Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN REPRODUKSI DENGAN HEMATOKOLPOS,


HEMATOMETRA AGENESIS VAGINA
Sebagai Salah Satu Tugas Individu Mata Kuliah : Praktik Klinik Keperawatan
Maternitas
Pembimbing : Hj. Endang Suartini, SST. MKM

Disusun oleh :

Indri Emalia Putri Agustri


P27905121018

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS
2021/2022
1. Pengertian

Hymen Imperforata merupakan kelainan yang dijumpai pada wanita usia


pubertas dengan keluhan perut membesar, teraba massa intraabdominal yang
disertai rasa sakit di abdomen secara periodik setiap bulan atau secara progresif
terus menerus akibat akumulasi dari darah menstruasi yang tertahan di dalam
cavum uteri (hematometra) serta di dalam vagina (hematokolpos) yang tidak dapat
keluar. (Gasim and Al-Ajma, 2013)
Hymen imperforata/ Atresia hymen merupakan hymen dengan membrane
yang solid tanpa lubang. Hymen imperforata merupakan salah satu dari penyebab
Pseudoamenorrhea / Cryptomenorrhea (haid ada, tetapi darah haid tidak keluar)
yang bersifat kongenital dan abnormalitas ini terjadi pada bagian distal saluran
genitalia wanita. Terminologi hematokolpos berasal dari kata Yunani ‘hemato’
dan ‘colpos’ yang artinya darah dan vagina. Hematokolpus adalah suatu kondisi
obstruksi pada aliran darah menstruasi pada vagina yang disebabkan oleh hymen
imperforate. Sedangkan hematometra adalah suatu kondisi obstruksi pada aliran
darah menstruasi sehingga tertahan di dalam cavum uteri. Tanda dan gejala dari
kelainan ini dijumpai pada usia 11 – 13 tahun saat anak perempuan tersebut sudah
mulai mengalami menarche. Adanya bendungan darah pada cavum vagina dan
cavum uteri ini menyebabkan rasa nyeri yang hebat pada bagian bawah abdomen.
Nyeri ini akan berlangsung setiap bulan sesuai siklus menstruasinya akan tetapi
darahnya tidak mengalir akibat adanya kelainan lubang di hymen dan keluhan
nyeri saat BAK adalah tanda dan gejala utama dari kelainan ini.
2. Etiologi

Hymen imperforata merupakan suatu malformasi kongenital tetapi dapat


juga terjadi akibat jaringan parut oklusif karena sebelumnya terjadi cedera atau
infeksi. Secara embriologi, hymen merupakan sambungan antara bulbus
sinovaginal dengan sinus urogenital, berbentuk membrane mukosa yang tipis.
Hymen berasal dari endoderm epitel sinus urogenital, dan bukan berasal dari
duktus mullerian. Hymen mengalami perforasi selama masa embrional untuk
mempertahankan hubungan antara lumen vagina dan vestibulum. Hymen
merupakan lipatan membrane irregular dengan berbagai jenis ketebalan yang
menutupi sebagian orifisium vagina, terletak mulai dari dinding bawah uretra
sampai ke fossa navikularis (Verma, 2009).

Gambar 1. Embryologic origin of the hymenal membrane

Hymen Imperforata terbentuk karena ada bagian yang persisten dari


membran urogenital dan terjadi ketika mesoderm dari primitive streak yang
abnormal terbagi menjadi bagian urogenital dari membran cloacal. Hymen
Imperforata tanpa mukokolpos yang berasal dari jaringan fibrous dan jaringan
lunak antara labium minora sulit dibedakan dengan tidak adanya vagina. Aplasia
dan atresia vagina terjadi karena kegagalan perkembangan duktus mullerian,
sehingga vagina tidak terbentuk dan lubang vagina hanya berupa lekukan kloaka.
Pokorny & Kozinetz (1988) menerangkan bahwa secara anatomi, hymen pada
wanita usia prepubertas (anak-anak) dengan masalah organ genitalia, dijumpai
konfigurasi berupa hymen fimbrae, sirkumferensial dan posterior ring. (Sailer,
1979)
Insidensi
Insiden terjadinya hymen imperforata adalah sebesar 0.1% dari seluruh wanita
usia pubertas (Sailer, 1979 dan Verma, 2009).
3. Patofisiologi
Darah menstruasi dari satu siklus menstruasi pertama atau kedua yang
terkumpul di vagina belum menyebabkan peregangan vagina dan belum
menimbulkan gejala. Darah yang terkumpul di dalam vagina (hematokolpos)
menyebabkan hymen tampak kebiru-biruan dan menonjol (hymen buldging)
akibat meregangnya mukosa hymen. Bila keadaan ini dibiarkan berlanjut maka
darah haid akan mengakibatkan over distensi vagina dan kanalis serviks, sehingga
terjadi dilatasi dan darah haid akan mengisi kavum uteri (hematometra). Tekanan
intra uterin mengakibatkan darah dari kavum uteri juga dapat memasuki tuba
fallopi dan menyebabkan hematosalfing karena terbentuknya adhesi
(perlengkatan) pada fimbriae dan ujung tuba sehingga darah tidak masuk atau
hanya sedikit yang dapat masuk ke kavum peritoneum membentuk
hematoperitoneum.
PATHWAY
HYMEN IMPERFORATA

Pembedahan

Luka Bekas Pembedahan Efek Anestesi Kurang Informasi

Diskontinuit Resiko Penurunan Peristaltik Usus Kurang Pengetahuan


s jaringan terjadi Resiko terjadi infeksi
infeksi
Peningkatan Reabsorbsi Air Cemas
di Kolon
Nyeri
Resiko Konstipasi

Gangguan Intoleransi
4.Tidur
Gejala KlinisAktivitas

Sebagian kelainan ini tidak dikenali sebelum menarche, setelah itu akan
terjadi molimenia menstrualia (nyeri yang siklik tanpa haid), yang dialami setiap
bulan. Sesekali hymen imperforata ditemukan pada neonatus atau anak kecil.
Vagina terisi cairan (sekret) yang disebut hidrokolpos. Bila diketahui sebelum
pubertas, dan segera diberi penanganan asimptomatik, serta dilakukan
hymenektomi, maka dari vagina akan keluar cairan mukoid yang merupakan
kumpulan dari sekresi serviks. Kebanyakan pasien datang berobat pada usia
13-15 tahun, dimana gejala mulai tampak, tetapi menstruasi tidak terjadi. Darah
menstruasi dari satu siklus menstruasi pertama atau kedua yang terkumpul di
vagina belum menyebabkan peregangan vagina dan belum menimbulkan gejala.
(Verma, 2009; Gasim and Al-Ajma, 2013; Sailer, 1979).

Gambar 2. Hymen Buldging


Darah yang terkumpul di dalam vagina (hematokolpos) menyebabkan
hymen tampak kebiru-biruan dan menonjol (hymen buldging) akibat meregangnya
membran mukosa hymen. Keluahan yang timbul pada pasien adalah rasa nyeri,
kram pada perut selama menstruasi dan haid tidak keluar. Bila keadaan ini
dibiarkan berlanjut maka darah haid akan mengakibatkan over distensi vagina dan
kanalis servikalis, sehingga terjadi dilatasi dan darah haid akan mengisi kavum
uteri (Hematometra). (Verma, 2009; Gasim and Al-Ajma, 2013; Sailer, 1979).

Gambar 3. Hematometra dan Hematokolpos dengan Ultrasonografi


Tekanan intra uterin mengakibatkan darah dari kavum uteri juga dapat
memasuki tuba fallopi dan menyebabkan hemotosalfing karena terbentuknya
adhesi (perlengketan) pada fimbriae dan ujung tuba, sehingga darah tidak masuk
atau hanya sedikit yang dapat masuk ke kavum peritoneum membentuk
hematoperitoneum. (Verma, 2009; Gasim and Al-Ajma, 2013; Sailer, 1979).
Gejala yang paling sering terjadi akibat over distensi vagina, diantaranya
rasa sakit perut bagian bawah, nyeri pelvis dan sakit di punggung bagian
belakang. Gangguan buang air kecil terjadi karena penekanan dari vagina yang
distensi ke uretra dan menghambat pengosongan kandung kemih. Rasa sakit pada
daerah supra pubik bersamaan dengan gangguan air kecil menimbulkan disuria,
urgensi, inkontinensia overflow, selain itu juga dapat disertai penekanan pada
rectum yang menimbulkan gangguan defekasi. (Verma, 2009; Gasim and Al-
Ajma, 2013; Sailer, 1979).
Gejala teraba massa di daerah supra pubik karena terjadinya pembesaran
uterus, hematometra, distensi kandung kemih, hematoperitoneum, bahkan dapat
terjadi iritasi menyebabkan peritonitis(Verma, 2009; Gasim and Al-Ajma, 2013;
Sailer, 1979).
Rock dkk (1997), mengamati 13 pasien hymen imperforata, 10 pasien
diantaranya mengalami distensi uterus dan vagina yang luas, setelah diamati
sampai usia dewasa, seluruh pasien mengalami endometriosis pelvik, diduga
akibat menstruasi retrograde yang terjadi ke dalam rongga abdolmen, saat hymen
imperforata belum tertangani. (Verma, 2009).
5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

 Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan pemeriksaan darah rutin,


dan urinalisa.

Pemeriksaan Imaging

 Foto abdomen (BNO-IVP), USG abdomen serta MRI Abdominal dan


pelvis dapat memberikan gambaran imaging untuk uterovaginal anomali.
 Dengan USG dapat segera didiagnosis hematokolpos atau
hematometrokolpos, Selain itu, transrectal ultrasonography dalam
membantu delineating complex anatomy. Apabila dengan USG tidak jelas,
diperlukan pemeriksaan MRI.
 USG dan MRI sebagai pemeriksaan penunjang untuk mengetahui apakah
ada kongenital anomali traktus urinaria yang menyertai.
Pemeriksaan Tambahan Lain

 Pemeriksaan Invasif tidak perlu dilakukan untuk membantu menegakkan


diagnosis sampai terapi definitif dilakukan, meningat pasien akan merasa
cemas (kebanyak pasien usia muda/usia pubertas).
 Laparoskopi direkomendasikan pada beberapa kasus tertentu untuk
mengevakuasi menstruasi retrograde yang memasuki rongga pelvik dan
intra-abdominal. Prosedur ini diharapkan dapat meminimalisir potensi
terjadinya endometriosis sekunder pada usia dewasa.

6. Komplikasi
• hematokolpus dan hematometra dengan hymen imperforata menyebabkan
hidronefrosis dan akute kidney injur. Hymen imperforata dengan insidensi
0,014 – 0,1 % biasanya asimptomatik hingga menarche. Akan tetapi,
adanya stimulasi hormon estrogen, produksi secret pada mukosa
uterovaginal dapat terakumulasi di uterus dan vagina yang dapat
menyebabkan hydrocolpos sebelum pubertas. Hal ini dapat memberikan
efek mekanik pada uretra dan bladder yang dapat menyebabkan
obstructive urinary symptoms. Adanya massa di rongga pelvis ini akan
menekan bladder dan ureter dalam jangka waktu yang lama sejak lahir
yang dapat menyebabkan hydrouretronefrosis yang kemudian berlanjut
pada hydronefrosis dan berujung pada gagal ginjal akut.

• Penanganan dengan teknik operasi yang baika jarang menimbulkan


komplikasi

• Hematocolpos faktor resiko terjadinya PID yang akan berimplikasi


terhadap terjadinya infertilitas, nyeri pelvis dan kehamilan ektopik.

7. Penatalaksanaan

Tindakan Pembedahan Neovaginasi/Hymenetomi


Apabila hymen imperforata dijumpai sebelum pubertas, membran hymen
dilakukan insisi/ neovaginasi/hymenotomi dengan cara sederhana dengan
melakukan insisi silang (gambar 1) atau dilakukan pada posisi 2, 4, 8 dan 10 arah
jarum jam disebut insisi stellate (gambar 2) (Kriplani, 2012).
Pendapat lain mengatakan, bila dijumpai hymen imperforata pada anak
kecil/ balita tanpa menimbulkan gejala, maka keadaan diawasi sampai anak lebih
besar dan keadaan anatomi lebih jelas, dengan demikian dapat diketahui apakah
yang terjadi hymen imperforata atau aplasia vagina.
Pada insisi silang tidak dilakukan eksisi membrane hymen, sementara pada
insisi stellate setelah insisi dilakukan eksisi pada kuadran hymen dan pinggir
mukosa hymen di aproksimasi dengan jahitan mempergunakan benang delayed-
absorbable. Tindakan insisi saja tanpa disertai eksisi dapat mengakibatkan
membrane hymen menyatu kembali dan obstruksi membrane hymen terjadi
kembali. (Gasim and Al-Ajma, 2013).
Untuk mencegah terjadinya jaringan parut dan stenosis yang
mengakibatkan dispareunia, eksisi jaringan jangan dilakukan terlalu dekat dengan
mukosa vagina. Setelah dilakukan insisi akan keluar darah berwarna merah tua
kehitaman yang kental. Sebaiknya posisi pasien dibaringkan dengan posisi fowler.
Selama 2-3 hari darah tetap akan mengalir, disertai dengan pengecilan vagina dan
uterus. Selain itu, pemberian antibiotik profilaksis juga diperlukan.
Evaluasi vagina dan uterus perlu dilakukan sampai 4-6 minggu paska
pembedahan, bila uterus tidak mengecil, perlu dilakukan pemeriksaan inspeksi
dan dilatasi serviks untuk memastikan drainase uterus berjalan dengan lancar. Bila
hematokolpos belum keluar, instrumen intrauterine jangan dipergunakan karena
bahya perforasi dapat terjadi akibat peregangan uterus yang berlebihan. (Gasim
and Al-Ajma, 2013).
Insisi Silang Insisi
Stellate
Insisi Stellate dilakukan pada posisi arah jam 2, 4, 8 dan 10
Tiap kuadran dieksisi ke arah lateral, tepi dari mukosa hymen dijahit
dengan benang delayed absorbable.10

Beberapa Teknik Neovaginasi/Hymenektomi :

(1) The patient is placed in the dorsal (2) The hymenal tags are grasped by
lithotomy position. The perineum tissue forceps, and a small Metzenbaum
is prepped and draped. The labia scissors is inserted through the opening.
are retracted. Stellate incisions are made to open the
vaginal canal. If mucus is present, it is
gently irrigated away with saline
solution.
(3) As each stellate tag is elevated with
tissue forceps, it is excised at the
introital level, and its base is sutured
Atlas of Pelvic Surgery (online
withedition) Clifford
interrupted R. Wheeless,
3-0 synthetic absorbableJr., M.D. and
Marcella
suture. L. Roenneburg, M.D

8. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata
Meliputi identitas pasien, identitas penanggung jawab dan identitas masuk.
b. Riwayat kesehatan,
meliputi keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan
dahulu, riwayat kesehatan keluarga dan riwayat sosial ekonomi.
c. Status Obstetrikus,
meliputi :
1) Menstruasi : menarche, lama, siklus, jumlah, warna dan bau
2) Riwayat perkawinan : berapa kali menikah, usia perkawinan
3) Riwayat persalinan
4) Riwayat KB
d. Pengkajian pasca
operasi
1) Kaji tingkat kesadaran
2) Ukur tanda-tanda vital
3) Auskultasi bunyi nafas
4) Kaji turgor kulit
5) Pengkajian abdomen
- Inspeksi ukuran dan kontur abdomen
- Auskultasi bising usus
- Palpasi terhadap nyeri tekan dan massa
- Tanyakan tentang perubahan pola defekasi
- Kaji status balutan
6) Kaji terhadap nyeri atau mual
7) Kaji status alat intrusive
8) Palpasi nadi pedalis secara bilateral
9) Evaluasi kembajinya reflek gag
10) Periksa laporan operasi terhadap tipe anestesi yang diberikan dan
lamanya waktu di bawah anestesi.
11) Kaji status psikologis pasien setelah operasi

e. Data penunjang
1) pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan darah lengkap (NB, HT,
SDP)
2) terapi : terapi yang diberikan pada post operasi baik injeksi maupun
peroral
3) Pemeriksaan USG

2. Diagnosa Keperawatan Dan Fokus


Intervensi
a. Gangguan rasa
nyaman: Nyeri berhubungan insisi pembedahan ditandai dengan wajah
tampak meringis (Carpenito, 2010)
Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi.
Kriteria hasil :
- nyeri berkurang
- Skala nyeri turun 1-3 (nyeri sedang).
- Grimace (-)
Intervensi :
 Observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital
 Kaji tingkat nyeri, lokasi, lamanya serangan
 Anjurkan teknik relaksasi nafas dalam
 Anjurkan klien untuk merubah posisi setiap 2 jam
 Kolaborasi pemberian obat analgetik sesuai indikasi

b. Resiko injuri
berhubungan dengan penurunan kesadaran (Carpenito, 2010)
Tujuan : Tidak terjadi injuri yang berhubungan dengan penurunan
kesadaran.
Kriteria hasil : GCS normal (E4, V5, M6)
Intervensi :
 Gunakan tempat tidur yang rendah dengan pagar pengaman yang
terpasang.
 Jauhkan benda-benda yang dapat melukai pasien dan anjurkan keluarga
untuk menemani pasien.
c. Resiko infeksi
berhubungan dengan invasi kuman sekunder terhadap pembedahan
(Carpenito, 2010)
Tujuan : Tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil : TTV normal, tidak ada peningkatan leukosit
Intervensi :
 Kaji tanda-tanda infeksi dan monitor TTV
 Gunakan tehnik antiseptik dalam merawat pasien
 Isolasikan dan instruksikan individu dan keluarga untuk mencuci
tangan sebelum mendekati pasien
 Tingkatkan asupan makanan yang bergizi
 Berikan terapi antibiotik sesuai program dokter

d. Resiko konstipasi
berhubungan dengan pembedahan hymenectomy
Tujuan : Tidak terjadi konstipasi
Kriteria hasil : Peristaltik usus normal (5-35 kali per menit), pasien akan
menunjukkan pola climinasi biasanya.
Intervensi :
 Monitor peristaltik usus, karakteristik feses dan frekuensinya
 Dorong pemasukan cairan adekuat, termasuk sari buah bila pemasukan
peroral dimulai.
 Bantu pasien untuk duduk pada tepi tempat tidur dan berjalan.

e. Intoleransi aktivitas
dengan keletihan pasca operatif dan nyeri (Carpenito,2010)
Tujuan : Kebersihan diri pasien terpenuhi
Kriteria hasil : Pasien dapat berpartisipasi secara fisik Imaupun verbal
dalam aktifitas pemenuhan kebutuhan dirinya
Intervensi :
 Dorong pasien untuk mengekspresikan perasaan tentang kurangnya
kemampuan perawatan diri dan berikan bantun dalam mernenuhi
kebutuhan pasien.
 Berikan pujian alas kemampuan pasien dan mclibatkan keluarga dalam
perawatan pasien.

f. Cemas berhubungan
dengan kurangnya informasi
Tujuan : Pasien mengetahui tentang efek sawing dari operasinya.
Kriteria hasil : Pasien menyatakan memahami tentang kondisinya.
g. Intervensi :
 Tinjau ulang efek prosedur pembedahan dan harapan pada masa dating.
 Diskusikan dengan lengkap masalah yang diantisipasi selama masa
penyembuhan.
 Diskusikan melakukan kembali aktifitas
 Identifikasi keterbatasan individu
 Kaji anjuran untuk memulai koitus seksual
 Identifikasi kebutuhan diet
 Dorong minum obat yang diberikan secara rutin
 Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medis.

Daftar Pustaka

Barbara C. Long (1996), Perawatan Medikal Bedah: Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan, The C.V Mosby Company St. Louis, USA
Barbara Engram (1998), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah Jilid II
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Hacker Moore (1999), Esensial Obstetri dan Ginekologi Edisi 2, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Carpenito Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.
Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai