Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

PERFORASI GASTER

Disusun Oleh:
FEBIA WIDIANTIKA PUTRI
0433131420119036

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) HORIZON KARAWANG
2022
A. KONSEP DASAR PERFORASI GASTER
a. Definisi Perforasi Gaster
Perforasi gaster adalah penyakit yang disebabkan oleh komplikasi serius dari
penyakit ulserasi peptic. Perforasi gastrointestinal merupakan suatu bentuk penetrasi
yang komplek dari lambung, usus halus, usus besar, akibat dari bocornya isi dari usus
ke dalam rongga perut. Perforasi dari usus mengakibatkan secara potensial untuk
terjadinya kontaminasi bakteri dalam rongga perut (keadaan ini dikenal dengan
istilah peritonitis). Perforasi lambung berkembang menjadi suatu peritonitis kimia
yang di sebabkan karna kebocoran asam lambung ke dalam rongga perut. Perforasi
dalam bentuk apapun yang mengenai saluran cerna merupakan suatu kasus
kegawatan bedah.
b. Etiologi
1. Perforasi non-trauma:
- Akibat faktor predisposisi : termasuk ulkus peptic
- Perforasi oleh malignasi intra abdomen atau limfoma
- Benda asing misalnya jarum pentul dapat menyebabkan perforasi esophagus,
gaster, atau usus dengan infeksi intra abdomen, peritonitis, dan sepsis
2. Perforasi trauma (tajam atau tumpul):
- Trauma iatrogenic setelah pemasangan pipa nasogastric saat endoskopi
- Luka penetrasi ke dada bagian bawah atau abdomen
- Trauma tumpul pada gaster
c. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala perforasi gaster adalah:
1. Nyeri hebat pada epigastrium
2. Hipertermi
3. Takikardi
4. Hipotensi
5. Tampak letargik
6. Distensi abdomen
7. Hematemesis
8. Feses mengandung darah/ melena

d. Komplikasi
1. Kegagalan luka operasi
Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total pada setiap lapisan luka
operasi) dapat terjadi segera atau lambat. Faktor-faktor berikut ini dihubungkan
dengan kegagalan luka operasi yaitu malnutrisi, sepsis, uremia, diabetes mellitus,
terapi kortikosteroid, obesitas, batuk yang berat, hematoma (dengan atau tanpa
infeksi), abses abdominal terlokalisasi, kegagalan multiorgan dan syok septik
2. Syok septik
Septikemia adalah proliferasi bakteri dalam darah yang menimbulkan manifestasi
sistemik, seperti kekakuan, demam, hipotermi (pada septikemia gram negatif
dengan endotoksemia), leukositosis atau leukopenia (pada septikemia berat),
takikardi, dan

e. Pathway

Stress Trauma
Obat obatan Bahan Kimia
pinFisik

Perfusi mukosa
lambung Penghancuran
terganggu sawar epitel

Kerusakkan mukosa barier

Pengeluaran histamin

Merangsang Peningkatan produksi


pengeluaran HCL pepsinogen

Peningkatan Hcl lambung Medula Oblongata

Degenerasi mukus System limbik

Nyeri Akut Iritasi mukosa lambung Reaksi Mual muntah

Penghancuran kapiler & vena Anoreksia


kecil
Intake makanan tidak
Hematemesis Perdarahan adequat

Anemis Perforasi
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
Perangsangan zat
Inflamasi peritonitis pirogen di hipotalamus
Perfusi jaringan
gastrointestinal Nyeri abdomen
tidak efektif Pelepaan berbagai mediator Memicu pengeluaran
kimiawi (histamine, bradikinin prostagladin
Pergerakan abdomen
Nyeri Akut
tidak maksimal Perubahan set point
Merangsang saraf perasa nyeri
di cerebrum Suhu tubuh meningkat
Pernapasan tidak
teratur
Hipertermi

Takipneu

Ketidakefektifan pola
nafas

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Radiologi

Radiologis memiliki peran nyata dalam menolong ahli bedah dalam memilih
prosedur diagnostik dan untuk memutuskan apakah pasien perlu dioperasi. Deteksi
pneumoperitoneum minimal pada pasien dengan nyeri akut abdomen karena
perforasi gaster adalah tugas diagnostik yang paling penting dalam status
kegawatdaruratan abdomen, dengan menggunakan teknik radiologi maka dapat
mendeteksi jumlah udara sebanyak 1 ml. dalam melakukannya, perlu teknik foto
abdomen klasik dalam posisi berdiri dan posisi lateral decubitus kiri.
2. Ultrasonografi
Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut abdomen.
Pemeriksaan ini khususnya berharga untuk mendeteksi cairan bebas di pelvik kecil
menggunakan teknik kandung kemih penuh. Kebanyakan, ultrasonografi tidak dapat
mendeteksi udara bebas.
3. CT Scan

CT scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk mendeteksi
udara setelah perforasi, bahkan jika udara tampak seperti gelembung dan saat pada
foto rontgen murni dinyatakan negatif. Oleh karena itu, CT scan sangat efisien untuk
deteksi dini perforasi gaster. Ketika melakukan pemeriksaan, kita perlu menyetel
jendelanya agar dapat membedakan antara lemak dengan udara, karena keduanya
tampak sebagai area hipodens dengan densitas negatif.

C. PENATALAKSANAAN

Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan


umumnya sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan pipa
nasogastrik, dan pemberian antibiotik mutlak diberikan. Jika gejala dan tanda-tanda
peritonitis umum tidak ada, kebijakan nonoperatif mungkin digunakan dengan terapi
antibiotik langsung terhadap bakteri gramnegatif dan anaerob. Tujuan dari terapi bedah
adalah:
1. Koreksi masalah anatomi yang mendasari

2. Koreksi penyebab peritonitis

3. Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapat menghambat


fungsi leukosit dan mendorong pertumbuhan bakteri (seperti darah, makanan, sekresi
lambung).

Penatalaksaan tergantung penyakit yang mendasarinya. Intervensi bedah hampir


selalu dibutuhkan dalam bentuk laparotomi explorasi dan penutupan perforasi dan
pencucian pada rongga peritoneum (evacuasimedis). Terapi konservatif di indikasikan
pada kasus pasien yang nontoxic dan secara klinis keadaan umumnya stabil dan biasanya
diberikan cairan intravena, antibiotik, aspirasi NGT, dan dipuasakan pasiennya.
Laparotomi dilakukan segera setelah upaya suportif dikerjakan. Jahitan saja
setelah eksisi tukak yang perforasi belum mengatasi penyakit primernya, tetapi tindakan
ini dianjurkan bila keadaan umum kurang baik, penderita usia lanjut, dan terdapat
peritonitis purulenta. Bila keadaan memungkinkan, tambahan tindakan vagotomi dan
antrektomi dianjurkan untuk mencegah kekambuhan.
Terapi utama perforasi gastrointestinal adalah tindakan bedah. Terapi gawat
darurat dalam kasus perforasi gastrointestinal adalah:
1. Pasang akses intravena (infuse). Berikan terapi cairan kristaloid pada pasien dengan
gejala klinis dehidrasi atau septikemia.

2. Jangan berikan apapun secara oral.

3. Berikan antibiotik secara intravena pada pasien dengan gejala septicemia. Berikan
antibiotik spectrum luas. Tujuan pemberian antibiotik adalah untuk eradikasi infeksi
dan mengurangkan komplikasi post operasi.

Pemberian antibiotik terbukti efektif dalam menurunkan kadar infeksi post


operasi dan dapat memperbaiki hasil akhir dari pasien dengan infeksi intra peritoneum
dan septikemia. Contoh antibiotik yang diberikan adalah seperti Metronidazol,
Gentamisin, dan Cefoprazone.

D. PENGKAJIAN PRIMARY SURVEY

Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan manajemen


segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari
Primary survey adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah yang
mengancam kehidupan. Prioritas yang dilakukan pada primary survey antara lain (Fulde,
2009) :
 Airway maintenance dengan cervical spine protection
 Breathing dan oxygenation
 Circulation dan kontrol perdarahan eksternal
 Disability-pemeriksaan neurologis singkat
 Exposure dengan kontrol lingkungan
Sangat penting untuk ditekankan pada waktu melakukan primary survey bahwa setiap
langkah harus dilakukan dalam urutan yang benar dan langkah berikutnya hanya dilakukan
jika langkah sebelumnya telah sepenuhnya dinilai dan berhasil. Setiap anggota tim dapat
melaksanakan tugas sesuai urutan sebagai sebuah tim dan anggota yang telah dialokasikan
peran tertentu seperti airway, circulation, dll, sehingga akan sepenuhnya menyadari
mengenai pembagian waktu dalam keterlibatan mereka (American College of Surgeons,
1997). Primary survey perlu terus dilakukan berulang-ulang pada seluruh tahapan awal
manajemen. Kunci untuk perawatan trauma yang baik adalah penilaian yang terarah,
kemudian diikuti oleh pemberian intervensi yang tepat dan sesuai serta pengkajian ulang
melalui pendekatan AIR (assessment, intervention, reassessment).
Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain (Gilbert., D’Souza.,
& Pletz, 2009) :
a) General Impressions
 Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum.
 Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera
 Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat, orang)

b) Pengkajian Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa responsivitas pasien
dengan mengajak pasien berbicara untuk memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan
nafas. Seorang pasien yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka
(Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan bantuan airway dan
ventilasi. Tulang belakang leher harus dilindungi selama intubasi endotrakeal jika
dicurigai terjadi cedera pada kepala, leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering
disebabkan oleh obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner,
2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
 Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau bernafas
dengan bebas?
 Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
 Adanya snoring atau gurgling
 Stridor atau suara napas tidak normal
 Agitasi (hipoksia)
 Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
 Sianosis
 Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan potensial
penyebab obstruksi :
 Muntahan
 Perdarahan
 Gigi lepas atau hilang
 Gigi palsu
 Trauma wajah
 Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien terbuka.
 Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang berisiko
untuk mengalami cedera tulang belakang.
 Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien sesuai indikasi:
 Chin lift/jaw thrust
 Lakukan suction (jika tersedia)
 Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask Airway
 Lakukan intubasi

c) Pengkajian Breathing (Pernafasan)


Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan nafas dan
keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada pasien tidak memadai, maka
langkah-langkah yang harus dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase tension
pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi buatan (Wilkinson
& Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara lain :
 Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan oksigenasi pasien.
 Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-tanda
sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail chest, sucking chest
wounds, dan penggunaan otot bantu pernafasan.
 Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga, subcutaneous
emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis haemothorax dan pneumotoraks.
 Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
 Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika perlu.
 Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut mengenai karakter
dan kualitas pernafasan pasien.
 Penilaian kembali status mental pasien.
 Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
 Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau oksigenasi:
 Pemberian terapi oksigen
 Bag-Valve Masker
 Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan yang benar),
jika diindikasikan
 Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway procedures
 Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan berikan terapi
sesuai kebutuhan.

d) Pengkajian Circulation
Shock didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan.
Hipovolemia adalah penyebab syok paling umum pada trauma. Diagnosis shock
didasarkan pada temuan klinis: hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, pucat,
ekstremitas dingin, penurunan capillary refill, dan penurunan produksi urin. Oleh karena
itu, dengan adanya tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan yang cukup aman
untuk mengasumsikan telah terjadi perdarahan dan langsung mengarahkan tim untuk
melakukan upaya menghentikan pendarahan. Penyebab lain yang mungkin membutuhkan
perhatian segera adalah: tension pneumothorax, cardiac tamponade, cardiac, spinal
shock dan anaphylaxis. Semua perdarahan eksternal yang nyata harus diidentifikasi
melalui paparan pada pasien secara memadai dan dikelola dengan baik (Wilkinson &
Skinner, 2000)..
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien, antara lain :
 Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
 CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
 Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan pemberian penekanan
secara langsung.
 Palpasi nadi radial jika diperlukan:
 Menentukan ada atau tidaknya
 Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
 Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
 Regularity
 Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau hipoksia (capillary
refill).
 Lakukan treatment terhadap hipoperfusi

e) Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities


Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala AVPU :
 A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi perintah yang
diberikan
 V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang tidak bisa
dimengerti
 P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika ekstremitas
awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk merespon)
 U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus nyeri
maupun stimulus verbal.

f) Expose, Examine dan Evaluate


Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika pasien diduga
memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi in-line penting untuk dilakukan.
Lakukan log roll ketika melakukan pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu
diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos pasien hanya
selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup
pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan
ulang (Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang mengancam jiwa,
maka Rapid Trauma Assessment harus segera dilakukan:
 Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien
 Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa pasien luka
dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang berpotensi tidak stabil atau
kritis. (Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009

E. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Identitas Pasien dan Wali

2. Riwayat kesehatan

a. Keluhan Utama

Keluhan utama pada pasien gangguan sistem pencernaan secara umum antara
lain:
1) Nyeri

Keluhan nyeri dari pasien sering menjadi keluhan utama dari pasien untuk
meminta pertolongan kesehatan yang bersumber dari masalah saluran
gastrointestinal dan organ aksesori. Dalam mengkaji nyeri, perawat dapat
melakukan pendekatan PQRST
2) Mual muntah

Keluhan mual muntah merupakan kondisi yang sering dikeluhkan dan


biasanya selalu berhubungan dengan kerja involunter dari gastrointestinal.
3) Kembung dan Sendawa (Flatulens).

Akumulasi gas di dalam saluran gastrointestinal dapat mengakibatkan


sendawa yaitu pengeluaran gas dari lambung melalui mulut (flatulens) yaitu
pengeluaran gas dari rektum.
4) Ketidaknyamanan Abdomen

Ketidaknyamanan atau distress abdomen bagian atas yang berhubungan


dengan makanan yang merupakan keluhan utama dari pasien dengan
disfungsi gastrointestinal. Dasar distress gerakan abdomen ini merupakan
gerakan peristaltic lambung pasien sendiri.
5) Diare

Diare adalah peningkatan keenceran dan frekuensi feses. Diare dapat terjadi
akibat adanya zat terlarut yang tidak dapat diserap di dalam feses, yang
disebut diare osmotic, atau karena iritasi saluran cerna. Peningkatan motilitas
menyebabkan banyak air dan elektrolit terbuang karena waktu yang tersedia
untuk penyerapan zat-zat tersebut di kolon berkuran.

6) Konstipasi

Konstipasi didefinisikan sebagai defekasi yang sulit atau jarang. Hal ini
terjadi apabila individu mengalami dehidrasi atau apabila tindakan BAB
ditunda sehingga memungkinkan lebih banyak air yang terserap keluar
sewaktu feses berada di usus besar. Orang yang sehari-harinya jarang
bergerak berisiko tinggi mengalami konstipasi.
b. Riwayat kesehatan sekarang

Tanyakan apakah pada setiap keluhan yang terjadi bemberikan dampak terhadap
intaik nutrisi, berapa lama dan apakah terdapat perubahan berat badan. Tanyakan
pada pasien apakah baru-baru ini mendapat tablet atau obat-obatan yang sering
kali dijelaskan warna atau ukurannya dari pada nama dan dosisnya.
c. Riwayat kesehatan dahulu

Perawat mengkaji riwayat MRS (masuk rumah sakit) dan penyakit berat yang
pernah diderita, penggunaan obat2 dan adanya alergi.
d. Riwayat penyakit dan riwayat MRS

Perawat menanyakan pernahkah MRS sebelumnya? Apabila ada, maka perlu


ditanyakan rumah sakit mana saat mendapatkan perawatan, berapa lama dirawat
dan apakah berhubungan dengan penyakit pada saluran gastrointestinal.
e. Riwayat penggunaan obat-obatan

Anamnesis tentang penggunaan obat atau zat yang baru baik dari segi kuantitas
maupun kualitas akan memberi dampak yang merugikan
f. Riwayat alergi

3. Pemerikasaan fisik

a. Pemeriksaan fisik keperawatan pada sistem GI dimulai dari survei umum


terhadap setiap kelainan yang terlihat atau mengklarifikasi dari hasil pengkajian
anamnesis.

b. Ikterus: konsentrasi bilirubin dalam darah mengalami peningkatan abnormal


sehingga semua jaringan tubuh yang mencakup sklera dan kulit akan berubah
warna menjadi kuning atau kuning kehijauan.
c. Kaheksia dan atrofi: kegagalan saluran GI untuk menyerap makanan secara
fisiologis dapat menyebabkan kehilangan berat badan dan kaheksia (kondisi
tubuh terlihat kurus dan lemah).

d. Pigmentasi kulit: pigmen kulit secara umum dapat disebabkan oleh gangguan
fumgsi hati, hemokromatosis (akiabat stimulus hemosiderin pada melanosit
sehingga memproduksi melamin), dan sirosis primer. Malabsorpsi dapat
manimbulkan pigmentasi tipe Addison (pigmentasi solaris)pada puting susu,
lipatan palmaris, daerah-daerah yang tertekan, dan mulu

e. Status mental dan tingkat kesadaran

f. Bibir: bibir dikajia terhadap kondisi warna, tekstur, hidrasi, kontur, serta adanya
lesi.

g. Rongga mulut: pemeriksaan fisik rongga mulut dilakukan untuk menilai kelainan
atau lesi yang mempengaruhi pada fungsi ingesti dan digesti.

h. Abdomen: urutan teknik pemeriksaan pada abdomen ialah inspeksi, auskultasi,


palpasi, dan perkusi.

4. Masalah Keperawatan

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan


kerusakan jaringan sekunder iritasi mukosa lambung
2) Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan karena
faktor biologis, mual muntah
3) Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
4) Disfungsi motilitas gastrointensial berhubungan dengan asupan enteral ditandai
dengan rasa mual
5) Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolism adanya infeksi

5. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Intervensi Keperawatan


Dx Keperawatan
1 MANAJEMEN NYERI (I. 08238)
Nyeri Akut
Observasi
- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
- Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
- Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri

Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2 MANAJEMEN NUTRISI (I. 03119)
Defisit Nutrisi Observasi
- Identifikasi status nutrisi
- Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
- Identifikasi makanan yang disukai
- Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
- Identifikasi perlunya penggunaan selang
nasogastrik
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
- Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
- Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida
makanan)
- Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
sesuai
- Berikan makan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan, jika perlu
- Hentikan pemberian makan melalui selang
nasigastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis.
Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
3 Hipovolemia MANAJEMEN HIPOVOLEMIA (I.03116)

Observasi
- Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. frekuensi
nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah
menurun, tekanan nadi menyempit,turgor kulit
menurun, membrane mukosa kering, volume urine
menurun, hematokrit meningkat, haus dan lemah)
- Monitor intake dan output cairan
Terapeutik
- Hitung kebutuhan cairan
- Berikan posisi modified trendelenburg
- Berikan asupan cairan oral
Edukasi
- Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
- Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan IV issotonis (mis.
cairan NaCl, RL)
- Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis.
glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
- Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. albumin,
plasmanate)
- Kolaborasi pemberian produk darah
4 MANAJEMEN NUTRISI (I. 03119)
Disfungsi Motilitas Observasi
- Identifikasi status nutrisi
Gastrointensial
- Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
- Identifikasi makanan yang disukai
- Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
- Identifikasi perlunya penggunaan selang
nasogastrik
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
- Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
- Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida
makanan)
- Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
sesuai
- Berikan makan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan, jika perlu
- Hentikan pemberian makan melalui selang
nasigastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis.
Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu
5 Hipertemia MANAJEMEN HIPERTERMIA (I.15506)

Observasi
- Identifkasi penyebab hipertermi (mis. dehidrasi
terpapar lingkungan panas penggunaan incubator)
- Monitor suhu tubuh
- Monitor kadar elektrolit
- Monitor haluaran urine
Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang dingin
- Longgarkan atau lepaskan pakaian
- Basahi dan kipasi permukaan tubuh
- Berikan cairan oral
- Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika
mengalami hiperhidrosis (keringat berlebih)
- Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut
hipotermia atau kompres dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen,aksila)
- Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
- Batasi oksigen, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
- Kolaborasi cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

- Carpenito, L. J. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa


Keperawatan dan Masalah Keperawatan. Jakarta: EGC. 2001.
- Marrelli. Buku Saku Dokumentasi Keperawatan. Ed 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2008.
- M. Fikri Rusnianto. (online). Laporan pendahuluan dengan kasus perforasi gaster
di Ruang HCU RSD dr. Soebandi, available from:
http://documents.tips/documents/275321414-lp-perforasi-gaster-repaireddoc.html.
Di Akses pada 29 januari 2017.
- Priyanyo, Agus dan Sri Lestari. Endoskopi gastrointestinal. Jakarta: penerbit
Salemba Medika. 2009.
- Sholikhah, Winda Ayu. WOC Peritonitis PDF. (Online).
https://www.scribd.com/doc/259932523/Woc-Peritonitis-PDF. Diakses pada 29
Januari 2017

Anda mungkin juga menyukai