Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
Dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 bahwa untuk mengimplementasikan mutu
lingkungan yang bersih dan sehat diperlukan upaya kesehatan lingkungan baik
fisik, kimia, biologi, dan sosial yang bertujuan untuk meningkatkan derajat
kesehatan yang optimal. Pedoman upaya penyelenggaraan kesehatan lingkungan
diperkuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014, dalam upaya
mencegah kejadian penyakit dan atau gangguan kesehatan lainnya. Upaya
sanitasi/kesehatan lingkungan diselenggarakan menuju lingkungan perumahan
permukiman, tempat kerja dan rekreasi, serta fasilitas umum lainnya yang sehat,
aman, dan terkendali. Adapun tempat dan fasilitas umum yang perlu mendapat
pengawasan lain sehat salah satunya adalah rumah sakit.
Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan
yang merupakan bagian dari sumberdaya kesehatan yang sangat dibutuhan
dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan yang komprehensif.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 147 Tahun 2010 menyebutkan bahwa
rumah sakit adalah sebuah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara pari purna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, serta gawat darurat.
Dengan fungsi rumah sakit yang sedemikian kompleks, maka rumah sakit
menjadi tempat yang sangat ideal untuk menularkan penyakit. Penularan
penyakit tersebut disebabkan karena adanya kontak terus menerus antara orang
sehat, orang sakit, serta alat-alat kesehatan. Penularan penyakit yang didapat dari
rumah sakit disebut dengan infeksi nosokomial.
Rumah sakit sebagai tempat umum mempertemukan manusia dan
lingkungan hidup bila mana tidak diselenggarakan dengan baik dan sehat akan
mengakibatkan permasalahan kesehatan lingkungan dan turunnya mutu media
sanitasi seperti limbah, media air bersih, air minum, pangan, media udara, sarana
prasarana dan kualitas bangunan serta vektor/binatang pembawa penyakit
sehingga berakibat resiko terjadinya penularan penyakit di dalam rumah sakit itu
sendiri. Adapun upaya sanitasi rumah sakit meliputi kesehatan air dan kesehatan
udara rumah sakit, kesehatan pangan siap saji, kesehatan sarana
prasarana/bangunan, pengendalian vector/binatang penular penyakit,
pengamanan limbah, pengamanan radiasi, penyelenggaraan linen, dan
manajemen sanitasi RS.
Tujuan praktikum lapangan ini adalah memberikan gambaran sanitasi
lingkungan rumah sakit melalui inspeksi kesehatan lingkungan RS dengan cara
penilaian dan pemeriksaan lapangan serta membandingkan antara nilai capaian
dengan standart yang baku dan persyaratan kesehatan lingkungan di RS “Aloei
Saboe Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota Gorontalo, Provinsi
Gorontalo”.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana Gambaran Kondisi Sanitasi Lingkungan di RS Aloei Saboe,
Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo.
C. Tujuan Penulis
1. Agar dapat Mengetahui Gambaran Kondisi Sanitasi Lingkungan di RS
Aloei Saboe, Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota Gorontalo,
Provinsi Gorontalo.
2. Memenuhi Laporan Praktikum Lapangan Mata Kuliah Sanitasi Rumah
Sakit.
D. Manfaat penulisan
1. Mengetahui Gambaran Kondisi Sanitasi Lingkungan di RS Aloei Saboe,
Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo.
2. Memenuhi Laporan Praktikum Lapangan Mata Kuliah Sanitasi Rumah
Sakit.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. KESEHATAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT
1. Pengertian Rumah Sakit
Rumah sakit merupakan suatu institusi yang fungsi utamanya memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat (Depkes RI, 2009). Rumah sakit
merupakan salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya
kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan
yang optimal bagi masyarakat.
Rumah sakit merupakan institusi yang integral dari organisasi kesehatan
dan organisasi sosial, berfungsi menyediakan pelayanan kesehatan yang
lengkap. Rumah sakit juga merupakan pusat latihan bagi tenaga profesi
kesehatan dan sebagai pusat penelitian untuk riset kesehatan.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1204/MENKES/SK/X/2004 bahwa rumah sakit adalah sarana pelayanan
kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang yang sehat.
Kumpulan banyak orang ini akan dapat memungkinkan rumah sakit menjadi
tempat penularan penyakit, gangguan kesehatan dan pencemaran lingkungan.
Untuk menghindari terjadinya resiko dan gangguan kesehatan maka
diperlukan penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit.
Di Indonesia dikenal tiga jenis rumah sakit yaitu rumah sakit berdasarkan
kepemiliknnya, rumah sakit berdasarkan jenis pelayanannya dan rumah sakit
berdasarkan kelasnya. Berdasarkan kepemilikannya, dibedakan tiga macam
rumah sakit, yaitu (1) rumah sakit pemerintah (RS Pusat, RS Provinsi, RS
Kabupaten), RS BUMN/ABRI dan RS Swasta, (2) RS Umum, RS Jiwa, RS
Khusus, (3) RS kelas A, B, C dan RS kelas D. Namun, semua RS Kabupaten
telah ditingkatkan statusnya menjadi RS Kelas C.
Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan yang bersifat dasar dan spesialistik dan subspesialistik.Rumah
Sakit Umum Pemerintah adalah rumah sakit umum milik pemerintah baik
Pusat, ataupun Daerah. Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit
umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik
spesialistik dasar. Sedangkan RS Kelas C mempunyai minimal empat
spesialistik dasar (bedah, penyakit dalam, kebidanan, dan anak).
2. Manajemen Sanitasi Rumah Sakit
Konsep sistem manajemen lingkungan rumah sakit di Indonesia telah
dikenal sejak lama sebagai bagian dari rutinitas internal kegiatan rumah sakit.
Konsep tersebut pada banyak rumah sakit dilaksanakan melalui praktek-
praktek sanitasi lingkungan. Sanitasi lingkungan rumah sakit mempunyai arti
sebagai upaya menciptakan kesehatan lingkungan yang baik di rumah sakit
melalui pelaksanaan program-program yang berkaitan dengan semua aktivitas
yang ada di rumah sakit. Sanitasi lingkungan rumah sakit meliputi
pengendalian berbagai faktor lingkungan fisik, kimiawi, biologi dan sosial
psikologi di rumah sakit. Komponen manajemen sanitasi rumah sakit antara
lain:
a. Aspek Input
Aspek input di lingkungan rumah sakit yang terdiri dari petugas
sanitarian atau petugas kesehatan lain yang telah dilatih, adanya biaya
operasional (dana) yang dibutuhkan dalam menyelenggarakan sanitasi
rumah sakit dan adanya sarana dan prasarana yang seminimal mungkin
dapat menunjang pelaksanaan Manajemen sanitasi untuk kegiatan promotif
dan preventif. Pelaksanaan pelayanan sanitasi juga harus ditunjang oleh
kelengkapan materi yang diperlukan berupa proses administrasi, pencatatan
dan pelaporan, serta pedoman buku yang digunakan sebagai petunjuk teknis
sanitasi.
b. Proses
Aspek lingkungan rumah sakit merupakan suatu aspek yang berdampak
penting terhadap pelayanan rumah sakit atau masyarakat sekitar rumah
sakit. Dimana Operasional kegiatan di rumah sakit merupakan suatu
rangkaian proses berupa kegiatan yang direncanakan yang dimulai dari
pelayanan medik (poliklinik dan rawat inap), pelayanan penunjang medik
dan penunjang nonmedik. Selain itu, ada pula aktivitas dan pelayanan dalam
beberapa kategori utama, seperti rawat jalan, rawat inap, produk limbah
yang dihasilkan, kegiatan medik dan nonmedik, transportasi material (medik
dan logistik), dan upaya pencegahan pencemaran. Dari masing-masing
uraian aktivitas tersebut, akan teridentifikasi bahan-bahan apa yang saja
yang digunakan, baik dari obat-obatan, alat kesehatan, maupun bahan kimia
lainnya.
Aspek lingkungan rumah sakit sebenarnya mencakup lingkup yang luas
ataupun tidak terbatas sehingga untuk lebih memudahkan akan disajikan
beberapa contoh dari aspek lingkungan berikut:
1) Pengelolaan limbah infeksius, patologis, dan nonmedik;
2) Kejadian infeksi nosokomial;
3) Pembuangan air limbah;
4) Kegiatan yang menggunakan zat kimia
5) Kegiatan yang menggunakan air;
6) Kegiatan yang menggunakan energy
7) Penggunaan sumber daya alam; produk yang sudah lama;
8) Pembuangan produk.
Identifikasi aspek lingkungan merupakan proses yang berjalan untuk
menentukan dampak positif atau negatif dari kegiatan rumah sakit.
a. Output
Hasil yang diharapkan dari seluruh kegiatan oprasional rumah sakit
yang berdampak terhadap perubahan kondisi lingkungan yang tidak baik
akan menjadi baik sehingga memenuhi prasyarat kesehatan lingkungan
rumah sakit dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut :
1) Tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara
manusia dan lingkungan hidup.
2) Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup
yang memiliki sikap yang ramah lingkungan.
3) Terjaminnya kepentingan generasi masa kini dan generasi masa
depan.
4) Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup.
5) Terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana.
6) Terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap
dampak usaha dan/atau kegiatan di luar wilayah negara yang
menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
b. Instalasi Sanitasi Rumah Sakit
Menurut Permenkes 1045 tahun 2006 dalam pasal 20, bahwa:
1) Instalasi adalah unit pelayanan non struktural yang menyediakan
fasilitas dan penyelenggaraan kegiatan pelayanan.
2) Pendidikan dan pelatihan rumah sakit. Pembentukan Instalasi
ditentukan oleh pimpinan rumah sakit sesuai kebutuhan rumah sakit.
3) Instalasi dipimpin oleh seorang kepala yang diangkat dan
diberhentikan oleh pimpinan rumah sakit.
4) Kepala instalasi dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh tenaga
fungsional dan atau nonmedis (cleaning service).
5) Pembentukan dan perubahan jumlah dan jenis instalasi dilaporkan
secara tertulis kepada Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik.
c. Upaya kesehatan Lingkungan di Rumah Sakit
Sistem manajemen kesehatan lingkungan rumah sakit adalah segala
upaya untuk menyehatkan dan memelihara lingkungan rumah sakit sesuai
dengan persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit. Karena rumah sakit
merupakan sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit
maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta
memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan
kesehatan. Untuk menghindari resiko dan gangguan kesehatan tersebut
maka diperlukan penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit.
Penyelenggaraan sistem manajemen kesehatan lingkungan rumah sakit
dilakukan untuk menghindari kemungkinan pencemaran lingkungan,
resiko dan gangguan kesehatan sesuai dengan persyaratan kesehatan.
Persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit mengacu pada Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1204/MENKES/SK/X/2004.
Penyelenggara upaya kesehatan lingkungan rumah sakit adalah para
petugas yang terlibat dalam alur atau mekanisme sistem manajemen
kesehatan lingkungan rumah sakit. Para petugas tersebut adalah petugas
yang telah disebutkan di atas yang telah diatur tugas, pokok dan fungsinya.
Sedangkan penanggung-jawab kesehatan lingkungan rumah sakit kelas C
adalah seorang tenaga yang memiliki kualifikasi sanitarian, serendah-
rendahnya berijazah diploma (D3) di bidang kesehatan lingkungan.

B. PENGELOLAAN LIMBAH CAIR DAN LIMBAH PADAT


1. Limbah Rumah Sakit
Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan oleh kegiatan
rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Mengingat dampak yang mungkin
timbul, maka diperlukan upaya pengelolaan yang baik meliputi alat dan sarana,
keuangan dan tatalaksana pengorganisasian yang ditetapkan dengan tujuan
memperoleh kondisi rumah sakit yang memenuhi persyaratan kesehatan
lingkungan.
Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme
bergantung pada jenis runah sakit. Limbah cair rumah sakit dapat mengandung
bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dengan parameter BOD,
COD, TSS, dan lain-lain. Sedangkan limbah padat rumah sakit terdiri atas
sampah mudah membusuk, sampah mudah terbakar, dan lain-lain. Limbah-
limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme patogen atau
bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat
tersebar ke lingkungan rumah sakit yang disebabkan oleh teknik pelayanan
kesehatan yang kurang memadai, kesalahan penanganan bahan-bahan
terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana
sanitasi yang masib buruk. Pembuangan limbah yang berjumlah cukup besar
ini paling baik jika dilakukan dengan memilah-milah limbah ke dalam berbagai
kategori. Untuk masing-masing jenis kategori diterapkan cara pembuangan
limbah yang berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah rumah sakit adalah
sejauh mungkin menghindari risiko kontaminsai dan trauma (injury).
2. Jenis-Jenis Limbah Rumah Sakit
a. Limbah Klinik. Limbah dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin,
pembedahan dan di unit-unit risiko tinggi. Limbah ini berbahaya dan
mengakibatkan infeksi kuman. Oleh karena itu perlu diberi label yang
jelas sebagai risiko tinggi. Contoh limbah jenis tersebut ialah perban atau
pembungkus yang kotor, cairan badan, anggota badan yang diamputasi,
jarum-jarum dan semprit bekas, kantung urin, dan produk darah.
b. Limbah Patologi. Limbah ini juga dianggap berisiko tinggi dan sebaiknya
diotoklave sebelum keluar dari unit patologi. Limbah tersebut harus
diberi label biohazard.
c. Limbah bukan Klinik. Limbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus
atau kantong dan plastik yang tidak berkontak dengan cairan badan.
Meskipun tidak menimbulkan risiko sakit, limbah tersebut cukup
merepotkan karena memerlukan tempat yang besar untuk mengangkut
dan membuangnya.
d. Limbah Dapur. Limbah ini mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor
yang bukan berasal dari tempat-tempat penghasil limbah infeksius.
e. Limbah Radioaktif. Walaupun limbah ini tidak menimbulkan persoalan
pengendalian infeksi di rumah sakit, pembuangannya secara aman perlu
diatur dengan baik.
3. Pengelolaan Limbah Cair
Limbah cair rumah sakit adalah semua limbah cair yang berasal dari
proses satuan kerja seluruh lingkungan rumah sakit yang kemungkinan
mengandung bahan kimia berbahaya. Pengelolaan limbah cair rumah sakit
merupakan bagian yang berfungsi untuk melindungi masyarakat dari
bahaya pencemaran lingkungan, sehingga diperlukan penanganan yang baik
dan benar melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Prinsip dasar
pengolahan limbah cair adalah ; pengelolaan menyeluruh dari proses
kegiatan operasional rumah sakit baik medis maupun non-medis. Limbah
tersebut diolah di dalam IPAL rumah sakit dimulai dari unit-unit
penghasil limbah cair dengan cara pembersihan secara fisik terhadap
bahan-bahan organik, secara mikrobiologis oleh bakteri dan diakhiri
pembunuhan kuman dengan cara klorinasi. Limbah cair rumah sakit adalah
semua limbah cair yang berasal dari rumah sakit yang kemungkinan
mengandung mikro-organisme, bahan kimia beracun, dan radio aktif.
C. PENGELOLAAN AIR BERSIH, AIR MINUM, DAN AIR
HEMODIALISA
1. Pengolahan Air Bersih
Pengolahan air bersih / Water Treatment Plant adalah sebuah system yang
digunakan untuk mengolah air dari kualitas yang tidak bagus menjadi
kualiatas air yang diinginkan/ditentukan untuk digunakan lebih lanjut sesuai
dengan hasil yang diinginkan. Pada prinsipnya, pengolahan air bersih adalah
bagaimana mengubah mutu air yang tidak sesuai dengan keinginan kita
menjadi mutu air yang sesuai dengan keinginan kita. Beberapa fasilitas yang
dimilki dalam pemprosesan air bersih antara lain : intake, menara air,
clarifier, pulsator, filter, dan reservoir :
a. Intake
Intake merupakan bangunan yang berfungsi untuk menangkap air dari
badan air (sungai) sesuai dengan debit yang diperlukan bagi pengolahan air
bersih.
b. Menara air baku
Menara air baku berfungsi mengontrol dan mengatur laju alir dan tinggi
permukaan air baku agar tetap konstan, sehingga proses pengolahan berupa
pembubuhan bahan kimia, koagulasi, pengendapan, dan penyaringan dapat
berjalan dengan baik serta maksimal.
c. Clarifier
Clarifier sebagai tempat terjadinya koagulasi. Di Clarifier air dibersihkan
dari kotoran-kotoran dengan cara mengendapkan kotoran-kotoran yang
terdapat didalam air tersebut pada lamlar yang berupa jaring-jaring besi
pada bagian bawah Clarifier. Kotoran-kotoran yang mengendap akan
dibuang melalui pipa saluran pembuangan.
d. Rapid mixing (bangunan pengaduk cepat)
Bangunan pengaduk cepat berfungsi sebagai tempat pencampuran
koagulan dengan air baku sehingga terjadi proses koagulasi.
e. Slow mixing (bangunan pengaduk lambat)
Proses pengadukan lambat (slow mixing) terjadi pada pulsator. Di sini
flok – flok yang lebih besar akan terbentuk dan stabil, sehingga akan lebih
mudah untuk diendapkan dan disaring. Cara kerja pulsator yaitu dengan
sistem ruang hampa bekerja dengan menaikkan dan menurunkan air,
sehingga flok – flok yang ada dapat bercampur. Lumpur dari endapan
partikel flokulen dibuang setiap 15 (lima belas) menit sekali. Setelah
mengalami proses pada pulsator, diharapkan tingkat kekeruhan air mencapai
1 FTU yang selanjutnya akan diproses di filter.
f. Bangunan filtrasi
Bangunan filtrasi yang berfungsi sebagai tempat proses penyaringan
butir-butir yang tidak ikut terendap pada bak sedimentasi dan juga berfungsi
sebagai penyaring mikroorganisme atau bakteri yang ikut larut dalam air.
Bangunan filtrasi biasanya menggunakan pasir silica yang berwarna hitam
setebal 80 cm dan juga kerikil.Pasir ini digunakan karena lebih berat dan
lebih menempel flok-floknya.
g. Reservoir
Bangunan reservoir merupakan bangunan tempat penampungan air bersih
yang telah diolah sebelum didistribusikan ke rumah-rumah pelanggan.
2. Pengolahan Air Minum
Pengelolahan air minum merupakan proses pemisahan air dari pengotornya
secara fisik, kimia dan biologi. Tujuan utama dari pengolahan ini adalah untuk
mendapatkan air yang memenuhi standart mutu sehingga dapat digunakan
sebagai air minum. Namun pada prinsipnya, pengolahan air minum memiliki
tujuan utama yang secara teknis adalah sebagai berikut :
1) Menurunkan tingkat kekeruhan air
2) Menurunkan dan mematikan mikroorganisme
3) Menurunkan bau, rasa dan warna
4) Menurunkan kesadahan
5) Menurunkan zat, atau unsur-unsur yang terlarut
6) Mengatur tingkat keasaman, atau Ph

D. SANITASI TEMPAT PENCUCIAN LINEN


Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit adalah
melalui pelayanan penuniang medik, khususnya dalam pengelolaan linen di
rumah sakit.Linen di rumah sakit dibutuhkan di setiap ruangan. Kebutuhan
akan linen di setiap ruangan ini sangat bervariasi, baik jenis, jumlah dan
kondisinya. Alur pengelolaan linen cukup panjang, memburuhkan pengelolaan
khusus dan banyak melibatkan tenaga kesehatan dengan berrnacarn-macam
klasifikasi. Klasifikasi tersebut terdiri dari ahli manajemen, teknisi, perawat,
tukang cuci, penjahit, tukang setrika, atrli sanitasi, serta ahli kesehatan dan
keselamatan kerja. Untuk mendapatkan kualitas linen yang baik, nyaman dan
siap pakai, diperlukan perhatian khusus, seperti kemungkinan terjadinya
pencemaran infeksi dan efek penggunaan bahan-bahan kimia.
Peran pengelolaan manajemen linen di rumah sakit cukup pcnting. Diawali
dari perencanaan, salah satu subsistem pengelolaan linen adalah proses
pencucian. Alur aktivitas fungsional dimulai dari penerimaan linen kotor,
penimbangan, pemilahan, proses pencucian, pemerasan, pengeringan, sortir
noda, penyetrikaan, sortir linen rusak, pelipatan, merapikan, mengepak atau
mengemas, menyimpan, dan mendistribusikan ke unit-unit yang
membutuhkannya, sedangkan linen yang rusak dikirim ke kamar jahit. Untuk
melaksanakan aktivitas tersebut dengan lancar dan baik, maka diperlukan alur
yang terencana dengan baik. Peran sentral lainnya adalah perencanaan,
pengadaan, pengelolaan, pemusnahan, kontrol dan pemeliharaan fasilitas
kesehatan, dan lain-lain, sehingga linen dapat tersedia di unit-unit yang
membutuhkan.
1. Untuk linen non infeksius :
a. Linen disetiap ruang diambil pada pagi hari sekitar pukul 7.
b. Linen diterima oleh petugas laundry yang sudah siap lengkap dengan
APD.
c. Linen dipilah berdasarkan bahan, lalu dimasukkan ke mesin cuci
(kapasitas 30 – 60 kg)
d. Ditambah dengan ditergen, penghilang noda, penetral, dan pencerah
linen.
e. Lalu tunggu selama 45 menit
f. Kemudian peras dengan mesin pemeras selama 10 menit (300 rpm)
g. Kemudian dikeringkan dengan alat atau dijemur di bawah sinar
matahari
h. Setelah kering lalu disetrika dengan setrika uap atau listrik (suhu diatas
100 ºC – 150 ºC) sambil disemprotkan pewangi.
i. Yang terakhir dilipat rapi dan ditaruh di ruang linen.
2. Untuk linen infeksius :
a. Linen disetiap ruang diambil pada pagi hari sekitar pukul 7.
b. Linen diterima oleh petugas laundry yang sudah siap lengkap dengan
APD.
c. Kemudian linen dibeber pada tempat khusus linen infeksius.
d. Pada linen yang terkena noda diberi detergen, ditambah dengan
penghilang noda dan direndam di air panas selama 20 menit-1,5 jam.
e. Lalu dimasukkan ke mesin cuci (kapasitas 30 – 60 kg).
f. Kemudian dimasukkan ke mesin pemeras selama 10 menit (300 rpm)
g. Dimasukkan ke mesin pengering yang dialiri uap atau bisa juga dijemur
dibawah sinar matahari.
h. Setelah kering lalu disetrika dengan setrika uap atau listrik (suhu diatas
100 ºC – 150 ºC) sambil disemprotkan pewangi.
i. Yang terakhir dilipat rapi dan ditaruh di ruang linen
E. PENGELOLAAN SANITASI MAKANAN DAN MINUMAN
Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah suatu rangkaian kegiatan mulai
dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada pasien,
dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian diet
yang tepat. Penyelenggaraan makanan di rumah sakit sangat bergantung dari
higiene dan sanitasi agar makanan tersebut tidak menjadi sumber penularan
penyakit bagi manusia yang mengkonsumsi makanan tersebut. Pada kegiatan
sanitasi makananmisalnya kebersihan bahan makanan yang diolah sebagai
makanan untuk pasien rawat inap yang ada di rumah sakit. Dapat juga
diperhatikan kebersihan dalam pembuatan makanan :
a. Cara pengangkutan bahan makanan ke gudang instalasi gizi.
b. Cara penyimpanan bahan makanan yang tepat pada tempat dan kondisi bahan
makanan.
c. Cara penyajian makanan untuk pasien yang ada di rumah sakit tersebut.
Di dalam proses penyelenggaraan makanan terdapat enam prinsip sanitasi
dalam penyelenggaraan makanan yang biasanya dilakukan di hotel, restoran,
rumah makan, rumah sakit dan tempat lain yang membuat makanan / minuman
diproduksi, diolah, disimpan, dijual, atau disajikan bagi umum. Adapun
persyaratan sanitasi penyelenggaraan makanan.
a. Pengadaan Bahan Makanan
b. Tempat Penyimpanan Bahan Makanan
c. Pengolahan Makanan
d. Pengangkutan Makanan Masak
e. Penyajian Makanan
F. PEST CONTROL DI RUMAH SAKIT
Pest control dalam bahasa indonesia adalah Pengendalian hama, adalah
proses mengurangi atau mematikan berbagai serangga dan hama lainnya yang
tidak diinginkan baik itu di dalam rumah atau ruangan yang menyimpan barang
yang berharga seperti gudang, dan tentu saja di daerah persawahan yang banyak
kita jumpai berbagai hama seperti tikus. Hama sering kita jumpai di di rumah ,
di tempat usaha , atau di sebuah bangunan publik . Mengendalikan hama
biasanya melibatkan menggunakan beberapa jenis insektisida untuk mencegah
mereka memasuki ruang , dan untuk membunuh hama yang ada dalam ruang.
Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian
integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan
pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan
pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga
merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik.
1. Serangga
Untuk mengatasi lalat dari luar, untuk pintu dapur bisa digunakan tabir
angin atau wind screen, bisa juga dengan mempergunakan pintu kawat kasa.
Untuk mengurangi datangnya kecoa hindari adanya ceceran makanan,
kalaupun masih ada kecoa bisa disemprot dengan insektisida malathion,
fenitrothion, lorsban dilarutkan dalam air dengan konsentrasi 0.5-1%.
Pembasmian nyamuk dengan fogging malathion, fenitrothion, lorsban dengan
konsentrasi 2.0-2.5%.
2. Tikus
Agar diusahakan tidak ada tempat untuk bersarangnya tikus dirumah
sakit.Tempat yang disukai tikus untuk bersarang adlah lubang di dinding atau
di lantai, tumpukan sampah dan barang bekas.Tikus tidak suka berkeliaran di
tempat yang bersih oleh karena tidak ada makanan yang dicarinya. Jangan
sampai ada penumpukan sisa makanan oleh karena ini akan menjadi tempat
tikus berkumpul. Pestisida yang disarankan adalah pestisida jenis anti
koagulan seperti warfarin, fumarin, dan pivol. Bisa juga digunakan perangkap
tikus dan lem tikus. Untuk mengusir tikus bisa juga digunakan alat listrik
penimbul bunyi dengan frekuensi tinggi.
3. Kucing
Kucing sering berdatangan ke rumah sakit, berkembang biak hingga
menyebabkan bau kotoran kucing dan sering mencuri makanan untuk pasien.
Tempat sampah yang tidak ada tutupnya sering diporak-porandakan
kucing.Cara mengatasinya dengan membuangnya jauh-jauh dari rumah sakit.
4. Kecoa
Untuk membasmi kecoa yaitu dengan menyemprot maxfore di sudut
sudut tempat. Kecoa akan mati dan akan dimakan oleh kecoa yang masih
hidup.

G. PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA, KEBISINGAN, DAN


RADIASI
a. Pengendalian Kebisingan Di Rumah Sakit
Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : KEP-
48/MENLH/11/1996 Tentang Baku tingkat kebisingan baku tingkat
kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan
dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak menimbulkan
gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Baku tingkat
kebisingan nilainya disesuaikan dengan peruntukannya ataupun dengan
lingkungan kegiatan. Baku tingkat kebisingan untuk perumahan tidak sama
dengan perkantoran, sedangkan baku tingkat kebisingan untuk lingkungan
kegiatan rumah sakit juga tidak sama dengan kegiatan lingkungan sekolah.
Mengingat dampak negative dari pemaparan kebisingan bagi masyarakat,
sebisa mungkin diusahakan agar tingkat kebisingan yang memapari
masyarakat lebih rendah dari baku tingkat kebisingan. Hal ini dapat dilakukan
dengan pengendalian kebisisngan pada sumbernya, penempatan penghalang
(barrier) pada jalan transmisi ataupun proteksi pada masyarakat yang
terpapar.
1) Pengendalian kebisingan pada sumbernya dapat melalui pemberlakuan
peraturan yang melarang sumber bising yang mengelurkan bunyi dengan
tingkat kebisingan yang tinggi.
2) Penempatan penghalang (barrier) pada jalan transmisi masih dapat
dilakukan dengan membuat penghalang (barrier) pada jalan transmisi
diantara sumber bising dengan masyarakat yang terpapar.
3) Upaya pengendalian kebisingan yang disarankan di rumah sakit berupa
pembuatan Noise Barrier, perkerasan jalan berporos, pelarangan
pembunyian klakson dan pembatasan kecepatan kendaraan di kawasan
rumah sakit.
b. Pengendalian Pencemaran Radiasi Di Rumah Sakit
1) Perizinan
Setiap rumah sakit yang memanfaatkan peralatan radiasi yang
memajankan radiasi dan menggunakan zat radioaktif harus memperoleh
izin dari Badan Pengawas tenaga Nuklir ( PP No 64 Tahun 2000 tentang
Perizinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir Pasal 2 ayat 1). Izin yang dimaksud
diberikan setelah memenuhi persyratan yang ditetapkan. Dalam
pemanfaata yang dimaksud setiap rumah sakit yang memanfaatkan
peralatan radiasi harus memiliki persyaratan umum sebagai berikut :
a) Mempunyai fasilitas yang memenuhi persyaratan keselamatan;
b) Mempunyai petugas ahli yang memenuhi kualifikasi untuk
pemanfaatan tenaga nuklir;
c) Mempunyai peralatan teknik dan peralatan keselamatan radiasi yang
diperlukan untuk pemanfaatan tenaga nuklir; dan
d) Memiliki prosedur kerja yang aman bagi pekerja, masyarakat dan
lingkungan hidup.
Persyaratan khusus yang diberlakukan terhadap instalasi yang
mempunyai potensi dampak radiologi tinggi sebagaimana dimaksud
adalah :
a) Menyampaikan dokumen Laporan Analisa Keselamatan
b) Wajib memiliki Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Hidup yang
selanjutnya disebut AMDAL;
c) Memenuh persyaratan konstruksi.
Izin yang diterbitkan dari badan pengawas tenaga nuklir sebagaimana
dimaksud berlaku untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan
dapat diperpanjang.
2) Sistem Pembatasan Dosis
Penerimaan dosis radiasi terhadap pekerja atau masyarakat tidak boleh
melebihi nilai batas dosis yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Tenaga
Nuklir. Nilai batas dosis (NBD) bagi :
a) Pekerja Radiasi
b) Masyarakat
3) Sitem manajemen kesehatan & keselamatan kerja terhadap pemanfaatan
radiasi pengion
a) Organisasi
b) Pemantauan dosis perorangan
c) Peralatan proteksi radiasi
d) Pemeriksaan kesehatan
e) Penyimpanan dokumentasi
f) Jaminan kualitas
g) Pendidikan dan pelatihan
4) Kalibrasi
Pengelola Rumah sdakit wajib melakukan kalibrasi terhadap alat ukur
radiasi secara berkala sekurang-kurangnya satu tahun sekali. Pengelola
Rumah sakit wajib melakukan kalibrasi terhadap keluaran radiasi (out-put)
peralatan radiotherapy secara berkala, sekurang-kurangnya dua tahun
sekali. Kalibrasi hanya dapat dilakukan oleh instasi yang telah terakreditasi
dan ditunjuk oleh badan pengawas dan instansi terkait lainnya
5) Penanggulangan Kecelakaan Radiasi
Pengelola rumah sakit wajib melakukan upaya pencegahan terjadinya
kecelakaan radiasi, jika terjadi kecelakaan radiasi pengelola rumah sakit
harus melakukan penanggulangan, diutamakan pada keselamatan manusia.
Lokasi tempat kejadian harus diisolasi harus diberi tanda khusus seperti
pagar atau barang, bahan yang terkena pancaran radiasi segera diisolasi
kemudian didekontaminasi.Jika terjadi kecelakaan radiasi, pengelola
rumah sakit harus segera melaporkan terjadinya kecelakaan radiasi
kecelakaan radiasi dan upaya penanggulangannya kepada badan pengawas
pelaksana.
6) Pengelolaan Limbah Radioaktif
Pengolahan limbah radioaktif dilaksanakan untuk mencegah
timbulnya bahaya radiasi terhadap pekerja, anggota masyarakatan dan
lingkungan hidup. Undang-Undang No.10 Tahun 1997 pasal 23 ayat (1)
menyebutkan bahwa pengelolaan limbah radioaktif dilaksanakan oleh
Badan Pelaksana, dalam hal ini Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN)
sedangkan dalam pasal 24 ayat (1) menyebutkan bahwa penghasil limbah
radioaktif tingkat rendah dan tingkat sedang wajib mengumpulkan,
mengelompokkan atau menyimpan sementara limbah tersebut sebelum
diserahkan kepada Badan Pelaksana. Dari kedua pasal ini jelas bahwa
pihak penimbul limbah (dalam hal ini rumah sakit atau industri) yang
mempunyai limbah radioaktif wajib menyimpan sementara limbah yang
dihasilkannya dengan memenuhi standar keselamatan sebelum dikirim ke
P2PLR- BATAN.Penghasil limbah radioaktif tingkat rendah atau tingkay
sedang wajib mengumpulkan, mengelompokan atau mengelola dan
menyimpan sementara limbah radioaktif sebelum diserahkan kepada badan
pelaksana. Pengelola limbah radioaktif pada unit kedokteran nuklir
dilakikan dengan cara pemilihan menurut jenis, yaitu limbah cair dan
limbah padat. Limbah radioaktif yang berasal dari luar negri tidak
diizinkan untuk di simpan diwilayah Indonesia.
c. Pengendalian Pencemaran Udara
Pengertian pencemaran udara berdasarkan Undang-Undang Nomor 23
tahun 1997 pasal 1 ayat 12 mengenai Pencemaran Lingkungan yaitu
pencemaran yang disebabkan oleh aktivitas manusia seperti pencemaran yang
berasal dari pabrik, kendaraan bermotor, pembakaran sampah, sisa pertanian,
dan peristiwa alam seperti kebakaran hutan, letusan gunung api yang
mengeluarkan debu, gas, dan awan panas.
Berikut 6 usaha pencegaran pencemaran udara yang dapat kita lakukan,
yaitu;
1) Mengurangi pemakaian bahan bakar fosil terutama yang mengandung
asap serta gas-gas polutan lainnya agar tidak mencemarkan lingkungan.
2) melakukan penyaringan asap sebelum asap dibuang ke udara dengan cara
memasang bahan penyerap polutan atau saringan;
3) Mengalirkan gas buangan ke dalam air atau dalam lauratan pengikat
sebelum dibebaskan ke air. Atau dengan cara penurunan suhu sebelum
gas buang ke udara bebas;
4) membangun cerobong asap yang cuup tinggi sehingga asap dapat
menembus lapisan inversi thermal agar tidak menambah polutan yang
tertangkap di atas suatu pemukiman atau kita;
5) mengurangi sistem transportasi yang efisien dengan menghemat bahan
bakar dan mengurangi angkutan pribadi;
6) memperbanyak tanaman hijau di daerah polusi udara tinggi, karena salah
satu kegunaan tumbuhan adalah sebagai indikator pencemaran dini,
selain sebagai penahan debu dan bahan partikel lain.
BAB 3
METODOLOGI
A. Lokasi Dan Waktu Pelaksanaan
1. Lokasi
Lokasi praktikum lapangan Sanitasi Rumah Sakit dilaksanakan di Rumah
Sakit Umum Aloei Saboe, Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota
Gorontalo, Provinsi Gorontalo.
2. Waktu Pelaksanaan
Praktikum Lapangan Sanitasi Rumah Sakit di RSU Aloei Saboe,
Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo
dilaksanakan selama 3 hari mulai tanggal 20 April 2022 – 22 April 2022.
B. Metode Pelaksanaan Pengumpulan
Laporan Praktikum Lapangan ini termasuk penelitian deskriptif evaluative
yakni adanya studi yang menggambarkan secara pesepktif tentang kondisi
sanitasi RSU Aloei Saboe, Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota
Gorontalo, Provinsi Gorontalo. Dilakukan inspeksi sanitasi pada tanggal 20
April 2022 sampai dengan 22 April 2022 sesuai acuan Formulir Inspeksi
Kesehatan Lingkungan (IKL) Rumah Sakit menurut Permenkes RI Nomor
07/Menkes/Per/II/2019.
Untuk memperoleh data yang diinginkan maka melakukan langkah-
langkah melalui observasi, wawancara/Tanya jawab dengan pihak rumah sakit
dan didokumentasikkan. Format IKL berupa wawancara, pengamatan dan
kuesioner sesuai dengan lampiran Permenkes RI Nomor 07/
Menkes/Per/II/2019.
C. Analisis Data
Data dianalisa dengan analisis deskriptif, yakni melaporkan detail
penyelenggaraan kesehatan air dan kesehatan udara rumah sakit, kesehatan
pangan siap saji, kesehatan sarana prasarana/bangunan,

Anda mungkin juga menyukai