Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

UPAYA MEMUTUS RANTAI INFEKSI


(Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keselamatan Pasien
dan K3 dalam Keperawatan)
Dosen Pengampu : Marlin Brigita, S.Kep, Ners, M.Kep

Disusun Oleh
(Kelompok 3)

1. Bangun Wijonarko
2. Efa Meliyuana
3. Fifi Magfiroh
4. Iwan Setiawan
5. Muhammad Fuad
6. Rizqita Putri

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Pada kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima kasih yang
kepada dosen mata kuliah Keselamatan Pasien san K3 dalam Keperawatan
sehingga makalah ini terselesaikan tepat pada waktunya. Tidak lupa pula kami
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang lain atas segala bantuan dan
dukungannya. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
makalah ini.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Amin.

Tangerang, 21 Juli 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB 1......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG.............................................................................1
A. Rumusan Masalah...................................................................................3
B. Tujuan......................................................................................................3
BAB II.....................................................................................................................4
PEMBAHASAN.....................................................................................................4
A. Definisi Infeksi Nosokomial atau Health-care Associated Infections
(HAI s).................................................................................................................4
B. Penyebab Infeksi Nosokomial atau Health-care Associated Infections
(HAIs)..................................................................................................................4
C. Cara Infeksi Nosokomial atau Health-care Associated Infections
(HAIs)..................................................................................................................5
D. Manajemen Infeksi Nosokomial atau Health-care Associated
Infections (HAIs)................................................................................................9
E. Peran Perawat dalam Manajemen Infeksi Nosokomial atau
Health-care Associated Infections (HAIs).......................................................12
F. Medication Safety..................................................................................13
BAB III..................................................................................................................16
PENUTUP.............................................................................................................16
A. Kesimpulan............................................................................................16
B. Saran.......................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penularan infeksi yang sering terjadi di lingkungan pelayanan medis,


sangat beresiko terpapar ke tenaga kesehatan, pasien, pengunjung dan
karyawan.Pelayanan kesehatan yang diberikan ke pasien harus didukung oleh
sumber daya manusia yang berkualitas untuk mencapai pelayanan yang prima
dan optimal. Proses dalam mewujudkan Pelayanan yang prima dan optimal
dapat diwujudkan dengan kemampuan kognitif dan motoric yang cukup yang
harus dimiliki oleh setiap petugas kesehatan. Seperti yang kita ketahui
pengendalian infeksi di setiap pelayanan kesehatan merupakan rangkaian
aktifitas kegiatan yang wajib dilakukan oleh Tim Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi dan merupakan tuntutan kualitas sekaligus persyaratan
administrasi menuju proses akreditasi.
Persoalan mengenai infeksi masih merupakan salah satu masalah
kesehatan di dunia, termasuk di Indonesia. Infeksi merupakan suatu keadaan
ditemukan adanya agen infeksi dan terdapat respon imun baik yang disertai
gejala klinik maupun tidak disertai gejala klinik. Permasalahan mengenai
infeksi di dunia semakin meningkat. Menurut data pada tahun 1997, di benua
Eropa dan Amerika berkisar 1% permasalahan mengenai infeksi terjadi. Di
Asia, Amerika Latin dan sub Sahara lebih dari 40% permasalahan mengenai
infeksi terus terjadi. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) 7-8% dari
seluruh rumah sakit di dunia mempunyai permasalahan mengenai infeksi.
Kawasan Asia Tenggara dengan prosentase 10 % dengan kasus infeksi terjadi
di Indonesia (WHO, 2005).
Infeksi nosocomial atau infeksi yang berhubungan dengan pelayanan
kesehatan atau Health Care Associated Infections (HAIs) adalah penyakit
infeksi yang pertama muncul dalam waktu antara 48 jam dan empat hari

1
setelah pasien masuk rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan lainnya,
atau dalam waktu 30 hari setelah pasien keluar dari rumah sakit. Dalam hal
ini termasuk infeksi yang didapat dari rumah sakit tetapi muncul setelah
pulang dan infeksi akibat kerja pada petugas di fasilitas pelayanan kesehatan.
Rumah Sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu, efektif dan
efisien untuk menjamin Patient safety .
Mikroorganisme bisa eksis di setiap tempat, dalam air, tanah, permukaan
tubuh seperti kulit, saluran pencernaan dan area terbuka lainnya.Infeksi yang
diderita pasien dirawat di Rumah Sakit dimana sebelumnya pasien tidak
mengalami infeksi tersebut dinamakan infeksi nosokomial. Menurut Patricia
C Paren, pasien dikatakan mengalami infeksi nosokomial jika pada saat
masuk belum mengalami infeksi kemudia setelah dirawat selama 48-72 jam
klien menjadi terinfeksi.
Dalam kamus keperawatan disebutkan bahwa infeksi adalah invasi dan
multiplikasi mikroorganisme dalam jaringan tubuh , khususnya yang
menimbulkan cedera seluler setempat akibat metabolisme kompetitif, toksin,
replikasi intraseluler atau reaksi antigen-antibodi. Munculnya infeksi
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan dalam rantai infeksi.
Adanya patogen tidak berarti bahwa infeksi akan terjadi.
Perawat berperan penting sebagai pemutus rantai infeksi untuk
menurunkan angka kejadian infeksi yang didapat di rumah sakit (HAIs).
Perawat merupakan tenaga kesehatan yang berhubungan langsung dengan
pasien dan dapat menjadi media transmisi infeksi baik bagi perawat maupun
pasien (Bartley & Russell, 2003; Kagan, Ovadia & Kaneti, 2009).
Perawat mencegah terjadinya infeksi dengan cara memutuskan rantai
penularan infeksi (Craven & Hirnle, 2007). Kegiatan ini berkaitan dengan
perilaku perawat. Perilaku perawat dalam melakukan kegiatan pencegahan
dan pengendalian infeksi dapat dibentuk dengan aktivitas dalam
menampilkan peran dan fungsi kepala ruang sebagai pemimpin. Kepemim-
pinan kepala ruang dapat memengaruhi perilaku bawahannya (Robbins, 2003;
Sellgren, Ekval, & Tomson, 2006).

2
A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana upaya memutus rantai infeksi?
2. Bagaimana cara memutus rantai infeksi?
3. Bagaimana peran perawat dalam memutus rantai infeksi?

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui upaya memutus rantai infeksi
2. Untuk mengetahui cara memutuskan rantai infeksi
3. Untuk mengetahui peran perawat dalam memutus rantai infeksi

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Infeksi Nosokomial atau Health-care Associated Infections (HAI s)


Infeksi yang terjadi di rumah sakit sekarang lebih dikenal dengan Healthcare-
associated infections (HAIs) dengan pengertian yang lebih luas tidak hanya di rumah
sakit tetapi juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Infeksi nosokomial adalah
infeksi yang didapat pasien dari rumah sakit pada saat pasien menjalani proses asuhan
keperawatan.
Menurut Brooker (2008) adalah infeksi yang didapat dari rumah sakit yang terjadi
pada pasien yang dirawat selama 72 jam (3 hari) dan pasien tersebut tidak menunjukkan
tanda dan gejala infeksi pada saat masuk rumah sakit. Menurut Paren (2006) pasien
dikatakan mengalami infeksi nosokomial jika pada saat masuk belum mengalami infeksi
kemudian setelah dirawat selama 48-72 jam klien menjadi terinfeksi.
Berdasarkan uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa infeksi HAIs adalah
infeksi yang diperoleh dari rumah sakit yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan
pasien tersebut selama dirawat maupun sesudah dirawat yang dapat terjadi karena
intervensi yang dilakukan di rumah sakit seperti pemasangan infus, kateter, dan
tindakan-tindakan operatif lainnya.

B. Penyebab Infeksi Nosokomial atau Health-care Associated Infections (HAIs)


Menurut (Farida, 1999) Infeksi nosokomial mudah terjadi karena adanya beberapa
keadaan tertentu, yaitu sebagai berikut:

1. Rumah sakit merupakan tempat berkumpulnya orang sakit atau pasien,


sehingga jumlah dan jenis kuman penyakit yang ada lebih banyak dari pada
ditempat lain.
2. Pasien mempunyai daya tahan tubuh rendah, sehingga mudah tertular.

3. Rumah sakit sering kali melakukan tindakan invasif mulai dari sederhana
misalnya suntikan sampai tindakan yang lebih besar, operasi. Dalam melakukan
tindakan sering kali petugas kurang memperhatikan tindakan aseptik dan
antiseptik.
4. Mikroorganisme yang ada cenderung lebih resisten terhadap antibiotik,
4
akibat penggunaan berbagai macam antibiotik yang sering tidak rasional.
5. Adanya kontak langsung antara pasien atau petugas dengan pasien, yang
dapat menularkan kuman patogen.
6. Penggunaan alat-alat kedokteran yang terkontaminasi dengan kuman

C. Cara Infeksi Nosokomial atau Health-care Associated Infections (HAIs)

Interaksi antara pejamu (pasien, perawat, dokter, tenaga kesehatan lain), agen
(mikroorganisme pathogen) dan lingkungan (lingkungan rumah sakit, prosedur
pengobatan, dll) menentukan seseorang dapat terinfeksi atau tidak.

Pejamu

Agen
Lingkungan
Pengetahuan tentang rantai penularan infeksi sangat penting karena apabila satu
mata rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan.
Komponen yang diperlukan sehingga terjadi penularan adalah :

1. Agen infeksi (infectious agent) meruapakan mikroorganisme yang dapat


menyebabkan infeksi. Pada manusia dapat berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur dan
parasit. Dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu : patogenitas, virulensi, dan jumlah (dosis,
atau load).
2. Pejamu (reservoir) adalah tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh,
berkembang biak dan siap ditularkan kepada orang. Reservoir yang paling umum
adalah manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan organik
lainnya. Pada manusia: permukaan kulit, selaput lendir saluran nafas atas, usus dan
vagina.
3. Pintu keluar (port of exit) meruapakan jalan dimana agen infeksi meninggalkan
reservoir. Pintu keluar meliputi : saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran
kemih dan kelamin, kulit dan membrana mukosa, transplasenta dan darah serta
cairan tubuh lain.
4. Cara penularan (transmisi) adalah mekanisme bagaimana transport agen infeksi dari
reservoir ke penderita (yang suseptibel).

5
5. Pintu masuk (port of entry) adalah tempat dimana agen infeksi memasuki pejamu
(yang suseptibel). Pintu masuk bisa melalui : saluran pernafasan, saluran
pencernaan, saluran kemih dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak utuh
(luka).
6. Pejamu rentan (host suseptibel) adalah orang yang tidak memiliki daya tahan tubuh
yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah infeksi atau penyakit.
Faktor yang mempengaruhi: umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka
bakar yang luas, trauma atau pembedahan, pengobatan imunosupresan. Sedangkan
faktor lain yang mungkin berpengaruh adalah jenis kelamin, ras atau etnis tertentu,
status ekonomi, gaya hidup, pekerjaan dan herediter.

Mekanisme transmisi patogen ke pejamu yang rentan melalui 3 cara (WHO, 2002)
yaitu:

1. Transmisi dari flora normal pasien (endogenous infection)


Bakteri dapat hidup dan berkembang biak pada kondisi flora normal yang dapat
menyebabkan infeksi. Infeksi ini dapat terjadi bila sebagian dari flora normal pasien
berubah dan terjadi pertumbuhan yang berlebihan, misalnya: infeksi saluran kemih
akibat pemasangan kateter.

2. Transmisi dari flora pasien / tenaga kesehatan (exogenous cross-infection)


Infeksi didapat dari mikroorganisme eksternal terhadap individu, yang bukan
merupakan flora normal seperti melalui kontak langsung antara pasien (tangan,
tetesan air liur, atau cairan tubuh yang lain), melalui udara (tetesan atau kontaminasi
dari debu yang berasal dari pasien lain), melalui petugas kesehatan yang telah
terkontaminasi dari pasien lain (tangan, pakaian, hidung dan tenggorokkan), melalui
media perantara meliputi peralatan, tangan tenaga kesehatan, pengunjung atau dari
sumber lingkungan yang lain (air dan makanan).

3. Transmisi dari flora lingkungan layanan kesehatan (endemic or epidemic


exogenous environmental infection)
Beberapa jenis organisme yang dapat bertahan hidup di lingkungan rumah sakit
yaitu: dalam air, tempat yang lembab, dan terkadang di produk yang steril atau
desinfektan (pseudomonas, acinetobacter, mycobacterium); dalam barang-
barang seperti linen, perlengkapan dan persediaan yang digunakan dalam
6
perawatan atau perlengkapan rumah tangga; dalam makanan; dalam inti debu
halus dan tetesan yang dihasilkan pada saat berbicara atau batuk.

AGEN

PEJAMU YANG
PEJAMU
RENTAN

Orang yang dapat Tempat hidup agen


terinfeksi

PORT OF EXIT
PORT OF ENTRY

Agen memasuki
pejamu

Agen meninggalkan pejamu

TRANSMISI

Bagaimana agen berpindah dari tempat lain

7
Transmisi mikroorganisme di rumah sakit dapat terjadi dengan berbagai cara.
Cara terjadinya trasmisi mikroorganisme yaitu:
1. Contact transmission

Contact transmission adalah yang paling sering pada infeksi nosokomial,


dibagi dalam 2 grup :

 Direct contact (kontak langsung): transmisi mikroorganisme


langsung permukaan tubuh ke permukaan tubuh, seperti saat
memandikan, membalikkan pasien, kegiatan asuhan keperawatan
yang menyentuh permukaan tubuh pasien, dapat juga terjadi di
antara dua pasien.
 Indirect contact (kontak tidak langsung): kontak dengan kondisi
orang yang lemah melalui peralatan yang terkontaminasi, seperti
peralatan instrument yang terkontaminasi : jarum, alat dressing,
tangan yang terkontaminasi tidak dicuci, dan sarung tangan tidak
diganti di antara pasien.
2. Droplet transmission (Percikan)

Secara teoritikal merupakan bentuk kontak transmisi, namun mekanisme


transfer mikroorganisme pathogen ke pejamu agak ada jarak dari transmisi
kontak. Mempunyai partikel sama atau lebih besar dari 5 mikron. Droplet
transmisi dapat terjadi ketika batuk, bersin, beribicara, dan saat melakukan
tindakan khusus, seperti saat melakukan pengisapan lendir, dan tidakan
broschoskopi. Transmisi terjadi ketika droplet berisi mikroorganisme yang
berasal dari orang terinfeksi dalam jarak dekat melalui udara menetap /
tinggal pada konjunctiva, mukosa, hidung, dan mulut yang terkena.
Karena droplet tidak meninggalkan sisa di udara, maka penangan khusus
udara dan ventilasi tidak diperlukan untuk mencegah droplet transmisi.
Contohnya : Difteria, Pertussis, Mycoplasma, Haemophillus influenza
type b (Hib), Virus Influenza, mumps, rubella
3. Airbone transimission (melalui udara)

Transimisi melalui udara yang terkontaminasi dengan mikroorganisme


pathogen, memiliki partikel kurang atau sama dengan 5 mikron. Transmisi
terjadi ketika menghirup udara yang mengandung mikroorganisme
pathogen. Mikroorganisme dapat tinggal di udara beberapa waktu
sehingga penanganan khusus udara dan ventilasi perlu dilakukan.
Mikroorganisme yang ditransmisi melalui udara adalah mycrobacterium
tubercolusis, rubeola, dan varicella virus.

4. Common Vehicle Transmission

Transmisi mikroorganisme melalui makanan, minuman, alat kesehatan,


dan peralatan lain yang terkontaminasi dengan mikroorganisme pathogen.
5. Vectorborne transmission

Transmisi mikroorganisme melalui vector seperti nyamuk, lalat, tikus,


serangga lainya.

D. Manajemen Infeksi Nosokomial atau Health-care Associated Infections (HAIs)


Manajemen infeksi nosokomial merupakan suatu kegiatan perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, dan pembinaan dengan tujuan untuk menurunkan
kejadian infeksi nosokomial. Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi
antara suseptibilitas pejamu, agen infeksi (patogenitas, virulensi dan dosis) serta cara
penularan. Identifikasi faktor risiko pada pejamu dan pengendalian terhadap infeksi
tertentu dapat mengurangi insiden terjadinya infeksi (HAIs), baik pada pasien
ataupun pada petugas kesehatan.

Tujuan pengendalian infeksi nosokomial ini terutama :


1. Melindungi pasien

2. Melindungi tenaga kesehatan dan pengunjung

3. Mencapai cost effective


Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari :
1. Peningkatan daya tahan penjamu
Dapat berupa pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi hepatitis B), atau
pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum
termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.
2. Inaktivasi agen penyebab infeksi
Dapat dilakukan metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah
pemanasan (pasteurisasi atau sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya. Metode
kimiawi termasuk klorinasi air, desinfeksi.

3. Memutus mata rantai penularan.


Merupakan hal yang paling mudah untuk mencegah penularan penyakit infeksi,
tetapi hasilnya bergantung kepeda ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur
yang telah ditetapkan.

4. Tindakan pencegahan paska pajanan terhadap petugas kesehatan. Berkaitan


pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah atau cairan tubuh
lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan
lainnya. Penyakit yang perlu mendapatkan perhatian adalah hepatitis B, Hepatitis
C, dan HIV.

Kewaspadaan Isolasi (Isolations Precautions) dirancang untuk mengurangi risiko


terinfeksi penyakit menular pada petugas kesehatan baik dari sumber infeksi yang
diketahui maupun yang tidak diketahui. Yang terdiri dari kewaspadaan standar dan
kewaspadaan berdasarkan transmisi.
Kewaspadaan standar yang dilakukan kepada semua pasien tanpa memandang
pasien tersebut infeksius atau tidak.
1. Kebersihan tangan
2. Alat pelindung diri (APD) : Sarung tangan, masker, goggle (kaca mata
pelindung), face shield (pelindung wajah)
3. Peralatan perawatan pasien
4. Pengendalian lingkungan
5. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
6. Kesehatan karyawan atau perlindungan petugas kesehatan
7. Penempatan pasien\
8. Hygiene respirasi atau etika batuk
9. Praktek menyuntik yang aman
10. Praktek untuk lumbal punksi

Kewaspadaan transimisi adalah kewaspadaan berdasarkan sumber infeksi :


kontak, droplet, airbone.
1. Contact Precautions
 Cuci tangan dengan bahan dasar alkohol atau sabun dan air
 Gunakan jubah ketika melakukan perawatan langsung
 Gunakan sarung tangan ketika melakukan perawatan langsung
2. Droplet Precautions
 Cuci tangan dengan bahan dasar alkohol atau sabun dan air
 Gunakan masker dengan jarak 2 meter dari pasien
 Gunakan pelindung mata dengan jarak 2 meter dari pasien
3. Airbone Precaution
 Cuci tangan dengan bahan dasar alkohol atau sabun dan air
 Tutup pintu, buka jendela jika memungkinkan
 Gunakan masker N95 ketika memasuki ruangan
Dampak yang dapat dirasakan apabila terjadi infeksi nosokomial adalah sebagai
berikut :

1. Bagi pasien
 Lama perawatan lebih panjang
 Pembiayaan meningkat
 Penyakit lain yang mungkin lebih berbahaya daripada penyakit
dasarnya
2. Bagi staff: medis dan non medis
 Beban kerja bertambah
 Terancam rasa aman dalam menjalankan tugas / pekerjaan
 Memungkinkan terjadi tuntutan malpraktek
E. Peran Perawat dalam Manajemen Infeksi Nosokomial atau Health-
care Associated Infections (HAIs)

Peran perawat dalam pengendalian infeksi adalah menyediakan


layanan konsultasi mengenai semua aspek pencegahan dan pengendalian
infeksi dengan menggunakan metode yang berdasarkan bukti penelitian,
praktisi, dan keefektifan biaya (Brooker, 2008).
Pelaksanaan praktik asuhan keperawatan untuk pengendalian infeksi
nosokomial adalah bagian dari peran perawat (WHO, 2002). Sebagian
besar infeksi nosokomial dapat dicegah dengan strategi-strategi yaitu :

1. Menaati praktek-praktek pencegahan infeksi yang


direkomendasikan.

2. Memperhatikan proses dekontaminasi dan pembersihan alat-alat


kotor yang diikuti dengan sterilisasi dan desinfeksi.

3. Meningkatkan keamanan pada area-area yang beresiko tinggi


terjadi infeksi nosokomial.

Peran perawat selain yang diatas adalah bertanggung jawab atas


lingkungan yaitu :

1. Menjaga kebersihan rumah sakit yang berpedoman terhadap


kebijakan rumah sakit dan praktik keperawatan
2. Pemantauan teknik aseptik termasuk cuci tangan dan penggunaan
isolasi

3. Melapor kepada dokter jika ada masalah-masalah yang dihadapi


terutama jika ditemui adanya gejala infeksi pada saat pemberian
layanan kesehatan
4. Melakukan isolasi jika pasien menunjukkan tanda-tanda dari
penyakit menular, ketika layanan kesehatan tidak tersedia
5. Membatasi paparan pasien terhadap infeksi yang berasal dari
pengujung, staf rumah sakit, pasien lain, atau peralatan yang
digunakan untuk diagnosis atau asuhan keperawatan

12
6. Mempertahankan suplai peralatan, obat-obatan dan
perlengkapan perawatan yang aman dan memadai di ruangan.
7. Perawat yang bertanggung jawab dalam pengendalian infeksi
adalah perawat yang menjadi anggota dari tim pengendalian
infeksi yang bertanggung jawab untuk :
1. Mengidentifikasi infeksi nosokomial

2. Melakukan penyelidikan terhadap jenis infeksi dan


organisme yang menginfeksi
3. Berpartisipasi dalam pelatihan

4. Surveilans infeksi di rumah sakit

5. Berpartisipasi dalam penyelidikan wabah

6. Memastikan kepatuhan perawat terhadap peraturan


pengendalian infeksi lokal maupun nasional
7. Menyediakan layanan konsultasi untuk petugas kesehatan dan
program rumah sakit yang sesuai dalam hal-hal yang
berhubungan dengan penularan infeksi

F. Medication Safety
Medication Safety adalah distribusi frekuensi gambaran
pemberian obat oleh perawat dalam kategori baik, distribusi freskuensi
gambaran pemberian obat berdasarkan benar pasien, benar obat,
berdasarkan dosis, benar waktu, benar cara, benar dokumentasi dan benar
informasi dalam kategori yang baik. Kesalahan dapat dilakukan oleh
anggota tim kesehatan dan dapat terjadi setiap saat selama proses
pelayanan kesehatan, khususnya dalam pengobatan pasien. Kejadian
Medication Error merupakan suatu kejadian yang dapat merugikan dan
membahayakan pasien yang dilakukan oleh petugas kesehatan, khususnya
dalam hal pengobatan pasien.
Pengobatan merupakan salah satu unsur penting dalam upaya
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pemberian obat yang

13
aman merupakan perhatian utama ketika memberikan obat kepada pasien
(Kuntarti, 2005). Penerapan pemberian obat yang baik bisa juga
disebabkan oleh pengalaman kerja yang sudah lama ( lebih dari 5 tahun)
dan adanya kerja sama yang baik antar tim medis sehingga dalam
memberikan pelayanan sudah banyak yang sesuai dengan prosedur yang
sudah ditetapkan oleh rumah sakit.
Faktor penyebab dari Medication Error dapat berupa:

1. Komunikasi yang buruk, baik secara tertulis (dalam resep) maupun


secara lisan (antar pasien, dokter dan pasien).
2. Sistem distribusi obat yang kurang mendukung (sistem
komputerisasi, sistem penyimpanan obat, dan lain sebagainya).
3. Sumber daya manusia (kurang pengetahuan, pekerjaan yang
berlebihan).
4. Edukasi kepada pasien kurang.
5. Peran pasien dan keluarganya kurang (Cohen 1991).

Dalam menjalankan perannya perawat menggunakan pendekatan


proses keperawatan dengan memperhatikan prinsip benar pada
pemberian obat. Prinsip 7 benar dalam pemberian obat tersebut adalah
benar pasien, benar obat, benar dosis, benar rute pemberian, benar waktu,
benar dokumentasi dan benar informasi (Sri Lestari, 2016)

1. Benar Pasien Perawat memastikan klien dengan memeriksa


gelang identifikasi dan membedakan dua klien dengan nama yang
sama.
2. Benar Obat Untuk menghindari kesalahan sebelum memberi obat
kepada pasien, label obat harus dibaca tiga kali, yaitu pertama
saat melihat botol atau kemasan obat, kedua saat sebelum
menuang/menghisap obat dan ketiga setelah menuang/menghisap
obat.
3. Benar Dosis Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa

14
dosisnya. Jika ragu, perawat harus berkonsultasi dengan dokter
yang menulis resep ataau apoteker sebelum dilanjutkan ke pasien.
Jika perawat ragu ragu dalam perhitungan dosis mengenai rasio
dan proporsi maka dosis obat harus dihitung kembali dan
diperiksa oleh perawat lain
4. Benar Rute Perawat diharapkan mampu menilai kemampuan
klien untuk menelan obat sebelum memberikan obat obat per oral
dan juga memberikan obat obat pada tempat yang sesuai. Perawat
juga harus tetap bersama klien sampai obat oral telah ditelan.
Pada pemberian obat dengan rute parenteral maka dibutuhkan
tehnik steril.
5. Benar Waktu Pemberian obat harus benar benar sesuai dengan
waktu yang diprogramkan karena berhubungan dengan kerja obat
yang dapat menimbulkan efek terapi dari obat.
6. Benar Dokumentasi Dalam hal terapi, setelah obat diberikan
harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu dan oleh siapa obat
itu diberikan. Bila pasien menolak meminum obatnya atau obat
itu tidak dapat diminum harus dicatat alasannya dan dilaporkan.
7. Benar Informasi Perawat memberikan informasi yang benar
tentang obat untuk menghindari kesalahan dalam menerima obat,
memberikan informasi cara kerja dan efek samping obat yang
diberikan.
Kemampuan perawat benar-benar menentukan, perawat harus
terampil dan tepat saat memberikan obat, tidak sekedar memberikan obat
untuk diminum ( oral) atau obat injeksi melalui pembuluh darah
(intravena ), namun juga mengobservasi respon pasien terhadap
pemberian obat tersebut (Potter & Perry, 2005). Perawat juga harus
mengetahui jenis obat yang diberikan kepada pasien dan kemungkinan
terjadinya efek samping dari obat.

15
16
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Infeksi yang terjadi di rumah sakit sekarang lebih dikenal dengan
Healthcare- associated infections (HAIs) adalah infeksi yang diperoleh dari
rumah sakit yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatan pasien tersebut
selama dirawat maupun sesudah dirawat yang dapat terjadi karena intervensi
yang dilakukan di rumah sakit. Cara Infeksi Nosokomial atau Health-care
Associated Infections (HAIs) yaitu interaksi antara pejamu (pasien, perawat,
dokter, tenaga kesehatan lain), agen (mikroorganisme pathogen) dan
lingkungan (lingkungan rumah sakit, prosedur pengobatan, dll) menentukan
seseorang dapat terinfeksi atau tidak. Kewaspadaan (Precautions) dirancang
untuk mengurangi risiko terinfeksi penyakit menular pada petugas kesehatan
baik dari sumber infeksi yang diketahui maupun yang tidak diketahui.
Kewaspadaan berupa mencuci tangan, memakai alat pelindung diri (APD)
seperti sarung tangan, masker, goggle (kaca mata pelindung), face shield
(pelindung wajah). Medication Safety adalah distribusi frekuensi gambaran
pemberian obat oleh perawat dalam kategori baik, distribusi freskuensi
gambaran pemberian obat berdasarkan benar pasien, benar obat, berdasarkan
dosis, benar waktu, benar cara, benar dokumentasi dan benar informasi dalam
kategori yang baik, prinsip medication safety sangat berpengaruh terhadap
keselamatan pasien. Karena, jika terjadi medication error yang dilakukan oleh
seorang perawat, akan memberikan dampak merugikan kepada pasien dan
telah melanggar prinsip etik Nonmaleficience.
B. Saran
Setelah membaca dan memahami isi makalah diharapkan bisa
memahami teori dan dapat mengaplikasikan teori tersebut dalam
melaksanakan proses keperawatan. dengan adanya teori tersebut maka
dapat mengurangi kejadian infeksi pada pasien dan perawat itu sendiri,
tidak akan berpengaruh pada proses asuhan keperawatan pada pasien
dikarenakan telah mengetahui dan memahami teori tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Pedoman


Pencegahan dan Penanggulangan Infeksi di ICU. Jakarta : Depkes RI

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Bina


Pelayanan Medik. Petunjuk Praktis Surveilans Infeksi Rumah Sakit.
2010. Pedoman Surveilans Infeksi Rumah Sakit. Jakarta : Kemenkes
RI.
Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit. 2011.
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit di
RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Ed. 4. Jakarta : Komite PPIRS
RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo

Panduan Bagi Pengendalian Infeksi. 2002. www.ansellhealthcare.com,

Tietjen, L.,dkk (terj. Saifuddin, AB,dkk). Panduan Pencegahan Infeksi


: Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas.

Anda mungkin juga menyukai