Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

PERITONITIS

Oleh:

Setiajeng Putriani

NIM: 2021001801

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN


MALANG
2020
LAPORAN PENDAHULUAN PERITONITIS

a. Definisi

Peritonitis adalah inflamasi membrane serosa yang melingkupi rongga abdomen

beserta organ- organ di dalamnya (Hidayati, 2018). peritonitis adalah proses inflamasi

local atau umum yang dapat berbentuk akut atau kronis (Black dan Hawks, 2009)

b. Etiologi

1. Infeksi bakteri

a. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal

b. Appendisitis yang meradang dan perforasi

c. Tukak peptik (lambung / dudenum)

d. Tukak thypoid

e. Tukan disentri amuba / colitis

f. Tukak pada tumor

g. Salpingitis

h. Diverkulitis

Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus alpha dan beta hemolitik,

stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostridium

wechii

2. Faktor ekstrinsik (dari luar)

a. Operasi yang tidak steril

b. Trauma pada kecelakaan seperti ruptur limpa, ruptur hati

c. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala yang diamati menurut (Black dan Hawks, 2009):
1. Merasa nyeri

2. Gejala penyerta: demam, diare, konstipasi, mual, muntah

3. Mempunyai penyakit penyerta: gastritis, inflammatory bowe diverticulitis,

typhoid.

4. Riwayat operasi

5. Gaya hidup/ kebiasaan: minum jamu, pemakan imunosupresan

6. Vital sign: hipertermi, takikardia, hipotensi (shock)

7. Abdomen:

- Inspeksi: flat, distende, perut paska operasi

- Auskultasi: bising usus menurun

- Palpasi: nyeri tekan seluruh perut, defens muscular

- Perkusi: pekak hepar menghilang

8. Rectal Toucher: nyeri seluruh kuadran

9. Akral: hangat, dingin.

d. Klasifikasi

Peritonitis dikategorikan menjadi tiga kelompok berdasarkan etiologinya (Dailey BJ,

2017), yaitu:

1. Peritonitis primer, yang disebabkan karena penyebaran hematogeneus biasanya

pada pasien immunocompromised seperti peritonitis tuberkolosis dan

spontaneous bacterial peritonitis (SBP). Pada peritonitis primer tidak terdapat

perforasi dari organ berongga.

2. Peritonitis sekunder, disebabkan karena perforasi organ berongga baik karena

penyakit, trauma, maupun iatrogenic. Contoh peritonitis sekunder sering ditemui

adalah apendisitis perforasi dan perforasi gaster.


3. Peritonitis tertier, yaitu peritonitis yag persisten atau rekuren setelah terapi atau

operasi yang adekuat.

e. Patofisiologi

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat

fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa,

yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi

infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap

sebagai pita-pita fibrosa, yang akan dapat mengakibatkan obstuksi usus. Peradangan

menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran.

Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan

kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat

memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya

dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan

cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk.

Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi

hipovolemia.

Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami

oedem.Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ

tersebut meninggi.Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen

usus serta oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk

jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia.Hipovolemia bertambah dengan

adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah.Terjebaknya cairan di

cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen,

membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila

infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum.Dengan perkembangan peritonitis

umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian

menjadi atoni dan meregang.Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus,

mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria.Perlekatan dapat

terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu

pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.Sumbatan yang lama

pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena adanya gangguan

mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha untuk

mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang

tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada

ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi

yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus

dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi

peritonitis.

Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman

S. Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang tercemar.

Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk keusus halus

dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami

hipertropi ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi,

perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam selama kurang

lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri

perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan umum yang merosot karena

toksemia.Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritonium yang

mulai di epigastrium dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata.


Perforasi lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut.

Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di

perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena

rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas.

Kemudian menyebar keseluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal

perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia,

adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan peritonium berupa mengenceran zat

asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai

kemudian terjadi peritonitis bakteria.

Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks

oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan

neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa

mengalami bendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas

dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan

tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan oedem,

diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga oedem bertambah

kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti

dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan

akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun general.

Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul abdomen

dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang

berongga intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari

organ berongga tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon

yang berisi feses. Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling lambat.

Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya didaerah lambung maka akan terjadi
perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat

sedangkan bila bagian bawah seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala karena

mikroorganisme membutuhkan waktu untuk berkembang biak baru setelah 24 jam

timbul gejala akut abdomen karena perangsangan peritonium.


Tukak lambung
apendiksitis
Kerusakan mukosa
lambung

Pengeluaran histamin
Mikroorganisme Menghambat
(Ex: E. coli, Streptococcus aliran limfe
Pneumoniae, Peningkatan
Merangsang
Staphylococccus) produksi
pengeluaran
HCL pepsinogen Edema

Masuk melalui aliran darah Degradasi mukus


atau getah bening Membentuk
cairan berisi
Merusak mukosa
pus
lambung
Masuk ke rongga abdomen
(peritonium) Penghancuran Sekresi
kapiler dan vena mucus
kecil berlanjut Operasi yang
tidak steril
Kontaminasi bakteri Perdarahan

Perforasi Peradangan Pertumbuhan


meluas ke bakteri
peritonium
Invasi bakteri ke peritonium

Inflamasi pada peritonium

Inflamasi lapisan membrane serosa rongga abdomen

Pelepasan berbagai mediator kimiawi Keluarnya eksudat fibrinosa Perangsangan zat pirogen di
hipotalamus
Merangsang saraf perasa nyeri Abses
di cerebrum
Memicu pengeluaran
Membentuk perlekatan prostaglandin
Nyeri abdomen fibrinosa

Pergerakan Nyeri akut Menempel dengan permukaan Perubahan set point


abdomen tidak sekitar usus
maksimal
Suhu tubuh naik
Peningkatan HCL Penurunan aktifitas peristaltik
Pernafasan
Hipertermi
tidak teratur Atoni usus Dilatasi usus
Medula O
blongata
Obstruksi
Takipnea
usus Cairan, elektrolit hilang
Sistem limbik ke dlm lumen usus
Ketidakefektifan Penekanan
pola nafas anoreksia abdomen
Dehidrasi
Reaksi mual Gastrointestinal
muntah terganggu Hipovolemi

Defisit Nutrisi
f. Pemeriksaan penunjang

Laboratorium:

- Leuokosit: normal, lekositosis

- Liver function test, indikasi abses liver

- Amilase dan lipase untuk indikasi pankreatitis

- Kultur kuman

Radiologi:

- Fot polos abdomen (BOF): ground glass appearance

- BOF erect: air sicklelfree air di bawah diagfragma

- LLD (Left lateral decubitus): free air di atas hepar

- USG abdomen: abses liver, tubo ovarial abscess (TOA), appendicitis, USG

tidak bisa mendeteksi cairan kurang dari 100 ml.

g. Penatalaksanaan

Peritonitis adalah suatu kondisi yang mengancam jiwa, yang memerlukan pengobatan

medis sesegera mungkin. Prinsip utama terapi pada infeksi intra abdomen adalah:

1. mengkontrol sumber infeksi

2. mengeliminasi bakteri dan toksin

3. mempertahankan fungsi sistem organ

4. mengontrol proses inflamasi

Terapi terbagi menjadi:

- Terapi medis, termasuk di dalamnya antibiotik sistemik untuk mengontrol infeksi,

perawatan intensif mempertahankan hemodinamik tubuh misalnya pemberian

cairan intravena untuk mencegah dehidrasi, pengawasan nutrisi dan keadaan

metabolik, pengobatan terhadap komplikasi dari peritonitis (misalnya insufisiensi

respiratorik atau ginjal), serta terapi terhadap inflamasi yang terjadi.


- Intervensi non-operatif, termasuk di dalamnya drainase abses percutaneus dan

percutaneus and endoscopic stent placement.

- Terapi operatif, pembedahan sering diperlukan untuk mengatasi sumber infeksi,

misalnya apendisitis, ruptur organ intra-abomen

Bila semua langkah-langkah terapi di atas telah dilaksanakan, pemberian suplemen,

antara lain glutamine, arginine, asam lemak omega-3 dan omega-6, vitamin A, E dan

C, Zinc dapat digunakan sebagai tambahan untuk mempercepat proses penyembuhan.

TERAPI ANTIBIOTIK

Pada SBP (Spontaneus Bacterial Peritonitis), pemberian antibiotik terutama adalah

dengan Sefalosporin gen-3, kemudian diberikan antibiotik sesuai dengan hasil kultur.

Penggunaan aminolikosida sebaiknya dihindarkan terutama pada pasien dengan

gangguan ginjal kronik karena efeknya yang nefrotoksik. Lama pemberian terapi

biasanya 5-10 hari.

Pada peritonitis sekunder dan tersier, terapi antibiotik sistemik ada pada urutan

ke-dua. Untuk infeksi yang berkepanjangan, antibiotik sistemik tidak efektif lagi,

namun lebih berguna pada infeksi akut.

Pada infeksi inta-abdominal berat, pemberian imipenem, piperacilin/tazobactam

dan kombinasi metronidazol dengan aminoglikosida.

INTERVENSI NON-OPERATIF

Dapat dilakukan drainase percutaneus abses abdominal dan ekstraperitoneal.

Keefektifan teknik ini dapat menunda pembedahan sampai proses akut dan sepsis

telah teratasi, sehingga pembedahan dapat dilakukan secara elektif. Hal-hal yang

menjadi alasan ketidakberhasilan intervensi non-operatif ini antara lain fistula enteris,
keterlibatan pankreas, abses multipel. Terapi intervensi non-operatif ini umumnya

berhasil pada pasien dengan abses peritoneal yang disebabkan perforasi usus

(misalnya apendisitis, divertikulitis).

Teknik ini merupakan terapi tambahan. Bila suatu abses dapat di akses melalui

drainase percutaneus dan tidak ada gangguan patologis dari organ intraabdomen lain

yang memerlukan pembedahan, maka drainase perkutaneus ini dapat digunakan

dengan aman dan efektif sebagai terapi utama. Komplikasi yang dapat terjadi antara

lain perdarahan, luka dan erosi, fistula.

TERAPI OPERATIF

Cara ini adalah yang paling efektif. Pembedahan dilakukan dengan dua cara,

pertama, bedah terbuka, dan kedua, laparoskopi.

PROGNOSA

Tergantung dari umur penderita, penyebab, ketepatan dan keefektifan terapi.

Prognosa baik pada peritonitis lokal dan ringan. Prognosa buruk pada peritonitis

general.

h. Masalah keperawatan dan data pendukung

1. Pengkajian

- Keluhan utama: yang sering muncul adalah nyeri kesakitan di bagian perut sebelah

kanan dan menjalar ke pinggang

- Riwayat Penyakit Sekarang: Peritinotis dapat terjadi pada seseorang dengan

peradangan iskemia, peritoneal diawali terkontaminasi material, sindrom nefrotik,

gagal ginjal kronik, lupuseritematosus, dan sirosis hepatis dengan asites.


- Riwayat Penyakit Dahulu: Seseorang dengan peritonotis pernah ruptur saluran

cerna, komplikasi postoperasi, operasi yang tidak steril dan akibat pembedahan,

trauma padakecelakaan seperti ruptur limpa dan ruptur hati.

- Riwayat Penyakit Keluarga: Secara patologi peritonitis tidak diturunkan, namun

jika peritonitis ini disebabkan oleh bakterial primer, seperti: Tubercolosis. Maka

kemungkinan diturunkan ada.

2. Pemeriksaan Fisik

- Sistem pernafasan (B1) Pola nafas irregular (RR> 20x/menit), dispnea, retraksi

otot bantu pernafasan serta menggunakan otot bantu pernafasan

- Sistem kardiovaskuler (B2) Klien mengalami takikardi karena mediator inflamasi

danhipovelemia vaskular karena anoreksia dan vomit. Didapatkan

irama jantung irregular akibat pasien syok (neurogenik, hipovolemik atauseptik),

akral: dingin, basah, dan pucat.

- Sistem Persarafan (B3) Klien dengan peritonitis tidak mengalami gangguan pada

otak namun hanya mengalami penurunan kesadaran.

- Sistem Perkemihan (B4) Terjadi penurunan produksi urin.

- Sistem Pencernaan (B5) Klien akan mengalami anoreksia dan nausea. Vomit dapat

muncul akibat proses patologis organ visceral (seperti obstruksi) atau secara

sekunder akibat iritasi peritoneal. Selain itu terjadi distensi

abdomen, bising usus menurun, dan gerakan peristaltic usus turun (<12x/menit)

- Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6) Penderita peritonitis mengalami

letih, sulit berjalan, nyeri perut dengan aktivitas. Kemampuan pergerakan sendi

terbatas, kekuatan otot mengalami kelelahan dan turgor kulit menurun

akibat kekurangan volume cairan.
- Pengkajian Psikososial terdiri dari: Interaksi sosial menurun terkait dengan

keikutsertaan pada aktivitas sosial yang sering dilakukan.

- Personal Hygiene

Kelemahan selama aktivitas perawatan diri.


i. Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul

No Masalah Penyebab Gejala dan Tanda Contoh Diagnosa menurut


keperawatan SDKI
1 Nyeri akut - agen pencedera fisiologis (mis. Subyektif Nyeri Akut berdasarkan
Inflamasi, iskemia, neoplasma) - mengeluh nyeri dengan agen pencedera
- agen pencedera kimiawi (mis. fisologis dibuktikan dengan
Terbakar, bahan kimia iritan) Objektif mengeluh nyeri
- agen pencedera fisik (mis. - tampak meringis
Abses, amputasi, terbakar, - bersikap protektif
terpotong) - gelisah
- frekuensi nadi menigkat
- sulit tidur

2 Defisit nutrisi - ketidakmampuan menelan Subyektif Defisit Nutrisi berdasarkan


makanan - nafsu makan menurun dengan ketidakmampuan
- ketidakmampuan mencerna - cepat kenyang setelah makan mengabsorsi nutrient
makanan - kram/nyeri abdomen dibuktikan dengan BB
- ketidakmampuan mengabsorsi menurun minimal 10%
nutrient Objektif dibawah rentang ideal
- peningkatan kebutuhan - BB menurun minimal 10%
metabolisme dibawah rentang ideal
- faktor ekonomi (mis. Finansial - Otot pengunyah lemah
tidak mencukupi) - Otot menelan lemah
- faktor psikologis (mis. Stress,
keengganan untuk makan)

3 Hipovolemia - Kehilangan cairan aktif Obyektif Hipovolemia berdasarkan


- Kegagalan mekanisme regulasi - frekuensi nadi meningkat dengan Kegagalan
- Peningkatan permeabilitas kapiler - nadi teraba lemah mekanisme regulasi
- Kekurangan intake cairan - tekanan darah menurun dibuktikan dengan tekanan
- evaporasi - tekanan nadi menyempit darah menurun
- turgor kulit menurun
- membrane mukosa kering
- volume urin menurun
- hematokrit meningkat

4 Hipertermi - Dehidrasi Obyektif Hipertermi berdasarkan


- Terpapar lingkungan panas - Suhu tubuh diatas normal dehidrasi dibuktikan dengan
- Proses penyakit (mis. Infeksi, - Kulit merah suhu tubuh diatas normal
kanker) - Kejang
- Ketidaksesuaian pakaian dengan - Takikardi
suhu lingkungan - Takipnea
- Peningkatan laju metabolisme - Kulit terasa hangat
- Respon trauma
- Aktivitas berlebihan
- Penggunaan inkubator
5 Ketidakefektifan Fisiologis Subyektif Pola Nafas Tidak Efektif
pola nafas - Depresi pusat pernapasan - Dipsnea berhubunagn dengan
- Hambatan upaya napas (mis. Obyektif Hambatan upaya napas
Nyeri saat bernapas, kelemahan - penggunaan otot bantu pernapasan dibuktikan dengan
otot pernapasan) - fase ekspirasi memanjang penggunaan otot bantu
- Deformitas dinding dada - pola napas abnormal (mis. pernapasan
- Deformitas tulang dada Takipnea, bradipnea,
- Gangguan neuromuscular hiperventilasi, kussmaul, cheyne-
- Gangguan neurologis (mis. EEG stokes)
positif, cedera kepala, gangguan
kejang)
- Imaturitas neurologis
- Penurunan energy
- Obesitas
- Posisi tubuh yang menghambat
ekspansi paru
- Sindrom hipoventilasi
- Kerusakan intervasi diafragma
(kerusakan saraf C5 ke atas)
- Cedera pada medulla spinalis
- Efek agen farmakologis
- kecemasan

j. Intervensi Keperawatan dan Luaran yang mungkin muncul


No. SIKI SLKI
DDiagnosa
1 Manajeman Nyeri Setelah dilakukan tindakan keperawatan
Observasi: 3x24 jam diharapkan tingkat nyeri menurun,
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas frekuensi nadi membaik, pola nafas
nyeri membaik, keluhan nyeri menurun
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respons nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan meperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan terhadap nyeri
- Identeifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
- Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
- Fasilitas istirahat dan tidur
- Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Ajarkan teknik nonfarkalogis untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik

2 Manajeman Nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan


Observasi: 3x24 jam status nutrisi terpenuhi dengan
- Identifikasi status nutrisi kriteria porsi makanan yang dihabiskan
- Identifikasi alergi dan intoleransi makanan meningkat, BB meningkat, Frekuensi makan
- Identifikasi perlunya penggunaan selang NG meningkat, nafsu makan meningkat,
- Monitor asupan makanan perasaan cepat kenyang menurun
- Monitor berat badan
Terapeutik
- Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
- Sajikan makanan yang menarik dan suhu yang sesuai
- Hentikan pemberian makanan melalui selang NG jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan
Promosi Berat Badan
Observasi
- Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang
- Monitor adanya mual dan muntah
Terapeutik
- Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi pasien
- Berikan

3 Manajemen Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan keperawatan


Observasi 3x24 jam diharapkan status cairan membaik,
- periksa tanda dan gejala hypovolemia (mis. Frekuansi nadi, nadi teraba kekuatan nadi meningkat, turgor kulit
lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit meningkat, output urin meningkat, edema
menurun, membrane mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit perifer membaik.
meningkat, haus, leamh)
- monitor intake dan output cairan
Terapeutik
- hitung kebutuhan cairan
- berikan posisi modified Trendelenburg
- berikan asupan cairan oral
Edukasi
- anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
- anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian vcairan IV isotonis , hipotonis, koloid,
pemberian produk darah
4 Termoregulasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x8
Observasi jam diharapkan suhu tubuh tetap berada pada
- Identifikasi penyebab hipertermia (mis. Dehidrasi, terpapar lingkungan rentang normal dengan kriteria hasil
panas, penggunaan incubator) menggigil menurun, suhu tubuh membaik,
- Monitor suhu tubuh suhu kulit membaik
- Monitor kadar elektrolit
- Monitor haluan urin
- Monitor komplikasi akibat hipertermia
Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang dingin
- Longgarkan atau lepaskan pakaian
- Basahi dan kipasi permukaan tubuh
- Berikan cairan oral
- Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
- Berikan oksigen jik perlu
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
5 Pola Napas Setelah dilakukan tindakan keperawatan
Observasi 3x24 jam inspirasi dana tau ekspirasi yang
- Monitor pola napas, monitor saturasi oksigen tidak memberikan ventilasi adekuat
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas membaik. Dengan kriteria hasil dipsnea
- Monitor adanya sumbatan jalan napas menurun, penggunaanotot bantu napas
Terapeutik menurun, frekuensi napas membaik,
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien kedalaman napas menurun
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan, jika perlu
- Informasikan hasil pemantauan

Terapi Oksigen
Observasi
- Monitor kecepatan aliran oksigen
- Monitor posisi alat terapi oksigen
- Monitor tanda- tanda hipoventilasi
- Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen
Terapeutik
- Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trakea jika perlu
- Pertahankan kepatenan jalan napas
- Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
- Ajarkan keluarga cara menggunakan O2 di rumah
k. Daftar Pustaka

Hidayati, Afif Nurul. 2018. Gawat Darurat Medis dan Bedah. Surabaya: Airlangga

University Press

Mansjoer, Arif, DKK. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi dan

Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan

Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan

Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai