PERITONITIS
Oleh:
Setiajeng Putriani
NIM: 2021001801
a. Definisi
beserta organ- organ di dalamnya (Hidayati, 2018). peritonitis adalah proses inflamasi
local atau umum yang dapat berbentuk akut atau kronis (Black dan Hawks, 2009)
b. Etiologi
1. Infeksi bakteri
d. Tukak thypoid
g. Salpingitis
h. Diverkulitis
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta hemolitik,
wechii
Tanda dan gejala yang diamati menurut (Black dan Hawks, 2009):
1. Merasa nyeri
typhoid.
4. Riwayat operasi
7. Abdomen:
d. Klasifikasi
2017), yaitu:
e. Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap
sebagai pita-pita fibrosa, yang akan dapat mengakibatkan obstuksi usus. Peradangan
Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan
dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan
cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk.
Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi
hipovolemia.
usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk
adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.Terjebaknya cairan di
cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen,
membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila
umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian
menjadi atoni dan meregang.Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus,
pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena adanya gangguan
mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk
mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang
tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada
ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi
yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus
dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi
peritonitis.
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman
S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang tercemar.
Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk keusus halus
dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami
hipertropi ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi,
perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam selama kurang
lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri
perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan umum yang merosot karena
Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di
perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena
rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas.
Kemudian menyebar keseluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal
perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia,
asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai
oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan
diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga oedem bertambah
kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan
Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul abdomen
dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang
berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari
organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon
yang berisi feses. Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling lambat.
Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan terjadi
perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat
sedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala karena
Pengeluaran histamin
Mikroorganisme Menghambat
(Ex: E. coli, Streptococcus aliran limfe
Pneumoniae, Peningkatan
Merangsang
Staphylococccus) produksi
pengeluaran
HCL pepsinogen Edema
Pelepasan berbagai mediator kimiawi Keluarnya eksudat fibrinosa Perangsangan zat pirogen di
hipotalamus
Merangsang saraf perasa nyeri Abses
di cerebrum
Memicu pengeluaran
Membentuk perlekatan prostaglandin
Nyeri abdomen fibrinosa
Defisit Nutrisi
f. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium:
- Kultur kuman
Radiologi:
- USG abdomen: abses liver, tubo ovarial abscess (TOA), appendicitis, USG
g. Penatalaksanaan
Peritonitis adalah suatu kondisi yang mengancam jiwa, yang memerlukan pengobatan
medis sesegera mungkin. Prinsip utama terapi pada infeksi intra abdomen adalah:
antara lain glutamine, arginine, asam lemak omega-3 dan omega-6, vitamin A, E dan
TERAPI ANTIBIOTIK
dengan Sefalosporin gen-3, kemudian diberikan antibiotik sesuai dengan hasil kultur.
gangguan ginjal kronik karena efeknya yang nefrotoksik. Lama pemberian terapi
Pada peritonitis sekunder dan tersier, terapi antibiotik sistemik ada pada urutan
ke-dua. Untuk infeksi yang berkepanjangan, antibiotik sistemik tidak efektif lagi,
INTERVENSI NON-OPERATIF
Keefektifan teknik ini dapat menunda pembedahan sampai proses akut dan sepsis
telah teratasi, sehingga pembedahan dapat dilakukan secara elektif. Hal-hal yang
menjadi alasan ketidakberhasilan intervensi non-operatif ini antara lain fistula enteris,
keterlibatan pankreas, abses multipel. Terapi intervensi non-operatif ini umumnya
berhasil pada pasien dengan abses peritoneal yang disebabkan perforasi usus
Teknik ini merupakan terapi tambahan. Bila suatu abses dapat di akses melalui
drainase percutaneus dan tidak ada gangguan patologis dari organ intraabdomen lain
dengan aman dan efektif sebagai terapi utama. Komplikasi yang dapat terjadi antara
TERAPI OPERATIF
Cara ini adalah yang paling efektif. Pembedahan dilakukan dengan dua cara,
PROGNOSA
Prognosa baik pada peritonitis lokal dan ringan. Prognosa buruk pada peritonitis
general.
1. Pengkajian
- Keluhan utama: yang sering muncul adalah nyeri kesakitan di bagian perut sebelah
cerna, komplikasi postoperasi, operasi yang tidak steril dan akibat pembedahan,
jika peritonitis ini disebabkan oleh bakterial primer, seperti: Tubercolosis. Maka
2. Pemeriksaan Fisik
- Sistem pernafasan (B1) Pola nafas irregular (RR> 20x/menit), dispnea, retraksi
irama jantung irregular akibat pasien syok (neurogenik, hipovolemik atauseptik),
- Sistem Persarafan (B3) Klien dengan peritonitis tidak mengalami gangguan pada
- Sistem Pencernaan (B5) Klien akan mengalami anoreksia dan nausea. Vomit dapat
muncul akibat proses patologis organ visceral (seperti obstruksi) atau secara
abdomen, bising usus menurun, dan gerakan peristaltic usus turun (<12x/menit)
letih, sulit berjalan, nyeri perut dengan aktivitas. Kemampuan pergerakan sendi
akibat kekurangan volume cairan.
- Pengkajian Psikososial terdiri dari: Interaksi sosial menurun terkait dengan
- Personal Hygiene
Terapi Oksigen
Observasi
- Monitor kecepatan aliran oksigen
- Monitor posisi alat terapi oksigen
- Monitor tanda- tanda hipoventilasi
- Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen
Terapeutik
- Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trakea jika perlu
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
- Ajarkan keluarga cara menggunakan O2 di rumah
k. Daftar Pustaka
Hidayati, Afif Nurul. 2018. Gawat Darurat Medis dan Bedah. Surabaya: Airlangga
University Press
Mansjoer, Arif, DKK. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius