Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

“KLINIK SANITASI”
Dosen : Yusmidiarti, S.KM., M.P.H.

Dosen pembimbing:

Yusmidiarti, S.KM., M.P.H.

Oleh :

Kelompok V

1. P051600210
2.
3. Desty Esa Fitri P05160021011
4. - P051600210
5. - P051600210
6. - P051600210
7. - P051600210

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN POLTEKKES KEMENKES


BENGKULU TAHUN AKADEMI 2022
Daftar isi ????????
Kata pengantar ??????
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Menurut Hendrik L. Blum (1974), derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh empat

faktor utama yaitu: faktor lingkungan, perilaku manusia, pelayanan kesehatan, dan keturunan.

Keempat faktor tersebut saling terkait dengan beberapa faktor lain, yaitu sumber daya alam,

keseimbangan ekologi, kesehatan mental, sistem budaya, dan populasi sebagai satu kesatuan.

Lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap derajat kesehatan masyarakat. Faktor

lingkungan meliputi lingkungan fisik, lingkungan biologik dan lingkungan sosio kultural. John

Gordon menggambarkan adanya interaksi antara 3 faktor yaitu faktor lingkungan (environment),

pejamu (host) dan penyebab penyakit (agent).

Timbulnya penyakit bila terjadi ketidakseimbangan di antara ketiga faktor tersebut, misalnya

penyakit terjadi karena faktor lingkungan yang jelek, atau berkembangnya kuman penyakit atau

daya tahan tubuh yang rendah untuk melawan infeksi kuman penyakit.

Menurut pasal 22 Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan

menyebutkan antara lain :

(1) Kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas

lingkungan yang sehat.

(2) Kesehatan lingkungan dilaksanakan terhadap tempat umum,

lingkungan permukiman, lingkungan kerja, angkutan umum dan

lingkungan lainnya.

(3) Kesehatan lingkungan meliputi :

a. Penyehatan air, tanah, dan udara

b. Pengamanan limbah padat, limbah cair, limbah gas, radiasi dan

kebisingan

c. Pengendalian vektor penyakit

d. Penyehatan atau pengamanan lainnya.


(4) Setiap tempat atau sarana pelayanan umum wajib memelihara dan

meningkatkan lingkungan yang sehat sesuai dengan standar dan

persyaratan

Sampai saat ini penyakit-penyakit berbasis lingkungan masih merupakan masalah

kesehatan masyarakat. Insiden penyakit demam berdarah dengue 0.019/1000 penduduk, angka

kematian pada kejadian luar biasa (KLB) 3/1.000 penduduk. Penyakit TBC Paru, tahun 1999,

WHO memperkirakan setiap tahun di Indonesia terjadi 583.000 kasus baru TB, dengan kematian

sekitar 140.000 orang. Diperkirakan setiap 100.000 penduduk terdapat 130 TBC BTA positif.

Proporsi penderita pneumonia balita yang berobat ke Puskesmas tahun 2002 sebesar

3/10.000 balita. Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dari hasil survey Sub

Direktorat Diare dan Penyakit Pencernaan tahun 2003 insiden diare 374/1.000 penduduk. Insiden

malaria yang diukur dengan Annual Malaria Incidence (AMI) yaitu kesakitan malaria tanpa

konfirmasi laboratorium dan Annual Parasite Incidence (API) yaitu angka kesakitan malaria

dengan konfirmasi laboratorium, tahun 2002 AMI 22,27/1.000 penduduk dan API 0,47/1.000

penduduk. Permasalahan sampai saat ini diketahui bahwa penyakit terbanyak yang terdapat di

wilayah kerja Puskesmas didominasi oleh penyakit-penyakit yang berhubungan dengan masalah

kesehatan lingkungan. Disamping itu dirasakan bahwa upaya pengobatan penyakit dan upaya

peningkatan/perbaikan kualitas lingkungan dikerjakan secara terpisah dan tidak terintegrasi

dengan upaya terkait lainnya. Petugas paramedic/medis melaksanakan upaya

penyembuhan/pengobatan tanpa memperdulikan dan atau tanpa mengetahui bagaimana

sebenarnya kondisi lingkungan perumahan/permukiman si pasien. Di sisi lain petugas kesehatan

lingkungan melakukan upaya kesehatan lingkungan (pengawasan kualitas lingkungan,

penyuluhan dan perbaikan mutu lingkungan) tanpa memperhatikan permasalahan

penyakit/kesehatan masyarakat di lokasi / kawasan tersebut.

Integrasi upaya kesehatan lingkungan dan upaya pemberantasan penyakit berbasis

lingkungan semakin relevan dengan diterapkannya Paradigma Sehat untuk upaya-upaya

kesehatan di masa mendatang (rapat kerja Menteri Kesehatan RI dengan Komisi VI DPRRI,

tanggal 15 September 1998). Dengan paradigma ini maka pembangunan kesehatan lebih

ditekankan pada upaya promotif-preventif dibanding upaya kuratif-rehabilitatif. Melalui Klinik


Sanitasi ketiga unsur pelayanan kesehatan yaitu promotif, preventif dan kuratif dilaksanakan

secara integratif melalui pelayanan kesehatan program pemberantasan penyakit berbasis

lingkungan di luar maupun di dalam gedung.

Puskesmas mempunyai misi untuk menyelenggarakan upaya kesehatan esensial yang

bermutu, merata, dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat, untuk meningkatkan

status kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya. Untuk itu dilakukan dengan cara membina

peran serta, upaya kesehatan inovatif, dan pemanfaatan teknologi tepat guna. Bertitiktolak dari

hal-hal di atas, maka lahirnya konsep Klinik Sanitasi merupakan salah satu upaya terobosan

untuk memadukan ketiga jenis upaya kesehatan tersebut dalam rangka peningkatan derajat

kesehatan masyarakat secara terpadu, terarah dan berkesinambungan. Konsep ini pertama kali

diperkenalkan dan dikembangkan oleh Puskesmas Wanasaba Kabupaten/Kota Lombok Timur

Propinsi Nusa Tenggara Barat sejak November 1995 dan selanjutnya kegiatan ini diikuti oleh

beberapa Puskesmas yang ada di Provinsi Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan,

Sumatera Selatan dan Kalimantan Selatan. Saat ini Klinik Sanitasi sudah dikembangkan lebih

dari 1.000 Puskesmas di seluruh Provinsi di Indonesia.

Dengan makin berkembangnya kegiatan Klinik Sanitasi maka buku Pedoman

Pelaksanaan Klinik Sanitasi yang dicetak tahun 2000 perlu dilakukan perbaikan kembali dengan

mempertimbangkan berbagai kelemahan/hambatan maupun kekuatan, peluang, dan ancaman

yang dihadapi oleh Puskesmas serta masukan dari berbagai pihak terkait.

2. Pengertian

a. Klinik Sanitasi

Merupakan suatu upaya/kegiatan yang mengintegrasikan pelayanan kesehatan antara

promotif, preventif, dan kuratif yang difokuskan pada penduduk yang beresiko tinggi untuk

mengatasi masalah penyakit berbasis lingkungan dan masalah kesehatan lingkungan

permukiman yang dilaksanakan oleh petugas Puskesmas bersama masyarakat yang dapat

dilaksanakan secara pasif dan aktif di dalam maupun di luar Puskesmas.


Klinik sanitasi bukan sebagai kegiatan pokok yang berdiri sendiri, tetapi sebagai bagian

integral dari kegiatan Puskesmas yang dilaksanakan secara lintas program dan lintas sektor di

wilayah kerja Puskesmas.

Dalam melaksanakan kegiatan Klinik Sanitasi masyarakat difasilitasi oleh petugas

Puskesmas.Klinik sanitasi diharapkan dapat memperkuat tugas dan fungsi Puskesmas dalam

melaksanakan pelayanan pencegahan dan pemberantasan penyakit berbasis lingkungan dan

semua persoalan yang ada kaitannya dengan kesehatan lingkungan guna meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat

Lanjutila yo

…………………………………

Anda mungkin juga menyukai