Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah

masalah besar di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25 – 50%

kematian wanita usia subur disebabkan hal yang berkaitan dengan kehamilan.

Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor mortalitas wanita muda

pada puncak produktivitasnya. Menurut World Health Organization (WHO),

indikator kesejahteraan suatu bangsa salah satunya diukur dari besarnya angka

kematian saat persalinan. Makin tinggi angka itu, makin rendah kesejahteraan

suatu bangsa. Di indonesia angka kematian ibu masih merupakan masalah

yang menjadi prioritas dibidang kesehatan (Sujiyatini dan Hidayat, 2010).

Salah satu penyebab terjadinya morbiditas dan mortalitas pada

maternal dan perinatal yaitu kejadian ketuban pecah dini. Ketuban Pecah Dini

(KPD) merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang

bulan dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal

dan pada bayi kurang bulan (Nugroho, 2010). Ketuban pecah dini adalah

keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila ketuban pecah

dini terjadi pada usia kehamilan 37 minggu disebut ketuban pecah dini pada

kehamilan prematur yang terjadi pada 1% kehamilan. Dalam keadaan normal

8-10 % perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini

(Prawirohardjo, 2010). Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah

penting dalam obstetri, berkaitan dengan penyulit kelainan prematur. Terjadi

1
2

infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan

mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi pada ibu (Wiknjosastro, 2008).

Berdasarkan data Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)

tahun 2007 menyebutkan bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia

sebesar 228/100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih jauh dari target

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2014

sebesar 118/100.000 kelahiran hidup dan target Millenium Development Goals

(MDG’s) sebesar 102/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015, sedangkan

Angka Kematian Ibu (AKI) di Provinsi Jawa Timur mengalami peningkatan

dari 72/100.000 kelahiran hidup menjadi 104/100.000 kelahiran hidup dari

tahun 2006-2011 (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2011).

Berdasarkan data dari register persalinan Rumah Sakit Islam

Jemursari Surabaya pada bulan Mei- Juli 2015 menunjukkan bahwa kejadian

ketuban pecah dini cenderung mengalami peningkatan. Pada bulan Mei- Juli

2015 kejadian ketuban pecah dini sebanyak 79 orang (17,7 %) dari 445 jumlah

orang bersalin. Sedangkan pada ibu bersalin dengan LILA ≤ 23,5 cm sebanyak

23 orang (5,1 %) dari 445 jumlah ibu bersalin, dan 11 orang (47,8 %)

diantaranya yang mengalami ketuban pecah dini.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan oleh peneliti terdapat 10 ibu

bersalin, 6 dari 10 ibu bersalin (60%) diantaranya mengalami ketuban pecah

dini dan 4 dari 10 ibu bersalin (40%) tidak mengalami ketuban pecah dini.

Dari 60% ibu bersalin dengan ketuban pecah dini 40% diantaranya disebabkan

karena jumlah paritas yang tinggi. Pada multipara sebanyak 2 (20%) ibu

bersalin, grandemultipara sebanyak 1 (10%) ibu bersalin dan primipara


3

sebanyak 1 (10%) ibu bersalin. Sedangkan 20% diantaranya disebabkan

karena kurangnya asupan makan yang bergizi pada ibu bersalin sehingga

menyebabkan nilai LILA ≤ 23,5 cm.

Menurut Morgan G dan Hamilton C (2009) kemungkinan yang

menjadi faktor penyebab terjadinya ketuban pecah dini adalah usia ibu yang

lebih tua mungkin menyebabkan ketuban kurang kuat dari pada ibu muda,

paritas, infeksi, kelainan letak janin, inkompetensi serviks, riwayat ketuban

pecah dini sebelumnya sebanyak 2 kali atau lebih, dan merokok selama

kehamilan. Sedangkan menurut Nugroho T (2012) faktor penyebab terjadinya

ketuban pecah dini adalah tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat

secara berlebihan (overdistensi uterus: misalnya hidramnion, gemeli), trauma

yang menyebabkan tekanan intrauterin (intra amniotik) mendadak misalnya

hubungan seksual, keadaan sosial ekonomi, faktor golongan darah, faktor

disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu dan defisiensi gizi dari tembaga

atau asam askorbat (vitamin c).

Menurut Manuaba (2008) semakin banyak paritas maka semakin

kurang baik fungsi reproduksinya. Hal ini dikarenakan otot- otot rahim yang

sudah melemah, karena sudah melahirkan > 1 kali sehingga uterus tidak kuat

sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi serta serviks yang

sudah membuka 1 cm. Walaupun tidak terjadi inpartu tetap beresiko. Sehingga

bila terkena infeksi, selaput ketuban menjadi rapuh dan mudah pecah.

Kurangnya status gizi pada ibu saat kehamilan dapat mempengaruhi

terjadinya ketuban pecah dini. Karena pada ibu yang kurang mengkonsumsi

makanan bergizi dan vitamin akan mengalami penurunan berat badan dan
4

mengakibatkan sistem imunitas dalam tubuh menurun sehingga beresiko

mudah terjadinya infeksi. Salah satu penyebab terjadinya ketuban pecah dini

yaitu infeksi pada selaput amnion (bidankita, 2009).

Menurut Prawirohardjo (2010) komplikasi yang timbul akibat

Ketuban Pecah Dini bergantung pada usia kehamilan adalah infeksi maternal

dan neonatal (korioamnionitis, septikemia, pneumonia dan omfalitis),

persalinan prematuritas, hipoksia dan asfiksia, deformitas janin dan

meningkatnya insiden seksio sesarea atau gagalnya persalinan normal.

Menurut Saifuddin, A. B. (2010) penanganan ketuban pecah dini ada

2 yaitu konservatif dan aktif. Konservatif biasanya dilakukan untuk ibu

dengan usia kehamilan < 37 minggu. Dan tindakan aktif untuk ibu dengan usia

kehamilan aterm atau 37 minggu. Pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini

harus dirawat di rumah sakit dengan tirah baring. memberikan antibiotic dosis

tinggi (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak tahan ampisilin dan

metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari). Kehamilan > 37 minggu, induksi

dengan oksitosin. Bila gagal seksio sesarea dapat juga di berikan misoprostol

25-50 mg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Pada usia kehamilan 32-37

minggu berikan steroid untuk memacu kematangan paru janin, dan bila

memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis

betametason 12 minggu sehari dosis tunggal selama 2 hari, dexametason I.M 5

mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.

Berdasarkan uraian diatas penulis ingin meneliti adakah hubungan

antara paritas dan status gizi dengan kejadian ketuban pecah dini pada ibu

bersalin di Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya tahun 2015.


5

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas dapat diambil rumusan

masalah yaitu : “adakah hubungan antara paritas dan status gizi dengan

kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin di Rumah Sakit Islam

Jemursari Surabaya tahun 2015 ?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk menganalisis hubungan antara paritas dan status gizi dengan

kejadian ketuban pecah dini pada ibu bersalin di Rumah Sakit Islam

Jemursari Surabaya tahun 2015.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi paritas pada ibu bersalin di Rumah Sakit Islam

Jemursari Surabaya tahun 2015.

2. Mengidentifikasi status gizi pada ibu bersalin di Rumah Sakit Islam

Jemursari Surabaya tahun 2015.

3. Mengidentifikasi ketuban pecah dini pada ibu bersalin di Rumah Sakit

Islam Jemursari Surabaya tahun 2015.

4. Menganalisis hubungan antara paritas dengan kejadian ketuban pecah

dini pada ibu bersalin di Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya tahun

2015.

5. Menganalisis hubungan antara status gizi dengan kejadian ketuban

pecah dini pada ibu bersalin di Rumah Sakit Islam Jemursari Surabaya

tahun 2015.
6

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Teoritis

1. Bagi petugas kesehatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi dan sebagai masukan

bagi petugas kesehatan, diharapkan dapat meningkatkan pelayanan

kesehatan pada ibu bersalin dan dapat menghindari terjadinya ketuban

pecah dini dengan harapan dapat mengurangi angka kesakitan dan

kematian ibu dan bayi.

2. Bagi mahasiswa kebidanan

Dapat dijadikan sebagai sumber bacaan atau refrensi serta menjadi

bahan atau data dasar bagi penelitian lebih lanjut, khususnya mengenai

ketuban pecah dini.

1.4.2 Praktis

1. Bagi peneliti

Dapat menerapkan ilmu kebidanan dan teori metodologi penelitian

yang telah di dapat selama proses perkuliahan, serta menambah

pengetahuan dan wawasan baru mengenai suatu permasalahan.

2. Bagi institusi pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah kepustakaan atau

literatur untuk penelitian selanjutnya dengan topik serupa hubungan

antara paritas dan status gizi dengan kejadian ketuban pecah dini.
7

3. Bagi tempat penelitian

Sebagai bahan masukan bagi petugas kesehatan dalam memberikan

pelayanan kesehatan yang lebih efektif dan menambah perbendaharaan

ilmu pengetahuan khususnya tentang hubungan antara paritas dan status

gizi dengan kejadian ketuban pecah dini.

Anda mungkin juga menyukai