Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN FIELD LAB KEDOKTERAN KELUARGA

EVALUASI PROGRAM OPEN DEFECATION FREE (ODF)


DI PUSKESMAS RAWALO KABUPATEN BANYUMAS

Disusun Oleh :

Ani Kurnia 1513010004


Deby Wicaksono S 1513010023
Enrika Tunjung Puspita 1513010024
Abdullah 1513010027
Muhammad Ridwan A 1513010028
Samia 1513010029
Faridah Azzah Sari 1513010035
Lintang Suroya 1513010039
Ajikwa Ari Widianto 1513010049

Preseptor Lapangan:
dr. Hendro Harjito

Preseptor Fakultas:
dr. Rizka Adi Nugraha Putra, M.Sc

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2018

1
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN FIELD LAB KEDOKTERAN KELUARGA

EVALUASI PROGRAM OPEN DEFECATION FREE (ODF)

DI PUSKESMAS RAWALO KABUPATEN BANYUMAS

Disusun untuk memenuhi syarat dari


Tugas Akhir Blok Kedokteran Komunitas
Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Disusun oleh :
Ani Kurnia 1513010004
Deby Wicaksono S 1513010023
Enrika Tunjung Puspita 1513010024
Abdullah 1513010027
Muhammad Ridwan A 1513010028
Samia 1513010029
Faridah Azzah Sari 1513010035
Lintang Suroya 1513010039
Ajikwa Ari Widianto 1513010049

Telah dipresentasikan dan disetujui


Tanggal 14 Februari 2018

Pembimbing Lapangan

dr. Hendro Harjito


NIP.

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................... 2


DAFTAR ISI ................................................................................................................. 3
BAB I ............................................................................................................................ 4
BAB II ........................................................................................................................... 8
BAB III ....................................................................................................................... 29
BAB IV ....................................................................................................................... 30
BAB V......................................................................................................................... 36
BAB VI ....................................................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 48

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tinggi, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya
manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Salah satu permasalahan
pembangunan kesehatan di Indonesia adalah masalah kesehatan lingkungan (Fewtrell
I, Kaufmann RB, et all, 2005).
Berdasarkan laporan World Health Organization sekitar 2,5 miliar orang
diseluruh dunia tidak memiliki akses ke sanitasi khususnya fasilitas tempat
pembuangan feses/ tinja, sebanyak 732.000.000 jiwa menggunakan fasilitas yang
tidak memenuhi standar kebersihan minimum dan satu miliar orang melakukan
buang air besar sembarangan/ Open Defecation. Data yang dikemukakan oleh WHO
ini semakin menjadikan permasalahan sanitasi sebagai hal penting dan membutuhkan
prioritas khusus untuk penanganannya (WHO,2009).
World Health Organization, menginformasikan bahwa kematian yang
disebabkan oleh water borne disease mencapai 3.400.000 jiwa/tahun. Masih menurut
WHO, dari semua kematian yang berakar pada buruknya kualitas air dan sanitasi,
diare merupakan penyebab kematian terbesar yaitu 1.400.000 jiwa/tahun
(Kementerian Kesehatan RI, 2015). Di Indonesia sendiri untuk masalah kesehatan
juga tak jauh berbeda dengan negara-negara berkembang lainnya yakni masih
didominasi oleh penyakit-penyakit berbasis lingkungan, seperti diare, Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA), kecacingan, demam berdarah dengue (DBD), dan malaria.
Salah satu penyebab utama tingginya penyakit-penyakit tersebut adalah rendahnya
kualitas sanitasi dan higyene. Tahun 2014 telah diluncurkan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 03 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
(STBM), sebagai wujud komitmen pemerintah dalam rangka memperkuat upaya
perilaku hidup bersih dan sehat, mencegah penyebaran penyakit berbasis lingkungan,
serta meningkatkan akses air minum dan sanitasi dasar (Qudsiyah et al., 2015).

4
Prinsip dari pelaksanaan STBM adalah meniadakan subsidi untuk fasilitas
sanitasi dasar dengan pokok kegiatan menggali potensi yang ada di masyarakat untuk
membangun sarana sanitasi sendiri dan mengembangkan solidaritas sosial. Dalam
Kemenkes RI nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasional Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat (STBM) disebutkan peran dan tanggung Total Berbasis
Masyarakat (STBM) disebutkan peran dan tanggung jawab pemangku kepentingan
seperti di tingkat RT/Dusun/Kampung memiliki peran dan tanggung jawab
mempersiapkan masyarakat untuk berpatisipasi aktif, di tingkat desa berperan dan
bertanggung jawab dalam membentuk tim fasilitator desa atau kader pemicu STBM
untuk memfasilitasi gerakan masyarakat dan pada tingkat kecamatan pemerintah
kecamatan berperan dan bertanggung jawab berkoordinasi dengan Badan Pemerintah
yang lain dan memberi dukungan bagi kader pemicu STBM (Slamet, Juli. 2009).
Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat merupakan strategi
dengan melibatkan lintas sektor dengan leading sektor Kementerian Kesehatan dan
aksi terpadu untuk menurunkan angka kejadian penyakit menular berbasis
lingkungan serta menigkatkan perilaku hygiene dan kualitas kehidupan masyarakat
Indonesia. STBM diselenggarakan dengan berpedoman pada lima pilar yaitu :
1) Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS)
2) Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
3) Mengelola Air Minum dan Makanan yang Aman
4) Mengelola Sampah dengan Benar
5) Mengelola Limbah Cair Rumah Tangga dengan Aman
Pelaksanaan program STBM dimulai dari pilar pertama yaitu Stop BABS
yang merupakan pintu masuk sanitasi total dan merupakan upaya memutuskan rantai
kontaminasi kotoran manusia terhadap air baku minum, makan dan lainnya. STBM
menggunakan pendekatan yang mengubah perilaku hygiene dan sanitasi melalui
pemberdayaan masyarakat dengan cara pemicuan. Dengan metode pemicuan, STBM
diharapkan dapat merubah perilaku kelompok masyarakat dalam upaya memperbaiki
keadaan sanitasi lingkungan mereka, sehingga tercapai kondisi Open Defecation Free
(ODF), pada suatu komunitas atau desa. Suatu desa dikatakan ODF jika 100%

5
penduduk desa tersebut mempunyai akses BAB di jamban sehat (Andarmoyo, S.
2012).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, masalah yang didapat
berupa: Bagaimanakah evaluasi dan pelaksanaan program ODF di wilayah kerja
Puskesmas Rawalo?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui informasi pelaksanaan dan tingkat keberhasilan pengelolaan program
ODF di Puskesmas Rawalo.
2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui informasi terkait program ODF.
b) Mengetahui proses pelaksanaan dan evaluasi pengelolaan program ODF di
Puskesmas Rawalo.
c) Mengetahui indikator dan tolakukur keberhasilan program ODF di
Puskesmas Rawalo.
d) Mengetahui berbagai masalah pelaksanaan pengelolaan program ODF di
Puskesmas Rawalo.
e) Mengetahui berbagai penyebab dari masalah pelaksanaan pengelolaan
program ODF di Puskesmas Rawalo.
f) Merumuskan pemecahan masalah bagi pelaksanaan pengelolaan program
ODF.

D. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
a) Meningkatkan wawasan mengenai informasi program ODF dan dapat
mengaplikaskan ilmu yang diperoleh kedepannya saat dibutuhan.
2. Bagi institusi
a) Memberikan informasi dan menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut
mengenai program ODF di Puskesmas Rawalo.

6
3. Bagi puskesmas
a) Memberikan informasi hasil evaluasi program ODF di Puskesmas Rawalo.
b) Menjadi dasar atau pun masukan bagi Puskesmas dalam mengambil kebijakan
jangka panjang dalam penetapan program ODF untuk meningkatkan
pencapaian target di puskesmas Rawalo.
4. Bagi masyarakat
a) Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai program ODF di
Puskesmas Rawalo.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)


1. Pengertian STBM
STBM adalah suatu pendekatan yang dilakukan untuk merubah perilaku
higienis dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara pemicuan.
Pendekatan pembangunan sanitasi nasional dari pendekatan sektoral dengan
penyediaan subsidi perangkat keras yang selama ini tidak memberi daya ungkit
terjadinya perubahan perilaku higienis dan peningkatan akses sanitasi dan
Pemicuan adalah cara untuk mendorong perubahan perilaku higiene dan
sanitasi individu atau masyarakat atas kesadaran sendiri dengan menyentuh
perasaan, pola pikir, perilaku, dan kebiasaan individu atau masyarakat
(Permenkes, 2014).
2. Tujuan STBM
Tujuan pendekatan STBM adalah untuk mewujudkan perilaku masyarakat
yang higienis dan saniter secara mandiri dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Permenkes, 2014).
3. Sejarah Program Pembangunan Sanitasi
Jauh sebelum Indonesia merdeka, program sanitasi sudah dilakukan oleh
masyarakat Indonesia. Berdasarkan catatan pejabat VOC Dampier, pada tahun
1699 masyarakat Indonesia sudah terbiasa mandi ke sungai dan buang air besar
di sungai dan di pinggir pantai, sedangkan pada masa itu, masyarakat di Eropa
dan India masih menggunakan jalan-jalan kota atau air tergenang untuk BAB.
Di tahun 1892, HCC Clockener Brouson mencatat bahwa orang Indonesia
terbiasa mandi 3 kali sehari, menggunakan bak, menyabun, membilas dan
mengeringkan badannya. Pada akhir tahun 1800an, pemerintah Belanda sudah
membuat sambungan air ke rumah-rumah di kawasan komersial di Jakarta dan

8
membuat Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Bandung pada tahun
1916. Selanjutnya di tahun 1930, mantri hygiene Belanda, Dr. Heydrick
melakukan kampanye untuk BAB di kakus. Dr. Heydrick sendiri dikenal
sebagai mantri kakus. Di tahun 1936, didirikanlah sekolah mantri higienis di
Banyumas. Siswa mendapatkan pendidikan 18 bulan sebelum mereka
diterjunkan ke kampung-kampung untuk mempromosikan hidup sehat dan
melakukan upaya upaya pencegahan penyakit. Setelah merdeka, pemerintah
mencanangkan program Sarana Air Minum dan Jamban Keluarga
(SAMIJAGA) melalui Inpres No. 5/1974. Untuk mendapatkan sumber daya
manusia dalam melaksanakan program-program tersebut, Kementerian
Kesehatan mendirikan sekolah sekolah kesehatan lingkungan, yang sekarang
dikenal dengan nama Politeknik Kesehatan (Poltekes). Periode 1970-1997,
pemerintah melakukan beragam program pembangunan sanitasi. Program-
program tersebut umumnya dilakukan dengan pendekatan keproyekan,
sehingga faktor keberlanjutannya sangat rendah. Hal ini secara tidak langsung
menyebabkan rendahnya peningkatan akses sanitasi masyarakat. Hasil studi
ISSDP mencatat hanya 53% dari masyarakat Indonesia yang BAB di jamban
yang layak pada tahun 2007, sedangkan sisanya BAB di sembarang tempat.
Lebih jauh hal ini berkorelasi dengan tingginya angka diare dan penyakit-
penyakit yang disebabkan oleh lingkungan yang tidak bersih (Kar, 2003).
Dengan mempertimbangkan kebutuhan keberlanjutan program dan tingkat
keberhasilan yang ingin dicapai, pemerintah melakukan perubahan pendekatan
pembangunan sanitasi, dari keproyekan menjadi keprograman. Pada tahun
2008, pemerintah mencanangkan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
(Permenkes, 2014).
4. Strategi STBM
Pendekatan STBM merupakan interaksi yang saling terkait antara ketiga
komponen pokok sanitasi, yang dilaksanakan secara terpadu, yaitu:

9
a. Peningkatan Kebutuhan Sanitasi
Komponen peningkatan kebutuhan sanitasi merupakan upaya sistematis
untuk mendapatkan perubahan perilaku yang higienis dan saniter, berupa:
a) Pemicuan perubahan perilaku
b) Promosi dan kampanye perubahan perilaku higienis dan sanitasi secara
langsung
c) Penyampaian pesan melalui media massa dan media komunikasi lainnya
d) Mengembangkan komitmen masyarakat dalam perubahan perilaku
e) Memfasilitasi terbentuknya komite/ tim kerja masyarakat
f) Mengembangkan mekanisme penghargaan terhadap masyarakat/institusi.
(Permenkes, 2014)
b. Peningkatan Penyediaan Akses Sanitasi
Peningkatan penyediaan akses sanitasi yang secara khusus diprioritaskan
untuk meningkatkan dan mengembangkan percepatan penyediaan akses dan
layanan sanitasi yang layak dalam rangka membuka dan mengembangkan
pasar sanitasi, yaitu:
a) Mengembangkan opsi teknologi sarana sanitasi yang sesuai kebutuhan
dan terjangkau
b) Menciptakan dan memperkuat jejaring pasar sanitasi pedesaan
c) Mengembangkan mekanisme peningkatan kapasitas pelaku pasar
sanitasi
(Permenkes, 2014).
c. Penciptaan Lingkungan yang Kondusif
Strategi ini mencakup advokasi kepada para pemimpin pemerintah,
pemerintah daerah dan pemangku kepentingan dalam membangun komitmen
bersama untuk melembagakan kegiatan pendekatan STBM yang diharapkan
akan menghasilkan:

10
a) Komitmen pemerintah daerah untuk menyediakan sumber daya untuk
melaksanakan program STBM yang dinyatakan dalam surat
kepemintaan
b) Kebijakan daerah dan peraturan daerah mengenai program sanitasi
seperti SK Bupati, Perda, RPJMP, Renstra, dan lain-lain
c) Terbentuknya lembaga koordinasi yang mengarusutamakan sektor
sanitasi, menghasilkan peningkatan anggaran sanitasi daerah, koordinasi
sumber daya dari pemerintah maupun non-pemerintah
d) Adanya tenaga fasilitator, pelatih STBM dan program peningkatan
kapasitas
e) Adanya sistem pemantauan hasil kinerja program serta proses
pengelolaan pembelajaran (Permenkes, 2014).
5. Pilar STBM
Masyarakat menyelenggarakan STBM secara mandiri dengan berpedoman pada
Pilar STBM. Pilar STBM ditujukan untuk memutus mata rantai penularan
penyakit dan keracunan. Pemerintah merubah pendekatan pembangunan
sanitasi nasional dari pendekatan sektoral dengan penyediaan subsidi perangkat
keras yang selama ini tidak memberi daya ungkit terjadinya perubahan perilaku
higienis dan peningkatan akses sanitasi, menjadi pendekatan sanitasi total
berbasis masyarakat yang menekankan pada 5 (lima) perubahan perilaku
higienis. Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dengan lima
pilar akan mempermudah upaya meningkatkan akses sanitasi masyarakat yang
lebih baik serta mengubah dan mempertahankan keberlanjutan budaya hidup
bersih dan sehat. Lima Pilar STBM terdiri dari:
a. Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS)
Suatu kondisi ketika setiap individu dalam suatu komunitas tidak lagi
melakukan perilaku buang air besar sembarangan yang berpotensi
menyebarkan penyakit. Perilaku SBS diikuti dengan pemanfaatan sarana

11
sanitasi yang saniter berupa jamban sehat. Saniter merupakan kondisi
fasilitas sanitasi yang memenuhi standar dan persyaratan kesehatan.
b. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
Perilaku cuci tangan dengan menggunakan air bersih yang mengalir dan
sabun.
c. Pengelolaan Air Minum dan Makanan di Rumah Tangga (PAMM-RT)
Melakukan kegiatan mengelola air minum dan makanan di rumah tangga
untuk memperbaiki dan menjaga kualitas air dari sumber air yang akan
digunakan untuk air minum, serta untuk menerapkan prinsip hygiene sanitasi
pangan dalam proses pengelolaan makanan di rumah tangga.
d. Pengamanan Sampah Rumah Tangga
Masyarakat dapat membudayakan perilaku memilah sampah rumah tangga
sesuai dengan jenisnya dan membuang sampah rumah tangga di luar rumah
secara rutin,melakukan pengurangan (reduce), penggunaan kembali (reuse)
pengolahan kembali (recycle), dan menyediakan dan memelihara sarana
pembuangan sampah rumah tangga di luar rumah.
e. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga
Masyarakat dapat melakukan pemisahan saluran limbah cair rumah tangga
melalui sumur resapan dan saluran pembuangan air limbah, menyediakan
dan menggunakan penampungan limbah cair rumah tangga, dan memelihara
saluran pembuangan dan penampungan limbah cair rumah tangga
(Permenkes, 2014).

12
6. Prinsip Dasar STBM
Tabel 2.1 Prisip Dasar STMB

Boleh Dilakukan Tidak Boleh dilakukan

Memfasilitasi proses, meminta pendapat dan Menggurui


mendengarkan
Membiarkan indivisu menyadari sendiri Mengatakan apa yang baik dan yang buruk
(mengajari)

Biarkanlah orang-orang menyampaikan inovasi Mempromosikan rancangan/desain


jamban-jamban/kakus sederhana jamban/kakus khusus

Tanpa subsidi Menawarkan

a. Tanpa subsidi
Masyarakat tidak menerima bantuan dari pemerintah atau pihak lain untuk
menyediakan sarana sanitasi dasarnya. Penyediaan sarana sanitasi dasar
adalah tanggung jawab masyarakat. Sekiranya individu masyarakat belum
mampu menyediakan sanitasi dasar, maka diharapkan adanya kepedulian
dan kerjasama dengan anggota masyarakat lain untuk membantu mencarikan
solusi.
b. Masyarakat sebagai pemimpin
Inisiatif pembangunan sarana sanitasi hendaknya berasal dari masyarakat.
Fasilitator maupun wirausaha sanitasi hanya membantu memberikan
masukan dan pilihan-pilihan solusi kepada masyarakat untuk meningkatkan
akses dan kualitas higienis dan sanitasinya. Semua kegiatan maupun
pembangunan sarana sanitasi dibuat oleh masyarakat. Sehingga ikut campur
pihak luar tidak diharapkan dan tidak diperbolehkan. Dalam praktiknya,
biasanya akan tercipta natural-natural leader di masyarakat.
c. Tidak menggurui/memaksa
STBM tidak boleh disampaikan kepada masyarakat dengan cara menggurui
dan memaksa mereka untuk mempraktikkan budaya higienis dan sanitasi,

13
apalagi dengan memaksa mereka membuat/ membeli jamban atau produk-
produk STBM.
d. Totalitas seluruh komponen masyarakat
Seluruh komponen masyarakat terlibat dalam analisa permasalahan,
perencanaan, pelaksanaan serta pemanfaatan dan pemeliharaan. Keputusan
masyarakat dan pelaksanaan secara kolektif adalah kunci keberhasilan
STBM (Permenkes, 2014).

7. Tangga Perubahan Perilaku

Gambar 1. Tangga Perubahan Perilaku Visi STBS

8. Metode STBM
Perubahan perilaku dalam STBM dilakukan melalui metode Pemicuan yang
mendorong perubahan perilaku masyarakat sasaran secara kolektif dan mampu
membangun sarana sanitasi secara mandiri sesuai kemampuan. Tata cara
Pemicuan STBM Sesuai Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia
Tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat :

14
a. Sasaran Pemicuan
Sasaran Pemicuan adalah komunitas masyarakat (RW/dusun/desa), bukan
perorangan/keluarga, yaitu
i. Semua keluarga yang belum melaksanakan salah satu atau lima pilar
STBM.
ii. Semua keluarga yang telah memiliki fasilitas sanitasi tetapi belum
memenuhi syarat kesehatan.
b. Pesan yang disampaikan kepada masyarakat
Stop Buang air besar Sembarangan
i. Buang air besar sembarangan akan mencemari lingkungan dan akan
menjadi sumber penyakit.
ii. Buang air besar dengan cara yang aman dan sehat berarti menjaga
harkat dan martabat diri dan lingkungan.
iii. Jangan jadikan kotoran yang dibuang sembarangan untuk penderitaan
orang lain dan diri sendiri.
iv. Cara hidup sehat dengan membiasakan keluarga buang air besar yang
aman dan sehat berarti menjaga generasi untuk tetap sehat.
Pesan-pesan tersebut dapat disampaikan melalui berbagai macam
media seperti brosur, leaflet, baliho, papan larangan, video, radio dan
lain sebagainya yang bisa dikembangkan sendiri oleh desa. Setiap desa
dapat mengembangkan sesuai dengan kondisi desanya masing-masing
tergantung masing-masing desa untuk mencari pesan yang paling
efektif untuk disampaikan.
c. Pelaku Pemicuan
i. Tim Fasilitator STBM Desa/kelurahan yang terdiri dari sedikitnya
relawan, tokoh masyarakat, tokoh agama, dengan dukungan kepala
desa, dapat dibantu oleh orang lain yang berasal dari dalam ataupun
dari luar Desa tersebut.

15
ii. Bidan desa, diharapkan akan berperan sebagai pendamping, terutama
ketika ada pertanyaan masyarakat terkait medis, dan pendampingan
lanjutan serta pemantauan dan evaluasi.
iii. Posyandu diharapkan dapat bertindak sebagai wadah kelembagaan
yang ada di masyarakat yang akan dimanfaatkan sebagai tempat
edukasi, pemicuan, pelaksanaan pembangunan, pengumpulan alternatif
pendanaan sampai dengan pemantauan dan evaluasi.
iv. Kader Posyandu diharapkan juga dapat sebagai fasilitator yang ikut
serta dalam kegiatan pemicuan di desa,
v. Natural leader dapat dipakai sebagai anggota Tim Fasilitator STBM
Desa untuk keberlanjutan STBM.
e. Langkah-langkah Pemicuan
Proses Pemicuan dilakukan satu kali dalam periode tertentu, dengan lama
waktu Pemicuan antara 1-3 jam, hal ini untuk menghindari informasi yang
terlalu banyak dan dapat membuat bingung masyarakat. Pemicuan
dilakukan berulang sampai sejumlah orang terpicu. Orang yang telah
terpicu adalah orang yang tergerak dengan spontan dan menyatakan untuk
merubah perilaku. Biasanya sang pelopor ini disebut dengan natural leader.
1) Pengantar pertemuan
1. Memperkenalkan diri beserta semua anggota tim dan membangun
hubungan setara dengan masyarakat yang akan dipicu.
2. Menjelaskan tujuan keberadaan kader dan atau fasilitator.
Tujuannya adalah untuk belajar tentang kebiasaan masyarakat
yang berhubungan dengan kesehatan lingkungan.
3. Menjelaskan bahwa kader dan atau fasilitator akan banyak
bertanya dan minta kesediaan masyarakat yang hadir untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan jujur.

16
4. Menjelaskan bahwa kedatangan kader dan atau fasilitator bukan
untuk memberikan bantuan dalam bentuk apapun (uang, semen
dan lainlain), melainkan untuk belajar.
2) Pencairan suasana
a) Pencairan suasana dilakukan untuk menciptakan suasana akrab
antara fasilitator dan masyarakat sehingga masyarakat akan
terbuka untuk menceritakan apa yang terjadi di kampung tersebut.
b) Pencairan suasana bisa dilakukan dengan permainan yang
menghibur mudah dilakukan oleh masyarakat, melibatkan banyak
orang
3) Identifikasi istilah-istilah yang terkait dengan sanitasi
a) Fasilitator dan/atau kader dapat memulai dengan pertanyaan,
misalnya “Siapa yang melihat atau mencium bau kotoran manusia
pada hari ini?” “Siapa saja yang BAB di tempat terbuka pada hari
ini?”
b) Setelah itu sepakati bersama tentang penggunaan kata BAB dan
kotoran manusia dengan bahasa setempat yang kasar, misal
“berak” untuk BAB dan “tai” untuk kotoran manusia. Gunakan
kata-kata ini selama proses analisis
4) Pemetaan sanitasi
a) Melakukan pemetaan sanitasi yang merupakan pemetaan
sederhana yang dilakukan oleh masyarakat untuk menentukan
lokasi rumah, sumber daya yang tersedia dan permasalahan
sanitasi yang terjadi, serta untuk memicu terjadinya diskusi dan
dilakukan di ruangan terbuka yang cukup lapang.
b) Menggunakan bahan-bahan yang tersedia di lokasi( daun, batu,
batang kayu, dan lain-lain) untuk membuat peta.
c) Memulai pembuatan peta dengan membuat batas kampung, jalan
desa, lokasi Pemicuan, lokasi kebun, sawah, kali, lapangan, rumah

17
penduduk (tandai mana yang punya dan yang tidak punya jamban,
sarana cuci tangan, tempat pembuangan sampah, saluran limbah
cair rumah tangga).
d) Memberi tanda pada lokasi-lokasi biasanya digunakan untuk
membuang tinja, sampah dan limbah cair rumah tangga.
Selanjutnya membuat garis dari lokasi pembuangan ke rumah
tangga.
e) Melakukan diskusi tentang peta tersebut dengan cara meminta
peserta untuk berdiri berkelompok sesuai denga dusun/RT. Minta
mereka mendiskusikan dusun/RT mana yang paling kotor? Mana
yang nomor 2 kotor dan seterusnya. Catat hasil diskusi di kertas
dan bacakan.
f) Memindahkan pemetaan lapangan tersebut kedalam kertas flipchat
atau kertas manila karton, karena peta ini akan dipergunakan
untuk memantau perkembangan perubahan perilaku masyarakat.

5) Transect Walk (Penelusuran Wilayah)


a) Mengajak anggota masyarakat untuk menelusuri desa sambil
melakukan pengamatan, bertanya dan mendengar.
b) Menandai lokasi pembuangan tinja, sampah dan limbah cair
rumah tangga dan kunjungi rumah yang sudah memiliki fasilitas
jamban, cuci tangan, tempat pembuangan sampah dan saluran
pembuangan limbah cair.
c) Penting sekali untuk berhenti di lokasi pembuangan tinja, sampah,
limbah cair rumah tangga dan luangkan waktu di tempat itu untuk
berdiskusi.

18
6) Diskusi
a) Alur kontaminasi
. Menanyangkan gambar-gambar yang menunjukkan alur
kontaminasi penyakit.
a. Tanyakan: Apa yang terjadi jika lalat-lalat tersebut hinggap di
makanan anda? Di piring anda? Di wajah dan bibir anak kita?
b. Kemudian tanyakan: Jadi apa yang kita makan bersama
makanan kita?
c. Tanyakan: Bagaimana perasaan anda yang telah saling
memakan kotorannya sebagai akibat dari BAB di sembarang
tempat?
d. Fasililator tidak boleh memberikan komentar apapun, biarkan
mereka berfikir dan ingatkan kembali hal ini ketika membuat
rangkuman pada akhir proses analisis.
b) Simulasi air yang terkontaminasi
e. Siapkan 2 gelas air mineral yang utuh dan minta salah seorang
anggota masyarakat untuk minum air tersebut. Lanjutkan ke
yang lainnya, sampai mereka yakin bahwa air tersebut memang
layak diminum.
f. Minta 1 helai rambut kepada salah seorang peserta, kemudian
tempelkan rambut tersebut ke tinja yang ada di sekitar kita,
celupkan rambut ke air yang tadi diminum oleh peserta.
g. Minta peserta yang minum air tadi untuk meminum kembali air
yang telah diberi dicelup rambut bertinja. Minta juga peserta
yang lain untuk meminumnya. Ajukan pertanyaan: Kenapa
tidak yang ada berani minum?
h. Tanyakan berapa jumlah kaki seekor lalat dan beritahu mereka
bahwa lalat mempunyai 6 kaki yang berbulu. Tanyakan:

19
Apakah lalat bisa mengangkut tinja lebih banyak dari rambut
yang dicelupkan ke air tadi?
7) Menyusun rencana program sanitasi
a) Jika sudah ada masyarakat yang terpicu dan ingin berubah, dorong
mereka untuk mengadakan pertemuan untuk membuat rencana
aksi.
b) Pada saat Pemicuan, amati apakah ada orang-orang yangakan
muncul menjadi natural leader.
c) Mendorong orang-orang tersebut untuk menjadi
pimpinankelompok, memicu orang lain untuk mengubah perilaku.
d) Tindak lanjut setelah Pemicuan merupakan hal penting yangharus
dilakukan, untuk menjamin keberlangsungan perubahan perilaku
serta peningkatan kualitas fasilitas sanitasi yang terus menerus.
e) Mendorong natural leader untuk bertanggung jawab terhadap
terlaksananya rencana aksi dan perubahan perilaku terus berlanjut.
f) Setelah tercapai status 100% (seratus persen) STBM (minimal
pilar 1), masyarakat didorong untuk mendeklarasikannya, jika
perlu memasang papan pengumuman.
g) Untuk menjamin agar masyarakat tidak kembali ke perilaku
semula, masyarakat perlu membuat aturan lokal, contohnya denda
bagi anggota masyarakat yang masih BAB di tempat terbuka.
h) Mendorong masyarakat untuk terus melakukan perubahan perilaku
hygiene dan sanitasi sampai tercapai Sanitasi Total (Permenkes,
2014).

20
B. ODF (Open Defecation Free)
1. Pengertian Open Defecation Free (ODF)
Open Defecation Free (ODF) adalah kondisi ketika setiap individu dalam
komunitas tidak buang air besar sembarangan. Satu komunitas/masyarakat
dikatakan telah ODF jika : Semua masyarakat telah BAB hanya di jamban dan
membuang tinja/kotoran bayi hanya ke jamban.
ODF (Open Defecation Free) atau Stop BAB sembarangan adalah kondisi
ketika setiap individu dalam suatu komunitas tidak lagi melakukan perilaku
buang air besar sembarang yang berpotensi menyebarkan penyakit.
Verfikasi merupakan serangkaian kegiatan untuk mengetahui
kebenaraninformasi atas laporan yang disampaikan serta memberikan
pernyataan atas keabsahan dari laporan tersebut. Verifikasi tidak dilakukan oleh
masyarakat pada komunitas yang mendeklarasikan ODF tersebut, tetapi
sebaiknya dilakukan oleh komunitas lain untuk melakukan dan atau pihak lain
dari luar komunitas tersebut .
2. Manfaat ODF
Stop buang air besar sembarangan (STOP BABS) akan memberikan
manfaat dalam hal-hal sebagai berikut :
a. Menjaga lingkungan menjadi bersih, sehat, nyaman dan tidak berbau dan
lebih indah
b. Tidak mencemari sumber air /badan air yang dapat dijadikan sebagai air
baku air minum atau air untuk kegiatan sehari-hari lainya seperti mandi,
cuci, dll
c. Tidak mengundang vector (serangga dan binatang) yang dapat
menyebarluaskan bibit penyakit, sehingga dapat mencegah penyakit
menular
3. Kriteria ODF
a. Semua masyarakat telah BAB hanya di jamban sehat dan membuang kotoran
bayi hanya ke jamban sehat.

21
b. Tidak terlihat dan tidak terasa bau kotoran manusia di lingkungan sekitar
c. Ada penerapan sangsi, aturan atau yang lain oleh masyarakat untuk
mencegah kegiatan BAB sembarang tempat.Ada mekanisme dan aturan
pemantuan rutin yang dibuat masyarakat.

4. Pengertian Buang Air Besar Sembarangan (BABS)


Perilaku BABS/Open defecation adalah kebiasaan/praktik budaya sehari-
hari masyarakat yang masih membuang kotoran/tinjanya di tempat terbuka dan
tanpa ada pengamanan tinja yang higienis. Tempat terbuka untuk BABS
biasanya dilakukan di kebun, semak-semak, hutan, sawah ataupun sungai.
5. Macam Perilaku BAB
Badan Pusat Statistik (BPS) mengelompokan buang air besar berdasarkan
tempat yang digunakan sebagai berikut:
a. Buang Air Besar di tangki septic
Perilaku ini adalah buang air besar yang sehat dan dianjurkan oleh ahli
kesehatan yaitu dengan membuang tinja di tangki septic yang digali di
tanah dengan syarat-syarat tertentu. Buang air besar di tangki septic juga
digolongkan menjadi:
i. Buang Air Besar dengan jamban leher angsa, adalah buang air besar
menggunakan jamban model leher angsa yang aman dan tidak
menimbulkan penularan penyakit akibat tinja karena dengan 10 model
leher angsa ini maka tinja akan dibuang secara tertutup dan tidak
kontak dengan manusia ataupun udara.
ii. Buang Air Besar dengan jamban plengsengan, adalah buang air besar
dengan menggunakan jamban sederhana yang didesain miring
sedemikian rupa sehingga kotoran dapat jatuh menuju tangki septic
setelah dikeluarkan. Tetapi tangki septiknya tidak berada langsung di
bawah pengguna jamban.

22
iii. Buang Air Besar dengan jamban model cemplung/cubluk, adalah
buang air besar dengan menggunakan jamban yang tangki septiknya
langsung berada di bawah jamban. Sehingga tinja yang keluar dapat
langsung jatuh ke dalam tangki septic. Jamban ini kurang sehat karena
dapat menimbulkan kontak antara septic tank dengan manusia yang
menggunakannya.
b. Buang Air Besar tidak di tangki septic atau tidak menggunakan jamban.
Buang Air Besar tidak di tangki septic atau tidak dijamban ini adalah
perilaku buang air besar yang tidak sehat. Karena dapat menimbulkan
dampak yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Buang Air Besar tidak
menggunakan jamban dikelompokkan sebagai berikut:
i. Buang Air Besar di sungai atau di laut : Buang Air Besar di sungai
atau di laut dapat menimbulkan pencemaran lingkungan dan
teracuninya biota atau makhluk hidup yang berekosistem di daerah
tersebut. Buang air besar di sungai atau di laut dapat memicu
penyebaran wabah penyakit yang dapat ditularkan melalui tinja.
ii. Buang Air Besar di sawah atau di kolam : Buang Air Besar di sawah
atau kolam dapat menimbulkan keracunan pada padi karena urea yang
panas dari tinja. Hal ini akan menyebakan padi tidak tumbuh dengan
baik dan dapat menimbulkan gagal panen.
iii. Buang Air Besar di pantai atau tanah terbuka, buang air besar di Pantai
atau tanah terbuka dapat mengundang serangga seperti lalat, kecoa,
kaki seribu, dsb yang dapat menyebarkan penyakit akibat tinja.
Pembuangan tinja di tempat terbuka juga dapat 11 menjadi sebab
pencemaran udara sekitar dan mengganggu estetika lingkungan.
6. Faktor Yang Mempengaruhi BABS
a. Faktor Host
Karakteristik manusia dan sosiodemografi meliputi umur, jenis
kelamin, jenis pekerjaan, tingkat ekonomi dan tingkat pendidikan.

23
b. Faktor Agent
a) Penggunaan jamban
Berdasarkan hasil penelitian menyebutkan bahwa pengetahuan dan sikap
ibu terhadap perilaku buang air besar (BAB) yang sehat cukup tinggi
(90%).
b) Prioritas kebutuhan
Upaya program peningkatan akses masyarakat terhadap sanitasi
layak telah dilaksanakan khususnya pembangunan sanitasi diperdesaan.
Hasil studi evaluasi menunjukkan bahwa banyak sarana sanitasi yang
dibangun tidak digunakan dan dipelihara oleh masyarakat.
c) Tingkat paparan media
Perubahan perilaku adalah sebuah proses, perilaku tidak semata- mata
perubahan dalam tingkatan atau tataran behavior namun perubahan
dalam tataran pengetahuan atau pemahaman merupakan sebuah
perubahan. .
d) Sistem kebijakan sanitasi
Program STBM yang terintegrasi dengan program PAMSIMAS
sebenarnya program ini secara struktural formal merupakan program-
program “turunan” yang dibuat oleh provinsi bahkan tingkat pusat.
Bahkan tidak sedikit program-program yang berkaitan dengan
perubahan perilaku hidup bersih dan sehat ini didukung oleh lembaga-
lembaga donor internasional. Namun dikarenakan design program yang
seringkali tidak berkelanjutan sehingga banyak program atau kegiatan
yang berulang - ulang dilakukan dan tidak ditindaklanjuti oleh dinas.

24
c. Faktor Lingkungan
a) Lingkungan Fisik
- Kondisi geografi
Secara tradisional, manusia membuang kotorannya di tempat
terbuka yang jauh dari tempat tinggalnya seperti di ladang, sungai,
pantai dan tempat terbuka lainnya.
- Adanya aliran sungai
Dalam penelitian kualitatif menjelaskan bahwa masyarakat yang
bertempat tinggal dekat sungai menjadi faktor pendukung buang air
besar di area terbuka. Penelitian lain menyebutkan bahwa jarak
rumah dengan sungai berpengaruh 1,32 kali untuk tidak
memanfaatkan jamban.
- Ketersediaan lahan untuk mambangun jamban
Sebesar 33,3 % orang berpersepsi bahwa membangun jamban
membutuhkan lahan yang luas dan besar, tetapi hasil analisa statistik
menunjukkan bahwa keterbatasan lahan bukanlah suatu faktor risiko
seseorang untuk melakukan BABS.
- Ketersediaan sarana air bersih
Berdasarkan penelitian terkait menunjukkan bahwa ada hubungan
antara ketersediaan sarana air dengan penggunaan jamban. Hal ini
ditunjukkan dalam hasil penelitian bahwa ketersediaan sarana air
bersih 7,5 kali meningkatkan perilaku keluarga dalam menggunakan
jamban.
- Keberadaan ternak dan kandang ternak
Keberadaan kandang ternak yang dimaksud adalah untuk memelihara
hewan seperti ayam, bebek dan entok. Hewan piaraan tersebut
biasanya mengkonsumsi kotoran salah satunya feces manusia yang
dibuang disembarang tempat, sehingga dapat berpotensi sebagai
sarana penyebaran bakteri dan virus khususnya E.coli yang dapat

25
menimbulkan kejadian penyakit diare. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa keberadaan kandang ternak disekitar rumah (<10 meter)
berisiko terhadap kejadian diare sebesar 2,2 %.
b) Lingkungan Biologi
Lingkungan biologis, bersifat biotik (benda hidup) seperti
mikroorganisme, serangga, binatang, jamur, parasit, dan lain-lain yang
dapat berperan sebagai agent penyakit, reservoir infeksi, vektor penyakit
dan hospes intermediat. Hubungannya dengan manusia bersifat dinamis
dan pada keadaan tertentu dimana tidak terjadi keseimbangan diantara
hubungan tersebut maka manusia menjadi sakit.
7. Jenis-Jenis Jamban
Teknologi pembuangan kotoran manusia secara sederhana:
a. Jamban cemplung, kakus.
Jamban ini sering kita jumpai di daerah pedesaan.
b. Jamban cemplung berventilasi.
Jamban ini hampir sama dengan jamban cemplung, bedanya lebih
lengkap yaitu menggunakan ventilasi pipa. Untuk daerah pedesaan pipa
ventilasi dapat dibuat dengan bambu.
c. Jamban empang
Jamban ini dibangun di atas empang ikan. Di dalam sistem jamban
empang ini terjadi daur-ulang, yaitu tinja dapat langsung dimakan ikan,
ikan dimakan orang, dan selanjutnya orang mengeluarkan tinja yang
dimakan, demikian seterusnya. Jamban empang ini mempunyai fungsi
yaitu di samping mencegah tercemarnya lingkungan oleh tinja juga dapat
menambah protein bagi masyarakat (menghasilkan ikan).
d. Jamban leher angsa
Merupakan tipe kakus tersendiri tapa hanya modifikasi klosetnya saja.
Pada kakus ini closetnya berbentuk leher angsa sehingga akan selalu terisi
air. Fungsi air ini gunanya sebagai sumbat sehingga bau busuk dari

26
cubluk tidak tercium di ruangan rumah kakus. Bila dipakai, fesesnya
tertampung sebentar dan bila disiram air, bau masuk kebagian yang
menurun untuk masuk ketempat penampungannya (pit). Keuntungannya :
i. Baik digunakan karena memenuhi syarat
ii. Dapat ditempatkan di dalam rumah karena tidak bau sehingga
pemakaiannya lebih praktis
iii. Aman untuk anak-anak.

8. Syarat Jamban Sehat


Kategori jamban disebut sehat jika pembuangan kotorannya di penampungan
khusus tinja atau septic tank.Kalau buangnya ke sungai, itu belum termasuk
sehat. Kementerian Kesehatan menetapkan tujuh syarat untuk membuat jamban
sehat. Persyaratan tersebut adalah:
a. Tidak mencemari air Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan
agar dasar lubang kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum.
Jika keadaan terpaksa, dinding dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan
dengan tanah liat atau diplester. Jarang lubang kotoran ke sumur sekurang-
kurangnya 10 meter. Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak
sumur agar air kotor dari lubang kotoran tidak merembes dan mencemari
sumur. Tidak membuang air kotor dan buangan air besar ke dalam selokan,
empang, danau, sungai, dan laut
b. Tidak mencemari tanah permukaan Tidak buang besar di sembarang
tempat, seperti kebun, pekarangan, dekat sungai, dekat mata air, atau
pinggir jalan. Jamban yang sudah penuh agar segera disedot untuk dikuras
kotorannya, atau dikuras, kemudian kotoran ditimbun di lubang galian.
c. Bebas dari serangga Jika menggunakan bak air atau penampungan air,
sebaiknya dikuras setiap minggu. Hal ini penting untuk mencegah
bersarangnya nyamuk demam berdarah. Ruangan dalam jamban harus
terang. Bangunan yang gelap dapat menjadi sarang nyamuk. Lantai jamban

27
diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bisa menjadi sarang
kecoa atau serangga lainnya. Lantai jamban harus selalu bersih dan kering.
Lubang jamban, khususnya jamban cemplung, harus tertutup
d. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan Jika menggunakan jamban
cemplung, lubang jamban harus ditutup setiap selesai digunakan. Jika
menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup
rapat oleh air. Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa
ventilasi untuk membuang bau dari dalam lubang kotoran. Lantan jamban
harus kedap air dan permukaan bowl licin. Pembersihan harus dilakukan
secara berkala.
e. Aman digunakan oleh pemakainya Pada tanah yang mudah longsor, perlu
ada penguat pada dinding lubang kotoran dengan pasangan bata atau
selongsong anyaman bambu atau bahan penguat lain yang terdapat di
daerah setempat.
f. Mudah dibersihkan dan tak menimbulkan gangguan bagi pemakainya
Lantai jamban rata dan miring ke arah saluran lubang kotoran. Jangan
membuang plastic, puntung rokok, atau benda lain ke saluran kotoran
karena dapat menyumbat saluran. Jangan mengalirkan air cucian ke saluran
atau lubang kotoran karena jamban akan cepat penuh. Hindarkan cara
penyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan pipa berdiameter
minimal 4 inci. Letakkan pipa dengan kemiringan minimal 2:100.
g. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan Jamban harus
berdinding dan berpintu. Dianjurkan agar bangunan jamban beratap
sehingga pemakainya terhindar dari kehujanan dan kepanasan.

28
BAB III
METODE EVALUASI

A. Metode
Materi yang dievaluasi dalam program Open Defecation Free (ODF)
periode Januari 2018 sampai Desember 2018 di FKTP Puskesmas Rawalo,
Kabupaten Banyumas, Jawa tengah, antara lain :

1. Pendataan jumlah sarana jamban yang ada.


2. Jumlah Rumah Tangga yang menggunakan jamban.
3. Jenis jamban yang ada atau yang digunakan.
4. Jumlah jamban yang memenuhi syarat kesehatan.
5. Pemetaan sarana jamban yang memenuhi syarat.
6. Penyuluhan tentang sarana jamban/program pengawasan jamban.
7. Monitoring dan evaluasi terkait program.

29
BAB IV
PENYAJIAN DATA

Keadaan Geografi

Puskesmas Rawalo merupakan salah satu Puskesmas di Kabupaten Banyumas


yang letaknya cukup strategis karena terletak ditepi jalan raya Provinsi, wilayah
Puskesmas Rawalo secara administratif mencakup 9 desa, dengan luas wilayah kerja
seluas 49,6 km2 dengan rincian sebagai berikut :
Desa Rawalo : 6,45km2
Desa Tambaknegara : 2,79 km2
Desa Banjarparakan : 4,42 km2
Desa Menganti : 2,83 km2
Desa Losari : 8,93 km2
Desa Sanggreman : 8,42 km2
Desa Tipar : 1,86 km2
Desa Pesawahan : 8,04 km2

30
Desa Sidamulih : 5,90 km2
Batas Wilayah Puskesmas Rawalo
Utara : Kec. Banyumas dan Kec. Purwojati Kab. Banyumas
Selatan : Kab. Cilacap
Timur : Kec. Jatilawang, Kab. Banyumas
Barat : Kec. Kebasen Kab. Banyumas

Keadaan Demografi
Jumlah penduduk keseluruhan 9 Desa wilayah kerja Puskesmas Rawalo adalah
58.911 Jiwa, dengan rincian sebagai berikut:
Desa Rawalo : 8147 jiwa
Desa Tambaknegara : 9715 jiwa
Desa Banjarparakan : 5692 jiwa
Desa Menganti : 3806 jiwa
Desa Losari : 7002 jiwa
Desa Sanggreman : 6890 jiwa
Desa Tipar : 7457 jiwa
Desa Pesawahan : 3026 jiwa
Desa Sidamulih : 7176 jiwa (Profil Puskesmas Rawalo, 2018).

Rasio Jenis Kelamin


Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat dilihat dari rasio jenis
kelamin, yaitu perbandingan penduduk laki – laki dengan penduduk perempuan per
100 penduduk perempuan. Berdasarkan penghitungan sementara angka proyeksi
penduduk tahun 2018 berdasarkan data, didapatkan jumlah penduduk laki – laki
29.753 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 29.158 jiwa. Sehingga didapatkan rasio
jenis kelamin sebesar 102,04 (Profil Puskesmas Rawalo, 2018).

31
Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur
Komposisi penduduk Puskesmas Rawalo menurut kelompok umur dan jenis
kelamin menunjukkan bahwa penduduk laki – laki maupun perempuan mempunyai
proporsi terbesar pada kelompok umur 5-9 tahun sebanyak 2.609 jiwa, sedangkan
komposisi terendah pada kelompok umur 5-9 sebanyak 2.557 jiwa (Profil Puskesmas
Rawalo, 2018).

Derajat Kesehatan Puskesmas Rawalo


Derajat kesehatan suatu daerah dapat dilihat dari Angka lahir mati, angka
kematian neonatal, angka kematian bayi, angka kematian balita dan angka kematian
ibu, adapun data derajat kesehatan di puskesmas rawalo adalah sebagai berikut:
a. Angka lahir mati : 7,5 (6 dari 798 kelahiran)
b. Angka kemarian neonatal : 1 (1 dari 792 kelahiran hidup)
c. Angka kematian bayi : 3 (2 dari 792 kelahiran hidup)
d. Angka kematian balita : 3 (2 dari 792 kelahiran hidup)
e. Angka kematian ibu :0

Data pencapaian ODF di Puskesmas Rawalo


No. Nama Desa Jumlah KK % Akses Jenis ODF
1. Banjarparakan 1.759 100,00 Verified
2. Losari 2.146 100,00 Verified
3. Menganti 953 66,53 -
4. Pesawahan 838 100,00 Verified
5. Rawalo 2.120 100,00 Verified
6. Sanggreman 1.798 46,22 -
7. Sidamulih 1.807 67,52 -
8. Tambaknegara 2.230 53,05 -
9. Tipar 1.865 100,00 Verified
TOTAL 15.516 81,48 Verified

Desa Tipar - Jumlah KK: 1865


Akses Sanitasi Baseline Progress
JSP 583 1083
JSSP 0 400
Sharing 0 382
OD 1282 0

32
Desa Tambaknegara - Jumlah KK: 2230
Akses Sanitasi Baseline Progress
JSP 910 935
JSSP 0 125
Sharing 0 123
OD 1320 1044
Desa Sanggreman - Jumlah KK: 1798
Akses Sanitasi Baseline Progress
JSP 553 578
JSSP 0 168
Sharing 0 85
OD 1245 946
Desa Sidamulih - Jumlah KK: 1807
Akses Sanitasi Baseline Progress
JSP 991 861
JSSP 0 136
Sharing 0 223
OD 654 578
Desa Rawalo - Jumlah KK: 2120
Akses Sanitasi Baseline Progress
JSP 1625 1731
JSSP 0 194
Sharing 0 195
OD 345 0
Desa Banjarparakan, Jumlah KK : 1.759
Akses Sanitasi Baseline Progress
JSP 1.197 1.521
JSSP 0 149
Sharing 0 89
OD 393 0
Desa Losari, Jumlah KK : 2.146
Akses Sanitasi Baseline Progress
JSP 1.142 1.810
JSSP 0 63
Sharing 0 273
OD 806 0
Desa Menganti, Jumlah KK : 953
Akses Sanitasi Baseline Progress
JSP 596 596
JSSP 0 38
Sharing 0 0
OD 357 319
Desa Pesawahan, Jumlah KK : 838
Akses Sanitasi Baseline Progress
JSP 480 702
JSSP 0 42
Sharing 0 94
OD 281 0

33
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui prosentase dari tiap desa dari
Kecamatan Rawalo yang telah ODF dan yang belum ODF serta jenis jamban yang
digunakan oleh masyarakat Kecamatan Rawalo. Jumlah desa yang masuk dalam
wilayah kerja Puskesmas Rawalo sendiri terdiri dari 9 desa meliputi desa
Banjarparakan, Losari, Menganti, Pesawahan, Rawalo, Sanggreman, Sidamulih,
Tambaknegara dan Tipar. Jumlah desa yang sudah terverifikasi ODF ada 5 desa yaitu
desa Banjarparakan, Losari, Pesawahan, Rawalo dan Tipar dengan jumlah prosentase
100%. Desa yang belum terverifikasi ODF di wilayah kerja Puskesmas Rawalo
terdapat 4 desa dengan prosentase desa Menganti 66,53%, Sanggreman 46,22%,
Sidamulih 67,52% dan Tambaknegara 53,05%. Verfikasi sendiri merupakan
serangkaian kegiatan untuk mengetahui kebenaran informasi atas laporan yang
disampaikan serta memberikan pernyataan atas keabsahan dari laporan tersebut. Desa
yang telah terverifikasi maka dapat dikatakan bahwa desa tersebut telah ODF.
Program ODF sendiri telah dilaksanakan oleh Puskesmas Rawalo sejak tahun 2015
yang diawali di desa Tipar dan berlanjut di tahun 2017 di desa Losari.
Belum tercapainya program ODF di seluruh Kecamatan Rawalo di tahun
2018, membuat pihak Puskesmas Rawalo memutuskan untuk membuat suatu
komitmen bersama dengan seluruh Kepala Desa yang ada di Kecamatan Rawalo
untuk mendukung Rawalo 100% ODF di tahun 2019. Sehingga diharapkan
kedepannya terjadi progres yang maksimal di tahun 2019 ini dan tercapainya target
tersebut.
Program ODF merupakan program unggulan dalam mengatasi kebiasaan
masyarakat yang melakukan buang air besar di sembarang tempat dengan
memastikan bahwa dalam setiap KK memiliki akses jamban dan dipastikan bahwa
setiap anggota keluarga buang air besar pada jamban tersebut. Program ODF dimulai
dari suatu desa yang telah dinyatakan bebas ODF dan selanjutnya meningkat pada
kecamatan bebas ODF serta kabupaten bebas ODF. Adanya program Open
Defecation Free (ODF) diharapkan angka buang air besar di sembarang tempat dapat
menurun atau bahkan tidak ada lagi.

34
Upaya peningkatan pelayanan sanitasi dapat dilakukan melalui dua
pendekatan yaitu pendekatan berbasis lembaga melalui dinas, badan, perusahaan
daerah, swasta serta Pendekatan berbasis masyarakat yang menempatkan masyarakat
sebagai pelaku utama dan penentu dalam penyelenggaraan pelayanan, melalui proses
pemberdayaan dan partisipasi aktif masyarakat. Perlunya monitoring pasca pemicuan
merupakan hal yang sangat penting untuk melihat kemajuan suatu program kegiatan.
Bila hal ini tidak dilakukan oleh fasilitaor ataupun petugas lain yang terkait dengan
program akan dapat menimbulkan masalah, karena masyarakat akan cenderung
mengalami penurunan semangat dalam pelaksanaan rencana kegiatan.

35
BAB V
HASIL PENILAIAN

A. Indikator dan tolak ukur keluaran


Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah pendekatan untuk
mengubah perilaku higienis dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat
dengan cara pemicuan. Pemicuan adalah cara untuk mendorong perubahan
perilaku higiene dan sanitasi individu atau masyarakat atas kesadaran sendiri
dengan menyentuh perasaan, pola pikir, perilaku, dan kebiasaan individu atau
masyarakat.
Berdasarkan road map STBM di Indonesia tahun 2016-2020, Indikator dari
pilar pertama (Stop BABS) adalah meningkatnya persentase penduduk yang
menggunakan akses jamban sehat yaitu 75% dan persentase penduduk yang Stop
BABS sebesar 100%. Standar dari pelaksanaan pemicuan pilar Stop BABS
meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi,
pencatatan dan pelaporan, pendampingan dan advokasi. Perencanaan meliputi
identifikasi masalah dan analisis situasi, perencanaan waktu, tempat dan sasaran
kegiatan, penyiapan fasilitator desa, advokasi kepada tokoh masyarakat.
Kriteria Masyarakat disebut ODF yaitu :

a. Semua masyarakat telah BAB hanya di jamban dan membuang


tinja/kotoran bayi hanya ke jamban.
b. Tidak terlihat tinja manusia di lingkungan sekitar.
c. Tidak ada bau tidak sedap akibat pembuangan tinja/kotoran manusia.
d. Ada peningkatan kualitas jamban yang ada supaya semua menuju jamban
sehat.
e. Ada mekanisme monitoring peningkatan kualitas jamban.
f. Ada penerapan sanksi, peraturan atau upaya lain oleh masyarakat untuk
mencegah kejadian BAB di sembarang tempat.

36
g. Ada mekanisme monitoring umum yang dibuat masyarakat untuk
mencapai 100% KK mempunyai jamban sehat.
h. Di sekolah yang terdapat di komunitas tersebut, telah tersedia sarana
jamban dan tempat cuci tangan (dengan sabun) yang dapat digunakan
murid-murid pada jam sekolah.
i. Analisa kekuatan kelembagaan di Kabupaten menjadi sangat penting
untuk menciptakan kelembagaan dan mekanisme pelaksanaan kegiatan
yang efektif dan efisien sehingga tujuan masyarakat ODF dapat tercapai.

ODF juga didukung dengan program jamban sehat.


a. Kriteria jamban sehat yaitu :
i. Tidak mencemari air
ii. Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar dasar
lubang kotoran tidak mencapai permukaan air tanah maksimum. Jika
keadaan terpaksa, dinding dan dasar lubang kotoran harus dipadatkan
dengan tanah liat atau diplester. Jarang lubang kotoran ke sumur
sekurang-kurangnya 10 meter Letak lubang kotoran lebih rendah
daripada letak sumur agar air kotor dari lubang kotoran tidak
merembes dan mencemari sumur. Tidak membuang air kotor dan
buangan air besar ke dalam selokan, empang, danau, sungai, dan laut.
iii. Tidak mencemari tanah permukaan
iv. Tidak buang besar di sembarang tempat, seperti kebun, pekarangan,
dekat sungai, dekat mata air, atau pinggir jalan. Jamban yang sudah
penuh agar segera disedot untuk dikuras kotorannya, atau dikuras,
kemudian kotoran ditimbun di lubang galian.
v. Bebas dari serangga

37
vi. Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras
setiap minggu. Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya
nyamuk demam berdarah.
vii. Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat
menjadi sarang nyamuk. Lantai jamban diplester rapat agar tidak
terdapat celah-celah yang bisa menjadi sarang kecoa atau serangga
lainnya Lantai jamban harus selalu bersih dan kering Lubang jamban,
khususnya jamban cemplung, harus tertutup.
viii. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan
ix. Aman digunakan oleh pemakainya
x. Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding
lubang kotoran dengan pasangan batau atau selongsong anyaman
bambu atau bahan penguat lai yang terdapat di daerah setempat
xi. Mudah dibersihkan dan tak menimbulkan gangguan bagi pemakainya
xii. Lantai jamban rata dan miring kearah saluran lubang kotoran
Jangan membuang plastic, puntung rokok, atau benda lain ke saluran
kotoran karena dapat menyumbat saluran Jangan mengalirkan air
cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban akan cepat
penuh Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati.
Gunakan pipa berdiameter minimal 4 inci. Letakkan pipa dengan
kemiringan minimal 2:100
xiii. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan
xiv. Jamban harus berdinding dan berpintu. Dianjurkan agar bangunan
jamban beratap sehingga pemakainya terhindar dari kehujanan dan
kepanasan
b. Kriteria bangunan jamban
i. Bangunan atas jamban (dinding dan/atau atap)
Bangunan atas jamban harus berfungsi untuk melindungi pemakai dari
gangguan cuaca dan gangguan lainnya

38
ii. Bangunan tengah jamban
Lubang tempat pembuangan kotoran (tinja dan urine) yang saniter
dilengkapi oleh konstruksi leher angsa. Pada konstruksi sederhana
(semi saniter), lubang dapat dibuat tanpa konstruksi leher angsa, tetapi
harus diberi tutup serta lantai Jamban terbuat dari bahan kedap air,
tidak licin, dan mempunyai saluran untuk pembuangan air bekas ke
Sistem Pembuangan Air Limbah (SPAL).
iii. Bangunan bawah
a) Tangki Septik, adalah suatu bak kedap air yang berfungsi
sebagai penampungan limbah kotoran manusia (tinja dan urine).
Bagian padat dari kotoran manusia akan tertinggal dalam tangki
septik, sedangkan bagian cairnya akan keluar dari tangki septik
dan diresapkan melalui bidang/sumur resapan. Jika tidak
memungkinkan dibuat resapan maka dibuat suatu filter untuk
mengelola cairan tersebut.
b) Cubluk, merupakan lubang galian yang akan menampung limbah
padat dan cair dari jamban yang masuk setiap harinya dan akan
meresapkan cairan limbah tersebut ke dalam tanah dengan tidak
mencemari air tanah, sedangkan bagian padat dari limbah
tersebut akan diuraikan secara biologis Bentuk cubluk dapat
dibuat bundar atau segi empat, dindingnya harus aman dari
longsoran, jika diperlukan dinding cubluk diperkuat dengan
pasangan bata, batu kali, buis beton, anyaman bambu, penguat
kayu, dan sebagainya (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

B. Identifikasi masalah
1. Faktor sosial menyebabkan masyarakat sulit merubah kebiasaan untuk BAB
di jamban

39
2. Faktor individu yang belum memiliki kemauan untuk memulai merubah dari
kebiasaan BAB di sungai ke jamban
3. Faktor geografis yaitu dari bagian rumah-rumah warga yang sebagian besar
dekat dengan sungai dan kolam sehingga membuat warga lebih memilih
untuk tetap tidak BAB di jamban.
4. Daerah cakupan Puskesmas Rawalo belum 100% ODF

8) Kerangka Konsep

Wilayah Cakupan
Puskesmas Rawalo

Pesawahan
Banjarparakan 100,00
100,00

Losari Rawalo
100,00 100,00

Menganti 66,53 Sanggreman


46,22

Sidamulih
67,52
Tambaknegara
100,00

Tipar
100,00

40
9) Identifikasi penyebab masalah

10) Alternatif pemecahan masalah

1. Man
a. Diadakan pemicuan ke masyarakat yang difasilitasi oleh tenaga kesehatan
atau masyarakat yang sudah terlatih menjadi fasilitator STBM.
b. Adanya kegiatan pemantauan secara terus menerus yang dilakukan oleh
individu maupun kelompok dari masyarakat tersebut.
c. Dilakukan kerjasama secara komprehensif baik perwakilan masyarakat,
puskesmas dengan desa.
d. Tersedianya supply atau layanan pemenuhan akses sanitasi untuk
masyarakat dengan kualitas sesuai dengan standar kesehatan dengan harga
yang terjangkau.
2. Money
Pengadaan koperasi penyehatan lingkungan jamban sehat yang berisi
tabungan dalam waktu tertentu yang sudah disepakati oleh masyarakat..

41
3. Minute
Program jamban Sehat dilakukan secara berkesinambungan
4. Method
a. Membuat indikator keberhasilan program ODF yang secara rutin
diperbaharui dan berkesinambungan
b. Membuat indikator penilaian yang direkapitulasi
c. Melakukan pemicuan dan follow up
d. Membuat program jambanisasi yang melibatkan beberapa sector
5. Proses
Mengubah perilaku masyarakat yang belum menyadari pentingnya
penggunaan jamban sehat.

42
11) Prioritas masalah

Importance Jumlah
No Daftar Masalah T R
P S RI DU SB PB PC (I x T x R)

1 Kurangnya SDM 4 3 3 3 2 3 2 2 5 200


dalam program
pemicuan

2 Kurangnya 4 5 4 4 2 5 2 2 5 260
pemberdayaan
masyarakat

3 Membuat indikator 2 2 2 3 2 3 2 4 3 192


keberhasilan program
ODF yang secara
rutin diperbaharui dan
berkesinambungan
dan direkapitulasi,
serta follow up
pemicuan

4 Keadaan geografis 2 4 3 3 2 4 2 3 3 180


yang mendukung
terjadinya BABS

Tabel 3. Prioritas Masalah

43
12) Prioritas Pemecahan Masalah

No Alternatif jalan keluar Efektivitas Efisiensi Jumlah


M I V C MxIxV/C

1. Penambahan kader program 5 3 3 4 11,25


penyehatan lingkungan untuk
mencapai ODF

2. Pengadaan koperasi penyehatan 5 4 2 3 13,3


lingkungan jamban sehat yang
berisi tabungan dalam waktu
tertentu yang sudah disepakati oleh
masyarakat.

3. Mengubah perilaku masyarakat 5 5 5 4 31,25


yang belum menyadari pentingnya
penggunaan jamban sehat melalui
kegiatan penyuluhan

4. Penguatan Koordinasi dengan 4 3 4 3 16


lintas sektoral

5. Program ODF dilakukan secara 3 4 3 3 12


berkesinambungan

Tabel 4. Prioritas Pemecahan Masalah

44
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pelaksanaan kegiatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dengan
pilar utama Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS) dimulai dari
adanya pemahaman yang diberikan kepada masyarakat atas permasalahan
sanitasi yang mereka hadapi, sampai adanya inisiatif dan keputusan sendiri
untuk berubah serta diikuti dengan pelaksanaan secara bersama-sama
menggunakan sumber daya yang dimiliki.
2. Permasalahan yang muncul dari seluruh desa awalnya sama yaitu adanya
kurangnya kemauman masyarakat untuk merubah kebiasaan dari open
defecation (OD) selama sehari-hari. Hal ini juga dipengaruhi oleh adanya
keadaan geografis rumah warga setempat yang dekat dengan kolam ataupun
sungai, sehingga warga lebih memilih untuk defekasi di sana dibandingkan
defekasi di jamban. Keadaan ekonomi dan pendidikan warga Kecamatan
Rawalo dapat dikatakan cukup baik, sehingga permasalahan ODF di
Puskesmas Rawalo ada pada faktor sosial dan individu masyarakat Rawalo.
3. Strategi yang dilakukan dan dikembangkan pada masyarakat di desa hingga
tetap ODF (Open Defecation Free) atau Stop Buang Air Besar Sembarangan
(Stop BABS) adalah dengan masih mengedepankan sistem gotong royong
dari setiap aspek pembangunan di desa, masih seringnya dilaksanakan
penyuluhan kesehatan, pemantauan rumah di masyarakat, pendataan warga
masyarakat untuk pembuatan profil desa dan update data perkembangan di
masyarakat.
4. Potensi perubahan perilaku di masyarakat Kecamatan Rawalo dapat
dikatakan cukup baik, hal ini terlihat dari adnaya kemajuan ODF dari tahun
2015 hingga 2018 akhir dimana terdapat 5 Desa yang telah melaksanakan
ODF dari 9 Desa yang ada di Kecamatan Rawalo dan pada tahun 2019 nanti

45
target dari Puskesmas Rawalo adalah Rawalo 100% ODF. Bentuk
komitmen yang telah dilakukan oleh tiap Desa berupa tanda tangan yang
diberikan oleh seluruh Kepala Desa di Kecamatan Rawalo pada perjanjian
Rawalo siap 100% ODF.
B. Saran
1. Bagi Pemerintah Daerah bersama jajarannya
a. Perlunya peninjauan kembali pada daerah/desa yang telah dinyatakan ODF
b. Perlunya komitmen yang tinggi melalui kesepakatan dengan kepala desa
dengan lintas terkait baik Bappeda, Badan Lingkungan Hidup, Dinas
Pekerjaan Umum, Dinas Kesehatan, Puskesmas dan juga Pemerintah Desa
dalam pencapaian ODF di Kabupaten Banyumas
c. Adanya kebijakan dan regulasi tentang pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM) utamanya Pilar Pertama Stop Buang Air Besar
Sembarangan (Stop BABS/SBS) yang dapat disampaikan ke seluruh
jajaran pemerintah kabupaten dan lapisan masyarakat melalui sosialisasi
2. Bagi Dinas kesehatan bersama jajarannya
a. Melaksanakan evaluasi kembali pada wilayah/desa yang telah
melaksanakan deklarasi ODF dan mencari solusi pemecahan masalah
akibat dari kegagalan suatu desa dalam pelaksanaan program STBM
b. Melakukan pendampingan kembali desa binaan STBM, melaksanakan
monitoring secara rutin, melaksanakan evaluasi kegiatan, dan verifikasi
ulang terhadap desa yang pernah dinyatakan ODF.
c. Keberlanjutan setiap program yang dicanangkan sangat penting agar
pelaksanaan setiap kegiatan tidak putus hanya sampai pada pencapaian
akhir akan tetapi pada tujuan diadakannya kegiatan atau program tersebut.
d. Perlunya kerjasama kader, bidan desa, sanitarian puskesmas dalam
memperoleh data, menyebarkan informasi kesehatan khususnya STBM
serta kerjasama lintas sektor dan lintas program dalam memberikan
penyuluhan kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan/program di desa. Selain

46
itu, pemberian reward bagi kader aktif yang terlibat dan mampu
mengembangkan wilayahnya untuk mencapai desa ODF tercepat secara
kualitas.
e. Perlunya mempertegas kinerja teman-teman sanitarian sesuai dengan
tupoksi yang ada serta peninjauan kecukupan tenaga sanitarian pada setiap
puskesmas berdasarkan luas wilayah dan jumlah desa.
f. Perlunya sinkronisasi data antara hasil monitoring Dinas Kesehatan,
Puskesmas dan data desa agar data yang diinput merupakan data falid.
3. Bagi peneliti selanjutnya
a. Peneliti selanjutnya dapat menggali informasi yang lebih dalam tentang
efektivitas dan evaluasi pelaksanaan STBM pilar pertama Stop Buang Air
Besar Sembarangan dan diharapkan peneliti selanjutnya dapat meneliti
pilar lain dalam pelaksanaan kegiatan program STBM dan juga kinerja
petugas kesehatan dalam melaksanakan tupoksi sebagai bahan masukan
untuk kemajuan pelayanan kesehatan khususnya di bidang kesehatan
lingkungan.
b. Menggali variabel-variabel yang mampu menjadi indikator keberhasilan
pelaksanaan STBM di semua wilayah dengan menyesuaian potensi sumber
daya manusia dan sumber daya alam di wilayah tersebut.

47
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, E. 2015. Verifikasi Desa ODF (Open Defecation Free) Pasca Pemicuan
(Studi di Kelurahan Banjar Sengon Kecamatan Patrang dan Desa Wringin Telu
Kecamatan Puger Kabupaten Jember).
Andarmoyo, S. 2012. Personal Hygiene: Konsep, Proses dan Aplikasi Praktik
Keperawatan. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Apriatman, Nur. 2011. Stop Buang Air Besar Sembarangan/ Community Led Total
Sanitation Pembelajaran Dari Para Penggiat CLTS. Jakarta: Pokja AMPL dan
Sekretariat STBM.
Departemen Kesehatan Indonesia. 2013. Profil Kesehatan Indonesia 2012.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia:Jakarta
Dik Wibowo, dkk. 2015. Kesehatan Masyarakat di Indonesia. Jakarta: PT Raja
Grafindo
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Tim. 2013.
Buku Saku Verifikasi Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Jakarta:
Sekretariat STBM Nasional.
Fewtrell, L., Kaufmann, RB., Kay, D., Enanoria, W., Haller, L,, Colford, JM Jr.,
2005. Water, sanitation, and hygiene interventions to reduce diarrhoea in less
developed countries: a systematic review and meta-analysis. Lancet Infect Dis:
UK
Kemkes RI. 2015. Higiene dan Sanitasi Pangan.
http://gizi.depkes.go.id/wpcontent/uploads/2015/02/HIGIENE-SANITASI-
PANGAN-DIT-GIZI1.pdf. Diakses 30 Oktober 2015
Pane E. 2009. Pengaruh Perilaku Keluarga terhadap Penggunaan Jamban. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 3,
No. 5, April 2009
Qudsiyah, W. A. 2015. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tingginya Angka
Open Defecation (OD) di Kabupaten Jember: Studi di Desa Sumber Kalong
Kecamatan Kalisat. [Skripsi]. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Jember.
Safrudin, dkk. 2011. Himpunan Penyuluhan Kesehatan. Jakarta : Buku Kesehatan
Slamet, Juli. 2009. Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada University Press: Jogjakarta
Water and Sanitation Program, Tim. 2009. Informasi Pilihan Jamban Sehat. Jakarta:
Sekretariat STBM Nasional.
WHO. 2009. Diarrhoeal disease: Fact Sheet

48

Anda mungkin juga menyukai