Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN / ASUHAN KEPERAWATAN

HIPERTENSI EMERGENCY DI RUANG ICCU


RSD dr. SOEBANDI JEMBER

Disusun Oleh:
IRA PRAMESTI
14.401.17.043

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA
GLENMORE-BANYUWANGI
2020
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Tekanan darah tinggi (hipertensi) merupakan suatu peningkatan tekanan darah
di dalam arteri. Hiper artinya berlebihan, sedangkan tensi artinya tekanan atau
tegangan. Untuk itu, hipertensi merupakan tekanan darah atau denyut jantung yang
lebih tinggi dibandingkan dengan normal karena penyempitan pembuluh darah atau
gangguan lainnya. (M. Asikin, dkk, 2016, hal. 74).
Hipertensi emergency didefinisikan sebagai peningkatan yang besar dari TDS
atau TDD (>180 mmHg atau > 120 mmHg) dihubungkan dengan akan timbulnya
kejadian kerusakan organ yang progresif seperti perubahan neurologis, ensefalopati
hipertensi, infark serebral, perdarahan intracranial, kegagalan ventrikel kiri akut,
edema paru akut, diseksi aorta, kegagalan ginjal dan eklamsia (Soetomo, 2015, p.
524)
2. Etiologi
Secara umum, berdasarkan penyebab pembentukannya hipertensi terbagi menjadi
dua golongan, yaitu:
1) Hipertensi Primer (Esensial)
Penyebab tidak diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhi
seperti genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system
rennin angiotensin, efek dari sekresi Na, obesitas, merokok, dan stress. Sampai
saat ini penyebab spesifik dari hipertensi primer belum dapat diketahui secara
pasti. (Sutanto, 2010, hal. 12)
2) Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder disebabkan oleh adanya penyakit lain, misalnya pada
gangguan ginjal, penyempitan pembuluh darah terutama ginjal, tumor tertentu,
atau gangguan hormon. Gangguan tersebut mengakibatkan gangguan aliran
darah sehingga jantung harus bekerja lebih keras sehingga tekanan darah
meningkat. Sampai saat ini , jumlah penderita penyakit hipertensi sekunder

1
mencapai lebih dari 90 persen dari seluruh penderita hipertensi. (Sutanto,
2010, hal. 6)
Berikut adalah beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi :
a. Genetika (Keturunan)
Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua maka
dugaan terjadinya penyakit hipertensi primer pada seseorang akan cukup
besar. Hal ini terjadi karena pewarisan sifat melalui gen (Sutanto, 2010,
hal. 13).
b. Obesitas
Obesitas atau kegemukan juga merupakan salah satu faktor resiko
timbulnya penyakit hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi volume darah
penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi
yang tidak mengalami obesitas. Jika mengalami obesitas maka produksi
hormon-hormon dalam tubuh kurang normal. Walaupun belum diketahui
secara pasti hubungan antara hipertensi dan obesitas, namun terbukti
bahwadaya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas
dengan hipertensi lebih tinggi daripada penderita hipertensi dengan berat
badan normal. (Sutanto, 2010, hal. 14)
c. Stress lingkungan
Jika seseorang dalam keadaan stress maka terjadi respon sel-sel saraf
yang mengakibatkan kelainan pengeluaran atau pengangkutan natrium.
Hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf
simpatis (saraf yang bekerja ketika seseorang beraktivitas) yang dapat
meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Stress yang berkepajangan
dapat mengakibatkan tekanan darah menjadi tinggi. (Sutanto, 2010, hal.
14)
d. Jenis kelamin (Gender)
Kaum laki-laki di daerah perkotaan lebih banyak mengalami
kemungkinan menderita hipertensi dibandingkan kaum perempuan.
Namun bila ditinjau dari segi perbandingan antara perempuan dan laki-
laki, secara umum kaum perempuan masih lebih banyak menderita
penyakit hipertensi daipada laki-laki. Hipertensi berdasarkan jenis kelamin
dapat dipengaruhi oleh faktor psikologis. Wanita seringkali mengadopsi
perilaku yang tidak sehat serta pola makan yang tidak seimbang sehingga

2
menyebabkan obesitas, depresi dan rendahnya status pekerjaan.
Sedangkan pada kaum pria, hipertensi lebih berkaitan dengan erat dengan
pekerjaan seperti perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan dan
pengangguran. (Sutanto, 2010, hal. 15)
e. Pertambahan usia
Dengan bertambahnya usia, kemungkinan seseorang menderita
hipertensi juga semakin besar. Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, ternyata angka kejadian penyakit hipertensi meningkat seiring
bertambahnya usia. Hilangnya elastisitas jaringan da arterisklerosis serta
pelebaran pembuluh darah adalah faktor penyebab hipertensi di usia tua.
(Sutanto, 2010, hal. 15)
f. Asupan garam berlebih
Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi sangat penting pada
mekanisme timbulnya hipertensi karena melalui peningkatan volume
plasma atau cairan tubuh dan tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti oleh
peningkatan ekskresi (pengeluaran) kelebihan garam sehingga kembali
pada kondisi keadaan sistem hemodinamik (perdarahan) yang normal.
Pada hipertensi esensial, mekanisme tersebut terganggu. Natrium dan
klorida adalah ion utama cairan ekstraseluler. Konsumsi natrium yang
berlebihan dapat menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan
ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya, cairan intraseluler harus
ditarik keluar hingga menyebabkan volume cairan ektraseluler meningkat.
Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan
meningkatnya volume darah, sehingga berdampak pada timbulnya
hipertensi. (Sutanto, 2010, hal. 16)
g. Gaya hidup yang kurang sehat
Walaupun tidak terlalu jelas hubungannya dengan hipertensi, namun
kebiasaan buruk dan gaya hidup yang tidak sehat juga menjadi sebab
peningkatan tekanan darah. Seperti merokok, asupan asam lemak jenuh,
dan tingginya kolesterol dalam darah turut berperan dalam munculnya
penyakit hipertensi. (Sutanto, 2010, hal. 16)
h. Obat-obatan
Obat-obat pencegah kehamilan, steroid, dan obat anti infeksi dapat
meningkatkan tekanan darah. Beberapa jenis obat dapat menaikkan kadar

3
insulin. Kadar insulin yang tinggi dapat mengakibatkan tekanan darah
meningkat. Penggunaan obat-obatan tersebut dalam jangka waktu yang
panjang mengakibatkan tekanan darah naik secara permanen yang
merupakan ciri khas penderita hipertensi. (Sutanto, 2010, hal. 17)
i. Akibat penyakit lain
Jika seseorang memiliki penyakit lain, terutama yang berhubungan
dengan kardiovaskular maka itu sangat berpotensi menderita hipertensi
sekunder. Penyebab sudah cukup jelas, antara lain ginjal yang tidak
berfungsi, pemakaian kontrasepsi oral, dan terganggunya keseimbangan
hormon yang merupakan faktor pengatur tekanan darah dalam tubuh.
(Sutanto, 2010, hal. 17)
3. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala hipertensi dibedakan menjadi :
a. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang
memeriksa. Hal ini mengartikan bahwa hipertensi arterial tidak akan pernah
terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur. (Nurarif & Kusuma, 2015)
b. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi
nyeri kepala karena adanya peningkatan tekanan darah sehingga
mengakibatkan hipertensi dan tekanan intrakarnial naik, dan kelelahan. Dalam
kasus ini merupakan gejala terlazim yang kebanyakan dari beberapa pasien
mencari pertolongan medis. (Nurarif & Kusuma, 2015)
Beberapa pasien yang menerita hipertensi yaitu :
a. Mengeluh sakit kepala, pusing dikarenakan peningkatan tekanan darah dan
hipertensi shingga tekanan intrakranial naik.
b. Lemas, kelelahan,: karena stress sehimhha ,engakibatkan kategangan yang
mempengaruhi emosi, pada saat ketegangan emosi terjadi adan aktivitas saraf
simatis sehingga frekuensi dan kontraktilitas jantung naik, aliran darah
menurun supei O2 dan nutrisi otot rangka menurun, dan terjadi lemas.
c. Susah nafas, kesadaran menurun : karena terjadinya peningkatan kotraktilitas
jantung.

4
d. Palpitasi (berdebar-debar) : karena jantung memompa terlalu cepat sehingga
dapat menyebabkan berdebar-debar, gampang marah. (Nurarif & Kusuma,
2015, hal. 103)
4. Patofisiologi
Reseptor yang menerima perubahan tekanan darah yaitu refleks berreseptor
yang terdapat pada sinus karotis dan arkus aorta. Pada hipertensi, karena adanya
berbagai gangguan genetik dan resiko lingkungan, maka terjadi gangguan
neurohormonal yaitu sistem saraf pusat dan sisitem renin-angiotensin-aldosteron,
serta terjadinya inflamasi dan resistensi insulin. Babkan Resistensi insulin dan
gangguan neurohormonal menyebabkan vasokontriksi sistemik dan peningkatan
resistensi perifer. Inflamasi menyebbkan gangguan ginjal yang disertai gangguan
sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA) yang menyebabkan retensi garam dan
air di ginjal, sehingga terjadi peningkatan volume darah. Peningkatan resistensi
perifer dan volume darah merupakan dua penyebab utama terjadinya hipertensi.
Pusat yang menerima impuls yang dapat mengenali keadaan tekanan darah terletak
pada medula dibatang otak.
Perubahan strutural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer
bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya darah, yang pada akhirnya
akan menurunkan kemampuan distensi dan daya rengang pembuluh darah.
konsekuensinya yaitu kemampuan aorta dan arteri besar menjadi berkurang dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup),
sehingga mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan resistensi
perifer . (M. Asikin, dkk, 2016, hal. 77)

5
PATHWAY

Genetik Kebiasaan Hidup Usia Lanjut

Elastisitas dinding aorta menurun,katup


Respon neurologi Stress lingkungan, merokok, jantung menebal, kemampuan
terhadap stress alkohol, konsumsi garam memompa darah menurun, hilangnya
dan berlebihan elastisitas pembuluh darah
eskresi/kelainan meningkatnya resistensi pembuluh darah
transport Na perifer.
Obesitas, insulin
meningkat
Beban kerja jantung

Kerusakan vaskular
Hipertensi Tekanan sistemik darah
pembuluh darah
Metode koping
Perubahan situasi Krisis situasional tidak efektif
Perubahan struktur

Informasi yang Defisiensi pengetahuan


Penyumbatan
pembuluh darah minim ansietas

Resistensi pembuluh Nyeri kepala


vasokontriksi darah otak

Resiko perfusi serebral tidak


Gangguan sirkulasi Otak Suplai O2 ke otak
efektif
menurun

Ginjal Retina Pembuluh darah

Vasokontriksi Spasme arteriol


Sistemik Koroner
pembuluh darah
ginjal Resiko cedera
vasokontriksi
Blood dlow darah Resiko perfusi miokard
tidak efektif
Afterload
Resiko Penurunan
Resiko Perfusi curah jantung
renal tidak efektif Fatigue Iskemia
miokard

Intoleransi
aktivitas Nyeri akut

Gambar 1.1 Pathway Hipertensi (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 106)
6
5. Klasifikasi
Tabel 1.1 Tekanan darah pada orang dewasa (M. Asikin, dkk, 2016, hal. 74)
Klasifikasi Tekanan Darah pada Dewasa
Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah
Sistolik Diastolik
Normal ˂ 120 mmHg ˂ 80 mmHg
Pre-hipertensi 120-139 mmHg 80-89 mmHg
Stadium 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Stadium 2 ≥ 160 mmHg ≥ 100 mmHg

Tabel 1.2 Penggolongan tekanan darah (Sutanto, 2010, hal. 11)

Tekanan Darah
Kategori Sistolik Diastolik
Normal .> 130 mmHg > 85 mmHg
Normal tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg
Hipertensi ringan 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Hipertensi sedang 160-179 mmHg 100-109 mmHg
Hipertensi Berat 180-209 mmHg 110-119 mmHg
Hipertensi Maligna 210 mmHg/lebih 120 mmHg/lebih

6. Komplikasi
1) Transien iskemik attact (TIA)/stroke ringan
2) Stoke/CVA
3) Gagal jantung
4) Gagal ginjal
5) Infark miokard
6) Distrimia jantung
Komplikasi lainnya jika tekanan darah terus menerus tinggi maka akan
menimbulkan komplikasi pada organ tubuh lainnya. Seperti :
a) Mata : gangguan pada mata biasanya menyebabkan kerusakan sel-sel retina
sehingga jika sangat parah dapat menimbulkan kebutaan. (Sutanto, 2010,
hal. 6)

7
b) Jantung : gangguan jantung sebagai organ pemompa darah menyebabkan
penyakit jantung koroner dan gagal jantung. (Rini Sulistyowati,
SST.,M.Kes., 2015, hal. 41)
7. Pemeriksaan penunjang
a. HB : Tes ini untuk mengetahui hubungan tingkat kekentalan cairan sebagai
petunjuk adanya resiko hipokoagulabilitas dan anemia.
b. Glukosa : Tes ini berguna dalam memberikan informasi tentang fungsi
kerja ginjal, apakah terjadi penurunan atau masih dalam tahap normal
c. EKG : Tes ini digunakan untuk menunjukan pola regangan, dimana luas,
peninggian gelombang p adalah salah satu tanda dini penyakit jantung
hipertensi.
d. IUP : Untuk mengetahui penyebab hipertensi seperti batu ginjal
e. Photo dada : Menunjukkan apakah ada kerusakan pada jantung anda.
(Sutanto, 2010, hal. 5)
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan umum pada hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap
individu tergantung pada kerusakan organ target. Manajemen tekanan darah
dilakukan dengan obat-obatan parenteral secara tepat dan cepat. Tingkat ideal
penurunan tekanan darah masih belum jelas tetapi penurunan Mean Artery Pressure
(MAP) 10% selama satu jam wawal dan 15% pada 2-3 jam berikutnya. Penurunan
tekanan darah secara cepat dan berrlebihan akan mengakibatkan jantung dan
pembuluh darah otak mengalami hipoperfusi
Table 1.3 obat-obatan parenteral untuk penangan hipertensi emergency.

8
Jenis obat Dosis Onset Masa kerja obat
Sodium 0.25 – 10 µgr/kg/ min Immediate 2-3 menit setelah infuse
nitroprusside IV infusion
Fenoldopam 0.1 – 0.3 µgr/kg/ min < 5 menit 30 menit
IV infusion
Nitroglycerin 5 – 100 µgr/min IV 2 – 5 menit 5-10 menit
infusion
Enalaprilat 0.625 – 2.5 mg setiap 30 menit 12-24 jam
6 jam per IV
Hydralazin 5 – 20 mg IV bolus 10 menit IV 1-4 jam IV
atau 10 -40 mg IM, 20 – 30
ulangi setiap 4-6 jam menit IM
Nicardipine 5 – 15 mg/jam IV 1 – 5 menit 15-30 menit
infusion
Esmolol 500 µg/kg bolus 1 - menit 10-30 menit
injection IV atau 50 -
100 µg/kg/menit
infuse. Ulangi bolus
setelah 5 menit.

Labetalol 20 – 80 mg IV bolus 5 – 10 menit 3-6 jam


setiap 10 menit; o.5 –
2.0 mg/menit IV infuse
Phentolamine 5 – 15 mg IV bolus 1 – 2 menit 10-30 menit

Sumber : (Reymond R Tjandrawinata dkk, 2014, p. 17)

9
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Hipertensi secara umum banyak diderita oleh perempuan dari pada
laki-laki. Karena hipertensi berdasarkan jenis kelamin ini dapat dipengaruhi
oleh faktor psikologis yang terjadi pada perempuan maupun laki-laki.Pada usia
45 tahun dan seiring bertambahnya usia kemungkinan seseorang menderita
hipertensi bertambah besar.Orang Amerika Seriat kulit hitam cenderung
mempunyai tekanan darah lebih tinggi bila dibandingkan bukan dengan kulit
hitam (Lloyd-Jones dkk, 2009) dan keseluruhan angka mortalitas terkait
hipertensi lebih tinggi dari pada kulit hitam. (Pikir dkk, 2015, p. 6)
b. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan Utama
Pusing, sukar tidur, rasa berat di tengkuk, mudah lelah, sesak nafas.
(Sutanto, 2010, hal. 2)
2) Alasan Masuk Rumah Sakit
Alasan masuk rumah sakit dikarenakan pasien memiliki keluhan
lemah,sulit bernafas, dan kesadaran menurun. (Rini Sulistyowati,
SST.,M.Kes., 2015, hal. 40)
3) Riwayat penyakit sekarang
Pada umumnya, beberapa hal yang harus diungkapkan pada setiap gejala
yaitu tekanan darah diatas normal, sakit kepala (pusing, migrain),mudah
marah, tinitus (telinga berdenging),gelisah, pandangan mata berkunang-
kunang, palpitasi (berdebar-debar). (Sutanto, 2010, hal. 4)
c. Riwayat kesehatan terdahulu
1) Riwayat Penyakit Sebelumnya
Perawat menanyakan tentang penyakit-penyakit yang pernah dialami
sebelumnya. Misalnya: klien pernah memiliki riwayat penyakit gagal
ginjal dan klien mengalami sakit yang sangat berat. (Rini, Haryanto, 2015,
hal. 41)

10
2) Riwayat penyakit keluarga
Hipertensi pada orang yang memiliki riwayat hipertensi dalam keluarga
memiliki pengaruh yang cukup besar. Hal ini terjadi karena pewarisan sifat
melalui gen. (Sutanto, 2010, hal. 13)
3) Riwayat pengobatan
Ada beberapa obat yang harus diminum oleh penderita penyakit hipertensi
yaitu penggolongan anti hipertensi :
a) Diuretik : semua diuretik menurunkan tekanan darah dengan
meningkatkan eskresi natrium urine dan dengan mengurangi volume
plasma, volume cairan ekstraseluler, dan curah jantung.
b) Angiotensin : angiotensi II bekerja secara langsung pada dinding
pembuluh darah, menyebabkan hipotrofi media,menstimulasi
pertumbuhan jaringan ikat, dan merusak endotel yang berujung pada
ateroskelosis. (Pikir dkk, 2015, hal. 219)
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
a) Kesadaran
Seorang pasien yang terkena hipertensi kesadarannya adalah compos
mentisdan juga dapat mengalami penurunan kesadaran. (Nurarif &
Kusuma, 2015)
b) Tanda-tanda vital
Saat melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital pada kasus hipertensi
tekanan darah dan nadi mengalami peningkatan. Tekanan darah yang
dimiliki oleh penderita hipertensi biasanya diatas 140 mmHg (sistole)
dan diatas 90 mmHg (diastole). (Nurarif & Kusuma, 2015)
2) Body System
a) Sistem pernafasan
Mengeluh sesak nafas saat aktivitas, takipnea, orthopnea (gangguan
(Nurarif & Kusuma, 2015)pernafasan pada saat berbaring), PND, batuk
dengan atau tanpa sputum, riwayat merook. Temuan fisik meliputi
sianosis, penggunaaan obat bantu pernafasan, terdengar suara nafas
tamnahab (ronki rales, wheezing). (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 109)

11
b) Sistem kardiovaskuler
a) Inspeksi : gerakan dinding abnormal
b) Palpasi : denyut apical kuat
c) Perkusi : denyut apical bergeser dan/ atau kuat angkat
d) Auskultasi : denyut jantung takikkardia dan disritmia, bunyi
jantung S2 mengeras S3 (gejala CHF dini). Murmur dapat
terdengar jika stenosis atau insufisiensi katup. (Nurarif & Kusuma,
2015, hal. 108)
c) Sistem persarafan
Terdapat keluhan pusing, berdenyut-denyut, sakit kepala terjadi saat
bangun dan menghilang secara spontan setelah beberapa jam, gangguan
penglihatan misalnya: penglihatan kabur. (Nurarif & Kusuma, 2015,
hal. 109)
d) Sistem perkemihan
Terdapat gejala glikosuria yaitu terdapat ekskresi glukosa ke dalam
urine. (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 108)
e) Sistem pencernaan
Terdapat gejala mual, muntah, perubahan berat badan secara drastis
(meningkat/menurun), memiliki riwayat penggunaan obat diuretik.
Tandanya meliputi berat badan normal atau obesitas, adanya edema,
dan glikosuria. (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 109)
f) Sistem integument
Suhu dingin akibat pengisian pembuluh kapiler mungkin melambat,
kulit berwarna pucat, dan sianosis. (Nurarif & Kusuma, 2015, hal. 108)
g) Sistem musculoskeletal
Terjadi kaku kuduk pada area leher. (Rini Sulistyowati, SST.,M.Kes.,
2015, hal. 40)
h) Sistem endokrin
Pada mekanisme hormonal, melalui sistem RAA telah diketahui bahwa
aldhosteron, angiotensin II, renin dan bahkan prurenin dapat
mengangtifkan jalur-jalur yang memicu sinyal yang dapat
mengangtifkan serangkaian proses yang dapat merusak pembuluh darah
yang sehat dan menyebabkan hipertensi dengan mekanisme yang
kompleks. (Pikir dkk, 2015, hal. 26)

12
i) Sistem reproduksi
Pada klien hipertensi terjadi peningkatan TIK (tekanan intra kranial)
pada saat melakukan hubungan seksual dan terjadi gangguan
reproduksi pada ibu hamil yang memiliki hipertensi. (Nurarif &
Kusuma, 2015, hal. 106)
j) Sistem penginderaan
Jika hipertensi terus menerus tinggi maka dapat menimbulkan
gangguan pada mata biasanya menyebabkan kerusakan sel-sel retina
sehingga jika sangat parah dapat menimbulkan kebutaan. (Sutanto,
2010, hal. 4)
k) Sistem imun
Pada penderita hipertensi mengalami penurunan sistem kekebalan
tubuh. (Nixson Manurung,S.Kep.,Ns.,M.Kep., 2016, hal. 103)
2. Diagnosa keperawatan
Menurut (PPNI, 2016) diagnosa keperawatan hipertensi emergency yang
muncul antara lain :
a. Resiko Penurunan Curah Jantung b.d peningkatan afterload, vasokonstriksi,
iskemia miokard.
Definisi : beresiko mengalami pemompaan jantung yang tidak adekuat untuk
memenuhi kebutuhan metabolism tubuh (PPNI, 2016, p. 41).
Faktor Resiko :
1. Perubahan afterload
2. Perubahan frekuensi jantung
3. Perubahan irama jantung
4. Perubahan kontraktilitas
5. Perubahan preload
Kondisi klinis terkait:
1. Gagal jantung kongestif
2. Sindrom koroner akut
3. Gangguan katup jnatung (stenosis/regurgitasi aorta, pulmonalis,
trikuspidalis, atau mitralis)
4. Atrial/ventricular septal effect
5. Aritmia
6.

13
b. Resiko perfusi serebral tidak aktif b.d suplai O2 ke otak menurun.
Definisi: beresiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak (PPNI, 2016,
p. 51).
Faktor resiko:
1. Hipertensi
Kondisi klinis Terkait:
1. Hipertensi
c. Resiko perfusi miokard tidak efektif (PPNI, 2016, p. 46).
Definisi : beresiko mengalami penurunan sirkulasi arteri koroner yang dapat
mengganggu metabolism miokard (PPNI, 2016, p. 46).
Faktor Resiko:
1. Hipertensi
Kondisi klinis terkait
1. Hipertensi
2. Sindrom koroner akut
d. Resiko perfusi renal tidak efektif (PPNI, 2016, p. 49).
Definisi: beresiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke ginjal
Faktor Resiko:
1. Hipertensi
Kondisi klinis terkait:
1. Hipertensi
e. Nyeri akut b.d peningkatan tekanan vaskuler serebral
Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jarungan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat
dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan
(PPNI, 2016, p. 172).
Penyebab :
1. Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)
2. Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
3. Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan).
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
Pasien mengeluh nyeri

14
Objektif
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif
Tidak tersedia
Objektif
1. Tekanan darah meningkat
2. Pola napas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berpikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaphoresis
Kondisi Klinis Terkait
1. Kondisi pembedahan
2. Cedera traumatis
3. Infeksi
4. Sindrom koroner akut
5. Glaucoma
3. Nursing Care Plane
Menurut Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (PPNI, 2018) intervensi
hipertensi emergensi adalah sebagai berikut:
1) Resiko penurunan Curah Jantung (PPNI, 2018, p. 317).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien akan:
Tujuan: menunjukkan keefektifan pompa jantung dan perfusi jaringan jantung
Criteria hasil:
(1) Menunjukkan status sirkulasi dalam rentang normal
a. Tekanan darah sistolik dan diastolic dalam rentang normal.
b. Tanda vital dalam batas normal.

15
Intervensi (NIC):
Observasi
(1) Observasi tanda dan gejala primer penurunan curah jantung meliputi
dipsnea, kelelahan, edema, ortopnea, peningkatan CVP.
(2) Monitor tekanan darah
(3) Monitor saturasi oksigen
(4) Monitor EKG 12 sadapan
(5) Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum dan sesudah aktivitas.
(6) Periksa tekanan darah dan frekuensi sebelum pemberian obat
Terapeutik
(1) Posisikan pasien semi fowler atau fowler
(2) Berikan diet yang sesuai (batasi asupan kafein, natrium, kolesterol, dan
makanan tinggi lemak).
(3) Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stress, jika perlu
(4) Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%.
Kolaborasi
(1) Kolaborasi dengan tim medis pemberian antiaritmia jika perlu.
2) Resiko perfusi serebral tidak aktif b.d suplai O2 ke otak (Judith M. Wilkinson,
2016, p. 443).
Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam klien akan:
Tujuan:
(1) Menunjukkan status sirkulasi dan perfusi jaringan serebral dalam batas
normal.
Criteria hasil:
(1) Pasien terbebas dari kejang
(2) Pasien tidak mengalami sakit kepala
(3) Tidak ada gangguan reflex neurologis
(4) Pasien tidak mengalami muntah dan agitasi.
Intervensi (NIC):
Aktivitas keperawatan:
(1) Observasi tanda-tanda vital.
(2) Hitung sel darah putih.
(3) Hitung kadar hemoglobin untuk menentukan pengiriman oksigen ke
jaringan.

16
(4) Periksa ukuran, bentuk dan kesimetrisan pupil.
(5) Pantau respon neurologis pasien terhadap aktivitas keperawatan
(6) Pantau perubahan pasien sebagai respon terhadap stimulus.
(7) Tingggikan bagian kepala tempat tidur 300
(8) Minimalkan stimulus lingkungan.
Aktivitas Kolaboratif:
(1) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat-obatan
3) Resiko perfusi miokard tidak efektif (PPNI, 2018, p. 512).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam klien akan:
Tujuan:
(1) Perfusi miokard meningkat dan dalam batas normal
Criteria hasil:
(1) Pasien tidak mengalami nyeri dada
(2) Pasien tidak mengalami mual muntah dan diaphoresis
(3) Vital sign kembali stabil
Intervensi (NIC):
Observasi:
(1) Monitor saturasi oksigen.
(2) Monitor status kardiopulmonal (frekuensi nadi dan kekuatan nadi,
frekuensi pernapsan).
(3) Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit dan CRT)
(4) Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil.
Terapeutik:
(1) Pertahankan jalan napas paten.
(2) Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%
(3) Pasang jalur IV.
(4) Pasang kateter urin.
(5) Pasang selang nasogastrik
Kolaborasi:
(1) Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat-obatan.
4) Resiko perfusi renal tidak efektif (PPNI, 2018, p. 511).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam klien akan:
Tujuan:
(1) Pasien menunjukkan keadekuatan perfusi renal dalam batas normal.

17
Criteria hasil:
(1) Hasil laboratorium dalam batas normal.
(2) Tidak ada hematuria.
(3) Tekanan darah dalam batas normal.
(4) Tidak mengalami mual, kelelahan atau malaise.

Intervensi (NIC):
Observasi :
(1) Monitor status kardipulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi
napas, Td, MAP)
(2) Monitor status oksigenasi
(3) Monitor status cairan.
Terapeutik
(1) Perhatikan jalan napas paten.
(2) Berikan oksigen.
(3) Pasang jalur IV
(4) Pasang kateter
(5) Pasang nasogastrik tube
5) Nyeri akut b.d peningkatan tekanan vaskuler serebral (PPNI, 2018, p. 21).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien akan:
Tujuan :
(1) Pasien tidak mengalami nyeri
Criteria hasil:
(1) Mampu mengontrol nyeri
(2) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dnegan manajemen nyeri
(3) Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi nadi dan tanda nyeri).
(4) Tanda vital dalam batas normal.
Intervensi (NIC):
Observasi
(1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri.
(2) Identifikasi skla nyeri dan identifikasi respon nyeri nonverbal.
Terapeutik
(1) Berikan teknik nonfarmkologis untuk mengurangi rasa nyeri

18
(2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
Edukasi
(1) Jelaskan penyebab nyeri, periode, dan pemicu nyeri dan strategi
mengurangi nyeri
Kolaborasi
(1) Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat anti nyeri.

19
DAFTAR PUSTAKA
Caroline Bunker Rosdahl. (2017). Buku Ajar Keperawatan Dasar. Jakarta: EGC.

Judith M. Wilkinson. (2016). Diagnosa Keperawatan . Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran


EGC.

M. Asikin, dkk. (2016). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Kardiovaskuler. Jakarta:


Erlangga.

Nixson Manurung,S.Kep.,Ns.,M.Kep. (2016). Aplikasi Asuhan Keperawatan Sistem


Kardiovaskular. Jakarta: CV.Trans Info Media.

Nugroho, T. (2011). Asuhan Keperawatan. Yogyakarta : Nuha Medika.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction Jogja.

PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan


Keperawatan Edisi 1. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Reymond R Tjandrawinata dkk. (2014). MEDICINUS HEPATIC ENCEPHALOPATI Vol. 27.


Jakarta: IDI.

Rini Sulistyowati, SST.,M.Kes. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah 1.


Yogyakarta: Ar Ruzz Media.

Rini, Haryanto. (2015). Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Soetomo, F. K. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 2. Surabaya: Airlangga
University Press (AUP).

20

Anda mungkin juga menyukai