Anda di halaman 1dari 20

Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada

Pasien dengan Peritonitis Generalisata

Di Ruang ICU RSD dr. Soebandi Jember

Disusun Oleh :

Siti Soleha

(14.401.16.080)

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

KRIKILAN GLENMORE BANYUWANGI

TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Peritoneum adalah membrane serosa rangkap yang terbesar di dalam
tubuh. Peritoneum terdiri atas dua bagian utama, yaitu peritoneum parietal yang
melapisi dinding rongga abdominal, dan peritoneum visceral yang menyelaputi
semua organ yang berada di dalan rongga itu, yang bisa terdapat di antara dua
lapis ini disebut ruang peritoneal atau kantong peritoneum. (Andriayani, 2015)
Peritonitis adalah suatu bentuk penyakit akut, dan merupakan kasus bedah
darurat, dapat terjadi secara local maupun umum, melalui proses infeksi akibat
perforasi usus, misalnya pada rupture appendiks atau diverticulum kolon, maupun
non infeksi, misalnya akibat keluarnya asam lambung pada perforasi gaster,
keluarnya asam empedu pada pperforasi kandung empedu, pada wanita peritoritis
sering disebabkan oleh infeksi tuba falopi atau rupture ovarium. (Warsinggih,
2016)
2. Etiologi
Penyebab terjadinya peritonitis adalah bakteri, bakteri ini masuk ke
rongga peritoneum dan terjadi peradangan. (Triyadi, 2014)
Bakteri yang sering menyebabkan peritonitis yaitu Escheria coli (40%), klebsiella
pneumonia (7%). Streptococcus pneumonia (15%), pseudomonas species, proteu
species, dan gram negative lainnya (20%), streptococcus lainnya (15%),
staphylococcus (3%).
Peritonitis juga bisa disebabkan secara langsung dari luar seperti operasi
yang tidak steril, terkontaminasi talcum veltum, lypodium, dan sulfonamide, serta
trauma pada kecelakaan seperti rupture limpa, dan rupture hati. (Triyadi, 2014)
3. Manifestasi Klinis
Gejala klinis peritonitis yang terutama adalah nyeri abdomen, nyeri dapat
dirasakan terus-menerus selama beberapa jam, dapat hanya di satu tempat ataupun
tersebar di seluruh abdomen. Dan makin hebat nyerinya dirasakan saat penderita
bergerak. Gejala lainnya Meliputi:
a. Demam
Temperature lebih dari 38C, pada kondisi sepsis berat dapat hipotermia
b. Mual dan muntah
Timbul akibat adanya kelainan patologis organ visera atau akibat iritasi
peritoneum.
c. Adanya cairan dalam abdomen, yang dapat mendorong diafragma
mengakibatkan kesulitan bernafas.

Dehidrasi dapat terjadi akibat ketiga hal diatas, yang didahului dengan
hipovolemik intravascular, dalam keadaan lanjut dapat terjadi hipotensi,
penurunan output urin dan syok. (Triyadi, 2014)

a. Distensi abdomen dengan penurunan bising usus sampau tidak terdengar


bising usus.
b. Regiditats abdomen atau sering disebut perut papan, terjadi akibat
kontraksi otot dinding abdomen secara volunteer sebagai
respon/antisipasi terhadap penekanan pada dinding abdomen ataupun
involunter sebagai respon terhadap iritasi peritoneum.
c. Nyeri tekan dan nyeri lepas (+)
d. Takikardi, akibat pelepasan mediator inflamasi
e. Tidak dapat BAB/bung angina. (Warsinggih, 2016)

4. Klasifikasi
Peritonitis diklasifikasikan menjadi:
a. Menurut Agens
1. Peritonitis kimia
Misalnya peritonitis yang disebabkan karena asam lambung, cairan
empedu, cairan pancreas yang masuk ke rongga abdomen akibat
perforasi.
2. Peritonitis septik
Merupakan peritonitis yang disebabkan kuman. Misalnya karena
ada perforasi usus, sehingga kuman-kuman usus dapat sampai ke
peritoneum dan menimbulkan peradangan.
b. Menurut Sumber Kuman
1. Peritonitis primer
Merupakan peritonitis yang infeksi kumannya berasal dari
penyebaran secara hematogen. Sering juga disebut sebagai
Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP). Peritonitis ini bentuk
yang paling sering ditemukan dan disebabkan oleh perforasi atau
nekrosa (infeksi transmueal) dari kelainan organ visera dengan
inokulasi bacterial pada rongga peritoneum.
Peritonitis primer dibedakan menjadi:
a) Spesifik
Peritonitis yang disebabkan infeksi kuman yang spesifik,
misalnya kuman tuberkulosa.
b) Non-Spesifik
Peritonitis yang disebabkan infeksi kuman yang non
spesifik, misalnya kuman penyebab pneumonia yang tidak
spesifik.
2. Peritonitis Sekunder
Peritonitis ini bisa disebabkan oleh beberapa penyebab uttama,
diantaranya adalah:
a) Invasi bakteri oleh adanya kebocoran traktus
gastrointestinal atau traktus genitourinarius ke dalam
rongga abdomen, misalnya: pada perforasi appendiks,
perforasi gaster, perforasi kolon oleh diverticulitis,
volvulus, kanker, strangulasi usus, dan luka tusuk.
b) Iritasi peritoneum akibat bocornya enzim pancreas ke
peritoneum saat terjadi pankreatitis, atau keluarnya asam
akibat trauma pada traktus biliaris.
c) Benda asing asing, misalnya peritoneal dialysis catheters.
3. Peritonitis Tersier
Biasanya terjadi pada pasien dengan Continous Ambulatory
Peritoneal Dialysis (CAPD), dan pada pasien imunokompromise.
Organisme penyebab biasanya organisme yang hidup dikulit, yaitu
coagulase negative Staphylococcus, S.Aureus, gram negative
bacilli, dan candida, mycobacteri dan fungus. (Warsinggih, 2016)

5. Patofisiologi
Peritonitis merupakan komplikasi akibat penyebaran infeksi dari organ-
organ abdomen, rupture saluran cerna, atau luka tembus abdomen. Reaksi awal
peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrosa,
kantong-kantong nanah (abses) terbentuk diantara perlekatan fibrinosa yang
membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang,
tetapi dapat menetap sehingga menimbulkan obstruksi usus.
Dapat terjadi secara terlokalisasi, difus, atau generalisata. Pada peritonitis
local dapat terjadi karena adanya daya tahan tubuh yang kuat serta mekanisme
pertahanan tubuh dengan melokalisisr sumber peritonitis dengan omentum dan
usus. Pada peritonitis yang tidak terlokalisisr dapat terjadi peritonitis difus,
kemudian menjadi peritonitis generalisata dan terjadi perlengketan organ-organ
intra abdominal dan lapisan peritoneum visceral visceral dan parietal. Parietal ini
menyebabkan aktivitas peristaltic berkurang sampai timbul ileus paralitik. Cairan
dan elektrolit hilang ke dalam usus mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan
sirkulasi dan oliguria. Pada keadaan lanjut dapat terjadi sepsis, akibat bakteri
masuk ke dalam pembuluh darah. (Warsinggih, 2016)
invasi kuman ke lapisan peritoneum oleh berbagai kelainan oleh sistem gastrointestinal dan penyebaran
infeksi dari organ abdomen atau perforasi organ
Pasca trauma abdomen

Respon peradangan pada peritoneum dan organ didalamnya


Peritonitis Respon Sistemik

Penurunan aktivitas fibrinolitik intra abdomen hipertermia


Pembentukan eksudat fibrinosa atau abses pada peritoneum

Laparotomi Respon local saraf syok sepsis gangguan


Terhadap inflamasi GEA

Pre Operasi post Operasi Distensi Abdomen Respon Kardiovaskular Mual,muntah,


Kembung,
Anoreksia
Respon Resiko Infeksi
Resiko Infeksi Nyeri Curah Jantung Menurun
Psikologis

Kerusakan Suplai darah ke otak Intake nutrisi


Integritas kulit Menurun tidak adekuat

Penurunan perfusi Ketidak


Ketidak mampuan serebral seimbangan nutrisi
kurang dari
batuk efektif
Gangguan syaraf kebutuhan tubuh
oblongata
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas
Pola nafas cepat Pola nafas tidak
efektif
6. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bacterial akut sekunder, dimana
komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut:
a. Komplikasi dini
1) Septicemia dan syok septik
2) Syok hipovolemik
3) Sepsis intra abdomen rekuren yang tidak dapat dikontrol dengan
kegagalan multinsystem
4) Abses residual intraperitonel
5) Portal pyemia (misal abses hepar)
b. Koplikasi lanjut
1) Adhesi
2) Obstruksi intestinal rekuren (Warsinggih, 2016)
7. Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan:
a. Lekositosis ( lebih dari 11.000 sel) dengan pergeseran ke kiri pada hitung
jenis. Pada pasien dengan sepsis berat, pasien imonokompromaisdapat
terjadi lekopeenia.
b. Asidosis metabolic dengan alkalosis respiratorik.

Pada foto polos abdomen didapatkan:

a. Bayangan peritoneal fat kabur karena infiltrasi sel radang.


b. Pada pemeriksaan rontgen tampak udara usus merata, berbeda dengan
gambaran ileus obstruksi.
c. Penebalan dinding usus akibat edema.
d. Tampak gambaran udara bebas.
e. Adanya eksudasi cairan ke rongga peritoneum, sehingga pasien perlu
dikoreksi cairan, elektrolit, dan asam basanya agar tidak terjadi syok
hipovolemik. (Warsinggih, 2016)
8. Penatalaksaan Medis
a. Terapi Medis
Termasuk didalamnya antibiotic sistemik untuk mengontrol infeksi,
perawtan intensif mempertahankan hemodinamik tubuh misalnya
pemberian cairan intravena untuk mencegah dehidrasi, pengawasan nutrisi
dan keadaan metabolic, pengobatan terhadap komplikasi dari peritonitis
(misalnya insufisiensi respirattorik atau ginjal), serta terapi terhadap
inflamasi yang terjadi.
b. Intervensi non-operatif
Termasuk di dalamnya drainase abses percutaneous dan percutaneous and
endoscopic stent placement.
c. Terapi Operatif
Pembedahan sering diperlukan untuk mengatasi sumber infeksi, misalnya
apendisitis, rupture organ intra-abdomen. (Warsinggih, 2016)

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Identitas
Peritonitis generalisata dapat terjadi pada semua usia, baik laki-laki
maupun perempuan, yang disebakan oleh peradangan pada peritoneum.
b. Status Kesehatan Saat Ini
1) Keluhan Utama
Klien dengan peritonitis biasanya mengeluhkan perut kembung,
disertai mual dan muntah serta demam.
2) Riwayat penyakit sekarang
Sebagian besar atau penyebab terbanyak peritonitis adalah infeksi
sekunder dari apendisitis perforasi, perforasi ulkus peptikium,
typhus abdominalis, klien biasanya Nampak lemah dengan disertai
demam dan mual, muntah.
3) Riwayat penyakit dahulu
Klien dengan peritonitis sering terdapat riwayat penyakit saluran
cerna atau organ dalam pencernaan.
4) Riwayat penyakit keluarga
Tidak terdapat korelasi kasus pada anggota keluarga terhadap
kejaddian peritonitis.
c. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breath)
Klien dengan peritonitis biasanya menampakkan gejala dispneu,
nafas dangkal dan cepat, Ronchi (-), Whezing (-), Perkusi sonor,
taktil fremitus tidak ada gerakan tertinggal.
2) B2 (Blood)
Biasanya menampakkan adanya peningkatan nadi, penurunan
tekanan darah ( pre syok), perfusi dingin, kering, suara jantung
normal, S1/S2 tunggal, perkusi pekak pada lapang paru kiri ICS 3-
5, balance cairan defisit.
3) B3 (Brain)
Klien Nampak lemah, biasanya mengalami penurunan kesadaran,
convulsion (-), pupil isokor, lateralisasi (-).
4) B4 (Bladder)
Klien Nampak mengalami penurunan nafsu makan dan minum,
oliguria, distensi/reten si (-).
5) B5 (Bowel)
Klien Nampak mengalami penurunan nafsu makan, abdomen
Nampak distended, bising usus menurun, perubahan pola BAB,
klien Nampak mual dan muntah.
6) B6 (Bone)
Klien dengan peritonitis biasanya namoak letih dan lesu, klien
Nampak bedrest, mengalami penurunan masa dan kekuatan otot.
(Triyadi, 2014)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif (PPNI, 2016, hal. 26)
Definisi : inspirasi dan/ ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat
1) Penyebab
a) Depresi pusat pernapasan
b) Hambatan upaya napas (mis, nyeri saat bernapas,
kelemahan otot pernapasan)
c) Diformitas dinding dada
d) Deformitas tulag dada
e) Gangguan neuromuscular
f) Gangguan neurologis (mis. elektroensefalogram [EEG]
positif, cedera kepala, gangguan kejang)
g) Imaturitas neurologis
h) Penurunan energy
i) Obesitas
j) Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
k) Sindrom hipoventilasi
l) Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 keatas)
m) Cedera pada medula spinalis
n) Efek agen farmakologis
o) Kecemasan
2) Gejala dan tanda mayor
a) Subjektif
1. Dispnea
b) Objektif
1. Penggunaan otot bantu pernapasan
2. Fase ekspirasi memanjang
3. Pola napas abnormal (mis. takipnea, bradipnea,
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes)
3) Gejala dan tanda minor
a) Subjektif
1. Ortopnea
b) Objektif
1. Pernapasan pursed-lip
2. Pernapasan cuping hidung
3. Diameter toraks arterior-posterior meningkat
4. Ventilasi semenit menurun
5. Kapasitas vital menurun
6. Tekanan ekspirasi menurun
7. Tekanan inspirasi menurun
8. Ekskursi dada berubah
4) Kondisi klinis terkait
a) Depresi sistem saraf pusat
b) Cedera kepala
c) Trauma toraks
d) Gullian barre syndrome
e) Mutiple sclerosis
f) Myasthenia gravis
g) Stroke
h) Kuadriplegia
i) Intoksikasi alkohol.
b. Nyeri
1) Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
bertanggungjawab dari 3 bulan.
2) Penyebab
a) Agen pencedera ffisiologis (mis. Inflamasi, iskemia,
neoplasma)
b) Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia
iritan)
c) Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar,
terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma,
latihan fisik berlebihan).
3) Gejala tanda mayor
a) Subjektif
1. Mengeluh nyeri
b) Objektif
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi
menghindar nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
4) Gejala tanda minor
a) Subjektif
(Tidak tersedia)
b) Objektif
1. Tekanan darah meningkat
2. Pola napas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berpikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaphoresis
5) Kondisi klinis terkait
a) Kondisi pembedahan
b) Cedera traumatis
c) Infeksi
d) Sindrom koroner akut
e) Glaucoma. (PPNI, 2016)
c. Ansietas
1) Definisi
Kondisi emosi dan pengalaman subjektif individu terhadap objek
yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang
memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi
ancaman.
2) Penyebab
a) Krisi situasional
b) Kebutuhan tidak terpenuhi
c) Krisis maturasioanal
d) Ancaman terhadap konsep diri
e) Kekhawatiran mengalami kegagalan
f) Disfungsi sistem keluarga
g) Hubungan orang tua anak tidak memuaskan
h) Faktor keturunan (temperamen mudah teragitasi sejak lahir)
i) Penyalahgunaan zat
j) Terpapar bahaya lingkungan (mis. Toksin, polutan, dan
lain-lain)
k) Kurang terpapar informasi.
3) Gejala dan Tanda Mayor
a) Subjektif
1. Merasa bingung
2. Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang
dihadapi
3. Sulit berkonsentrasi
b) Objektif
1. Tampak gelisa
2. Tampak tegang
3. Sulit tidur
4) Gejala dan Tanda Minor
a) Subjektif
1. Mengeluh pusing
2. Anoreksia
3. Palpitasi
4. Merasa tidak berdaya
b) Objektif
1. Frekuensi napas meningkat
2. Frekuensi nadi meningkat
3. Diaphoresis
4. Tremor
5. Muka tampa pucat
6. Suara bergetar
7. Kontak mata buuruk
8. Sering berkemih
9. Berorientasi pada masa lalu
5) Kondisi Klinis terkait
a) Penyakit kronis progresif (mis. Kanker, penyakit autoimun)
b) Penyakit akut
c) Hospitalisasi
d) Renca operasi
e) Kondisi diagnosis penyakit belum jelas
f) Penyakit neurologis
g) Tahap tumbuh kembang

3. Nursing Care plan


a. Pola Napas, Ketidakefektifan
1) Tujuan / Kriteria Evaluasi
a) Menunjukkan pola penapasan efektif, yang dibuktikan oleh
status pernapasan yang tidak terganggu: ventilasi dan status
pernapasan: kapatenan jalan napas; dan tidak ada
penyimpangan tanda-tanda vital dari rentang normal
b) Menunjukakan status pernapasan: ventilasi tidak terganggu,
yang dibuktikan oleh Kedalaman inspirasi dan kemudahan
bernapas ekspansi dada simetrisMenunjukkan tidak adanya
gangguan sistem pernapasan:ventilasi, yang dibuktikan
oleh indikator Penggunaan otot aksesoris,Suara napas
tambahan, Ortopnea.
c) Menunjukkan pernapasan optimal pada saat terpasang
ventilator mekanis
d) Mempunyai kecepatan dan irama pernapasan dalam batas
normal
2) Aktivitas keperawatan
Observasi
1. Memantau adanya pucat dan sianosis
2. Memantau efek obat pada status pernafasan
3. Menentukan lokasi dan luasnya krepitasi di sangkar iga
4. Mengkaji kebutuhan insersi jalan nafas
5. Mengobservasi dan mendokumentasikan ekspansi dada bila
teral pada pasien yang terpasang ventilator.
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1. Informasikan pada pasien dan keluarga tentang teknik
relaksasi untuk memperbaiki pola pernapasan uraian teknik
2. Diskusi cara menghindari alerge, sebagai contoh:
 Memeriksa rumah untuk adanya jamur di dinding
rumah
 Tidak mengunakan karpet lantai
 Menggunkan filter elektronik pada alat perapian dan
AC
3. Ajarkan teknik batuk efektif
4. Informasikan kepada pasien dan keluarga bahwa tidak boleh
merokok di dalam ruangan
5. Instruksikan kepada pasien dan keluarga bahwa mereka
harus memberi tahu perawat pada saat terjadi
ketidakefektifan pola pernapasan
Aktivitas kolaboratif
1. Konsultasi dengan ahli terapi pernapasan untuk memastikan
keadekuatan fungsi ventilator mekanis
2. Laporan perubahan sensori, bunyi napas, pola pernapasan,
nilai GDA, sputum, dan sebagainya, jika perlu atau sesuai
protocol
3. Berikan obat (mis., bronkodilator) sesuai dengan program
atau protocol
4. Berikan terapi nebulizer ultrasonik dan udara atau oksigen
yang dilebabkan sesui program atau protokol institusi
5. Berikan obat nyeri untuk mengoptimalkan pola pernapasan,
uraian jadwal. (Wilkinson, 2016)
b. Nyeri
1) Tujuan/criteria evaluasi
a) Menunjukkan nyeri : efek merusak, yang dibukukan oleh
indicator sebagai berikut (sebutkan 1-5 gangguan ekstrem,
berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan) :
b) Ganggua n performa peran atau gangguan hubungan
interpersonal
c) Gangguan konsentrasi
d) Gangguan perawatan diri
e) Gangguan pola tidur
f) Kehilangan selera makan
Memperlihatkan tingkat nyeri, yang dibuktikan oleh indicator
sebagai berikut (sebutkan 1-5 gangguan ekstrem, berat, sedang,
ringan, atau tidak ada gangguan) :
a) Ekspresi nyeri pada wajah
b) Gelisah atau tidak tenang
c) Ketegangan otot
d) Kehilangan selera makan
e) Episode nyeri yang lama
2) Intervensi NIC
1. Pemberian analgesic : penggunaan agens farmakologis
untuk meredakan atau menghilangkan nyeri
2. Manajemen nyeri : menghilangkan nyeri atau menurunkan
nyeri ke tingkat yang lebih nyaman yang dapat ditoleransi
oleh pasien
3. Fasilitasi tanggung jawab diri : mendorong pasien untuk
lebih bertanggungjawab terhadap perilakunya sendiri.
3) Aktivitas keperawatan
Observasi
1. Meminta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan
pada skala 0 sampai 10.
2. Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau peredaan nyeri
oleh analgesic dan kemungkinan efek sampingnya.
3. Mengkaji lingkungan terhadap nyeri dan respon pasien.
4. Lakukan pengkajian nyeri yang komperhensif meliputi
lokasi, karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas atau keparahan nyeri, dan factor presepitasinya.
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1. Beritahu pasien bahwa peredaan nyeri secara total tidak
akan dapat dicapai.
Aktivitas kolaboratif
1. Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau
jika keluhan saat ini merupakan perubahan yang bermakna
dari pengalaman nyeri pasien dimasa lalu.
(Wilkinson J. M., 2016)

c. Ansietas
1) Tujuan / Kriteria Evaluasi
a) Menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas, diantara
lain:
 Merencanakan strategi koping untuk situasi penuh
tekanan.
 Mempertahankan performa peran
 Memantau distorsi persepsi sensori
 Memantau manifestasi perilaku ansietas
 Menggunakan tehnik relaksasi untuk meredakan
ansietass.
b) Mengidentifikasi gejala yang merupakan indicator ansietas
pasien sendiri.
c) Mengkomunikasikan kebutuhan dan perasaan negative
secara tepat.
d) Memiliki tanda-tanda vital yang tepat.
2) Aktivitas Keperawatan
Observasi
1. Mengkaji dan dokumentasikan tingkat ansietas pasie,
termasuk reaksi fisik.
2. Gali bersama pasien tentang teknik yang berhasil dan tidak
berhasil menurunkan ansietas dimasa lalu
3. Menentukan kemampuan pengambilan keputusan pasien.
Penyuluhan untuk pasien / Keluarga
1. Menginformasikan tentang gejala ansietas
2. Mengajarkan anggota keluarga bagaimana membedakan
antara serangan panic dan gejala penyakit fisik.
3. Instruksikan pasien tentang penggunaan teknik relaksasi.
Aktivitas Kolaboratif
1. Memberikan obat untuk menurunkan ansietas, jika perlu
2. Berikan dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan
secar verbal pikiran dan perasaan untuk
mengeksternalisasikan ansietas.
DAFTAR PUSTAKA

Andriayani, R. (2015). Biologi Reproduksi. Yogyakarta: deepublish.

PPNI, T. P. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.

Triyadi. (2014). Buku Ajar Bedah. jakarta: EGC.

Warsinggih, D. (2016). Perawatan Bedah. Jakarta: EGC.

Wilkinson, J. M. (2016). Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai