Anda di halaman 1dari 107

DISKUSI REFLEKSI KASUS

PADA NY. F G1P0000 USIA KEHAMILAN 32 MINGGU 4 HARI


DENGAN PARTUS PREMATURUS IMMIMENS DAN INTRA
UTERINE GROWTH RESTRICTION DI RUANG CENDANA
RSUD BERIMAN KOTA BALIKPAPAN

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 1 :

1. AFDELLAH CHAIRUNISA
2. ALLISYA SALMA
3. DENOK WIDOWATI
4. RENI RAKHMAWATI
5. ROSE RETNONINGRUM
6. RISNA SIMA
7. VIVI MARTINAH

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
JURUSAN KEBIDANAN PROGRAM STUDI
SARJANA TERAPAN KEBIDANAN
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Disusun oleh Mahasiswi Sarjana Terapan Kebidanan Politeknik Kesehatan


Kementerian Kesehatan Kalimantan Timur, disahkan pada tanggal 15
November 2023 sebagai bukti laporan praktik klinik
di Ruang Cendana RSUD Beriman Balikpapan
Balikpapan, 15 November 2023

KELOMPOK 1 BERIMAN

Pembimbing Institusi

Faridah hariyani, M.Keb


NIP. 19800513 200212 2 001

Pembimbing Lahan

Yunita Susanti, S.SiT. Bd Aulia Oktaviani, S. Keb


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan laporan Diskusi
Refleksi Kasus (DRK) dengan judul “Diskusi Refleksi Kasus Pada Ny. F
G1P0000 Usia kehamilan 31-32 Minggu dengan Partus Preamaturus
Imminens di RSUD Beriman Tahun 2023”. Penulisan laporan ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai
penyelesaian mata kuliah Metodik Khusus pada semester 8 di Sarjana
Terapan Kebidanan Program Studi Sarjana Terapan Kebidanan Jurusan
Kebidanan Poltekkes Kemenkes Kaltim. Laporan ini terwujud atas
bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak yang tidak bisa
saya sebutkan satu persatu dan pada kesempatan ini kami
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak H.Supriadi B, S.Kep, M. Kep selaku Direktur Politeknik
Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalimantan Timur.
2. Ibu Nursari Abdul Syukur, M. Keb selaku Ketua Jurusan Kebidanan
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalimantan Timur
sekaligus selaku dosen pembimbing institusi yang telah membimbing
dan memberikan arahan dalam penyusunan laporan ini.
3. Ibu Hj. Rahmawati Wahyuni, M.Keb selaku Ketua Program Studi
Sarjana Terapan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kementerian
Kesehatan Kalimantan Timur
4. Ibu Faridah Hariyani, M.Keb selaku Pembimbing Akademik Sarjana
Terapan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan
Kalimantan Timur
5. Ibu Yunita Susanti, S.SiT. Bd dan Aulia Oktaviani, S.Keb selaku
preseptor pembimbing lahan yang telah membimbing dan
memberikan motivasi dalam pelaksanaan praktek Metodik Khusus ini.
6. Segenap dosen dan staf pendidik di Prodi Sarjana Terapan Kebidanan
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalimantan Timur..
7. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan do’a, kasih sayang
serta motivasi sehingga mampu menyelesaikan laporan dengan baik.
8. Keluarga besar Sarjana Terapan Kebidanan Poltekkes Kemenkes
Kaltim khususnya teman-teman seperjuangan yang telah memberikan
dukungan, semangat dan bekerjasama hingga selesainya laporan
Diskusi Refleksi Kasus ini.
Selaku Penulis mohon maaf atas kekurangannya. Semoga laporan
ini dapat memberikan manfaat untuk pembelajaran klinik selanjutnya.

Balikpapan, 14 November 2023


Penulis

Kelompok 1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Partus prematurus imminens (PPI) merupakan suatu ancaman

pada kehamilan yang ditandai dengan munculnya tanda-tanda

persalinan pada usia kehamilan yang belum aterm (Prawiroharjo,

2010). Sekitar 39,6% dari persalinan prematur diduga disebabkan

oleh karena infeksi. Salah satu infeksi adalah infeksi saluran kemih

(Masteryanto et al., 2015). Infeksi saluran kemih merupakan suatu

proses peradangan yang disebabkan oleh mikroorganisme yang

berkembang biak dalam saluran kemih, dimana dalam keadaan

normal saluran kemih tidak mengandung bakteri, virus, atau

mikroorganisme lain (Soeparman, 2001). Pada kondisi hamil, terjadi

beberapa perubahan pada sistem traktus urinarius baik yang bersifat

anatomi (dilatasi dari ureter dan sistem pengumpul) maupun fisiologi

(terjadi sisa urin dan gangguan proses pengeluaran urin akibat

gangguan peristaltik dan tonus otot karena perubahan hormonal) yang

merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya ISK (Cunningham et

al., 2013). Infeksi yang terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu

(Prawirohardjo, 2010).

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dewi, Dian Fitriana

(2011) di Malang dari 77 sampel yang dilakukan penelitian

menunjukkan data PPI dengan ISK sebanyak 16 (20,8%). Penelitian


lainnya dilakukan oleh Maesteryanto et al. (2015) di Surabaya

ditemukan pertumbuhan kuman Staphylococcus epidermidis (30%)

dan Eschericia coli (15%) pada pemeriksaan kultur urin. Data dari

hasil penelitian pada bulan Februari–Juni 2010 di Khartoum North

Hospital, Sudan menunjukkan dari 235 ibu hamil dengan partus

prematurus imminens terdapat 66 (28%) dengan infeksi saluran kemih

tanpa gejala (asimtomatik) dan 169 (71,9%) dengan infeksi saluran

kemih yang memunculkan gejala (simtomatik). Prevalensi infeksi

saluran kemih karena bakteri diantara gejala simtomatik dan

asimtomatik adalah (12,1%) dan (14,7%) dengan penyebab bakteri

terbanyak Eschericia coli (42,4%) dan Staphylococcus aureus (39,3%)

(Hamdan, 2011).

Intrauterine Growth Restriction (IUGR) adalah suatu keadaan

berat lahir kurang dari persentil 10 pada usia kehamilan (Cloherty,

2012). IUGR adalah masalah kesehatan masyarakat yang penting di

tingkat global. IUGR adalah penyebab utama mortalitas dan

morbiditas pada bayi (Sharma et al., 2016). IUGR memiliki beberapa

faktor resiko yaitu faktor kehamilan, faktor ibu atau berasal dari faktor

janin. Berdasarkan faktor ibu salah satunya ialah usia ibu. Usia yang

baik untuk menjalani kehamilan maupun persalinan berkisar 20

sampai 35 tahun (Pertiwi, 2011). Kehamilan pada usia kurang dari 20

tahun akan meningkatkan risiko kematian neonatal dan postneonatal,

terkait dengan keadaan fisik dan biologis ibu yang belum matang
daripada ibu dengan usia dua puluhan. Ibu bersaing dengan janin

untuk mendapatkan energi dan nutrisi yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan yang memadai (Mesleh et al., 2010). Kehamilan pada

usia lebih dari 35 tahun memiliki kondisi kesehatan dan tubuh mulai

mengalami penurunan sehingga dapat berdampak pada janin yang

berada di intra uterine dan dapat mengakibatkan terganggunya

pertumbuhannya (Aldrighi et al., 2016).

Pada tahun 2002, WHO memperkirakan angka kejadian IUGR di

negara berkembang adalah 2%-8% pada bayi dismature, 5% pada

bayi mature dan jumlah bayi postmature adalah 15%. Menurut WHO

pada tahun 2013, Pravelensi kejadian IUGR di Indonesia mengalami

peningkatan yaitu sekitar 30-40% (WHO, 2013). Dampak yang

dihasilkan dari IUGR adalah tingginya risiko gangguan fisik, gangguan

pertumbuhan, neurologis ataupun mental dibandingkan dengan bayi

yang memiliki pertumbuhan sesuai (Sharma et al., 2016). Pencatatan

angka IUGR tidak dilakukan di Indonesia, angka tersebut

dipublikasikan dengan angka kejadian Berat Badan Lahir Rendah

(BBLR), karena IUGR dapat menyebabkan kejadian BBLR.

Berdasarkan Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, kelahiran BBLR masih

memiliki persentase tertinggi pada Angka Kematian Bayi (AKB) di

Indonesia. Suistainable Development Goals (SDGs) pada tahun 2016

memiliki target yaitu menurunkan AKB menjadi 12 tiap 1.000 kelahiran


hidup. Pada tahun 2012 data survey demografi dan kesehatan

Indonesia bahwa sebesar 32 tiap 1.000 kelahiran hidup. Namun

angka tersebut belum memenuhi dari target SDGs pada tahun 2016

(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).

Menurut hasil studi pendahulu di RSIA Sadewa Sleman pada

tahun 2017 yang dilakukan oleh Laila Nuraini dengan judul

“Gambaran Faktor Penyebab IUGR” menunjukkan adanya hubungan

antara usia ibu dengan kejadian IUGR (Nuraini, 2017). Dari penelitian

sebelumnya yang dilakukan pada tahun 2010 yang dilakukan di Lady

Reading Hospital, Peshawar, Pakistan menunjukkan bahwa hasil dari

uji statistik menyatakan adanya hubungan yang erat dan bermakna

usia ibu terhadap IUGR (Muhammad et al., 2010). Sedangkan

menurut penelitian yang dilakukan di Aga Khan Hospital Pakistan

pada tahun 2013 mendapatkan hasil bahwa usia ibu adalah salah satu

faktor risiko terjadinya IUGR (Bano et al., 2013).

Berdasarkan hal di atas maka kelompok tertarik mengambil

kasus dengan judul “Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil Ny.F Usia 19

tahun G1P00000 dengan Partus Prematurus Imminen (PPI) dan

Intrauterine Growth Restriction (IUGR) di Ruang Cendana RSUD

Beriman Balikpapan”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka

yang menjadi perumusan masalahnya adalah bagaimana gambaran


pelaksanaan asuhan kebidanan pada Ibu Hamil Ny.F Usia 19 tahun

G1P00000 dengan Partus Prematurus Imminen (PPI) dan Intrauterine

Growth Restriction (IUGR) di Ruang Cendana RSUD Beriman

Balikpapan ?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mampu memberikan asuhan kebidanan pada ibu dengan kasus

kegawatdaruratan maternal secara menyeluruh dengan pendekatan

manajemen kebidanan dan melakukan dokumentasi secara SOAP.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian pada ibu dengan kasus

kegawatdaruratan maternal

b. Melakukan analisa data dengan berpikir kritis pada ibu ibu

dengan kasus kegawatdaruratan maternal.

c. Melakukan implementasi asuha ibu dengan kasus

kegawatdaruratan maternal berdasarkan evidence based.

d. Melakukan evaluasi asuhan ibu dengan kasus

kegawatdaruratan maternal.

e. Melakukan pendokumentasian asuhan ibu dengan kasus

kegawatdaruratan maternal.

D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis
Untuk pengembangan ilmu pengetahuan tentang asuhan

kebidanan pada ibu dengan kasus kegawatdaruratan maternal.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi institusi pendidikan

Sebagai bahan kajian terhadap materi Asuhan Pelayanan

Kebidanan serta referensi bagi mahasiswa dalam memahami

pelaksanaan asuhan kebidanan secara holistik pada ibu dengan

kasus kegawatdaruratan maternal. Dapat mengaplikasikan materi

yang telah diberikan dalam proses perkuliahan serta mampu

memberikan asuhan kebidanan secara menyeluruh yang bermutu

dan berkualitas..

b. Bagi Lahan Praktik (Rumah Sakit)

Dapat dijadikan sebagai acuan untuk dapat mempertahankan

mutu pelayanan terutama dalam memberikan asuhan pelayanan

kebidanan secara holistik. Dan untuk tenaga kesehatan dapat

mendukung dalam penerapan ilmu terbaru yang sesuai dengan

evidence based terbaru yang ada untuk bersama– sama

melakukan asuhan yang berkualitas.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Teori Asuhan Kebidanan Komprehensif

1. Konsep Dasar Teori Kehamilan Fisiologis Trimester III

a. Pengertian Kehamilan

Kehamilan adalah proses dan mulainya konsepsi sampai

partus yaitu kira-kira 280 hari (40 minggu) juga disebut kehamilan

mature (cukup bulan) lebih dari 43 minggu disebut postmature

dan kehamilan antara 28 minggu sampai 36 minggu disebut

kehamilan premature (Prawirohardjo, 2019).

Trimester pertama secara umum dipertimbangkan

berlangsung pada minggu pertama hingga ke-12 (12 minggu),

trimester kedua pada minggu ke-13 hingga minggu ke-27 (15

minggu) dan trimester ketiga pada minggu ke-28 minggu hingga

ke-42 minggu (13 minggu) (Manuaba, 2011).

Kehamilan trimester III merupakan kehamilan dengan usia

28-40 minggu dimana merupakan waktu mempersiapkan

kelahiran dan kedudukan sebagai orang tua, seperti terpusatnya

perhatian pada kehadiran bayi, sehingga disebut juga sebagai

periode penantian (Vivian, 2011).

b. Perubahan Fisiologis pada Kehamilan Trimester III

1) Payudara

Kadar hormon luteal dan plasenta meningkatkan proliferasi


duktus laktiferus dan jaringan lobulus-alveolar sehingga pada

palpasi payudara teraba penyebaran nodul kasar. Peningkatan

jaringan galdular menggagntikan jaringan ikat, akibatnya

jaringan menajdi lebih lunak dan lebih jarang (Bobak, 2010).

2) Kardiovaskules/Hemodinamik

Denyut nadi meningkat ± 15 x/menit dan menetap hingga

aterm (Bobak, 2010). Volume darah ibu meningkat dengan

kecepatan yang lebih pelan dibanding pada trimester II untuk

mencapai kondisi plat (UNPAD, 2010).

3) Ginjal

Filtrasi glomerulus meningkat hingga usia aterm sedangkan

aliran plasma ginjal menurun pada trimester ini (UNPAD,

2010). Ginjal mengalami peningkatan ukuran dan pelebaran

kaliks dan pelvis ginjal serta ureter yang meningkatkan resiko

infeksi (Varney, 2010).

4) Paru- Paru

Perubahan pulmonal dipengaruhi oleh hormonal dan

mekanis. Perubahan mekanis meliputi elevasi posisi istirahat ±

4 cm, peningkatan 2 cm pada diameter transversal saat sudut

subkostal dan iga bagian bawah melebar, serta lingkar toraks

membesar ± 6 cm. Perubahan ini disebabkan oleh tekanan ke

atas akibat pembesaran uterus (Varney, 2010). Meskipus


fungsi paru tidak berubah selama kehamilan namun penyakit

pernafasan dapat diperburuk (UNPAD, 2010).

5) Pencernaan

Estrogen menyebabkan peningkatan aliran darah ke mulut

sehingga gusi menjadi rapuh dan dapat menimbulkan gingivitis.

Saliva menjadi lebih asam (Varney, 2010). Tonus sfingter

esophagus bagian bawah melemah menyebabkan relaksasi

otot polos dibawah pengaruh progesteron. Pergeseran

diafragma dan penekanan akibat pembesaran uterus yang

diperburuk oleh hilangnya tonus sfingter ani menyebabkan

refluks dan nyeri ulu hati. Kerja progesteron pada otot polos

menyebabkan hipotonus yang disertai motilitas dan waktu

pengosongan yang memanjang. Efek progesteron menjadi

lebih jelas seiring kemajuan persalinan. Pada usus halus

berefek memperpanjang absorbsi nutrisi, mineral, dan obat.

Pada usus besar menyebabkan konstipasi karena waktu

transit yang melambat membuang air semakin banyak

diabsorpsi dan menyebabkan peningkatan flatulen karena usus

mengalami pergeseran akibat pembesaran uterus. Usus buntu

dan hati juga bergeser karena pembesaran uterus (Varney,

2010).

c. Ketidaknyamanan pada Kehamilan Trimester III

Menurut Romauli (2011) Ketidaknyamanan ibu hamil pada


Trimester III, adalah sebagai berikut :

1) Peningkatan Frekuensi Berkemih

Pada akhir kehamilan, jika kepala janin sudah mulai turun ke

pintu atas panggul, keluhan itu akan kembali (Prawiohardjo,

2011).

Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada ibu hamil

trimester III dengan keluhan sering kencing yaitu KIE tentang

penyebab sering kencing, kosongkan kandung kemih ketika

ada dorongan, perbanyak minum pada siang hari dan kurangi

minum di malam hari jika mengganggu tidur, hindari minum

kopi atau teh sebagai diuresis, berbaring miring kiri saat tidur

untuk meningkatkan diuresis dan tidak perlu menggunakan

obat farmakologis (Hani, 2011).

2) Leukorea

Leukorea adalah sekresi vagina dalam jumlah besar dengan

konsistensi kental atau cair bersifat asam akibat pengubahan

sejumlah besar glikogen pada sel epitel vagina menjadi asam

laktat oleh basil doderlein. Upaya mengatasinya adalah

dengan memperhatikan kebersihan tubuh pada area tersebut

dan mengganti panty berbahan katun dengan sering.

Sebaiknya tidak melakukan douch atau menggunakan

semprot untuk menjaga kebersihan genetalia (Varney, 2010).

3) Pegal Pada Perut Bagian Bawah


Terjadi pada lumbosakral yang biasanya meningkat seiring

pertambahan usia kehamilan karena disebabkan pergeseran

pusat gravitasi wanita dan postur tubuhnya. Peningkatan

lordosis yang kurang diperhatikan menyebabkan otot

punggung meregang dan menimbulkan rasa sakit atau nyeri

(Varney, 2010).

Cara untuk mengatasi ketidaknyamanan ini antara lain:

a) Hindari membungkuk berlebihan, mengangkat beban, dan

berjalan tanpa istirahat

b) Gunakan sepatu bertumit rendah

c) Jika masalah bertambah parah, pergunakan penyokong

penyokong abdomen eksternal dianjurkan (contoh korset

maternal atau belly band yang elastik)

d) Pijatan/usapan pada punggung

e) Untuk istirahat atau tidur; gunakan kasur yang menyokong

atau gunakan bantal dibawah punggung untuk

meluruskan punggung dan meringankan tarikan dan

regangan.

4) Konstipasi

Pada kehamilan trimester III kadar progesteron tinggi. Rahim

yang semakin membesar akan menekan rectum dan usus

bagian bawah sehingga terjadi konstipasi. Konstipasi semakin

berat karena gerakan otot dalam usus diperlambat oleh


tingginya kadar progesterone (Romauli, 2011).

Perencanaan yang dapat diberikan pada ibu hamil dengan

keluhan konstipasi adalah tingkatkan intake cairan minimum 8

gelas air putih setiap hari dan serat dalam diet misalnya buah,

sayuran dan minum air hangat, istirahat yang cukup,

melakukan olahraga ringan ataupun senam hamil, buang air

besar secara teratus dan segera setelah ada dorongan (Hani,

2011).

5) Terasa Ada Gas Dalam Perut Dan Kembung (Flatulen)

Terjadi akibat peningkatan progesterone yang merelaksasi

otot halus dan akibat pergeseran serta penekanan usus halus

karena pembesaran uterus pada kehamilan yang lanjut

(Varney, 2010).

Untuk mengurangi flatulen adalah dengan pola defekasi

yang teratur serta menghindari makanan yang mengandung

gas (Varney, 2010).

6) Sakit Kepala

Umumnya terjadi pada kehamilan muda dan akan berkurang

atau menghilang pada pertengahan kehamilan (Varney, 2010).

7) Tersumbatnya Saluran Hidung

Disebabkan kadar esterogen yang meningkatkan aliran

darah ke membran selaput lendir hidung sehingga selaput


menjadi lebih lembut dan membengkak. Atasi dengan

mengkonsumsi cukup cairan dan vitamin C 250 mg.

8) Kram Kaki

Kram kaki diperkirakan karena asupan kalsium atau

ketidakseimbangan rasio kalsium dan fosfor tubuh. Salah satu

dugaan lain ialah uterus yang membesar memberi tekanan

pada pembuluh darah panggul sehingga menggangu sirkulasi

(Varney, 2010).

Dapat diatasi dengan meluruskan kaki yang kram dan

menekan tumit,mempertahankan postur tubuh yang baik,

anjurkan diet kalsium dan fosfor, serta melakukan elevasi kaki

secara teratur (Varney, 2010).

9) Sakit Punggung

Tekanan rahim yang membesar menyebabkan saraf pinggul

terasa linu sehingga pinggang, bokong dan tungkai terasa

sakit. Istirahat dan kompres air hangat akan membantu

mengurangi sakit punggung (Varney, 2010).

10) Varices Vagina dan Kaki

Varices diakibatkan gangguan sirkulasi vena dan

peningkatan tekanan vena pada ekstremitas bawah.

Perubahan ini diakibatkan penekanan uterus yang membesar.

Biasa terdapat pada kaki atau vulva (Varney, 2010).


Dapat diatasi dengan hindari pakaian yang ketat,hindari

berdiri lama, naikkan kaki ke atas, silangkan tungkai saat

duduk, pertahankan postur tubuh, mandi air hangat dan

lakukan latihan yang membantu sirkulasi (Varney, 2010).

11) Edema Dependen

Terjadi pada kaki akibat tekanan uterus yang membesar

pada vena panggul saat duduk atau telentang. Hal ini berbeda

dengan edema karena pre-eklampsi (Varney, 2010). Adapun

cara penangaannya adalah hindari menggunakan pakaian

ketat, elevasi kaki secara teratur sepanjang hari, posisi

menghadap kesamping saat berbaring, penggunaan

penyokong atau korset pada abdomen maternal yang dapat

melonggarkan vena-vena panggul (Putri, 2012).

12) Nafas Pendek

Difragma mengalami elevasi 4 cm sehingga terjadi

pelebaran diameter transversal namun masih kurang untuk

mengompensasi elevasi difragma sehingga mengakibatkan

sesak nafas. Tubuh merespon dengan bernafas cepat

Penanganan dapat dengan mengajarkan untuk berdiri dan

meregangkan lengan di atas kepala, menganjurkan

mempertahankan postur tubuh dan ajarkan pernafasan

interkosta (Varney, 2010).

13) Insomnia
Insomnia pada wanita yang hamil maupun tidak dapat

disebabkan oleh kekhawatiran, kecemasan dan terlalu

gembira menyambut acara esok hari. Wanita hamil memiliki

tambahan diantaranya uterus yang membesar,

ketidanyamanan selama kehamilan, terutama jika janin

bergerak aktif (Varney, 2010).

Beberapa penanganannya ialah mandi air hangat, minum air

hangat dan ambil posisi relaksasi (Varney, 2010).

14) Kontraksi Braxton Hicks

Kontraksi ini akan melatih rahim untuk bersalin. Kontraksi

tidak terasa sakit, pergerakannya mulai dari atas lalu ke

bawah hingga akhirnya memudar dan terjadi selama 30 detik

atau 2 menit. Akan semakin sering dan kuat seiring

bertambahnya usia kehamilan (Prawirohardjo, 2010).

d. Tanda Bahaya Kehamilan Trimester III

Kehamilan Trimester III adalah kehamilan pada usia 29-42

minggu atau 7-10 bulan. Pada umumnya 80-90% kehamilan

berlangsung normal dan hanya 10-12% kehamilan yang disertai

dengan penyulit atau berkembang menjadi kehamilan patologis

(Prawirohardjo, 2011).

Berikut adalah tanda-tanda bahaya kehamilan trimester III:

1) Perdarahan Antepartum
2) Sakit Kepala yang Berat

3) Pengelihatan kabur

4) Bengkak di Wajah dan Jari-jari Tangan

5) Keluar cairan pervaginam

6) Gerakan janin tidak terasa

7) Nyeri perut yang hebat

e. Kebutuhan Fisik Ibu hamil Trimester III

Menurut Romauli (2011:134-160) kebutuhan Fisik Ibu hamil

Trimester III, yaitu sebagai berikut:

1) Kebutuhan Nutrisi

Gizi pada waktu hamil harus ditingkatkan hingga 300 kalori

perhari, ibu hamil seharusnya mengkonsumsi makanan yang

mengandung protein, zat besi dan minum cukup cairan (menu

seimbang).

a) Kalori

Sumber kalori utama adalah hidrat arang dan lemak.

Bahan makanan yang banyak banyak mengandung hidrat

arang adalah golongan padi-padian (misalnya beras dan

jagung), golongan umbi- umbian (misalnya ubi dan

singkong) dan sagu.

b) Protein

Protein adalah zat utama untuk membangun jaringan


bagian tubuh. Kekurangan protein dalam makanan ibu

hamil mengakibatkan bayi akan lahir lebih kecil dari normal.

Sumber zat protein yang berkualitas tinggi adalah susu.

Sumber lain meliputi sumber protein hewani (misalnya

daging, ikan, unggas, telur dan kacang) dan sumber protein

nabati (misalnya kacang-kacangan seperti kedelai, kacang

tanah, kacang tolo dan tahu tempe).

c) Mineral

Semua mineral dapat terpenuhi dengan makan-

makanan sehari- hari yaitu buah-buahan, sayur-sayuran

dan susu. Hanya zat besi yang tidak bisa terpenuhi dengan

makanan sehari-hari. Untuk memenuhi kebutuhan ini

dibutuhkan suplemen besi 30 mg sebagai ferosus,

forofumarat atau feroglukonat perhari dan pada kehamilan

kembar atau pada wanita yang sedikit anemia dibutuhkan

60-100 mg/hari. Kebutuhan kalsium umumnya terpenuhi

dengan minum susu. Satu liter susu sapi mengandung kira-

kira 0,9 gram kalsium.

d) Vitamin

Vitamin sebenarnya telah terpenuhi dengan makanan

sayur dan buah-buahan, tetapi dapat pula diberikan ekstra

vitamin. Pemberian asam folat terbukti mencegah

kecacatan pada bayi.


2) Kebutuhan Personal Higiene

Kebersihan harus dijaga pada masa hamil. Mandi dianjurkan

sedikitnya dua kali sehari karena ibu hamil cenderung untuk

mengeluarkan banyak keringat, menjaga kebersihan diri

terutama lipatan kulit (ketiak, bawah buah dada, daerah

genetalia). Kebersihan gigi dan mulut, perlu mendapat perhatian

karena seringkali mudah terjadi gigi berlubang, terutama pada

ibu kekurangan kalsium.

3) Kebutuhan Eliminasi

Keluhan yang sering muncul pada ibu hamil berkaitan

dengan eliminasi adalah konstipasi dan sering buang air kecil.

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan

mengkonsumsi makanan tinggi serat dan banyak minum air

putih, terutama ketika lambung dalam keadaan kosong.

Meminum air putih hangat ketika dalam keadaan kosong dapat

merangsang gerak peristaltik usus. Jika ibu sudah mengalami

dorongan, maka segeralah untuk buang air besar agar tidak

terjadi konstipasi.

4) Kebutuhan Seksual

Selama kehamilan berjalan normal, koitus diperbolehkan

sampai akhir kehamilan, meskipun beberapa ahli berpendapat

sebaiknya tidak lagi berhubungan seks selama 14 hari

menjelang kelahiran. Koitus tidak diperkenankan bila terdapat


perdararahan pervaginan, riwayat abortus berulang,

abortus/partus prematurus imminens, ketuban pecah

sebelumnya waktunya.

5) Kebutuhan Mobilisasi

Ibu hamil boleh melakukan kegiatan atau aktivitas fisik biasa

selama tidak terlalu melelahkan. Ibu hamil dapat dianjurkan

untuk melakukan pekerjaan rumah dengan dan secara berirama

dengan menghindari gerakan menyentak, sehinggga

mengurangi ketegangan pada tubuh dan menghindari

kelelahan.

6) Kebutuhan Istirahat

Wanita hamil dianjurkan untuk merencanakan istirahat yang

teratur karena dapat meningkatkan kesehatan jasmani dan

rohani untuk kepentingan perkembanagan dan pertumbuhan

janin. Tidur pada malam hari selma kurang lebih 8 jam dan

istirahat dalam keadaan rilaks pada siang hari selama 1 jam.

f. Persiapan Persalinan

Menurut Depkes RI (2011), persiapan persalinan meliputi antara lain:

1) Tanyakan kepada bidan atau dokter tanggal perkiraan

persalinan.

2) Siapkan tabungan untuk biaya persalinan.

3) Suami, keluarga dan masyarakat menyiapkan kendaraan jika

sewaktu-waktu diperlukan.
4) Rencana melahirkan ditolong oleh bidan atau dokter di

fasilitas pelayanan kesehatan.

5) Rencana ikut KB, tanyakan caranya kepada petugas kesehatan.

6) Siapkan orang yang bersedia menjadi donor darah jika

sewaktu- waktu diperlukan.

g. Pemeriksaan Kehamilan/Antenatal Care (ANC)

1) Pengertian Antenatal Care

Antenatal care adalah pemeriksaan kehamilan untuk

mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil, sehingga

mampu menghadapi persalinan, nifas dan kembalinya kesehatan

reproduksi secara wajar (Prawirohardjo, 2012). Pelayanan

antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan

untuk ibu selama kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan

standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar

Pelayanan Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal merupakan

upaya untuk menjaga kesehatan ibu pada masa kehamilan,

sekaligus upaya menurunkan angka kesakitan dan angka

kematian ibu. Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi

anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan),

pemeriksaan laboratorium atas indikasi, serta intervensi dasar

dan khusus (Depkes RI, 2013).


2) Pelayanan Antenal Care

Pelayanan antenatal care (ANC) terpadu adalah pelayanan

antenatal berkualitas yang diberikan kepada semua ibu hamil

secara komprehensif dan terpadu, mencakup upaya promotif,

preventif, sekaligus kuratif dan rehabilitatif, yang meliputi pelayanan

Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), gizi, pengendalian penyakit menular

(imunisasi, Human Immunodeficiency Virus (HIV) / Acquired

Immunodeficiency Syndrom (AIDS), tuberkulosis (TB), malaria,

penyakit menular seksual) dengan tujuan untuk memenuhi hak

setiap ibu hamil memperoleh pelayanan antenatal yang berkualitas

sehingga mampu menjalani kehamilan dengan sehat, bersalin

dengan selamat dan melahirkan bayi yang sehat dan berkualitas.

Menurut Badan Litbang Depkes RI (2016), menyatakan bahwa

dalam penerapan praktis asuhan kebidanan pada ibu

menggunakan standar minimal pelayanan antenatal menjadi 14T

yang terdiri :

a) Timbang Berat Badan Dan Pengukuran Tinggi Badan

Menurut Kusmiyati (2010), pertambahan berat badan

yang normal pada ibu hamil yaitu berdasarkan masa tubuh

(BMI: Body Mass Index) dimana metode ini untuk menentukan

pertambahan berat badan yang optimal selama masa

kehamilan, karena merupakan hal yang penting mengetahui

BMI wanita hamil. Total pertambahan berat badan pada


kehamilan yang normal 11,5-16 kg. Adapun tinggi badan

menentukan ukuran panggul ibu, ukuran normal tinggi badan

yang baik untuk ibu hamil antara lain >145 cm.

Menurut Depkes RI (2010), mengukur tinggi badan

adalah salah satu deteksi dini kehamilan dengan faktor resiko,

dimana bila tinggi badan ibu hamil kurang dari 145 cm atau

dengan kelainan bentuk panggul dan tulang belakang.

b) Ukur Tekanan Darah

Prawirohardjo (2012), menjelaskan bahwa, mengukur

tekanan darah dengan posisi ibu hamil duduk atau berbaring,

posisi tetap sama pada pemeriksaan pertama maupun

berikutnya. Letakkan tensimeter dipermukaan yang datar

setinggi jantung. Gunakan ukuran manset yang sesuai.

Tekanan darah diatas 140/90 mmHg atau peningkatan distol 15

mmHg/lebih sebelum kehamilan 20 minggu atau paling sedikit

pada pengukuran dua kali berturut- turut pada selisih waktu 1

jam berarti ada kenaikan nyata dan ibu perlu di rujuk.

c) Pengukuran LiLA

Menurut Kusmiyati (2010), pada ibu hamil pengukuran LILA

merupakan satu cara untuk mendeteksi dini adanya Kurang

Energi Kronis (KEK) atau kekurangan gizi. Malnutrisi pada ibu

hamil mengakibatkan transfer nutrient ke janin berkurang,

sehingga pertumbuhan janin terhambat dan berpotensi


melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).

BBLR berkaitan dengan volume otak dan IQ seorang anak.

Kurang Energi Kronis (KEK) (ukuran LILA <23.5 cm), yang

menggambarkan kekurangan pangan dalam jangka panjang

baik dalam jumlah maupun kualitasnya.

d) Tekan/ Palpasi Payudara (Benjolan), Perawatan Payudara,

Senam Payudara, Tekan Titik (Accu Pressure) Peningkatan

ASI.

Perawatan payudara adalah suatu tata laksana yang

menyangkut laktasi dan kelancaran ASI, yang menuju

keberhasilan menyusui untuk pemeliharaan kesehatan ibu dan

bayinya. Perawatan payudara selama kehamilan bertujuan

untuk memelihara kebersihan payudara, melenturkan dan

menguatkan puting susu yang tertarik kedalam, mempersiapkan

produksi ASI. Perawatan payudara sebaiknya dilakukan selama

masa kehamilan yaitu usia kehamilan setelah delapan bulan

(Trimester III) dan bukan sesudah persalinan.

Adanya informasi yang benar dan lengkap tentang

perawatan payudara akan memudahkan para ibu untuk

menyusui anaknya dan diharapkan ASI akan segera keluar

setelah melahirkan.

e) Ukur Tinggi Fundus Uteri

Pemeriksaan kehamilan untuk menentukan tuanya


kehamilan dan berat badan janin dilakukan dengan pengukuran

tinggi fundus uteri yang dapat dihitung dari tanggal haid terakhir

yang menggunakan rumus (Mochtar, 2010). Apabila usia

kehamilan dibawah 24 minggu pengukuran dilakukan dengan

jari, tetapi apabila kehamilan diatas 24 minggu memakai

pengukuran mc Donald yaitu dengan cara mengukur tinggi

fundus memakai cm dari atas simfisis ke fundus uteri kemudian

ditentukan sesuai rumusnya (Kusmiyati, 2010).

f) Tentukan Presentasi Janin dan Hitung DJJ

Menurut Setiawan (2011), tujuan pemantauan janin itu

adalah untuk mendeteksi dari dini ada atau tidaknya faktor-

faktor resiko kematian prenatal tersebut (hipoksia/asfiksia,

gangguan pertumbuhan, cacat bawaan dan infeksi).

Pemeriksaan denyut jantung janin adalah satu cara untuk

memantau janin.

g) Pemberian Imunisasi Tetanus Difteri (Td) Lengkap

Menurut Prawirohardjo (2014), pemberian imunisasi tetanus

toxoid pada kehamilan umumnya diberikan 2 kali saja,

imunisasi pertama diberikan pada usia kehamilan 16 minggu

untuk yang kedua diberikan 4 minggu kemudian, akan tetapi

untuk memaksimalkan perlindungan maka dibentuk program

jadwal pemberian imunisasi pada ibu hamil.


Tabel 2. 1 Jadwal Pemberian Imunisasi Tetanus Toksoid
Antigen Interval Lama %
perlindungan Perlindungan
Td 1 Pada -
kunjungan
antenatal
Td 2 pertama 3 tahun 80

4 minggu
Td 3 setelah Td1 5 tahun 95

6 bulan
Td 4 setelah Td2 10 tahun 99

1 tahun
Td 5 setelah Td3 25 tahun/ 99
seumur
1 tahun hidup
setelah Td4
Sumber: (Saifuddin dalam Sari, Ulfa, & Daulay, 2015).

Vaksin Td diberikan sedini mungkin dengan dosis

pemberian 0,5 cc IM (intra muscular) di lengan

atas/paha/bokong. Khusus untuk calon pengantin diberikan

imunisasi Td 2X dengan interval 4 minggu. Usahakan Td1 dan

Td2 diberikan sebelum menikah (Salmah, 2011).

h) Pemberian Tablet Besi Minimal 90 Tablet Selama Kehamilan

Menurut Lubis (2013), pada masa kehamilan volume darah

mengikat seiring kebutuhan zat besi. Suplement zat besi hamil

terbukti membantu mencegah defisiensi zat besi. Kekurangan

zat besi bisa mempertinggi resiko komplikasi disaat persalinan

dan resiko melahirkan berat badan rendah dan premature.

Para ahli menganjurkan wanita hamil mengkonsumsi zat 27 mg


hari, yaitu 50% diatas kebutuhan normal. Depkes (2011),

mengemukakan bahwa WHO juga menganjurkan pemberian

ferro sulfat 320 mg (setara dengan 60 mg zat besi) 2 kali sehari

bagi semua ibu hamil. Jika Hb 9% atau kurang dari pada salah

satu kunjungan tingkatan tablet zat besi menjadi 3 kali 1

tablet/hari sampai akhir masa kehamilannya.

Kebijakan program kesehatan ibu dan anak (KIA) di

Indonesia saat ini menetap :

(1) Pemberian tablet Fe (320 mb Fe Sulfat dan 0,5 mg

asam folat) untuk semua ibu hamil sebanyak 1 kali tablet

selama 90 hari. Jumlah tersebut mencukupi kebutuhan

tambahan zat besi selama kehamilan yaitu 100 mg.

(2) Bila ditemukan anemia pada ibu hamil, diberikan tablet zat

besi 2-3 kali satu tablet/hari selama 2-3 bulan dan dilakukan

pemantauan Hb (bila masih anemia), pemeriksaan sampel

tinja untuk melihat kemungkinan adanya cacang tambang

dan parasit lainnya, pemeriksaan darah tetapi terhadap

parasit malaria (di daerah endemik). Pada setiap kali

kunjungan mintalah ibu untuk meminum tablet zal besi yang

cukup, hindari minum teh/kopi 1 jam sebelum/sesudah

makan karena dapat mengganggu penyerapan zat besi

(Depkes RI, 2010).

i) Tes Laboratorium
Tes laboratorium terdiri dari 4 pemeriksaan, yaitu:

(1) Tes golongan darah, untuk mempersiapkan donor bagi

ibu bila diperlukan.

(2) Tes hemoglobin, untuk mengetahui apakah ibu

kekurangan darah (anemia)

(3) Tes pemeriksaan urine (protein urine dan reduksi urine)

(4) Tes pemeriksaan darah lainnya, seperti HIV, Hepatitis B dan

Sifilis, sementara pemeriksaan malaria dilakukan di daerah

endemis.

Depkes RI (2010), mengemukakan bahwa pelayanan

kebidanan-kebidanan berkaitan erat dengan penyakit melalui

hubungan seksual. Penyakit ini tidak hanya berpengaruh

terhadap Ibu akan tetapi juga terhadap bayi yang dikandung

atau dilahirkan.

j) Temu Wicara (Konseling dan Pemecahan Masalah)

Setiawan (2011), menyatakan bahwa temu wicara pasti

dilakukan dalam setiap klien melakukan kunjungan. Bisa berupa

anamnesa, konsultasi dan persiapan rujukan. Anamnesa

meliputi biodata, riwayat menstruasi, riwayat kesehatan, riwayat

kehamilan, persalinan dan nifas, biopsikososial dan

pengetahuan klien. Memberikan konsultasi atau melakukan

kerjasama penanganan. Tindakan yang harus dilakukan bidan

dalam temu wicara antara lain :


(1) Merujuk ke dokter untuk konsultasi dan menolong ibu

menentukan pilihan yang tepat

(2) Melampirkan kartu kesehatan ibu serta surat rujukan

(3) Meminta ibu untuk kembali setelah konsultasi dan

membawa surat hasil rujukan

(4) Meneruskan pemantauan kondisi ibu dan bayi selama

kehamilan

(5) Memberikan asuhan antenatal

(6) Perencanaan dini jika tidak aman melahirkan dirumah

(7) Menyepakati diantara pengambilan keputusan dalam

keluarga tentang rencana proses kelahiran

(8) Persiapan dan biaya proses kelahiran

k) Tingkat Kebugaran (Senam Hamil)

Senam hamil merupakan suatu bentuk olah raga atau

latihan yang terstruktur. Senam hamil dilakukan selama masa

kehamilan dengan gerakan yang disesuaikan dengan kondisi

kehamilan dan bermanfaat untuk mempersiapkan proses

persalinan, memelihara kesehatan selama kehamilan,

mengurangi keluhan yang terjadi akibat perubahan-perubahan

kehamilan serta memberikan ketenangan (relaksasi) sehingga

ibu hamil dapat melakukan aktivitas tidur dengan nyaman dan

durasi tidur yang baik dapat dicapai. Tujuan dan manfaat

senam hamil adalah:


(1) Menjaga kondisi otot-otot dan persendian,

(2) Memperkuat dan mempertahankan elastisitas otot-otot,

ligamen, dan jaringan yang berperan dalam mekanisme

persalinan, serta membentuk sikap tubuh yang prima,

(3) Mempertinggi kesehatan fisik dan psikis,

(4) Memberikan kenyamanan (relaksasi),

(5) Menguasai teknikteknik pernafasan. Latihan dalam senam

hamil terdiri dari pemanasan, latihan inti, latihan pernafasan

dan pendinginan. Gerakan- gerakan dalam latihan

pemanasan bermanfaat untuk meningkatkan oksigen yang

diangkut ke otot dan jaringan tubuh, memperlancar

peredaran darah, serta mengurangi risiko terjadinya kejang

atau luka.

l) Terapi Malaria (Endemic Malaria)

Diberikan kepada ibu hamil pendatang dari daerah malaria

juga kepada ibu hamil dengan gejala malaria yakni panas tinggi

disertai menggigil dan hasil apusan darah yang positif. Dampak

atau akibat penyakit tersebut kepada ibu hamil yakni kehamilan

muda dapat terjadi abortus, partus prematurus juga anemia.

m) Terapi Yodium (Endemic Gondok)

Penyakit tiroid adalah kelainan yang mepengaruhi kelenjar

tiroid. Terkadang tubuh memproduksi terlalu banyak hormon

tiroid (disebut hipertiroid) atau terlalu sedikit (disebut hipotiroid).


Hormon tiroid mengatur metabolisme dan memengaruhi hampir

setiap organ dalam tubuh. Hormon tiroid memainkan peran

penting selama kehamilan baik dalam perkembangan bayi dan

dalam menjaga kesehatan ibu. Kehamilan memiliki efek yang

cukup besar pada fungsi tiroid maternal. Diberikan terapi

yodium bertujuan untuk mengantisipasi terjadinya kekurangan

yodium dan mengurangi terjadinya kekerdilan pada bayi kelak.

n) Tatalaksana Kasus

Menurut Joesrhan (2012), bila dari hasil pemeriksaan

laboratorium ditemukan penyakit, ibu hamil perlu dilakukan

perawatan khusus.

h. Konsep Dasar Teori Kehamilan Risiko Tinggi

a. Pengertian

Kehamilan risiko tinggi adalah keadaan yang dapat

mempengaruhi keadaan ibu maupun janin pada kehamilan yang

dihadapi (Manuaba, 2012). Kehamilan risiko tinggi adalah

kehamilan yang dapat menyebabkan ibu hamil dan bayi menjadi

sakit atau meninggal sebelum kelahiran berlangsung (Indrawati,

2016). Karakteristik ibu hamil diketahui bahwa faktor penting

penyebab resiko tinggi pada kehamilan terjadi pada kelompok

usia 35 tahun dikatakan usia tidak aman karena saat

bereproduksi pada usia 35 tahun dimana kondisi organ

reproduksi wanita sudah mengalami penurunan kemampuan


untuk bereproduksi, tinggi badan kurang dari 145 cm, berat

badan kurang dari 45 kg, jarak anak terakhir dengan kehamilan

sekarang kurang dari 2 tahun, jumlah anak lebih dari 4. Faktor

penyebab resiko kehamilan apabila tidak segera ditangani pada

ibu dapat mengancam keselamatan bahkan dapat terjadi hal

yang paling buruk yaitu kematian ibu dan bayi.

b. Kriteria Kehamilan Risiko Tinggi

Kehamilan risiko tinggi dibagi menjadi 3 kategori menurut

Rochjati (2014), yaitu;

1) Kehamilan Risiko Rendah (KRR) dengan jumlah skor 2

Merupakan kehamilan yang tidak disertai oleh faktor risiko

atau penyulit sehingga kemungkinan besar Ibu. Ykan

melahirkan secara normal dengan ibu dan janinnya dalam

keadaan hidup sehat.

2) Kehamilan Risiko Tinggi (KRT) dengan skor 6-10, Merupakan

kehamilan yang disertai satu atau lebih faktor risiko/penyulit

baik yang berasal dari ibu maupun janinnya sehingga

memungkinkan terjadinya kegawatan saat kehamilan

maupun persalinan namun tidak darurat.

3) Kehamilan Risiko Sangat Tinggi (KRTS) dengan jumlah skor

>12, Kehamilan Risiko Sangat Tinggi (KRST) merupakan

kehamilan dengan faktor risiko:


a) Perdarahan sebelum bayi lahir, dimana hal ini akan

memberikan dampak gawat dan darurat pada ibu dan

janinnya sehingga membutuhkan rujukan tepat waktu dan

penanganan segera yang adekuat untuk menyelamatkan

dua nyawa.

b) Ibu dengan faktor risiko dua atau lebih, dimana tingkat

kegawatannya meningkat sehingga pertolongan

persalinan harus di rumah sakit dengan ditolong oleh

dokter spesialis.

c. Faktor-faktor Kehamilan Risiko Tinggi

Faktor resiko adalah kondisi pada ibu hamil yang dapat

menyebabkan kemungkinan resiko/bahaya terjadinya komplikasi

pada persalinan yang dapat menyebabkan kematian atau

kesakitan pada ibu dan bayinya. Ciri- ciri faktor resiko:

1) Faktor resiko mempunyai hubungan dengan kemungkinan

terjadinya komplikasi tertentu pada persalinan.

2) Faktor resiko dapat ditemukan dan diamati/dipantau selama

kehamilan sebelum peristiwa yang diperkirakan terjadi.

3) Pada seorang ibu hamil dapat mempunyai faktor resiko

tunggal, ganda yaitu dua atau lebih yang bersifat sinergik dan

kumulatif. Hal ini berarti menyebabkan kemungkinana

terjadinya resiko lebih besar.


Puji Rochjati dalam Manuaba et al. (2013) menjelaskan

ada beberapa faktor yang mempengaruhi ibu hamil risiko

tinggi yaitu seperti primi muda berusia kurang dari 16 tahun,

primipara tua berusia lebih dari 35 tahun, primipara sekunder

dengan usia anak terkecil diatas 5 tahun, tinggi badan kurang

dari 145cm, riwayat kehamilan yang buruk (pernah

keguguran, pernah persalinan premature, lahir mati, dan

riwayat persalinan dengan tindakan seperti ekstraksi vakum,

ekstraksi forsep, dan operasi sesar), pre-eklamsia, eklamsia,

gravida serotinus, kehamilan dengan pendarahan

antepartum, kehamilan dengan kelainan letak, kehamilan

dengan penyakit ibu yang mempengaruhi kehamilan.

Menurut Widatiningsih dan Dewi (2017), batasan dalam

faktor risiko atau masalah dapat dibagi menjadi tiga yaitu ada

potensi gawat obstetri (APGO), ada gawat obstetri (AGO),

dan ada gawat darurat obstetri (AGDO). Kelompok faktor

resiko ada ibu hamil dikelompokkan menjadi 3 yaitu

kelompok I, II, III berdasarkan kapan ditemukan, cara

pengenalan dan sifat atau tingkat resikonya.

1) Kelompok I

Ada Potensi Gawat Obstetrik (APGO) ada 10 faktor

resiko, yaitu :

a) Primi muda
Menurut Widatiningsih dan Dewi (2017), Ibu hamil

pertama pada umur < 20 tahun, rahim dan panggul

belum tumbuh mencapau ukuran dewasa. Kehamilan

pada usia remaja mempunyai resiko medis yang

cukup tinggi karena pada masa ini alat reproduksi

belum cukup matang untuk melakukan fungsinya.

Alasan mengapa kehamilan remaja dapat

menimbulkan resiko antara lain rahim belum siap

mendukung kehamilan. Rahim baru siap melakukan

fungsinya setelah umur 20 tahun, karena pada usia ini

fungsi hormonal melewati masa kerjanya yang

maksimal. Rohan dan Siyoto (2013) menyatakan

dampak kehamilan pada kesehatan reproduksi di usia

muda yaitu:

(1) Keguguran

Keguguran pada usia muda dapat terjadi secara

tidak disengaja, misalnya karena terkejut, cemas

dan stress. Secara sengaja dilakukan oleh tenaga

non professional yang dapat menimbulkan akibat

efek samping yang serius seperti tingginya angka

kematian dan infeksi alat reproduksi yang pada

akhirnya dapat menimbulkan kemandulan.


(2) Persalinan premature, berat badan lahir rendah

(BBLR) dan kelainan bawaan

Terjadi karena kurang matangnya alat reproduksi

terutama Rahim yang belum siap dalam suatu

proses kehamilan, berat badan lahir rendah

(BBLR) juga dipengaruhi gizi saat hamil kurang

dan juga umur ibu yang belum menginjak 20 tahun.

Cacat bawaan dipengaruhi kurangnya

pengetahuan ibu tentang kehamilan, pengetahuan

akan asupan gizi rendah, pemeriksaan kehamilan

kurang dan keadaan psikologi ibu yang kurang

stabil selain itu juga disebabkan keturunan

(genetik) dan proses pengguguran sendiri yang

gagal.

(3) Mudah terjadi infeksi

Keadaan gizi buruk, tingkat sosial ekonomi rendah

dan stress memudahkan terjadi infeksi saat hamil

terlebih pada kala nifas.

(4) Anemia kehamilan atau kekurangan zat besi.

Anemia pada saat hamil di usia muda disebbabkan

oleh kurangnya pengetahuan akan pentingnya gizi

pada saat hamil dan mayoritas seorang ibu

mengalami anemia pada saat hamil. tambahan zat


besi dalam tubuh fungsinya untuk meningkatkan

jumlah sel darah merah, membentuk sel darah

merah janin pada plasenta seorang yang

kehilangan sel darah merah semakin lama akan

menjadi anemia.

(5) Keracunan kehamilan

Kombinasi keadaan alat repsoduksi yang belum

siap hamil dan anemia, makin meningkatkan

terjadinya keracunan hamil dalam bentuk

preeklamsia atau eklamsia yang dapat

menyebabkan kematian.

(6) Kematian ibu yang tinggi

Remaja yang stress akibat kehamilannya sering

mengambil jalan pintas untuk melakukan gugur

kandungan oleh tenaga dukun. Angka kematian

karena gugur kandungan yang dilakukan dukun

cukup tinggi, tetapi angka pasti tidak diketahui

(Manuaba et al., 2013).

b) Primi tua

Primi tua adalah wanita yang mencapai usia 35 tahun

atau lebih pada saat hamil pertama. Ibu dengan usia


ini mudah terjadi penyakit pada organ kandungan

yang menua, jalan lahir juga tambah kaku. Ada

kemungkinan lebih besar ibu hamil mendapatkan

anak cacat, terjadi persalinan macet dan perdarahan.

c) Anak kecil kurang dari 2 tahun

Ibu hamil yang jarak kelahiran dengan anak terkecil

kurang dari 2 tahun. Kesehatan fisik dan Rahim ibu

maish butuh cukup istirahat. Ada kemungkinan ibu

masih menyusui. Anak masih butuh asuhan dan

perhatian orang tuanya.

d) Primi tua sekunder

Ibu hamil dengan persalinan terakhir >10 tahun yang

lalu. Ibu dalam kehamilan dna persalinan ini seolah –

olah menghadapi persalinan yang pertama lagi.

Bahaya yang dapat terjadi yaitu persalinan dapat

berjalan tidak lancer dan perdarahan pasca

persalinan.

e) Grande multi

Ibu pernah hamil atau melahirkan 4 kali atau lebih,

karena ibu sering melahirkan maka kemungkinan akan

banyak ditemui keadaan seperti Kesehatan terganggu,

kekendoran pada dinding rahim. Bahaya yang dapat

terjadi yaitu kelainan letak, persalinan letak lintang,


robekan rahim pada kelainan letak lintang, persalinan

lama dan perdarahan pasca persalinan. Grande multi

para juga dapat menyebabkan solusio plasenta dan

plasenta previa.

f) Umur 35 tahun atau lebih

Ibu hamil berusia 35 tahun atau lebih, dimana pada

usia tersebut terjadi perubahan pada jaringan alat –

alat kandungan dan jalan lahir tidak lentur lagi. Sleain

itu ada kecenderungan didapatkan penyakit lain dalam

tubuh ibu. Bahaya yang dapat terjadi tekanan darah

tinggi dan pre-eklamsia, ketuban pecah dini,

persalinan tidak lancer atau macet, perdarahan

setelah bayi lahir.

g) Tinggi badan 145 cm atau kurang

Terdapat tiga batasan pada kelompok risiko ini yaitu:

(1) Ibu hamil pertama sangat membutuhkan perhatian

khusus. Luas panggul ibu dan besar kepala janin

mungkin tidak proporsional, dalam hal ini ada dua

kemungkinan yang terjadi. Pertama, panggul ibu

sebagai jalan lahir ternyata sempit dengan janin

atau ekpala tidak besar dan kedua panggul

ukuran normal tetapi ankanya besar atau kepala

besar.
(2) Ibu hamil kedua, dengan kehamilan lalu bayi lahir

cukup bulan tetapi mati dalam waktu (umur bayi)

7 hari atau kurang.

(3) Ibu hamil dengan kehamilan sebelumnya belum

pernah melahirkan cukup bulan, dan berat badan

lahir rendah <2500 gram. Bahay yang dapat

terjadi yaitu persalinan berjalan tidak lancar dan

bayi sukar lahir. Kebutuhan pertolongan medik

yang diperlukan adalah persalinan operasi sesar

(Widatiningsih & dewi, 2017)

h) Riwayat Obstetri Buruk (ROB)

Riwayat Obstetrik Buruk dapat terjadi

pada:

(1) Ibu hamil dengan kehamilan kedua, dimana

kehamilan yang pertama mengalami keguguran,

lahir belum cukup bulan, lahir mati, lahir hidup lalu

mati umur <7 hari.

(2) Kehamilan ketiga atau lebih, kehmailan yang lalau

pernah mengalami keguguran >2 kali

(3) Kehamilan kedua atau lebih, kehamilan terakhir

janin mati dalam kandungan.

i) Persalinan yang lalu dengan tindakan


Persalinan yang ditolong dengan alat melalui jalan

lahir biasa atau pervaginam dengan bantuan alat,

seperti:

(1) Persalinan yang ditolong dengan alat melalui jalan

lahir biasa atau pervaginam (tindakan dengan

cunam/forsep/vakum). Bahaya yang dapat terjadi

yaitu robekan atau perlukaan jalan lahir dan

perdarahan pasca persalinan.

(2) Uri manual, yaitu tindakan pengeluaran plasenta

dari rongga rahim dengan menggunakan tangan.

Tindakan ini dilakukan apabila setelah 30 menit uri

tidak lahir sendiri dan apabila terjadi perdarahan

uri belum juga lahir (Widatiningsih & Dewi, 2017).

j) Bekas operasi sesar

Ibu hamil pada persalinan yang lalu dilakukan operasi

sesar. Oleh karena itu pada dinding rahim ibu terdapat

cacat bekas luka operasi. Bahaya pada robekan rahim

yaitu kematian janin dan kematian ibu, perdarahan

dan infeksi (Widatiningsih & Dewi, 2017).

2) Kelompok II

Ada Gawat Obstetrik (AGO) ada 8 faktor resiko. Ada

gawat obstetric (AGO) adalah tanda bahaya pada saat


kehamilan, persalinan, dan nifas yang terdiri dari

(Widatiningsih & Dewi, 2017) :

a) Penyakit pada ibu hamil

Penyakit – penyakit yang menyertai kehamilan ibu

yaitu sebagai berikut:

(1) Anemia (kurang darah)

Anemia pada kehamilan adalah anemia karena

kekurangan zat besi, dan meruapakan jenis

anemia yang pengobatannya relative mudah

bahkan murah. Anemia pada kehamilan

memberi pengaruh kurang baik, seperti

kematian muda, kematian perinatal,

prematuritas, dpaat terjadi cacat bawaan,

cadangan zat besi kurang.

(2) Malaria

Bila malaria disertai dengan panas tinggi dan

anemia, maka akan mengganggu ibu hamil

dan kehamilannya. Bahaya yang dapat terjadi

yaitu abortus, intrauterine fetal death (IUFD),

dan persalinan prematur.

(3) Tuberkulosis paru

Tuberkolosis paru tidak secara langsung

berpengaruh pada janin, namun tuberkolosis


paru berat dapat menurunkan fisik ibu, tenaga,

dan air susu ibu (ASI) ikut berkurang. Bahaya

yang dapat terjadi yaitu keguguran, bayi lahir

belum cukup umur, dan janin mati dalam

kandungan (Widatiningsih & Dewi, 2017).

(4) Payah jantung

Bahaya yang dapat terjadi yaitu payah jantung

bertambah berat, kelahiran premature.

Penyakit jantung memberi pengaruh tidak baik

kepada kehamilan dan janin dalam

kandungan. Apabila ibu menderita hipoksia

dan sianosis, hasil konsepsi dapat menderita

pula dan mati, yang kemudian disusul oleh

abortus.

(5) Diabetes mellitus

Ibu pernah mengalami beberapa kali kelahiran

bayi yang besar, pernah mengalami kematian

janin dalam rahim pada kehamilan minggu –

minggu terakhir dan ditemukan glukosa dalam

air seni. Bahaya yang dapat terjadi yaitu

persalinan premature, hidramnion, kelainan

bawaan, makrosomia, kematian janin 16 dalam

kandungan sesudah kehamilan ke-36,


kematian bayi perinatal (bayi lahir hidup

kemudian mati < 7 hari). Selain itu dalam

kehamilan diabetes dapat menimbulkan

preeklamsia, kelainan letak janin, dan

insufiensi plasenta (Widatiningsih & Dewi,

2017).

(6) Human Immunodeficiency Virus/ Acquired

Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS)

Bahaya yang dapat terjadi yaitu gangguan

pada sistem kekebalan tubuh dan ibu hamil

muda terkena infeksi. Kehamilan

memperburuk progesivitas infeksi HIV. Bahaya

HIV pada kehamilan adalah pertumbuhan intra

uterin terhambat dan berat lahir rendah, serta

peningkatan risiko prematur (Widatiningsih &

Dewi, 2017).

(7) Toksoplasmosis

Toksoplasmosis penularan melalui makanan

mentah atau kurang masak, yang tercemar

kotoran kucing yang terinfeksi. Bahya yang

dapat terjadi yaitu infeksi pada kehamilan

muda menyebabkan abortus, infeksi pada


kehamilan lanjut menyebabkan kongenital dan

hidrosefalus.

(8) Preeklamsia ringan

Tanda – tandanya yaitu edema pada tungkai

dan muka karena penumpukan cairan disela –

sela jaringan tubuh, tekanan darah tinggi,

dalam urin terdapat proteinuria, sedikit

bengkak pada tungkai bawah atau kaki pada

kehamilan 6 bulan keatas mungkin masih

normal karena tungkai banyak digantung atau

kekurangan vitamin b1. Bahaya bagi janin dan

ibu yaitu menyebabkan gangguan

pertumbuhan janin, dan janin mati dalam

kandungan 42 minggu dimana fungsi dari

jaringan uri dan pembuluh darah menurun.

Dampaknya dapat menyebabkan distosia

karena aksi uterus tidak terkoordinir, janin

besar, dan 18 moulding (moulase) kepala

kurang sehingga sering dijumpai partus lama,

kesalahan letak, insersia uteri, distosia bahu,

dan perdarahan pasca persalinan.

(9) Letak sungsang Letak sungsang adalah

kehamilan tua (hamil 8-9 bulan), letak janin


dalam rahim dengan kepala diatas dan bokong

atau kaki dibawah. Bahaya yang dapat terjadi

yaitu bayi lahir dengan gawat napas yang

berat dan bayi dapat mati (Widatiningsih &

Dewi, 2017). 7) Letak lintang Kelainan letak

janin didalam rahim pada kehamilan tua (hamil

8-9 bulan), kepala ada di samping kanan atau

kiri dalam rahim ibu. Bayi letak lintang tidak

dapat lahir melalui jalan lahir biasa, karena

sumbu tubuh janin melintang terhadap sumbu

tubuh ibu. Bahaya yang dapat terjadi pada

kelainan letak lintang yaitu pada persalinan

yang tidak di tangani dengan benar, dapat

terjadi robekan rahim. Akibatnya adalah

perdarahan yang mengakibatkan anemia

berat, infeksi, ibu syok dan dapat

menyebabkan kematian ibu dan janin.

b) Hamil kembar

Kehamilan kembar adalah kehamilan dengan dua

janin atau lebih. Rahim ibu membesar dan menekan

organ dalam dan menyebabkan keluhan – keluhan

seperti sesak nafas, edema kedua bibir kemaluan

dan tungkai, varises, dan haemorrhoid. Bahaya yang


dapat terjadi yaitu keracunan kehamilan, hidramnion,

anemia, persalinan premature, kelainan letak,

persalinan sukar, dan perdarahan saat persalinan.

c) Hindramnion atau Hamil kembar air

Hidramnion adalah kehamilan dengan jumlah cairan

amnion lebih dari 2 liter, dan biasanya Nampak pada

trimester III, dapat terjadi perlahan – lahan atau

sangat cepat. Bahaya yang dapat terjadi yaitu

keracunan kehamilan, cacat bawaan pada bayi,

kelainan letak, persalinan premature, dan

perdarahan pasca persalinan.

d) Janin mati dalam rahim atau intrauterine fetal death

(IUFD)

Keluhan yang dirasakan yaitu tidak terasa gerakan

janin, perut terasa mengecil, dan payudara mengecil.

Pada kehamilan normal gerakan janin dapat

dirasakan pada umur kehamilan 4-5 bulan. Bila

Gerakan janin berkurang, melemah, atau tidak

bergerak sama sekali dalam 12 jam, kehidupan janin

mungkin terancam. Bahaya yang dapat terjadi pada

ibu dengan janin mati dalam rahim yaitu gangguan

pembekuan darah ibu, disebabkan dari jaringan –

jaringan mati yang masuk ke dalam darah ibu.


e) Hamil serotinus/hamil lebih bulan

Hamil serotinus adalah ibu dengan usia kehamilan

>42 minggu dimana fungsi dari jaringan uri dan

pembuluh darah menurun. Dampaknya dapat

menyebabkan distosia karena aksi uterus tidak

terkoordinir, janin besar, dan moulding (moulase)

kepala kurang sehingga sering dijumpai partus lama,

kesalahan letak, insersia uteri, distosia bahu, dan

perdarahan pasca persalinan.

f) Letak sungsang

Letak sungsang adalah kehamilan tua (hamil 8-

9bulan), letak janin dalam rahim dengan kepala

diatas dan bokong atau kaki dibawah. Bahaya yang

dapat terjadi yaitu bayi lahir dengan gawat napas

yang berat dan bayi dapat mati (Widatiningsih &

Dewi, 2017).

g) Letak lintang

Kelainan letak janin didalam rahim pada kehamilan

tua (hamil 8-9 bulan), kepala ada di samping kanan

atau kiri dalam rahim ibu. Bayi letak lintang tidak

dapat lahir melalui jalan lahir biasa, karena sumbu

tubuh janin melintang terhadap sumbu tubuh ibu.

Bahaya yang dapat terjadi pada kelainan letak


lintang yaitu pada persalinan yang tidak di tangani

dengan benar, dapat terjadi robekan rahim.

Akibatnya adalah perdarahan yang mengakibatkan

anemia berat, infeksi, ibu syok dan dapat

menyebabkan kematian ibu dan janin.

3) Kelompok III

Ada Gawat Darurat Obstetrik (AGDO), ada 2 faktor

resiko. Ada gawat darurat obstetric adalah adanya

ancaman nyawa pada ibu dan bayinya menurut

Widatiningsih dan Dewi (2017), terdiri dari :

a) Perdarahan pada saat kehamilan

Perdarahan antepartum adalah perdarahan sebelum

persalinan atau perdarahan terjadi sebelum

kelahiran bayi. Tiap perdarahan keluar dari liang

senggama pada ibu hamil setelah 28 minggu,

disebut perdarahan antepartum. Perdarahan

antepartum haru dapat perhatian penuh, karena

merupakan tanda bahaya yang dapat mengancam

nyawa ibu dan janinnya, perdarahan dapat keluar

sedikit – sedikit tapi terus menerus, lama kelamaan

ibu menderita anemia berat atau sekaligus banyak

yang menyebabkan ibu syok dan bayi dapat

mengalami kelahiran premature sampai kematian


janin karena asfiksia. Perdarahan dapat terjadi pada

plasenta previa dan solusio plasenta. Biasanya

disebabkan karena trauma atau kecelakaan dan

tekanan darah tinggi atau pre-eklamsia sehingga

terjadi perdarahan pada tempat melekat plasenta

yang menyebabkan adanya penumpukan darah

beku dibelakang plasenta.

b) Preeklamsia berat dan Eklamsia

Preeklamsia berat terjadi bila ibu dengan

preeklamsia ringan tidak dirawat dan ditangani

dengan benar. Preeklamsia berat dapat

mengakibatkan kejang – kejang atau ekamlsia.

Bahaya yang dapat terjadi yaitu ibu dapat tidak

sadar (koma) sampai meninggal.

d. Bahaya kehamilan Risiko Tinggi

Dampak yang dapat ditimbulkan akibat ibu hamil dengan risiko

tinggi sendiri dapat berdampak antara lain :

1) Dampak Kehamilan Berisiko bagi Ibu

Dampak fisik menurut Prawiroharjo (2011), dampak

kehamilan berisiko bagi ibu secara fisik adalah sebagai

berikut:

a) Keguguran (abortus)
Keguguran merupakan penghentian kehamilan

sebelum janin dapat hidup. Keguguran dini terjadi

sebelum usia kehamilan 12 minggu dan keguguran

tahap lanjut terjadi antara usia kehamilan 12 minggu-

20 minggu.

b) Partus macet

Partus macet merupakan pola persalinan yang

abnormal dimana terjadi fase laten dan fase aktif

memanjang/melambat bahkan berhenti ditandai

dengan berhentinya dilatasi serviks atau penurunan

janin secara total atau keduanya.

c) Perdarahan ante partum dan post partum

Perdarahan antepartum merupakan perdarahan yang

terjadi setelah kehamilan 28 minggu. Biasanya lebih

banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan

kehamilan sebelum 28 minggu. Perdarahan

postpartum merupakan perdarahan lebih dari 500-

6000 ml dalam waktu 24 jam setelah bayi lahir.

Menurut waktu terjadinya perdarahan postpartum

dibedakan menjadi dua, yaitu:

 Perdarahan postpartum primer (early postpartum

hemorrhage) terjadi dalam 24 jam setelah anak

lahir.
 Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum

hemorrhage) terjadi setelah 24 jam kelahiran,

antara hari ke 5 sampai hari ke 25 postpartum

d) Intra Uterine Fetal Death (IUFD)

Intra Uterine Fetal Death (IUFD) merupakan kematian

janin dalam rahim sebelum terjadi proses persalinan,

usia kehamilan 28 minggu keatas atau berat janin

1000 gram dapat juga mengakibatkan kelahiran mati.

Ibu yang mengalami kehamilan berisiko menyebabkan

meningkatnya faktor risiko terjadinya Intra Uterine

Fetal Death (IUFD). Bila janin dalam kandungan tidak

segera dikeluarkan selama lebih dari 4 minggu dapat

menyebabkan terjadinya kelainan darah

(hipofibrinogemia) yang lebih besar.

e) Keracunan dalam kehamilan (Pre eklamsia) & kejang

(Eklamsia)

Preeklamsia adalah keracunan pada kehamilan yang

biasanya terjadi pada trimester ketiga kehamilan atau

bisa juga muncul pada trimester kedua. Preeklamsia

serta gangguan tekanan darah lainnya merupakan

kasus yang menimpa setidaknya lima hingga delapan

persen dari seluruh kehamilan. Dua penyakit ini pun

tercatat sebagai penyebab utama kematian serta


penyakit pada bayi dan ibu hamil di seluruh dunia. Dan

di Indonesia 3 kematian ibu terbesar salah satunya

disebabkan oleh preeklamsia/ eklampsia.

2) Dampak Kehamilan Berisiko bagi Janin

Menurut Prawiroharjo (2011), dampak kehamilan berisiko

bagi janin adalah sebagai berikut:

a) Bayi lahir belum cukup bulan

Bayi lahir belum cukup bulan dapat disebut bayi

preterm maupun bayi prematur. Bayi Preterm

merupakan bayi yang lahir pada usia kehamilan

kurang dari 37 minggu, tanpa memperhatikan berat

badan lahir. Hal ini dapat disebabakan oleh faktor

maternal seperti toksemia, hipertensi, malnutrisi

maupun penyakit penyerta lainnya.

b) Bayi lahir dengan Bayi berat lahir rendah (BBLR)

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan

berat lahir kurang dari 2500gram tanpa memandang

masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang

ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir. Penyebab

paling besar lahirnya bayi Bayi berat lahir rendah

(BBLR) adalah masalah selama kehamilan pada ibu,

dapat berupa penyakit penyerta pada ibu, kurang

nutrisi, maupun usia ibu.


e. Skor Poedji Rochjati

Skor poedji rochjati ini memiliki beberapa fungsi bagi

ibu hamil dan tenaga Kesehatan. Bagi ibu hamil dapat

digunakan sebagai Komunikasi Informasi Edukasi (KIE)

karena skor mudah diterima, biaya, dan transportasi ke

rumah sakit untuk mendapatkan penanganan yang adekuat.

Bagi tenaga Kesehatan dapat digunakan sebagai Early

Warning Sign (tanda peringatan dini) agar lebih waspada.

Semakin tinggi skor, mkaa dibutuhkan penilian kritis/

pertimbangan klinis dan penanganan yang lebih intensif

(Widatiningsih & Dewi, 2017).

f. Pencegahan Kehamilan Risiko Tinggi

Pencegahan terjadinya kehamilan risiko tinggi menurut

Widatiningsih dan Dewi (2017) dapat dijabarkan sebagai

berikut:

1) Penyuluhan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) untuk

kehamilan dan persalinan aman tentang :

a) Kehamilan Risiko Rendah (KRR), tempat persalinan

dapat dilakukan di rumah maupun di polindes, tetapi


penolong persalinan harus bidan, dukun membantu

perawatan nifas bagi ibu dan bayinya.

b) Kehamilan Risiko Tinggi (KRT), memberi penyuluhan

agar pertolongan persalinan oleh bidan atau dokter

puskesmas, dipolindes atau puskesmas (PKM), atau

langsung dirujuk ke rumah sakit, misalnya pada letak

lintang dan ibu hamil pertama (primi) dengan tinggi

badan rendah.

c) Kehamilan Risiko Sangat Tinggi (KRST), diberi

penyuluhan dirujuk untuk melahirkan di rumah sakit

dengan alat lengkap dan di bawah pengawasan

dokter spesialis.

2) Pengawasan Antenatal

Memberikan manfaat dengan ditemukannya berbagai

kelainan yang menyertai kehamilan secara dini,

sehiingga dapat diperhitungkan dan dipersiapkan

langkah – langkah dalam pertolongan persalinannya,

seperti:

a) Mengenal dan menangani sedini mungkin penyulit

yang terdapat saat kehamilan, saat persalinan, dan

kala nifas.

b) Mengenal dan menangani penyakit yang menyertai

kehamilan, persalinan, dan kala nifas.


c) Memberikan nasihat dan petunjuk yang berkaitan

dengan kehamilan, persalinan, kala nifas, laktasi, dan

aspek keluarga berencana.

d) Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan

perinatal

3) Pendidikan Kesehatan

Pendidikan Kesehatan yang dapat diberikan kepada

ibu, yaitu sebagai berikut:

a) Diet dan pengawasan berat badan. Kekurangan atau

kelebihan nutrisi dapat menyebabkan kelainan yang

tidak diinginkan pada wanita hamil. Kekurangan

nutrisi dapat menyebabkan anemia, partus rematur,

abortus, dan lain – lain, sedangkan kelebihan nutrisi

dapat menyebabkan preeklamsia, bayi terlalu besar,

dan lain – lain.

b) Pada saat hamil, bukan merupakan halangan untuk

melakukan hubungan seksual. Umumnya hubungan

seksual diperbolehkan pada masa kehamilan jika

dilakukan dengan hati – hati.

c) Kebersihan dan pakaian. Kebersihan harus selalu

dijaga pada masa hamil, pakaian harus longgar,

bersih, dan mudah dipakai, memakai sepatu dengan

tumit 24 yang tidak terlalu tinggi, memakai kutang


yang menyokong payudara, dan pakaian dalam

selalu bersih.

d) Perawatan gigi. Wanita hamil pada trimester I

mengalami mual dan muntah (morning sickness).

Keadaan ini menyebabkan perawatan gigi yang tidak

diperhatikan dengan baik, sehingga timbul karies gigi,

ginggivitis, dan sebagainya.

e) Perawatan payudara. Perawatan payudara ini

bertujuan memelihara hyigiene payudara,

melenturkan/menguatkan putting susu, dan

mengeluarkan putting susu yang datar atau masuk ke

dalam.

f) Imunisasi Tetanus Toksoid (TT). Imunisasi untuk

melindungi janinnyang akan dilahirkan terhadap

tetanus neonatorum.

g) Wanita pekerja. Wanita hamil boleh bekerja tetapi

jangan terlampau berat. Melakukan istirahat

sebanyak mungkin. Menurut undang – undang

perburuhan, wanita hamil berhak mendapat cuti hamil

satu setengah bulan sebelum bersalin atau satu

setengah bulan setelah bersalin.

h) Merokok, minum alkohol dan kecanduan narkotik.

Ketiga kebiasaan ini secara langsung dapat


mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan

janin dan menimbulkan kelahiran dengan berat badan

lebih rendah, atau mudah mengalami abortus dan

partus prematurus, dapat menimbulkan cacat bawaan

atau kelainan pertumbuhan dan perkembangan

mental.

i) Obat – obatan. Pengobatan penyakit saat hamil harus

memperhatikan apakah obat tersebut tidak

berpengaruh terhadap tumbuh kembang janin.

g. Penatalaksanaan Kehamilan

Risiko Tinggi Kehamilan risiko tinggi dapat dicegah

dengan pemeriksaan dan pengawasan kehamilan

yaitu deteksi dini ibu hamil risiko tinggi yang lebih

difokuskan pada keadaan yang menyebabkan

kematian ibu dan bayi. Pengawasan antenatal

menyertai kehamilan secara dini, sehingga dapat

diperhitungkan dan dipersiapkan langkah-langkah

dan persiapan persalinan. Anjurkan setiap ibu hamil

untuk melakukan kunjungan antenatal komprehensif

yang berkualitas minimal 6 kali dengan 1 kali pada

trimester 1, 2 kali pada trimester II dan 3 kali pada

trimester III, termasuk 2 kali pemeriksaan oleh

dokter/dokter spesialis
h. Deteksi Dini Kehamilan Risiko Tinggi

Deteksi dini adalah upaya penjaringan dan

penyaringan yang dilaksanakan untuk menemukan

penyimpangan secepat mungkin. Deteksi dini

kehamilan risiko tinggi adalah upaya penjaringan dan

penyaringan yang dilaksanakan untuk menemukan

gejala kehamilan risiko tinggi sejak awal. Hal-hal yang

termasuk dalam deteksi dini kehamilan risiko tinggi,

yaitu usia ibu hamil kurang dari 20 tahun, usia ibu

hamil lebih dari 35 tahun, jumlah anak 3 orang atau

lebih, Jarak kelahiran kurang dari 2 tahun Ibu dengan

tinggi badan kurang dari 145 cm, Ibu dengan berat

badan < 45 kg sebelum kehamilan, Ibu dengan lingkar

lengan atas < 23,5 cm, Riwayat kehamilan dan

persalinan sebelumnya (perdarahan, kejangkejang,

demam tinggi, persalinan lama, melahirkan dengan

cara operasi, dan bayi lahir mati).

B. Partus Prematurus Iminens

a. Definisi Partus Prematurus Iminens (PPI)

Partus Prematurus Iminens (PPI) adalah ancaman pada

kehamilan dimana timbulnya tanda-tanda persalinan pada usia

kehamilan (20 minggu37 minggu) dan berat badan lahir bayi


kurang dari 2500 gr (Mahran Nisa & Dewi Puspitasari, 2020).

Kelahiran prematur merupakan masalah yang terjadi dengan

prevalensi tinggi di dunia dan menjadi tantangan bagi seluruh

dokter khususnya dokter kandungan untuk mengetahui

penyebab dan pencegahan kelahiran premature (Arya et al.,

2020). Menurut Widiana et al., (2019) Partus Prematurus

Imminens (PPI) atau ancaman kelahiran prematur merupakan

adanya kontraksi uterus disertai dengan perubahan serviks

berupa dilatasi dan effacement sebelum 37 minggu usia

kehamilan serta dapat menyebabkan kelahiran premature.

b. Etiologi dan Faktor resiko Partus Prematurus Iminens (PPI)

Ada beberapa faktor resiko menurut Panada et al., (2022)

yang dapat dikaitkan dengan sebab terjadinya kelahiran

premature yaitu :

1) Riwayat kelahiran

2) Premature

3) Berat badan kurang atau obseitas

4) Diabetes

5) Hipertensi

6) Merokok

7) Infeksi

8) Usia ibu

9) Genetika
10)Kehamilan multi-janin

11) Jarak kehamilan yang terlalu berdekatan

12)Gangguan plasenta, dan kpd premature.

Menurut andalas et al., (2018) faktor risiko yang berperan

pada persalinan preterm antara lain, yaitu: kehamilan multipel,

polihidramnion, anomali uterus, dilatasi serviks 2 cm pada

kehamilan 32 minggu, riwayat abortus 2 kali atau lebih pada

trimester kedua, riwayat persalinan preterm sebelumnya,

riwayat menjalani prosedur operasi pada serviks (cone biopsy,

loop electrosurgical excision procedure), penggunaan cocaine

atau amphetamine, serviks mendatar/memendek kurang dari 1

cm pada kehamilan 32 minggu, operasi besar pada abdomen

setelah trimester pertama.

c. Tanda dan Gejala Partus Prematurus Iminens (PPI)

Menurut Widiana et al., (2019) Partus prematurus iminen

ditandai dengan: Kontraksi uterus ada rasa sakit ataupun tidak,

Panggul terasa berat, Kejang uterus yang mirip dismenorea,

Keluarnya cairan dari pervaginam, Nyeri punggung.

Menurut Danar et al., (2022) jika proses persalinan

berkelanjutan akan terjadi tanda klinik sebagai berikut :

1) Kontraksi berlangsung sekitar 4 kali per 20 menit atau 8 kali

dalam satu jam.


2) Terjadi perubahan progresif serviks seperti pembukaan lebih

dari 1cm, perlunakan sekitar 75-80 % bahkan terjadi

penipisan serviks.

3) Terjadi HIS tetapi pembukaan tak lebih dari 4 cm.

d. Patofisiologi Partus Prematurus Iminens (PPI)

Persalinan prematur menunjukkan adanya kegagalan

mekanisme yang bertanggung jawab untuk mempertahankan

kondisi tenang uterus selama kehamilan atau adanya gangguan

yang menyebabkan singkatnya kehamilan atau membebani jalur

persalinanan normal sehingga memicu dimulainya proses

persalinan secara dini. Terdapat empat mekanisme terjadinya

kelahiran preterm, yaitu pertama adanya pertama adanya

hipothalamic-pituitary-adrenal axis dari janin dan ibu.

Mekanisme ini terjadi karena stres fetomaternal yang

merangsang pelepasan corticotropin realising hormone (CRH)

yang mengakibatkan perubahan regulasi hormon estrogen dan

progesteron. Kedua adalah inflamasi sistemik atau inflamasi

pada desidua dan korioamnion. Mekanisme ini mendukung

kejadian infeksi sebagai penyebab kelahiran preterm. Ketiga

adalah perdarahan desidua yang menyebabkan solusio

plasenta dan keempat adalah distensi uterus yang patologis

seperti kehamilan ganda, polihidramnion dan kelainan uterus


(Yuanita, 2021). Akibat dari persalinan prematur berdampak

pada janin dan pada ibu. Pada janin, menyebabkan kelahiran

yang belum pada waktunya sehingga terjailah imaturitas

jaringan pada janin. Salah satu dampaknya terjdilah maturitas

paru yang menyebabkan resiko cidera pada janin. Sedangkan

pada ibu, resiko tinggi pada kesehatan yang menyebabkan

ansietas dan kurangnya informasi tentang kehamilan

mengakibatkan kurangnya pengetahuan untuk merawat dan

menjaga kesehatan saat kehamilan.

e. Pemeriksaan Penunjang Partus Prematurus Iminens (PPI)

Menurut Mustika & Minata, (2021) dan Yuanita, (2021)

pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah sebagai

berikut :

1) Laboratorium

a. Pemeriksaan kultur urine

b. Pemeriksaan gas dan pH darah janin

c. Pemeriksaan darah tepi ibu : jumlah leukosit

d. C-reactive protein. CRP ada pada serum penderita

infeksi akut dan dideteksi berdasarkan kemampuannya

untuk mempresipitasi fraksi polisakarida somatik non

spesifik kuman pneumococcus yang disebut fraksi C.

CRP, dibentuk di hepatosit sebagai reaksi terhadap IL-1,

IL-6, TNF.
2) Amniosintesis : hitung leukosit, pewarnaan Gram bakteri (+)

pasti amnionitis, kultur, kadar IL-1, IL-6, kadar glukosa cairan

amnion

3) Pemeriksaan ultrasonografi

a. Oligohidramnion : berhubungan dengan korioamnionitis

dan koloni bakteri pada amnion.

b. Penipisan serviks : bila ketebalan serviks < 3 cm (USG),

dapat dipastikan akan terjadi persalinan preterm.

c. Kardiotokografi : kesejahteraan janin, frekuensi dan

kekuatan kontraksi

d. Sonografi seviks transperineal dapat menghindari

manipulasi intravagina terutama pada kasus KPD dan

plasenta previa.

f. Penatalaksanaan medis dan keperawatan Partus

Prematurus Iminens (PPI)

Penatalaksanaan medis partus premature imminiens menurut

Yulinda, (2018) yaitu:

1) Tatalaksana Umum

Tatalaksana Umum mencakup pemberian tokolitik,

kortikosteroid, dan antiboitika profilaksis. Namun beberapa

kasus memerlukanpenyesuaian.
2) Tatalaksana Khusus

Jika ditemui salah satu dari keadaan berikut ini, tokolitik tidak

perlu diberikan dan bayi dilahirkan secara pervaginam atau

perabdominam sesuai kondisi kehamilan :

a. Usia kehamilan dibawah 24 dan diatas 34 minggu

b. Pembukaan > 3 cm

c. Ada tanda infeksi intrauterin, preeklamsia, atau

perdarahan aktif

d. Ada gawat janin

e. Janin meninggal atau adannya kelainan kongenital yang

kemungkinan hidupnya kecil

f. Bila kondisi seperti diatas di rujuk RS

Lakukan terapi konservatif (ekspektan) dengan tokolitik,

kortikosteron, dan antibiotika jika syarat ini terpenuhi :

a. Umur kehamilan antara 24-34 minggu

b. Dilatasi servick kurang dari 3 cm

c. Tidak ada infeksi intrauterin, preeklamsia, atau

perdarahan aktif

d. Tidak ada gawat janin

Tokolitik hanya diberikan pada 48 jam pertama untuk

memberikan kesempatan pemberian kortikosteroid. Obat –

obat tokolitik yang digunakan adalah :

1. Nifedipin : 3 x 10 mg per oral


2. Salbutamol : dosis awal 10 mg IV dalam 1 liter cairan

infus 10 tetes/menit. Jika kontraksi masih ada, naikkan

kecepatan 10 tetes/menit setiap 30 menit sampai

kontraksi berhenti / denyut nadi > 120/menit kemudian

dosis dipertahankan hingga 12 jam setelah kontraksi

hilang.

Berikan kortikosteroid untuk pematangan paru janin. Obat

pilihannya adalah :

a. Deksametasone 6 mg IM setiap 12 jam sebanyak 4 kali

b. Betametasone 12 mg setiap 24 jam sebanyak 2 kali

Pilihan antibiotika diberikan untuk persalinan preterm adalah:

1. Ampisilin : 2 g IV setiap 6 jam

2. Penisilin G 2 juta unit IV setiap 6 jam

3. Klindamisin : 3 x 300 mg PO (jika terjadi terhadap

penisilin) Antibiotika yang diberikan jika persalinan

preterm disertai dengan ketuban pecah dini adalah

eritromisin 4x 400 mg per oral. Bila dalam observasi

pemberian tokolitik masih ada kontraksi atau ada tanda

persalinan segera rujuk RS.

Penatalaksanaan keperawatan pada partus premature

imminiens menurut Yulinda, (2018) yaitu:

1) Anjurkan di rawat rumah sakit dengan tirah baring


2) Lakukan pemeriksaan usia kehamilan, tanda-tanda vital,

kondisi janin, letak plasenta, periksa DJJ, periksa dalam.

g. Komplikasi Partus Prematur Imminiens (PPI)

Menurut Drastita et al., (2022) komplikasi partus prematurus

iminens yang terjadi pada ibu adalah terjadinya persalinan

prematur yang dapat menyebabkan infeksi endometrium

sehingga mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan

luka episiotomi. Sedangkan pada bayi prematur memiliki resiko

infeksi neonatal lebih tinggi seperti resiko distress pernafasan,

sepsis neonatal, necrotizing enterocolitis dan perdarahan

intraventikuler. Menurut Yuanita, (2021) terdapa tpaling sedikit

enam bahaya utama yang mengancam neonatus prematur,

yaitu gangguan respirasi, gagal jantung kongestif, perdarahan

intraventrikel dan kelainan neurologik, hiperilirubinemia, sepsis

dan kesulitan makan.

C. Intra Uterine Growth Restriction (IUGR)

a. Pengertian

IUGR atau Intrauterine Growth Restriction adalah istilah

yang digunakan untuk menjelaskan suatu kondisi dimana janin

lebih kecil dari yang diharapkan untuk jumlah bulan kehamilan.

Pertumbuh kembangan bayi terjadi sangat lambat dan tidak sesuai

dengan usia kehamilan seharusnya (Arantika, 2019)


Pertumbuhan janin terhambat ditentukan bila berat janin

kurang dari 10% dari berat yang harus dicapai pada usia kehamilan

tertentu. Biasanya perkembangan yang terhambat diketahui setelah

2 minggu tidak ada pertumbuhan (Prawirohardjo, 2016).

Dahulu PJT disebut sebagai Intrauterine Growth Retardation

(IUGR), tetapi istilah retardation kiranya tidak tepat. Tidak semua

PJT adalah hipoksik atau patologik karena ada 25-60% yang

berkaitan dengan konstitusi etnik dan besar orang tua

(Prawirohardjo, 2016). Bayi PJT (pertumbuhan janin terhambat)

atau IUGR (intrauterine growth restriction) sering disamakan

dengan bayi SGA (small for gestational age) (Obsgin, 2014).

Namun, dalam jurnal pedoman nasional pelayanan

kedokteran, pertumbuhan janin terhambat (PJT) tidaklah sama

dengan janin KMK atau SGA. Beberapa PJT adalah janin KMK,

sementara 50-70% janin KMK adalah janin konstitusional kecil

dengan pertumbuhan janin yang sesuai dengan ukuran dan etnis

ibu. Pertumbuhan janin terhambat menunjukkan terhambatnya

potensi pertumbuhan secara genetik yang patologis, sehingga

didapatkan adanya bukti-bukti gangguan pada janin seperti

gambaran doppler yang abnormal, dan berkurangnya volume

cairan ketuban. Dengan demikian, PJT adalah ketidakmampuan

janin mempertahankan pertumbuhan yang diharapkan sesuai


dengan kurva pertumbuhan yang telah terstandarisasi dengan atau

tanpa adanya KMK (RCOG, 2014)

b. Epidemiologi Pertumbuhan Janin Terhambat

Penyebab kematian perinatal cenderung meningkat

sepertiga dari seluruh kasus bayi dengan berat badan lahir < 2500

gram mengalami PJT, dimana hampir 4–8% bayi yang lahir ini

berasal dari negara berkembang dan 6–30% bayi yang lahir

dikategorikan dengan PJT. PJT merupakan 10% komplikasi dari

seluruh kehamilan, dimana hal ini berhubungan dengan angka

kematian perinatal yaitu 6 sampai 10 kali lebih tinggi dibanding bayi

dengan pertumbuhan yang normal dan merupakan penyebab

kedua terpenting kematian perinatal setelah persalinan

prematuritas (Herliza, 2017).

c. Etiologi

1) Faktor maternal

a) Usia (terlalu muda beresiko PJT, sedangkan terlalu tua

beresiko BBLR)

b) Status sosio-ekonomi yang rendah

c) Lingkungan (paparan rokok, tinggal di dataran tinggi)

d) Berat badan maternal (peningkatan berat badan yang

rendah selama kehamilan) - Kondisi sistemik maternal

(hipertensi kronik, preeklampsia, diabetes pregestasional,

CKD, SLE) (Murki S at.al., 2014; Suhag A at.al., 2013).


2) Faktor fetus

a) Genetik (trisomy 21, 18, 13, 16, sindrom turner)

b) Malformasi kongenital (kelainan jantung bawaan, hernia

diafragmatika, defek dinding perut (omphalocele,

gastroschisis), agenesis/dysplasia ginjal, anencephaly)

c) Infeksi (TORCH, HIV, sifilis, malaria)

d) Kehamilan multiple (Suhag A at.al., 2013).

3) Faktor plasenta

a) Plasenta previa

b) Abrupsio plasenta

c) Plasenta akreta

d) Infark plasenta

e) Kelainan vili fetus

f) Circumvallatae placenta

g) Hemangioma plasenta (Suhag A et.al., 2013)

d. Patofisiologi

Pada kelainan sirkulasi uteroplasenta akibat dari perkembangan

plasenta yang abnormal, pasokan oksigen, masukan nutrisi, dan

pengeluaran hasil metabolik menjadi abnormal, janin menjadi kekurangan

oksigen dan nutrisi pada trimester akhir, sehingga timbul PJT yang

asimetrik yaitu lingkar perut yang jauh lebih kecil daripada lingkar kepala.

Pada keadaan yang parah mungkin akan terjadi kerusakan tingkat seluler

berupa kelainan nukleus dan mitokondria (Prawirohardjo, 2016).


Pada keadaan hipoksia, produksi radikal bebas di plasenta

menjadi sangat banyak dan antioksidan yang relatif kurang (misalnya

preeklampsia) akan menjadi lebih parah. Soothil dan kawan-kawan

(1987) telah melakukan pemeriksaan gas darah pada PJT yang parah

yang menemukan asidosis dan hiperkapnia, hipoglikemia, dan

eritroblastosis. Kematian pada jenis asimetrik lebih parah jika

dibandingkan dengan simetrik (Prawirohardjo, 2016).

e. Faktor Risiko

Beberapa faktor resiko PJT antara lain lingkungan sosio-

ekonomi rendah, adanya riwayat PJT dalam keluarga, riwayat

obstetrik yang buruk, dan berat badan sebelum dan selama

kehamilan yang rendah. Ada beberapa faktor resiko yang dapat

dideteksi sebelum kehamilan antara lain riwayat PJT sebelumnya,

riwayat penyakit kronis, riwayat antiphospholipid syndrome (APS),

indeks massa tubuh yang rendah, dan keadaan hipoksia maternal.

Sedangkan faktor resiko yang dapat dideteksi selama kehamilan

antara lain peningkatan kadar hCG, riwayat minum jenis obat-

obatan tertentu seperti coumarin dan hydantoin, perdarahan

pervaginam, kelainan plasenta, partus prematur, kehamilan ganda,

dan kurangnya penambahan berat badan selama kehamilan

(POGI, 2016).

f. Klasifikasi

Pertumbuhan janin terhambat dapat diklasifikasikan menjadi

simetris dan asimetris. PJT simetris adalah janin yang secara


proporsional berukuran badan kecil. Gangguan pertumbuhan janin

terjadi sebelum umur kehamilan 20 minggu yang sering disebabkan

oleh kelainan kromosom atau infeksi. Sedangkan PJT asimetris

adalah janin yang berukuran badan tidak proporsional, gangguan

pertumbuhan janin terjadi pada kehamilan trimester III, sering

disebabkan oleh insufisiensi plasenta.

Jika faktor yang menghambat pertumbuhan terjadi pada

awal kehamilan yaitu saat fase hiperplasia (biasanya akibat

kelainan kromosom atau infeksi), akan menyebabkan PJT yang

simetris. Jumlah sel berkurang dan secara permanen akan

menghambat pertumbuhan janin. Penampilan klinis berupa proporsi

tubuh yang tampak normal karena berat dan panjang sama-sama

terganggu, sehingga indeks ponderal normal. Sementara itu, jika

faktor yang menghambat pertumbuhan terjadi pada saat kehamilan

lanjut, yaitu saat fase hipertrofi (biasanya akibat gangguan fungsi

plasenta, misal pada preeklampsia), akan menyebabkan ukuran sel

berkurang, menyebabkan PJT asimetris. Lingkaran perut kecil,

skeletal dan kepala normal, dan indeks ponderal abnormal (POGI,

2016).

g. Diagnosis

Beberapa kriteria yang dapat dipakai sebagai diagnosis PJT,

yaitu sebagai berikut (RCOG, 2014).


1) Palpasi abdomen; akurasinya terbatas namun dapat mendeteksi

janin KMK sebesar 30%, sehingga tidak boleh rutin digunakan

dan perlu tambahan pemeriksaan biometri janin.

2) Mengukur tinggi fundus uteri (TFU); akurasinya terbatas untuk

mendeteksi janin KMK, sensitifitas 56%-86%, spesifitas 80%-

93%. Dianjurkan pada kehamilan di atas usia 24 minggu.

3) Taksiran berat janin (TBJ) dan abdominal circumference (AC);

metode ini lebih akurat untuk mendiagnosis KMK. Pada

kehamilan risiko tinggi dengan AC<10 persentil memiliki

sensitifitas 72,9%- 94,5% dan spesifitas 50,6%-83,8% untuk

mendiagnosis KMK. d. Mengukur indeks cairan amnion (ICA),

doppler, kardiotokografi (KTG) dan profil biofisik; metode

tersebut bersifat lemah dalam mendiagnosis PJT. Metaanalisis

menunjukkan bahwa ICA antepartum <5 cm meningkatkan

angka bedah sesar atas indikasi gawat janin. ICA dilakukan

setiap 2 minggu atau 2 kali seminggu tergantung berat

ringannya PJT. USG Doppler pada arteri uterina memiliki

akurasi yang terbatas untuk memprediksi PJT dan kematian

perinatal.

Beberapa indikator yang dapat dipakai untuk meramalkan

terjadinya PJT, sebagai berikut (MUHC Guidelines) :

1) Gerak janin berkurang

2) TFU <3 cm TFU normal sesuai usia kehamilan


3) Pertambahan berat badan < 5 kg pada faktor kehamilan 24

minggu atau <8 kg pada usia kehamilan 32 minggu (untuk ibu

dengan BMI <30

4) Taksiran berat janin 1 <10 percentil

5) HC/AC >1

6) Volume cairan ketuban berkurang (ICA < 5 cm cairan amnion

kantung tunggal terdalam < 2 cm)

h. Komplikasi

PJT merupakan 10% komplikasi dari seluruh kehamilan

dimana hal ini berhubungan dengan angka kematian perinatal yaitu

6 sampai 10 kali lebih tinggi dibanding bayi dengan pertumbuhan

yang normal dan merupakan penyebab kedua terpenting kematian

perinatal setelah persalinan prematuritas (Cunningham et al.,

2014).

Komplikasi yang dapat timbul dari hambatan perkembangan

janin intrauterin adalah sebagai berikut:

1) Hipoksia: asfiksia perinatal, hipertensi pulmonal persisten,

aspirasi mekonium.

2) Termoregulasi: hipotermia karena jumlah lemak subkutan sedikit

dan peningkatan rasio permukaan tubuh/volume.

3) Metabolik: hipoglikemia karena penyimpanan glikogen rendah,

glukoneogenesis masih rendah, peningkatan basal metabolic


rate (BMR); hipokalsemia akibat rendahnya kadar glukagon

yang akan memicu sekresi kalsitonin.

4) Hematologis: hiperviskositas dan polisitemia akibat peningkatan

kadar eritropoietin yang disebabkan oleh hipoksia.

5) Imunologis: peningkatan katabolisme protein, rendahnya

prealbumin dan imunoglobulin yang mengakibatkan

menurunnya imunitas seluler dan humoral (Sungkar, n.d.).

i. Intervensi

Menurut POGI (2011) dan Harkness (2004)

1) Pengukuran Ultrasonographic (USG)

Pemantauan biometrik janin dengan USG penting untuk

menegakkan diagnosis dini PJT, akan tetapi yang lebih penting

adalah peranan USG dalam menentukan fungsional janin. Hal

ini sangat penting oleh karena akan menentukan etiologi,

derajat beratnya PJT, prognosis janin, jenis kelamin dan waktu

tindakan yang harus diambil. Menurut salah satu meta-analisis

dari pengukuran ultrasonografi lingkar perut / Abdominal

Circumference (AC) dan perkirakan berat janin adalah prediktor

terbaik dari berat badan janin di bawah Persentil ke-10

2) Non Stres Test (NST)

Denyut jantung janin yang tidak terpengaruh oleh asidosis

atau depresi neurologis akan mempercepat dalam menanggapi

gerakan janin. Reaksi ini adalah dasar dari uji nonstress (NST).
Meskipun normal denyut jantung pola janin terkait dengan

gangguan oksigenasi janin dan hasil neurologis berikutnya.

False Negative Rate (FPR) NST 2-3 per 1000, NPV 99,8% dan

False Positive Rate (FPR) 80%. NST dilakukan setiap minggu,

dua kali perminggu atau setiap hari, tergantung berat ringannya

Pertumbuhan Janin terhambat (PJT).

3) Penilaian volume air ketuban / Amniotic Fluid Index (AFI)

USG dapat digunakan untuk menilai volume air ketuban

secara semikuantitatif yang sangat bermanfaat dalam

mengevaluasi PJT. Penilaian volume air ketuban dapat diukur

dengan mengukur skor 4 kuadran atau pengukuran diameter

vertikal kantong amnion yang terbesar. Nilai prediksi

oligohidramnion untuk PJT berkisar antara 79-100%. Namun

demikian volume air ketuban yang normaltidak dapat dipakai

untuk menyingkirkan kemungkinan adanya PJT. Janin PJT

dengan oligohidramnion akan disertai dengan peningkatan

angka kematian perinatal lebih dari 50 kali lebihtinggi. Oleh

sebab itu oligohidramnion pada PJT merupakan indikasi untuk

melakukan terminasi kehamilan pada janin viable. Kemungkinan

adanya kelainan bawaan yang dapat menyebabkan terjadinya

oligohidramnion (agenesis atau disgenesis ginjal) juga perlu

diwaspadai.

4) Penilaian kesejahteraan janin/ Biophisic Score (BPS)


Dengan mengetahui kesejahteraan janin, dapat dideteksi

ada tidaknya asfiksia pada janin dengan PJT. Beberapa cara

pemeriksaan dapat dikerjakan, antara lain pemeriksaan

Biophisic Score (BPS). Kematian perinatal akibat asfiksi akan

meningkat jika nilai skor jumlahnya <4. BPS efektif untuk

memprediksikeluaran perinatal, FNR 0,8 per 1000, NPV 99,9%

dan FPR 40%-50%. Hasil penelitian meta analisis melaporkan

bahwa penilaian BPS tidak meningkatkan perinatal outcome.

Namun pada kehamilan resiko tinggi penilaian BPS memiliki

nilai prediksi negatif yang baik. Kematian janin lebih jarang pada

kelompok dengan BPS yang normal. Pada pelaksanaanya

penilaian BPS sangat menyita waktu dan tidak dianjurkan pada

pemantauan rutin Kehamilan Risiko Rendah (KRR) atau untuk

surveillance primer janin dengan PJT.

5) Pengukuran Doppler Velocimetry

PJT tipe II yang terutama disebabkan oleh infusiensi

plasenta akan terdiagnosis dengan baik secara Doppler USG.

Peningkatan resistensi perifer dari kapiler-kapiler dalam rahim

akan ditandai dengan penurunan tekanan diastol sehingga S/D

ratio akan naik, demikian juga Pulsatility Index (PI) dan

Resitence Index (RI). Pada akhir-akhir ini Doppler USG

dianggap sebagai metode yang paling dini mendiagnosis

adanya gangguan pertumbuhan sebelumterlihat tanda-tanda


lainnya. Kelainan aliran darah pada pemeriksaan Doppler baru

akan terdeteksi dengan pemeriksaan KTG satu minggu

kemudian. Hilangnya gelombang diastole/ Absent End- Diastol

Flow (AEDF) akan diikuti dengan kelainan pada kardiotografi

(KTG) 3-4 hari kemudian. Gelombang diastol yang terbalik/

Reduced End-Diastol Flow (REDF) akan disertai dengan

peningkatan kematian perinatal dalam waktu 48-72 jam.

Dengan demikian pemeriksaan Doppler USG dapat

digunakanuntuk mengetahui etiologi, derajat penyakit dan

prognosis janin dengan PJT.

6) Pemeriksaan pembuluh darah arteri

a) Arteri umbilikalis

Pada kehamilan yang mengalami PJT, maka

gambaran gelombang Dopplernya akan ditandai oleh

menurunnya frekuensi akhir diastolis. Pada preeklampsia

dan adanya PJT akan terlihat gambaran gelombang

diastolis yang rendah (reduced), hilang (absent), atau

terbalik (reversed). Hal ini terjadi akibat adanya perubahan-

perubahan pada pembuluh darah di plasenta dan umbilikus.

Adanya sklerosis yang disertai dengan obliterasi lapisan otot

polos pada dinding arteriole vili khorialis sehingga

menyebabkan terjadinya peningkatan tahanan perifer pada

pembuluh-pembuluh darah ini. Sampai pada saat ini


pemeriksaan arteri umbilikalis untuk mendiagnosis keadaan

hipoksia janin pada kasus preeklampsi atau PJT masih

menjadi cara pemeriksaan yang terpilih oleh karena lebih

mudah mendapatkannya dan mudah interpretasinya. Hilang

atau terbaliknya gelombang diastol arteri umbilikalis

berhubungan dengan peningkatan kesakitan kematian

perinatal. Kejadian hilang atau terbaliknya gelombang diastol

arteri umbilikalis, akan disertai dengan peningkatan kejadian

perdarahan serebral, anemia dan hipoglikemia. Doppler

Velocimetry pada arteri umbilikalis pada kehamilan resiko

tinggi merupakan predictor keluaran perinatal.Pulsatility

Index (PI), Systolic/Diastolic ratio (S/D ratio) dan Resistence

Index (RI) mempunyai sensitifitas 79%, spesifitas 93%, PPV

83%, NPV 91% dan Kappa Index 73%.

b) Arteri Serebralis Media (MCA)

Sirkulasi serebral pada kehamilan trimester I, akan

ditandai oleh gambaran Absent of End-Diastolic Flow

(AEDF), kemudian gelombang diastol mulai akan terlihat

sejak akhir trimester I. Doppler velocimetry pada serebral

janin juga membantu mengidentifikasi fetal compromise

pada Kehamilan Risiko Tinggi (KRT). Jika janin tidak cukup

mendapatkan oksigen akan terjadi central redistribution dari

aliran darah dengan meningkatnya aliran darah ke otak,


jantung dan glandula adrenal. Hal ini disebut brain-sparing

reflux atau brain-sparing effect, yaitu redistribusi aliran darah

ke organ- organ vital dengan cara mengurangi aliran darah

ke perifer danplasenta. Pada janin yang mengalami hipoksia

(PJT), maka akan terjadi penurunan aliran darah

uteroplasenter. Pada keadaan ini, gambaran Doppler akan

memperlihatkan adanya peninggian resistensi atau

peninggian indeks pulsatilitas arteri umbilikasis yang disertai

penurunan resistensi sirkulasi serebral yang terkenal dengan

fenomena “brain sparing effect” (BSE) yang merupakan

mekanisme kompensasi tubuh untuk mempertahankan

aliran darah ke otak dan organ-organ penting lainnya. Pada

keadaan hipoksia yang berat, hilangnya fenomena Brain-

Sparing Effect (BSE) merupakan tanda kerusakan

yang irreversible yang mendahului kematian janin.

c) Cerebroplacental ratio (CPR)

Pemeriksan rasio otak/plasenta (CPR) janin (yaitu

nilai PI arteri serebralis media (MCA)/nilai PI arteri

umbilikalis) merupakan alternatif lain untuk mendiagnosis

PJT. Pemeriksaan CPR bermanfaat untuk mendeteksi kasus

PJT yang ringan. Janin yang mengalami PJT akibat

insufisiensi plasenta kehamilan ≤ 34 minggu seringkali

disertai dengan gambaran doppler arteri umbilikalis yang


abnormal. Apabila terjadi gangguan nutrisi kehamilan ≥ 34

minggu, bisa terjadi gambaran doppler arteri umbilikalis

masih normal walaupun respons MCA abnormal. Oleh sebab

itu nilai CPR bisa abnormal pada janin dengan PJT yang

ringan. Apabila sudahditemukan AEDF/REDF pada

arteriumbilikalis maka pemeriksaan CPR tidak diperlukan

lagi (Harkness, 2004).

7) Pemeriksaan pembuluih darah vena

a) Vena umbilikalis

Dalam keadaan normal, pada kehamilan trimester I,

terlihat gambaran pulsasi vena umbilikalis sedangkan pada

kehamilan >12 minggu gambaran pulsasi ini menghilang dan

diganti oleh gambaran continuous forward flow. Pada

keadaan insufisiensi uteroplasenta, gambaran pulsasi VU

akan terlihat (kembali) pada trimester II-III dan gambaran ini

menunjukkan keadaan hipoksia yang berat sehingga sering

dipakai sebagai indikasi untuk menentukan terminasi

kehamilan.

b) Duktus venosus

Duktus Venosus (DV) Arantii, pada akhir-akhir ini

banyak menarik perhatian para ahli untuk diteliti karena

perannya yang penting pada keadaan hipoksia janin. Apabila

terjadi keadaan hipoksia, maka mekanisme spingter di


percabangan VU kevena hepatika akan bekerja sebaliknya

akan terjadi penurunan resistensi DV sehingga darah dari

plasenta (VU) akan lebih banyak diteruskan melalui DV

langsung ke atrium kanan dan atrium kiri melalui foramen

ovale. Dengan demikian gambaran penurunan resistensi DV

yang menyerupai gambaran mekanisme BSE, merupakan

pertanda penting dari adanya hipoksia berat pada PJT.

Dalam keadaan normal, gambaran arus darah DV ditandai

oleh adanyan gelombang “A” dari takik akhir diastol. Pada

keadaan hipoksia seperti pada preeklamsi atau PJT, maka

akan terjadi pengurangan aliran darah yang ditandai dengan

pengurangan atau hilangnya gambaran gelombang “A”.

Pada hipoksia yang berat bisa terlihat gambaran gelombang

A yang terbalik. Lebih lanjut dikemukakan bahwa

pemeriksaan Doppler DV merupakan prediktor yang

terbaik dibandingkan dengan Doppler arteri uterina dan

kardiotografi (KTG). Pengelolaan Kehamilan Preterm

dengan PJTMenurut POGI (2011)

8) Umur Kehamilan < 32 minggu :

a) Klasifikasi PJT berdasarkan etiologi

b) Tentukan tipe PJT : simetris atau asimetris.

c) Obati keadaan ibu, kurangi stress, peningkatan nutrisi,

mengurangi rokok dan atau narkotik.


d) Istirahat tidur miring.

e) Pemeriksaan USG untuk evaluasi pertumbuhan dan Doppler

velocimetry arteri umbilikalis setiap 3 minggu sampai UK 36

minggu atau sampai timbul oligohidramnion.

f) BPS setiap minggu diikuti dengan NST saja pada minggu

yang sama.

g) Dirawat di Rumah Sakit jika : AFI < 2,5 persentil dengan

Doppler velocimetry arteri umbilikalis normal atau Doppler

velocimetry arteri umbilikalis hilang (AEDF) atau terbalik

(REDF)

9) Umur Kehamilan ≥ 32 minggu :

a) Klasifikasi PJT berdasarkan etiologi

b) Tentukan tipe PJT: simetris atau asimetris.

c) Obati keadaan ibu, kurangi stress, peningkatan

nutrisi, mengurangi rokok dan atau obat narkotika.

d) Istirahat tidur miring kekiri.

e) Pemeriksaan USG untuk evaluasi pertumbuhan dan Doppler

velocimetry arteri umbilikalis setiap 3 minggu.

f) Setiap minggu dilakukan BPS diikuti dengan hanya NST

sajapada minggu yang sama.

g) Dirawat di Rumah Sakit jika : AFI ≤ 5 cm atau Equivokal BPS

(6/10).
BAB III

TINJAUAN KASUS

Tanggal Pengkajian : 13 November 2023

Waktu Pengkajian : 19.00 WITA

Tempat Pengkajian : Ruang cendana RSUD Beriman Balikappan

Nama Pengkaji : Kelompok I

1. Data Subjektif

a. Identitas

Nama Ibu : Ny. F Nama Suami : Tn. A

Umur : 19 th Umur : 31 th

Agama : Islam Agama : Islam

Suku/Bangsa : Bugis Suku/Bangsa: bugis

Pendidikan : SMP Pendidikan : SMP

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Serabutan

Alamat : Kampung Baru Ulu

b. Alasan datang periksa/ Keluhan utama

Alasan datang periksa : Nyeri perut bawah

Keluhan utama : Nyeri perut bawah sejak siang, kleuar

darah flek 1x saat kencing

c. Riwayat Kesehatan Klien


Riwayat penyakit yang dapat memperberat atau diperberat oleh

kehamilan

1) Penyakit jantung : Tidak ada

2) Hipertensi : Tidak ada

3) Hepatitis : Tidak ada

4) TBC : Tidak ada

5) Asma Bronchial : Tidak ada

6) Ginjal : Tidak ada

7) Diabetes Mellitus : Tidak ada

8) Anemia : Tidak ada

9) Infeksi Saluran Kemih (ISK): Tidak ada

10)IMS/HIV/AIDS : Tidak ada

11)Epilepsi : Tidak ada

12)Malaria` : Tidak ada

13)Haemorroid : Tidak ada

14)Psikosis/Gangguan mental : Tidak ada

15)Penyakit autoimun : Tidak ada

16)Riwayat alergi : Tidak ada

17)Riwayat pembedahan : Tidak ada

18)Lain-lain : Tidak ada

d. Riwayat Kesehatan keluarga

1) Hepatitis : Tidak ada

2) TBC : Tidak ada


3) HIV/AIDS : Tidak ada

4) Malaria : Tidak ada

5) Hipertensi : Tidak ada

6) Asma : Tidak ada

7) Diabetes Mellitus : Tidak ada

8) Hemofilia : Tidak ada

9) Gamelli : Tidak ada

10)Lain-lain : Tidak ada

e. Riwayat Menstruasi

HPHT : 30/ 3/ 2023

TP : 7/ 1/ 2023

TP USG :

Siklus : 28 hr

Lama : 7 hr

f. Riwayat Obstetri (Kehamilan, persalinan, dan Nifas yang

lalu)

Hamil ini

g. Riwayat Kehamilan Sekarang

1) Keluhan tiap Trimester

a) Trimester I : Mual ringan

b) Trimester II : Tidak ada

c) Trimester III : Mudah Lelah


2) Pergerakan anak pertama kali (Quickening) : pada usia

kehamilan 4 bulan (16 minggu)

3) Pemeriksaan kehamilan : sampai saat ini sudah 4 x periksa

kehamilan (2x di PKM, 2x dokter SpoG)

4) Imunisasi TT & tablet Fe : T5 dan rutin mengkonsumsi

tablet fe

5) Pendidikan kesehatan yang sudah didapatkan : nutrisi ibu

hamil

h. Riwayat Gynekologi

1) Vaginitis : Tidak ada

2) Endometritis : Tidak ada

3) Mioma uteri : Tidak ada

4) Kista ovarium: Tidak ada

5) Endometriosi : Tidak ada

6) PID : Tidak ada

7) Lain-lain : Tidak ada

i. Riwayat kontrasepsi

Ibu belum pernah menggunakan kontrasepsi

j. Pola Fungsional Kesehatan

Nutrisi : Sebelum hamil 2x / hari dengan porsi nasi dan lauk,

selama hamil 3x/ hr dengan porsi nasi 1 CENTONG

nasi + lauk (ayam, telur, tahu, tempe), susu UHT 2-

3x/hr
Eliminasi : Sebelum hamil BAB 1x/hr, BAK 4x/ hr, selama hamil

BAB 1x/hr, BAK 6x/ hr

Aktivitas : Selama hamil dan sebelum hamil tidak ada

perbedaan ibu mengerjakan pekerjaan rumah tangga

Istirahat : Tidur siang 1jam, tidur malam 6-7jam, selama hamil

tidur siang 1jam, tidur malam 5-6 jam

Personal Hygiene : tidak ada perbedaan selama hamil dengan

sebelum hamil Mandi 2x/hr, sikat gigi 2x/hr, keramas

Seksualitas : aktifitas seksual sebelum hamil 1x/ minggu

selama hamil 1- 2 minggu

Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan tidak ada baik

sebelum dan selama hamil

k. Riwayat psikososiokultural Spiritual

1) Psikologis

Ibu merasa belum siap dengan kehamilannya

2) Sosial

ibu mempunyai hubungan baik dengan keluarga

3) Kultural

Ibu dan keluarga tidak mempunyai kebiasaan atau budaya

yang bertentangan/ yang mengganggu kesehatan.

4) Spiritual
Ibu kadang kadang menjalankan ibadah sesuai dengan

agama dan kepercayaannya

2. Data Objektif

a. Pemeriksaan umum

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tanda-tanda vital :

1) Tekanan darah : 120/70 mmhg

MAP : 86,6

2) Suhu : 36,3⁰C

3) Nadi : 82x/mnt

4) Pernafasan : 20x/mnt

Antropometri

1) Tinggi badan : 156cm

2) BB sebelum hamil: 69 kg

IMT : 28,3

3) BB sekarang : 79 kg

4) LILA : 30 cm

b. Pemeriksaan fisik

Kepala : rambut berwarna hitam (di cat pirang) lurus Panjang

bersih, tidak ada benjolan

Wajah : kloasma tidak ada


Mata : tidak anemis, tidak ikterik, tidak ada pandangan

kabur

Telinga : bersih, tidak ada kelainan

Hidung : simetris, bersih, tidak ada PCH, tidak ada flu

Mulut : simetris, tidak pucat, tidak ada stomatitis,karang gigi

(+) sedikit, karies pada geraham bawah kanan kiri,

lidah merah muda, bergetar, tonsil tidak meradang.

Leher : kloasma tidak ada, tidak ada pembesaran kelenjar

limfe tiroid maupun jugularis.

Dada : simetris, retraksi dada tidak ada, terdengar sonor

pernafasan vesikuler, wheezing dan roncjhi tidak ada

Payudara : simetris,bersih, putting menonjol, tidak terdapat

benjolan, kolostrum tidak ada

Abdomen : bentuk memanjang, terdapat linea nigra, terdapat

strie gravidarum, tidak ada bekas luka op, DJJ (+)

145x/mnt, His 1x 15”

Leopold I : tinggi fundus 23 cm, teraba bokong

Leopold II : punggung kanan

Leopold III : teraba kepala

Leopold IV : konvergen

TBJ : 1860 gram

Genetalia : fluor albus tidak ada, varises tidak ada, bekas luka

parut tidak ada


Anus : haemoroid tidak ada

Ekstremitas:

Bawah : Simetris, tidak ada oedema, tidak avarises, reflek

patella (+), crt < 2dtk

Atas : simetris, reflek bisep trisep (+)

c. Pemeriksaan Khusus

d. Pemeriksaan penunjang

Tgl 9/8/2023 ( Pemeriksaan di Puskesmas )

 Hb :11,2 gr/dL

 Golongan Darah : A+

 GDS : 87

 PPIA (H, S, Hep B) : Non Reaktif

Tgl 13/11/2023 ( Pemeriksaan di Puskesmas )

 Hb :11,0 gr/dL

 Trombosit : 518.000

 Urine Keton :+++

 Bakteri :+

USG :

 BPD/ AC :33/34

 DJJ :(+)

 TBJ :1500 gram

e. Terapi yang sudah diberikan


1) Inf. RL + Proterin 1amp 16 tpm

2) Inj Dexametason 2x12mg

3) Nifedipin 30-30-20-20-20 / 8jam

4) Asam Mefenamat 3x500mg

3. Assesment :

Diagnosis : GI P0000 umur kehamilan 32 minggu 4 hari

janin tunggal hidup letak kepala, Partus

Premausrus Iminens, IUGR

Masalah : Tidak ada

Diagnosis potensial : Partus premature

Masalah potensial : Tidak ada

4. Penatalaksanaan
No Tanggal/ Penatalaksanaan Pelaksana
Waktu
1 13/11/2023 Menjelasakan kepada ibu hasil Mahasiswa
19.00 pemeriksaan;
WITA Ibu mengerti penjelasan yang
diberikan
2 13/11/2023 Pemberian Asam Mefenamat
19.05 500mg dengan pemberian oral;
WITA Ibu telah meminum obat yang
diberikan
2 13/11/2023 Menganjurkan ibu untuk Bedrest
19.07 total;
WITA Ibu mengerti dan akan mengikuti
arahan yang dianjurkan
3 13/11/2023 Memberikan KIE kepada ibu
19:10 tentang Nutrisi Ibu hamil;
WITA Ibu mengerti dan akan berusaha
untuk melakukan sesuai
informasi dan Pendidikan yang
diberikan
4 13/11/2023 Memberikan KIE tentang resiko
19.13 persalinan preterm;
WITA Ibu mengerti dan mampu
mengulang informasi yang
diberikan
5. 13/11/2023 Memberikan KIE tentang
19.14WITA personal hygiene;
Ibu mengerti dan mampu
mengulang informasi yang
diberikan
6. 13/11/2023 Kolaborasi dengan nutrisionis
19.18 untuk diit ibu
WITA
7. 13/11/2023 Pemberian obat Neogynoxa
21:00 Ovula 1 secara pervaginam;
WITA Telah dilakukan pemberian obat

CATATAN PERKEMBANGAN

Tanggal : 14/ 11/2023 jam 15.00

S:

 Nyeri pinggang

 Gerakan janin aktif

 Perut sudah tidak mules lagi

 Tidak ada flek

O:

Keadaan umum : Baik, Kesadaran Composmatis

 TD : 110/75mmhg

 N : 80x/mnt

 S : 36,7ºC

 RR : 20x/mnt

 His :-
 DJJ : 143x/mnt

 Pervag : (-)

A:

Diagnosa : GI P0000 usia kehamilan 32 minggu 4hr janin tunggal

hidup intra uterin + IUGR

Masalah : nyeri pinggang

Diagnosa potensial: -

Masalah Potensial : -

P:
No Tanggal/ Penatalaksanaan Pelaksana
Waktu
1 13/ 11/ 2023 Menjelasakan kepada ibu hasil Mahasiswa
15.00 WITA pemeriksaan;
Ibu mengerti penjelasan yang
diberikan

2 13/ 11/2023 Memberikan KIE kepada ibu tentang


15.10 ketidaknyamanan TM III;
Ibu mengerti dan akan berusaha
untuk melakukan sesuai informasi
dan Pendidikan yang diberikan
3 13/ 11/ 2023 Memberikan KIE tentang resiko
15.20 persalinan preterm;
Ibu mengerti dan mampu mengulang
informasi yang diberikan
4 13/ 11/2023 Kolaborasi dengan nutrisionis untuk
19.35 diit ibu;
Pemberian diit TKTP ektrakalori dan
putih telur
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien Ny. F masuk rumah sakit tanggal 13 November 2023 pukul

16.00 Wita dengan keluhan nyeri pinggang, serta mules pada perut sejak

pukul 11.00 Wita, keluar flek darah sekali saat buang air kecil Pukul 12.00

wita. Menurut Widiana et al., (2019) Partus prematurus iminens ditandai

dengan kontraksi uterus disertai rasa sakit ataupun tidak, panggul terasa

berat, kejang uterus yang mirip dismenorea, keluarnya cairan

pervaginam, nyeri punggung. Pada kasus ini terdapat kesesuain antara

teori dan kasus yang ditemukan.

Setelah dilakukan anamnesa ibu berusia 19 tahun dengan Hari

Pertama Haid Terakhir (HPHT) 30 Maret 2023, dengan taksiran

persalinan 5 Januari 2024. Usia kehamilan Ny. F saat masuk rumah sakit

32 minggu 4 hari. Menurut Pertiwi (2011) IUGR memiliki beberapa faktor

resiko yaitu faktor kehamilan, faktor ibu atau berasal dari faktor janin.

Berdasarkan faktor ibu salah satunya ialah usia ibu. Usia yang baik untuk

menjalani kehamilan maupun persalinan berkisar 20 sampai 35 tahun.

Kehamilan pada usia kurang dari 20 tahun akan meningkatkan risiko

kematian neonatal dan postneonatal, terkait dengan keadaan fisik dan

biologis ibu yang belum matang daripada ibu dengan usia dua puluhan.

Ibu bersaing dengan janin untuk mendapatkan energi dan nutrisi yang

dibutuhkan untuk pertumbuhan yang memadai (Mesleh et al., 2010).

Kehamilan pada usia lebih dari 35 tahun memiliki kondisi kesehatan dan
tubuh mulai mengalami penurunan sehingga dapat berdampak pada janin

yang berada di intra uterine dan dapat mengakibatkan terganggunya

pertumbuhannya (Aldrighi et al., 2016). Terdapat kesesuaian antara teori

dan kasus, yaitu ditemukan pada usia kurang 20 tahun bahwa

Pada riwayat nutrisi ibu ditemukan bahwa selama hamil 3x/ hr


dengan porsi nasi 1 CENTONG nasi + lauk (ayam, telur, tahu, tempe),
susu UHT 2-3x/hari. Menurut Kemkes (2022) seorang ibu hamil harus
mempunyai status gizi yang baik dan mengonsumsi makanan yang
beranekaragam baik proporsi maupun jumlahnya. Ibu hamil harus
mengkonsumsi makanan lebih banyak karena harus memenuhi
kebutuhan zat gizi untuk dirinya dan untuk pertumbuhan serta
perkembangan janin/bayinya. Makanan yang bervariasi dan bergizi
seimbang seperti mengadung karbohidrat, protein hewani, protein kacang-
kacangan, sayur dan buah. Pada kasus ini ditemukan kesenjangan antara
teori dan praktek, dimana pada kaus ibu hamil tidak mengkonsusmsi
sayur dan makanan yang bervariasi.
Hasil pemeriksaan TFU 23 cm, DJJ (+) 145x/mnt, His 1x 15” dalam

10 menit. Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan saat pemeriksaan

kehamilan tanggal 9 Agustus 2023 dengan hasil Hb 11,2 gr% Golongan

Darah A+ GDS 87gr/dl, HIV Non Reaktif, SHyphilis Negatif, Hepatitis B

Non Reaktif . Saat kunjungan kehamilan berikutnya tanggal 13 November

2023 dengan hasil pemeriksaan USG dengan hasil BPD/ AC 33/34 Djj (+)

144x/menit, TBJ 1500, Hb 11,0 gr%, Trombosit 518.000, Urine Keton ++

+, bakteri +. Menurut Maesteryanto, et.al (2015) di Surabaya ditemukan

pertumbuhan kuman stahyphylcoccus epidermidis Escherichia colli

dengan 15 % pada pemeriksaan kultur urin. Data dari hasil penelitian


pada bulan Februari–Juni 2010 di Khartoum North Hospital, Sudan

menunjukkan dari 235 ibu hamil dengan partus prematurus imminens

terdapat 66 (28%) dengan infeksi saluran kemih tanpa gejala

(asimtomatik) dan 169 (71,9%) dengan infeksi saluran kemih yang

memunculkan gejala (simtomatik). Prevalensi infeksi saluran kemih

karena bakteri diantara gejala simtomatik dan asimtomatik adalah (12,1%)

dan (14,7%) dengan penyebab bakteri terbanyak Eschericia coli (42,4%)

dan Staphylococcus aureus (39,3%) (Hamdan, 2011). Pada kasus ini

terdapat kesesuaaian antara teori dan ksus yang ditemukan.

Penatalaksanaan yang diberikan pada Ny. F oleh dokter

penanggung jawab pelayanan (DPJP) adalah

1. Pemberian Infus RL dengan drip Proterin 1amp 16 tetes per menit.

Proterin mengandung isoxsuprine hcl yang diindikasikan mencegah

persalinan premature.

2. Nifedipine 30 mg - 30mg - 30mg – 20mg – 20mg – 20mg tiap 8 jam.

Nifedipine adalah salah satu jenis tokolitik untuk meredakan kontraksi.

Hal ini sesuai dengan teori penatalaksanaan partus prematurus

imminen menurut Yulinda (2018) bahwa tokolitik jenis nifedipine dapat

digunakan pada penatalaksanaan pencegahan partus prematurus.

Tokolitik hanya diberikan pada 48 jam pertama untuk memberikan

kesempatan pemberian kortikosteroid.

3. Dexametason 2x12mg, intra vena, Nifedipin 30mg-30mg-20mg-20mg-

20mg / 8jam sebagai terapi tokolitik. Dexametason adalah obat jenis


kortikosteroid. Hal ini sesuai dengan teori penatalaksanaan partus

prematurus imminen menurut Yulinda (2018) bahwa selain tokolitik,

diperlukan kortikosteroid untuk kematangan paru bayi

4. Asam Mefenamat 3x500mg. Asam mefenamat adalah merupakan obat

antiinflamasi nonsteroid yang berfungsi untuk meredakan rasa nyeri

dan peradangan, bekerja dengan cara menurunkan kadar

prostaglandin, yaitu zat menyerupai hormon yang menyebabkan

peradangan dan nyeri di dalam tubuh. Meski terbukti efektif untuk

mengusir nyeri dan demam.

5. Nifedipine 30 mg - 30mg - 30mg – 20mg – 20mg – 20mg tiap 8

jam.Beradasarkan paritas menurut jurnal (widiyana, 2019) disebutkan

bahwa karakteristik pasien dengan nullipara merupakan kehamilan

pertama ini minim pengetahuan dan persiapan, pengalaman dan

kesiapan dalam menghadapai maupun menjaga kehamilan hal

tersebut dalam menimbulkan beberapa penyulit kehamilan seperti,

ketuban pecah dini, infeksi, stress selama kehamilan sehingga PPI

dapat terjadi. Dalam jurnal ini disebutkan adapaun tatalaksana yaitu

keberhasilan terapi tokolitik menujukkan bahwa dengan menggunakan

Nifedipine sangat berpengaruh dalam penanganan PPI.

Usia pasien 19 tahun dengan usia kehamilan 32 minggu 4 hari

merupakan faktor resiko terjadinya PPI. Dalam jurnal karakteristik pasien

partus prematurus imminens oleh Kadek Oka, et.al (2019) menyatakan

bahwa kakteristik PPI sering terjadi di rentan usia 32-36 minggu


kehamilan. Hal ini membuktikan tidak ada kesenjangan antara teori

dengan kasus yang dialami Ny. F.

Dari hasil pemeriksaan USG didapatkan perkiraan berat janin kurang

dari perkiraan usia kehamilan. Di usia kehamilan 32 minggu 4 hari

perkiraan berat badan 1500 gram sedangkan diusia kehamilan ini menurut

teori adalah 1702 gram, hal ini berkaitan dengan TFU diusia kehamilan 32

minggu 4 hari yaitu 26 cm, sedangkan menurut teori TFU normal yaitu

31cm.

Berat badan Ny F terjadi kenaikan sebanyak 10 kg dengan IMT 28,3

hal ini sesuai dengan teori yang disebutkan oleh ( chuningham,2013)

kenaikan berat badan pada IMT 25-29,9kg/m adalah sebesar 7 sampai

11,5 kg hal ini menunjukkan kesesuaian antara teori dan fakta yang

ditemukan.

Ibu memeriksakan kehamilanya sebanyak 4x dengan frekuensi 2x ke

puskesmas dan 2x ke Spesialis Obgyn. Pada trimester pertama dilakukan

ANC terpadu namun belum mendapatkan konseling gizi. Sehingga pasien

belum memahami dengan benar nutrisi yang diperlukan ibu hamil.

Pada pengkajian Ny. F diketahui bahwa ibu belum siap dengan

kehamilannya. Hal ini menimbulkan masalah psikososial ibu, berdasarkan

jurnal kesehatan Andalas oleh Herlina (2016) dampak psikologis

menyebutkan bahwa dampak psikologis akibat tekanan emosional ibu

selama kehamilan dapat mengganggu sistem keseimbangan endokrin

yang berakibat terjadi peningkatan estrogen yang akan menimbulkan


kontraksi uterus. Ha ini menunjukkan tidak ada kesenjangan antara teori

dan kasus pada Ny. F. Dengan melihat kasus Ny. F ini dapat menjadi

acuan dalam pemberian asuhan kebidanan pada ibu hamil untuk selalu

mengkaji psikologi pasien, agar tidak mempengaruhi kondisi ibu dan janin

dalam kandungan.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah penulis melaksanakan Diskusi Refleksi melalui studi

kasus asuhan kebidanan ibu hamil pada Ny.F di RSUD Beriman

Balikpapan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam pemberian

asuhan kebidanan pada ibu hamil Ny.F telah sesuai dengan teori

dengan melakukan pendekatan menggunakan manajemen

kebidanan 7 langkah Varney. Asuhan kebidanan antenatal care

tujuannya adalah mempromosikan dan menjaga Kesehatan fisik

mental sosial ibu dan bayi dengan Pendidikan Kesehatan, gizi,

Kesehatan diri, dan proses kelahiran bayi. Melaksanakan skrining

yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati/merujuk bila

terjadi komplikasi pada ibu dan bayinya.

B. Saran

1. Bagi Penulis

Agar penulis dapat meningkatkan keterampilan yang dimiliki

untuk melakukan asuhan kebidanan pada ibu hamil agar dapat

berjalan fisiologis atau normal sesuai dengan standar

kebidanan.

2. Bagi Klien dan keluarga

Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan bahwa

pemeriksaan dan pemantauan kesehatan sangat penting


khususnya masa kehamilan sehingga ibu dapat menjaga

kesehatan ibu dan bayinya.

3. Bagi Profesi Bidan dan lahan praktik

Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan

untuk mengupdate ilmu dan menerapkan ilmu terbaru pada

klien. Untuk Bidan maupun tenaga kesehatan lainnya

diharapkan dapat memberikan asuhan yang menyeluruh serta

mendeteksi kelainan secara dini dan mencegah terjadinya

komplikasi pada kunjungan kehamilan.

4. Bagi Institusi Pendidikan/Poltekkes Kemenkes Kalimantan

Timur prodi Sarjana Terapan Kebidanan

Diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk

pengembangan materi yang telah diberikan baik dalam proses

perkuliahan maupun praktik lapangan. Sehingga mahasiswa

mampu menerapkan secara langsung asuhan kebidanan pada

ibu hamil dengan pendekatan manajemen kebidanan yang

sesuai dengan standar pelayanan kebidanan.

Anda mungkin juga menyukai