Oleh:
HALAMAN JUDUL
Oleh:
i
LAPORAN PELAKSANAAN PKL
Disusun Oleh:
Mengetahui,
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan
praktik kerja lapangan (PKL) ini. Penulisan laporan ini, merupakan suatu laporan
selama tiga minggu yang dilaksanakan mulai dari tanggal 05 November 2018 – 24
November 2018.
Penulisan laporan ini kami susun untuk memenuhi salah satu syarat
kelulusan dari program praktik kerja lapangan. Laporan ini kami susun sesuai
Kota Kediri. Hasil analisa yang kami dapatkan kami susun menjadi laporan akhir
1. Prof. Dr. Muhammad Zainudin, Apt, selaku Rektor Institut Ilmu Kesehatan
Bhakti Wiyata Kediri yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk
2. Ika Rahmawati, S.Kep., M.Kep., Ns. selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
iii
4. Pebrianty., S.KM., M. Kes., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
5. dr. Gretta Amalya Hapsari selaku Kepala Puskesmas Pesantren 1 yang telah
dipimpinnya.
kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu, kami mohon maaf atas
ketidaksempurnaan dalam laporan ini. Serta kritik dan saran yang bersifat
Penyusun
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN
B. Tujuan .......................................................................................................... 5
1. Umum ....................................................................................................... 5
2. Khusus ...................................................................................................... 5
v
F. Gambaran Epidemiologi Penyakit ISPA .................................................... 18
A. Simpulan .................................................................................................... 49
B. Saran ........................................................................................................... 50
LAMPIRAN ......................................................................................................... 54
vi
DAFTAR GAMBAR
HALAMAN
berdasarkan tempat................................................................................................ 36
............................................................................................................................... 39
Tempat................................................................................................................... 40
Gambar 10. Kegiatan Skrining Faktor Risiko PTM di Dinas Sosial Kota Kediri 54
............................................................................................................................... 55
vii
DAFTAR TABEL
HALAMAN
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
yang tidak seimbang. Lingkungan yang tidak seimbang yaitu lingkungan yang
dengan diimbangi adanya penurunan kondisi tubuhnya. Salah satu kondisi yang
biasa menjadi penyebab penyakit dari lingkungan kondisi rumah yang kecil
dipenuhi dengan keadaan alam yang asri berubah menjadi berdirinya gedung
bangunan industri juga dapat menjadi salah satu faktor penyebab penyakit. Salah
satu dampak kesehatan langsung dari kondisi tersebut adalah sesak nafas, dan
1
batuk-batuk. Adapun beberapa penyakit akibat perubahan lingkungan yang buruk
infeksi ini salah satunya disebabkan karena polusi yang dapat berupa debu dan
asap, dimana polusi tersebut dapat merusak kebutuhan epitel mukosilia. Beberapa
klasifikasi ISPA salah satunya adalah Pneumonia penyebab dari kematian balita
mengetahui tanda dan gejala penyakit ISPA yang diawali dengan panas disertai
salah satu atau lebih gejala: tenggorokan sakit atau nyeri telan, pilek, batuk kering
faktor yang memiliki risiko terhadap penyakit ISPA. Faktor risiko terjadinya
ISPA ada 3 (tiga) faktor risiko terjadinya ISPA yaitu faktor lingkungan, faktor
individu anak meliputi umur anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A, dan
kebersihan diri. Adapun faktor determinan penyakit ISPA yaitu faktor lingkungan,
meliputi pencemaran udara dalam rumah, kondisi fisik rumah, dan kepadatan
2
Pencemaran udara dalam rumah bisa akibat dari perilaku keluarga yang
masih merokok di dalam rumah, ada beberapa masyarakat yang masih memasak
dengan menggunakan kayu bakar asap yang dihasilkan bisa mengganggu saluran
pernafasan bagi orang lain. Selain itu, kondisi fisik rumah dengan fasilitas
luas ventilasi ruangannya < 20% luas lantai ruangan berisiko 13,5 kali lebih besar
kualitas udara yang buruk dalam ruang rumah dapat menimbulkan berbagai
banyaknya jumlah keluarga dalam satu rumah ( Syahidi, Muhammad Habibi, dkk,
2016).
seluruh dunia sekitar 19% atau berkisar 1,6–2,2 juta, di mana sekitar 70% terjadi
Kesehatan RI, 2018). Berdasarkan profil kesehatan Provinsi Jawa Timur, di RSU
3
terbanyak rawat inap pada tahun 2012, dengan rincian 2.384 penderita RSU kelas
A (urutan ke 8), dan 3.878 penderita RSU kelas B (urutan ke 6) (Dinkes Provinsi
Jawa Timur, 2012). Sedangkan di Kota Kediri ISPA yang sering dijumpai
kasusnya pada balita yaitu pneumonia mencapai 810 kasus pada tahun 2015. Pada
sejumlah 1044 kasus pneumonia di Kota Kediri (Dinkes Kota Kediri, 2016).
Jumlah kasus yang besar juga ditemukan di UPTD Puskesmas Pesantren 1 pada
tahun 2017 jumlah kunjungan kasus ISPA mencapai 5739 kasus. Hasil data
Pneumonia dan ILI. Distribusi dari kasus tersebut banyak dialami oleh kelompok
usia balita (0-5 tahun) karena balita memiliki kondisi tubuh yang rentan tertular
wilayah yang banyak terdapat industri dan memiliki tingkat kepadatan penduduk
yang tinggi. Pada tahun 2018 wilayah yang memiliki kasus terbanyak ISPA yaitu
2011).
4
B. Tujuan
1. Umum
2. Khusus
Puskesmas Pesantren 1.
Puskesmas Pesantren 1.
C. Manfaat PKL
1. Bagi Mahasiswa
langsung ke lapangan.
masyarakat.
5
2. Bagi Instansi Tempat PKL
puskesmas.
di Puskesmas Pesantren 1 .
a. Mencetak lulusan yang siap terjun dalam dunia kerja dan terampil dalam
melaksanakan tugas.
b. Menjalin hubungan kerja sama yang lebih baik melalui evaluasi dari
lapangan.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut, istilah ini
diadaptasi dari istilah dalam bahasa inggris Acute Respiratory Infection (ARI).
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang
melibatkan organ saluran pernapasan (Dary , 2018). Menyerang salah satu bagian
dan atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli
2016). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernapasan dan akut,
2. Saluran pernapasan, adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta
organ adneksanya seperti sinus – sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
3. Infeksi akut, adalah infeksi yang langsung sampai dengan 14 hari. Batas 14
penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung
pernapasan bagian bawah (termasuk jaringan paru – paru) dan organ adneksa
7
saluran pernapasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran
hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan
dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumonia bila infeksi
paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibatkan kematian (Purnama,
2016).
a. ISPA berat : ditandai sesak nafas yaitu adanya tarikan dinding dada
tahun : 50X per menit atau lebih. b. Umur 1 tahun – 5 tahun : 40X per
c. ISPA ringan : ditandai oleh batuk, pilek yang bisa disertai demam, tetapi
tanpa tarikan dinding dada ke dalam dan tanpa nafas cepat. (Secara Klinis
umur kurang dari 2 bulan dan golongan umur balita 2 bulan – 5 tahun.
8
a. Pneumonia Berat
Anak dengan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam atau nafas cepat
(60X per menit atau lebih). Tarikan dinding dada kedalam terjadi bila paru-
meninggal yang lebih besar dibanding dengan anak yang hanya menderita
2) Suara rintihan
b. Bukan Pneumonia
Bila tidak ditemukan adanya tarikan kuat ke dalam dinding dada bagian
bawah atau nafas cepat yaitu < 60 kali per menit (batuk,pilek,biasa). Tanda
bahaya untuk golongan umur kurang dari 2 bulan ini adalah : kurang bisa
demam/dingin.
a. Pneumonia Berat, bila disertai nafas sesak dengan adanya tarikan dada
bagian bawah ke dalam waktu anak menarik nafas, dengan catatan anak
9
b. Pneumonia, bila hanya disertai nafas cepat dengan batasan : a. Untuk usia 2
bulan – kurang 12 bulan = 50X per menit. b. Untuk usia 1 tahun – 5 tahun
c. Bukan Pneumonia, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah
kedalam atau nafas cepat (batuk pilek biasa). Tanda bahaya untuk golongan
ISPA adalah radang akut saluran pernapasan atas maupun bawah yang
disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, maupun riketsia, tanpa atau
penyulit ISPA oleh virus terutama bila ada epidemi/ pandemi Bakteri penyebab
ISPA dapat disebabkan oleh karena inspirasi asap kendaraan bermotor, Bahan
Bakar Minyak/BBM biasanya minyak tanah dan, cairan amonium pada saat lahir
(Utami, 2013).
10
Cara penularan infeksi pada ispa dikenal melalui 3 cara yaitu:
2. Melulai aerosol yang lebih basah terjadi pada waktu batuk dan bersin-
bersin.
3. Melalui kontak langsung atau tidak langsung dari benda yang telah
dicemari jasad renik.
sekitar terutama melalui bahan sekresi hidung. Virus yang menyebabkan ISPA
terdapat 10-100 kali lebih banyak didalam mukosa hidung dari pada mukosa
timbul dan telah ditetapkan dalam lokakarya Nasional II ISPA tahun 1988.
1. ISPA ringan.
a. Batuk
2. ISPA sedang.
Meliputi gejala ISPA ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut:
11
a. Pernapasan cepat.
3. ISPA berat.
Meliputi gejala sedang atau ringan ditambah satu atau lebih gejala
berikut:
b. Kesadaran menurun
12
2) Adanya tarikan dinding dada belakang. Hal ini terjadi bila paru –
menarik napas.
3) Tanda lain yang mungkin ada antara lain: napas cuping hidung,
sianosis (pucat).
2) Disertai napas cepat : lebih dari 50 kali per menit untuk usia 2 bulan
2) Tidak ada napas cepat : kurang dari 50 kali permenit untuk anak usia
tahun – 5 tahun.
yaitu:
13
1) Tidak ada napas cepat
Secara umum ada 3 (tiga) faktor risiko terjadinya ISPA yaitu faktor
lingkungan, faktor individu anak, serta faktor perilaku (Sofia, 2017). Faktor
lingkungan meliputi pencemaran udara dalam rumah, kondisi fisik rumah dan
kepadatan hunian rumah. Faktor individu anak meliputi umur anak, berat badan
lahir, status gizi, vitamin A, dan status imunisasi. Sedangkan faktor perilaku
dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga baik yang
Secara umum ada 3 (tiga) faktor risiko terjadinya ISPA yaitu faktor
meliputi pencemaran udara dalam rumah, kondisi fisik rumah, dan kepadatan
hunian rumah. Faktor individu anak meliputi umur anak, berat badan lahir, status
dengan pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan balita
dalam hal ini adalah perilaku kebersihan diri (Sofia, 2017). Kepadatan Hunian
dalam Rumah dapat meningkatkan kelembaban akibat uap air dari pernapasan
14
diikuti peningkatan Karbon Dioksida (CO2) ruangan, kadar oksigen menurun
yang berdampak pada penurunan kualitas udara dalam rumah sehingga daya
mikroorganisme lainnya dapat hidup dengan baik pada paparan cahaya normal
yaitu 60 lux dalam rungan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
pencahayaan dalam rumah dengan kejadian pneumonia pada balita wilayah kerja
Tingkat Kelembaban Udara dalam Rumah Kualitas udara yang baik dalam
dalam rumah berkisar antara 40-70%, suhu udara yang nyaman berkisar antara
18°- 30° C. Kualitas udara yang kurang baik dapat memicu berbagai penyakit
tersebut akan meningkatkan risiko pada balita untuk mendapat serangan ISPA.
Asap rokok bukan hanya menjadi penyebab langsung kejadian ISPA pada balita,
tetapi menjadi faktor tidak langsung yang diantaranya dapat melemahkan daya
membunuh bakteri. Asap rokok juga diketahui dapat merusak ketahanan lokal
15
Kebiasaan menggunakan kayu bakar untuk memasak asap pembakaran kayu
mempunyai efek yang merugikan bagi kesehatan seperti kanker paru-paru, asma,
tuberkulosis, katarak, jantung, bayi lahir dengan berat badan rendah, kebutaan,
obat nyamuk bakar dalam rumah Asap obat nyamuk bakar berbahaya bagi
satu obat nyamuk sama dengan kerusakan yang diakibatkan dari 100 batang
Selain itu kandungan zat kimia yang terdapat di dalam obat nyamuk mampu
membuat aktivitas enzim turun sehingga adanya pengaruh yang buruk terhadap
Berdasarkan tanda dan gejala penyakit ini hanyak batuk dan pilek biasa fakto
risiko dari penyakit ini kondisi lingkungan yang dapat memicu adanya reaksi
tubuh berupa batuk. Kondisi lingkungan yang mengandung debu dapat memicu
kepada sumber penularan yaitu virus atau penderita influenza. Penularan dari
16
dengan sesuatu yang terkontaminasi virus influenza yang terhirup oleh
kebiasaan menjaga higiene perorangan yaitu dengan mencuci tangan pakai sabun
setelah kontak dengan benda kotor, hewan akan mematikan virus yang
menempel pada tangan, kebiasaan mengelola hewan yang sakit atau mati serta
E. Cara Pencegahan
2. Immunisasi.
cukup gizi.
2. Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan tubuh
17
4. Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satu cara adalah
memakai penutup hidung dan mulut bila kontak langsung denga anggota
2016).
dibawah 5 tahun dan sebagian besar disebabkan oleh virus. Virus yang sama
dapat menyebabkan infeksi pada anggota keluarga lain dengan cara berbeda
tetapi pada bayi cenderung lebih berat. Anak di bawah lima tahun adalah
kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap
Penyakit ISPA lebih sering diderita oleh anak-anak. Daya tahan tubuh anak
sangat berbeda dengan orang dewasa karena sistim pertahanan tubuhnya belum
kuat. Kalau di dalam satu rumah seluruh anggota keluarga terkena pilek, anak-
anak akan lebih mudah tertular. Dengan kondisi tubuh anak yang masih lemah,
proses penyebaran penyakit pun menjadi lebih cepat. Dalam setahun seorang
anak rata-rata bisa mengalami 6-8 kali penyakit ISPA. Pernyatan tersebut
2011, didapatkan bahwa proprosi ISPA pada batita yang berusia 12-24 bulan
yaitu 59,3%, dan batita berusia 25-36 bulan yaitu 36,5% (Valentina, 2011).
18
Menurut beberapa penelitian kejadian ISPA lebih sering didapatkan pada
tahun. Berdasarkan hasil penelitian Nur di Padang (2004), balita dengan jenis
kelamin laki-laki proporsi menderita ISPA sebanyak 56,5% dan balita dengan
jenis kelamin perempuan proporsi menderita ISPA sebanyak 38,4%. Hal ini
menunjukkan bahwa balita berjenis kelamin laki-laki lebih beresiko dari pada
perempuan.
dunia. Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut
2006 didapatkan bahwa berdasarkan hasil uji regresi linier terdapat nilai
antara waktu dengan jumlah penderita bukan pneumonia pada balita usia 1
19
BAB III
METODE KEGIATAN
obvervasi partisipatif.
2018. Kegiatan dimulai pukul 07. 30-14.30 di hari Senin-Kamis, pukul 07.00-
11.00 di hari Jum’at dan di hari Sabtu dimulai pukul 07.30-13.00. Adapun lokasi
C. Kerangka Operasional
20
Identifikasi Masalah
Priorititas Masalah
Pengumpulan Data
Analisis Data
Penyusunan Laporan
21
Berdasarkan alur kerangka operasional laporan ini dilakukan tindakan yang
USG pengisian dengan metode ini bertujuan untuk mendapatkan masalah sesuai
Proses pengumpulan data dilakukan dengan 2 data yaitu pengumpulan data primer
Puskesmas Pesantren 1. Data primer yang didapatkan berupa peta wilayah kerja
dengan memasukkan data setiap poin distribusi penyakit ISPA berdasarkan orang,
tempat dan waktu kejadian. Analisa data dengan mendeskripsikan setiap poin dari
distribusi penyakit ISPA. Proses terakhir dengan penyusunan laporan PKL dengan
dan mendapatkan data sekunder dari puskesmas. Pengumpulan data sesuai dengan
penyusunan laporan.
22
E. Jadwal Kegiatan
Bidang/Unit
No. Hari/Tanggal Nama Kegiatan
Kerja
23
Bidang/Unit
No. Hari/Tanggal Nama Kegiatan
Kerja
24
Bidang/Unit
No. Hari/Tanggal Nama Kegiatan
Kerja
25
BAB IV
HASIL KEGIATAN
yang beralamatkan di Jl. Brigjen Pol Imam Bakri HP No. 94 Kota Kediri
26
Sebagai fasilitas pelayanan kesehatan strata/tingkat pertama, puskesmas
a. Visi Puskesmas
b. Misi Puskesmas
27
Yang ada Status
No. Jenis Keterangan Kekurangan
sekarang Kepegawaian
2. Dokter Gigi 1 orang Tidak PNS
28
a. Kelurahan Pesantren : 4.419 jiwa
Pesantren 1 Kota Kediri tahun 2017 adalah 25.612 jiwa. Rincian kelompok
sasaran program meliputi Bayi 285 jiwa, Balita 1.200 anak, Bumil 508 jiwa,
Bulin 377 jiwa, Pasangan Usia Subur (PUS) 2.228 jiwa, dan Lansia 2.657
dimana 40.932 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 41.907 jiwa berjenis
29
kelamin perempuan . Rasio Jenis Kelamin yang menunjukkan persentase
Pesantren sebesar 97,67. Karena nilai rasio jenis kelamin kurang dari 100,
maka hal ini berarti bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih sedikit
Kepadatan
No. Kelurahan Presentase
Penduduk per km2
d. Pesantren 7,37 4489,71
2. Bangsal 6,96 5597,09
3. Banaran 4,91 4153,06
4. Betet 6,43 3150,30
5. Blabak 7,08 1751,34
Sumber: BPS Kecamatan Pesantren, 2018.
Kelurahan Banaran dapat dihuni 5 orang dalam luas wilayah 4.152,06 km2.
30
Kecamatan Mojoroto berjumlah 9 unit. Adapun rincian industry di masing-
B. Identifikasi Masalah
melihat besaran masalah kesehatan yang terjadi selama tahun 2018 dari Bulan
diajukan dengan ketentuan penilaian 1-3 dimana nilai 3 menjadi nilai tertinggi
dalam penilaian. Adapun indicator yang dinilai adalah 10 besar masalah kesehatan
31
Sumber: SP2TP Puskesmas Pesantren 1, 2018.
Pesantren 1 pada Bulan Januari – Oktober 2018 penyakit terbanyak yaitu oenyakit
Hipertensi dengan jumlah kunjungan sebanyak 4.072 kasus. Pada posisi kedua
3.791 kasus. Penyakit ketiga terbanyak adalah penyakit Diabetes Mellitus dengan
32
No. Masalah U S G Total Prioritas
6. Nyeri Kepala (Cephalgia) 1 2 1 4 5
7. HIV/AIDS 2 5 3 10 2
8. Dermatitis kontak alergi 1 1 1 3 8
9. Gastritis 1 1 1 3 9
10. Gangguan metabolisme
1 1 1 3 10
lipid
menentukan skala nilai 1 – 5 atau 1 – 10. Isu yang memiliki total skor tertinggi
merupakan isu prioritas. Untuk lebih jelasnya, dapat diuraikan sebagai berikut:
e. Urgency:
tersebut diselesaikan.
f. Seriousness:
tidak.
g. Growth:
33
adapun penderitanya didominasi usia balita. Hal tersebut menjadi dasar untuk
kelompok usia, tempat dan waktu kejadian. Pemberian nilai 5 pada kasus ISPA
karena urgensi penyakit tersebut waktu kejadian yang tidak tentu, kejadiannya
tidak dipengaruhi oleh waktu dan bisa mendesak apabila keluarga tidak
mengetahui tanda dan gejala ISPA. Pemberian nilai 5 pada tingkat keseriusan
karena memiliki gejala batuk, pilek yang cukup lama. Sedangkan penilaian
a. Kelompok Usia
34
No. Golongan Penyakit n
10-14 tahun 1
15-19 tahun 4
20-44 tahun 4
45-54 tahun 2
>55 tahun 0
Sumber: LB 1 Program ISPA UPTD Puskesmas Pesantren 1, 2018.
kelompok usia lebih dari 5 tahun dengan jumlah kasus sebanyak 4687 dengan
cenderung dialami oleh kelompok usia 0-5 tahun dengan jumlah kasus sebanyak
68. Bahkan dalam kasus batuk bukan pneumonia kelompok usia balita (0-5 tahun)
juga mengalami masalah yang banyak pula mencapai 2215 kasus. Sedangkan
kelompok usia yang lain mengalami kasus cenderung lebih sedikit bahkan tidak
terdapat kasus yang dialami. Kasus ILI juga masih banyak dialami oleh kelompok
usia 0-5 tahun dengan jumlah kasus sebanyak 16 dan usia 5-9 tahun mencapai 19
kasus.
b. Jenis Kelamin
35
Sumber: LB 1 Program ISPA UPTD Puskesmas Pesantren 1, 2018.
penyakit dengan gejala batuk bukan pneumonia dengan jumlah kejadian 4.309
kasus, sedangkan jenis kelamin laki-laki hanya 2.593 kasus lebih sedikit
kelamin laki-laki lebih tinggi bila dibandingkan dengan perempuan dengan jumlah
kasus sebanyak 38 dan perempuan 31 kasus. Pada kejadian ILI kasus lebih banyak
pada jenis kelamin perempuan dengan jumlah sebesar 18 kasus, sedangkan pada
berdasarkan tempat
36
Berdasarkan penjumlahan jumlah kasus di setiap kelurahan mendapatkan
Betet dengan jumlah kasus sebesar 1610 menjadi kelurahan terbanyak kasus
ISPA. Kelurahan kedua yang memiliki jumlah kasus terbanyak yaitu Kelurahan
Kelurahan Bangsal sebesar 1262 kasus, Kelurahan Pesantren sebesar 999 kasus,
Keluarahan Banaran sebesar 1083 kasus dan Luar wilayah kerja puskesmas
37
Berdasarkan hasil pemetaan terlihat kelurahan dengan warna biru tua
balita rentan 14-17 kasus. Wilayah dengan kasus terbanyak yaitu Kelurahan
warna biru sedikit tua memiliki rentan jumlah kasus antara 10-13 terdapat di
wilayah Kelurahan Blabak. Peta wilayah dengan wawrna biru muda memiliki
rentan kasus antara 4-6 kasus pada Kelurahan Betet, sedangkan peta berwarna
putih bukan termsuk dalam peta wilayah kerja UPTD Puskesmas Pesantren 1.
yang tinggi lainnya. Kelurahan memiliki wilayah yang dekat dengan kawasan
Kelurahan Pesantren dapat terkena dampak dari pabrik gula tersebut karena lokasi
pabrik gula yang berada dekat dengan pemukiman warga. Udara yang ada di
sekitar pabrik akan bercampur dengan polusi hasil kegiatan pabrik seperti
38
b. Batuk bukan pneumonia
wilayah dengan kasus batuk bukan pneumonia yang tersebar di wilayah kerja
terbanyak berwarna merah tua terdapat di wilayah Kelurahan Betet dengan rentan
kejadian antara 1340 – 1593 kasus. Peta dengan kejadian terbanyak kedua dengan
warna merah sedikit oranye Kelurahan Blabak dengan jumlah kejadian 1236 –
1340 kasus. Peta berwarna oranye lebih muda wilayah Kelurahan Bangsal dengan
rentan kasus antara 1062 – 1236. Sedangkan wilayah kelurahan Banaran dengan
warna oranye muda memiliki rentan kasus batuk bukan pneumonia sebesar 973 –
1062 kasus. Wilayah kerja yang memiliki warna paling terang yaitu Kelurahan
39
Pesantren dengan rentan kejadian antar 0 – 973 kasus. Keluarahan Jamsaren
yang berada jauh dari lingkungan perumahan warga (Kota Kediri, 2013).
Tempat
40
dan Keluarahan Bangsal dengan rentan kejadian 7,0 – 9,0 kasus. Wilayah kerja
kedua tertinggi dengan warna biru terdapat di wilayah Keluarahan Blabak, Betet
jumlah kasus ILI sebanyak 7 kasus. Wilayah Kelurahan Bangsal dekat dekat
fasilitas kesehatan rumah sakit, selain itu Kelurahan Bangsal juga sebagai wilayah
Bulan Mei dengan jumlah kasus sebesar 835. Sedangkan Bulan kedua terbanyak
yaitu pada Bulan Agustus sebesar 755 kasus. Jumlah kejadian penyakit ISPA
41
setiap bulan tidak mengalami peningkatan bermakna melainkan mengalami
C. Pemecahan Masalah
yang menjadi prioritas dari beberapa masalah kesehatan. Pemecahan masalah dari
kesehatan yang harus segera diatasi. Masalah kesehatan tersebut menjadi serius
dalam masalah kesehatan ini, untuk itu terdapat beberapa pemecahan masalah
perbaikan lingkungan dan perlindungan diri dari asap atau debu yang
dihasilkan.
balita dijauhkan dari penderita batuk atau lingkungan yang tercemar asap
pabrik.
42
BAB V
PEMBAHASAN
Penyakit ISPA menjadi penyakit yang mematikan apabila tidak segera diberikan
Pesantren 1 dialami oleh kelompok usia 0-5 tahun. Kelompok usia tersebut
merupakan kelompok usia yang memiliki kondisi tubuh yang rentan terhadap
virus atau bakteri yang masuk ke dalam tubuh. Usia anak merupakan faktor
saluran nafas. Selain itu, status gizi juga berperan dalam terjadinya suatu penyakit.
Hal ini berhubungan dengan respon imunitas seorang anak (Dita Maharani, 2013).
Karena kekebalan pasif yang diturunkan dari ibu kepada bayi berkurang dalam
beberapa bulan, bayi usia 6-9 bulan menjadi rentan terhadap infeksi (Riska, 2016).
balita meliputi perilaku pemberian imunisasi campak pada bayi umur 9 bulan
riwayat imunisasi campak yang buruk berisiko 10,23 kali untuk terkena
campak dan penyakit campak bisa dicegah dengan pemberian imunisasi campak,
43
Berdasarkan klasifikasi penyakit ISPA jumlah penderita penyakit
Kelompok umur tersebut memiliki kondisi tubuh yang rentan terhadap penyakit,
karena fungsi tubuh yang belum maksimal. Pneumonia dapat disebabkan karena
adanya virus yang menular melalui droplet. Faktor risiko peneumonia pada
kelompok umur ini bisa disebabkan adanya kondisi lingkungan di sekitar yang
buruk. Kondisi lingkungan rumah bisa karena anggota keluarga yang merokok di
pneumonia pada balita. Asap rokok terhirup oleh kelompok umur yang memiliki
tahun dengan 3790 kasus. Faktor risiko batuk bukan pneumonia adalah kondisi
lingkungan yang buruk, adanya kondisi udara yang tercemar oleh asap kendaran,
asap pabrik dan debu yang beterbangan yang terbawa udara. Perilaku kelompok
umur di atas 5 tahun yang sudah banyak aktivitas di luar ruangan hal tersebut bisa
Sehingga kasus batuk bukan pneumonia banyak ditemukan pada kelompok umur
pada kelompok umur 5-9 tahun dengan jumlah kasus 19 penderita. ILI dapat
disebabkan oleh virus melalui droplet, dengan begitu penyebaran ILI lebih mudah
menyerang pada kelompok usia di bawah 10 tahun karena kondisi tubuh anak
44
yang masih rentan. Kelompok usia 5-9 tahun memiliki aktivitas di luar ruangan
lebih banyak dibandingkan usia 0-5 tahun. Kelompok umur 5-9 tahun akan
penyebaran melalui droplet mudah menular pada anak. Faktor risiko dari ILI
kejadian tidak mengalami dominan pada salah satu jenis kelamin. Berdasarkan
penelitian jenis kelamin yang lebih banyak terjadi pada jenis kelamin laki-laki.
Laki-laki lebih sering mengalami ISPA dibanding perempuan. Hal ini dikarenakan
adanya perbedaan perilaku dan lingkungan antara laki-laki dan perempuan. Jenis
kelamin ikut mempengaruhi terjadinya paparan agen infeksi dan tatalaksana dari
suatu penyakit. Anak laki-laki lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah
sehingga resiko kontak dengan agen penyakit lebih tinggi dibanding anak
perempuan (Dita Maharani, 2013). Balita yang berjenis kelamin laki-laki memiliki
perbedaan sistem hormonal dengan balita yang berjenis kelamin perempuan. Oleh
karena itu, sistem hormonal pada balita yang berjenis kelamin laki-laki
kemungkinan mempengaruhi daya tahan tubuh balita yang berjenis kelamin laki-
laki menjadi rentan terhadap bakteri ataupun virus yang menyebabkan terjadinya
penyakit pneumonia pada balita (Puspitasari, 2013). Namun, yang terjadi pada
UPTD Puskesmas Pesantren 1 pneumonia banyak terjadi pada jenis kelamin laki-
laki sedangkan pada kejadian batuk bukan pneumonia dan ILI lebih pada jenis
kelamin perempuan.
45
B. Gambaran Kejadian Penyakit ISPA berdasarkan Distribusi Tempat
pneumonia, batuk bukan pneumonia dan ILI tersebar di wilayah kerja UPTD
Kelurahan Pesantren memiliki wilayah yang dekat dengan industri pabrik gula,
dengan wilayah jalan raya yang berlalu lalang kendaraan. Kondisi wilayah
Pesantren akibat dari asap pembakaran proses pembuatan gula. Asap yang
dihasilkan setiap proses produksi bisa terhirup oleh masyarakat di sekitar, selain
itu asap dapat menempel pada dinding rumah. Untuk itu sebagai bentuk usaha
pajanan asap pabrik serta mengajak keluarga untuk melakukan cuci tangan pakai
sabun. Selain pneumonia penyakit lain adalah batuk bukan pneumonia yang
dengan jumlah 1593 kasus. Kelurahan Betet memiliki kondisi wilayah yang
terdapat industri pembuatan makanan. Industri tersebut dapat menjadi salah satu
faktor penyebab batuk bukan pneumonia, faktor tersebut akibat dari sisa hasil
46
dengan jumlah kejadian sebanyak 7 kasus. Wilayah Kelurahan Bangsal memiliki
wilayah dengan kepadatan penduduk mencapai 6,69% dengan luas wilayah 5597
km2. Kepadatan hunian rumah menjadi salah satu faktor risiko dari kejadian ILI
karena penyebab ILI adalah virus yang mudah berkembang di wilayah yang
tingkat kelembapan yang rendah. Virus akan mudah berpindah melalui droplet
dengan orang sehat , untuk itu apabila masyarakat sehat dengan kekebalan tubuh
yang menganalisis catatan bulanan program P2 ISPA Kota Medan tahun 2002-
2006 didapatkan bahwa berdasarkan hasil uji regresi linier terdapat nilai
signifikan sebesar 0,552 (>0,05), tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
waktu dengan jumlah penderita bukan pneumonia pada balita usia 1 – 4 tahun
Pesantren 1 kejadian ISPA mengalami kejadian tertinggi pada bulan Mei dan pada
Kecamatan Pesantren berada dekat dengan industri pabrik gula pada Bulan April
produksi gula pada Bulan April, sehingga terjadi peningkatan kejadian ISPA pada
Bulan April hingga mencapai jumlah tertinggi Bulan Mei. Proses produksi gula di
udara, pada Bulan Mei menjadi bulan dengan proses pembakaran yang tinggi
sehingga tingkat pencemaran pada bulan-bulan tersebut cukup tinggi. Untuk itu,
47
pada bulan tersebut jumlah masyarakat yang terrpapar akibat asap pembakaran
pada umumnya penyakit ISPA yang disebabkan oleh virus atau bakteri dengan
48
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
usia yang banyak terserang penyakit ISPA yaitu kelompok usia 0-5 tahun
tahun dan pada ILI terbanyak kelompok usia 5-9 tahun. Kelompok usia
dengan kondisi lalu lintas yang padat. Kelurahan Betet menjadi wilayah
1593 kasus. Kelurahan Betet memiliki daerah yang dekat dengan industri
49
3. Waktu kejadian penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas Pesantren 1
B. Saran
edukasi berupa cara mencuci tangan pakai sabun yang benar, penggunaan
3. Bagi anak usia 0-5 tahun bisa diberikan imunisasi tambahan untuk
50
DAFTAR PUSTAKA
3(1).
Dita Maharani, Finny Fitry Yani, Y. L. (2013). Profil Balita Penderita Infeksi
Saluran Nafas Akut Atas di Poliklinik Anak RSUP DR. M. Djamil Padang
Fikri, B. A. (2016). Analisis Faktor Risiko Pemberian Asi Dan Ventilasi Kamar
https://doi.org/10.20473/ijph.v11i1.2016.14-27
Hartati, S., Nurhaeni, N., & Gayatri, D. (2008). Faktor risiko terjadinya
Indawati, W., Setyanto, D. B., & Kaswandani, N. (2014). Infeksi Influenza A dan
B pada Anak dengan Influenza Like Illness (ILI) atau Pneumonia di Jakarta.
11–30.
51
Berumur 12-59 Bulan di Puskesmas Kelurahan Tebet Barat, Kecamatan
Novitasari, D. A. (2013). Pemetaan Penyakit Ispa Pada Balita Usia (0-5) Tahun
Peran Orang Tua Dalam Pencegahan Ispa Dengan Kekambuhan Ispa Pada
Sofia. (2017). Faktor Risiko Lingkungan Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Di
Wilayah Kerja Puskesmas Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar. Jurnal AcTion:
Utami, S. (2013). Studi Deskriptif Pemetaan Faktor Risiko Ispa Pada Balita Usia
0-5 Tahun Yang Tinggal Di Rumah Hunian Akibat Bencana Lahar Dingin
Negeri Semarang.
52
WHO. (2007). Pencegahan dan pengendalian infeksi saluran pernapasan akut (
WHO. (2008). Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang Cenderung menjadi
http://www.who.int/csr/resources/publications/
53
LAMPIRAN
Gambar 10. Kegiatan Skrining Faktor Risiko PTM di Dinas Sosial Kota Kediri
54
Gambar 12. . Dokumentasi dengan petugas UPTD Puskesmas Pesantren 1
55
Lampiran 2. Struktur Organisasi UPTD Puskesmas Pesantren 1
56
Lampiran 3. Surat Izin Praktik Kerja Lapangan
57