Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan lingkungan sebagai salah satu upaya kesehatan ditujukan untuk

mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun

sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang

setinggi-tingginya, sebagaimana tercantum dalam Pasal 162 Undang-Undang

Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Ketentuan mengenai penyelenggaraan

kesehatan lingkungan selanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66

Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan, yang pengaturannya ditujukan dalam

rangka terwujudnya kualitas lingkungan yang sehat tersebut melalui upaya

pencegahan penyakit dan/atau gangguan kesehatan dari faktor risiko kesehatan

lingkungan di permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi serta tempat dan

fasilitas umum.

Sampai saat ini penyakit yang terkait kualitas lingkungan masih merupakan

masalah kesehatan masyarakat, antara lain Malaria pada tahun 2012 sebanyak

417.819 kasus dan Anual Parasite Incident Malaria di Indonesia sebesar 1,69

per1.000 penduduk. Demam Berdarah Dengue pada tahun 2012 sebanyak 90.245

kasus dengan jumlah kematian 816 (IR= 37,11 dan CFR= 0.9). Sedangkan

penemuan Pneumonia Balita pada tahun 2012 cakupannya sebesar 22,12 %.

Angka kesakitan diare pada semua umur menurun tidak signifikan dari 423 per

1000 penduduk pada tahun 2006 menjadi 411 per 1000 penduduk pada tahun

2010, hasil survey morbiditas tahun 2006 dan tahun 2010 memperlihatkan bahwa

1
tidak ada perubahan episode diare pada balita sebesar 1,3 kali (Hasil kajian

morbiditas diare, Depkes, 2012).

Puskesmas merupakan suatu unit pelayanan kesehatan yang memberikan

pelayanan kuratif dan preventif secara terpadu, menyeluruh dan mudah dijangkau,

dalam wilayah kerja kecamatan atau sebagian kecamatan atau kabupaten.

(Notoatmodjo, 2007). Sebagaimana diketahui bahwa fungsi puskesmas adalah

sebagai pusat pembangunan kesehatan di dalam wilayah kerjanya, membina peran

serta masyarakat dalam upaya kesehatan masyarakat di dalam wilayah kerjanya

dan memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat wilayah kerjanya. Salah

satu puskesmas yang berada di bawah naungan Dinas Kesehatan

Program pokok Puskesmas merupakan program pelayanan kesehatan yang

wajib dilaksanakan karena mempunyai daya ungkit yang besar terhadap

peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Ada 6

program pokok pelayanan kesehatan diantaranya program pengobatan, promosi

kesehatan, pelayanan KIA dan KB, pencegahan penyakit menular dan tidak

menular, kesehatan lingkungan dan perbaikan gizi masyarakat. program

kesehatan lingkungan adalah salah satu program pokok puskesmas yang berupaya

untuk menciptakan kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan

ekologi yang dinamis  antara manusia dan lingkungan untuk mendukung

tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia.

Kesehatan lingkungan merupakan faktor penting dalam kehidupan sosial

kemasyarakatan, bahkan merupakan salah satu unsur penentu atau determinan

dalam kesejahteraan penduduk. Di mana lingkungan yang sehat sangat dibutuhkan

2
bukan hanya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, tetapi juga untuk

kenyamanan hidup dan meningkatkan efisiensi kerja dan belajar.

Sampai saat ini penyakit yang terkait kualitas lingkungan masih merupakan

masalah kesehatan masyarakat, antara lain Malaria pada tahun 2012 sebanyak

417.819 kasus dan Anual Parasite Incident Malaria di Indonesia sebesar 1,69

per1.000 penduduk. Demam Berdarah Dengue pada tahun 2012 sebanyak 90.245

kasus dengan jumlah kematian 816 (IR= 37,11 dan CFR= 0.9). Sedangkan

penemuan Pneumonia Balita pada tahun 2012 cakupannya sebesar 22,12 %.

Angka kesakitan diare pada semua umur menurun tidak signifikan dari 423 per

1000 penduduk pada tahun 2006 menjadi 411 per 1000 penduduk pada tahun

2010, hasil survey morbiditas tahun 2006 dan tahun 2010 memperlihatkan bahwa

tidak ada perubahan episode diare pada balita sebesar 1,3 kali (Hasil kajian

morbiditas diare, Depkes, 2012)

Disamping itu perubahan iklim (climate change) diperkirakan akan

berdampak buruk terhadap lingkungan sehingga dapat terjadi peningkatan

permasalahan terhadap penyakit. Hal lain yang menyebabkan meningkatnya

permasalahan penyakit juga diakibatkan oleh keterbatasan akses masyarakat

terhadap kualitas air minum yang sehat sebesar 63 % dan penggunaan jamban

sehat sebanyak 69% (sekretariat STBM, Bappenas, Tahun 2012).

Untuk mengatasi permasalahan kesehatan masyarakat terutama karena

meningkatnya penyakit dan/atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh

Faktor Risiko Lingkungan, Pemerintah telah menetapkan Puskesmas sebagai

fasilitas pelayanan kesehatan terdepan yang menyelenggarakan upaya kesehatan

masyarakat dan upaya kesehatan perorangan tingkat pertama dengan lebih

3
mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Dalam pengaturan

Puskesmas ditegaskan bahwa salah satu upaya kesehatan masyarakat yang bersifat

esensial adalah berupa Pelayanan Kesehatan Lingkungan. Upaya kesehatan

masyarakat esensial tersebut harus diselenggarakan oleh setiap Puskesmas untuk

mendukung pencapaian standar pelayanan minimal kabupaten/kota bidang

kesehatan.

Program Lingkungan Sehat bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan

hidup yang lebih sehat melalui pengembangan system kesehatan kewilayahan

untuk menggerakkan pembangunan lintas sektor berwawasan kesehatan. Isu

kesehatan lingkungan adalah faktor risiko utama dalam burden disease (penyakit

beban ganda). Salah satu studi dari global burden disease menyebutkan bahwa

8,4% total burden disease di negara berpenghasilan rendah dan menengah

disebabkan oleh 3 kondisi: (1) air yang tidak bersih, hygiene, dan pembuangan

tinja; (2) polusi udara perkotaan; (3) asap dalam ruangan yang berasal dari bahan

bakar. Kesehatan lingkungan meliputi aspek-aspek kesehatan manusia, termasuk

kualitas hidup yang dipengaruhi oleh faktor fisik, kimia, biologi, sosial,

psikososial. Mengacu kepada teori dan praktek menilai, mengkoreksi,

mengkontrol, dan mencegah faktor-faktor di lingkungan yang berpengaruh negatif

terhadap kesehatan generasi sekarang dan yang akan dating

Menurut Notoatmodjo (2003) ada beberapa masalah kesehatan lingkungan,

yaitu: a. Program Tempat Pembuangan Sampah dan Limbah merupakan tempat

dimana sampah mencapai tahap terakhir dalam pengelolaan sejak mulai timbul

disumber, pengumpulan, pemindahan/pengangkutan, pengolahan dan

4
pembuangan. TPA merupakan tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar

tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya. b. Program

Pengendalian Vektor seperti serangga sebagai reservoir (habitat dan suvival) bibit

penyakit yang kemudian disebut sebagai vektor misalnya: pinjal tikus untuk

penyakit pes/sampar, Nyamuk Anopheles sp untuk penyakit Malaria, Nyamuk

Aedes sp untuk Demam Berdarah Dengue (DBD), Nyamuk Culex sp untuk

Penyakit Kaki Gajah/Filariasis. Penanggulangan/pencegahan dari penyakit

tersebut diantaranya dengan merancang rumah/tempat pengelolaan makanan

dengan rat proff (rapat tikus), Kelambu yang dicelupkan dengan pestisida untuk

mencegah gigitan Nyamuk Anopheles sp, Gerakan 3 M (menguras mengubur dan

menutup) tempat penampungan air untuk mencegah penyakit DBD, Penggunaan

kasa pada lubang angin di rumah atau dengan pestisida untuk mencegah penyakit

kaki gajah dan usaha-usaha sanitasi (WHO,1999).

Penilaian kinerja di puskesmas penting untuk dilakukan, karena menurut

Muninjaya. (2004) penilaian kinerja bermanfaat sebagai evaluasi program dan

sekaligus untuk akurasi data atau validitas data. Data yang valid tersebut berguna

sebagai sumber informasi perencanaan yang kuat untuk mengatasi permasalahan

kesehatan di daerah termasuk pelaksanaan program kesehatan lingkungan di

wilayah kerjanya. Untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan program kesehatan

lingkungan yang dilakukan oleh puskesmas.

1.2 Tujuan Umum

Mengevaluasi program Kesehatan Lingkungan yang ada di Puskesmas

Medokan Ayu Surabaya.

1.3 Tujuan Khusus

5
1. Mendeskripsikan hasil program yang telah dilaksanakan di Wilayah Kerja

Puskesmas Medokan Ayu Surabaya

2. Mendeskripsikan pelaksanaan program Kesehatan Lingkungan di Wilayah

kerja Puskesmas Medokan Ayu Surabaya

3. Mendeskripsikan factor penyebab tidak tercapainya program kesehatan

lingkungan di Wilayah kerja Puskesmas Medokan Ayu Surabaya.

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat teoritis

1. Sebagai sarana pengaplikasi teori evaluasi dan kesehatan lingkungan yang

telah didapatkan selama perkuliahan

2. Sebagai bahan untuk melaksanakan penelitian selanjutnya yang berhubungan

dengan kesehatan lingkungan

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Sebagai acuan dan masukan ilmiah dalam mengembangkan program

Kesehatan Lingkungan

2. Sebagai sarana informasi tentang hasil evaluasi program kesehatan yang telah

dilaksanakan di Wilayah kerja puskesmas Medokan Ayu Surabaya

3. Sebagai bahan pertimbanagan dalam menentukan kebijakan dimasyarakat

dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya

kesehatan lingkungan

1.4.3 Manfaat Bagi Masyarakat

6
Sebagai sarana informasi tentang manfaat adanya program kesehatan

lingkungan bagi masyarakat serta dapat meningkatkan partisipasi masyarakat

dalam pelaksanaan program kesehatan lingkungan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kesehatan Lingkungan

Menurut WHO (World Health Organization), kesehatan lingkungan adalah

suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar

dapat menjamin keadaan sehat dari manusia. Sedangkan menurut UU No 23 /

1992 Tentang kesehatan “Keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang

memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.”

Menurut WHO ada 17 ruang lingkup kesehatan lingkungan, yaitu:

1 Penyediaan Air Minum

2 Pengelolaan air Buangan dan pengendalian pencemaran

3 Pembuangan Sampah Padat

4 Pengendalian Vektor

5 Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia

6 Higiene makanan, termasuk higiene susu

7 Pengendalian pencemaran udara

8 Pengendalian radiasi

9 Kesehatan kerja

10 Pengendalian kebisingan

7
11 Perumahan dan pemukiman

12 Aspek kesling dan transportasi udara

13 Perencanaan daerah dan perkotaan

14 Pencegahan kecelakaan

15 Rekreasi umum dan pariwisata

16 Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan

epidemi/wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk

Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan. Ada (5)

upaya dasar yang dapat dilakukan di bidang kesling. Yaitu :

1. Penyehatan sumber air bersih (SAB). Kegiatan upaya penyehatan air meliputi

; surveilans kualitas air, inspeksi sanitasi SAB, pemeriksaan kualitas air,

pembinaan kelompok pemakai air.

2. Penyehatan lingkungan pemukiman (Pemeriksaan Rumah). Sarana sanitasi

dasar yang dipantau meliputi :

a. Penyehatan tempat-tempat umum (TTU) jamban keluarga (jaga), saluran

pembuangan air limbah (SPAL), dan tempat pengelolaan sampah (TPS).

b. Penyehatan tempat-tempat umum meliputi hotel dan tempat penginapan

lain, pasar, kolam renang dan pemandian umum lain, sarana ibadah,

salon dan pangkas rambut, dilakukan upaya pembinaan institusi rumah

sakit dan sarana kesehatan lain, sarana pendidikan dan perkantoran

3. Penyehatan tempat pengelola makanan (TPM). Secara umum penyehatan

TPM bertujuan untuk melakukan pembinaan teknis dan pengawasan terhadap

tempat penyehatan makanan dan minuman, kesiap-siagaan dan

8
penanggulangan KLB, keracunan, kewaspadaan dini serta penyakit bawaan

makanan

4. Pemantauan Jentik nyamuk dan PSN (pemberantasan Sarang Nyamuk)

Petugas sanitasi puskesmas melakukan pemeriksaan terhadap tempat yang

mungkin menjadi perindukan nyamuk.

5. Konsultasi kesling klinik sanitasi. Pemberian konsultasi gratis kepada

masyarakat/pasien yang menderita penyakit yang berhubungan dengan

lingkungan seperti; diare, kecacingan, penyakit kulit, TB Paru, dan lainnya.

Menurut UU No 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan (Pasal 22 ayat 3), ruang

lingkup kesehatan lingkungan sebagai berikut :

1. Penyehatan Air dan Udara

2. Pengamanan Limbah padat/sampah

3. Pengamanan Limbah cair

4. Pengamanan limbah gas

5. Pengamanan radiasi

6. Pengamanan kebisingan

7. Pengamanan vektor penyakit

8. Penyehatan dan pengamanan lainnya : Misal Pasca bencana

2.2 Syarat Lingkungan Sehat

Syarat lingkungan sehat terdiri dari :

1. Keadaan Air. Air yang sehat adalah air yang tidak berbau, tidak tercemar dan

dapat dilihat kejernihan air tersebut, kalau sudah pasti kebersihannya dimasak

dengan suhu 1000C, sehingga bakteri yang di dalam air tersebut mati.

2. Keadaan Udara. Udara yang sehat adalah udara yang didalamnya terdapat

9
yang diperlukan, contohnya oksigen dan di dalamnya tidka tercear oleh zat-

zat yang merusak tubuh, contohnya zat CO2 (zat carbondioksida).

3. Keadaan tanah. Tanah yang sehat adalah tamah yamh baik untuk penanaman

suatu tumbuhan, dan tidak tercemar oleh zat-zat logam berat.

Cara-cara Pemeliharaan Kesehatan Lingkungan

1. Tidak mencemari air dengan membuang sampah disungai

2. Mengurangi penggunaan kendaraan bermotor

3. Mengolah tanah sebagaimana mestinya

4. Menanam tumbuhan pada lahan-lahan kosong

Cara-cara Pemeliharaan Kesehatan Lingkungan

1. Mengurangi pemanasan Global dengan menanam tumbuhan sebanyak-

banyaknya pada lahan kosong, maka kita juga ikut serta mengurangi

pemanasan global, karbon, zat O2 (okseigen) yang dihasilkan tumbuh-

tumbuhan dan zat tidak langsung zat CO2 (carbon) yang menyebabkan

atmosfer bumi berlubang ini terhisap oleh tumbuhan dan secara langsung zat

O2 yang dihasilkan tersebut dapat dinikmati oleh manusia tersebut untuk

bernafas.

2. Menjaga kebersihan lingkungan, dengan lingkungan yang sehat maka kita

harus menjaga kebersihannya, karena lingkungan yang sehat adalah

lingkungan yang bersih dari segala penyakit dan sampah.Sampah adalah

musuh kebersihan yang paling utama. Sampah dapat dibersihkan dengan

cara-cara sebagai berikut ;

a. Membersihkan Sampah OrganikSampah organik adalah sampah yang dapat

dimakan oleh zat-zat organik di dalam tanah, maka sampah organik dapat

10
dibersihkan dengan mengubur dalam-dalam sampah organik tersebut, contoh

sampah organik : daun-daun tumbuhan, ranting-ranting tumbuhan, akar

tumbuhan

b. Membersihkan Sampah Non Organik Sampah non organik adalah sampah

yang tidak dapat hancur (dimakan oleh zat organik) dengan sendirinya, maka

sampah non organik dapat dibersihkan dengan membakar sampah tersebut

dan lalu menguburnya. Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan Kontribusi

lingkungan dalam mewujudkan derajat kesehatan merupakan hal yang

essensial di samping masalah perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan dan

faktor keturunan. Lingkungan memberikan kontribusi terbesar terhadap

timbulnya masalah kesehatan masyarakat.

2.3 Program Kesehatan Lingkungan

Program-program UPTD Puskesmas yang termasuk dalam pelayanan sanitasi

lingkungan adalah sebagai berikut :

1. Higiene Sanitasi

a. Inspeksi Sanitasi

b. Inspeksi sanitasi sarana air bersih (SAB)

c. Inspeksi sanitasi di Tempat – Tempat Umum (TTU prioritas)

d. Inspeksi sanitasi di Tempat pengelolaan makanan (TPM)

e. Inspeksi sanitasi di lingkungan pemukiman

f. Pemukiman diperiksa

g. Rumah diperiksa

h. TPS diperiksa

i. TP2 Pestisida diperiksa

11
2. Penyehatan Lingkungan (Pl)

Kegiatan pokok untuk mencapai tujuan tersebut meliputi:

a. Penyediaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Dasar

b. Pemeliharaan dan Pengawasan Kualitas Lingkungan

c. Pengendalian dampak risiko lingkungan

d. Pengembangan wilayah sehat.

Pencapaian tujuan penyehatan lingkungan merupakan akumulasi berbagai

pelaksanaan kegiatan dari berbagai lintas sektor, peran swasta dan masyarakat

dimana pengelolaan kesehatan lingkungan merupakan penanganan yang paling

kompleks, kegiatan tersebut sangat berkaitan antara satu dengan yang lainnya

yaitu dari hulu berbagai lintas sector ikut serta berperan (Perindustrian, KLH,

Pertanian, PU dll) baik kebijakan dan pembangunan fisik dan Departemen

Kesehatan sendiri terfokus kepada hilirnya yaitu pengelolaan dampak kesehatan.

Sebagai gambaran pencapaian tujuan program lingkungan sehat disajikan dalam

per kegiatan pokok melalui indikator yang telah disepakati serta beberapa

kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut:

2.4 Inspeksi Kesehatan Lingkungan

PengertianInspeksi Kesehatan Lingkungan adalah kegiatan pemeriksaan

dan pengamatan secara langsung terhadap media lingkungan dalam rangka

pengawasan berdasarkan standar, norma dan baku mutu yang berlaku untuk

meningkatkan kualitas lingkungan yang sehat. Inspeksi Kesehatan Lingkungan

dilaksanakan berdasarkan hasil Konseling terhadap Pasien dan/atau

kecenderungan berkembang atau meluasnya penyakit dan/atau kejadian kesakitan

akibat Faktor Risiko Lingkungan. Inspeksi Kesehatan Lingkungan juga dilakukan

12
secara berkala, dalam rangka investigasi Kejadian Luar Biasa (KLB) dan program

kesehatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

1. Pelaksanaan Inspeksi Kesehatan Lingkungan

1) Petugas Inspeksi Kesehatan Lingkungan

Inspeksi Kesehatan Lingkungan dilaksanakan oleh Tenaga Kesehatan

Lingkungan (sanitarian, entomolog dan mikrobiolog) yang membawa surat

tugas dari Kepala Puskesmas dengan rincian tugas yang lengkap. Dalam

pelaksanaan Inspeksi Kesehatan Lingkungan Tenaga Kesehatan Lingkungan

sedapat mungkin mengikutsertakan petugas Puskesmas yang menangani

program terkait atau mengajak serta petugas dari Puskesmas Pembantu,

Poskesdes, atau Bidan di desa.

Terkait hal ini Lintas Program Puskesmas berperan dalam:

a. Melakukan sinergisme dan kerja sama sehingga upaya promotif,

preventif dan kuratif dapat terintegrasi.

b. Membantu melakukan Konseling dan pada waktu kunjungan rumah dan

lingkungan.

c. Apabila di lapangan menemukan penderita penyakit karena Faktor Risiko

Lingkungan, harus melaporkan pada waktu lokakarya mini Puskesmas,

untuk diketahui dan ditindak lanjuti.

d. Waktu Pelaksanaan Inspeksi Kesehatan LingkunganWaktu pelaksanaan

Inspeksi Kesehatan Lingkungan sebagai tindak lanjut hasil Konseling

sesuai dengan kesepakatan antara Tenaga Kesehatan Lingkungan dengan

Pasien, yang diupayakan dilakukan paling lambat 24 (dua puluh empat)

jam setelah Konseling.

13
e. Metode Inspeksi Kesehatan LingkunganInspeksi Kesehatan Lingkungan

dilakukan dengan cara/metode sebagai berikut :

a) Pengamatan fisik media lingkungan

b) Pengukuran media lingkungan di tempat;

c) Uji laboratorium; dan/atau

d) Analisis risiko kesehatan lingkungan.

f. Inspeksi Kesehatan Lingkungan dilakukan terhadap media air, udara,

tanah, pangan, sarana dan bangunan, serta vektor dan binatang pembawa

penyakit. Dalam pelaksanaannya mengacu pada pedoman pengawasan

kualitas media lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan.

2) Pengamatan fisik media lingkunganSecara garis besar, pengamatan fisik

terhadap media lingkungan dilakukan sebagai berikut:

a. Air

a) Mengamati sarana (jenis dan kondisi) penyediaan air minum dan

air untuk keperluan higiene sanitasi (sumur gali/sumur pompa

tangan/KU/perpipaan/penampungan air hujan).

b) Mengamati kualitas air secara fisik, apakah berasa, berwarna, atau

berbau.

c) Mengetahui kepemilikan sarana penyediaan air minum dan air

untuk keperluan higiene sanitasi, apakah milik sendiri atau

bersama.

b. Udara. Mengamati ketersediaan dan kondisi kebersihan ventilasi. -

Mengukur luas ventilasi permanen (minimal 10% dari luas lantai),

14
khusus ventilasi dapur minimal 20% dari luas lantai dapur, asap harus

keluar dengan sempurna atau dengan ada exhaust fan atau peralatan

lain.

c. Tanah.Mengamati kondisi kualitas tanah yang berpotensi sebagai

media penularan penyakit, antara lain tanah bekas Tempat

Pembuangan Akhir/TPA Sampah, terletak di daerah banjir, bantaran

sungai/aliran sungai/longsor, dan bekas lokasi pertambangan.

d. Pangan.Mengamati kondisi kualitas media pangan, yang memenuhi

prinsip-prinsip higiene sanitasi dalam pengelolaan pangan mulai dari

pemilihan dan penyimpanan bahan makanan, pengolahan makanan,

penyimpanan makanan masak, pengangkutan makanan, dan penyajian

makanan.

e. Sarana dan Bangunan.Mengamati dan memeriksa kondisi kualitas

bangunan dan sarana pada rumah/tempat tinggal Pasien, seperti atap,

langit-langit, dinding, lantai, jendela, pencahayaan, jamban, sarana

pembuangan air limbah, dan sarana pembuangan sampah.

f. Vektor dan Binatang Pembawa PenyakitMengamati adanya tanda-

tanda kehidupan vektor dan binatang pembawa penyakit, antara lain

tempat berkembang biaknya jentik, nyamuk, dan jejak tikus.

3) Pengukuran Media Lingkungan di Tempat

Pengukuran media lingkungan di tempat dilakukan dengan menggunakan

alat in situ untuk mengetahui kualitas media lingkungan yang hasilnya

langsung diketahui di lapangan. Pada saat pengukuran media lingkungan,

jika diperlukan juga dapat dilakukan pengambilan sampel yang

15
diperuntukkan untuk pemeriksaan lanjutan di laboratorium.

4) Uji Laboratorium

Apabila hasil pengukuran in situ memerlukan penegasan lebih lanjut,

dilakukan uji laboratorium. Uji laboratorium dilaksanakan di laboratorium

yang terakreditasi sesuai parameternya. Apabila diperlukan, uji

laboratorium dapat dilengkapi dengan pengambilan spesimen biomarker

pada manusia, fauna, dan flora.

5) Analisis risiko kesehatan lingkungan

Analisis risiko kesehatan lingkungan merupakan pendekatan dengan

mengkaji atau menelaah secara mendalam untuk mengenal, memahami

dan memprediksi kondisi dan karakterisktik lingkungan yang berpotensi

terhadap timbulnya risiko kesehatan, dengan mengembangkan tata laksana

terhadap sumber perubahan media lingkungan, masyarakat terpajan dan

dampak kesehatan yang terjadi. Analisis risiko kesehatan lingkungan juga

dilakukan untuk mencermati besarnya risiko yang dimulai dengan

mendiskrisikan masalah kesehatan lingkungan yang telah dikenal dan

melibatkan penetapan risiko pada kesehatan manusia yang berkaitan

dengan masalah kesehatan lingkungan yang bersangkutan. Analisis risiko

kesehatan lingkungan dilakukan melalui:

a. Identifikasi bahaya. Mengenal dampak buruk kesehatan yang

disebabkan oleh pemajanan suatu bahan dan memastikan mutu serta

kekuatan bukti yang mendukungnya.

b. Evaluasi dosis responMelihat daya racun yang terkandung dalam suatu

bahan atau untuk menjelaskan bagaimana suatu kondisi pemajanan

16
(cara, dosis, frekuensi, dan durasi) oleh suatu bahan yang berdampak

terhadap kesehatan.

c. Pengukuran pemajananPerkiraan besaran, frekuensi dan lamanya

pemajanan pada manusia oleh suatu bahan melalui semua jalur dan

menghasilkan perkiraan pemajanan.

d. Penetapan Risiko.Mengintegrasikan daya racun dan pemajanan

kedalam “perkiraan batas atas” risiko kesehatan yang terkandung

dalam suatu bahan.

e. Hasil analisis risiko kesehatan lingkungan ditindaklanjuti dengan

komunikasi risiko dan pengelolaan risiko dalam rencana tindak lanjut

yang berupa Intervensi Kesehatan Lingkungan.

2. Langkah-Langkah Inspeksi Kesehatan Lingkungan

1) Persiapan:

a. Mempelajari hasil Konseling

b. Tenaga Kesehatan Lingkungan membuat janji kunjungan rumah dan

lingkungannya dengan Pasien dan keluarganya.

c. Menyiapkan dan membawa berbagai peralatan dan kelengkapan

lapangan yang diperlukan (formulir Inspeksi Kesehatan Lingkungan,

formulir pencatatan status kesehatan lingkungan, media penyuluhan,

alat pengukur parameter kualitas lingkungan)

d. Melakukan koordinasi dengan perangkat desa/kelurahan (kepala

desa/lurah, sekretaris, kepala dusun atau ketua RW/RT) dan petugas

kesehatan/bidan di desa.

2) Pelaksanaan:

17
a. Melakukan pengamatan media lingkungan dan perilaku masyarakat.

b. Melakukan pengukuran media lingkungan di tempat, uji laboratorium,

dan analisis risiko sesuai kebutuhan.

c. Melakukan penemuan penderita lainnya.

d. Melakukan pemetaan populasi berisiko.

e. Memberikan saran tindak lanjut kepada sasaran (keluarga pasien dan

keluarga sekitar). Saran tindak lanjut dapat berupa Intervensi

Kesehatan Lingkungan yang bersifat segera. Saran tindak lanjut

disertai dengan pertimbangan tingkat kesulitan, efektifitas dan biaya.

Dalam melaksanakan Inspeksi Kesehatan Lingkungan, Tenaga

Kesehatan Lingkungan menggunakan panduan Inspeksi Kesehatan

Lingkungan berupa bagan dan daftar pertanyaan untuk setiap penyakit

sebagaimana contoh daftar pertanyaan terlampir. Tenaga Kesehatan

Lingkungan dapat mengembangkan daftar pertanyaan tersebut sesuai

kebutuhan. Hasil Inspeksi Kesehatan Lingkungan dilanjutkan dengan

rencana tindak lanjut berupa Intervensi Kesehatan Lingkungan.

2.5 Evaluasi Program Kesehatan

2.5.1 Defenisi

Evaluasi merupakan kegiatan lebih lanjut dari kegiatan pengukuran dan

pengembangan indikator; oleh karena itu dalam melakukan evaluasi harus

berpedoman pada ukuran-ukuran dan indikator yang telah disepakati dan

ditetapkan. Evaluasi juga merupakan suatu proses umpan balik atas kinerja masa

lalu yang berguna untuk meningkatkan produktivitas dimasa datang, sebagai suatu

18
proses yang berkelanjutan, evaluasi menyediakan informasi mengenai kinerja

dalam hubungannya terhadap tujuan dan sasaran (Notoatmodjo, 2003).

Evaluasi program merupakan evaluasi terhadap kinerja program,

sebagaimana diketahui bahwa program dapat didefinisikan sebagai kumpulan

kegiatan-kegiatan nyata, sistematis dan terpadu yang dilaksanakan oleh satu atau

beberapa instansi instansi pemerintah ataupun dalam rangka kerjasama dengan

masyarakat, atau yang merupakan partisipasi aktif masyarakat, guna mencapai

sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi program merupakan hasil

komulatif dari berbagai kegiatan (Mac Kenzie, 2007).

Evaluasi program adalah langkah awal dalam supervisi, yaitu

mengumpulkan data yang tepat agar dapat dilanjutkan dengan pemberian

pembinaan yang tepat pula. Evaluasi program sangat penting dan bermanfaat

terutama bagi pengambil keputusan. Alasannya adalah dengan masukan hasil

evaluasi program itulah para pengambil keputusan akan menentukan tindak lanjut

dari program yang sedang atau telah dilaksanakan (Antina Nevi, 2009).

Evaluasi program kesehatan merupakan bagian dari proses manajerial

pembangunan kesehatan nasional yang lebih luas. Dalam melakukan evaluasi kita

sebenarnya menetapkan suatu nilai. Kita dapat mengurangi unsur subyektif pada

penilaian tersebut dengan mendasarkan penilaian atas fakta-fakta yang ada.

Penerapannya menghendaki pikiran yang terbuka dan mampu memberi kritik

yang membangun menuju kepada pemikiran pemikiran yang sehat.

2.5.2 Tujuan Evaluasi

Evaluasi memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Membantu perencanaan di masa yang akan datang.

19
2. Mengetahui apakah sarana yang tersedia dimanfaatkan dengan sebaik-

baiknya.

3. Menentukan kelemahan dan kekuatan daripada program, baik dari segi

teknis maupun administratif yang selanjutnya diadakan perbaikan-

perbaikan.

4. Membantu menentukan strategi, artinya mengevaluasi apakah cara yang

telah dilaksanakan selama ini masih bisa dilanjutkan, atau perlu diganti.

5. Mendapatkan dukunagn dari psonsor (pemerintah atau swasta), berupa

dukungan moral maupun material.

6. Motivator, jika program berhasil, maka akan memberikan kepuasan dan rasa

bangga kepada para staf, hingga mendorong mereka bekerja lebih giat lagi.

Tujuan pokok atau tujuan utama dari evaluasi atau melakukan penilaian di

bidang kesehatan adalah adanya perubahan perilaku, dalam teori dinyatakan

bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh sikapnya. Kalau berhasil mengubah

sikap seseorang, maka ia akan mengubah perilakunya (Mubarak dkk., 2009).

Penilaian sebagai salah satu fungsi manajemen bartujuan untuk

mempertanyakan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan dari suatu perencanaan,

sekaligus mengukur seobyektif mungkin hasil-hasil pelaksanaan itu dengan

memakai ukuran-ukuran yang dapat diterima pihak-pihak yang terlibat dalam

suatu perencanaan. Penilaian adalah suatu upaya untuk mengukur member nilai

secara obyektif pencapaian hasil-hasil yang telah direncanakan sebelumnya.

Tujuan utama dari penilaian adalah agar hasil penilaian tersebut dapat dipakai

sebagai umpan balik untuk perencanaan sebelumnya.

20
Salah satu ciri evaluasi adalah sebagai suatu proses yang

berkesinambungan, maka dengan sendirinya disamping mempunyai ciri-ciri yang

khas juga mencerminkan sifat kedinamisannya dengan cara membedakan: input,

procces dan output. Pada sisi input, evaluasi pengembangan personil sangat

penting untuk melihat kebutuhan sesuai dengan keterampilan yang diharapkan,

sehingga dapat dikembangkan pengawasan yang mendukung pada organisasi

logistik serta mekanisme pendukung lainnya. Sebagai suatu langkah awal yang

penting dalam sisi input adalah evaluasi terhadap penetapan tujuan, dikaitkan

dengan visi dan misi program atau organisasi, serta penetapan sasaran program itu

sendiri

2.5.3 Metode Evaluasi

Berdasarkan waktumya evaluasi/penilaian dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Penilaian rutin (concurrent evaluation atau progress report). Dalam setiap

program penilaian rutin ini hendaknya merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari program tersebut. Dengan demikian, penilaian akan

berjalan berkesinambungan dan teratur, serta bersamaan dengan

pelaksanaan program itu sendiri. Penilaian dilakukan oleh staf program

dalam bentuk progres report, dengan cara ini perbaikan-perbaikan pun

dilakukan sejak awal. Demikian pula kekuatan-kekuatan dari program dapat

segera didapatkan dan dapat diterapkan dalam melanjutkan program

tersebut. Penilaian meliputi semua aspek program, termasuk reaksi

masyarakat terhadap program tersebut.

21
2. Penilaian Berkala (periodical evaluation), yaitu penilaian yang dilakukan

pada setiap akhir dari suatu bagian tertentu dari program, seperti tiap enam

bulan, satu tahun, dua tahun, dan sebagainya.

3. Penilaian khusus (ad-hoc evaluation), yaitu penilaian yang dilakukan setiap

saat yang diperlukan.

4. Penilaian akhir (terminal evaluation), yaitu penilaian yang dilakukan pada

akhir suatu program atau beberapa waktu sesudah akhir suatu program. Jadi

ini merupakan penilaian terhadap pencapaian tujuan akhirnya. (Mubarak

dkk., 2009)

Menurut Mantra (1997) secara umum evaluasi dapat dibedakan atas

beberapa tahap yaitu:

a. Evaluasi pada tahap awal program

Evaluasi yang dilakukan pada tahap pengembangan program sebelum

program dimulai. Evaluasi ini akan menghasilkan informasi yang akan di

pergunakan untuk mengembangkan program agar program dapat lebih

sesuai dengan situasi dan kondisi sasaran.

b. Evaluasi pada tahap proses

Evaluasi yang dilakukan disini adalah pada saat program sedang

dilakasanakan. Tujuannya adalah untuk mengukur apakah program yang

sedang berjalan telah sesuai dengan rencana atau tidak atau apakah telah

terjadi penyimpangan yang dapat merugikan pencapaian tujuan dari

program.

c. Evaluasi pada akhir program

22
Evaluasi yang dilakukan pada saat program telah selesai dilaksanakan

dengan tujuan untuk memberikan pernyataan efektifitas atau tidaknya suatu

program selama kurun waktu tertentu. Sehingga dapat dipergunakan dalam

pengambilan keputusan untuk merencanakan dan mengalokasikan

resources.

d. Evaluasi dampak program

Evaluasi yang menilai keseluruhan efektifitas program dalam menghasilkan

perubahan sikap dan perilaku pada target sasaran, evaluasi dampak

merupakan kebalikan dari penilaian kebutuhan program mana kalau evaluasi

kebutuhan menentukan kebutuhan suatu program sedangkan penilaian

dampak akan menentukan tingkat kebutuhan yang nyata setelah diintervensi

oleh program kesehatan.

Sedangkan menurut Azrul Azwar (1996), jenis evaluasi antara lain:

1. Evaluasi formatif yaitu suatu bentuk evaluasi yang dilaksanakan pada tahap

pengembangan program dan sebelum program dimulai. Evaluasi yang

dilakukan di sini adalah pada saat merencanakan suatu program. Tujuan

utamanya adalah untuk meyakinkan bahwa rencana yang akan disusun

benar-benar telah sesuai dengan masalah yang ditemukan, dalam arti dapat

menyelesaikan masalah tersebut. Penilaian yang bermaksud mengukur

kesesuaian program dengan masalah dan atau kebutuhan masyarakat ini

dering disebut dengan studi penjajakan kebutuhan (need assesment study).

2. Evaluasi proses atau evaluasi promotif yaitu suatu proses evaluasi yang

memberikan gambaran tentang apa yang sedang berlangsung dalam suatu

program dan memastikan ada dan terjangkaunya elemen-elemen fisik dan

23
structural dari pada program. Evaluasi yang dilakukan di sini adalah pada

saat program sedang dilaksanakan. Tujuan utamanya adalah untuk

mengukur apakah program yang sedang dilaksanakan tersebut telah sesuai

dengan rencana atau tidak, atau apakah terjadi penyimpangan-

penyimpangan yang dapat merugikan pencapaian tujuan dari program

tersebut. Pada umumnya ada dua bentuk penilaian pada tahap pelaksanaan

program ini yaitu monitoring dan penilaian berkala.

3. Evaluasi sumatif yaitu evaluasi yang memberikan pernyataan efektifitas

suatu program selama kurun waktu tertentu dan evaluasi ini menilai sesudah

program tersebut berjalan. Penilaian yang dilakukan disini adalah pada saat

program telah selesai dilaksanakan. Tujuan utamanya dapat dibedakan

menjadi dua yaitu mengukur keluaran (output) serta mengukur dampak

(impact) yang dihasilkan.

4. Evaluasi dampak yaitu suatu evaluasi yang menilai keseluruhan efektifitas

program dalam menghasilkan target sasaran.

5. Evaluasi hasil adalah evaluasi yang menilai perubahan-perubahan atau

perbaikan dalam morbiditas, mortalitas atau indicator status kesehatan

lainnya untuk sekelompok penduduk tertentu Sedangkan dilihat dari

implikasi hasil evaluasi bagi suatu program, dibedakan adanya jenis

evaluasi, yakni evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif

dilakukan untuk mendiagnosis suatu program yang hasilnya digunakan

untuk pengembangan atau perbaikan program. Biasanya evaluasi formatif

dilakukan pada proses program (program masih berjalan). Sedangkan

evaluasi sumatif adalah suatu evaluasi yang dilakukan untuk menilai hasil

24
akhir dari suatu program. Biasanya evaluasi sumatif ini dilakukan pada

waktu program telah selesai (akhir program). Meskipun demikian pada

praktek evaluasi program sekaligus mencakup kedua tujuan tersebut

(Notoatmodjo, 2003).

2.5.4 Langkah-Langkah Evaluasi

Langkah-langkah dalam evaluasi/penilaian adalah sebagai berikut :

1. Menentukan tujuan evaluasi.

Tujuan dari evaluasi harus dimengerti, sebab hal ini mempengaruhi bagian

apa dari program yang perlu diamati, selanjutnya memengaruhi pula

macam informasi yang akan dikumpulkan.

2. Menentukan bagian apa dari program yang akan dievaluasi

Apakah yang dievaluasi masukannya, proses, kelauaran, atau dampaknya,

atau kombinasi dari bagian-bagian tersebut.

3. Mengumpulkan data awal (base line data)

Data ini dapat dipergunakan sebagai pembanding, anatara sebelum

diadakan suatu kegiatan dengan situasi sesudah diadakan kegiatan. Data

awal yang diperlukan bergantung pada apa yang akan dinilai dan maksud

penilaian.

4. Mempelajari tujuan program

Tujuan program merupakan syarat penting sutau program, agar penilaian

dapat dilakukan dengan baik. Tujuan harus dapat dikur dan jelas. Tujuan

25
dapat dirumuskan menjadi tujuan jangka pendek, menengah, dan panjang.

Tujuan jangka pendek adalah tujuan yang ingin dicapai dalam waktu

dekat, merupakan loncatan untuk bisa sampai pada tujuan jangkat

menengah. Tujuan jangka menengah untuk bisa samapi pada tujuan yang

harus dicapai dulu, untuk bisa mencapai tujuan jangak panjang. Tujuang

jangka pangjang merupakan tujuan akhir dari sebuah program.

5. Menentukan tolok ukur (indikator)

Perlu ditetapkan patokan apa yang akan digunakan sebagai dasar

pengukuran. Dengan kata lain, harus ditentukan apa yang akan diukur.

Contoh, jika tujuannya adalah meningkatakan kesadaran masyarakat

terhadap pentingnya olahraga, harus ditentukan dahulu apa yang akan

dipakai untuk mengukur kesadaran masyarakat. Misalkan untuk mengukur

berapa persen masyarakat yang berolahraga pada pagi hari, maka mereka

yang membiasakan olahraga pada pagi hari adalah tolok ukurnya. Hal ini

harus dibandingkan antara sebelum dan sesudah kegiatan.

6. Menentukan cara menilai, alat penilaian, dan sumber datanya

7. Mengumpulkan data

8. Mengolah dan menyimpulkan data yang didapat.

9. Feedback (umpan balik) dan saran-saran kepada program yang akan

dinilai (Notoatmodjo, 2007).

2.5.5 Indikator Evaluasi Program Kesehatan

Kegiatan dalam evaluasi, dimensi pengukuran kinerjanya harus ditentukan

dengan jelas, yaitu meliputi ketepatan dan kesesuaian, efektifitas dan efisiensi,

serta pertimbangan keadilan. Ketepatan dan kesesuaian memandang kinerja

26
dengan apakah tindakan-tindakan yang diambil sudah sesuai dengan

permasalahan yang ada, sehingga tidak terjadi pemborosan sumber daya yang

terbatas tersebut. Dengan menggunakan asumsikan ketepatan, maka program yang

dipertimbangkan ukurannya dan cakupannya cukup untuk membuat suatu

perbedaan yang berarti.

Ukuran-ukuran efektifitas dan efisiensi merupakan alat utama dasar evaluasi

program. Efektifitas diartikan sebagai penyelesaian suatu program dalam

kaitannya dengan kebutuhan atau perhatian. Sedangkan efisiensi dan efektifitas

biaya adalah sering kali berhubungan dengan hasil terhadap input (rasio output

terhadap input).

Dalam WHO, indikator didefinisikan sebagai variable yang membantu

untuk mengukur perubahan. Indikator adalah variable yang dapat membantu

mengukur perubahan-perubahan. Variable adalah alat bantu evaluasi yang dapat

mengukur perubahan secara langsung atau tak langsung. Misalnya, kalau tujuan

dari program adalah untul melatih sejumlah tertentu tenaga kesehatan tiap tahun,

maka suatu indikator langsung untuk mengevaluasi boleh jadia berupa jumlah

tenaga kesehatan yang betul-betul dilatih setiap tahunnya. Contoh lain jika uang

dievaluasi adalah hasil suatu program untuk memperbaiki tingkat kesehatan

golongan anak-anak, mungkin perlu untuk mengukur setiap perbaikan dengan

menggunakan beberapa indikator yang secara tak langsung dapat mengukur

adanya perubahan pada tingkat kesehatan mereka, misalnya status gizi yang

digambarkan dengan berat badan terhadap tinggi badan, angka kecukupan

imunisasi, kesanggupan belajar, angka kematian menurrut golongan umur, angka

kesakitan, jenis penyakit tertentu, dan angka penderita cacat golongan anak-anak.

27
Indikator harus valid, objektif, sensitif dan spesifik. Dalam memilih

indikator harus diperhitungkan sejauh mana indikator tersebut sah, bisa dipercaya,

sensitif dan spesifik.

a. Validitas atau keabsahan mempunyai arti bahwa indikator tersebut betul-

betul mengukur hal-hal yang ingin diukur. Indikator ini dapat digunakan

untuk mengambarkan keadaan kondisi atau status kesehatan yang

sebenarnya. 

b. Reliabilitas atau dapat dipercaya mempunyai arti bahwa biarpun indikator

digunakan oleh orang yang berlainan, pada waktu yang berlainan, hasilnya

akan tetap sama.

c. Kepekaan atau sensitif berarti bahwa indikator tersebut harus peka terhadap

setiap perubahan mengenai keadaan atau fenomena yang dimaksud. Akan

tetapi suatu indikator dapat juga sensitif terhadap lebih dari satu keadaan

atau fenomena.

d. Kekhususan atau spesifisitas berarti bahwa indikator tersebut dapat

menunjukan perubahan-perubahan hanya mengenai keadaan atau fenomena

yang dikhususkan baginya.

Macam Indikator kesehatan :

1. Indikator yang berkaitan dengan status kesehatan yang berhubungan dengan

kualitas hidup dan itu berarti mengukur pelayanan kesehatan. Sebagai

indikator survival yang utama untuk mengukur sistem kesehatan masyarakat

seperti ditetapkan WHO 1981 ; Untuk mencapau health for all by year 2000,

adalah angka kematian bayi  maximum 50 per 1000 bayi lahir hidup dan

angka harapan hidup waktu lahir minimal adalah 60 tahun atau lebih.

28
Indikator survival selain itu adalah indikator kualitas hidup, disini tentu saja

tidak hanya indikator kesehatan namun juga indikator kesehatan lainnya

berupa indikator pertumbuhan badan, idnikator status gizi, dan yang spesifik

adalah angka kesakitan dan kematian bayi dan anak.

2. Indikator non kesehatan yang berhubungan dengan kualitas hidup seperti :

indikator sosial ekonomi, pendidikan, budaya, lingkungan hidup dan

perumahan, status kesehatan wanita. Kulaitas hidup bersifat multi sektoral

dan menjadi masalah serta diselesaikan secara multi sektoral. Dengan

demikian evaluasi, juga multisektoral.

Contoh indikator program kesehatan :

1. Indikator kebijakan kesehatan :

a. komitmen politis pada tingkat tinggi terhadap kesehatan bagi semua.

b. Alokasi sumber daya yang cukup untuk layaan kesehatan dasar.

c. Tingkat keterlibatan masyarakat dalam mencapai kesehatan bagi semua

d. Penyusunan stautu kerangka organisasi dan manajerial yang sesuai

dengan strategi nasional untuk kesehatan bagi semua.

e. Manifestasi praktis dari komitmen politik internasional untuk kesehatan

bagi semua.

2. Indikator status kesehatan

a. Prosentase bayi-bayi yang di lahirkan dengan berat badan pada waktu

lahir paling sedikit 2500 g.

b. Prosentase anak yang berat badannya menurut umur dengan norma-

norma tertentu.

c. Indikator-indikator perkembangan psikososial anak-anak.

29
d. Angka kematian bayi.

e. Angka kematian anak.

f. Angka kematian anak  di bawah umur  5 tahun.

g. Harapan hidup pada umur tertentu.

h. Angka kematian ibu.

i. Angka kematian menurut jenis penyakit.

3. Indikator sistem manajemen kesehatan

a. Indikator input atau indikator masukan seperti tersedianya sumber daya

tenaga kesehatan, tersedianya anggaran kesehatan, perlengkapan, obat-

obatan yang diperlukan, dan tersedianya metode pengobatan,

pemberantasan penyakit, standart opening procedure klinis dan

sebagainya.

b. Indikator proses diapndang dari sudut manajemen yang diperlukan

adalah pelaksanaan dari pada fungsi-fungsi manajemen seperti

perencanaan, pengorganisasian, penggerakan perantauan, pengendalian

dan penilaian. Secara khusus dalam proses pelayanan kesehatan

berkaitan dengan upaya peningkatan mutu asuhan kesehatan quality

assurance yaitu menjaga mutu, kepatuhan terhadap standar operasional

pelayanan medis (SOP).

c. Indikator output (hasil program) merupakan ukuran-ukuran khusus bagi

outup program seperti jumlah puskesmas yang berhasil dibangun,

jumlah kader gizi yang terlatih, jumlah anak yang diimuniasasi, jumlah

MCK yang dibangun, panjang pipa air yang berhasi dipasang san

sebagainya. Jumlah orang yang diobati atau kunjungan yang mendapat

30
pelayanan kesehatan.

d. Indikator outcomes (dampak jangka pendek) adalah ukuran-ukuran dari

berbagai dampak program seperti meningkatnya derajak kesehatan anak

balita, menurunnya angka kesakitan.

e. Indikator impact (dampak jangka panjang) seperti angka kematian bayi,

angka kematian ibu, meningkatnya status gizi anak dan sebagainya.

Istilah-istilah tersebut sering kali tidak dibedakan antara dampak jangka

pendek dan dampak jangka panjang.

31
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Medokan ayu, Kota Surabaya.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember tahun 2015. Metode yang

digunakan dalam penenelitian ini adalah metode kualitatif, adalah suatu metode

penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat deskripsi tentang

suatu keadaan secara objektif. Bertujuan untuk mengevaluasi program kesehatan

lingkungan di Puskesmas Medokan Ayu, Surabaya tahun 2015

Alat yang digunakan untuk membantu pengumpulan data antara lain : pada

peneliti kualitatif instrumen utama adalah lembaran panduan wawancara

mendalam. Panduan wawancara mendalam untuk informan dengan menggunakan

alat pencatat kamera untuk membuat dokumentasi. Untuk melakukan

pengumpulan data peneliti menggunakan alat pengumpulan data yaitu dokumen

program kesehatan lingkungan, yang merupakan alat ukur dengan memberikan

tanda pada observasi yang telah dilakukan berdasarkan data sekunder.

Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data sekunder yaitu semua

dokumen yang berhubungan dengan program kesehatan lingkungan di Puskesmas

Medokan Ayu Tahun 2015.

Analisis data dengan menggunakan analisis isi (content analysis) untuk

mendapatkan informasi mendalam dari para informan tentang tempat pembuangan

sampah dan limbah serta pengendalian vektor dengan cara mencatat dibuat matrik

dan analisis secara manual. Proses analisis dilakukan dengan cara: a. Proses

32
transkip data dengan cara menganalisis semua data yang didapat dari wawancara

mendalam dan checklist sebagai observasi dokumen program kesehatan

lingkungan. Transkip data dilakukan tanpa menunggu selesainya pengumpulan

data untuk menghindari penumpukan data. b. Mengatur dan membuat urutan data

yang ada hubungannya dengan penelitian kualitatif. c. Matrik untuk

mempermudah dalam mengelompokan data dan interpretasi data pada matrik

wawancara mendalam sehingga memudahkan peneliti untuk memberikan

gambaran mengenai hubungan antara variabel. d. Menginterpretasi data sesuai

temuan dan membandingkan dengan teori.

33
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisi Situasi

Puskesmas Medokan Ayu terletak jalan Medokan Asri Utara IV,

Kecamatan Rungkut, Surabaya. Puskesmas ini diresmikan pada tanggal 29

November 1995, dan termasuk dalam jenis puskesmas dengan rawat inap

persalinan. Batas wilayah kerja Puskesmas Medokan Ayu adalah Kecamatan

Sukolilo di sebelah Utara, Kecamatan Gunung Anyar di sebelah selatan,

Kelurahan Kalirungkut disebelah Selatan dan Selat Madura di Sebelah Timur.

Luas wilayah Puskesmas Medokan Ayu adalah 1.552.772 Ha. yang terdiri

dari tiga kelurahan. Yakni Kelurahan Penjaringan Sari, Wonorejo dan Medokan

Ayu. Puskesmas Medokan merupakan salah satu dari 62 Puskemas yang ada di

Surabaya, dipimpin oleh seorang kepala puskesmas (Kapus). Kepala Puskesmas

inilah yang bertindak sebagai pemegang program di puskesmas Meski tanggung

jawab puskesmas tidak dipegang sendiri oleh kapus. Terdapat dua jenis jabatan

yang diterapkan, yaitu struktural dan fungsional. Secara struktural, puskesmas

memiliki kantor tata usaha, sedangkan secara fungsional, staf-staf di puskesmas

bekerja sesuai latar belakan pendidikan masing masing dan tidak saling

membawahi satu sama lain.

34
4.2 Hasil Program Kesehatan Lingkungan Puskesmas Medokan Ayu Surabaya

Tahun 2014

Tabel 4.1 Variabel penilaian kinerja Puskusmas Program Kesehatan


Lingkungan tahun 2014

Jenis Kegiatan Satuan Target Sasaran Target Hasil Cakupan


Sasaran (SV) (V)
Pemberdayaan Masyarakat
dalam PHBS
Pengkajian PHBS pada
Tatanan Rumah Tangga
a. Rumah tangga KK 20% 16319 3264 2680 82 x
dikaji
b. Rumah Tangga KK 65% 2680 1742 2276 85 x
Sehat (10 Indikator)
Intervensi dan Penyuluhan
PHBS pada :
a. Kelompok Rumah Kelompok 6 2680 2680 100 100 x
Tangga
b. Institusi Pendidikan Sekolah 2 14 28 14 100 x
(sekolah)
c. Institusi Sarana Sarkes 2 6 12 6 100 x
Kesehatan
d. Institusi TTU Lokasi 2 3 6 3 100 x
e. Institusi Tempat Institusi 2 3 6 3 100 x
Kerja
f. Pondok Pesantren Ponpes 35% 1 0 1 100 x
KESEHATAN
LINGKUNGAN
Penyehatan Air
a. Pengawasan Sarana % 78% 11564 9020 15647 173,47 x
Air Bersih (SAB)
b. Sarana Air Bersih % 76% 11564 8789 14708 167,36 x
yang memenuhi
syarat kesehatan
c. Jumlah KK yang % 90% 11786 10607 15647 147,51 x
memiliki akses
terhadap SAB
Penyehatan makanan dan
minuman
a. Pembinaan tempat % 90% 66 59 0 0,0 x
pengelolaan
makanan (TPM)
b. Tempat Pengelolaan % 77% 65 50 0 0,00 x
Makanan yang
memenuhi Syarat
Kesehatan
Penyehatan Perumahan dan
Sanitasi Dasar
a. Pembinaan sanitasi % 87% 11611 10102 4512 44,67 x

35
perumahan dan
sanitasi dasar
b. Jumlah rumah yang
memenuhi Syarat % 80% 11611 9289 4213 45,35 x
kesehatan

Pembinaan Tempat-Tempat
Umum (TTU) 42,54
a. Pembinaan sarana
Tempat Tempat % 86% 75 65 28 43,41 x
Umum
b. Tempat Tempat
umum yang % 80% 75 60 25 41,67 x
memenuhi syarat
kesehatan
Klinik Sanitasi
a. Klinik Sanitasi 83,35
% 2% 72752 1455 932 64,05 x
b. Jumlah klien yang
sudah mendapat Kasus 100% 908 908 932 102,64 x
intervensi/tindak
lanjut yang
diperlukan
Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM) =
Pemberdayaan Masyarakat
a. Jumlah KK yang
memiliki akses % 80% 11786 9429 4512 47,85 x
terhadap jamban
b. Jumlah Desa/
Kelurahan yang % 75% 3 2 0 0 x
sudah ODF (open
Defecation free)
c. Jumlah Jamban
Sehat % 73% 11611 8476 4512 53,23 x
d. Pelaksanana
Kegiatan STBM di % 60% 3 2 3 100 x
Puskesmas.

Berdasarkan tabel di atas dari beberapa program kesehatan lingkungan yang ada

di Puskesmas Medokan Ayu terdapat beberapa program Kesehatan Lingkungan

yang cakupan persentasenya masih rendah yaitu tempat pembuangan sampah dan

36
limbah (59%) serta pengendalian vektor (41,7%). Dampak yang akan ditimbulkan

oleh 2 faktor tersebut adalah berkembangnya penyakit menular pada masyarakat

sehingga meningkatkan jumlah orang yang akan terkena penyakit, dimana pada

tahun 2011 di wilayah kerja Puskesmas Siak Hulu II tercatat 11 kasus DBD, 10

kasus penyakit Thypus Abdominalis (widal test) dan 221 kasus Diare sedangkan

pada tahun 2012 tercatat 19 kasus DBD, 18 kasus penyakit Thypus Abdominalis

(widal test) dan 243 kasus Diare.

Program Kesehatan Target Sasaran Targe Pencapaian Sub

Lingkungan SPM t Variabel

(%)

Penyehatan Air

a. Cakupan inspeksi

sanitasi sarana air

bersih

b. Pembinaan

kelompok masyarakat

(pemakai air bersihc.

Air bersih yang

memenuhi syarat

d. Kualitas air minum

yang memenuhi

37
syarat

e. Akses air minum

yang berkualitas

Hygiene dan sanitasi

makanan dan

minuman

a.Cakupan inspeksi

sanitasi TPM

b. Cakupan

tindaklanjut

pembinaan TPM yang

bermasalah

c.Cakupan TPM yang

memenuhi syarat

kesehatan

Tempat Pembuangan

Sampah dan Limbah

a.Cakupan inspeksi

sanitasi TPS dan

limbah

b. Cakupan TPS/TPA

diperiksa 2 kali

38
pertahun dengan

penyemprotan

c.Cakupan TPS/TPA

yang memenuhi

syarat kesehatan

Penyehatan

Lingkungan

Pemukiman dan

Jamban Keluarga

a.Cakupan rumah

yang memenuhi

syarat

b. Cakupan

pemeriksaan

penyehatan

lingkungan

perumahan c.Cakupan

rumah dengan SPAL

memenuhi syarat

kesehatan

d. Cakupan penduduk

yang memanfaatkan

jamban sehat

39
e.Cakupan lingkungan

perumahan yang tidak

ada sarang vektor f.

Cakupan

rumah/bangunan

bebas jentik nyamuk

aedes

g. Jumlah desa yang

mendeklarasi stop

BABS

h. Jumlah desa yang

melaksanakan sanitasi

total berbasis masy i.

Persentase penduduk

stop BABS

Pengawasan Sanitasi

TTU dan Industri

a.Cakupan

pemantauan berkala

sanitasi TTU

b. Cakupan TTU yang

memenuhi syarat

kesehatan c.Cakupan

40
tindaklanjut TTU

yang tidak memenuhi

syarat d. Cakupan

rumah tangan pangan

berizin

Pengamanan Tempat

Pengelolaan Pestisida

a. Cakupan inspeksi

sanitasi tempat

pengelolaan pestisida

b. Cakupan

pembinaan tempat

pengelolaan pestisida

bermasalah

Klinik Sanitasi

a.Konseling klien

b. Tindaklanjut ke

lapangan c.Klien yang

melaksanakan saran

Pengendalian Vektor

a.Pengawasan tempat

41
potensial perindukan

vektor dipemukiman

penduduk dan

sekitarnya

b. Pemberdayaan

sasaran pokja

potensial dalam upaya

pemberantasan

tempat perindukan

vektor penyakit

dipemukiman

penduduk dan

sekitarnya

c.Desa/lokasi

potensial yang

mendapat intervensi

pemberantasan

vektor penyakit

menular

d. Rumah dan

bangunan bebas jentik

nyamuk aedes

42
Kerangka Konsep

Tempat pembuangan sampah dan limbah


1. Inspeksi sanitasi TPS dan
Limbah
2. Tindak penyemprotan lalat di
TPS/TPA
3. TPS/TPA yang memenuhi
syarat

43

Anda mungkin juga menyukai