Disusun oleh :
AFIFATUZ ZAKIYAH
14.401.17.003
1. Anatomi
Organ pernapasan berguna bagi transportasi gas – gas dimana organ –
organ pernapasan tersebut dibedakan menjadi bagian dimana udara
mengalir yaitu hidung, pharynx, larynx, trachea, dan bagian paru – paru
yang berfungsi melakukan pertukaran gas – gas antara udara dan darah.
a) Saluran pernapasan bagian atas, terdiri dari:
1) Nares anterior, yaitu saluran – saluran lubang hidung.
Saluran itu bermuara di dalam vestibulum (rongga
hidung). Vestibulum ini dilapisi dengan ephitelium
bergaris yang tersambung dengan kulit.
2) Hidung yang menghubungkan lubang – lubang dari sinus
udara aranalis yang masuk kedalam rongga – rongga
hidung dan juga lubang – lubang naso lakrimal yang
menyalurkan air mata kedalam bsgian bawah rongga
nasalis ke dalam hidung.
3) Pharynx (tekak) adalah pipa berotot yang berjala dari
dasar tenggorokan sampai persambungan dengan
esophagus pada ketinggian tlang rawan krikid maka
letaknya di belakang hidung (naso faring) dibelakang
mulut (oro laring), dan dibelakang faring (faring
laringeal).
b. Saluran pernapasan bagian bawah terdiri dari:
1) Laring (tenggorokan) terletak di depan bagian terendah faring yang
memisahkan dari kolumna vertebra, berjalan dari farine – farine
sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea di
bawahnya.
2) Trakea (batang tenggorokan) yang kurang lebih 9cm panjang trakea
berjalan dari laring sampai kira – kira ketinggian vertebra torakalis
ke-5 dan ditempat ini bercabang menjadi 2 bronkus (bronchi).
3) Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada ketinggian
kira – kira vertebra torakolis ke-5, mempuyao struktur serupa denga
trakea yang dilapisi oleh jenis sel yang sama. Cabang utama
bronkus kana dan kiri tidak simetris. Bronkus kanan lebih pendek,
lebih besar dan merupakan lanjutan trakea dengan sudut lancip.
4) Paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut yang terletak dalam
rongga thoraks atau dada. Kedua paru – paru saling terpisah oleh
mediastrinum central yang mengandung jantung dan pembuluh –
pembuluh darah besar. Setiap paru mempunyai apeks (bagian atas
perut) dan dasar. Paru kana lebih besar dari pada paru kiri, paru
kanan dibagai menjadi 3 lobus dan paru kiri dibagi menjadi 2 lobus.
Paru kanan dibagi menjadi 10 segmen sedangkan paru kiri dibagi
menjadi 10 segmen. Paru kanan mempunyai 3 buah segmen pada
lobus inferior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 5 buah
segmen pada lobus inferior dan 5 buah segmen pada lobus superior.
2. Fisiologi
a) Pernapasan paru (pernapasan pulmoner)
Fungsi paru adalah pertukaran gas oksigen dan karbondioksida pada
pernapasan melalui paru atau pernafsan eksernal, oksigen dipungut
melalui hidung dan mulut, pada waktu bernafas oksigen masuk melalui
trakea dan pipa bronchial ke alveoli, dan dapat erat hubungan dengan
darah di dalam kapiler pulmonaris. Di dalam paru, karbondioksida salah
satu buangan metabolisme menembus membran kapiler dan kapiler
darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea di
lepaskan keluar melalui hidung dan mulut.
A. KONSEP PENYAKIT
1. DEFINISI
Bronkitis adalah suatu infeksi saluran pernafasan yang menyebabkan inflamasi
yang mengenai trakea, bronkus utama dan menengah yang bermanifestasi sebagai
batuk dan biasanya akan membaik karena terapi dalam 2 minggu. Bronkitis
umumnya disebabkan oleh virus seperti Rhinovirus, RSV, virus infuenza, virus
parainfluinza, adenovirus, virus rubela, dan paramyxovirus dan bronkitis karena
bakteri biasanya dikaitkan dengan Mycoplasma pneumonia, bordetella pertusis
(Nurarif, 2016).
Bronkitis adalah suatu penyakit peradanag saluran nafas bawah jangka
panjang, umumnya dipicu oleh panjanan berulang ke asap rokok, polutan udara
atau alerge (Shewrwood, 2014).
2. ETIOLOGI
Meningkatnya produksi mukus, disebabkan oleh infeksi dan iritan melalui
udara yang menghambat jalur udara di paru – paru, mengakibatkan berkurangnya
kemampuan untuk menukar gas. Ada 2 faktor bronkitis: bronkitis akut dimana
kemacetan jalur udara dapat dibalik. Pasien dengan bronkitis akut merupakan
gejala khas untuk 7 sampai 10 hari sering karena kuman virus (tetapi kadang –
kadang akibat bakteri) infeksi. Pasien dengan bronkiti kronis akan mempunyai
gejala – gejala batuk produktif kronis untuk sedikitnya 3 bulan berurutan dalam 2
tahun berurutan. Ada peningkatan produksi lendir, perubahan radang, dan yang
terakhir fobrosis di dalam dinding jalur udara. Pasien dengan bronkitis lebih
mungkin untuk terkena infeksi pernafasan.
3. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala pada kondisi bronkitis akut:
a) Batuk.
b) Terdengar ronki.
c) Suara yang berat dan kasar.
d) Wheezing.
e) Menghilang dalam 10 – 14hari.
f) Demam.
g) Produksi sputum (Nurarif, 2016).
Tanda – tanda dan gejala bronkitis kronis :
a) Batuk yang parah pada pagi hari dan pada kondisi lembab.
b) Sering mengalami infeksi saluran nafas (misalnya pilek dan flu) yang
dibarengi dengan batuk.
c) Gejala bronkitis akut lebih dari 2 – 3minggu.
d) Demam tinggi.
e) Sesak napas jika saluran tersumbat.
f) Produksi dahak bertambah banyak berwarna kuning atau hijau (Nurarif,
2016).
4. KLASIFIKASI
1. Bronkitis akut
Merupakan infeksi saluran pernapasan akut bawah. Ditandai dengan awitan
gejala yang mendadak dan berlangsung lebih singkat. Pada bronkitis jenis ini,
inflamasi (peradangan bronkus biasanya disebabkan oleh infeksi
2. Bronkitis kronis
Ditandai dengan gejala yang berlangsung lama (3 bulan dalam setahun selama
2 tahun berturut – turu). Pada bronkitis kronik peradangan bronkus tetap
berlanjut selama beberapa waktu dan terjadi obstruksi atau hambatan ada
aliran udara yang normal didalam bronkus (Nurarif, 2016).
5. PATOFISIOLOGI
Bronkitis kronik ditandai dengan produksi mukkus yang yang berlebih
didalam bronki yang disertai dengan batuk yang berulang. Suplai mukus yang
berlebih dikaitkan dengan hiperplasia kelenjar sekresi mukus di trakea dan bronki
serta peningkatan jumlah jumlah sel globet disaluran nafas bawah. Mekanisme
pertahanan normal kurang berfungsi dengan baik karena silis terkikis, makrofag
alveolar tidak berfungsi secara adekuat, dan perubahan inflamasi mempersempit
jalan nafas kecil. Akibatnya, difusi alveolar terganggu, dan mungkin juga terdapat
pirau fisiologis karena mukus menghambat pertukaran gas. Infeksi saluran nafas
bawah lazim terjadi, karena produksi mukus yang berkebih dan penurunan
mekanisme pertahanan memberi lingkungan ideal untuk perkembangbiakan
mikroorganisme (Chang, 2010).
PATHWAY
Vasokontriksi pembuluh
darah
Ventilasi dan perkusi Pola napas
tidak seimbang tidak efektif
Intoleraansi
Penurunan perfusi aktivitas
jaringan
(Nurarif, 2015)
Dpd
6. KOMPLIKASI
Menurut Manurung (2016) komplikasi bronkitis antara lain:
1) Cor Pulmonal
2) Gagal jantung kanan
3) Gagal pernafasan (Manurung, 2016).
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Muttaqin(2008):
1) Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan fotothorak posterior – anterior dilakukan untuk menilai derajat
progestivitas penyakit yang berpengaruh menjadi penyakit paru obstruktif
menahun.
2) Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanay perubahan pada
peningkatan eosinofil (berdasarkan pada hasil hitung jenis darah). Sputum
diperiksa secara makroskopis untu diagnosis banding dengan tuberkolosis paru
(Muttaqin, 2008).
8. PENATALAKSANAAN
Penatalaksaan bronkitis menurut Manurung (2016):
1) Pengobatan
a) Bronkodilator.
b) Antimikroba.
c) Aerosol.
d) Oksigen.
2) Tindakan supportif
Pendidikan bagi klien dan keluarganya:
a) Menghindari rokok.
b) Menghindari iritan lainnya yang dapat terhirup.
c) Menghindari penderita penyakit infeksi saluran nafas atas.
d) Mengontrol suhu tubuh dan kelembapan lingkungan
e) Nutrisi yang baik.
f) Hidrasi yang kuat.
3) Penyesuaian fisik
a) Latihan relaksasi.
b) Meditasi.
c) Menahan nafas.
d) Oerbnafasan perut.
e) Rehabilitasi (Manurung, 2016).
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
1) Identitas klien
Penderita berjenis kelamin laki – laki, usia antar 50 – 60 tahun, biasanya
pasien menderita penyakit paru obtruksi kronik bekerja di pabrik atau
merokok.
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang sering pada klien penyakit paru obstruksi krinis yaitu:
sesak nafas, batuk tak kunjung sembuh, ditemukan suara nafas wheezing.
3) Riwayat penyakit saat ini
Pada klien dengan bronkitis bervariasi tingkat keparahan dan lamanya.
Bermula dari gejala batuk – batuk saja, hingga penyakit akut dengan
manifestasi klinis yang berat. Sebagai tanda – tanda terjadinya toksemia klien
dengan bronkitis sering mengeluh malaise, demam, badan terasa lemah,
banyak berkeringat, takikardi, dan takipnea.
4) Riwayat penyakit dahulu
Pada pengkajian riwayat kesehatan terdahulu sering kali klien mengeluh
pernah mengalami infeksi saluran pernafasan bagianatas dan adanya riwayat
alergi pada pernafasan atas (Zullies, 2011).
5) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum dan tanda – tanda vital
Hasil pemeriksaan tanda – tanda vital klien dengan bronkitis biasanya
didapatkan adanya peningkatan suhu tubuh lebih dari 40oC, frekuensi
nafas meningkat dan normal, nadi biasanya meningkat seirama dengan
peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernafasan, serta biasanya tidak ada
masalah dengan tekanan darah (Zullies, 2011).
b) Kulit
Inspeksi: biasanya tampak ucta dan sianosis.
Palpasi: biasanya turgor jelek (Zullies, 2011).
c) Rambut
Inspeksi: lihat distribusi rambut merata atau tidak, bersih atau bercabang,
halus atau kasar.
Palpasi: mulai rontok atau tidak (Zullies, 2011).
d) Kuku
Inspeksi: lihat kondisi kuku pucat atau tidak, ada sianosis atau tidak.
Palpasi: CRT <2 detik (Zullies, 2011).
e) Kepala
Inspkesi: lihat kesimetrisan, biasanya klien mengeluh sakit kepala.
Palpasi: periksa adanya benjolan atau nyeri.
f) Mata
Inspeksi: biasanya konjungtiva dan sklera berwarna normal, lihat reflek
kedip baik atau tidak, terdapat radang atau tidak dan pupil
isokor.
g) Hidung
Inspeksi: biasanya terdapat pernapasan cuping hidung, terdapat secret
berlebih dan terpasang O2.
Palpasi: adanya nyeri tekan.
h) Mulut dan faring
Pucat, membran mukosa kering, bibir kering, dan pucat (Zullies, 2011).
i) Telinga
Inspeksi: adanya kotoran atau cairan yang keluar dan bagaimana bentuk
tulang rawannya.
Palpasi: adanya resppon nyeri pada daun telinga.
j) Thorak
Inpeksi: biasanya dada simetris.
Auskultasi: adanya sridor atau wheezing menunjukkan tanda bahaya
(Zullies, 2011).
k) Abdomen
Inspeksi: lihat kesimetrisan, dan adanya pembesaran adbomen.
Palpasi: adanya nyeri tekan.
l) Genetalia
Inspeksi: adanya kelainan genetalia, adanya pembesaran skrotum atau
adanya lesi pada genetalia (Zullies, 2011).
Palpasi: adanya benjolan atau nyeri tekan.
m) Ekstermitas
Inspeksi: adanya odema, tanda sianosis dan sulit bergerak.
Palpasi adanya nyeri tekan atau benjolan.
Perkusi: oeriksa reflek patelki dan reflek humme (Zullies, 2011).
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan napas tidak efektif
Definisi : Ketidakmampuan untuk membersihkan sekret atau obstuksi saluran
nafas guna mempertahankan jalan nafas yang bersih.
Batasan karakteristik :
Subyektif
Dispnea
Objektif
1. Suara nafas tambahan (Misalnya: rale, crackle, ronki dan mengi).
2. Perubahan pada irama dan frekuensi pernafasan.
3. Sianosis.
4. Kesulitan untuk berbicara.
5. Penurunan suara nafas.
6. Sputum berlebihan.
7. Batuk tidak efektif atau tidak ada.
8. Ortopnea.
9. Gelisah.
10. Mata terbelalak.
c. Defisit Nutrisi
Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme.
Penyebab
1. Ketidakmampuan menelan makanan
2. Ketidakmampuan mencerna makanan
3. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
4. Peningkatan kebutuhan metabolisme
5. Faktor ekonomi (mis. Finansial tidak mencukupi)
6. Faktor psikologis (mis. Stres, keengganan untuk makanan)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
a) Cepat kenyang setelah makan
b) Kram/ nyeri abdomen
c) Nafsu makan menurun
Objektif
a) Bising usus hiperaktif
b) Otot pengunyah lemah
c) Otot menelan lemah
d) Membran mukosa pucat
e) Sariawan
f) Serum albumin turun
g) Rambut rontok berlebihan
h) Diare
Kondisi Klinis Terkait
a) Stroke
b) Parkinson
c) Mobius syndrome
d) Cerebral palsy
e) Cleft lip
f) Celft palate
g) Amyotropic lateral sclerosis
h) Kerusakan neuromuskular
i) Luka bakar
j) Kanker
k) Infeksi
l) AIDS
m) penyakit Crohn’s
d. Intoleransi Aktivitas
Definisi: Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari
Penyebab
a) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
b) Tirah baring
c) Kelemahan
d) Imobilitas
e) Gaya hidup menonton
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
a) Mengeluh lelah
Objektif
a) Frekuensi jantung meningkat ˃ 20% dari kondisi istirahat
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
a) Dispnea saat/setelah aktivitas
b) Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
c) Merasa lemah
Objektif
a) Tekanan darah berubah ˃ 20% dari kondisi istirahat
b) Gambaran EKG menunjukkan aritma saat/ setelah aktivitas
c) Gambaran EKG menunjukkan iskemia
d) Sianosis
Kondisi Klinis Terkait
a) Anemia
b) Gagal jantung kongestif
c) Penyakit jantung koroner
d) Penyakit katup jantung
e) Aritmia
f) Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
g) Gangguan metabolik
h) Gangguan muskuloskeletal (PPNI, 2017).
3. INTERVENSI
a. Bersihan jalan napas tidak efektif.
1) Kriteria Hasil :
a) Pasien akan batuk efektif
b) Mengeluarkan secret secara efektif
c) Mempunyai jalan napas yang paten
d) Pada pemeriksaan auskultasi, memiliki suara napas yang jernih
e) Mempunya irama dan frekuensi pernapasan dalam rentang normal
f) Mempunyai fungsi paru dalam batas normal.
g) Mampu mendeskripsikan rencana untuk perawatan di rumah.
2) Aktivitas keperawatan
a) Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1. Jelaskan penggunaan yang benar peralatan pendukung (misal,
oksigen, mesin pengisapan, inhaler, )
2. Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang larangan
merokok di dalam ruang perawatan; beri penyuluhan tentang
pentingnya berhenti merokok.
3. Instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik napas dalam
memudahkan pengeluaran sekret.
4. Ajarkan pasien dan keluarga tentang makna perubahan pada
sputum, seperti warna, karakter, jumlah dan bau.
5. Pengisapan Jalan Napas (NIC): instruksikan kepada pasien atau
keluarga tentang cara pengisapan jalan napas.
b) Aktivitas lain
1. Anjurkan aktifitas fisik untuk memfasilitasi pengeluaran sekret.
2. Anjurkan penggunaan spirometer insentif
3. Jika pasien tidak ambulasi, pindahkan pasien dari satu sisi tempat
tidur yang lain sekurangnya setiap dua jam sekali.
4. Informasikan kepada pasien sebelum memulai prosedur, untuk
menurukan kecemasan
5. Berikan pasien dukungan emosi
6. Atur posisi pasien yang memungkinkan untuk pengembangan
maksimal rongga dada, misal bagian kepala tempat tidur
ditinggikan 45oC
c) Aktivitas Kolaboratif
1. Rundingkan dengan ahli terapi pernapasan, jika perlu
2. Konsultasikan dengan dokter tentang kebutuhan untuk perkusi
atau peralatan pendukung
3. Berikan udara/oksigen yang telah dihumidifikasi (dilembabkan)
4. Lakukan atau bantu dalam terapi aerosol, nebulizer, ultrasonik
dan perawatan paru lainnya
5. Beritahu dokter tentang hasil gas darah yang abnormal
(Wilkinson, 2016).
Aktivitas kolaboratif
a) Konsultasi dengan ahli terapi pernapasan untuk memastukan
keadekuatan fungsi ventilator mekanis
b) Laporkan perubahan sensori, bunyi nafas, nilai GDA, sputum dan
sebagainya, jika perlu atau protokol
c) Berikan obat (misalnya bronkodilator sesuai dengan program atau
protokol).
d) Berikan terapi nebulizer ultrasonik dan udara atau oksigen yang
dilembabkan sesuai program atau protokol sesuai
e) Berikan obat nyeri untuk mempertimbangkan pola pernapasan
(Wilkinson, 2015).
Aktivitas kolaboratif
a. Diskusikan dengan ahli gizi dalam nementukan kebutuhan protein
pasien dan mengalami ketidak adekuatan asupan protein atau
kehilangan protein (mis ; pasien anoreksia nevosa, penyakit glomerular
atau dialisis peritonial)
b. Diskusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan, makanan
pelengkap, pemberian makanan melalui slang, atau nutrisi parenteral
total agar asupan kalori yang adekuat dapat dipertahankan
c. Rujuk kedokter untuk menentukan penyebab gangguan nutrisi
d. Rujuk keprogram gizi dikomunitas yang tetap, jika pasien tidak dapat
membeli atau menyiapkan makanan yang adekuat
e. Menejemen nutisi(NIC) : tentukan, dengan melakukan kolaborasi
bersama gizi, jika diperlukan, jumlah kalori dan jenis zat gizi yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi [ khusussnya untuk
pasien dengan kebutuhan energi tinggi, seperti pasien paska bedah dan
luka bakar, trauma, demam, dan luka]
Aktivitas lain
a. Buat perencanaan makan dengan pasien yang masuk dalam jadwal
makan, lingkungan makan, kesukaan dan ketiksukaan pasien, serta
suhu makanan
b. Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan pasien
dari rumah
c. Bantu pasien menulis tujuan mingguan yang realistis untuk latihan
fisik dan asupan makanan
d. Anjurkan pasien untuk menampilkan tujuan makan dan latihan fisik
dilokasi yang terlihat jelas dan kaji pulang setiap hari
e. Tawarkan makanan porsi besar disiang hari ketika nafsu makan tinggi
f. Ciptakan linggungan yang menyenangkan untuk makan (mis ;
pindahan barang-barang dan cairan yang tidak sedap dipandang)
g. Hindari prosedur invasif sebelum makan
h. Suapai pasien jika perlu
i. Manajemen nutrisi(NIC) : berikan pasien minuman dan kudapan
bergizi, tinggi protein, tinggi kalori yang siap dikonsumsi, bila
memungkinkan, ajarkan pasien tentang cara membuat catatan harian
makanan, jika perlu (Judith M. Wilkinson, 2016).
d. Intoleransi aktifitas
a) Tujuan
Menoleransi aktifitas yang bisa dilakukan, yang dibutikan oleh toleransi
aktifitas, ktahanan, penghemat energi, tingkat kelelahan, energi
psikomotorik, istirahat, dan perawatan diri: AKS (AKSI)
b) Kriteria hasil
1. Mengidentifikasi aktifitas atau situasi yang enimbulkan kecemasan
yang dapat mengakibatkan intoleran aktifitas.
2. Berpartisipasi dalam aktifitas fisik yang dibutuhkan dengan
peningkatan denyut jantung, frekuensi pernafasan, dan tekanan darah
serta memantau pola dalam bataan normal.
3. Pada (tanggal target) akan mencapai tingkat aktifitas (uraikan tingkat
yang diharapkan dari daftar pada saran penggunaan)
4. Mengungkapkan secara ferbal pemahaman tengtang kebutuhan
oksigen, obat, dan peralatan yang dapat mningkatkan toleransi terhadap
aktifitas
5. Manampilkan aktifitas kehiduopan sehari-hari (AKS) dengan beberapa
bantuan (mis., eliminasi dengan bantuan ambulasi untuk kekamar
mandi)
c) Intervensi
Aktivitas keperawatan
a. Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur,
berdiri, ambulasi, dan melakukan AKS dan AKSI
b. Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktifitas
c. Evaluasi motifasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktifitas
d. Menejemen energi (NIC):
Tentukan penyebab keletihan (mis., perawatan, nyeri, dan pengobatan)
Pantau respon kardiorespiratori terhadap aktifitas(mis., takikardia,
distritnia lain, dispnea, diaforesis, pucat, tekanan hemo dinamik, dan
frekuensi pernapasan)
Chang, E. d., 2010. Patofisiologi Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC.
Manurung, N., 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan Sistem Raspiratory. Jilid 1 penyunt.
Jakarta: Trans Info Media.
Muttaqin, A., 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika.
PPNI, T. P. S., 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator
Diagnostik.
Shewrwood, L., 2014. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.
Wilkinson, 2015. Buku Saku Diagnosis Keperawatan EDISI 9. Dalam: Jakarta: EGC.
Zullies, I., 2011. penyakit sistem pernafsan dan tatalaksana terapinya. Yogyakarta: Bursa
Ilmu.