Anda di halaman 1dari 14

A.

Konsep teori Pre-eklamsia


1. Pengertian
Preeklampsia adalah hipertensi yang terjadi pada ibu hamil dengan usia
kehamilan 20 minggu atau setelah persalinan di tandai dengan meningkatnya tekanan
darah menjadi 140/90 mmHg. (Sitomorang, dkk 2016).
Preeklampsia adalah hipertensi pada kehamilan yang ditandai dengan tekanan
darah ≥ 140/90 mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu, disertai dengan
proteinuria ≥ 300 mg/24 jam (Nugroho, 2012).
Preeklamsia adalah penyebab utama mortalitas dan morbiditas ibu dan janin. Pre
eklamsia dapat timbul pada masa antenatal, intrapartum, dan postnatal. Pre eklamsia
dapat terjadi dengan tanda-tanda hipertensi dan proteinuria yang baru muncul di
trimester kedua kehamilan yang selalu pulih di periode postnatal (Robson, 2012).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan preeklampsia adalah hipertensi yang
terjadi pada ibu hamil dengan usia kehamilan 20 minggu, dengan tekanan darah ≥
140/90 mmHg, pre eklamsia dapat timbul pada masa antenatal, intrapartum, dan
postnatal.
2. Klasifikasi
Preeklamsia dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Preeklamasia Ringan
Timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema pada umur kehamilan 20
minggu pada penyaki trofoblas. Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang
diukur pada posisi terlentang atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih atau
kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya
pada 2 kali pemeriksan dengn jarak periksa 1 jam sebaiknya 6 jam. Edema umum,
kaki, jari tangan dan muka atau kenaikan berat 1 kg atau lebih perminggu.
Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih perliter, kwalitatif 1+ atau 2+ pada urine
kateter atau midstream.
b. Preeklamsia Berat
Kehamilan yang ditandai dengan timbulnya pertensi 160/110 mmHg atau lebih
disertau proteinnuria dan edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Terdapat
proteinuria 5 gr atau lebih per liter. Oliguria, yaitu jumlah urina kurang dari 400
cc/24 jam. Adanya gangguan serebarl, gangguan visus dan rasa nyeri
epigastrium, terdapat edema paru dan sianosis. ( Amin Huda dan Hardhi Kusuma,
2016)
3. Etiologi
Faktor risiko terjadinya pre-eklamsia dan eklamsia :
a. Riwayat keluarga dengan pre-eklamsia atau eklamsia
b. Pre-eklamsia pada kehamilan sebelumnnya
c. Ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
d. Wanita dengan gangguan fungsi organ (diabetes, penyakit ginjal, migraine, dan
tekanan darah tinggi)
e. Kehamilan kembar
f. Obesitas. (Nurarif, 2016)
4. Patofisiologis
Pada preeklamsia terdapat penurunan aliran darah. Perubahan ini menyebabkan
protaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia uterus. Keadaan iskemia
pada uterus merangsang pelepasan bahan troblastik yaitu akibat hiperoksidase lemak
dan pelepasan renin uterus. Bahan tropoblastik menyebabkan terjadinya endotheliosis
menyebabkan pelepasan tromboplastin. Tromboplastin yang dilepaskan
mengakibatkan pelepasan tombokson dan aktivosi agregasi trombosit deposisi fibrin
akan menyebabkan koogulasi intravaskuler yang mengakibatkan perfusi darah
menurun dan konsumtif koagulapati.
Komsumtif koagulapati mengakibatkan trombosit dan faktor pembekuan darah
menurun dan menyebabkan gangguan fcal hemostasis. Renin uterus yang dikeluarkan
akan mengalir bersama darah sampai organ hati dan bersama –sama angiotensin II.
angiotensin II bersama trombokson akan menyebabkan terjadinya vasosposme.
Vasosposeme menyebabkan lumen anterior menyempit. Lumen anteriol yang
menyempit menyebabkan lumen lainnya dapat dilewati oleh satu sel darah merah.
Tekanan penifer akan meningkatkan agar oksigen mencukupi kebutuhan sehingga
menyebabkan terjadinya hipertensi. Selain menyebabkan vasospasme, ongiotensin II
akan merangsang glandula saprarenal untuk mengeluarkan abdosteron. Glandula
saprarenol bersama dengan koagalasin miavaskuler akan menyebabkan gangguan
perfusui darah dan gangguan multi organ.
Gangguan multi organ terjadi pada organ-organ tubuh diantaranya otak, paru-
paru, hati liver, renal dan plasenta. Pada otak akan dapat terjadi peningkatan tekanan
intranatal. Tekanan intranatal yang meningkat menyebabkan terjadinya gangguan
perfusi serebroli nyeri dan terjadinya kejang sehingga menimbulkan diagnosa
keperawatan resiko cidera. Pada darah akan terjadi enditheliosis menyebabkan sel
darah merah yang pecah akan menyebabkan terjadinya anemia hemobitik. Pada paru-
paru, LADEP akan meningkat menyebabkan terjadinya kongesti vena pulmonalis.
Perpindahan cairan sehingga akan mengakibatkan terjadienya edema paru. Odema
paru akan menyebabkan terjadinya kerusakan pertukaran gas.
Pada mata, akan terjadi spasmus anteriola selanjutnya menyebabkan odema
deskus optikus dan retina. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya diplopia dan
memunculkan diagnosa keperawatan resiko adera. Pada plasenta penurunan perfusi
akan menyebabkan hipoksia/ anoksia sebagai penilai timbulnya gangguan
pertumbuhan plasenta sehingga dapat berakibat terjadinya intra, serta memunculkan
terjadinya diagnosa keperawatan resiko gawat janin. Hipertensi akan merangsang
medula oblongata dan sistem saraf parasimpatis akan meningkat. Peningkatan saraf
simpatis mempengaruhi traktus gastrointestinal dan ekstremitas.
5. Manifestasi klinik
Pada pre eklamsi berat gejalanya sudah dapat dijumpai seperti :
1) Nyeri kepala hebat pada bagian depan atau belakang kepala yang diikuti dengan
peningkatan tekanan darah yang abnormal. Sakit kepala tersebut terus menerus
dan tidak berkurang dengan pemberian aspirin atau obat sakit kepala lain
2) Iritabel ibu merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara berisik atau
gangguan lainnya
3) Nyeri perut pada bagian ulu hati (bagian epigastrium) yang kadang disertai
dengan mual muntah
4) Gangguan pernafasan sampai cyanosis
5) Dengan pengeluaran protein urin keadaan semakin berat karena terjadi gangguan
fungsiginjal. (Nurarif, 2016)
6. Komplikasi
Kejang (eklampsia) Eklampsia adalah keadaan ditemukannya serangan kejang
tibatiba yang dapat disusul dengan koma pada wanita hamil, persalinan atau masa
nifas yang sebelumnya menunjukan gejala preeklampsia (Prawirohardjo, 2010).
Preeklampsia pada awalnya ringan sepanjang kehamilan, namun pada akhir
kehamilan berisiko terjadinya kejang yang dikenal eklampsia. Jika eklampsia tidak
ditangani secara cepat dan tepat, terjadilah kegagalan jantung, kegagalan ginjal dan
perdarahan otak yang berakhir dengan kematian (Natiqotul, 2016).
7. Penatalaksanaan
1) Preeklamsi berat
Pada pasien preeklamsi berat segera harus diberi obat sedatif kuat untuk
mencegah timbulnya kejang. Apabila sesudah 12 – 24 jam bahaya akut sudah
diatasi, tindakan terbaik adalah menghantikan kehamilan. Sebagai pengobatan
mencegah timbulnya kejang, dapat diberikan larutan magnesium sulfat (MgSO4)
20% dengan dosis 4 gr secara intravena loading dose dlaam 4-5 menit.
Kemudian dilanjutkan dengan MgSO4 40% sebanyak 12 gr dalam 500 cc ringer
laktat (RL) atau sekitar 14 tetes/menit. Tambahan magnesium sulfat hanya dapat
diberikan jika diuresis pasien baik, refelek patella positif dan frekuensi
pernafasan leih dari 16x/menit. Obat ini memiliki efek menenangkan,
menurunkan tekanan darah dan meningkatkan diuresis. Selain magnesium sulfat
pasien preklamsi dapat diberikan obat klorpromazin dengan dosis 50 mg secara
intramuscular ataupun diazepam 20 mg secara intramuscular. (Nurarif, 2016)
Pathway

Peningkatan sensitivitas Volume plasma yang beredar


terhadap tekanan peredaran menurun
darah

Hemokonsetrasi Hematokrit
Angiotensin II Ketidakseimbangan maternal
postrasiklin dan meningkat
tromboksan A2
Perfusi organ
maternal menurun
Vasospasma
Gangguan
perfusi jaringan

Spasme korteks Permeabilitas Vasokontriksi Vasospasme Sel – sel darah


pembuluh darah ginjal hancur
serebral kapiler

Sakit kepala Perpindahan cairan Kapasitas O2


Hipertensi Hiperfungsi
dari intra vasculer maternal
ginjal menurun
Nyeri akut ke intra seluler
Kerusakan
glomelurus
Edema umum Edema paru

Kelebihan Gangguan
Dispneu Proteinuri
volume cairan pengendalian
sejumlah besar
a
Gangguan darah yang
pertukaran gas berperfusi di
ginjal
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas umum ibu
Ibu hamil dengan usia kehamilan 20 minggu, dengan tekanan darah ≥ 140/90
mmHg
b. Data riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan ibu menderita penyakit hipertensi sebelum hamil,
kemungkinan ibu mempunyai riwayat preeklamsia pada kehamilan
terdahulu, biasanya mudah terjadi pada ibu dengan obesitas,mungkin
pernah menderita penyakit gagal ginjal kronis. (Mitayani, 2013, p. 17)
2) Riwayat kesehatan sekarang
Ibu merasa sakit kepala daerah frontal, terasa sakit di ulu hati/nyeri
epigastriun, gangguan visus : penglihatan kabur, skotoma, dan diplipia,
mual dan muntah, tidak ada nafsu makan, edema pada ekstermitas
(Mitayani, 2013, p. 17)
3) Riwayat kesehtan keluarga
Kemungkinan mempunyai riwayat preeklamsia dan eklamsia dalam
keluarga (Mitayani, 2013, p. 18)
4) Riwayat perkawinan
Biasanya terjadi pada wanita yang menikah di bawah usia 20 tahun atau di
atas 35 tahun. (Mitayani, 2013, p. 18)
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan Umum : baik, cukup, lemah
2) Kesadaran : Composmentis (e = 4, v = 5, m = 6)
3) Pemeriksaan Fisik (Persistem):
a. Sistem pernafasan
Pemeriksaan pernapasan, biasanya pernapasan mungkin kurang, kurang
dari 14x/menit, klien biasanya mengalami sesak sehabis melakukan aktifitas,
krekes mungkin ada, adanya edema paru hiper refleksia klonus pada kaki.
b. Sistem cardiovaskuler
Inspeksi : apakah Adanya sianosis, kulit pucat, konjungtiva anemis.
Palpasi : Tekanan darah : biasanya pada preeklamsia terjadi peningkatan TD,
melebihi tingkat dasar setetah 20 minggu kehamilan.
Nadi : biasanyanadi meningkat atau menurun.
Leher : apakah ada bendungan atau tidak pada Pemeriksaan Vena Jugularis,
jika ada bendungan menandakan bahwa jantung ibu mengalami gangguan.
Edema periorbital yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam Suhu dingin
Auskultasi : untuk mendengarkan detak jantung janin untuk mengetahui
adanya fotal distress, bunyi jantung janin yang tidak teratur gerakan janin
melemah.
c. System reproduksi
Payudara :
Dikaji apakah ada massa abnormal, nyeri tekan pada payudara.
Genetalia:
Inspeksi adakah pengeluaran pervaginam berupa lendir bercampur darah,
adakah pembesaran kelenjar bartholini / tidak.
Abdomen:
Palpasi : untuk mengetahui tinggi fundus uteri, letak janin, lokasi edema,
periksa bagian uterus biasanya terdapat kontraksi uterus.
d. Sistem integument perkemihan
a. Periksa vitting udem biasanya terdapat edema pada ekstermitas akibat
gangguan filtrasi glomelurus yang meretensi garam dan natrium, (Fungsi
ginjal menurun).
b. Oliguria
c. Proteinuria
e. Sistem persarafan
Biasanya hiperrefleksi, klonus pada kaki
f. Sistem Pencernaan
Abdomen adanya nyeri tekan daerah epigastrium (kuadran II kiri atas),
anoreksia, mual dan muntah.
g. Ekstermitas: edema pada kaki dan tangan juga pada jari-jari
h. Pemeriksaan janin: bunyi jantung janin tidak teratur, gerakan janin melemah.
(Mitayani, 2013, p. 18)
2. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
a) Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal) hemoglobin untuk
wanita hamil adalah 12-14 gr%.
b) Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%)
c) Trombosi menurun (nilai rujukan 150-450)
2) Urinalis
Ditemukan protein dalam urine
3) Pemeriksaan fungsi hati
a) Bilirubin meningkat (N= < 1 mg/dl)
b) LDH (laktat dehidrogenase) meningkat
c) Aspartat aminomtransferase (AST) > 60 ul.
d) Serum glutamat oxaloacetic trasaminase (SGOT) meningkat (N=<31 u/l)
e) Total protein serum menurun (N = 6,7-8,7 g/dl)
4) Tes kimia darah
Asam urat meningkat (N= 2,4-2,7 mg/dl). (Mitayani, 2013, p. 18)
b. Radiologi
1) Ultrasonografi
Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intrauterus.
Pernapasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban
sedikit.
2) Kardiotografi
Diketahui denyut jantung bayi lemah.
c. Data sosial ekonomi
Preeklamsia berat lebih banyak terjadi pada wanita dan golongan ekonomi rendah,
karena mereka kurang mengonsumsi makanan yang mengandung protein dan juga
kurang melakukan perawatan antenatal yang teratur.
d. Data psikologis
Biasanya ibu preeklamsia ini berada dalam kondisi yang labil dan mudah marah, ibu
merasa khawatir akan keadaan dirinya dan keadaan janin dalam kandungannya, dia
takut anaknya nanti lahir cacat atau meninggal dunia, sehingga ia takut untuk
melahirkan. (Mitayani, 2013, p. 19)
3. Diagnosis Keperawatan
Setelah data terkumpul dan kemudian dianalisi, sehingga diagnosis yang mungkin di
temukan pada ibu preeklamsia berat adalah :
a. Kelebihan volume cairan interstisial yang berhubungan dengan penurunan tekanan
osmotik, perubahan permeabilitas pembulu darah.
b. Penurunan curah jantung yang berhubungan hipovolemia/penurunan aliran balik
vena.
c. Risiko cedera pada janin yang berhubungan dengan tidak adekuatnya perfusi darah
ke plasenta
d. Risiko tinggi intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan adanya masalah siklus,
peningkatan tekanan darah
e. Risiko cedera pada ibu yang berhubungan dengan edema/hipoksia jaringan, kejang
tonik klonik
f. Nyeri epigastrik yang berhubungan dengan peregangan kapsula hepar
(Mitayani, 2013)
4. Intervensi
a. Penurunna curah jantung yang berhungan dengan hipovolemi/ penurunan aliran balik
vena.
1) Tujuan: penurunan curah jantung tidak sensitif terhadap isu keperawatan. Oleh
karena itu, perawat sebaiknya tidak bertindak secara mandiri untuk melakukannya
upaya kaloboratif perlu dan penting dilakukan.
2) Kriteria hasil :
a) Klien mempunyai indeks jantung dan fraksi ejeksi dalam batas normal
b) Klien mempunyai haluaran urine, berat jenis urine, blood urea nitrogen (BUN)
dan kreatinin plasma dalam batas normal
c) Klien mempunyai warna kulit yang normal
d) Menujukan peningkatan toleransi terhadap aktifitas fisik (misalnya : tidak
mengalami dispnea, nyeri dada, atau sinkope)
e) Klien menggambarkan diet, obat, aktifitas, dan batasan yang di perlukan
(misalnya : untuk penyakit jantung)
f) Klien mengidentifikasi tanda dan gejala perburukan kondisi yang dapat di
laporkan.
3) Intervensi NIC
a) Reduksi pendarahan : membatasi kehilangan volume darah selama episode
perdarahan.
b) Perawatan jantung akut : membatasi komplikasi jantung akibat
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard yang
mengakibatkan kerusakan fungsi jantung
c) Promosi perfusi serebral : meningkatkan perfusi yang adekuat dan membatasi
komplikasi untuk pasien yang mengalami atau beresiko mengalami keadekuatan
perfusi serebral
d) Perawatan sirkulasi : insufisiensi arteri : meningkatkan sirkulasi arteri
e) Perawatan sirkulasi : alat bantu mekanis:memberi dukungan temporer sirkulasi
melalui penggunaan alat atau pompa mekanis
f) Perawatan sirkulasi : insufisensi vena : meningkatkan sirkulasi vena
g) Perawatan embolus : perifer : membatasi komplikasi untuk pasien yang
mengalami, atau berisiko mengalami sumbatan sirkulasi perifer
h) Perawatan embolus : paru : membatasi komplikasi untuk pasien yang
mengalami, atau resiko mengalami sumbatan sirkulasi paru
i) regulasi hemodinamik : mengoptimalkan frekuensi jantung, preload, after load,
dan kontraktilitas
j) Pengedalian hemoragi : menurunkan atau meniadakan kehilangan darah yang
cepat dalam jumblah banyak
k) Terapi intravena (IV) : memberi dan memantau cairan dan obat intravena (IV)
l) Pemantuan neurologis : mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk
mencegah atau mminimalkan komplikasi neurologis
m) Menejemen syok : jantung : meningkatkan keadekuatan perfusi jaringan untuk
pasien yang mengalami gangguan fungsi pompa jantung
n) Menejemen syok : volume meningkatkan ke adekuatan perfungsi jaringan untuk
pasien yang mengalami gangguan volume intravaskular berat
o) Pemantuan tanda vital : mengumpulkan dan menganalisis data kardiovaskular,
dan suhu tubuh untuk menentukan dan mencegah komplikasi ( Wilkison, 2015,
hal. 108)
b. Kelebihan volume, perubahan permeabilitas pembuluh darah, serta retensi sodium dan
air.
Definisi : peningkatan retensi cairan isotonik
1) Tujuan
a. Kelebihan volume cairan dapat dikurangi, yang dibuktikan oleh keseimbangan
cairan, keseimbangan elektrolit dan asam-basa, dan indikator fungsi yang
adekuat
b. Keseimbangan cairan tidak akan terganggu (kelebihan) yang dibuktikan oleh
indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5: gangguan ekstrem, berat, sedang,
ringan, atau tidak ada gangguan):
1. Keseimbangan asupan dan haluaran dalam 24jam
2. Berat badan stabil
3. Berat badan urin dalam batas normal
c. Keseimbangan cairan tidak akan terganggu (kelebihan) yang dibuktikan oleh
indikator berikut (sebutkan 1-5: gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau
tidak ada gangguan):
1. Suara napas tambahan
2. Asites, distensi vena leher, dan edema perifer
2) Kriteria evaluasi
a. Pasien akan menyatakan secara verbal pemahaman tentang pembatasan cairan
dan diet
b. Pasien akan menyatakan secara verbal pemahaman tentang obat yang
diprogramkan
c. Pasien akan mempertahankan tanda vital dalam batas normal untuk pasien
d. Tidak mengalami napas pendek
e. Hematokrit dalam batas normal
3) Pengkajian
a. Tentukan lokasi dan derajat edema perifer, sakral, dan periorbital pada skala 1+
sampai 4+
b. Kaji komplikasi pulmonal atau kardiovaskular yang diindikasikan dengan
peningkatan tanda gawat panas, peningkatan frekuensi nadi, peningkatan
tekanan drah, bunyi jantung tidak normal, atau suara napas tidak normal
c. Kaji ekstremitas atau bagian tubuh yang edema terhadap gangguan sirkulasi dan
integritas kulit
d. Kaji efek pengobatan (misalnya, steroid, diuretik, dan litium) pada edema
e. Pantau secara teratur lingkar abdomen atau ekstermitas
f. Manajemen cairan (NIC)
1. Timbang berat badan setiap hari dan pantau kecenderungannya
2. Pertahankan catatan asupan dan haluaran yang akurat
3. Pantau hasil laboratorium yang relevan terhadap retensi cairan (misalnya,
peningkatan berat jenis urin, peningkatan BUN, penurunan hematokrit, dan
peningkatan kadar osmolalitas urin)
4) Penyuluhan untuk pasien/keluarga
a. Ajarkan pasien tentang penyebab dan cara mengatasi edema; pembatasan diet;
dan penggunaan dosis, dan efek samping obat yang diprogramkan
b. Manajemen cairan (NIC) : anjurkan pasien untuk puasa, sesuai dengan
kebutuhan
5) Aktivitas kolaboratif
a. Lakukan dialisis, jika diindikasikan
b. Konsultasikan dengan penyedia layanan kesehatan primer mengenai penggunaan
stoking antiemboli atau balutan ace
c. Konsultasikan dengan ahli gizi untuk memberikan diet dengan kandungan
protein yang adekuat dan pembatasan natrium
d. Manajemen cairan (NIC):
a. Konsultasikan ke dokter jika tanda dan gejala kelebihan volume cairan
menetap atau memburuk berika diuretik, jika perlu
(Wilkinson, 2013, hal. 317)
Daftar pustaka

Wilkison. (2015). buku saku diagnosis keperawatan. Jakarta: EGC.

Mitayani. (2013). Asuhan Keperawatan Maternitas. jakarta: Salemba Medika.

Wilkinson, J. M. (2013). BUKU SAKU Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Pratami,Evi. (2016). Evidence-Based dalam Kehamilan, Persalinan, Nifas. Jakarta : EGC

Nurarif H, Dkk. (2016) Asuhan Keprawatan Praktis. Jogjakarta : Mediaction Jogja

Prawirohardjo, S (2018) Pelayananan Kesehatan Maternal dan Neonatal.

Jakarta : PT Bina Pustaka

Anda mungkin juga menyukai