Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN KANKER SERVIKS

DISUSUN OLEH :

Cindy Aulia Poetri 14.401.17.019

Desi Ainun Romadhoni 14.401.17.021

Devita Otavia 14.401.17.022

Diana Nur Cesar 14.401.17.023

Dinar Titan Gumilang 14.401.17.024

Dinda Wardani 14.401.17.025

AKADEMIKESEHATAN RUSTIDA

PRODI DIII KEPERAWATAN

KRIKILAN-GLENMORE-BANYUWANGI

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat
menyelasaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Kanker Serviks” tepat
pada waktunya.

Makalah ini kami buat dengan tujuan untuk menjelaskan materi tentang pentingya
komunikasi dan keterampilan presentasi bagi perawat. Dengan adanya makalah ini di
harapkan mahasiswa lain dapat lebih memahami tentang komunikasi dan presentasi.
Dalam proses pembuatan makalah ini, banyak pihak yang telah membantu dan mendukung
untuk menyelesaikannya. Untuk itu pada kesempatan ini tidak lupa kami menyampaikan
terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Maternitas Anak dan anggota
Kelompok yang ikut serta dalam menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini kami buat dengan semaksimal mungkin, walaupun kami menyadari
masih banyak kekurangan yang harus kami perbaiki. Oleh karena itu kami mengharapkan
saran ataupun kritik dan yang sifatnya membangun demi tercapainya suatu kesempurnaan
makalah ini. Kami berharap makalah ini dapat berguna bagi pembaca maupun kami.

Krikilan, 12 September 2019

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................

Daftar Isi...................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...............................................................................................


1.2 Rumusan masalah .........................................................................................
1.3 Tujuan ...........................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1.Konsep Penyakit Pasien Dengan Kanker Serviks .........................................


2.2.Konsep Asuhan Keperawatan Dengan Kanker Serviks ................................

BAB III PENUTUP

3.1.Kesimpulan ...................................................................................................
3.2.Saran ..............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kanker serviks atau kanker leher rahim atau disebut juga kanker mulut
rahim merupakan salah satu penyakit yang ganas dibidang kebidanan dan penyakit
kandungan yang masih menempati posisi tertinggi sebagai penyakit kanker yang
menyerang kaum perempuan yang banyak diderita diatas usia 18 tahun (Manuaba,
I. B. G, 2009).
Kanker serviks merupakan penyebab kematian nomor satu yang sering
terjadi pada wanita Indonesia. Di Indonesia terdapat 90-100 kasus kanker serviks
per 100.000 penduduk. Tingginya kasus di Negara berkembang ini disebabkan
rendahnya tingkat ekonomi dan kurangnya pengetahuan, akses
screening dan pengobatan (Dalimarta, S, 2004). Kanker serviks ini menduduki
urutan nomor dua penyakit kanker didunia bahkan sekitar 500.000 wanita diseluruh
dunia di diagnosa menderita kanker serviks dan rata-rata 270.000 meninggal tiap
tahunnya (Depkes RI, 2009).
Di Indonesia, sampai saat ini penyakit kanker serviks merupakan salah satu
penyebab kematian wanita yang cukup tinggi dibandingkan dengan negara-
negaralain di Asia, karena sebagian besar penderita kanker serviks di Indonesia
baru datang berobat setelah stadium lanjut. Jika sudah pada stadium lanjut maka
akan sulit untuk mencapai hasil pengobatan yang optimal dan hal tersebut membuat
penderita sangatkhawatir dan cemas dengan keadaannya (Wiknjosastro, 2016).
Saat ini Pap Smear telah dikenal sebagai suatu pemeriksaan yang aman,
murah dan telah dipakai bertahun-tahun untuk mendeteksi kelainan sel-sel serviks.
Semakin dini sel-sel abnormal terdeteksi semakin rendah risiko seseorang
menderita kanker serviks (Heffner & Schust, 2010). Selain dengan Pap Smear,
screening dengan program Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) ini
dinyatakan juga lebih mudah, lebih sederhana, dan bahkan lebih murah
dibandingkan dengan tes Pap Smear. Karena itu, pemeriksaan IVA ini memberikan
harapan besar untuk terlindung dari ganasnya efek kanker serviks. Pemeriksaan
IVA ini bisa dilakukan oleh dokter, perawat atau bidan terlatih. Vagina dibuka
dengan cocor bebek kemudian leher rahim diolesi asam asetat 3-5% dengan
memakai lidi kapas. Hasilnya dapat dilihat satu menit kemudian (Imam, 2010).
1.2 Batasan Masalah
Pada pembahasan ini hanya membatasi konsep teori penyakit dan konsep asuhan
keperawatan pada pasien dengan Kanker Cerviks.
1.3 Rumusan Masalah
a. Bagaimana konsep penyakit Kanker Cerviks?
b. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien Kanker Cerviks?
1.4 Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep dan melaksanakan Asuhan Keperawatan
pada pasien dengan Kanker Cerviks.
b. Tujuan Khusus
1) Tujuan Umum
Untuk mengetahui, memahami, dan menambah pengetahuan atau wawasan
tentang asuhan keperawatan pada pasien Kanker Cerviks.
2) Tujuan Kasus
a) Untuk mengetahui apa itu Kanker cerviks?
b) Untuk mengetahui penyebab atau etiologi Kanker cerviks?
c) Untuk mengetahui tanda dan gejala dari Kanker cerviks?
d) Untuk mengetahui patofisiologi Kanker cerviks?
e) Untuk mengetahui klasifikasi Kanker cerviks?
f) Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Kanker cerviks?
g) Untuk mengetahui penatalaksanaan Kanker cerviks?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1.KONSEP PENYAKIT
A. Definisi
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah
mulut rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak
terkontrol dan merusak jaringan normal disekitarnya (Dalimarta, S, 2004,
hal. 35).
Kanker adalah istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan
maligna dalam setiap bagian tubuh, pertumbuhan ini tidak bertujuan,
bersifat parasit, dan berkembang dengan mengorbankan manusia sebagai
hospesnya (Heffner & Schust, 2010, hal. 95).
Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah
batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks
kanalis serviksalis yang disebut squamo-columnar junction (SCJ). Kanker
serviks merupakan sel-sel kanker yang menyerang bagian squamosa
columnar junction (SCJ).Kanker serviks merupakan karsinoma ginekologi
yang terbanyak diderita (kustiyati & Winarmi, 2011, hal. 683).
B. Etiologi
Penyebab langsung kanker serviks belum diketahui. Faktor
ekstrinsik yang diduga berhubungan dengan insiden karsinoma serviks,
antara lain infeksi Human Papilloma Virus (HPV) dan spermatozoa.
Karsinoma serviks timbul di sambungan skuamokolumner serviks. Faktor
resiko yang berhubungan dengan karsinoma serviks ialah perilaku seksual
berupa mitra seks multipel, multi paritas, nutrisi, rokok, dan lain-lain.
Karsinoma serviks dapat tumbuh eksofitik maupun endofitik.
Menurut Wiknjosastro Hanifa ada beberapa faktor yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks, antara lain adalah :
1. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda.
Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang
perempuan melakukan hubungan seks, semakin besar risikonya
untuk terkena kanker serviks. Berdasarkan penelitian para ahli,
perempuan yang melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17
tahun mempunyai resiko 3 kali lebih besar daripada yang menikah
pada usia lebih dari 20 tahun
2. Berganti-ganti pasangan seksual
Perilaku seksual berupa gonta - ganti pasangan seks akan
meningkatkan penularan penyakit kelamin. Penyakit yang
ditularkan, salah satunya adalah infeksi Human Papilloma Virus
(HPV) telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks,
penis dan vulva. Resiko terkena kanker serviks menjadi 10 kali lipat
pada wanita yang mempunyai partner seksual 6 orang atau lebih. Di
samping itu, virus herpes simpleks tipe 2 dapat menjadi faktor
pendamping
3. Faktor genetik
Terjadinya mutasi sel pada sel epitel skuamosa serviks yang
menyebabkan terjadinya kanker serviks pada wanita dapat
diturunkan melalui kombinasi genetik dari orang tua ke anaknya
4. Kebiasaan merokok
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker
serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian
menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok mengandung
nikotin yang dapat menurunkan daya tahan serviks di samping
merupakan ko-karsinogen infeksi virus. Selain itu, rokok
mengandung zat benza @ piren yang dapat memicu terbentuknya
radikal bebas dalam tubuh yang dapat menjadi mediator
terbentuknya displasia sel epitel pada serviks
5. Defisiensi zat gizi (vitamin A dan C)
Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi
vitamin C dapat meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan
sedang, serta mungkin juga meningkatkan risiko terjadinya kanker
serviks pada wanita yang makanannya rendah beta karoten dan
retinol (vitamin A)
6. Multiparitas
Trauma mekanis yang terjadi pada waktu paritas dapat
mempengaruhi timbulnya infeksi, perubahan struktur sel, dan iritasi
menahun
7. Gangguan sistem kekebalan
Bisa disebabkan oleh nikotin yang dikandung dalam rokok, dan
penyakit yang sifatnya immunosupresan, contohnya : HIV / AIDS
8. Status sosial ekonomi lemah
Umumnya, golongan wanita dengan latar belakang ekonomi lemah
tidak mempunyai biaya untuk melakukan pemeriksaan sitologi Pap
Smear secara rutin, sehingga upaya deteksi dini tidak dapat
dilakukan (Wiknjosastro, 2016, hal. 234).
C. Manifestasi Klinis.
Tanda-tanda dini kanker serviks kebanyakan tidak menimbulkan gejala.
Akan tetapi dalam perjalanannya akan menimbulkan gejala seperti :
1. Keputihan yang makin lama makin berbau akibat infeksi dan
nekrosis jaringan
2. Perdarahan yang terjadi diluar senggama (tingkat II dan III)
3. Perdarahan yang dialami segera setelah senggama (75-80%)
4. Perdarahan spontan saat defekasi
5. Perdarahan spontan pervaginam

Pada tahap lanjut keluhan berupa :

1. Cairan pervaginam yang berbau busuk


2. Nyeri panggul
3. Nyeri pinggang dan pinggul
4. Sering berkemih
5. Buang air kecil atau besar yang sakit
6. Gejala penyakit yang redidif (nyeri pinggang, edema kaki unilateral,
dan obstruksi ureter)
7. Anemi akibat perdarahan berulang
8. Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf (Heffner &
Schust, 2010, hal. 95).
D. Patofisiologi.
Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi
ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai
squamo-columnar junction (SCJ). Histologi antara epitel gepeng berlapis
(squamous complex) dari portio dengan epitel kuboid/silindris pendek
selapis bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Pada wanita SCJ ini berada
di luar ostius uteri eksternum, sedangkan pada wanita umur > 35 tahun, SCJ
berada di dalam kanalis serviks. Menurut (Dalimarta, S, 2004) Tumor dapat
tumbuh :
1. Eksofilik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa yang
mengalami infeksi sekunder dan nekrosis
2. Endofilik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stomaserviks dan
cenderung untuk mengadakan infiltrasi menjadi ulkus
3. Ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan
serviks dengan melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus
yang luas.
Serviks normal secara alami mengalami proses metaplasi/erosio akibat
saling desak-mendesak kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya
mutagen, porsio yang erosif (metaplasia skuamosa) yang semula fisiologik
dapat berubah menjadi patologik melalui tingkatan NIS I, II, III dan KIS
untuk akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi mikroinvasif
atau invasif, proses keganasan akan berjalan terus. Periode laten dari NIS –
I s/d KIS 0 tergantung dari daya tahan tubuh penderita. Umumnya fase pra
invasif berkisar antara 3 – 20 tahun (rata-rata 5 – 10 tahun). Perubahan
epitel displastik serviks secara kontinyu yang masih memungkinkan
terjadinya regresi spontan dengan pengobatan / tanpa diobati itu dikenal
dengan Unitarian Concept dari Richard. Hispatologik sebagian besar 95-
97% berupa epidermoid atau squamos cell carsinoma sisanya
adenokarsinoma, clearcell carcinoma/mesonephroid carcinoma dan yang
paling jarang adalah sarcoma (Rahayu, 2015, hal. 145).
Pathway

 berhubungan Proses metaplasi Dysplasi serviks Ca. serviks


sexs<17 th
 merokok
 hygiene seks yang
kurang Tahap lanjut Terapi
Tahap awal
 virus HIV
 sering melahirkan
dengan
persalinan Nekrosis jaringan
bermasalah serviks Menyebar Pembesaran
 berganti-ganti kepelvik massa
pasangan
 herediter Malu Tekanan Penipisan sel
intrapelvik epitel

Hambatan
interaksi sosial Tekanan intra Rusaknya
abdomen permeabilitas
pembuluh darah

Pembentukan asam Metabolism Nyeri akut Perdarahan


laktat anaerob

Kelelahan Suplai O2 turun


Anemia Resiko kekurangan
volume cairan

Defisit perawatan diri Hb turun Imunitas menurun Resiko infeksi

Radiasi Kemoterapi Pembedahan


/histerektomi

Pre Post Mempercepat


Pre Post
pertumbuhan sel
normal
Defisiansi pengetahuan Kurang Aktivitas fisik
ansietas pengetahuan terbatas
Memperpendek Ansietas Intoleransi
usia akar rambut aktivitas

alopecia Gangguan citra


tubuh

Peningkatan pemanasan Gastrointestinal Perkemihan Kompresi pada


pada epidermis kulit RES

Eritema, pecah-pecah, Peningkatan Cystitis Anemis


kering, nuiritus tekanan gaster

Kerusakan integritas Mual muntah Gangguan Leukosit


kulit eliminasi urine menurun

Anoreksia
Resiko infeksi

Ketidakseimbang
an nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh

(Rahayu, 2015, hal. 146).


E. Klasifikasi.
Berdasarkan Stadium (menurut FIGO 1978)
STADIUM KRITERIA
0 Karsinoma in situ atau karsinoma intra epitel.
I Proses terbatas pada serviks dan uterus.
Ia Karsinoma serviks preklinis, hanya dapat didiagnosa
secara mikroskopik, lesi tidak lebih dari 3 mm, atau
secara mikroskopik kedalamannya >3-5 mm dari epitel
basal dan memanjang tidak lebih dari 7 mm.
Ib Lesi invasif >5mm, dibagi atas lesi <4cm dan >4cm.
II Proses keganasan telah keluar dari serviks dan
menjalar ke 2/3 bagian atas vagina dan atau ke
parametrium, tetapi tidak sampai ke dinding panggul.
II a Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih
bebas dari infiltrat tumor.
II b Penyebaran ke parametrium, uni atau bilateral, tetapi
belum sampai ke dinding panggul
III Penyebaran sampai 1/3 distal vagina atau parametrium
sampai dinding panggul.
III a Penyebaran sampai 1/3 distal vagina, namun tidak
sampai ke dinding panggul.
III b Penyebaran sampai ke dinding panggul, tidak
ditemukan daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan
dinding panggul, atau proses pada tingkat I atau II,
tetapi sudah ada gangguan faal ginjal atau
hidronefrosis.
IV Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan
melibatkan mukosa rektum dan atau vesika urinaria
(dibuktikan secara histologi) atau telah bermetastasis
keluar panggul atau ke tempat yang jauh.
IV a Telah bermetastasis ke organ sekitar
IV b Telah bermetastasis jauh
F. Pemeriksaan penunjang.
1. Sitologi/ Pap Smear.
Salah satu pemeriksaan sitologi yang bisa dilakukan adalah pap
smear. Pap smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker
leher rahim. Test ini mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel
leher rahim yang abnormal, yaitu suatu pemeriksaan dengan
mengambil cairan pada laher rahim dengan spatula kemudian
dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop.
Saat ini telah ada teknik thin prep (liquid base cytology) adalah
metoda pap smear yang dimodifikasi yaitu sel usapan serviks
dikumpulkan dalam cairan dengan tujuan untuk menghilangkan
kotoran, darah, lendir serta memperbanyak sel serviks yang
dikumpulkan sehingga akan meningkatkan sensitivitas. Pengambilan
sampel dilakukan dengan mengunakan semacam sikat (brush)
kemudian sikat dimasukkan ke dalam cairan dan disentrifuge, sel
yang terkumpul diperiksa dengan mikroskop.
Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya
kanker serviks. Jika ditemukan hasil pap smear yang abnormal,
maka dilakukan pemeriksaan standar berupa kolposkopi.
Penanganan kanker serviks dilakukan sesuai stadium penyakit dan
gambaran histopatologimnya. Sensitifitas pap smear yang dilakukan
setiap tahun mencapai 90%
2. Koloskopi : Pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop)
yang digunakan untuk mengamati secara langsung permukaan
serviks dan bagian serviks yang abnormal. Dengan kolposkopi akan
tampak jelas lesi-lesi pada permukaaan serviks, kemudian dilakukan
biopsi pada lesi-lesi tersebut
3. Kolpomikroskopi : melihat hapusan vagina (pap smear) dengan
pembesaran sampai 200 kali
4. Biopsi : dengan biopsi dapat ditemukan atau ditentukan jenis
karsinomanya
5. Konisasi : konisasi dilakukan bila hasil sitologi meragukan
6. Pemeriksaan foto paru-paru dan CT Scane hanya dilakukan atas
indikasi dari pemeriksaan klinis atau gejala yang timbul
7. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi
pendarahan yang terjadi pada penderita kanker serviks dengan
mengukur kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit dan kecepatan
pembekuan darah yang berlangsung dalam sel-sel tubuh
8. Geneskopi
Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan
pembesaran 2,5 x dapat digunakan untuk meningkatkan skrining
dengan sitologi. Biopsi atau pemeriksaan kolposkopi dapat segera
disarankan bila tampak daerah berwarna putih dengan pulasan
asamasetat. Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 84% dan
87% dan negative palsu sebanyak 12,6% dan positif palsu 16%.
Samsuddin dkk pada tahun 1994 membandingkan pemeriksaan
gineskopi dengan pemeriksaan sitologi pada sejumlah 920 pasien
dengan hasil sebagai berikut: Sensitivitas 95,8%; spesifisitas 99,7%;
predictive positive value 88,5%; negative value 99,9%; positifpalsu
11,5%; negative palsu 4,7% dan akurasi 96,5%. Hasil tersebut
member peluang digunakannya gineskopi oleh tenaga paramedis /
bidan untuk mendeteksi lesi prakanker bila fasilitas pemeriksaan
sitologi tidak ada (Dalimarta, S, 2004, hal. 59).
G. Penatalaksanaan.
Terapi kanker serviks dilakukan bila diagnosis telah dipastikan
secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim
yang sanggup melakukan reabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim
onkolohi). Pemilihan pengobatan kanker serviks tergantung pada lokasi dan
ukuran tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita, dan
rencana penderita untuk hamil lagi. Lesi tingkat rendah biasanya tidak
memerlukan pengobatan lebih lanjut terutama jika daerah yang ubnormal
seluruhnya telah diangkat pada waktu pemeriksaan biopsi. Pengobatan pada
lesi pre kanker bisa berupa kriosurgeri (pembekuan), kauterisasi
(pembakaran, juga disebut diatermi), pembedahan laser untuk
menghancurkan sel-sel yang ubnormal tanpa melukai jaringan yang sehat
disekitarnya dan LEEP (Loop Electrosurgical Excision Prosedure) atau
konisasi (Rahayu, 2015, hal. 242)

2.2.KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian.
1. Identitas
Kanker serviks biasanya terjadi pada wanita yang berusia ± 31-60
tahun. Akan tetapi juga mampu menyerang wanita yang berusia 20-30
tahun. Ataupun wanita yang mulai melakukan hubungan seksual pada
usia < 20 tahun atau mempunyai pasangan seksual yang berganti-ganti
(Kusumawati, 2016, hal. 206).
2. Keluhan utama
Pasien biasanya datang dengan keluhan nyeri intraservikal disertau
dengan keputihan menyerupai air, berbau, bahkan berdarah (Rahayu,
2015, hal. 157).
3. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien dengan stadium awal tidak merasakan keluhan yang
mengganggu, baru pada stadium akhir yaitu stadium 3 dan 4 timbul
keluar seperti : pendarahan, keputihan dan rasa nyeri intra servikal
(Rahayu, 2015, hal. 157).
4. Riwayat kesehatan terdahulu
Riwayat abortus, infeksi pasca abortus, infekssi mas nifas, riwayat
operasi kandungan, serta adanya tumor, dan riwayat keluarga yang
menderita kanker (Kusumawati, 2016, hal. 207).
5. Riwayat kesehatan keluarga
Perlu ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit
seperti ini atau penyakit menular lainnya (Dalimarta, S, 2004, hal. 60).
6. Riwayat psikososial
Dalam pemeliharaan kesehatan dikaji tentang pemeliharaan gizi di
rumah dan bagaimana pengetahuan keluarga tentang penyakit kanker
serviks. Kanker serviks sering dijumpai pada kelompok sosial ekonomi
yang rendah, berkaitan erat dengan kualitas dan kuantitas makanan atau
gizi yang dapat mempengaruhi imunitas tubuh, serta tingkat personal
hygine terutama kebersihan dari saluraan urogenital (Kusumawati,
2016, hal. 207)
7. Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
1) Kesadaran
Kesadaran biasanya pada kasus Ca Serviks adalah
composmentis dan bisa sampai koma (Rahayu, 2015, hal. 157).
2) Tanda-tanda vital
Terjadi peningkatan suhu saat tumor tumbuh secara eksoflik dan
menginfeksi vagina. Tidak mengalami perubahan pada tekanan
darah, nadi dan pernapasan kecuali jika kanker bermetastasis
jauh ke organ-organ tertentu (paru, jantung) (Rahayu, 2015, hal.
157).
b) Body Sistem
1) Sistem Pernapasan
Tidak mengalami gangguan pada sistem pernapasan, kecuali
jika stadium telah mencapai IV b sehingga kanker dapat
bermetastasis jauh, merasakan sesak sampai ke paru, pada
palpasi toraks vocal fremitus kanan dan kiri sama suara nafas
vesikuler (Wulandari, 2011, hal. 221).
2) Sistem Kardiovaskuler
Saat inspeksi ictus cordis tidak nampak, perkusi atas jantung
tidak mengalami pergeseran, terjadi perubahan pada tekanan
darah dan nadi, biasanya pasien ca serviks yang mengalami
kehilangan cairan (hipovolemi) (Rahayu, 2015, hal. 157).
3) Sistem Persyarafan
Kesadaran pasien komposmentis, pusing, disorientasi, dan sel -
sel kanker yang mendesak mengakibatkan gangguan pada
syaraf-syaraf disekitar perut dan panggul sehingga menimbulkan
perasaan berat pada daerah tersebut (Wulandari, 2011, hal. 221).
4) Sistem Perkemihan
Ada lesi, adanya pengeluaran pervaginam, berbau, biasanya
terjadi gagal ginjal menahun akibat uremia oleh karena obstuksi
ureter ditempat ureter masuk kedalam kandung kemih
(Wulandari, 2011, hal. 222).
5) Sistem Pencernaan
Pasien biasanya hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran
terhadap makanan, mual muntah, perubahan berat badan, saat di
palpasi tidak adanyeri tekan, perkusi berbunyi tympani, saat
auskultasi bising usus 5-15 x/menit (Haryani, 2016, hal. 648).
6) Sistem Integumen
Tidak mengalami masalah pada kulit pasien, kecuali di bagian
vagina jika hygiene buruk maka dapat mengiritasi kulit
(Rahayu, 2015, hal. 158).
7) Sistem Pengindraan
Pada pasien ca servik penglihatan tidak terganggu dan
konjungtiva anemis (Rahayu, 2015, hal. 158).
8) Sistem muskuloskletal
Gejala yang dapat timbul karena metastasis jauh, misalnya cepat
lelah, dan bila kanker sudah mencapai stadium III ke atas, maka
akan terjadi pembekakan di berbagai anggota tubuh seperti
betis, paha (Rahayu, 2015, hal. 157).
9) Sistem Endokrin
Pengaruh hormon selama kehamilan menjadi lebih mudah untuk
berkembangnya sel kanker, hal ini dihubungkan dengan proses
metaplasia sel serviks uteri, rendahnya daya imun perempuan
saat hamil serta trauma yang disebabkan oleh proses saat
melahirkan (Wulandari, 2011, hal. 222).
10) Sistem Hematologi
Terjadi penurunan kadar Hb karena pasien mengalami
perdarahan yang cukup banyak baik saat menstruasi maupun
pasien menepouse (Rahayu, 2015, hal. 157).
11) Sistem Reproduksi
Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah yang
makin lama makin lebih sering terjadi, misalnya setelah
melakukan koitus atau perdarahan menstruasi lebih banyak, atau
bisa juga diluar senggama/spontan, biasanya terjadi pada tingkat
klinik lanjut stadium II-III, Serviks dapat teraba membesar,
irregular, teraba lunak, dan bau terdapat bau busuk yang khas
(Rahayu, 2015, hal. 157).
12) Sistem Imun
umur merupakan salah satu faktor risiko yang dianggap
mempengaruhi prognosis penderita dan mempengaruhi
kematangan sistem imun. Insiden kanker serviks yang masih
tinggi pada umur lebih tua karena semakin tua usia pasien,
semakin lemah sistem imun yang dimiliki (Haryani, 2016, hal.
648).

8. Pemeriksaan penunjang
1) Sitology dengan cara tes pap
Tes pap merupakan penapisan untuk medeteksi infeksi HPV dan
prakanker serviks. Ketetapan diasnostik sitologinya 90% pada
dysplasia keras (karsinoma insitu) dan 76% pada dysplasia ringan/
sedang. Didapaatkan hasil negative palsu 5-50% sebagian besar
disebabkan pengambilan sediaan yang tidak adekuat. Sedangkan
hasil positif palsu sebesar 3-15%
2) Kolkoskopi
3) Servikografi
4) Pemeriksaan visual angsung
5) Gineskopi
6) Pap net (pemeriksaan terkomputerisasi dengan hasil lebih sensitive)
(Rahayu, 2015, hal. 160).
B. Diagnosis Keperawatan.
1. Nyeri Akut b.d infiltrasi saraf akibat infiltrasi metastase neoplasma
a. Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintesitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan
b. Penyebab
1) Agen pencederafisiologis (mis, inflamasi, iskemia,
neoplasma)
2) Agen pencedera kimiawi (mis, terbakar, bahan kimia iritan).
3) Agen pencedera fisik (mis, abses, amputasi, terbakar,
terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma,
latihan fisik berlebihan)
c. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1) Mengeluh Nyeri
Objektif
1) Tampak meringis
2) Bersikap protektif (mis, waspada, posisi menghindari nyeri)
3) Gelisah
4) Frekuensi nadi meningkat
5) Sulit tidur
d. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1) Tekanan darah meningkat
2) Pola napas berubah
3) Nafsu makan berubah
4) Proses berpikir teganggu
5) Menarik diri
6) Berfokus pada diri sendiri
7) Diaphoresis
e. kondisi Klinis Terkait
1) Kondisi pembedahan.
2) Cedera traumatis.
3) Infeksi.
4) Sindrom coroner akut
(PPNI, 2016, hal. 166).
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan
definisi : asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme
penyebab
a. ketidakmampuan menelan makanan
b. ketidakmampuan mecerna makanan
c. ketidakmampuan mengabsorbsi nutien
d. peningkatan kebutuhan metabolisme
e. faktor psikologis
gejala dan tanda mayor
objektif
a. berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal
gejala dan tanda minor
subjektif
a. cepat kenyang setelah makan
b. kram atau nyeri abdomen
c. napsu makan menurun
objektif
a. bisisng usus hiperaktif
b. otot pengunyah lemah
c. otot menelan lemah
d. membran mukosa pucat
e. sariawan
f. serum albumin turun
g. diare
kondisi klinis terkait
a. infeksi
(PPNI, 2016, hal. 56)
3. Risiko infeksi
a. Definisi : berisiko mengalami peningkatan terserang organisme
patogenik.
b. Faktor resiko :
1) Penyakit kronis (mis, diabetes mellitus)
2) Efek prosedur invasif
3) Malnutrisi
4) Peningfkatan paparan organisme patogen lingkungan
c. klinis terkait
1) AIDS
2) Luka bakar
3) Penyakit paru obstruktif kronis
4) Diabetes mellitus
5) Tindakan invansif
6) Kondisi penggunaan terapi steroid
7) Penyalahgunaan obat
8) Ketuban pecah sebelum waktunya
(PPNI, 2016, hal. 304).
4. Gangguan integritas jaringan b.d efek radiasi dan kemoterapi
a. Definisi : kerusakan kulit (dermis/ epidermis) atau jaringan
(membrane mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago,
kapsul sendi dan/ atau ligament).
b. Penyebab :
1) Perubahan sirkulasi
2) Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)
3) Kekurangan/ kelebihan volume cairan
4) Penurunan metabolisme
5) Bahan kimia iritatif
6) Suhu lingkungan yang ekstrim
7) Efeksamping terapi radiasi
8) Kelembapan
9) Proses penuaan
10) Neuropati perifer
11) Perubahan pigmentasi
12) Perubahan hormonal
c. Gejala dan tanda mayor
1) Subjektif : -
2) Objektif : kerusakan jaringan dan/ atau lapisan kulit
d. Gejala dan tanda minor
1) Subjektif : -
2) Objektif : nyeri, perdarahan, kemerahan, hematoma
e. Kondisi klinis terkait
1) Imobilisasi
2) Gagal jantung kongenstif
3) Gagal jantung
4) Diabetes mellitus.
5) Imunodefisiensi
(PPNI, 2016, hal. 282).
C. Intervensi
1. Nyeri Akut b.d infiltrasi saraf akibat infiltrasi metastase neoplasma.
Kriteria hasil
1) Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif
untuk mencapai kenyamanan.
2) Mempertahankan tingkat nyeri pada atau kurang denganskala
0-10
3) Menggunakan tindakan meredakan nyeri dengan analgesik dan
non-analgesik secara tepatmelaporkan kesejahteraan fisik dan
psikologis.
(Wilkinson J. M., 2016, hal. 296).
Aktivitas keperawatan

Pengkajian

1) Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada


skala 0 sampai 10 (0=tidak ada nyeri atau tidak kenyamanan,
10= nyeri berat)
2) Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau pereda nyeri oleh
analgesik dan kemungkinan efek sampingnya.
3) Manajemen nyeri : lakukan pengkajian nyeri meliputi lokasi,
karakteristik, awitan dan durasi,frekuensi,kualitas, intensitas
atau keparahan nyeri dan faktor presipitasinya.
(Wilkinson J. M., 2016, hal. 298).

Penyuluhan untuk pasien dan keluarga

1) Intruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat


jika peredaan nyeri tidak dapat dicapai.
2) Informasikan pada pasien tentang prosedur yang dapat
meningkatkan nyeri dan tawarkan strategi koping yang
didasarkan.
3) Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesik narkotik atau
oipid (resiko ketergantungan atau overdosis).
4) Managemen nyeri : berikan informasi tentang nyeri, seperti
penyebab nyeri, berapa lama akan berlangsung dan antisipasi
ketidak nyamanan akibat prosedur.
(Wilkinson J. M., 2016, hal. 298).

Aktivitas lain

1) Bantu pasien untuk berfokus pada hal lain , bukan pada nyeri
dan rasa tidak nyaman dengan melakukan pengalihan melalui
televisi,radio,dan interaksi dengan pengunjung.
2) Bantu pasien mengidentifikasi tindakan kenyamanan yang
efektif di masa lalu seperti distraksi relaksasi atau kompres
hangat atau dingin
3) Gunakan pendekatan yang positif untuk mengoptimalkan
respon pasien terhadap analgesik.
(Wilkinson J. M., 2016, hal. 298).
Aktivitas kolaboratif
1) Kelola nyeri paska bedah awal dengan pemberian obat yang
terjadwal atau PCA.
2) Management nyeri: gunakan tindakan pengendalian nyeri
sebelum nyeri menjadi lebih berat dan laporkan pada dokter
jika tindakan tidak berhasil atau keluhan saat ini merupakan
perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri pasien di
masa lalu
(Wilkinson J. M., 2016, hal. 298).
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan
1) Tujuan : Memperlihatkan status nutrisi yang dibuktikan
dengan indikator
2) Kriteria hasil : Sebutkan 1-5 gangguan ekstrem, berat, sedang,
ringan atau tidak ada penyimpangan dari rentang normal
meliputi asupan gizi, asupan makanan, asupan cairan, energi
3) Intervensi NIC
Aktivitas keperawatan
a) Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan
b) Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi
c) Pantau nilai laboratorium khususnya transferin, albumin, dan
elektrolit
Penyuluhan untuk pasien dan keluarga
a) Ajarkan metode untuk pencernaan makanan
b) Ajarkan pasien/keluarga tentang makanan yang bergizi dan
tidak mahal
c) Management Nutrisi (NIC): berikan informasi yang tepat
tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana cara memenuhinya
Aktivitas Kolaboratif
a) Diskusikan dengan ahli gizi
b) Diskusikan dengan dokter
c) Rujuk ke dokter untuk menentukan penyebab gangguan nutrisi
d) Rujuk ke program gizi di komunitas yang tepat
e) Management Nutisi (NIC): tentukan dengan melakukan
kolaborasi bersama ahli gizi, jika diperlukan jumlah kalori dan
jenis zat gizi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi, khususnya untuk pasien dengan kebutuhan energi
tinggi seperti pascabedah dan luka bakar, trauma, demam, dan
luka
Aktivitas lain
a) Buat perencanaan makan dengan pasien yang masuk dalam
jadwal makan, lingkungan makan, kesukaan dan ketidaksukaan
pasien, serta suhu makanan
b) Durung anggota keluarga untuk membawa makanan kesukaan
pasien dari rumah
c) Anjurkan pasien untuk menampilkan tujuan makan dan latihan
fisik dilokasi yang terlihat jelas dan kaji ulang setiap hari
d) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk makan
e) Hindari prosedur invasif sebelum makan
f) Suapi pasien jika perlu
(Wilkinson, 2016, p. 284).
3. Risiko Infeksi
1) Tujuan : berisiko terhadap invansi organisme patogen
2) Kriteria hasil : faktor risiko infeksi akan hilang, di buktikan
oleh pengendalian resikokomunitas: penyakit menular; status
imun; pengendalian resiko: penyakit menular seksual; dan
penyembuhan luka: primer dan sekunder
3) Intervensi NIC
Aktivitas Keperawatan
Pantau tanda dan gejala infeksi (mis., suhu tubuh, denyut
jantung, drainase, penampilan luka, sekresi, penampilan urine,
suhu kulit, keletihan, dan malaise)
Penyuluhan untuk pasien dan keluarga
a) Jelaskan kepada pasien dan keluarga mengapa terapi
meningkatkan resiko terhadap infeksi
b) Jelaskan rasional dan manfaat serta efek samping imunisai
Aktivitas kolaboratif
Ikuti protokol institusi untuk melaporkan infeksi yang
dicurigai atau kultur positif
Aktivitas lain
Lindungi pasien terhadap kontaminasi silang dengan tidak
menugaskan perawat yang sama untuk pasien lain yang
mengalami infeksi dan memisahkan ruangan perawatan pasien
dengan pasien yang terinfeksi
(Wilkinson, 2016, p. 234).
4. Gangguan integritas jaringan b.d efek radiasi dan kemoterapi
1) Tujuan untuk evaluasi atau memperlihatkan kerusakan
integritas kulit.
2) Kriteria hasil : Menunjukakan integritas jaringan : Kulit dan
membran mukosa, yang dibuktikan oleh indikator berikut
(sebutkan 1-5 : Gangguan ekstreem, berat, sedang, ringan, atau
tidak ada gangguan:
Keutuhan kulit
Tekstur dan ketebalan jaringan
3) Intervensi NIC
Aktivitas Keperawaan
Untuk aktivitas keperawatan yang spesifik, lihat pada
diagnosis keperawatan berikut ini:
a) Infeksi, Risiko
b) Membran mukosa oral dan integritas kulit, kerusakan
Penyuluhan untuk pasien dan keluarga
a) Ajarkan untuk manajemen tekanan
b) Ajarkan cara perlindungan infeksi
c) Memelihara kesehatan
Aktivitas kolaboratif
a) Perawatan area insisi
b) Perawatan ostomi
c) Perawatan kulit: terapi topikal
d) Perawatan luka
Aktivitas lain
a) Tidak ada tanda atau gejala
b) Tidak ada lesi
c) Tidak ada nekrosis
(Wilkinson, 2016, p. 440).
DAFTAR PUSTAKA

Dalimarta, S. (2004). Deteksi Dini Kanker Dan Simplisia Antikanker. Jakarta: Penebar
Swadaya.

Depkes RI. (2009). Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.

Haryani. (2016). Prevalensi Kanker Serviks Berdasarkan Paritas di RSUP Dr. M. Djamil
Padang Periode Januari 2011-Desember 2012. Jurnal kesehatan Andalas.

Heffner, L. f., & Schust, D. J. (2010). At a glance: sistem reproduksi, edisi 2. Jakarta:
Erlangga.

Imam, R. (2010). Kanker Serviks Dalam Buku Epidemiplogi Kanker Pada Wanita. Jakarta:
Sagung Seto.

kustiyati, S., & Winarmi. (2011). DETEKSI DINI KANKER LEHER RAHIM DENGAN
METODE IVA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS NGORESAN
SURAKARTA. Kanker leher rahim, Metode IVA.

Kusumawati, Y. (2016). Pengetahuan, Deteksi Dini kanker Cerviks. Jurnal Kesehatan


Masyarakat.

Manuaba, I. B. G. (2009). Memahami kesehatan reproduksi wanita, edisi 2. Jakarta: EGC.

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan


Pengurus Pusat .

Rahayu, S. (2015). Asuhan Ibu dengan Kanker Serviks. Jakarta: Salemba Medika.

Wiknjosastro, H. (2016). Ilmu Kandungan. Jurnal kebidanan.

Wilkinson, J. (2016). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.

Wulandari. (2011). Pengertian dan Pemahaman Risiko Ca. Cervix pada Wanita Subur di
Indonesia. Jurnal Ca. Cervix.

Anda mungkin juga menyukai