Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN


MALROTASI GASTER
DI RUANG ASTER RSD dr. SOEBANDI JEMBER

DisusunOleh :
Ira Pramesti (14.401.17.043)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA
KRIKILAN-GLENMOR-BANYUWANGI
2020

BAB I

1
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Malrotasi Gaster atau Volvulus merupakan kelainan berupa puntiran dari
segmen usus terhadap usus itu sendiri, mengelilingi mesenterium dari usus
tersebut dengan mesenterium itu sendiri sebagai aksis longitudinal sehingga
menyebabkan obstruksi saluran cerna.
B. Etiologi dan Klasifikasi
Volvulus merupakan puntiran usus dengan mesenterium sebagai aksis
putarannya dan dapat terjadi diberbagai tempat di saluran pencernaan.
Volvulus diklasifikasikan berdasarkan tempat terjadinya. Kasus volvulus
sebagian besar terjadi akibat abnormalitas saluran cerna saat proses
embriologi dan kasus banyak ditemukan pada anak. Namun kasus volvulus
juga dapat ditemukan pada orang dewasa dengan etiologi dan faktor resiko
yang berbeda.
1. Volvulus Gaster
Volvulus gaster merupakan kasus yang jarang terjadi, namun
merupakan salah satu kasus kegawatan karena menyebabkan
inkarserata dan strangulasi. Volvulus gaster oleh Singleton
diklasifikasikan berdasarkan aksis putaran volvulus tersebut yaitu :.
a. Organoaksial
Gaster berotasi mengelilingi aksis yang menghubungkan
gastroesofageal junction dan bagian antrum pilorus berotasi kearah
yang berbeda dengan rotasi bagian fundus. Volvulus gaster jenis ini
lebih sering didapatkan dibandingkan kasus jenis
mesenterikoaksial, yaitu 59% dari seluruh kasus volvulus gaster.
Volvulus gaster tipe organoaksial berhubungan dengan defek
diafragmatika. Komplikasi berupa inkarserasi dan strangulasi lebih
sering dijumpai pada tipe ini.

b. Mesenterikoaksial
Pada tipe mesenterikoaksial, antrum pilorus berotasi kearah anterior
dan superior sehingga permukaan posterior gaster berada di anterior.
Volvulus gaster tipe ini tidak berhubungan dengan defek

2
diafragmatika dan jarang menimbulkan komplikasi strangulasi,
sehingga lebih sering bersifat kronis.
c. Kombinasi
Tipe kombinasi antara organoaksial dan mesenterikoaksial jarang
ditemukan.

Volvulus gaster tipe organoaksial (gambar kiri) dan tipe


mesenterikoaksial (gambar kanan)

Etiologi dari volvulus gaster diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya,


yaitu idiopatik (tipe 1) dan kongenital (tipe2). Tipe 1 atau tipe idiopatik lebih
sering terjadi dibandingkan tipe 2, yaitu sebanyak 2 dari 3 kasus dan lebih
sering terjadi pada orang dewasa. Tipe ini terjadi oleh karena abnormalitas
kelenturan dari ligamen gastrosplenik, gastroduodenal, gastrofrenik dan
gastrohepatik. Abnormalitas ini menyebabkan bagian cardia dan pilorus
gaster menjadi dekat ketika gaster penuh dengan makanan, sehingga
mempermudah terjadinya volvulus.
Tipe 2 atau tipe kongenital disebabkan oleh defek kongenital berupa
defek pada diafragmatika 43%, ligamen 32%, perlekatan abnormal 9%,
asplenisme 5%, malformasi usus kecil dan usus besar 4%, stenosis pilorus
2%, distensi kolon 1% dan atresia rektal 1%. Penyebab kelainan
neuromuskular seperti poliomielitis juga beresiko terhadap terjadinya
volvulus gaster.

2. Volvulus Midgut
Midgut merupakan bagian embriologis yang kemudian menjadi
duodenum, jejunum, ileum, sekum, apendiks, kolon asending, kolon
bagian fleksura hepatik dan kolon transversal pada manusia pasca
lahir. Volvulus midgut merupakan keadaan yang disebabkan oleh
kegagalan atau malrotasi intestinal loop saat masa embriologi dan
merupakan kasus kegawatan di bidang pediatrika karena
menyebabkan adanya obstruksi dan iskemia jaringan usus.

3
Kasus volvulus midgut banyak ditemukan pada satu tahun pertama
kehidupan. Beberapa kasus volvulus midgut bahkan ditemukan saat
manusia masih menjadi janin dan mungkin juga tanpa disertai
malrotasi. Etiologi yang mungkin menyebabkan volvulus midgut,
selain akibat kegagalan rotasi adalah akibat tidak adanya otot dari
saluran cerna dan defek mesenterika.
3. Volvulus Sekum
Volvulus sekum terjadi akibat kelainan bawaan kolon kanan yang
tidak terletak retroperitoneal dan tidak terfiksasi dengan baik serta
tergantung pada perpenjangan mesenterium usus halus. Volvulus
sekum melibatkan distal ileum dan colon ascending, dimana keduanya
saling terpuntir.
Pada studi otopsi oleh Anson, sebanyak 10% kolon ascending
mempunyai mesokolon yang mobile, sehingga memudahkan
terjadinya volvulus. Selain mesenterium yang panjang, Anomali
dimana terdapat undescended right colon, sekum yang mudah
bergerak (mobile) serta adanya space occupying lession pada pelvis
seperti tumor ovarium merupakan faktor resiko terjadinya volvulus
pada sekum. 1,4 Sebagai contoh, sebuah kasus volvulus juga ditemukan
pada kehamilan, walaupun kasus ini tergolong jarang.11

Volvulus Midgut, Sekum dan Sigmoid


4. Volvulus Kolon Transversal
Volvulus pada kolon transversal merupakan kasus yang jarang
terjadi, yaitu sebanyak 4% dari seluruh kasus volvulus serta banyak
menyerang perempuan. Faktor predisposisi meliputi adanya
mesokolon yang panjang serta jarak yang dekat antara kolon bagian
fleksura hepatik dan bagian fleksura splenik atau interposisi

4
hepatodiafragmatika kolon (Sindrom Chilaiditi). Obstruksi kolon
bagian distal juga dapat memperpanjang dan memperluas kolon
transversal sehingga beresiko terjadi volvulus.
5. Volvulus Sigmoid
Volvulus sigmoid merupakan volvulus dengan kejadian terbanyak
dibandingkan volvulus ditempat lain. Volvulus sigmoid terjadi akibat
perpanjangan sigmoid sehingga panjang sigmoid berlebihan disertai
dengan basis mesenterium yang sempit. Volvulus sigmoid
berhubungan dengan konstipasi kronik, ditemukan pada pengguna
obat laksatif dan enema, berhubungan dengan diet tinggi serat, dan
adanya massa di cavum pelvis serta Penyakit Chagas dan Hirsprung.
Arah terjadinya puntiran sigmoid adalah searah dengan jarum jam.
Konstipasi kronis dan diet tinggi serat menghasilkan sigmoid yang
penuh dengan feses dan beratnya menghasilkan momentum yang
menginisiasi volvulus. Massa didalam usus berupa cacing juga dapat
menyebabkan momentum sehingga beresiko terjadi volvulus.

C. Manifestasi Klinis
Volvulus secara garis besar bermanifestasi obstruksi saluran cerna.
Volvulus gaster akut bermanifestasi adanya nyeri pada epigastrium yang
sifatnya akut, nyeri dada yang sifatnya tajam, distensi abdomen dan biasanya
juga disertai hematemesis akibat iskemia mukosa. Trias Borchardt khas
menunjukan adanya obstruksi saluran cerna bagian atas, yaitu adanya nyeri,
muntah tanpa pengeluaran isi lambung (isi lambung naik ke esofagus namun
tidak memasuki faring sehingga tidak terjadi pengeluaran isi lambung) dan
pipa nasogastrik yang tidak dapat masuk hingga ke lambung
Sedangkan volvulus gaster yang kronis bermanifestasi nyeri dan cepat
merasa kenyang saat makan. Pasien juga mengeluhkan adanya sulit napas,
nyeri dada dan disfagia. Karena gejala ini tidak khas maka pasien seringkali
didiagnosis dengan ulkus peptikum dan kolelithiasis.
D. Klasifikasi
Bentuk kelainan rotasi yang tersering termasuk nonrotasi, rotasi
inkomplit, dan rotasi terbalik (reversed rotation).

5
1. Non rotasi
Pada bentuk non rotasi, terjadi kegagalan rotasi normal saluran cerna
yang seharusnya 270° berlawanan arah jarum jam mengitari arteri
mesenterika superior sehingga bagian duodenojejunal berada pada sisi
kanan rongga abdomen, dan bagian caecocolica berada pada sisi kiri
rongga abdomen. Adalah kegagalan rotasi counter clockwise dan midgut
dalam mengelilingi SMA, dalam keadaan ini tidak ada sama sekali rotasi
atau rotasi berhenti sampai 90° saja. Non rotasi ini jika gangguan terjadi
pada fase pertama.
2. Rotasi inkomplit
Pada kasus rotasi inkomplit atau campuran (mixed rotation) bila
terjadi gangguan pada fase kedua, berhentinya rotasi mendekati 180° atau
270° disini segmen preaterial gagal untuk mencapai posisi lengkap yaitu di
posterior dan kiri SMA. Sebagai tambahan segmen postaerial caecum
tidak lengkap mengalami counter clockwise rotasi untuk berada di anterior
SMA. Caecum pada umumnya terletak pada regio abdomen kanan atas,
biasanya kiri SMA dan perlekatan dinding belakang abdomen oleh
peritoneum band yang dapat menyebabkan obstruksi duodenum. Pedikel
SMA yang sempit dapat menyebabkan migud volvolus.
3. Reversed rotation
Reversed rotation adalah anomaly yang jarang ditemukan, dimana
duodenum dan kolon berotasi searah jarum jam. Kolon transversum
nantinya akan berada pada bagian dorsal vasa mesenterika superior , yang
dapat menyebabkan obstruksi akut maupun kronis.Ini bisa berupa
beberapa digit rotasi midgut yang clock wise mengelilingi SMA sehingga
segmen preaterial berada di anterior SMA lebih sering daripada posterior.
Karena itu duodenum berada pada posisi anterior posisi segmen postaterial
bias bervariasi tapi bisa terletak di posterior SMA atau dalam hernia
mesokolik.
E. Patofisiologi
Pada masa embriologi, minggu ke 4 hingga ke 8, terjadi perkembangan
intestinal fetal yang pesat, dimana terjadi pemanjangan dan perkembangan

6
tube serta rotasi hingga 270°. Jika loop duodenum tetap berada pada sisi
kanan abdomen dan loop sekokolik berada pada bagian kiri dari arteri
mesenterika superior terjadilah nonrotasi dari intestinal loop. Malrotasi terjadi
jika terdapat gangguan rotasi duodenal, yang seharusnya lengkap 270°
menjadi hanya 180° dan loop sekokolik kehilangan rotasi 180° dari rotasi
normalnya, menyebabkan sekum terletak diatas (mid abdomen) atau letak
tinggi.
Malrotasi menyebabkan sekum terletak diatas, di mid abdomen beserta
dengan tangkai peritoneal yang disebut Ladd’s Bands. Ladd’s Bands
merupakan jaringan fibrosis dari peritoneal yang melekatkan sekum di
dinding abdomen dan menimbulkan obstruksi pada duodenum serta khas
terdapat pada malrotasi intestinal. Malrotasi dari intestinal loop dapat bersifat
asimptomatik, namun beresiko terhadap adanya volvulus dikemudian hari.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan
dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen,
yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah.
Peregangan usus yang terus menerus penurunan absorpsi cairan dan
peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Pengaruh atas kehilangan ini
adalah penciutan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan hipovolemi,
pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan dan asidosis
metabolik. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan
peningkatan permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorpsi toksin-toksin
bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik untuk
menyebabkan bakteriemia. Bakteriemia dan hipovolemi ini kemudian
menyebabkan proses sistemik menyebabkan SIRS (systemic inflamatory
response syndrome)

7
Sekum letak tinggi akibat malrotasi saat masa embriologi; disertai Ladd’s Bands
yang menyebabkan obstruksi duodenum
F. Komplikasi
Strangulasi menjadi penyebab dari keabanyakan kasus kematian akibat
obstruksi usus. Volvulus sendiri merupakan obstruksi usus yang cepat
menyebabkan inkarserasi dan starngulasi. Isi lumen usus merupakan
campuran bakteri yang mematikan, hasil-hasil produksi bakteri, jaringan
nekrotik, yang jika terjadi perforasi makan akan menyebabkan peritonitis.
Namun tanpa terjadi perforasi, bakteri secara permeabel dapat menuju
pembuluh darah dan menyebabkan infeksi yang berlanjut menjadi sepsis.
G. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan klinis, pasien dapat tampak baik-baik saja, dengan
pemeriksaan abdomen tanpa kelainan, hal ini ditemukan pada 50% pasien,
biasanya karena obstruksi usus sifatnya sangat proksimal. Sisanya didapatkan
tanda distensi abdomen. Pada palpasi abdomen yang dalam, mungkin
didapatkan suatu massa akibat statis makanan di usus dan massa puntiran
usus.
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah
pemeriksaan darah rutin untuk mendapatkan jumlah leukosit dan
hemoglobin, pemeriksaan kadar elektrolit darah dan gula darah.
Pemeriksaan penunjang laboratorium tidak banyak membantu diagnosis
volvulus, namun berguna untuk persiapan operasi. Pemeriksaan
penunjang laboratorium juga dapat mengkonfirmasi adanya komplikasi
dari volvulus.Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang
normal. Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis
dan nilai elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering
didapatkan pada obstruksi saluran cerna. Leukositosis menunjukkan
adanya iskemik atau strangulasi. Hematokrit yang meningkat dapat
timbul pada dehidrasi. Selain itu dapat ditemukan adanya gangguan
elektrolit. Analisa gas darah menunjukan abnormalitas pada pasien
dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis bila
ada tanda - tanda syok dan dehidrasi.

8
2. Pemeriksaan Radiologis
Untuk mendapatkan diagnosis pasti, pemeriksaan imaging atau radiologis
diperlukan. Secara umum, pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan
adalah :
a. Foto Abdomen
Foto polos abdomen anterior-posterior dan lateral dapat
menunjukan adanya obstruksi usus, dengan adanya pelebaran loop,
dilatasi lambung dan duodenum, dengan atau tanpa gas usus serta
batas antara udara dengan cairan (air-fluid level). Foto dengan
kontras dapat menunjukan adanya obstruksi, baik bagian proksimal
maupun distal. Malrotasi dengan volvulus midgut patut dicurigai
bila duodenojejunal junction berada di lokasi yang tidak normal
atau ditunjukan dengan letak akhir dari kontras berada. Foto
dengan kontras juga dapat menunjukan obstruksi bagian bawah,
dilakukan juga pada pasien dengan gejala bilious vomiting untuk
mencurigai adanya penyakit Hirschsprung, meconium plug
syndrome dan atresia.
b. Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonografi tidak banyak membantu diagnosis
volvulus, namun pada pemeriksaan ini dapat didapatkan cairan
intraluminal dan edema di abdomen. Kemudian, adanya perubahan
anatomikal arteri dan vena mesenterika superior dapat terlihat, hal
ini menunjukan adanya malrotasi, walaupun tidak selalu.
c. CT scanning
CT scanning mempunyai sensitivitas spesifisitas yang baik untuk
mendiagnosis adanya obstruksi usus, termasuk volvulus.
Pengambilan titik transisi di beberapa lokasi dengan CT scan
signifikan untuk mendiagnosis volvulus. Penelitian Shandu, 2007,
menyatakan bahwa titik transisi yang berhubungan dengan
volvulus cenderung terlokasi lebih dari 7 cm anterior spinal. “The
Whirl Sign” merupakan gambaran khas pada CT scan yang
menunjukan adanya volvulus. Arah putaran volvulus juga dapat
dilihat pada CT scan.

9
Volvulus gaster dapat didiagnosis dengan foto thorax, dimana
terdapat gambaran air fluid level di retrocardiaka. Dengan kontras,
gambaran obstruksi lambung di tempat volvulus terjadi dapat
mengkonfirmasi adanya volvulus.
Volvulus Gaster; gambar menunjukan distensi gaster mengisi hemitoraks bagian
kiri dan mendesak mediastinum (gambar kiri) Gambar menunjukan gaster berada
di dada bagian bawah pada hernia hiatal yang besar. Gaster berotasi dengan putaran
organoaksial. Inkarserata tidak terjadi secara komplit.
H. Penatalaksanaan
1. Resusitasi
Prinsip resusitasi adalah dengan mengurangi kehilangan cairan dan
mencegah terjadinya inkarserasi dan strangulasi. Lakukan resusitasi
cairan segera, sementara menunggu untuk dilakukan tindakan operatif.
Pipa nasogastrik direkomendasikan untuk mengurangi muntah serta pipa
rektal untuk dekompresi volvulus usus besar serta untuk mengurangi
obstruksi akibat feses dan gas.
2. Volvulus Gaster
Pengobatan volvulus gaster akut adalah dengan pembedahan, yaitu
dengan laparotomi, koreksi volvulus dan penilaian terhadap viabilitas
gaster. Hernia diafragmatika dikoreksi melalui abdomen, yaitu dengan
memasukan pipa melalui defek diafragma, menyedot tekanan dalam torak
dan pipa nasogastrik dapat dimanipulasi kedalam gaster yang terdistensi
untuk mengurangi ukuran gaster. Jika tidak berhasil, gastrotomy
diperlukan sebelum memasukan gaster ke dalam abdomen.
3. Volvulus Midgut
Volvulus midgut disebabkan oleh adanya malrotasi akibat kelainan saat
masa embriologis. Penanganan volvulus midgut adalah dengan prosedur
Ladd’s. Setelah melakukan pembukaan abdomen, usus halus terlihat dan
menutupi kolon dibawahnya. Massa intestinal dirotasi untuk mereduksi
volvulus, kemudian intestinal di reposisi ke abdomen. Biasanya
apendektomi juga dilakukan pada prosedur ini karena ikatan peritoneal
dianggap dapat menrusak pembuluh darah appendiks.
4. Volvulus Kolon Transversal
Penatalaksanaan volvulus kolon transversal meliputi laparotomi dan
reseksi. Detorsi sendiri, pada 75% kasus, diikuti dengan kejadian volvulus

10
kambuhan. Reseksi segmental dari kolon transversal atau hemicolektomi
bagian yang meluas lebih disarankan.
5. Volvulus Sigmoid
Pengobatan volvulus sigmoid telah dilakukan semenjak beberapa dekade
yang lalu, dari pembedahan segera untuk mengkoreksi volvulus dengan
mortalitas yang tinggi hingga tindakan sigmoidoskopi dan pembedahan
elektif dengan mortalitas yang lebih rendah. Laparotomy dengan fiksasi
dan reseksi sigmoid walaupun angka mortalitasnya tinggi, mencapai 50%.
Begitupula dengan sigmoidopexy, angka mortalitasnya juga tinggi.
Metode lain berupa deflasi transanal dengan sigmoidoskopi diperkenalkan
Bruusgard, 1947, yang mempunyai angka mortalitas lebih rendah
sehingga lebih banyak diterima(Atherton, 2016)
penatalaksanaan volvulus dengan operatif, sigmoidoskopi, dan
perkutaneus deflasi diperbaharui dan angka mortalitas turun drastis.
Terapi non-operative yang dapat dilakukan adalah pertama dengan
memasukan pipa melalui anus, ukuran 30-36 panjang 50 cm, menuju
tempat obstruksi. Barium dimasukan ke dalam pipa dan tekanan
hidrostatik untuk memasukan barium akan membuka puntiran volvulus.
Foto dengan kontras barium melalui anus yang dilakukan oleh radiologis
ternyata dapat mendetorsi volvulus. Keberhasilan akan dikonfirmasi
dengan dekompresi atau keluarnya feses dan gas. Cara lainya adalah
dengan menggunakan rektoskopi atau dengan kolonoskopi yang
dimasukan melalui anus menuju tempat obstruksi.
Beberapa pendapat menyatakan bahwa setelah dilakukan dekompresi
volvulus sigmoid pasien sebaiknya dilakukan sigmoidektomy untuk
mencegah kekambuhan. Setengah dari pasien volvulus sigmoid setelah
dekompresi akan mengalami satu kali episode kekambuhan dan biasanya
ahli bedah melakukan reseksi setelah timbul episode kekambuhan.
6. Volvulus Sekum
Penanganan dengan melakukan operasi pada pasien dengan volvulus
sekum menuai banyak kontroversi. Operasi simple dengan melakukan
detorsi volvulus biasanya diikuti dengan kejadian kambuhan, sekitar 4%
dari kasus. Tindakan reseksi dan hemikolektomi dilakukan untuk
mencegah kekambuhan dan direkomendasikan pada pasien yang sudah

11
terdapat ganren. Jika sekum masih viabel maka selamatkan bagian yang
sehat dan untuk mencegah terjadinya kekambuhan dilakukanlah sekopeksi

7. Pemberian Antibiotik
Antibiotik spektrum luas direkomendasikan pada pasien dengan curiga
adanya nekrosis jaringan dan infeksi, terlebih jika didapatkan komplikasi
perforasi, peritonitis dan sepsis. Antibiotik spektrum yang disarankan
adalah golongan ampisilin, klindamisin dan gentamisin. Antibiotik ini
terbukti efektif dalam menurunkan angka kejadian infeksi post operatif.

A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Menurut Muttaqin 2012, Pengkajian keperawatan terdiri dari:
a. Identitas
Dapat terjadi pada laki-laki maupun perempuan dan pada semua usia.
Identitas pasien berisi identitas klien, umur, pekerjaan, dan alamat.
Pada remaja lebih berisiko mempunyai penyakit gangguan salluran
pencernaan. Factor yang mendukung terjadinya ileus obstruksi adalah
hernia, tumor, dll.
b. Status kesehatan saat ini
1. Keluhan utama
Pasien biasanya mengeluhkan tidak ada flatus dan defekasi
(konstipasi ) selama beberapa hari.
2. Alasan masuk rumah sakit
Pasien dibawa ke rumah sakit karena adanya akumulasi cairan dan
gas dilumen usus yang menyebabkan distensi abdomen. Pada
kondisi ini maka akan terjadi hipovolemia syok, oliguria, dan
gangguan elektrolit. Pada ileus paralitik biasanya px mengeluh
perutnya kembung. Sedangkan pada ileus obstruksi biasanya px
mengeluh nyeri abdomen yang disertai mual dan muntah.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pada ileus obstruktif biasanya pasien merasa tidak enak pada perut,
konstipasi, anorexia, mual dan terkadang sampai muntah.
c. Riwayat kesehatan terdahulu
1. Riwayat penyakit sebelumnya
Riwayat penyakit sebelumnya kapan klien pernah sampai dirawat
dirumah sakit karena penyakit gaster, berapa lama dan pulang
dengan status apa ( sembuh, dirujuk, dan sebagainya). Riwayat

12
pembedahan juga perlu dikaji baik pembedahan abdomen atau
sistem yang lain.dan penggunaan obat-obatan, alkohol dan pola
hidup tidak baik.
2. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit pada keluarga yang memicu terajadinya ileus
seperti hernia, tumor, pola diet, hepatitis, dan sebagainya
3. Riwayat pengobatan
Mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa
lalu seperti obat antasidapenghilang maag.
d. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
a. Kesadaran
Pasien tidak mengalami penurunan tingkat kesadaran
b. Tanda-tanda vital
Pada pemeriksaan ini dilakukan pemeriksaan fisik seperti
observasi suhu pasien yang mengeluh demam.
2. Body Sistem
a. Sistem Pernafasan
Sistem pernapasan biasanya tidak didapatkan adanya kelainan,
tetapi akan mengalami perubahan apabila setelah dilakukan
tindakan operasi pernapasan pasien akan meningkat karena
nyeri yang dirasakan.
Hidung : bentuk hidung, Tidak ada deformitas, tak ada
pernafasan cuping hidung, bersih atau tidaknya hidung, adakah
pembesaran polip atau tidak.
Dada
Inspeksi : Pernafasan normal, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan
dengan paru.
Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermituteraba
sama.
Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara
tambahan lainnya.
Auskultasi : Suara nafas normal, tidak ada wheezing, atau
suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
b. Sistem Kardiovaskuler
Tidak ada gangguan kecuali penyakit penyerta lainnya. Pada
klien post op kaji warna konjungtiva, warna bibir dan distensi/

13
kolaps vena jugularis. Selain itu, monitor nadi dan tekanan
darah secara periodik untuk memantau hemodinamika tubuh.
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak nampak
Palpasi : nyeri tekan (-), ictuskordis teraba di ics ke 4 dan
5 , N: ≤100x/mnt
Perkusi : jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1 S2 TUNGGAL (lubdub) ,tidak ada suara
tambahan murmur
c. Sistem Pencernaan
Pada sistem pencernaan terdapat hipertimpani dan bising usus
tinggi. Adanya akumulasi cairan dan gas dilumen usus yang
menyebabkan distensi abdomen. Pada kondisi ini maka akan
terjadi hypovolemi syok, oliguri, dan gangguan elektrolit.
Abdomen
Inspeksi : simestris atau tidak, bentuk datar atau membusung,
tidak ada jejas, distensi abdomen
Auskultasi : tidak terdengan bising usus
Palpasi : nyeri tekan ada , tidak ada pembesaran limfe dan klien
Perkusi : didapatkan bunyi hipertimpani.
d. Sistem Perkemihan
Pengkajian fokus pada pola BAK (frekuensi, output, warna
urine, gangguan eliminasi urine).
Inspeksi : tidak adanya pembesaran daerah pinggang atau
abdomen bagian atas
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa pada ginjal
Perkusi : ketok ginjal normal, pasien tidak mengatakan nyeri
Auskultasi : tidak terdengar suara bruit pada ginjal
e. Sistem Muskuloskeletal
Secara fisiologi tidak ada gangguan, namun intoleransi sering
terjadi karena klien mengalami nyeri.
Inspeksi : tidak ada fraktur, tidak ada oedem 55555 55555
Palpasi : nyeri tekan ada atau tidaknya
4444 4444
f. Sistem Integumen
Pada sistem integumen turgor kulit buruk, kering, bersisik,
rambut kusam, kuku tidak berwarna pink, serta suhu badan
klien biasanya meningkat secara signifikan namun hilang
timbun.
Inspeksi : rambut kusam atau tidak, kering, bersisik
Palpasi : turgor kulit buruk, kuku tidakbewarna pink, suhu
tubuh biasanya meningkat

14
g. Sistem Endokrin
Tidak terdapat pembesaran tiroid, nafas tidak berbau keton,
tidak terdapat luka gangren.
Leher : vena jagularis tidak tampak , tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid
h. Sistem Reproduksi
Tidakmemiliki riwayat penyakit seksual, dan tidak ada
gangguan pada sistem reproduksi pada pasien.
Inspeksi : bersih atau tidaknya genetelia wanita atau pria,
i. Sistem Imunotologi
Tidak ada gangguan dalam sistem imun.
j. Sistem Penginderaan
Tidak ada gangguan dalam sistem penginderaan.
Mata : simestris ka/ki, pupil isokor, reflek cahaya +/+,
conjungtiva merah muda, nyeri tekan ada atau tidak
Hidung : hidung bersih atau tidak , adakah pembesaran polip
polip , tidak ada sekret, ada nyeri tekan atau tidak
Mulut : lidah kotor atau bersih, gigi kotor kuning atau tidak
Telinga : tidak ada serumen , fungsi pendengaran baik, tidak
ada nyeri tekan
k. Neurosensory
Tidak ada gangguan kecuali ada penyakit penyerta. Jika diusus
terjadi penyumbatan maka sistem syaraf pada usus akan
terganggu seperti kolik.
Inspeksi : keadaan umum baik, kesadaran pasien biasanya
dengan GCS 4-5-6 atau sadar penuh (composmentis)
2. Diagnose
1. Nyeri akut
Definisi : Penagalaman sensorik atau emosional yamg berkaitan denagn
kerusakan jaringan aktual atau fungsioanal ,denagan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung
kurang dari 3 bulan.
Penyebab:
a) Agen pencedera fisiologi (mis. infelamasi,iskemia,neoplasma)
b) Agen pencedera kimiawai (mis. terbakar ,bahakan kimia iritan )
c) Agen pencedera fisik (mis .abses,amputasi,terbakar,terpotong
mengangkat berat, prosedur operasi,trauma,latihan fisik berlebihan )
Gejala dan tanda mayor
a) Subjektif

15
(tidak tersedia)
b) Objektif
1. Tampak meringis
2. Bersikap proktektif (mis.waspada, posisimenghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
Gejala dan tanda minor
a) Subjektif
(tidak tersedia)
b) Objektif
1) Tekanan darah meningkat
2) Pola napas berubah
3) Nafsu makan berubah
4) Proses berpikir terganggu
5) Menarik diri
6) Berfokus pada diri sendiri
7) Diaforesis
Kondisi klinis terkait
a) Kondisi pembedahan
b) Cedera traumatis
c) Infeksi
d) Sinderom koroner akut
e) Glaukoma
2. Defisit Nutrisi
Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
Penyebab
a) Ketidakmampuan menelan makanan
b) Ketidakmampuan mencerna makanan
c) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
d) Peningkatan kebutuhan metabolisme
e) Faktor ekonomi (mis. Finansial tidak mencukupi)
f) Faktor psikologis (mis. Stres, keengganan untuk makanan)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
a. Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
a) Cepat kenyang setelah makan
b) Kram/ nyeri abdomen
c) Nafsu makan menurun
Objektif
a) Bising usus hiperaktif

16
b) Otot pengunyah lemah
c) Otot menelan lemah
d) Membran mukosa pucat
e) Sariawan
f) Serum albumin turun
g) Rambut rontok berlebihan
h) Diare
Kondisi Klinis Terkait
a) Stroke
b) Parkinson
c) Mobius syndrome
d) Cerebral palsy
e) Cleft lip
f) Celft palate
g) Amyotropic lateral sclerosis
h) Kerusakan neuromuskular
i) Luka bakar
j) Kanker
k) Infeksi
l) AIDS
m) penyakit Crohn’s
a. Resiko Hipovolemia
Definisi : Beresiko mengalami penurunan volume cairan intravaskuler,
interstisial, dan / atau intraseluler.
Faktor Resiko
1. Kehilangan cairan secara aktif
2. Gangguan absorbs cairan
3. Usia lanjut
4. Kelebihan berat badan
5. Status hipermetabolik
6. Kegagalan mekanisme regulasi
7. Evaporasi
8. Kekurangan intake cairan
9. Efek agen farmakologis
Kondisi Klinis Terkait
1. Penyakit Addison
2. Trauma/pendarahan
3. Luka bakar
4. AIDS
5. Penyakit crohn
6. Muntah
7. Diare
8. Colitis ulseratif
2. Intervensi
a. Nyeri akut

17
1) Tujuan : memperlihatkan pengendalian nyeri, yang dibuktikan
oleh indicator sebagai berikut (sebutkan 1-5 : tidak pernah,
jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu): Mengenali awitan
nyeri, menggunakan tindakan pencegahan, melaporkan nyeri
yang dapat dikendalikan.
2) Intervensi ( NIC)
Aktifitas keperawatan
a. Mampu mengenali serangan nyeri.
b. Mampu mendeskripsikan penyebab nyeri.
c. Menggunakan teknik pencegahan nyeri, khususnya teknik
non farmakologis.
d. Melaporkan perubahan gejala nyeri secara periodic kepada
tenaga kesehatan. Melaporkan perubahan gejala nyeri secara
periodic kepada tenaga kesehatan.
e. Menunjukkan gejala terhadap nyeri keluhan(menangis,
gerakan ekspresi wajah, gangguan istirahat tidur, agitasi,
iritabilitas meningkat, diaphoresis, penurunan konsentrasi,
kehilangan nafsu makan, dan nausea).
f. Tanda-tanda vital dalam rentang normal (respiratory rate,
apical heart rate, radial heart rate, tekanan darah).
g. Menunjukkan perubahan dampak dari nyeri (disruptive
effects), antara lain penurunan konsentrasi, penurunan
motivasi, gangguan tidur, kerusakan mobilitas fisik,
gangguan pemenuhan ADL, dan kerusakan eliminasi urine
dan alvi.
h. Nursing Interventions Classification (NIC) :
i. Menunjukkan gejala terhadap nyeri (keluhan, menangis,
gerakan lokalisir,ekspresi wajah, gangguan istirahat tidur,
agitasi, iritabilitas meningkat, diaphoresis, penurunan
konsentrasi, kehilangan nafsu makan, dan nausea)..
Aktifitas kolaboratif
Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi
lebih berat laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil
atau jika keluhan saat ini merupakan perubahan yang bermakna
dari pengalaman nyeri pasien di masa lalu
b. Defisit nutrisi
a. Nutrisi, ketidakseimbangan : kurang dari kebutuhan tubuh

18
a) Tujuan
Memperlihatkan status nutrisi, yang dibuktikan oleh
indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5 : gangguan ekstrim,
berat, sedang, ringan, atau tidak ada penyimpangan dari
rentang normal)
a) Kriteria hasil
a. Mempertahankan berat badan
b. Menjelaskan komponen diet bergizi adekuat
c. Mengungkapkan tekad untuk mematuhi diet
d. Menoleransi diet yang dianjurkan
e. Mempertahankan masa tubuh dan berat badan dalam
batas normal
f. Memiliki nialai laboratorium (mis ; transferin, albumin,
dan elektrolit) dalam batas normal
g. Melaporkan tingkat energi yang adekut
Intervensi Keperawatan
a. Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan
makan
b. Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi
c. Pantau nilai laboratorium, khususnya transferin, albumin,
dan elektrolit.
d. Menejemen nutrisi (NIC)
Ketahui makanan kesukaan pasien
Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan
Timbang pasien pada interval yang tepat
Penyuluh untuk pasien
h. Ajarkan metode untuk perencanaan makan
i. Ajarkan pasien/ keluarga tentang makanan yang bergizi
dan tidak mahal
j. Manajemen nutrisi (NIC) : betikan informasi yang tepat
tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya.
Aktivitas kolaboratif
a. Diskusikan dengan ahli gizi dalam nementukan
kebutuhan protein pasien dan mengalami ketidak
adekuatan asupan protein atau kehilangan protein (mis ;
pasien anoreksia nevosa, penyakit glomerular atau dialisis
peritonial)
b. Diskusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu
makan, makanan pelengkap, pemberian makanan melalui

19
slang, atau nutrisi parenteral total agar asupan kalori yang
adekuat dapat dipertahankan
c. Rujuk kedokter untuk menentukan penyebab gangguan
nutrisi
d. Rujuk keprogram gizi dikomunitas yang tetap, jika pasien
tidak dapat membeli atau menyiapkan makanan yang
adekuat
e. Menejemen nutisi(NIC) : tentukan, dengan melakukan
kolaborasi bersama gizi, jika diperlukan, jumlah kalori
dan jenis zat gizi yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi [ khusussnya untuk pasien dengan
kebutuhan energi tinggi, seperti pasien paska bedah dan
luka bakar, trauma, demam, dan luka]
Aktivitas lain
a. Buat perencanaan makan dengan pasien yang masuk dalam
jadwal makan, lingkungan makan, kesukaan dan
ketiksukaan pasien, serta suhu makanan
b. Dukung anggota keluarga untuk membawa makanan
kesukaan pasien dari rumah
c. Bantu pasien menulis tujuan mingguan yang realistis untuk
latihan fisik dan asupan makanan
d. Anjurkan pasien untuk menampilkan tujuan makan dan
latihan fisik dilokasi yang terlihat jelas dan kaji pulang
setiap hari
e. Tawarkan makanan porsi besar disiang hari ketika nafsu
makan tinggi
f. Ciptakan linggungan yang menyenangkan untuk makan
(mis ; pindahan barang-barang dan cairan yang tidak sedap
dipandang)
g. Hindari prosedur invasif sebelum makan
h. Suapai pasien jika perlu
i. Manajemen nutrisi(NIC) : berikan pasien minuman dan
kudapan bergizi, tinggi protein, tinggi kalori yang siap
dikonsumsi, bila memungkinkan, ajarkan pasien tentang
cara membuat catatan harian makanan, jika perlu
c. Resiko Hipovolemia

20
1. Tujuan : Kekurangan volume cairan akan teratasi, dibuktikan
oleh keseimbangan cairan, hidrasi yang adekuat dan status
nutrisi: asupan makanan dan cairan yang adekuat.
Keseimbangan cairan akan di capai,dibuktikan oleh indikator
gangguan berikut(sebutkan 1-5 gangguan eksterem, berat
sedang ringan atau tidak ada gangguan): tekanan darah, denyut
nadi radial, nadi perifer, elektrolit serum,dan berat badan stabil.
2. Kriteria Hasil :
a. Memiliki konsentrasi urine yang normal.
b. Memiliki hemoglobin dan hematokrid dalam batas normal
untuk pasien.
c. Memiliki vena sentral dan pulmonal dan rentan yang di
harapkan
d. Tidak mengalami haus yang tidak normal.
e. Nursing Interventions Classification (NIC) :
Aktifitas Keperawatan
a. Pantau warna jumlah dan frekuensi kehilangan cairan.
b. Observasi kususnya terhadap kehilangan cairan yang tinggi
elektrolit.
c. Pantau pendarahan..
Aktifitas kolaboratif
1. Lakkuan higiene oral secara sering
2. Tentukan jumlah cairan yang masuk dalam 24 jam, hitung
asupan yang diinginkan sepanjang sif siang, sore,dan malam
3. Pastikan bahwa pasien terhidrasi dengan baik sebelum
pembedahan
4. Ubah posisi pasien trendelenburg atau tinggikan tungkai
pasien bila hipotensi,kecuali dikontraidikasikan.

DAFTAR PUSTAKA

Ballantyne, Garth.H. Laparoscopic Treatment of Volvulus of the Colon.


Tersedia di http ://www.lapsurgery.com/volvulus.htm. Diakses Tanggal
Januari, 25, 2010
Markowitz, J.E. Volvulus. Tersedia di http://www.emedicine.medscape.com.
Diakses Januari, 25, 2010

21
Anonim. Modul of Embriology : Intestinal Rotation. Tersedia di
http://www.embryology.ch/anglais/sdigestive/mitteldarm01.html. Diakses
Januari, 25, 2010
Sjamsuhidajat, R., de Jong, W. Usus Halus, Apediks, Kolon dan Anorektum.
In: Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC; 2004. 616-7
Anonim. Modul of Embriology : Pathology of Midgut. Tersedia di
http://www.embryology.ch/anglais/sdigestive/patholdigest04.html. Diakses
Februari, 5, 2010
Hope, Wiliam W. Gastric Volvulus. Tersedia di
http://www.emedicine.medscape.com. Diakses Februari, 6, 2010
Anonim. Volvulus Gaster. Tersedia di http://www.learningradiology.com
Diakses Februari 6, 2010
Schoeffel, U., M. Schein. Diafragmatic Emergencies. In: Schein’s Common
Sense Emergency Abdominal Surgery. 2nd Edition. New York : Springer.
2005; 121-23
Park, Seok Jun., S.J. Cha., BG. Kim., YS. Choi., IT. Chang., GW. Kim.
Intrauterine Midgut Volvulus without Malrotation : Diagnosis from the
“Coffee Bean Sign”. World J Gastroenterol. 2008; 14: 1456-8
Hill, Mark. Gastrointestinal Tract Abnormalities. Tersedia di
http://www.embryology.med.unsw.edu.au/notes/git2.html Diakses Februari, 5,
2010
John, T., T.Gyr., G. Giudici., S. Martinoli., A.Marx. Cecal Volvulus in
Pregnancy : Case Report and Review of Literature. Arch Gynecol Obstet.
1996; 258: 161-4

22

Anda mungkin juga menyukai