Anda di halaman 1dari 11

d. Kelahiran kurang bulan, BBLR, cacat bawaan.

A. Manifestasi Klinis
Anak dengan sepsis neonatorum bisanya akan mengalami :
a. Hipertermia, tampak tidak sehat, malas minum, letargi (keadaan kesedaran menurun
seperti tidur)
b. Distensi abdomen, anorexia, muntah, diare dan hepatomegali
c. Apnea, dipsnea, takipnea, retraksi dinding dada, napas cuping hidung, merintih dan
cianosis
d. Pucat, kulit lembab, hipotensi, tachicardia atau bradicardia
e. Icterus, splenomegali, petekie dan purpura (Arief, M , 2008)

Menurut (Bobak, 2008) tanda dan gejala anak dengan sepsis neonatorum adalah
sebagai beikut :
a. Umum : hipertermi kemudian hipotermi, tampak tidak sehat, malas minum
b. Saluran cerna : distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegali
c. Saluran napas : apnea, dispnea, takipnea, napas cuping hidung, merintih, sianosis.
d. Sistem kardiovaskuler : sianosis, hipotensi, takikardi, bradikardia.
e. Sistem saraf pusat :tremor, kejang, penurunan kesadaran
f. Hematologi : ikterus, splenomegali, pucat, petekie, pendarahan.

B. Patofisiologi
Penyakit yang ada pada ibu karena adanya bakteri dan virus pada neonatus (bayi).
Kemudian menyebabkan terjadinya infeksi yang menimbulkan sepsis. Faktor infeksi
yang mempengaruhi sepsis, antara lain faktor maternal yaitu adanya status sosial-
ekonomi ibu, ras, dan latar belakang yang mempengaruhi kecenderungan terjadinya
infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio-
ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak
higienis. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu
(kurang dari 20 tahun atau lebih dari 30 tahun. Kurangnya perawatan prenatal, ketuban
pecah dini (KPD), dan prosedur selama persalinan. Faktor Neonatal, pada bayi dengan
prematurius ( berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko utama
untuk sepsis neonatal (Arief, M , 2008).
Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan.
Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir ketiga.
Setelah bayi lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun sehingga
menyebabkan hipergamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan
pertahanan kulit. Kemudian adanya defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami
kekurangan IgG spesifik, khususnya terhadap streptokokus atau Haemophilus
influenza. Ig G dan Ig A tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam
darah tali pusat (Arief, M , 2008).
Faktor Lingkungan, pada bayi mudah terjadi defisiensi imun yaitu cenderung
mudah sakit sehingga sering memerlukan prosedur invasif, dan memerlukan waktu
perawatan di rumah sakit lebih lama. Penggunaan kateter vena atau arteri maupun
kateter nutrisi parenteral merupakan tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit
yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi. Paparan
terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bisa menimbulkan resiko pada neonatus
yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga menyebabkan
kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda. Kadang-
kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran mikroorganisme yang berasal
dari petugas ( infeksi nosokomial), paling sering akibat kontak tangan. Pada bayi yang
minum ASI, spesies Lactbacillus dan E. colli ditemukan dalam tinjanya, sedangkan
bayi yang minum susu formula hanya didominasi oleh E. Colli (Arief, M , 2008).
d) Sistem perkemihan
Anak dengan sepsis neonatus akan mengeluarkan urine berwarna kekuningan
karena ikterik (Bobak, 2008).
e) Sistem pencernaan
Anak dengan sepsis neonaorum biasanya mengalami distensi abdomen, anorexia,
muntah, diare, menyusu buruk, peningkatan residu lambung setelah menyusu,
darah samar pada feces, hepatomegaly (Arief, M , 2008).
f) Sistem Integumen
Biasanya kulit pada anak sepsis neonatorum mengalami perubahan warna yaitu
kekuningan karena defisiensi immunoglobulin G (Bobak, 2008).
g) Sistem musculoskeletal
Bisanya pada anak dengan sepsis neonatorum tulang mengalami (osteomielitis)
menyebabkan terbatasnya pergerakan pada lengan atau tungkai yang terkena
infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri teka dan
sendi yang terkena teraba hangat (hall & Guyton, 2012).

h) Sistem Endokrin
Pada anak dengan sepsis neonatorum mengalami kelainan karena sintesis
immunoglobulin pada kromosom X, dan fungsi pertahanan terhadap infeksi lebih
besar (Bobak, 2008).
i) Sistem reproduksi
Pada sepsis neonatorum sistem reproduksi anak belum sempurna dan akan
mengalami kelainan kongenital karena mengalami sepsis berat, dan biasanya akan
rentn terhadap infeksi (Arief, M , 2008).
j) Sistem penginderaan
Pada anak dengan sepsis neonatorum mengalami ikterik padama, konjungtiva
tampak anemis karena sepsis tersebut terinfeksi melalui pembuluh darah (Bobak,
2008).
k) Sistem imun
Sepsis neonatus bisa mengalami kekurangan Ig G spesifik, khususnya terhadap
streptokokus atau Haemophilus influenza. Ig G dan Ig A tidak melewati plasenta
dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal tersebut,
aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak diproduksi
sebagai respon terhadap lipopolisakarida (Arief, M , 2008).
A. Diagnosa Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif
Definisi
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.
Penyebab
1) Depresi pusat pernapasan
2) Hambatan upaya napas (mis. Nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan)
3) Deformitas dinding dada
4) Deformitas tulang dada
5) Gangguan neuromuscular
6) Gangguan neurologis (mis. Elektroensefalogram [EEG] positif, cidera kepala,
gangguan kejang)
7) Imaturitas neurologis
8) Penurunan energy
9) Obesitas
10) Posisi tubuh yang menghambat ekstansi paru
11) Sindromhipoventilasi
12) Kerusakan inervasi diagrama (kerusakan saraf C5 keatas)
13) Ciderapada medulla spinalis
14) Efek agen farmakologis
15) Kecemasan

Gejala dan tanda mayor


Subjektif
1) Dispnea
Objektif
1) Penggunaan otot bantu pernapasan
2) Fase ekspirasi memanjang
3) Polanapas abnormal (mis. Takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul,
cheyne-stokes
Gejala dan tanda minor
Subjektif
1) Ortopnea
Objektif
1) Pernapasan pursed-lip
2) Pernapasan cuping hidung
3) Diameter thoraks anterior-posterior meningkat
4) Ventilasi semenit menurun
5) Kapasitas vital menurun
6) Tekanan ekspirasi menurun
7) Tekanan insprasi menurun
8) Ekskrusi dada berubah
Kondisi klinis terkait
1) Depresi system sarafpusat
2) Cederakepala
3) Trauma thoraks
4) Gullianbarre syndrome
5) Multiple sclerosis
6) Myasthenia gravis
7) Stroke
8) Kuardiplegia
9) Intoksikasi alcohol (PPNI, 2016).

2. Hipovolemia
Definisi: penurunan volume cairan intravaskular, interstisial, dan atau intraselular.
Penyebab
1. Kehilangan cairan aktif
2. Kegagalan mekanisme regulasi
3. Peningkatan permeabilitas kapiler
4. Kekurangan intake cairan
5. Evaporasi
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
Tidak tersedia
Objektif
1. Frekuensi nadi meningkat
2. Nadi teraba lemah
3. Tekanan darah menurun
4. Tekanan nadi menyempit
5. Turgor kulit menurun
6. Membran mukosa kering
7. Volume urin menurun
8. Hematokrit meningkat

Gejala dan tanda minor


Subjektif
1. Merasa lemah
2. Mengeluh haus
Objektif
1. Pengisian vena menurun
2. Status mental berubah
3. Suhu tubuh meningkat
4. Konsentrasi urin meningkat
5. Berat badan turun tiba-tiba
Kondisi klinis terkait
1. Penyakit Addison
2. Trauma/perdarahan
3. Luka bakar
4. AIDS
5. Penyakit crohn
6. Muntah
7. Diare
8. Kolitis ulseratif
9. Hipoalbuminemia (PPNI, 2016).

3. Ketidakefektifan termoregulasi.
1) Definisi
Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal.
2) Batasan karakteristik
Objektif :
a) Kulit kemerahan.
b) peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal.
c) Kejang atau konvulsi.
d) Kulit teraba hangat.
e) Takikardia.
f) Takipnea.
g) Sedikit menggigil (Wilkinson J. M., 2016).

C. Intervensi Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif
1) Tujuan: Pola pernapasan efektif, yang dibuktikan oleh Status Pernapasan:
Status Ventilasi dan Pernapasan yang tidak terganggu: kepatenan jalan napas;
dan tidak ada penyimpangan tanda vital dari rentang normal.
2) Kriteria hasil
a. Menunjukkan pernapasan optimal pada saat terpasang ventilator mekanis
b. Mempunyai kecepatan dan irama pernapasan dalam batas normal
c. Mempunyai fungsi paru dalam batas normal untuk pasien
d. Meminta bantuan pernapasan saat dibutuhkan
e. Mampu menggambarkan rencana untuk perawatan dirumah
f. Mengidentifikasi faktor (mis, alergen) yang memicu ketidakefektifan pola
napas, dan tindakan yang dapat dilakukan untuk menghindarinya.
(Wilkinson, 2015, p. 101)
3) Intervensi (NIC)
Aktivitas keperawatan
Pengkajian
a. Pantau adanya pucat sianosis
b. Pantau efek obat pada status pernapasan
c. Tentukan lokasi dan luasnya repitasi di sangkar iga
d. Kaji kebutuhan insersi jalan napas
e. Observasi dan dokumentasi ekspansi dada bilateral pada pasien yang
terpasang ventilator
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
a. Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk
memperbaiki pola pernapasan.
b. Diskusikan perencanaan untuk perawatan dirumah, meliputi pengobatan,
peralatan pendukung, tanda dan gejala komplikasi yang dapat dilaporkan,
sumber-sumber komunitas.
c. Diskusikan cara menghindari allergen, sebagai contoh:
Memeriksa rumah untuk adanya jamur di dinding rumah
Tidak menggunakan karpet di lantai
Menggunakan filter elektronik alat perapian dan AC
d. Ajarkan teknik batuk efektif
e. Informasikan kepada pasien dan keluarga bahwa tidak boleh merokok di
dalam ruangan
f. Instruksikan kepada pasien dan keluarga bahwa mereka harus memberitahu
perawat pada saat terjadi ketidakefektifan pola pernapsan
Aktivitas kolaboratif
a. Konsultasi dengan ahli terapi pernapasan untuk memastikan keadekuatan
fungsi ventilator mekanis
b. Laporkan perubahan sensori, bunyi napas, nilai GDA, sputum dan
sebagainya, jika perlu atau sesuai protokol
c. Berikan obat (misalnya, bronkodilator) sesuai dengan program atau
protokol
d. Berikan terapi nebulizer ultrasonic dan udara atau oksigen yang
dilembabkan sesuai program atau protokol sesuai institusi
e. Berikan obat nyeri untuk mempertimbangkan pola pernapasan (Wilkinson
J. M., 2016).

a. Hipovolemia
Tujuan: kekurangan volume cairan akan teratasi, dibuktikan oleh keseimbangan
cairan, hidrasi yang adekuat, dan status nutrisi: asupan makanan dan cairan yang
adekuat.
Intervensi NIC
Aktivitas keperawatan
Pengkajian
a. Pantau warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan
b. Observasi khusunya terhadap kehilangan cairan yang tinggi elektrolit
(misalnya, diare, drainase luka, pengisapan nasogastrik, diaphoresis, dan
drainase ileostomi)
c. Pantau perdarahan (misalnya, periksa semua secret dari adanya darah nyata
atau darah samar)
d. Identifikasi pengaruh terhadap bertambah buruknya dehidrasi (misalnya,
obat-obatan, demam, setress, dan program pengobatan)
e. Pantau hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan cairan
(misalnya, kadar hematokrit, BUN, albumin, protein total, osmonalalitas
serum, dan berat jenis urin)
f. Kaji adanya vertigo atau hipotensi postural
g. Kaji orientasi terhadap orang, tempat dan waktu
h. Cek arahan lanjut klien untuk mennetukan apakah kebutuhan cairan pada
sakit terminal tepat dilakukan
Manajemen cairan (NIC):
1. Pantau status hidrasi (misalnya kelembaban membrane mukosa, keadekuatan
nadi, dan tekanan darah ortostatik)
2. Timbang berat badan dan pantau kecenderungannya
3. Pertahankan keakuratn catatan asupan dan haluaran
Penyuluhan untuk pasien/keluarga:
1. Anjurkan pasien untuk menginformasikan perawat bila haus
Aktivitas Kolaboratif
1. Laporkan dan catat haluaran kurang dari _____ mL
2. Laporkan dan catat haluaran lebih dari _______ mL
3. Laporkan abnormalitas elektrolit
Manejemen elektrollit (NIC)
a. Atur ketersediaan produk darah untuk tranfusi, bila perlu
b. Berikan ketentuan penggantian nasogastrik berdasarkan haluaran sesuai
dengan kebutuhan
c. Berikan terapi IV, sesuai program
Aktivitas lain
1. Lakukan hygiene oral secara sering
2. Tentukan jumlah cairan yang masuk dalam 24 jam, hitung asupan yang
diinginkan sepanjang shift siang, sore, dan malam
3. Pastikan bahwa pasien terhidrasi dengan baik sebelum pembedahan
4. Ubah posisi pasien trendelenburg atau tinggikan tungkai pasien bila
hipotensi, kecuali dikontraindikasikan
Menejemen Cairan (NIC)
a. Tingkatkan asupan oral (misalnya sediakan sedotan, beri cairan di antara
waktu makan, ganti air es secara rutin, buat es mambo dari jus kesukaan
anak, cetak agar – agar bentuk lucu-lucu, gunakan cangkir obat kecil),
pasang kateter urine bila perlu
b. Berikan cairan sesuai dengan kebutuhan (Wilkinson J. M., 2016).

c. Ketidak efektifan termoregulasi


1) Pengertian : keseimbangan antara produksi, penambahan dan kehilangan
Panas
Indikator :
a. Tidak ada sakit kepala atau pusing
b. Tidak ada perubahan warna kulit abnormal
c. Temperature tubuh dalam batas normal
d. Nadi DBN
e. Menggigil waktu dingin

b) Status Vital Sign

Pengertian: status TD, N, RR dan S individu dalam batas normal

Indikator :

(1) Temperatur suhu tubuh 36-37OC.

(2) Respiratory Rate Dalam Batas Normal.

(3) Nadi Dalam Batas Normal.

(4) Tekanan darah Dalam Batas Normal.

(5) Melaporkan kenyamanan suhu.

2) NIC (Nursing Intervention Classification)

NIC untuk diagnosa tersebut antara lain:


a) Regulasi suhu

Aktivitas :

1) Pantau suhu minimal setiap 2 jam, sesuai dengan kebutuhan.


2) Pantau warna kulit dan suhu.
3) Pantau tanda-tanda vital.
4) Pantau adanya kejang.
5) Ajarkan pasien atau keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan
mengenali secara dini hipertermia.
6) Anjurkan untuk perbanyak asupan cairan oral sedikitnya 2 liter sehari.
7) Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien dengan selimut saja.
8) Lakukan tapid sponge
9) Berikan teknik non-farmakologi : kompres hangat k/p.
10) Kolaborasi dengan dokter, pemberian obat antipiretik k/p

b) Pemantauan tanda vital

Aktivitas :

1) Pantau tekanan darah.


2) Monitor kualitas denyut nadi.
3) Pantau frekuensi dan irama pernapasan.
4) Observasi ulang suhu sesuai dengan kebutuhan.
5) Berikan posisi nyaman ke pasien dan monitor Vital Sign saat pasien
berbaring, duduk atau berdiri .
6) Anjurkan pasien untuk mengukur suhu sendiri untuk mencegah dan
mengenali secara dini tanda-tanda hipertermi.
7) Ajarkan kepada keluarga tentang tanda-tanda awal demam / hipertermi.
8) Berikan informasi kepada pasien atau keluarga terhadap faktor-faktor yang
dapat mengubah suhu inti tubuh.
9) Ajarkan ke keluarga untuk mengenal lokasi yang tepat untuk pengukuran
suhu tubuh.
10) Kolaborasi dengan dokter terhadap pemberian terapi (Wilkinson J. M.,
2016).

Anda mungkin juga menyukai