Disusun Oleh :
SRI KANTI
14.401.17.081
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Peritonitis merupakan peradangan yang terjadi pada peritoneum akibat dari infeksi
bakteri, cedera, inflamasi dan perforasi saluran cerna serta trauma pada rongga
abdomen (Mary DiGiulie, 2014, p. 324).
2. Etiologi
Menurut (Mary DiGiulie, 2014, p. 325) beberapa penyebab dari peritonitis adalah
sebagai berikut:
(1) Infeksi bakteri. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal,
appendicitis yang meradang dan perforasi, tukak peptic (lambung/duodenum).
(2) Secara langsung dari luar
a. Operasi yang tidak steril
b. Terkontaminasi talcum venetum,lycopodium, sulfonamide, terjadi peritonitis
yang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap
benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis
local.
c. Trauma pada kecelakaan seperti rupture limp, rupture hati
(3) Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang
saluran pernapasan bagian atas, otitismedia,mastoiditis, gromeluronefritis.
Penyebab utama adalah streptococcus atau pnemokokus
3. Manifestasi Klinis
Demam, takikardi, pembesaran abdomen, nyeri berulang di abdomen, kaku pada
abdomen, mual, muntah, hilang nafsu makan, suara usus berkurang, keluaran urine
berkurang, suhu dan nadi meningkat, hipotensi dapat terjadi(Mary DiGiulie, 2014, p.
325).
1
4. Klasifikasi
a. Peritonitis primer
Disebabkan oleh invasi hematogen dari organ peritoneal yang langsung dari rongga
peritoneum.
b. Peritonitis sekunder
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasu tractus gastrointestinal
atau tractus urinarius.
c. Peritonitis tersier
Peritonitis yang mendapat terapi tidak adekuat, superinfeksi kuman, dan akibat
tindakan operasi sebelumnya.
5. Patofisiologi
Peritonitis disebabkan karena bocornya isi organ abdomen ke dalam rongga
abdomen, biasanya akibat inflamasi, infeksi, iskemia, trauma atau perforasi tumor.
Bakteri yang paling sering menyebabkannya adalah spesies Escberichia coli dan
Klebstells, Proteus dan Pseudomonia. Penyebab lain yang lazim dijumpai adalah
apendisitis, perforasi ulkus, difertikulitis, dan perforasi usus. Peritonitis juga dapat
disebabkan oleh prosedur bedah abdomen. Sepsis adalah penyebab utama kematian
akibat peritonitis (syok, akibat sepsis atau hipovolemia). Obstruksi usus akibat adhesi
usus dapat terjadi. Reaksi awal peritoneum terhadap invasi bakteri adalah keluarnya
eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk diantara perlekatan
fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga
membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi
dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstruksi
usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membrane
mengalami kebocoran. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin,
dapat memulai rrespon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan
selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk
mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit dan ginjal, produk buangan
juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera
gagal begitu terjadi hipovolemia. Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk
2
dinding abdomen engalami odema. Odem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh
darah kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga
peritoneum dan lumen-lumen usus serta odem seluruh organ intra peritoneal dan
odem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia.
Hipovoleia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta
muntah. Terjebaknya cairan di cavum peritoneum termasuk dan lumen usus, lebih
lanjut meningkatkan tekanan intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh
menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi. Bila bahan yang menginfeksi
tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul
peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltic
berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan meregang.
Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung
usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan
mengakibatkan obstruksi usus (Mary DiGiulie, 2014)
3
Tukak Lambung
PERITONITIS
4
Menempel
Nyeri perut Nyeri akut dengan
permukaan
sekitar usus
Penurunan
peristaltik
Dilatasi usus
Dehidrasi
Hipovolemi
5
6. Komplikasi : Syok sepsis, Abses intraabdominal atau sepsis abdominal persisten,
adhesi
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes labolatorium
- GDA : alkalosis respiratori dan asidosis mungkin ada
- SDP meningkat kadang-kadang lebih besar dari 20.000 SDM mungkin
meningkat, menunjukkan hemokonsentrasi
- Hemoglobin dan hematocrit mungkin rendah bila terjadi kehilangan darah
b. Protein /albumin serum : mungkin menurun karena penumpukan cairan (di intra
abdomen)
c. Amilase serum : biasanya meningkat
d. Elektrolit serum : hypokalemia mungkin ada
e. X-ray
- Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral)
- Foto dada : dapat menyatakan peninggian diafragma
- Parasentesis : contoh cairan peritoneal dapat mengandung darah, pus/eksudat,
emilase, empedu dan kretinum
- CT abdomen dapat menunjukkan pembentukan abses
8. Penatalaksanaan Medis
a. Penggantian cairan, koloid, dan elektrolit adalah focus utama dari
penatalaksanaan medis. Beberapa liter larutan isotonic diberikan. Hipovolemia
terjadi karena sejumlah besar cairan dan elektrolit bergerak dari lumen usus
kedaam rongga peritoneal dan menurunkan cairan dalam ruang vaskuler.
b. Analgesic diberikan untuk mengatasi nyeri
c. Antiemik dapat diberikan untuk terapi untuk mual dan muntah
d. Intubasi usus dan pengisapan membantu dalam menghilangkan distensi abdomen
dan dalam meningkatkan fungsi usus. Cairan dalam rongga abdomen dapat
menyebabkan distress pernapasan.
e. Terapi oksigen dengan kanul nasal atau masker akan meningkatkan oksigenasi
secara adekuat, tetapi kadang-kadang intubasi jalan napas dan bantuan ventilasi
diperlukan.
6
f. Terapi antibiotic massif biasanya dimulai di awal pengobatan peritonitis.
g. Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki
penyebab. Tindakan pembedahan diarahkan pada eksisi (apendiks), reseksi dengan
atau tanpa anastomosis (usus),memperbaiki (perforasi), dan drainage (abses). Pada
sepsis yang luas, perlu diversi fekal.
7
b. tanda–tanda vital : mengalami perubahan sekunder dari nyeri dan gangguan
hemodinamik. Suhu badan meningkat ≥38.5ᵒC dan terjadi takikardia,
hipotensi, pasien tampak legarti serta syik hipovolemia
2. Body system
1. System pernapasan
Klien dengan peritonitis biasanya menampakkan gejala dispneu, nafas
dangkal dan cepat, Ronchi (-), wheezing (-), perkusi sonor, taktil fremitus
tidak ada gerakan tertinggal.
2. System kardiovaskuler
Biasanya menapampakkan adanya peningkatan nadi, penurunan tekanan
darah (pre syok).Perfusi dingin kering, suara jantung normal, S1/S2
tunggal, perkusi pekak pada lapang pandang paru kiri ICS 3-5, iktus kordis
ICS 4-5, balance cairan deficit.
3. System persyarafan
(1) Syaraf I ( Nervus Olfaktoris )
Biasanya pada klien peritonitis tidak ada gangguan pada fungsi
penciuman
(2) Syaraf II ( Nervus Optikus )
Biasanya pada klien peritonitis tidak ada gangguan pada fungsi
penglihatan
(3) syaraf III ( Nervus okulomotorius)
Biasanya pada klien peritonitis tidak ada gangguan pada syaraf
okulomotorius
(4) Syaraf IV (Nervus Troklearsi)
Tidak ada kelainan
(5) Syaraf V ( Nervus Trigeminus )
Tidak ada kelainan
(6) Syaraf VI (Nervus Abdusen)
Tidak ada kelainan
(7) Syaraf VII ( Nervus Vasial )
Tidak ada kelainan
8
(8) Syaraf VIII ( Nervus Auditorius )
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
(9) Syaraf IX (Nervus Glosofaringeus)
Tidak ada kelainan
(10) Syaraf X ( Nervus vagus )
Tidak ada kelainan
(11) Syaraf XI ( Nervus Asesorius )
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius
(12) Syaraf XII ( Nervus hipoglosus )
Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi serta indra
pengecapan normal (Andra Wijaya dkk, 2013, p. 41).
4. System perkemihan
Tidak ada kelainan Perkemihan pada pasien peritonitis
5. System pencernaan
Kaji adanya abdomen yang buncit, mengkilap, kemerahan sekitar
umbilicus serta edema yang biasanya terlihat di daerah punggung dan
genetalia.Bising usus melemah atau menghilang. Nyeri dan kekakuan pada
abdomen, anorexia, tidak bias BAB dan flatus, emesis fekal.Pada foto
polos abdomen didapatkan gambaran udara kabur dan tidak merata serta
penebalan dinding usus.
6. System integument
Pada system integument tidak ada gangguan yang spesifik yang menyertai
peritonitis, tetapi dapat terjadi hipertermi dan penurunan turgor.
7. System muskuloskletal
Pada system muskuloskletal tidak ada gangguan yang spesifik yang
menyertai. Kaji adanya penurunan ROM, kekuatan otot dan reflex.
8. System endokrin
Pada system endokrin tidak ada gangguan yang spesifik yang
menyertai.Kaji adanya pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar paratiroid.
9. System reproduksi
Pada pasien peritonitis tidak ada gangguan pada system reproduksi
9
10. System pengindraan
Tidak ditemukan adanya gangguan pendengaran, tidak ditemukan adanya
kelainan pada fungsi penciuman, dan terdapat gangguan pada system
pengecapan karena penurunan kemampuan mengunyah (Andra Wijaya dkk,
2013, p. 42).
11. System imun
Pada pasien peritonitis tidak terjadi penurunan imunitas karena infeksi
(Andra Wijaya dkk, 2013, p. 42).
2. Diagnosa Keperawatan
1) Hipovolemi (PPNI, 2016, p. 64).
Definisi : penurunan cairan intravascular, interstisial, dan atau intraseluler.
Penyebab: Kehilangan cairan aktif; Kegagalan mekanisme regulasi; Peningkatan
permeabilitas kapiler; Kekurangan intake cairan; Evaporasi
10
Penyebab: agen pencedera fisiologis ( mis, inflamasi, iskemia, neoplasma); agen
pencedera kimiawi (mis, terbakar, bahan kimi iritan); agen pencedera fisik (mis.
Amputasi, terbakar, terpotong, prosedur operasi, trauma)
11
4) Resiko Defisit Nutrisi (PPNI, 2016, p. 81)
Definisi: beresiko mengalami asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolism.
Penyebab: ketidakmampuan menelan makanan; ketidakmampuan mencerna
makanan; ketidakmampuan mengabsorbsi makanan; peningkatan kebutuhan
metabolism; faktor ekonomi; faktor psikologis.
Kondisi Klinis Terkait : infeksi
3. Intervensi Keperawatan
1. Hipovolemi (PPNI, 2018, p. 469).
Tindakan Edukasi
Observasi a. Anjurkan perbanyak asupan cairan
a. Periksa tanda dan gejala hipovolemia oral
(frekuensi nadi meningkat, nadi b. Anjurkan menghindari perubahan
teraba lemah, tekanan darah menurun, posisi mendadak
tekanan nadi menyempit, turgor kulit Kolaborasi
menurun, membrane mukosa kering, a. Kolaborasi pemberian cairan IV
volume urin meningkat, hematokrit isotonis (NaCl, RL)
meningkat, haus, lemah). b. Kolaborasi pemberian cairan IV
b. Monitor intake dan output cairan. hipotonis (glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
Terapeutik c. Kolaborasi pemberian cairan koloid
a. Hitung kebutuhan cairan d. Kolaborasi pemberian produk darah.
b. Berikan posisi modified
trendelenburg
c. Berikan asupan cairan oral
12
2. Nyeri akut (PPNI, 2018, p. 485).
13
komplikasi akibat oral
hipertermi
14
DAFTAR PUSTAKA
Andra Wijaya dkk. (2013). KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa Teori
dan Contoh ASKEP. Yogyakarta: Nuha Medika.
Muttaqin, Arif. (2012). Pengkajian Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinik. Jakarta: Salemba
Medika.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat .
15