Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN


DENGAN GAGAL GINJAL KRONIS

Oleh :
1. AHMED ALFIAN R (14.401.16.002)
2. ANINDITA AMALIA R (14.401.16.004)
3. HERI DWI SAPUTRO (14.401.16.038)
4. IRMA WAHYUNI (14.401.16.044)
5. SANTI ANA DEWI (14.401.16.079)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kekacauan pada fugsi ginjal mengganggu kemjuan tubuh untuk menjaga
keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa. Menurunnya fungsi ginjal berkaitan
dengan eritropoietin dan sintesis prostagladin. Penurunan insulin dan sistem renin-
angiotensin-aldosteron juga dipengaruhi oleh menurunnya fungsi ginjal. Kebutuhan
psikologis mungkin muncul karena masalah psikologis yang disebabkan penyakit ginjal
kronis (chronic kidney disease-CKD). Kehilangan fungsi ginjal berangsur-angsur selama
periode waktu yang panjang mungkin disertai dengan glomerulonefritis, hipertensi,
pielonefritis kronis, dan penyakit lainnya. Oleh karena ginjal melakukan beragam fungsi,
efek uremia tidak hanya terjadi di ginjal tetapi juga pada sistem organ lainnya. Oleh karena
keterlibatan waktu, CKD lebih dapat menyebabkan perubahan degeneratif di seluruh tubuh
dibandingkan uremia. Koma, serangan jantung, dan kematian dapat terjadi jika proses tidak
dihentikan atau dilakukan terapi pengganti (Joyce M, 2014, hal. 323)
Telah dilakukan suatu estimasi pada populasi di US bahwa sekitar 6% orang dewasa
memiliki penyakit ginjal stadium 1 atau 2, 4,5% nya stadium 3 dan 4. Penyebab tersering
CKD di amerika adalah nefropati diabetes, lebih sering pada DM tipe 2. Nefropati
hipertensi merupakan penyebab tersering pada pasien lanjut usia. Nefroskeloris yang
progresif pada penyakit vascular ginjal akan menjurus kepada penyakit kariovaskular dan
serebrovaskular. Tahap awal CKD seperti albuminuria dan penurunan GFR merupakan
suatu factor resiko mayor pnyakit kardiovaskular. (Sutjahjo, 2015, hal. 99)
B. Batasan Masalah
Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada asuhan keperawatan pada klien yang
menderita penyakit gagal ginjal.
C. Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien yang menderita penyakit gagal ginjal?
D. Tujuan
1. Tujuan umum
Agar mahasiswa dapat mengerti, mengetahui dan dapat memberikan asuhan
keperawatan pada pasien gagal ginjal kronis dengan benar
2. Tujuan khusus
Agar mahasiswa mengetahui, mengerti, dan mahasiswa dapat melaksanakan:
a) Mengetahui definisi, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, komplikasi, penyakit
gagal ginjal kronis
b) Mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien yang menderita penyakit
gagal ginjal kronis
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Gagal ginjal kronis adalah suatu penyakit yang tidak dapat dipulihkan karena
dampak yang merusak pada ginjal disebabkan oleh diabetes mellitus, hipertensi,
glomerulonephritis, infeksi HIV infeksi, penyakit giinjal polycystic, atau nephropathy
ischemic (Digiulio, 2014, hal. 397)
Gagal ginjal kronis (cronic kidney disease-CKD) merupakan kegagalan fungsi
ginjal (unit nefron) yang berlangsung perlahan-lahan, karena penyebab yang
berlangsung lama dan menetap, yang mengakibatkan penumpukan sisa metabolik
(toksik uremik) sehingga ginjal tidak dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan
menimbulkan gejala sakit (Mubarak, 2015, hal. 17)
Berdasarkan kesimpilan diatas gagal ginjal kronis merupakan suatu keadaan
dimana fungsi ginjal tidak berjalan dengan baik, dan gagal ginjal kronis bisa terjadi
karena berbagai macam penyakit penyerta.
2. Etiologi
Telah dilakukan suatu estimasi pada populasi di US bahwa sekitar 6% orang
dewasa memiliki penyakit ginjal stadium 1 atau 2, 4,5% nya stadium 3 dan 4. Penyebab
tersering CKD di amerika adalah nefropati diabetes, lebih sering pada DM tipe 2.
Nefropati hipertensi merupakan penyeba tersering pada pasien lanjut usia. Nefroskeloris
yang progresif pada penyakit vascular ginjal akan menjurus kepada penyakit
kariovaskular dan serebrovaskular. Tahap awal CKD seperti albuminuria dan penurunan
GFR merupakan suatu factor resiko mayor pnyakit kardiovaskular. (Sutjahjo, 2015, hal.
99)
3. Tanda dan gejala
1. Tekanan darah meningkat karena jumlah cairan berlebihan dan produksi hormon
vasoaktif. Hal ini meningkatkan risiko seseorang hipertensi mengembangkan risiko
seseorang hipertensi mengembangkan dan atau menderita gagal jantung kongestif.
2. Urea terakumulasi menyebabkan azotemia dan akhirnya uremia (gejala mulai dari
kelesuan untuk perikarditis dan ensefalopati). Urea diekskresikan dengan berkeringat
dan mengkristal pada kulit (frost uremic)
3. Kalium terakumulasi dalam darah, yang dikenal sebagai hiperkalemia dengan
berbagai gejala, termasuk malaise dan aritmia jantung fatal.
4. Erythropoitein sintesis menurun, yang berpotensi menyebabkan anemia, karena
kelelahan
5. Volume cairan yang berlebihan (fluid volume overload) merupakan gejala yang
dapat berkisar dari ringan sampai edema paru yang mengancam nyawa
6. Hiperfosfatemia karena ekskresi fosfat berkurang, serta terkait dengan hipokalsemia
(karena kekurangan vitamin D). Tanda utama dari hipokalsemia adalah tetani,
kemudian ini berkembang menjadi hiperparatiroidisme tersier, dengan
hiperkalsemia, osteodistrofi ginjal, dan pengapuran pembuluh darah yang merusak
fungsi jantung lebih lanjut
7. Metabolik asidosis yang merupakan akibat dari akibat akumulasi sufat, fosfat, asam
urat, dan lain-lain ini dapat menyebabkan aktivitas enzim diubah oleh kelebihan asam
yang bekerja pada enzim. Selain itu, meningkatkan rangsangan dari selaput jantung
dan saraf oleh promosi hiperkalemia akibat kelebihan asam (asidemia) (Mubarak,
2015, hal. 18)

4. Patofisiologi
Patogenesis ESRD melibatkan deteriorasi dan kerusakan nefron dengan kehilangan
bertahap fungsi ginjal. Oleh karena GFR total menurun dan klirens menurun, maka
kadar serum ureum nitrogen dan kreatinin meeningkat. Menyisakan nefron hipertrofi
yang berfungsi karena harus menyaring larutan yang lebih besar. Konsekuensinya
adalah ginjal kehilangan kemampuannya untuk mengonsentrasikan urine dengan
memadai. Untuk terus mengkskresikan larutan, sejumlah besar urine encer dapat keluar,
yang membuat klien rentan terhadap deplesi cairan. Tubulus perlahan-lahan kehilangan
kemampuannya untuk menyerap kembali elektrolit. Kadang kala, akibatnya adalah
pengeluaran garam, di mana urine berisi sejumlah besar natrium, yang mengakibatkan
poliuri berlebih. Oleh karena gagal ginjal berkembang dan sejumlah nefron yang
berfungsi menurun, GFR total menurun lebih jauh. Dengan demikian tubuh menjadi
tidak mampu membebaskan diri dari keelebihan air, garam, dan produk sisa lainnya
melalui ginjal. Ketika GFR kurang dari 10 sampai 20 ml/ment, efek toksin uremia pada
tubuh menjadi bukti. Jika penyakit tidak diobati dengan dialisis atau transplantasi, hasil
ESRD adalah uremia dan kematian. (Joyce M, 2014, hal. 333)
Pathway (Joyce M, 2014, hal. 336)
Penurunan aliran darah ginjal,
Penyakit ginjal primer,
Kerusakan karena diabetes
melitus dan hipertensi, Obtruksi

Terapi untuk keluaran urine


Transplantasi
masalah yang
ginjal
mendasari
Penuruna filtrasi Peningkatan
Penigkatan
glomerulus serum kreatinin
BUN

Hipertrofi pada
nefron yang
tersisa

Poliuri Ketidakmampuan Kehilangan


encer natrium hipona Dialisi
mengonsentrasika
dalam urine termia
n urine
Kehilangan fungsi
Dehidrasi Kehilangan fungsi
ginjal keksretorik
nefron lebih jauh

Gangguan Penurunan libido


Kehilangan fungsi reproduksi
ginjal nonekstretorik intertilitas

Gangguan Lambatnya
imunitas penyembuhan luka

infeksi
Peningkatan Anteroskelo
produksi lipid ris lanjut

Kadar glukosa
Kerusakan kerja insulin
darah tidak
menentu
Kegagalan dalam Pucat
memproduksi entropoietin anemia
Penuruna
Kegagalan dalam osteodi
n absorpsi
mengubah bentuk strofi
kalsium
kalsium tidak aktif

hipokalsemia
5. Komplikasi
Perdarahan dan hilangnya fungsi jaringan ginjal, trauma ginjal juga membuat klien
sangat rentan terhadap beberapa masalah lainnya. Meskipun dalam cedera tertutup, ada
resiko tinggi sepsis yang mengakibatkan abses ginjal dan perinefrik. Perdarahan
sekunder tidaklah umum. Komplikasi lain termasuk hiprtensi yang diakibatkan oleh
fibrosis dan iskemik ginjal, trombosis arteri ginjal, aneurisma arteriovenosus, formasi
fistula dari eksravasasi urine, urinomas, dan pseudokista. (Joyce M, 2014, hal. 312)

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
a. Identitas
Gagal ginjal kronik beresiko lebih besar pada usia ˃60 tahun. Hal ini disebabkan
karena semakin bertambahnya usia, semaki berkurang fungsi ginjal dan
berhubungan dengan penurunan kecepatan ekskresi glomerulus dan memburuknya
fungsi tubulus. (Supadmi, 2015, hal. 318)
b. Status kesehatan saat ini
1. Keluhan utama
Keluhan sistemik: Sesak napas, edema, malaise, pucat, dan uremia atau demam
disertai menggigil akibat infeksi/urosepsis.
Keluhan lokal: nyeri, keluhan miksi(keluhan iritasi dan keluhan obstruksi),
hematuria, inkontinensia, disfungsi seksual, atau infertiitas. (Muttaqin, 2012,
hal. 269)
2. Alasan masuk rumah sakit
Karena pasien mengeluhkan atau mengalami keadaan sesak napas, nyeri,
keluhan miksi, hematuria, dan kontinensia. (Muttaqin, 2012, hal. 269)
3. Riwayat penyakit sekarang
Pada klien dengan gagal ginjal kronis biasanya terjadi penurunan urine output,
penurunan kesadaran, perubahan pola napas karena komplikasi dari gangguan
sistem ventilasi, fatigue, perubahan fisiologis kulit, bau urea napas. (Prabowo
dan Pranata, 2014, hal. 205)
c. Riwayat kesehatan terdahulu
1) Riwayat penyakit sebelumnya
Kencing manis, riwayat kaki bengkak(edema), hipertensi, penyakit kencing
batu, kencing berdarah. (Muttaqin, 2012, hal. 273)
2) Riwayat penyakit keluarga
Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular dan menurun, sehingga sisilah
keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun, pencetus sekunder
seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit gagal
ginjal kronis, karena penyakt tersebut bersifat herediter. Kaji pola kesehtan
keluarga yag diterapkan jka ada anggota keluarga yang sakit, misalnya mnum
jamu saat sakit. (Prabowo dan Pranata, 2014, hal. 205)
3) Riwayat pengobatan
Perawat perlu mengklarifikasi pengobatan masa lalu dan riwayat alergi, catat
adanya efek samping yang terjai dimasa lalu dan penting perawat ketahui bahwa
klien mengacaukan alergi dengan efek samping obat. (Muttaqin, 2012, hal. 273)
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
a) Kesadaran
Kondisi klien gagal ginjal kronis biasanya lemah (fatigue), tingkat ksadaran
tergantung pada tingkat toksisitas (Prabowo dan Pranata, 2014, hal. 206)
b) Tanda-tanda vital
Sering didapatkan RR meningkat (tachypneu), hipertensi/hipotensi sesuai
dengan kondisi fluktuatif (Prabowo dan Pranata, 2014, hal. 206)
2) Body system
a) Sistem pernafasan
Kelebihan cairan dapat dianggap sebagai penyebab terjadinya perubahan
sistem pernapasan, seperti edema pulmonar. Pleuritis adalah temuan yang
sering, khususnya ketika perikarditis berkembang. Karakteristik kondisi
yang disebut paru uremia adalah salah satu jenis pneumonitis yang
merespons penghilangan cairan dengan baik. Asidosis metabolik
menyebabkan peningkatan kompensasi pada laju pernapasan karena paru
bekerja untuk membuang kelebihan ion hidrogen (Joyce M, 2014, hal. 338)
b) Sistem kardiovaskuler
Antara 50 sampai 65% kematian disebabkan oleh komplikasi
kardiovaskular. Manifestasi klinis yang paling umum adalah hipertensi
(yang umungkin juga menjadi penyebab gagal ginjal). Hipertensi disebabkan
oleh berikut ini :
 Mekanisme kelebihan volume
 Stimulasi sistem renin-angiotensin
 Vasokonstriksi termediasi secara simpatetik, misalnya, meningkatnya
kadar dopamin β-hidroksilase
 Tidak adanya prostaglandin
Banyak komplikasi sistemik karena tekanan darah tinggi berkepanjangan
yang mungkin ditemukan. Efek dari kelebihan volume pada jantung terlihat,
termasuk hipertrofi ventrikular kiri dan gagal jantung. Gagal jantung
mungkin juga diakibatkan oleh anemia, akses vaskular, komplikasi penyakit
arteri koroner, ketidakseimbangan elektrolit, asidosis, kalsifikasi
miokardial, dan deplesi tiamin. Disritmia mungkin disebabkan oleh
hiperkalemia, asidosis, hipermagnesemia, dan menurunnya perfusi koroner.
Aterosklerosis dipercepat karena kelainan metabolisme kabohidrat dan
lipid, rusaknya fibrinolisis (yang mengakibatkan perkembangan
mikroemboli), dan hiperparatiroidisme. Klasifikasi arteri telah dikenali,
dengan pergelangan kaki menjadi lokasi awal yang paling umum. Lokasi
ain termasuk aorta abdominal, kaki, pelvis, tangan, dan pergelangan tangan.
Klasifikasi vaskuar ini juga terjadi dalam jantung, khususnya katup mitral.
(Joyce M, 2014, hal. 337-338)
c) Sistem perkemihan
Dengan gangguan atau kegagalan fungsi ginjal secara kompleks (filtrasi,
sekresi, reabsorbsi, dan ekskresi), maka manifestasi yang paling menonjol
adalah penurunan urine <400 ml/hari bahkan sampai pada anuria (tidak ada
urine output). (Prabowo dan Pranata, 2014, hal. 207)
d) Sistem pencernaan
Seluruh sistem gastrointestinal terkena dampak. Anoreksia sesaat, mual, dan
muntah umumnya terjadi. Klien sering merasakan pahit, logam atau rasa asin
terus-menerus, dan napas mereka berbau busuk, amis atau seperti amonia.
Stomatitis, parotitis, sdan gingivitis adalah masalah umum karena buruknya
kebersihan mulut dan terbentuknya amonia dar ureum di saliva. Akumulasi
gastrin (dari meningktnya sekresi asam lambung) bisa menjadi masalah utma
dari penyakit ulkus. Rsofagitis, gastritis, kolitis, perdarahan gastrointestinal,
dan diare mungkin muncul. Kadar serum amilase meningkat, walaupun tidak
begitu mengindikasikan pankreas. (Joyce M, 2014, hal. 335)
e) Sistem integument
Masalah integumen secara khusus memberikan ketidaknyamanan pada
beberapa klien ESRD. Kulit juga sering kali sangat kering karena atrofi
kelenjar keringat. Pruritus berat dan sulit ditangani mugkn diakibatkan oleh
hiperparatiroidisme sekunder dan deposit kalsium dalam kulit. Pruritus dapat
mengakibatkan mengelupasnya kulit karena garukan terus-menerus.
Beberapa perubahan warna kulit ditemukan pada klien dengan gagal ginjal.
Kecenderungan perdarahan sering mengakibatkan meningkatnya memar,
petekie, dan purpura. Hal ini biasanya tidak menyebabkan masalah, tetapi
kemunculannya menjadi pertanda bagi klien. Pucat anemia adalah bukti.
Tertahannya pigmen urokrom membuat klien berwarna oranye, hijau atau
abu-abu.
Rambut rapuh dan cenderung rontok, kuku tipis dan rapuh juga. Kuku
dengan garis putih ganda akan muncul yang disebut garis muehrcke. Pola
kuku lainnya yang telah diperhatikan adalah kuku “setengah dan setengah”,
dengan setengah proksimal putih normal dan bagian distalnya cokelat (Joyce
M, 2014, hal. 338)

f) Sistem endokrin
Berhubugan dengan pola seksualitas, klien dengan gagal ginjal kronis akan
mengalami disfungsi seksualitas karena penurunan hormon reproduksi.
Selain itu, jika kondisi gagal ginjal kronis berhubungan dengan penykit
diabetes mellitus, maka akan ada gangguan dalam sekresi insulin yang
berdampak pada proses metabolisme (Prabowo dan Pranata, 2014, hal. 206)
g) Sistem reproduksi
Perempuan umumnya mengalami menstruasi yang tak teratur, khususnya
amenorea (tidak adanya periode menstruasi), dan kemandulan. Namun,
beberapa perempuan dengan ERSD telah hamil dan dan mengalami
kehamilan cukup bulan. Laki-laki umumnya melaporkan impotensi baik
karena faktor fisiologis maupun psikologis. Mereka mungkin juga
mengalami atrofi testikular, oligospermia (menurunnya jumlah sperma), dan
menurunnya motilitas sperma. Kedua gender melaporkan menurunnya
libido, kemungkinan karena faktor fisiologis maupun psikologis (Joyce M,
2014, hal. 339)
h) Sistem muskuloskeletal
Dengan penurunan/kegagalan fungsi sekresi pada ginjal maka berdampak
pada proses demineralsasi tulang, sehingga resiko terjadinya osteoporosis
tinggi (Prabowo dan Pranata, 2014, hal. 207)
i) Sistem imun
Rusaknya sistem imun membuat klien lebih rentan terhadap infeksi.
Beberapa faktor terlibat, termasuk menurunnya pembentukan antibodi
humoral, supresi dan reaksi hipersensitivitas yang melambat, dan
menurunnya fungsi kemotaksis leukosit. Imunosupresi adalah bagian
penting manajemen medis penyakit ginjal seperti glomerulonefritis (Joyce
M, 2014, hal. 335)
j) Sistem penginderaan
Kadar batas pendengaran menunjukkan defisit frekuensi tinggi pada awal
penyakit, setelah itu pendengaran secara bertahap memburuk. Amaurosis
uremia adalah onset tiba-tiba kebutaan bilateral, yang haru dikembalikan
dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari. Mata sering mengandung
garam kalsium, yang membuatnya terlihat seperti teriritasi (Joyce M, 2014,
hal. 339)
k) Sistem persarafan
Beberapa klien mengalami gangguan persarafan pada awal proses penyakit.
Neuropati perifer menyebabkan banyak manifestasi, seperti rasa terbakar
pada kaki, ketidakmampuan untuk menemukan posisi nyaman untuk
tungkai dan kaki (retless leg syndrome), perubahan gaya berjalan, foot drop,
dan paraplegia. Manifestasi-manifestasi ini ini bergerak ke tungkai dan
mungkin meluas termasuk ke lengan. Awalnya masalah utamanya adalah
sistem sensorik, namun, jika tidak diobati, maka mungkin berkembang ke
sistem motorik, konduksi saraf menjadi lebih lambat, dan refleks tendon
dalam dan indra peraba berkurang. Keterlibatan sistem saraf pusat
ditunjukkan oleh ketidakingatan, ketidakmampuan berkonsentrasi, jarak
perhatian yang pendek, rusaknya kemampuan penalaran dan penilaian,
rusaknya fungsi kognitif, meningkatnya iritabilitas saraf, nistagmus,
gerakan otot tak terkontrol, distria, kejang, depresi sistem saraf pusat, dan
koma (Joyce M, 2014, hal. 339)
e. Penatalaksanaan
1. Kateter foley dipasang pada semua pasien untuk mengesampingkan obstruksi
uretra/saluran keluar buli serta memonitor produksi urine.
2. Semua obat yang bersifat nefrotoksik (kotrimoksazol, sulfasetamid, fansidar,
kotrimoksazol) harus segera dihentikan.
3. Diberikan terapi hipovolemia dengan tepat pada kelainan pre-renal.
4. Diuresis dengan diuretic (furosemid 2-2,5 g/hari, torsemid 10-20 mg/hari),
lengkung tidak memperbaiki fungsi ginjal tetapi dapat menurunkan beban
volume yang berlebihan, yang mencegah keperluan hemodialis.
5. Pada status pre-renal, obat untuk menurunkan afterload dan inotrope positif
untuk meningkatkan curah jantung dapat memperbaiki perfusi ginjal.
6. Bikarbonat diberikan untuk mengatasi asidosis yang berat.
7. Hyperkalemia diterapi dengan benar dan dimonitor dengan berat.
8. Dialysis atau hemodiafiltrasi yang berkelanjutan diindikasikan utuk gejala
klinis uremia (misalnya ensefalopati), beban cairan yang berlebihan (misalnya
edema paru), atau kelainan elektrolit/asam-basa yang berat (misalnya
hyperkalemia yang berat, asidosis).
9. Etiologi yang mendasarinya diterapi sekama diindikasikan.(Scott, 2012)
2. Diagnosa keperawatan Commented [k1]: 4 diagnosa keperawatan

Menurut (PPNI, 2016, hal. 62) diagnosa keperawatan gagal ginjal yang muncul
antara lain:
a. Hipervolemia
Definisi: penigkatan volume cairan intravaskular, interstisial, dan atau intraseluler
Penyebab:
1. Gangguan mkanisme regulasi
2. Kelebihan asupan cairan
3. Kelebihan asupan natrium
4. Gangguan aliran balik vena
5. Efek agen farakologis (mis. Kortikosteroid, chloropropamide, tolbutamide,
vincristine, tryptilinescarbamazepine)
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
1. Ortopea
2. Dispnea
3. Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
Objektif
1. Edema anasarka dan atau edema perifer
2. Berat badan meningkat dalam waktu singkat
3. Jugular venous pressure (JVP) dan atau cental venous pressure (CVP)
4. Refleks hepatojugular positif
Gejala dan tanda minor
Subjektif
1. Tidak tersedia tanda gejala subjektif
Objektif
1. Distensi vena jugularis
2. Terdengar suara napas tambahan
3. Hepatomegall
4. Kadar Hb/Ht turun
5. Oliguria
6. Intake lebih banyak dari output (balans cairan positif)
7. Kongesti paru
Kondisi klinis terkait
1. Penakit ginjal: gagal ginjal akut/kronis, sindrom nefrotik
2. Hipoalbuminemia
3. Gagal jantung kongestif
4. Kelainan hormon
5. Penyakit hati (mis. Serosis, asites, kanker hati)
6. Penyakit vena perifer (mis. Varises vena, trombus vena, plebitis)
b. Defisit nutrisi
Definisi: asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
Penyebab
1. Ketidakmampuan menelan makanan
2. Ketidakmampuan mencerna makanan
3. Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
4. Peningkatan kebutuhan metabolisme
5. Faktor ekonomi (mis. Finansial tidak mencukupi)
6. Faktor psikologis (mis. Stres, keengganan untuk makan)
Gejala dan faktor mayor
Subjektif
Tidak tersedia
Objektif
1. Berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal
Gejala dan tanda minor
Subjektif
1. Cepat kenyang setelah makan
2. Kram/nyeri abdomen
3. Nafsu makan menurun
Objektif
1. Bising usus hiperaktif
2. Otot pengunyah lemah
3. Otot menelan lemah
4. Membran mukosa pucat
5. Sariawan
6. Serum albumin turun
7. Rambut rontok berlebihan
8. Diare
Kondisi klinis terkait
1. Stroke
2. Parkinson
3. Mobius syndrome
4. Cerebral palsy
5. Cleft lip
6. Celft palate
7. Amvotropic lateral sclerosis
Referensi
8. Luka bakar
9. Kanker
10. Infeksi
11. AIDS
12. Penyakit Crohn’s
c) Risiko infeksi
Definisi: berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik
Fakto risiko
1. Penyakit kronis (mis. Diabetes mellitus)
2. Efek prosedur invasif
3. Malnutrisi
4. Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
5. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer:
1) Gangguan peristaltic
2) Kerusakan integritas kulit
3) Perubahan sekresi pH
4) Penurunan kerja siliaris
5) Ketuban pecah lama
6) Ketuban pecah sebelum waktunya
7) Merokok
8) Statis cairan tubuh
6. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder:
1) Penurunan hemoglobin
2) Imununosupresi
3) Leukopenia
4) Supresi respon inflamasi
5) Vaksinasi tidak adekuat
Kondisi klinis terkait
1. AIDS
2. Luka bakar
3. Penyakit paru obstruktif kronis
4. Diabetes mellitus
5. Tindakan invasif
6. Kondisi penggunaan terapi steroid
7. Penyalahgunaan obat
8. Ketuban pecah sebelum waktunya
9. Kanker
10. Gagal ginjal
11. Imunosupresi
12. Lymphedema
13. Leukositopenia
14. Gangguan fungsi hati
d) Hipovolemia
Definisi: penurunan volume cairan intravaskular, interstisial, dan atau intraselular
Penyebab
1. Kehilangan cairan aktif
2. Kegagalan mekanisme regulasi
3. Peningkatan permeabilitas kapiler
4. Kekurangan intake cairan
5. Evaporasi
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1. Frekuensi nadi meningkat
2. Nadi teraba lemah
3. Tekanan darah menurun
4. Tekanan nadi menyempit
5. Turgor kulit menurun
6. Membran mukosa kering
7. Volume urin menurun
8. Hematokrit meningkat
Gejala dan tanda minor
Subjektif
1. Merasa lemah
2. Mengeluh haus
Objektif
1. Pengisian vena menurun
2. Status mental berubah
3. Suhu tubuh meningkat
4. Konsentrasi urin meningkat
5. Berat badan turun tiba-tiba
Kondisi klinis terkait
1. Penyakit Addison
2. Trauma/perdarahan
3. Luka bakar
4. AIDS
5. Penyakit crohn
6. Muntah
7. Diare
8. Kolitis ulseratif
9. hipoalbuminemia
3. Intervensi
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme regulatori (gagal ginjal)
dengan retensi air.
1) Tujuan: Kelebihan volume cairan dapat dikurangi, yang dibuktikan oleh
keseimbangan cairan, keparahan overload cairan minimal, dan indikator fungsi
ginjal yang adekuat
2) Kriteria hasil:
Pasien akan:
a) Menyatakan secara verbal penahaman tentang pembatasan cairan dan diet
b) Menyatakan secara verbal pemahaman tentang obat yang diprogramkan
c) Mempertahankan tada-tanda vital dalam batas normal untuk pasien
d) Tidak mengalami pendek napas
e) Hematokrit dalam batas normal
3) Intervensi (NIC)
Aktivitas keperawatan
a) Tentukan lokasi dan derajat edema perifer, sakral, dan penorbital pada skala
1+ sampai 4+
b) Kaji komplikasi pulmonal atau kardiovaskular yang diindikasikan dengan
peningkatan tanda gawat napas, peningkatan frekuensi nadi, peningkatan
tekanan darah, bunyi jantung tidak normal
c) Kaji ekstremitas atau bagian tubuh yang edema terhadap gangguan sirkulasi
dan integritas kulit
d) Kaji efek pengobatan (mis., steroid, 19ialysis, dan litium) pada edema
e) Pantau secara teratur lingkar abdomen atau ekstremitas
f) Manajemen cairan (NIC)
Timbang berat badan setiap hari dan pantau kecenderungannya
Pertahankan catatan asupan dan haluaran yang akurat
Pantau hasil laboratorium yang relevan terhadap retensi cairan (mis.,
peningkatan berat jenis urine, peningkatan BUN, penurunan hematrokit, dan
peningkatan kadar osmolalitas urine)
Pantau indikasi kelebihan atau retensi cairan (mis., cracle, peningkatan CVP
atau tekanan baginkapiler paru, edema, distensi vena leher dan asites), sesuai
dengan keperluan
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
a) Ajarkan pasien tentang penybab dan cara mengatasi edema, pembatasan diet,
dan penggunaan dosis, dam efek samping obat yang diprogramkan
b) Manajemen cairan (NIC): anjurkan pasien untuk puasa, sesuai dengan
kebutuhan
Aktivitas kolaboratif
a) Lakukan 20ialysis, jika diinginkan
b) Konsultasikan dengan penyedia layanan kesehatan primer mengenai
penggunaan stoking antiemboli atau balutan ace
c) Konsultasikan dengan ahli gizi untuk memberikan diet dengan kandungan
protein yang adekuat dan pembatasan natrium
d) Manajemen (NIC):
Konsultasikan ke dokter jika tanda dan gejala kelebihan volume cairan
menetap atau memburuk, berikan diuretic, jika perlu
b. Nutrisi, ketidakseimbagan : kurang dari kebutuhan tubuh
1) Tujuan: memperlihatkan status nutrisi yang dibuktikan oleh indikator sebagai
berikut (sebutkan 1-5: gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada
penyimpangan dari rentang normal):
Asupan gizi
Asupan makanan
Asupan cairan
Energi
2) Kriteria hasil:
Pasien akan:
a) mempertahankan berat badan
b) menjelaskan kompoen diet bergizi adekuat
c) mengungkapkan tekad untuk mematuhi diet
d) menoleransi diet yang dianjurkan
e) mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal
f) memiliki nilai laboratorium (mis., transferin, albumin, dan elektrolit) dalam
batas normal
g) melaporkan tingkat energi yang adekuat
3) Intervensi (NIC)
Aktivitas keperawatan
a) Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan
b) Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
c) Pantau nilai laboratorium, khususnya transferin albumin dan elektrolit
d) Manajemen nutrisi (NIC)
Ketahui makanan kesukaan pasien
Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan
Timbang pasien pada interval yang tepat
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
a) Ajarkan metode untuk perencanaan makan
b) Ajarkan pasien/keluarga tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal
c) Manajemen nutrisi (NIC)
Berikan informasi yang tepat tentang kebutuha nutrisi dan bagaimana
memenuhinya.
Aktivitas kolaboratif
a) Diskusi dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan proten yang
mengalami ketidak adekuatan asupan protei atau kehilangan protein (mis,
pasien anoreksia nervosa, penyakit glomerular atau dialsis peritoneal)
b) Diskusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan, makanan
pelengkap, pemberian makanan melalui slang, atau nutrisi parenteral total agar
asupan kalori yang adekuat dapat dipertahankan
c) Rujuk ke dokter untuk menentukan penyebab ganggua nutrisi
d) Rujuk ke program gizi di komunitas yang tepat, jika pasien tidak dapat
membel atau menyiapka makanan yang adekuat
c. Infeksi, risiko
1) Tujuan: faktor risiko infeksi akan hilang, dibuktikan oleh pengendalian risiko
komunitas: penyakit menular, status imun, keparahan infeksi, keparahan
infeksi: bayi baru lahir, pengendalian risiko penyakit menular seksual dan
penyembuhan luka primer dan sekunder
2) Kriteria hasil:
Pasien dan keluarga akan:
1. Terbatas dari tanda dan gejala infeksi
2. Memperlihatkan higieni personal yang adekuat
3. Mengindikasikan status gastrointestinal, pernapasan, genitourinaria, dan
imun dalam batas normal
4. Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi
5. Melaporkan tanda atau gejala infeksi serta mengikuti prosedur skrining dan
pemantauan
3) Intervensi NIC
Aktivitas keperawatan
1. Pantau tanda dan gejala infeksi (misalnya, suhu tubuh, denyut jantung,
drainase, penampilan luka, sekresi, penampilan urine, suhu kulit, lesi kulit,
keletehian, dan malaise
2. Kaji faktor yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi (misalnya,
usia lanjut, usia kurang dari 1 tahun, luluh imun, dan malnutrisi)
3. Pantau hasil laboratorium (hitung darah lengkap, hitung granulosit, absolut,
hitung jenis, protein serum, dan albumin)
4. Amati penampilan praktik hygiene personal untuk perlindungan terhadap
infeksi
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1. Jelaskan kepada pasien dan keluarga mengapa sakit atau terapi
meningkatkan risiko terhadap infeksi
2. Instruksikan untuk menjaga hygiene personal untuk melindungi tubuh
terhadap infeksi (misalnya, mencuci tangan)
3. Jelaskan rasional dan manfaat serta efek samping imunisasi
4. Berikan pasien dan keluarga metode untuk mencatat imunisasi (misalnya,
formulir imunisasi, buku catatan harian)
5. Pengendalian infeksi NIC
Ajarkan pasien teknik mencuci tangan yang benar
Ajarkan kepana pengunjung untuk mencuci tangan sewaktu masuk dan
meninggalkan ruang pasien
Aktivitas kolaboratif
1. Ikuti protokol institusi untuk melaporkan suspek infeksi atau kultur positif
2. Pengendalian infeksi NIC: berikan terapi antibiotic, bila diperlukan
d) kekurangan volume cairan
1. Tujuan: kekurangan volume ciran akan teratasi, dibuktikan oleh keseimbangan
ciran, keseimbangan elektrolit dan asam-basa, hidrasi yang adekuat, dan status
nutrisi: asupan makanan dan cairan adekuat
2. Kriteria hasil:
Pasien akan:
1. Memiliki konsentrasi urine yang normal. Senutkan nilai dasar dan berat
jenis urine
2. Memiliki hemoglonin dan hematocrit dalam batas normal untuk pasien
3. Memiliki tekanan vena sentral dan pulmonal dalam rentang yang
diharapkan
4. Tidak mengalami haus yang tidak normal
5. Memiliki keseimbangan asupan dan haluaran yang seimbang dalam waktu
24 jam
6. Menampilkan hidrasi yang baik (membrane mukosa lembap, mampu
berkeringat)
7. Memiliki asupan cairan oral dan atau intravena yang adekuat
3. Intervensi NIC
Aktivitas keperawatan
1. Pantau warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan
2. Observasi khususnya terhadap kehilangan cairan yang tinggi elektrolit
(misalnya, diare, drainase luka, pengisapan nasogastric, diaphoresis, dan
drainase ileostomi)
3. Pantau perdarahan (misalnya, periksa semua secret dari adanya darah nyata atau
darah samar)
4. Idektifikasi faktor pengaruh terhadap bertambah buruknya dehidrasi (misalnya,
obat-obatan, demam, stress, dan program pengobatan)
5. Pantau hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan cairan (misalnya,
kadar hematocrit, BUN, albumin, protein total, osmolalitas serum, dan berat jenis
urine)
6. Kaji adanya vertigo atau hippotensi postural
7. Kaji orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu
8. Cek arahan lanjut klien untuk menentukan apakah penggantian cairan pada
pasien sakit terminal tepat dilakukan
9. Manajemen cairan NIC
Pantau status hidrasi (misalnya, kelembapan, membrane mukosa,
keadadekuatan nadi, dan tekanan darah ortostatik)
Timbang berat badan setiap hari dan pantau kecenderunagnnya
Pertahankan kekauratan catatan asupan dan haluaran
Penyuluhan untuk pasien/keluarga
1. Anjurkan pasien untuk menginformasikan perawat bila haus
aktivitas kolaboratif
1. Laporkan dan catat haluaran kurang dari…..ml
2. Laporkan haluaran lebih dari…..ml
3. Laporkan abnormalitas elektrolit
4. Manajemen cairan NIC:
Atur ketersediaan produk darah untuk transfuse, bila perlu
Berikan ketentuan penggantian nasogastric berdasarkan haluaran, sesuai dengan
kebutuhan
Berikan terapi IV, sesuai program
DAFTAR PUSTAKA

Digiulio, J. K. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. yogyakarta: rapha publishing.

Joyce M, b. ,. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. singapura: elsevier.

Mubarak, C. S. (2015). Standar Asuhan Keperawatan dan Prosedur Tetap dalam Praktik
Keperawatan. jakarta: salemba medika.

Muttaqin. (2012). Pengkajian Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinik. jakarta: salemba
medika.
Ns.Eko prabowo, S.-A. E. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. yogyakarta:
nuha medika.

PPNI, t. p. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. jagakarsa, jakarta selatan:


dewan pengurus pusat persatuan perawat nasional indonesia.

Scott, j. M. (2012). Mater Plan Kedaruratan Medik. tanggerang selatan: binarupa aksara.

Supadmi, R. P. (2015). Faktor Resiko Gagal Ginjal Kronik. Majalah Farmaseutik, Vol. 11 No.
2, 318.

Sutjahjo, A. (2015). Dasar-dasar Ilmu Penyakit Dalam. surabaya: Airlangga University Press
(AUP).

Anda mungkin juga menyukai