari kalsium
instraseluler, dan faktor- faktor yang meningkatkan resiko seperti obesitas, alkohol,
merokok serta polisitemia.
b. Hipertensi Sekunder atau Hipertensi Renal
Terdapat sekitar 5 % kasus penyebab spesifiknya diketahui seperti penggunaan estrogen,
penyakit ginjal, hipertensi vascular renal, hiperaldosteronisme dan sindrom cushing
hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan dan lain-lain.
2.3 Patofisiologi
Kepastian mengenai patofisiologi hipertensi masi dipenuhi ketidak pastian. Sejumlah
kecil pasien (antara 2% dan 5%) memiliki penyakit dasar ginjal atau adrenal yang menyebabkan
peningkatan tekanan darah. Namun, belum ada penyebab tunggal yang dapat diidentifikasi dan
kondisis inilah yang disebut sebagai “hipertensi esensial”. Sejumlah mekanisme fisiologi terlibat
dalam pengaturan tekanan darah normal, yang kemudian dapat turut berperan dalam terjadinya
4
hipertensi esensial.(Elisabeth,Corwin,2007).

5
Beberapa faktor yang saling berhunbungan mungkin juga turut serta menyebabkan
peningkatan tekanan darah pada pasien hipertensif, dan peran mereka berbeda pada setiap
individu. Diantara faktor-faktor yang telah dipelajari secara intensif adalah asupan garam,
obesitas dan resistensi insulin, sistem renim-angiotensin, dan sistem saraf simpatis. Pada
beberapa tahun balakang, faktor lainya telah dievaluasi, termasuk genetik, disfungsi endotel
(yang tampak pada perubahan endotelin dan nitral oksidan).(Elisabeth,Corwi n,2007)
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar
dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis ketoraks dan abdomen. Rangsanagan pusat
fasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak kebawah melalui saraf simpatis ke
ganglia simaptis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetolkolin, yang akan
merangsang serabut saraf paska ganglion kepembuluh darah, dimana dengan dilepaskanya
norepinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Berbagai faktor dan kecemasan serta
ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor.
Ondividu dengan hhpertensi sangat sesitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui
dengan jelas mengapa hal tersebut bias terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistim saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktifitas
vasokontrikisi. Medulla adrenal mengsekresi episnefrin yang menyebabkan vasokontriksi.
Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainya, yang dapat meperkuat respon
vasokontriktol yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, mengakibatkan pelepasan
renim. Renim merangsang pembentuikan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu fasokontriktor kuat, yang pada giliranya merangsang sekresi aldesteron oleh
korteks adrenal. Hormone ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung pencetus keadaan
hipertensi.
Penyebab structural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung
jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah, yang pada giliranya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuanya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan
penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Brunner & Suddarth,2005).
2.4 Manifestasi
Pada kasus hipertensi komplikasi yang timbul yaitu pada ginjal, mata, otak, atau jantung.
Gejala lain yang sering ditemukan adalah sakit kepala, epitaksis, marah-marah, telinga
berdenging, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang dan pusing ( Mansjoer,
2001).
Sedangkan menurut Puspitorini (2008), pada sebagian besar penderita hipertensi, tidak
menimbulkan gejala. Masa laten ini mengikuti perkembangan hipertensi sampai terjadi
6
kerusakan organ yang spesifik, kalaupun menunjukkan gejala, gejala tersebut biasanya ringan
dan tidak

7
spesifik, misalnya pusing-pusing. Akan tetapi jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak
diobati, bisa timbul gejala, antara lain sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak nafas, nafas
pendek, gelisah, pandangan menjadi kabur, mata berkunang-kunang, mudah marah, telinga
berdengung, sulit tidur, rasa berat ditengkuk, nyeri di daerah kepala bagian belakang , nyeri dada,
otot lemah, pembrengkakan pada kaki dan pergelangan kaki, keringat berlebihan, kulit pucat atau
kemerahan, denyut jantung cepat, impotensi dan mimisan.
2.5 Komplikasi
Menurut Gunawan L, (2001), komplikasi dari tekanan darah tinggi ialah perkembangan
lambat laun penyakit dinding pembuluh darah arteri, (arteri otot jantung, aorta pembuluh darah
otak, pembuluh darah retina, organ yang peka di balik mata), atherosclerosis, serangan jantung,
dan penyakit ginjal. Gunawan L, (2001)
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Udjianti, Wajan Juni (2010), pemeriksaan penunjang pada penderita hipertensi
meliputi :
1. Hitung darah lengkap (Complete Blood cells Count) meliputi pemeriksaan hemoglobin,
hematokrit untuk melihat vaskositas dan indikator faktor risiko seperti
hiperkoagulabilitas, anemia.
2. Kimia darah
a. BUN, kreatinin : peningkatan kadar menandakan penurunan perfusi atau fungsi renal.
b. Serum glukosa : hiperglisemia (DM adalah faktor presipitator hipertensi) akibat dari
peningkatan kadar katekolamin.
c. Kadar kolesterol/trigliserida : peningkatan kadar mengindikasikan predisposis
pemebntukan plak ateroma. d. Kadar serum aldosterone : menilai adanya
aldosteronisme primer. e. Studi tiroid (T3 dan T4) : menilai adanya hipertiroidisme
yang berkontribusi terhadap vasokonstriksi dan hipertensi. f. Asam urat :
hiperurisemia merupakan implikasi faktor hipertensi. 3. Elektrolit a. Serum potasium
atau kalium : hipoklemia menandakan adanya aldosteronisme atau efek samping
terapi diuretik. b. Serum kalsium : jika terdapat peningkatan akan berkontribusi pada
hipertensi 4. Urin
a. Analisa urin : adanya protein urien, glukosa dalam urin mengindikasikan adanya
disfungsi renal atau diabetes b. Urine VMA (Catecholamine Metabolite) :
peningkatan kadar mengindikasikan adanya pheochromacytoma. c. Sterodi urin :
peningkatan kadar mengindikasikan adanya hiperadrenalisme, pheochromacytoma,
atau disfungsi pituary, sindrome chusing’s; kadar renin juga meningkat. 5. Radiologi
a. Intra Venous Pyelografi (IVP) : untuk mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti
renal parenchhymal disease, urolithiasis, benigna prostate hyperplasia (BPH). b.
Rontgen toraks : untuk menilai adanya kalsifikasi obstruktif katup jantung, deposit
kalsium pada aorta, dan pembesaran jantung 6. EKG : menilai adanya hipertrofi
miokard, pola strain, gangguan konduksi atau disritmia
2.7 Penatalaksanaan

8
Menurut Mansjoer (2001), penatalaksanaan penyakit hipertensi terdiri atas :
a. Modifikasi gaya hidup cukup efektif, dapat menurunkan risiko kardiovaskuler dengan
biaya sedikit, dan risiko minimal. Tata laksana ini tetap dianjurkan meski harus disertai
obat antihipertensi karena dapat menurunkan jumlah dan dosis obat. Langkah-langkah
yang dianjurkan yaitu menurunkan berat badan bila terdapat kelebihan, membatasi
alkohol, meningkatkan aktivitas fisik aerobik (30-40menit/hari), mengurangi asupan
natrium, mempertahankan asupan kalium, kalsium dan magnesium yang adekuat,
berhenti merokok dan mengurangi asupan lemak jenuh serta kolesterol dalam makanan.
b. Penatalaksanaan dengan obat antihipertensi bagi sebagian besar pasien dimulai dengan
dosis rendah kemudian ditingkatkan secara titrasi sesuai dengan umur dan kebutuhan.
Terapi yang optimal harus efektif selama 24 jam, dan lebih disukai dalam dosis tunggal
karena kepatuhan lebih baik, lebih murah, dapat mengontrol hipertensi terus menerus dan
lancar, dan melindungi pasien terhadap berbagai risiko dari kematian mendadak,
serangan jantung atau strok akibat peningkatan tekanan darah mendadak saat bangun
tidur.
Jenis-jenis obat antihipertensi :
1. Diuretik Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan mengeluarkan cairan tubuh (Iewat
kencing), sehingga volume cairan tubuh berkurang mengakibatkan daya pompa
jantung menjadi lebih ringan dan berefek turunnya tekanan darah. Digunakan sebagai
obat pilihan pertama pada hipertensi tanpa adanya penyakit lainnya.
2. Penghambat Simpatis Golongan obat ini bekerja denqan menghambat aktifitas syaraf
simpatis (syaraf yang bekerja pada saat kita beraktifitas). Contoh obat yang termasuk
dalam golongan penghambat simpatetik adalah : metildopa, klonodin dan reserpin.
Efek samping yang dijumpai adalah: anemia hemolitik (kekurangan sel darah merah
kerena pecahnya sel darah merah), gangguan fungsi ahati dan kadang-kadang dapat
menyebabkan penyakit hati kronis. Saat ini golongan ini jarang digunakan.
3. Betabloker Mekanisme kerja obat antihipertensi ini adalah melalui penurunan daya
pompa jantung. Jenis obat ini tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui
mengidap gangguan pernafasan seperti asma bronkhial. Contoh obat golongan
betabloker adalah metoprolol, propanolol, atenolol dan bisoprolol. Pemakaian pada
penderita diabetes harus hati-hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia
(dimana kadar gula darah turun menjadi sangat rendah sehingga dapat
membahayakan penderitanya). Pada orang dengan penderita bronkospasme
(penyempitan saluran pernapasan) sehingga pemberian obat harus hati-hati.
4. Vasodilatator Obat ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot
polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah prazosin dan
hidralazin. Efek samping yang sering terjadi pada pemberian obat ini adalah pusing
dan sakit kapala
2.8 Asuhan Keperawatan Pada Pasien Hipertensi
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan. Pengkajian
merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya. Kemampuan
mengidentifikasi masalah keperawatan yang terajadi pada tahap ini akan menentukan

9
diagnosis keperawatan. Diagnosis yang diangkat akan menentukan desain
perencanaan yang ditetapkan.(Adib, 2009).
Menurut Debora (2011) tahapan pengkajian sebagai berikut yaitu :
a. Biodata Data lengkap dari pasien meliputi : nama lengkap, umur, jenis kelamin, kawin
/ belum kawin, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan alamat
identitas penanggung, meliputi : nama lengkap, jenis kelamin, umur, suku bangsa,
pendidikan, pekerjaan, pendapatan, hubungan dengan pasien dan alamat.
b. Keluhan utama Keluhan hipertensi biasanya bermula dari nyeri kepala yang
disebabkan oleh peningkatan tekanan aliran darah ke otak.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang Keadaan yang didapatkan pada saat pengkajian misalnya
pusing, jantung kadang berdebar-debar, cepat lelah, palpitasi, kelainan pembuluh retina
(hypertensi retinopati), vertigo dan muka merah dan epistaksis spontan.
2) Riwayat kesehatan masa lalu Berdasarkan penyebab hipertensi dibagi menjadi dua
golongan :
a) Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya. Banyak
faktor yang mempengaruhi seperti genetic, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf
simpatis dan faktor-faktor yang meningkatkan resiko seperti : obesitas, alcohol, merokok,
serta polisetemia.
b) Hipertensi sekunder atau hipertensi renal, penyebabnya seperti: Penggunaan estrogen,
penyakit ginjal, hipertensi vascular, dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan.
3) Riwayat kesehatan keluarga Penyakit hipertensi lebih banyak menyerang wanita
daripada pria dan penyakit ini sangat dipengaruhi oleh faktor keturunan yaitu jika orang
tua mempunyai riwayat hipertensi maka anaknya memilik resiko tinggi menderita
penyakit seperti orang tuanya.
d. Riwayat psikososial Gejala : Riwayat kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah
kronik, factor stress multiple
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian, tangisan yang
meledak, gerak tangan empati, muka tegang, gerak fisik, pernafasan menghela nafas,
penurunan pola bicara.
e. Riwayat spiritual Pada riwayat spiritual bila dihubungkan dengan kasus hipertensi
belum dapat diuraikan lebih jauh, tergantung dari dan kepercayaan masing-masing
individu.
f. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum :
Pasien nampak lemah
2) Tanda-tanda vital :
Suhu tubuh kadang meningkat, pernapasan dangkal dan nadi juga cepat, tekanan darah
sistolik diatas 140 mmHg dan diastolic di atas 90 mmHg.
3) Review of sistem
a) Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, atherosklerosis, penyakit jantung kongesti / katup dan
penyakit serebrovaskuler.

10
Tanda : Kenaikan tekanan darah Nadi : denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis,
perbedaan denyut. Denyut apical: titik point of maksimum impuls, mungki bergeser atau
sangat kuat. Frekuensi / irama: takikardia, berbagai disritmia.
Bunyi jantung: tidak terdengar bunyi jantung I, pada dasar bunyi jantung II dan bunyi
jantung III. Murmur stenosis valvular. Distensi vena jugularis/kongesti vena. Desiran
vaskuler tidak terdengar di atas karotis, femoralis atau epigastrium (stenosis arteri).
Ekstremitas: perubahan warna kulit, suhu dingin, pengisian kapiler mungkin lambat atau
tertunda.
b) Neurosensori
Gejala : Keluhan pening/ pusing, berdenyut, sakit kepala sub occipital. Episode bebas
atau kelemahan pada satu sisi tubuh. Gangguan penglihatan dan episode statis staksis.
Tanda : Status mental: perubahan keterjagaaan, orientasi. Pola/isi bicara, afek, proses
fikir atau memori. Respon motorik: penurunan kekuatan, genggaman tangan Perubahan
retinal optik: sclerosis, penyempitan arteri ringan-mendatar, edema, papiladema, exudat,
hemoragi.
c) Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Angina (penyakit arteri koroner / keterlibatan jantung). Nyeri tungkai yang
hilang timbul/klaudasi Sakit kepala oxipital berat. Nyeri abdomen/massa.
d) Pernafasan (berhubungan dengan efek cardiopulmonal tahap lanjut dari hipertensi
menetap/berat).
Gejala : Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja tachypnea, ortopnea, dispnea,
nocturnal paroxysmal, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
Tanda : Distress respirasi / penggunaan otot aksesori pernafasan, bunyi nafas tambahan,
sianosis.
e) Keamanan Keluhan: Gangguan koordinasi / cara berjalan.
Gejala : Episode parastesia unilateral transien, hypotensi postural.
g. Aktivitas sehari-hari
1) Aktivitas
Gejala : Kelemahan, letih nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda : Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, tachypnea.
2) Eliminasi
Gejala : Gejala ginjal saat ini atau yang lalu (misalnya: infeksi, obstruksi atau riwayat
penyakit ginjal masa lalu).
3) Makanan dan cairan
Gejala : Makanan yang disukai mencakup makanan tinggi garam, lemak, kolesterol serta
makanan dengan kandungan tinggi kalori.
Tanda : Berat badan normal atau obesitas. Adanya edema, kongesti vena, distensi vena
jugulalaris, glikosuria.
h. Pemeriksaan diagnostik
1) BUN / kreatinin : Memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
2) Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi.
3) Urinalisa : Darah, protein, glukosa sangat mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau
adanya diabetes.

11
4) EKG : Dapat menunjukkan perbesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi.
i. Penatalaksanaan
1) Pengobatan non farmakologis dapat berupa penurunan berat badan dan diet rendah
garam.
2) Pengobatan farmakologis untuk regresi hipertrofi ventrikel kiri pada hipertensi
berdasarkan penelitian yang didapatkan ACE inhibitor, beta-blocker, antagonis kalsium
dan diuretik mengurangi massa ventrikel kiri dan ternyata ACE inhibitor menunjukkan
pengobatan yang paling efektif.
 Fokus Diagnosa Keperawatan
Merujuk kepada defenisi NANDA yang digunakan pada diagnosadiagnosa
keperawatan yang telah ditetapkan. Ada tiga komponen esensial suatu diagnosa
keperawatan yang telah dirujuk sebagai yaitu dimana “P” diidentifikasi sebagai problem,
“E” menunjukkan etiologi dari problem dan “S” menggambarkan sekelompok tanda dan
gejala. Ketiga bagian ini dipadukan dalam suatu pernyataan dengan menggunakan
“berhubungan dengan”.
Menurut NANDA, NIC, NOC diagnosa keperawatan yang ditemukan pada Pasien
Hipertensi adalah :
1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan, afterload, vasokonstruksi, iskemia miokardia, hipertrofi/rigiditas
(kekuatan) ventrikuler.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidak seimbangan
antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen.
3. Nyeri akut, sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral.
4. Ketidakseimbangan Nutrisi lebih dari Kebutuhan tubuh berhubungan dengan
masukan berlebihan
 Fokus Intervensi Keperawatan
Pada fokus intervensi meliputi tujuan, kriteria hasil, intervensi, rasional, Menurut
NANDA,NIC,NOC :
a. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan,
afterload, vasokonstruksi, iskemia miokardia, hipertrofi/rigiditas (kekuatan)
ventrikuler
Tujuan :
NOC
1. Efektivitas pompa jantung
2. Status Sirkulasi
3. Status tanda-tanda vital
Kriteria hasil :
1. Tanda vital dalam rentang normal (Tekanan darah,Nadi, respirasi)
2. Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan
3. Tidak ada Edema paru, Perifer, dan tidak ada asites
4. Tidak ada penurunan kesadaran.

12
INTERVENSI
NIC
1. Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas, lokasi, durasi)
2. Catat adanya distrimia jantung
3. Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output
4. Monitor status kardiovaskuler
5. Anjurkan untuk menurunkan stress
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
b. Nyeri akut, sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral. Tujuan :
NOC
1. Nyeri terkontrol
2. Skala nyeri 2 (ringan)
Kriteria hasil :
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri)
2. Melaporkan bahwa berkurang dengan menggunakan dengan manajemen nyeri.
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri)
4. Tanda vital dalam rentang normal.
INTERVENSI
NIC
1. Lakukan pengkajian nyeri cecara komfrehensif, termaksuk lokasi, karakteristik,
durasi frekuensi, kualitas dan faktor prespitasi.
2. Observasi reaksi non verbal dan ketidaknyamanan.
3. Gunakan tehnik komunikasi terapeutik.
4. Bantu pasien dan keluarga untuk menemukan dukungan.
5. Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidak seimbangan antara
suplai oksigen dan kebutuhan oksigen.
Tujuan :
NOC
1. Konserpasi energi
2. Aktivitas toleransi
Kriteria hasil :
1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi
dan respirasi
2. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
NIC
1. Bantu pasien mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
2. Bantu pasien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang.
3. Monitor respon fisik,emosi sosial, dan inspirasi.

13
 Analisa Data
No Data Masalah Penyebab
Keperawatan
1. DS : Nyeri Akut Tekanan Vaskuler
Klien mengatakan nyeri serebral
berdenyut yang terletak pada
region suboksipital terjadi pada
saat bangun dan hilang pada
secara spontan. (Kepala bagian
belakang)
DO:
Klien tampak seperti menahan
nyeri tampak lemah Skala nyeri
5 (0-10) sedang.
TTV
TD : 160/100 mmHg
N : 88x/menit
S : 36,7 C
RR : 20x/menit
BB : 80kg
TB : 165 cm
B. Diagnosa Keperawatan
Gangguan rasa nyaman nyeri pada kepala b.d peningkatan tekanan vaskuler serebral
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1. Gangguan rasa nyaman nyeri Setelah dilakukan - Kaji keadaan
pada kepala berhubungan dengan kunjungan kerumah di umum klien
peningkatan tekanan vaskuler harapkan pasien dapat - Kaji skala nyeri
serebral mengontrol nyeri atau - Berikan posisi
sakit kepala hilang atau yang nyaman
berkurang. Misalnya :
Kriteria hasil : berbaring saat nyeri
- Klien tidak datang, mencegah
mengungkapkan terjadinya risiko
adanya nyeri atau jatuh
sakit kepala. - Ajarkan tehnik
- Klien tampak relaksasi nafas
nyaman dalam
- Tanda – tanda vital - Kolaborasi
dalam batas pemberian
normal terutama analgetik
tekanan darah ( TD
: normal 110-130
mmHg, diastole
70-80 mmHg)

14
2.9 EBP Pada Pasien Hipertensi
1. EBP dalam Keperawatan
Dalam dunia keperawatan EBP adalah proses mengumpulkan data, memproses,
dan menerapkan hasil penelitian untuk meningkatkan praktik klinis, lingkungan
kerja, atau outcome pasien. Penggunaan EBP untuk praktik klinik keperawatan
sangat membantu perawat dalam memberikan perawatan pasien dengan kualitas
tertinggi dan seefisien mungkin. Sehingga asuhan berbasis pendekatan EBP
terbukti mampu meningkatkan kwalitas patient safety dan peningkatan outcome
asuhan keperawatan.
2. Strategi Pengumpulan Data
Dalam Menyusun makalah ini, penulis mengumpulkan jurnal penelitian sebagai
data acuan pelaksanaan Pendidikan Kesehatan yang diakses melalui media
elektronik yaitu google scholar. Jurnal yang dicari berhubungan dengan intervensi
keperawatan pada pasien hipertensi.
3. Diagnosa Keperawatan
Gangguan rasa nyaman nyeri pada kepala b.d peningkatan tekanan vaskuler
serebral.

15
4. Hasil Penelitian berdasarkan EBP
a. Summary Jurnal
1. Gangguan rasa nyaman nyeri pada kepala b.d peningkatan tekanan vaskuler serebral.
Intervensi : Tehnik relaksasi nafas dalam
No Topik Penelitian Tahun Metode Populasi dan Hasil Kesimpulan
sampel
1. TERAPI Hartanti, Rita 2016 metode Sampel dalam Hasil penelitian Tekanan darah responden
RELAKSASI Dwi. Wardana, purposive penelitian ini adalah menunjukkan terdapat dengan hipertensi
NAPAS DALAM Desnanda sampling pasien dengan penurunan tekanan darah mengalami penurunan baik
MENURUNKAN Pandu. Fajar, hipertensi di Desa respondensetelah diberikan pada tekanan darah sistolik
TEKANAN Rifqi Ari. Kesesi Kecamatan terapi relaksasi nafas maupun tekanan darah
DARAH PASIEN Kesesi dalamyaitu tekanan darah diastolik. rata-rata tekanan
HIPERTENSI KabupatenPekalong sistolik sebesar 18,46 darah sistolik setelah
an sebanyak 20 mmHg dan tekanan darah diberikan terapi relaksasi
responden. diastolik sebesar 6,54 nafas dalam yaitu 138
mmHg. Analisis statistik mmHg, mengalami
dengan menggunakan penurunan sebanyak 18,46
paired sample T-test mmHg. Rata-rata tekanan
dengan tingkat kepercayaan darah diastolik setelah
yang diambil sebesar 95% diberikan terapi relaksasi
dengan α 5% (0,05), nafas dalam yaitu
didapatkan nilai ρvalue 86,46mmHg, terjadi
tekanan darah sistolik penurunan tekanan darah
0,001 dan ρvalue tekanan diastolik sebesar 6,54
darah diastolik 0,001. Hal mmHg.
ini menunjukkan terapi
relaksasi napas dalam
efektif menurunkan
tekanan darah pasien
hipertensi.
2. Pengaruh Nafas Juwita, 2018 Metode populasi pasien Hasil penelitian didapatkan Rata-rata tekanan darah
Dalam Terhadap Luspina. Ela, penelitian hipertensi sebanyak perbedaan rata-rata tekanan pada pasien hipertensi
Tekanan Darah Pada Efriza. ini adalah 474 orang. Jumlah darah diastolik adalah sebelum teknik nafas dalam
Pasien Hipertensi quasi sampel adalah 10 9,400 dengan standar di Wilayah Kerja
13
deviasi

14
eksperime orang dengan 3,748 dan nilai p=0,000. Puskesmas Nilam Sari
n dengan kriteria inklusi usia Ada pengaruh nafas dalam Kota Bukittinggi Tahun
pendekata 45 - 55 tahun terhadap tekanan darah 2015 adalah Mean=
n one pada pasien hipertensi yang 149,20/89,24, SD=
group pre diberi teknik nafas dalam 3,010/3,053. Rata-rata
test dan wilayah kerja Puskesmas tekanan darah pada pasien
post test. Nilam Sari Kota hipertensi sesudah
Bukittinggi pemberian teknik nafas
dalam di Wilayah Kerja
Puskesmas Nilam Sari
Kota Bukittinggi Tahun
2015 adalah
Mean=141,69/83,39, SD=
2,365/2,378. Perbedaan
rata-rata tekanan darah
pada pasien hipertensi
sebelum dan sesudah
pemberian teknik nafas
dalam di Wilayah Kerja
Puskesmas Nilam Sari
Kota Bukittinggi Tahun
2015 adalah Mean=
7,514/9,400
SD=1,190/3,748 dan nilai
p=0,000/0,000. Disarankan
kepada Pasien hipertensi
agar dapat menerapkan
teknik nafas dalam ini
secara rutin setiap hari
yang dilakukan sesuai
prosedur dan waktu
yang telah
ditentukan dan pilihlah
tempat atau ruangan yang
15
nyaman untuk hasil yang
lebih efektif.
3. Kombinasi Tehnik Muriwidi. 2021 penelitian Sampel dalam Hasil penelitian ini Dapat disimpulkan bahwa
Relaksasi Nafas Cahyo,imam. eksperime penelitian ini adalah menunjukkan terdapat kombinasi relaksasi nafas
Dalam Dengan Muhlis. n semu pasien hipertensi perbedaan bermakna antara dalam dengan terapi
Terapi Akupresur Rasdinayah. dengan primer di wilayah rerata tekanan darah sistolik akupresur dapat
dalam Menurunkan mengguna kerja Puskesmas pre152,33±13,05 mmHg menurunkan tekanan darah
Tekanan Darah kan Siko Kota Ternate dengan post 142,67±15,74 penderita hipertensi.
Penderita Hipertensi rancangan sebanyak 30 orang mmHg (p:0,000), post 15
penelitian menit pertama
one group 137,67±15,24 mmHg
pre & (p:0,000), post 15 menit
post-test kedua 136,00±14,99 mmHg
design (p:0,000). Terdapat
perbedaan bermakna antara
rerata tekanan darah
diastolik pre 90,00±8,65
mmHg dengan post 84,33
±7,28 mmHg (p:0,000),
post 15 menit pertama
83,00 ±7,02 mmHg
(p:0,000), post 15 menit
kedua 82,67 ±7,40 mmHg
(p:0,001)

16
b) Kajian Literatur
1. Hasil Literatur
Dari hasil penelitian Hartanti, Rita Dwi. Wardana, Desnanda Pandu. Fajar, Rifqi
Ari (2016) yang berjudul “TERAPI RELAKSASI NAPAS DALAM MENURUNKAN
TEKANAN DARAH PASIEN HIPERTENSI”. Didapatkan bahwa, Hasil penelitian
menunjukkan terdapat penurunan tekanan darah respondensetelah diberikan terapi
relaksasi nafas dalamyaitu tekanan darah sistolik sebesar 18,46 mmHg dan tekanan darah
diastolik sebesar 6,54 mmHg. Analisis statistik dengan menggunakan paired sample T-
test dengan tingkat kepercayaan yang diambil sebesar 95% dengan α 5% (0,05),
didapatkan nilai ρvalue tekanan darah sistolik 0,001 dan ρvalue tekanan darah diastolik
0,001. Hal ini menunjukkan terapi relaksasi napas dalam efektif menurunkan tekanan
darah pasien hipertensi.
Dari hasil penelitian Juwita, Luspina. Ela, Efriza. (2018) yang berjudul
“PENGARUH NAFAS DALAM TERHADAP TEKANAN DARAH PADA PASIEN
HIPERTENSI”. Didapatkan bahwa, perbedaan rata-rata tekanan darah diastolik adalah
9,400 dengan standar deviasi 3,748 dan nilai p=0,000. Ada pengaruh nafas dalam
terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi yang diberi teknik nafas dalam wilayah
kerja Puskesmas Nilam Sari Kota Bukittinggi.
Dari hasil penelitian Muriwidi. Cahyo,imam. Muhlis. Rasdinayah. (2021) yang
berjudul “KOMBINASI TEHNIK RELAKSASI NAFAS DALAM DENGAN TERAPI
AAKUPRESUR DALAM MENURUNKAN TEKANAN DARAH PENDERITA
HIPERTENSI. Didapatkan hasil bahwa, Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat
perbedaan bermakna antara rerata tekanan darah sistolik pre152,33±13,05 mmHg dengan
post 142,67±15,74 mmHg (p:0,000), post 15 menit pertama 137,67±15,24 mmHg
(p:0,000), post 15 menit kedua 136,00±14,99 mmHg (p:0,000). Terdapat perbedaan
bermakna antara rerata tekanan darah diastolik pre 90,00±8,65 mmHg dengan post 84,33
±7,28 mmHg (p:0,000), post 15 menit pertama 83,00 ±7,02 mmHg (p:0,000), post 15
menit
kedua 82,67 ±7,40 mmHg (p:0,001).
2.Analisis Literatur
Dari hasil 3 kajian jurnal yang didapatkan bahwa tehnik relaksasi nafas dalam pada
Pasien Hipertensi dengan Diagnosa Gangguan rasa nyaman nyeri pada kepala b.d
peningkatan tekanan vaskuler serebral, mampu membantu meredakan tekanan darah
pasien Hipertensi.
3.Lampiran Materi
a. Teknik Relaksasi
Teknik relaksasi merupakan salah satu terapi nonfarmakologis yang digunakan
dalam penatalaksanaan nyeri (Tamsuri, 2007). Relaksasi merupakan suatu tindakan untuk
membebaskan mental maupun fisik dari ketegangan dan stres sehingga dapat
meningkatkan toleransi terhadap nyeri (Andarmoyo, 2013). Teknik relaksasi yang
16
sederhana terdiri atas napas abdomen dengan frekuensi yang lambat dan berirama
(Smeltzer & Bare, 2002). Latihan napas dalam yaitu bentuk latihan napas yang terdiri
dari pernapasan abdominal (diafragma) dan pursed lip breathing (Lusianah, Indaryani, &
Suratun, 2012).

17
a) Summary Jurnal
1. Gangguan rasa nyaman nyeri pada kepala b.d peningkatan tekanan vaskuler serebral.
Intervensi : Pemberian Analgetik
No Topik Penelitian Tahu Metode Populasi dan sampel Hasil Kesimpulan
n
1. PENGAR B, Syiddatul 2017 Quasi keseluruhan lansia Hasil uji statistik Ada pengaruh
UH Eksperiment yang yang menderita Uji Wilcoxon pemberian
PEMBERI Design nyeri kepala diperoleh nilai p kompres hangat
AN dengan hipertensi pada lansia value 0,000(p < jahe terhadap
KOMPRE menggunaka di posyandu lansia a 0,05) berarti penurunan skala
S n rancangan Karang Werdha Ho ditolak dan nyeri kepala
HANGAT (desain) Pre Rambutan Desa H1 diterima. Hal hipertensi pada
JAHE and Post Test Burneh Bangkalan, ini menunjukkan lansia.
TERHAD Without jumlah lansia ada pemberian Pemberian terapi
AP Control penderita nyeri kepala kompres hangat kompres hangat
SKALA Designya hipertensi 40 lansia. jahe terhadap jahe bisa
NYERI sampel yang diambil skala nyeri dijadikan terapi
KEPALA sebanyak 36 lansia. kepala hipertensi alternatifbagi
HIPERTE lansia di lansia yang
NSI Posyandu Lansia mengalami nyeri
PADA Karang Werdha kepala karena
LANSIA Rambutan Desa hipertensi.
DI Burneh
POSYAN Bangkalan.
DU
LANSIA
KARANG
WERDHA
RAMBUT
AN DESA
BURNEH
BANGKA
LAN.

18
2. PENERAP Valerian, Fx 2021 desain stadi pasien hipertensi yang menunjukkan, Penerapan
AN Oscar. kasus (case mengalami nyeri setelah kompres hangat
PEMBERI Ayyubana, study) kepala pemberian pada leher
AN Sapti. Utami, kompres hangat terhadap pasien
KOMPRE Indhit Tri pada leher hipertensi
SS selama 1 hari mampu
HANGAT intensitas nyeri membantu
PADA kepala sebelum menurukan
LEHER penerapan intensitas nyeri
TERHAD berada pada kepala.
AP skala nyeri 4 dan
PENURU setelah
NAN penerapan skala
INTENSIT nyeri 3.
AS
NYERI
KEPALA
PADA
PASIEN
HIPERTE
NSI DI
KOTA
METRO
3. PENGAR Rohimah, 2015 quasi sampel sebanyak 40 sebagian besar kesimpulan
UH Siti. eksperimen respondedn, 20 respondedn bahwa kompres
KOMPRE Kurniasih, dengan responden kelompok sebelum hangat dapat
S Eli. desain pre intervensi dan 20 perlakuan (pre menurunkan
HANGAT test dan post responden kelompok test) mengalami skala nyeri leher
PADA test kontrol neri sedang pada penderita
PASIEN sebanyak 12 hipertensi
HIPERTE respondedn esensial.
NSI (60%) dan
ESENSIA setelah

19
L DI perlakukan (post
WILAYA test) mengalami
H KERJA nyeri irngan
PUSKES yaitu sebanyak
MAS 17 responden
KAHURPI (75%). Terdapat
AN KOTA pengaruh yang
TASIKM significan skala
ALAYA nyeri sebelum
perlakukan dan
sesudah
diberikan
kompres hantar
dengan p value
0.003. terdapat
perbedaan skala
nyeri yang
significan pada
kelompok
intervensi dan
kelompok
kontrol dengan p
valuer 0.000

20
b) Kajian Literatur
1. Hasil Literatur
Dari hasil penelitian B, Syiddatul (2017) yang berjudul “PENGARUH
PEMBERIAN KOMPRES HANGAT JAHE TERHADAP SKALA NYERI KEPALA
HIPERTENSI PADA LANSIA DI POSYANDU LANSIA KARANG WERDHA
RAMBUTAN
DESA BURNEH BANGKALAN.” Didapatkan bahwa, Hasil uji statistik Uji Wilcoxon
diperoleh nilai p value 0,000(p < a 0,05) berarti Ho ditolak dan H1 diterima. Hal ini
menunjukkan ada pemberian kompres hangat jahe terhadap skala nyeri kepala hipertensi
lansia di Posyandu Lansia Karang Werdha Rambutan Desa Burneh Bangkalan.
Dari hasil penelitian Valerian, Fx Oscar. Ayyubana, Sapti. Utami, Indhit Tri
(2021) yang berjudul “PENERAPAN PEMBERIAN KOMPRESS HANGAT PADA
LEHER TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI KEPALA PADA PASIEN
HIPERTENSI DI KOTA METRO”. Didapatkan bahwa, menunjukkan, setelah pemberian
kompres hangat pada leher selama 1 hari intensitas nyeri kepala sebelum penerapan
berada pada skala nyeri 4 dan setelah penerapan skala nyeri 3.
Dari hasil penelitian Rohimah, Siti. Kurniasih, Eli. (2015) yang berjudul
“PENGARUH KOMPRES HANGAT PADA PASIEN HIPERTENSI ESENSIAL DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS KAHURPIAN KOTA TASIKMALAYA” Didapatkan
bahwa, sebagian besar respondedn sebelum perlakuan (pre test) mengalami neri sedang
sebanyak 12 respondedn (60%) dan setelah perlakukan (post test) mengalami nyeri
irngan yaitu sebanyak 17 responden (75%). Terdapat pengaruh yang significan skala
nyeri sebelum perlakukan dan sesudah diberikan kompres hantar dengan p value 0.003.
terdapat perbedaan skala nyeri yang significan pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol dengan p valuer 0.000.
2. Analisis Literatur
Dari hasil 3 kajian jurnal yang didapatkan bahwa Pemberian Analgetik pada Pasien
Hipertensi dengan Diagnosa Gangguan rasa nyaman nyeri pada kepala b.dpeningkatan
tekanan vaskuler serebral, mampu membantu meredakan skala nyeri pada pasien
Hipertensi.
3. Lampiran Materi
Analgetik merupakan obat yang sering digunakan untuk mengurangi rasa sakit atau
dapat disebut pula sebagai obat penghalang rasa nyeri, misalnya sakit kepala, otot, perut,
dan gigi dengan tanpa mengurangi atau menghilangkan kesadaran dari penderita. Obat
analgesik ini digunakan oleh sebagian besar masyarakat dikarenakan obat ini dapat
menghilangkan rasa sakit atau nyeri meskipun obat analgesik ini tidak dapat
menyembuhkan penyakit dari penyebabnya (Widjajanti, 2006).
Analgesik (Obat-obatan penekan fungsi sistem saraf pusat) digolongkan menjadi
dua yaitu analgesik narkotik dan analgesik non narkotik. Analgesik narkotik khusus
digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti pada fractura dan kanker, sedangkan
analgesik non narkotik yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak
bekerja sentral (Tjay dan Rahardja, 2007).
21
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Hipertensi adalah suatu keadaan terjadi peningkatan tekanan darah secara
abnormal dan terus menerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan darah. Salah
satu gejala hipertensi adalah nyeri kepala di tengkuk dan leher. Nyeri kepala pada
hipertensi disebabkan oleh gangguan vaskuler atau gangguan aliran pembuluh
darah.
Dan dari hasil penelitian EBP Tehnik Relaksasi Nafas Dalam mampu
meredakan/ menurukan tekanan darah pasien Hipertensi begitupun dengan
Pemberian Analgetik mampu menurunkan Skala Nyeri.
3.2 SARAN
Setelah membaca dan mengerjakan tugas ini, kami mengharapkan semoga
kita sebagai tenaga calon Kesehatan dapat memahami tentang Asuhan
Keperawatan dengan Intervensi Berdasarkan Hasil Penelitian (Evidence Base
Practice) Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler Hipertensi,
sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita. Saya menyadari
bahwa masih banyak kekurangan dari tugas ini, maka saya harap pembaca dapat
memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun. Terimakasih

22
DAFTAR PUSTAKA
Rita Dwi Hartanti, Desnanda Pandu Wardana, Rifqi Ari Fajar, 2016. “TERAPI
RELAKSASI NAPAS DALAM MENURUNKAN TEKANAN DARAH HIPERTENSI”
STIKES Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan
Lisavina Juwita, Ela Efriza, 2018. “PENGARUH NAFAS DALAM TERHADAP TEKANAN
DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI” STIKes Fort de Kock Bukittinggi
Imam Cahyo Nurwidi, Rasdiyanah Muhlis, 2021. “KOMBINASI TEHNIK RELAKSASI
NAFAS DALAM DENGAN TERAPI AKUPRESUR DALAM MENURUNKAN TEKANAN
DARAH PENDERITA HIPERTENSI” Poltekkes Kemenkes Ternate, Indonesia
Syiddatul B, 2017. “PENGARUH PEMBERIAN KOMPRES HANGAT JAHE
TERHADAP SKALA NYERI KEPALA HIPERTENSI PADA LANSIA DI POSYANDU
LANSIA KARANG WERDHA RAMBUTAN DESA BURNEH BANGKALAN” Stikes Insan
Se Agung
Bangkalan, Indonesia
Fx Oscar Valerian, Sapti Ayyubana, Indhit Tri Utami, 2021. “PENERAPAN
PEMBERIAN KOMPRES HANGAT PADA LEHER TERHADAP PENURUNAN
INTENSITAS NYERI KEPALA PADA PASIEN HIPERTENSI DI KOTA METRO”
Akademi Keperawatan
Dharma Wacana Metro
Siti Rohimah, Eli Kurniasih, 2015. “PENGARUH KOMPRES HANGAT PADA PASIEN
HIPERTENSI ESENSIAL DI WILAYAH KERJA PUSKES KAHIRUPAN KOTA
TASIKMALAYA” Departemen Keperawatan Medikal Bedah

23

Anda mungkin juga menyukai