Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN

KELAINAN LETAK

Disusun Oleh

Kelompok 3

1. Cindy Aulia Poetri (14.401.16.019)


2. Desi Ainun Romadhoni (14. 401.17.021)
3. Devita Otavia (14. 401.17.022)
4. Diana Nur Cesar (14. 401.17.023)
5. Dinar Titan Gumilang (14. 401.17.024)
6. Dinda Wardani (14. 401.17.025)

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

KRIKILAN-GLENMORE-BANYUWANGI

2019-2020
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Malpresentasi diklasifikasikan sebagai setiap presentasi bayi, selain dari


vertex, seperti presentasi non sefalik(bokong), presentasi sefalik non verteks( wajah
atau dahi), presentasi non longitudinal (letak lintang atau miring). Malposisi adalah
istilah yang digunakan untuk menerangkan presentasi ketika vertex berada dalam
posisi yang abnormal. Ibu yang presentasi bayinya dalam malposisi kemungkinan
besar akan mengalami persalinan yang lebih lama dan meningkatkan morbiditas
maternal dan neonatal. Beberapa malpresentasi seperti presentasi dahi berhubungan
dengan angka seksio sesarea yang tinggi

Masalah meliputi kegagalan kemajuan, macet transversal dalam, kelahiran


operatif dan kemungkinan bayi memerlukan resusitasi. Ada potensi ibu mengalami
kelelahan dan uterus menjadi tidak mampu berkontraksi dengan efisien setelah
kelahiran, meningkatkan potensial perdarahan postpartum. Banyak sekali macam
kelainan letak janin dalam rahim. Pada makalah ini akan dibahas yaitu letak sungsang
dan letak lintang

2. Batasan Masalah
Batasan masalah pada asuhan keperawatan ibu hamil resiko tinggi kelainan letak
adalah mulai pengertian hingga konsep asuhan keperawatan pada ibu hamil tinggi
kelainan letak
3. Rumusan Masalah
a. Apa diagnosa dari Kelainan Letak?
b. Apa saja etiologi dari Kelainan Letak?
c. Apa saja manifestasi klinis dari Kelainan Letak?
d. Apa saja klasifikasi dari Kelainan Letak
e. Bagaimana Patofisiologi dari Kelainan Letak?
f. Bagaimana konsep Asuhan Keperawatan pada Ibu Hamil Dengan Kelainan Letak?
4. Tujuan
a. Untuk memahami definisi dari Kelainan Letak
b. Untuk memahami etiologi dari Kelainan Letak
c. Untuk memahami manifestasi klinis dari Kelainan Letak
d. Untuk memahami klasifikasi dari Kelainan Letak
e. Untuk memahami patofisiologi dari Kelainan Letak
f. Untuk memahami konsep Asuhan Keperawatan pada Ibu Hamil Resiko Tinggi
Kelainan Letak
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
A. Letak Sungsang
1) Suatu keadaan yang terjadi dimana bokong atau tungkai janin sebagai bagian
yang terendah di dalam panggul ibu. Insiden dari letak sungsang adalah 3%
dari semua persalinan
2) Janin letak memanjang dengan bagian terendahnya bokong, kaki, atau
kombinasi keduanya dengan insiden 3-4% dari seluruh kehamilan tunggal
pada umur kehamilan cukup bulan
3) Letak sungsang adalah letak memanjang dengan bokong sebagai bagian
besar yang terendah (presentasi bokong) (Maryunani, 2016)
B. Letak Lintang
Posisi disebut letak lintang bila sumbu memanjang, janin menyilang, sumbu
memanjang ibu secara tegak lurus atau mendekati 90º (Fadlun & Feryanto, 2011)
2. Etiologi
A. Letak Sungsang
Penyebab terjadinya sungsang tidak diketahui, tetapi terdapat beberapa faktor
resiko selain prematuritas yaitu:
1) Abnormalitas struktural uterus
2) Polihidramnion : penumpukan air ketuban yang berlebihan selama masa
kehamilan
3) Plasenta previa : kondisi ketika sebagian atau seluruh plasenta menutupi mulut
rahim
4) Mioma uteri: suatu tumor jinak yang tumbuhnya berasal dari jaringan otot di
rahim (uterus)
5) Anomali janin (anesefalus, hidrosefalus)
6) Kehamilan Multiple: suatu kehamilan dengan dua janin atau lebih (Maryunani,
2016)
B. Letak Lintang
1) Relaksasi berlebihan dinding abdomen
2) Janin prematur
3) Plesenta previa: kondisi ketika sebagian atau seluruh plasenta menutupi mulut
rahim
4) Hidromnion dan kehamilan kembar
5) Panggul sempit dan tumor di daerah panggul
6) Kelainan bentuk rahim (Maryunani, 2016)
3. Manifestasi Klinis
A. Letak Sungsang
1) Pergerakan anak terasa oleh ibu dibagian perut bawah dibawah pusat dan ibu
sering merasa benda keras (kepala) mendesak tulang iga.
2) Pada palpasi teraba bagian keras, bundar dan melenting pada fundus uteri
3) Punggung anak dapat teraba pada salah satu sisi perut dan bagian-bagian kecil
pada pihak yang berlawanan. Diatas sympisis teraba bagian yang kurang
bundar dan lunak
4) Bunyi jantung janin terdengar pada punggung anak setinggi pusat (Lisnawati,
2011)
B. Letak Lintang
1) Periksa pandang: tampak perut melebar ke arah samping, tinggi dasar rahim
tidak sesuai dengan umur kehamilan(lebih rendah)
2) Periksa raba: Terdapat tinggi dasar rahim rendah, didalam dasar rahim/uterus
tidak teraba bagian besar, batas bawah uterus/rahim “kosong”, batas uterus
melebar kesamping dan teraba bagian janin yang keras bulat dan melenting di
salah satu sisi
3) Periksa dengar: terdapat denyut jantung janin terdengar paling jelas di sekitar
pusat
4) Periksa dalam: ditemukan rahim/uterus bagian bawah kosong (Fadlun &
Feryanto, 2011)
4. Klasifikasi
A. Letak Sungsang
1) Presentasi Bokong Murni(frank breech): kedua paha janin berfleksi dan kedua
tungkai berekstensi pada lutut

2) Presentasi Bokong Kaki/lengkap (complete breech): kedua paha janin berfleksi


dan satu atau kedua lutut difleksikan

3) Presentasi Kaki/Lutut (incomplete breech): satu atau kedua paha janin


berekstensi dan satu atau kedua lutut atau kaki terletak dibawah
panggul/keluar dari jalan lahir (Maryunani, 2016)
B. Letak Lintang
Letak Lintang Kasep: Dimana telah terjadi keregangan dari segmen bawah uterus
sedemikian rupa sehingga timbul bahaya terjadinya ruptur uteri/robekan rahim
(Lisnawati, 2011)

5. Patofisiologi
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap
ruangan dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu, jumlah air
ketuban relatif banyak, sehingga memungkinkan janin bergerak dengan leluasa.
Dengan demikian janin dapat menempatkan diri dalam presentasi kepala, letak
sungsangatau letak janin.
Pada kehamilan triwulan terakhir, janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air
ketuban relatif berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai terlipat lebih besar
daripada kepala, maka bokong dipaksa untuk menempati ruang yang lebih luas dari
fundus uteri, sedangkan kepala berada diruangan yang lebih kecil di segmen bawah
uterus
Dengan demikian dapat dimengerti mengapa pada kehamilan belum cukup
bulan, frekuensi letak sungsang lebih tinggi sedangkan pada kehamilan cukup bulan
janin sebagian besar ditemukan dalam presentasi kepala (Ahmad & Hikma, 2014)
PATHWAY
Multiparitas, kehamilan prematur, kehamilan
kmbar, plasenta previ, kelainan bentuk rahim

Perubahan bentuk Perubahan fisik scara Perubahan Kebutuhan nutrisi Bertambahnya


fisik, fungsi tubuh fisiologis & perkem. janin hormonal meningkat usia kehamilan
dan psikologis
pada ibu, kondisi Intake peroral
Multiparitas, dinding G3 pada GI
bayi &kelainan kurang Uterus membesar
uterus dan perut lembek,
bayi berupa letak
premature, hidramnion,
lintang
gamelli, kelainan bentuk Mual / muntah Penggunaan Rangsang pada
rahim, plasenta pervia protein dan lemak reseptor nyeri
tubuh sebagai
Kurang info sumber tenaga
vv untuk kebutuhan
Malposisi janin Nafsu makan
ibu dan janin Kurvutura
menurun vertebra-
Ingin suport yg lebih dri
keluaraga / perawat lumbosakral
Penyulit persalinan meningkat
Defisit nutrisi
Intake peroral
menurun
Keterbatasan kognitif Rangsang nyeri
Resiko injury diterima dan
Resiko gangguan Kaheksia dilokalisasi
maternal / resiko
Stresor pada ibu pemenuhan dikorteks
g3 meneran /
hidrasi/dehidrasi somestatik primer
resiko kematian
dan skunder
janin Tubuh menjadi
Lobus pareitalis
Ansietas lemah

Nyeri akut
Intoleransi aktivitas
6. Penatalaksanaan
A. Letak Sungsang
1. Persalinan Sungsang Spontan Brach (Melahirkan janin menggunakan kekuatan
/tenaga ibu sendiri)
a) Atur posisi ibu di atas bedgynekologi dan siapkan ibu litotomi
b) Pimpin ibu untuk mengedan sampai bokong lahir
c) Setelah bokong lahir cengkeram bokong secara Bracht (posisinya kedua jari
penolong sejajar sumbu panjang paha bayi, sedangkan jari lainnya
memegang panggul)
d) Mengendorkan tali pusat ( pada waktu bayi lahir dan tali pusat tampak
teregang, tali pusat dikendorkan lebih dahulu agar tidak terjadi kompresi tali
pusat/tekanan pada tali pusat)
e) Melakukan hiperlordosis ( Lakukan hiperlordosis pada badan janin guna
mengikuti gerakan rotasi anterior, yaitu punggung janin didekatkan ke perut
ibu. Bersamaan dengan dimulainya gerakan hiperlordosis asisten melakukan
ekspresi Kristeller pada fundus uteri sesuai sumbu panggul) (Ahmad &
Hikma, 2014)
2. Persalinan Sungsang Teknik Klasik
a) Posisikan ibu dalam posisi litotomi
b) Pimpin ibu untuk mengedan hingga bokong lahir
c) Setelah lahir longgarkan tali pusat dan tunggu kaki janin lahir seluruhnya
d) Memegang pergelangan kaki janin dengan tangan kanan penolong dan
mengelevasi keatas sejauh mungkin sehingga perut janin mendekati perut
ibu. Bersamaan dengan itu, tangan kiri penolong masuk ke jalan lahir dan
dengan jari tengah serta telunjuk menelusuri bahu janin sampai fossa kubiti.
Kemudian melahirkan lengan bawah dengan gerakan seolah –olah lengan
bawah mengusap muka janin
e) Untuk melahirkan lengan depan pegang pergelangan kaki janin di ganti
dengan tangan kanan penolong dan ditarik curam kebawah sehingga
punggung janin mendekati punggung ibu.
f) Bersamaan dengan itu tangan kanan penolong masuk kejalan lahir dan
dengan jari tengah serta telunjuk menelusuri bahu janin sampai fossa kubiti.
Kemudian melahirkan lengan depan dengan gerakan seolah-olah lengan
bawah mengusap muka janin (Ahmad & Hikma, 2014)
3. Persalinan Sungsang Teknik Mueller
a) Posisikan ibu litotomi
b) Pimpin ibu mengedan sampai bokong lahir
c) Melonggarkan tali pusat
d) Memegang bokong janin secara femuro pelviks (duimbekken greep).
Letakkan kedua ibu jari penolong sejajar spina sakralis media dan jari
telunjuk pada krista illiaka, dan jari-jari lain mencengkeram paha bagian
depan
e) Melahirkan bahu dan lengan depan dengan ekstrasi. Tarik badan bayi ke
bawah sejauh mungkin sampai bahu depan tampak dibawah simfisis. Bila
lengan belum lahir, lahirkan lengan depan dengan menelusuri punggung,
scapula, fossa cubiti dan lipat siku.
f) Melahirkan bahu dan lengan belakang secara ekstraksi. Tarik badan bayi ke
atas sampai bahu belakang lahir. Bila bahu belakang tidak lahir dengan
sendirinya, lahirkan lengan bawah dengan kedua jari penolong (Ahmad &
Hikma, 2014)
4. Sectio Caesarea
Suatu tindakan pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding
perut dan dinding uterus (Ahmad & Hikma, 2014)
B. Letak Lintang

Apabila pada pemeriksaan antenatal ditemukan letak lintang, sebaiknya


diusahakan mengubah menjadi presentasi kepala dengan versi luar. Sebelum
melakukan versi luar harus dilakukan pemeriksaan teliti ada tidaknya panggul
sempit, tumor dalam pnggul, atau plasenta previa, sebab dapat membahayakan
janin meskipun versi luar berhasil, janin mungkin akan memutar kembali. Untuk
mencegah janin memutar kembali ibu dianjurkan menggunakan korset, dan
dilakukan pemeriksaan antenatalulangan untuk menilai letak janin.
Pada seorang primigravida bila versi luar tidak berhasil, sebaiknya segera
dilakukan seksio sesarea. Pertolongan persalinan letak lintang pada multipara
bergantung pada beberapa faktor. Apabila riwayat obstetric wanita yang
bersangkutan baik, tidak didapatkan kesempitan panggul, dan janin tidak seberapa
besar, dapat ditunggu dan diawasi sampai pembukaan serviks lengkap untuk
kemudian melakukan versi ekstrasi. Selama menunggu ketuban harus diusahakan
supayua utuh dan melarang untuk meneran dan bangun.
Apabila ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap dan terdapat prolaps
funikuli, harus dilakukan seksio sesarea. Dan apabila ketuban pecah, tetapi tidak
terjadi prolaps funikuli, maka bergantung kepada tekanan, dapat ditunggu sampai
pembukaan lengkap kemudian dilakukan versi ekstrasi atau dengan seksio sesarea.
Pada letak lintang ksep atau persalinan lama, versi ekstrasi akan mengakibatkan
rupture uteri, sehingga bila janin masih hidup, hendaknya dilakukan seksio sesarea
dengan segera, sedangkan pada janin mati dilahirkan secara pervaginam dengan
dekapitasi (Lisnawati, 2011)
7. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan ultrasonografi : menggambarkan keadaan janin dan hasil konsepsi
lain dalam kandungan, mengetahui usia kehamilan dan perkiraan persalinan klien.
2. Pemeriksaan laboratorium : Cek Hemoglobin, Urine (reduksi dan protein urine)
3. Tes nonstres (NST): tes untuk mengetahui kesejahteraan janin yang paling sering
digunakan pada trimester ketiga
4. Tes ini dilakukan dengan monitor janin elektronik eksternal (Fadlun & Feryanto,
2011)
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas
Ini hal pertama yang perlu ditanyakan bidan kepada pasien untuk mengetahui latar
belakang pasien. Ini juga bertujuan agar tidak ada kekeliruan data antar pasien.
1. Nama : untuk mengenal dan mengetahui pasien agar tidak ada kekeliruan
dalam memberikan pelayanan.
2. Umur : untuk mengetahui adanya resiko seperti kurang dari 20 tahun, alat
reproduksi belum matang, mental psikis belum siap, dll.
3. Agama: untuk memberikan motivasi dorongan moral sesuai dengan agama
yang dianutnya.
4. Suku bangsa : untuk mengetahui adanya faktor bawaan atau ras serta pengaruh
adat-istiadat atau kebiasaan sehari-hari pasien.
5. Pendidikan : pendidikan berhubungan dengan tingkat pengetahuan. Hal ini
perlu dikaji agar bidan dapat memberikan konseling sesuai tingkat
pengetahuan pasien.
6. Pekerjaan : untuk mengetahui tingkat ekonomi keluarga. Hal ini berpengaruh
pada pemenuhan gizi pasien.
7. Alamat : untuk mengetahui lingkungan tempat tinggal serta mempermudah
pemantauan apabila diperlukan (Fadlun & Feryanto, 2011)
b. Riwayat menstruasi
Ini perlu ditanyakan agar bidan memperoleh gambaran dasar dari organ
reproduksinya. Yang perlu dikaji adalah :
1. HPHT : bila hari pertama haid terakhir diketahui maka dapat
memperhitungkan usia kehamilan dan perkiraan persalinan. Ditanyakan untuk
mengetahui umur kehamilan dan menentukan hari taksiran persalinan (HTP)
dengan rumus Neagle (hari +7, bulan –3, tahun +1).
2. Siklus haid : panjang siklus haid yang biasa pada wanita ialah 28-32 hari. Hal
ini diperlukan apabila ibu tidak benar-benar mengingat HPHT.
3. Lama haid : lama haid biasanya berlangsung selama 5-7 hari. Hal ini perlu
dikaji untuk membedakan antara menstruasi ataukah gejala tanda hartman
yang dialami ibu.
4. Teratur/tidak
5. Banyak atau tidak : ini juga bisa menjadi pembeda antara menstruasi dan tanda
hartman.
6. Fluor albus : sedikit/sedang/banyak, tidak gatal, tidak bau, warna (putih, keruh,
bening), kekentalan (kental, encer) (Fadlun & Feryanto, 2011)
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu
1. Kehamilan
2. Untuk mengetahui apakah ada gangguan/penyulit pada kehamilan yang lalu.
3. Persalinan
4. Untuk mengetahui apakah ada gangguan/penyulit pada persalinan yang lalu.
5. Nifas
6. Untuk mengetahui apakah ada gangguan/penyulit pada nifas yang lalu. Untuk
mengetahui hasil akhir persalinan (apakah abortus, lahir hidup, apakah dalam
kesehatan yang baik) apakah terdapat komplikasi atau intervensi pada nifas
dan apakah ibu tersebut mengetahui penyebabnya (Maryunani, 2016)
d. Riwayat kehamilan sekarang
Perlu dikaji untuk mengetahui apakah ibu beresiko tinggi atau tidak, meliputi:
1. Klien mengatakan bahwa kehamilan ini adalah kehamilan yang ke ... dan UK
... minggu.
2. HPL : untuk mengetahui perkiraan persalinan. Dihitung dari HPHT.
3. Keluhan-keluhan : untuk mengetahui apakah ibu memiliki keluhan yang dapat
berlanjut menjadi penyulit selama kehamilannya.
4. Terapi apa saja yang sudah didapat untuk mengatasi keluhan ibu.
5. ANC : untuk mengetahui riwayat ANC, teratur atau tidak, tempat ANC dan
saat kehamilan berapa (Sujiyatini, 2009). Serta bagaimana hasil yang didapat.
6. Gerakan janin: pertama kali gerakan janin dirasakan dan bagaimana
keadaannya sekarang aktif/gerakan, berkurang/tidak bergerak.
7. Imunisasi TT : kapan disuntik TT dan sudah berapa kali.
8. Imunisasi yang dianjurkan adalah imunisasi TT, imunisasi ini diberikan untuk
mencegah tetanus pada bayi baru lahir dan pada ibu bersalin (Fadlun &
Feryanto, 2011)
e. Pola fungsional kesehatan
1. Nutrisi : untuk mengetahui bagaimana status gizi ibu. Apakah nutrisinya cukup
bagi ibu dan bayi atau tidak. Karena pada umumnya dalam masa kehamilan,
ibu membutuhkan tambahan kalori sebesar 300 kalori per hari. Begitu juga
kebutuhan zat besi, protein, dll. Semua kebutuhan nutrisi ibu bertambah.
2. Eliminasi : hal ini perlu dikaji untuk mengetahui pola BAB dan BAK ibu
sehari-hari yang meliputi frekuensi dan konsistensi. Karena biasanya dalam
masa kehamilan, cenderung berubah dari semasa sebelum hamil. Pada masa
kehamilan biasanya ibu akan mengalami lebih sering kencing dan konstipasi.
3. Aktivitas :ini penting ditanyakan karena data ini memberikan gambaran
tentang seberapa berat aktivitas yang biasa dilakukan ibu di rumah. Jika
kegiatan pasien terlalu berat sampai dikhawatirkan dapat menimbulkan
penyulit masa hamil.
4. Istirahat : bidan perlu menggali kebiasaan istirahat pasien supaya diketahui
hambatan yang mungkin muncul jika didapatkan data yang senjang tentang
pemenuhan kebutuhan istirahat. Hal ini meliputi lama dan bagaimana kualitas
istirahatnya, apakah nyenyak atau tidak. Normalnya tidur siang 1-2 jam, dan
tidur malam 6-8 jam.
5. Personal hygiene :ini penting ditanyakan karena bagaimanapun juga hal ini
akan memengaruhi kesehatan pasien dan bayinya.
6. Pola seksualitas :walaupun ini adalah hal yang cukup privasi bagi pasien,
namun penting bidan untuk menanyakan kebiasaan ini, karena terjadi beberapa
kasus keluhan dalam aktivitas seksual yang cukup mengganggu pasien namun
ia tidak tahu kemana harus berkonsultasi. Dapat dijelaskan pada ibu bahwa
selama tidak ada keluhan yang dapat membahayakan kehamilannya maka
boleh dilakukan.
7. Faktor psikososial dan budaya: Untuk mengetahui bagaimana penerimaan
pasien beserta keluarganya terhadap kehamilan ini. Karena hal ini akan sangat
berpengaruh pada psikologis ibu. Serta apakah ada adat budaya dalam
keluarga atau kebiasaan ibu yang dapat mempengaruhi kehamilan (Fadlun &
Feryanto, 2011)
f. Pemeriksaan Fisik
1. Muka : apakah ada oedema, pucat.
2. Mata : identifikasi warna konjungtiva dan sklera.
3. Mulut : identifikasi adanya sianosis atau kepucatan dan pecah-pecah pada
bibir dan lidah.
4. Leher : identifikasi adakah pembengkakan kelenjar thyroid, dan lymfe dan
adakah pembengkakan vena jugularis.
5. Payudara :adakah hyperpigmentasi areola mammae, puting susu datar,
tenggelam/menonjol, kolostrum sudah keluar/ belum.
6. Abdomen : identifikasi apakah ada bekas SC atau bekas operasi lain, apakah
ada striae gravidarum, mengukur TFU.
 Leopold I : selain mengetahui TFU, Leopold I juga untuk mengetahui
bagian apa yang ada di fundus. Pada letak membujur pada fundus, teraba
lunak tidak bulat dan tidak melintang.
 Leopold II : Leopold II bertujuan untuk mengetahui bagian apa yang ada
disamping kiri dan kanan uterus ibu.Pada letak membujur dapat
ditetapkan punggung anak yang teraba bagian keras, memanjang seperti
papan dan sisi yang berlawanan teraba bagian kecil janin. Dan banyak lagi
kemungkinan perabaan pada letak yang lain.
 Leopold III : Menentukan apa bagian terendah janin.
 Leopold IV : Menentukan seberapa jauh bagian terendah janin masuk
pintu atas panggul (Posisi tangan petugas konvergen, divergen atau
sejajar).
7. Genetalia: identifikasi apakah vulva bersih atau adakah pengeluaran
pervaginam (lendir, darah), adakah varises, adakah benjolan abnormal yang
menentukan kelancaran jalan lahir, juga adanya luka perineum menandakan
sudah pernah melahirkan.
8. Ekstrimitas : identifikasi ekstremitas atas dan bawah apakah ada oedem dan
varises, bagaimana refleks patellanya.Varises merupakan pembesaran dan
pelebaran pembuluh darah yang sering dijumpai pada ibu hamil di sekitar
vulva, vagina, paha dan tungkai bawah. Oedema tungkai terjadi akibat
sirkulasi vena terganggu akibat terkena uterus yang membesar pada vena-vena
panggul.
2. Diagnosa
a. Defisit nutrisi (PPNI, 2016)
Definisi: asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
Penyebab
a) Ketidakmampuan menelan makanan
b) Ketidakmampuan mencerna makanan
c) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
d) Peningkatan kebutuhan metabolisme
e) Faktor ekonomi (mis. Finansial tidak mencukupi)
f) Faktor psikologis (mis. Stres, keengganan untuk makan)
Gejala dan faktor mayor
Subjektif
Tidak ditemukan kelainan
Objektif
a) Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal
Gejala dan tanda minor
Subjektif
a) Cepat kenyang setelah makan
b) Kram/nyeri abdomen
c) Nafsu makan menurun
Objektif
a) Bising usus hiperaktif
b) Otot pengunyah lemah
c) Otot menelan lemah
d) Membran mukosa pucat
e) Sariawan
f) Serum albumin turun
g) Rambut rontok berlebihan
h) Diare
Kondisi klinis terkait
a) Stroke
b) Parkinson
c) Mobius syndrome
d) Cerebral palsy
e) Cleft lip
f) Celft palate
g) Amvotropic lateral sclerosis
h) Luka bakar
i) Kanker
j) Infeksi
k) AIDS
l) Penyakit Crohn’s
b. Nyeri akut (PPNI, 2016)
Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional, dan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan
Penyebab
a) Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)
b) Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
c) Agen pencedera fisisk (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat
berat, prosedur operasi, latihan fisik berlebihan)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
Tidak ditemukan kelainan
Objektif
a) Tampak meringis
b) Bersikap protektif (mis. Waspada posisimenghindari nyeri)
c) Gelisah
d) Frekuensi nadi meningkat
e) Sulit tidur
Gejal dan Tnada Minor
Subjektif
Tidak ditemukan kelainan
Objektif
a) Teraknan darah meningkat
b) Pola nafas berubah
c) Nafsu makan berubah
d) Proses berfikir terganggu
e) Menarik diri
f) Berfokus pada diri sendiri
g) Diaforesis
Kondisi Klinis Terkait
a) Kondisi pembedahan
b) Cidera traumatis
c) Infeksi
d) Sindrom koroner akut
e) Glaukoma
c. Intoleransi aktivitas (PPNI, 2016)
Definisi: b/d ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Penyebab
a) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
b) Tirah baring
c) Kelemahan
d) Imobilitas
e) Gaya hidup monoton
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif

a) Mengeluh lelah
Objektif

a) Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat


Gejala dan Tanda Minor
Subjektif

a) Dispnea saat/setelah aktivitas


b) Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
c) Merasa lemah
Objektif

a) Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat


b) Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktivitas
c) Gambaran EKG menunjukkan iskemia sianosis
Kondisi Klinis Terkait
a) Anemia
b) Gagal jantung kongestif
c) Penyakit jantung koroner
d) Penyakit katup jantung
e) Aritmia
f) Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
g) Gangguan metabolic
h) Gangguan muskuloskeletal
3. Intervensi
a. Defisit nutrisi (Wilkisnon, 2016)
1. Tujuan :selama waktu 3 x 24 jam pasien akan mempertahankan kebutuhan
kebutuhan nutrisi yang adekuat.
2. Kriteria hasil : nutrisi pasien terpenuhi yang ditandai dengan nafsu makan
baik, makan habis sesuai porsi yang di sediakan, tidak muntah, dan berat badan
stabil atau meningkat.
3. Intervensi (NIC)
Aktivitas keperawatan
a) Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan
b) Pantau nilai laboratorium, khususnya tranferin, albumin, dan elektrolit
c) Manjemen nutrisi
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
a) Ajarkan metode untuk perencanaan makanan
b) Beritahu pasien/keluarga tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal
c) Manajemen nutrisi(NIC): berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan
nutrisi dan bagaimanan memenuhinya.
Aktivitas kolaboratif :
a) Diskusikan dengan ahligizi dalam menentukan kebutuhan protein pasien
yang mengalami ketidak adekuatan asupan protein atau kehilangan protein.
b) Diskusikan dengan dokter kebutuhan stimulus nafsu makan,makanan
pelengkap, pemberian makan melaui selang, atau nutrisi parenteral total agar
asupan kalori yang adekuat dapat dipertahankan
c) Rujuk ke dokter untuk menentukan penyebab gangguan nutrisi
d) Berikan solusi program gizi di komunitas yang tepat, jika pasien tidak dapat
membeli atau menyiapkan makanan yang adekuat
e) Manajemen nutrisi (NIC) : menentukan kebutuhan pasien, dengan
melakukan kolaborasi bersama ahli gizi, jika diperlukan, jumlah kalori dan
jenis zat gizi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.

b. Nyeri akut (Wilkisnon, 2016)


1) Tujuan : memperlihatkan pengendalian nyeri
2) Kriteria hasil : menggunakan teknik pencegahan nyeri, mampu mengenali
serangan nyeri, mampu mendiskripsikan penyebab nyeri.
3) Intervensi( NIC)
Aktivitas keperawatan
a) Gunakan laporan klien sebagai pengkajian
b) Minta penilaian nyeri tentang ketidak nyamanan skala nyeri dari 0-10
c) Menggunakan bagan alir nteri untuk pemantauan nyeri oleh analgesik dan
efek sampingnya
d) Saat pengkajian gunakan bahasa sesuai usia klien dan tingkat perkembangan
klien
Manajemen nyeri (NIC)
a). Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik,
frekuensi, kualitas.
b). Observasi ketidak nyamanan terhadap klien yang tidak mampu
berkominikasi efektif.
Penyuluhan untuk pasien/ keluarga
a) Pemulangan pasien obat khusus yang harus di konsumsi, frekuensi
pemberian, efek samping, kewaspadaan saat mengkonsumsi obat.
b) Intruksikan klien untuk menginformasikan pada perawat jika nyeri tidak
tercapai
c) Perbaiki kesalahan persepi tentang analgesic narkotik atau opioid misalnya
resiko ketergantungan/ overdosis
Manajemen nyeri (NIC)
Berikan informasi tentang nyeri, penyebab nyeri, dan antisipasi
ketidaknyamanan akibat prosedur.
Aktivitas kolaboratif
a) Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiate yang terjadwal
(setiap 4 jam selama 36 jam)
b) Manajemen nyeri (NIC)
Menggunakan tindakan meminimalisir nyeri sebelum nyeri menjadi lebih
berat.
Laporkan pada dokter jika tindakan tidak ada hasil.

c. Intoleransi aktivitas (Wilkisnon, 2016)


1) Tujuan: menoleransi aktivitas yang biasa dilakukan, yang dibuktikan oleh
Toleransi aktivitas, Ketahanan, Penghematan Energi, Tingkat Kelelahan,
Energi Psikomotorik, Istirahat, dan Perawatan Diri: AKS (dan AKSI).
2) Kriteria hasil: menampilkan aktivitas sehari-hari (AKS) dengan beberapa
bantuan (mis., membutuhkan bantuan untuk kebersihan setiap minggu).
3) Intervensi NIC
Akivitas Keperawatan
a) Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur, berdiri,
ambulasi, dan melakukan AKS dan AKSI.
b) Kaji respons emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas.
c) Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas
Penyuluhan untuk Pasien/Keluarga
a) Penggunaan teknik napas terkontrol selama aktivitas, jika perlu
b) Mengenali tanda dan gejala Intoleran Aktivitas, termasuk kondisi yang
perlu dilaporkan kepada dokter.
c) Pentingnya nutrisi yang baik
d) Penggunaan peralatan, seperti oksigen selama aktivitas
e) Penggunaan teknik relaksasi(mis., distraksi, visualisasi) selama aktivitas.
Aktivitas Kolaboratif
a) Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivitas, apabila nyeri merupakan
salah satu faktor penyebab.
b) Kolaborasikan dengan ahli okupasi, fisik (mis., untuk latihan ketahanan)
atau rekreasi untuk merencanakan dan memantau program aktivitas jika
perlu.
c) Untuk pasien yang mengalami sakit jiwa, rujuk ke layanan kesehatan jiwa
di rumah
d) Rujuk pasien untuk ke pelayanan kesehatan rumah untuk mendapatkan
pelayanan bantuan perawatan rumah jika perlu.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad & Hikma. (2014). Patologi. Malang: Selaksa.

Fadlun & Feryanto. (2011). Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta: Salemba Medika.

Lisnawati. (2011). Buku Pintar Bidan Aplikasi Penatalaksanaan Gawat Darurat Kebidanan. Jakarta:
Trans Info Media.

Maryunani. (2016). Manajemen Kebidanan Terlengkap. Jakarta: Tim.

PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat.

Wilkisnon. (2016). Diagnosis keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai