Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sesuai amanat Undang – Undang Dasar 1945 pasal 28H, disebutkan bahwa

setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan, yang kemudian semakin

ditegaskan dalam pasal 34 ayat (3) bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan

fasilitas pelayanan kesehatan yang layak. Salah satu bentuk fasilitas pelayanan

kesehatan tersebut adalah rumah sakit.

Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas kesehatan perorangan yang

merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat dibutuhkan dalam

mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan yang komprehensif. Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 147 Tahun 2010 menyebutkan bahwa rumah sakit adalah sebuah

institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan

serta gawat darurat.

Dengan fungsi rumah sakit yang sedemikian kompleks, maka rumah sakit menjadi

tempat yang sangat ideal untuk menularkan penyakit. Penularan penyakit tersebut

disebabkan karena adanya kontak terus menerus antara orang sehat, orang sakit, serta

alat-alat kesehatan. Penularan penyakit yang didapat dari rumah sakit disebut dengan

infeksi nosokomial.

Kondisi lingkungan rumah sakit menjadi salah satu penyebab terjadinya infeksi di

rumah sakit (WHO,2002). Hal tersebut juga disebutkan oleh caldeira et al (2015) bahwa

suhu dan kelembaban memiliki hubungan dengan peningkatan jumlah jamur dan

bakteri gram negatif pada kasus bakteremia nosokomial, dimana semakin tinggi suhu

dan kelembaban akan meningkatkan jumlah koloni. Hal ini disebabkan karena suhu dan

kelembaban menjadi faktor penting yang mempengaruhi proses perkembangbiakan

patogen.

9
Kesehatan lingkungan rumah sakit diartikan sebagai ang upaya penyehatan dan

pengawasan lingkungan rumah sakit yang mungkin berisiko menimbulkan penyakit dan

atau gangguan kesehatan bagi masyarakat sehingga terciptanya derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya (Depkes RI, 2009).

Upaya kesehatan lingkungan rumah sakit meliputi kegiatan-kegiatan yang

kompleks sehingga memerlukan penanganan secara lintas program dan lintas sektor

serta berdimensi multi disiplin, untuk itu diperlukan tenaga dan prasarana yang

memadai dalam pengawasan kesehatan lingkungan rumah sakit (Depkes RI, 2004).

Sanitasi RS sering kali dianggap hanyalah merupakan upaya pemborosan dan

tidak berkaitan langsung dengan pelayanan kesehatan di RS. Sehingga seringkali

dengan dalih kurangnya dana pembangunan dan pemeliharaan, ada RS yang tidak

memiliki sarana pemeliharaan sanitasi, bahkan cenderung mengabaikan masalah

sanitasi. Mereka lebih mengutamakan kelengkapan alat-alat kedokteran dan

ketenagaan yang spesialistik.

Di lain pihak dengan masuknya modal asing dan swasta dalam bidang

perumahsakitan kini banyak RS berlomba-lomba untuk menampilkan citranya melalui

kementerengan gedung, kecanggihan peralatan kedokteran serta tenaga dokter

spesialis yang qualified, tetapi kurang memperhatikan aspek sanitasi. Sebagai contoh,

banyak RS besar yang tidak memiliki fasilitas pengolahan air limbah dan sarana

pembakar sampah (incinerator) serta fasilitas cuci tangannya tidak memadai atau sistim

pembuangan sampahnya tidak saniter. Apabila hal ini dibiarkan berlarut-larut akan

dapat membahayakan masyarakat, baik berupa terjadinya infeksi silang di RS maupun

pengaruh buruk terhadap lingkungan dan masyarakat luas.

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Salewangang Kab. Maros sebagai salah

satu sarana pelayanan kesehatan milik Pemerintahan Daerah memiliki peran penting

dalam rangka pelayanan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

Untuk mewujudkan kualitas kesehatan lingkungan rumah sakit perlu ditetapkan

standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan. Untuk mencapai

pemenuhan standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan serta

melindungi petugas kesehatan, pasien, pengunjung termasuk masyarakat di sekitar


8
rumah sakit dari berbagai macam penyakit dan/atau gangguan kesehatan yang timbul

akibat faktor resiko lingkungan perlu diselenggarakan kesehatan lingkungan RS.

Pencemaran dapat terjadi karena rumah sakit menghasilkan polutan baik dalam

bentuk fisik, kimia maupun bakteriologis. Selain dapat menimbulkan pencemaran,

rumah sakit juga dapat menjadi tempat penularan penyakit. Penularan dapat terjadi

apabila pengunjung atau pasien yang berkunjung ke rumah sakit terinfeksi oleh kuman

yang terdapat di lingkungan rumah sakit. Infeksi yang terjadi di rumah sakit disebut

Infeksi Nosokomial (Inos). Oleh karena itu, unsur-unsur penunjang proses sangat

berpengaruh terhadap kualitas pelayanan. Unsur penujang proses yang perlu dikelola

dengan sungguh-sungguh diantaranya aspek Sanitasi Lingkungan.

Rumah Sakit memiliki program-program dalam menyelenggarakan pelayanan

medik ataupun pelayanan penunjang medik. Salah satu program pelayanan penunjang

medik yaitu program sanitasi rumah sakit.

Sanitasi rumah sakit adalah upaya pengawasan berbagai faktor lingkungan,

fisik, kimiawi dan biologis di rumah sakit, yang menimbulkan atau dapat mengakibatkan

pengaruh buruk pada kesehatan jasmani, rohani dan kesejahteraan sosial bagi

petugas, pengunjung dan masyarakat di sekitar rumah sakit. Pelayanan sanitasi rumah

sakit diselenggarakan dalam rangka menciptakan kondisi lingkungan rumah sakit yang

nyaman dan bersih sebagai pendukung usaha penyembuhan penderita, disamping

mencegah terjadinya penularan penyakit infeksi nosokomial kepada orang sehat baik

petugas rumah sakit maupun pengunjung.

Divisi Sanitasi Lingkungan RSUD Salewangang Kab. Maros dibutuhkan dalam

rangka upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dengan melalui

pengelolaan sanitasi lingkungan sehingga diharapkan dapat mencegahan terjadinya

penularan penyakit, mencegah/mengurangi terjadinya pencemaran lingkungan serta

menciptakan lingkungan rumah sakit yang bersih, sehat, aman dan nyaman.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun

2019 Tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit di pasal 4 menyebutkan bahwa

penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit dilakukan untuk mendukung

19
penyelenggaraan rumah sakit ramah lingkungan. Penyelenggaraan rumah sakit ramah

lingkungan meliputi :

a. Menyusun kebijakan tentang rumah sakit ramah lingkungan;

b. Pembentukan tim rumah sakit ramah lingkungan;

c. Pengembangan tapak/lahan rumah sakit;

d. Penghematan energi listrik;

e. Penghematan dan konservasi air;

f. Penyehatan kualitas udara dalam ruang;

g. Manajemen lingkungan gedung;

h. Pengurangan limbah;

i. Pendidikan ramah lingkungan;

j. Penyelenggaraan kebersihan ramah lingkungan; dan

k. Pengadaan material ramah lingkungan.

Untuk mendukung penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit diperlukan :

a. Kebijakan tertulis dan komitmen pimpinan rumah sakit;

b. Perencanaan dan organisasi;

c. Sumber daya;

d. Pelatihan kesehatan lingkungan;

e. Pencatatan dan pelaporan; dan

f. Penilaian kesehatan lingkungan rumah sakit.

Kebijakan tertulis dan komitmen pimmpinan rumah sakit dimmaksudkan sebagai bentuk

dukungan dalam penyelenggaraan kegiatan kesehatan lingkungan rumah sakit,

penyediaan sumber daya yang diperlukan serta kesediaan menaati ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Rumah Sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan yang di dalamnya terdapat

bangunan, peralatan, manusia (petugas, pasien dan pengunjung) dan kegiatan

pelayanan kesehatan, ternyata di samping dapat menghasilkan dampak positif berupa

produk pelayanan kesehatan yang baik terhadap pasien, juga dapat menimbulkan

dampak negatif berupa pengaruh buruk kepada manusia seperti pencemaran

8
lingkungan, sumber penularan penyakit dan menghambat proses penyembuhan dan

pemulihan penderita.

Untuk itu sanitasi RS diarahkan untuk mengawasi faktor-faktor tersebut agar tidak

membahayakan. Dengan demikian, sesuai dengan pengertian sanitasi, lingkup sanitasi

RS menjadi luas mencakup upaya-upaya yang bersifat fisik seperti pembangunan

sarana pengolahan air limbah, penyediaan air bersih, fasilitas cuci tangan, masker,

fasilitas pembuangan sampah, serta upaya non fisik seperti pemeriksaan, pengawasan,

penyuluhan, dan pelatihan.

Upaya diatas bertujuan untuk mengurangi terjadinya infeksi nosokomial yang

disebabkan oleh kondisi lingkungan rumah sakit karena kurang memenuhi syarat

kesehatan ataupun terjadinya poencemaran lingkungan.

Peranan Divisi Sanitasi Lingkungan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat adalah melaksanakan kegiatan pengelolaan penyehatan Lingkungan di

RSUD Salewangang Kab. Maros bulan April 2019 ini meliputi pengelolaan air limbah,

pengelolaan sampah domestik dan sampah infeksius, penyehatan lingkungan fisik,

pengelolaan air bersih, pengendalian vektor dan promosi kesehatan lingkungan.

Berdasarkan kegiatan-kegiatan tersebut untuk menciptakan suatu lingkungan di

RSUD Salewangang Kab. Maros yang sehat, bersih, aman dan nyaman bagi petugas,

pasien, pengunjung dan masyarakat di sekitar lingkungan rumah sakit, maka sebagai

hasil kegiatannya disajikan dalam suatu laporan kegiatan pada bulan April tahun 2019.

B. Landasan Hukum

1. Undang-undang Republik Indonesia No 32 tahun 2009 tetang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup.

2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

3. Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit

4. Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan

Sampah.

5. Peraturan Pemerintah nomor 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran

Udara.
19
6. Peraturan Menteri Kesehatan No. 715/MenKes/SK/V/2003 tentang Persyaratan

Hygiene Sanitasi Jasaboga

7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/Menkes/SK/

VII/2002 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum.

8. Keputusan Menteri Kesehatan No. 876/MENKES/SK/VIII/2001 tentang Pedoman

Teknis Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan

9. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1087/MENKES/SK/VIII/2010 tentang

Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit

10. PMK No. 7 Tahun 2019 tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit pengganti

Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1204 tahun 2004 tentang Persyaratan

Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

11. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor P.56 tahun 2015 tentang Tata Cara

dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

12. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor P.68 tahun 2016 tentang Baku

Mutu Air Limbah Domestik.

C. Maksud dan Tujuan

Pengaturan kesehatan lingkungan rumah sakit bertujuan untuk :

a. Mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat bagi rumah sakit baik dari aspek

fisik, kimia, biologi, radioaktivitas maupun sosial;

b. Melindungi sumber daya manusia rumah sakit, pasien, pengunjung dan

masyarakat di sekitar rumah sakit dari faktor risiko lingkungan; dan

c. Mewujudkan rumah sakit ramah lingkungan.

8
BAB II

KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN

A. Pengelolaan Air Limbah

1. Tanggal 01 – 30 April 2019 : Tidak ada pengukuran debit, suhu dan pH

2. Tanggal 1 dan 15 April 2019 : Penyedotan septik tank di Ponek

3. Tanggal 9 April 2019 : Menerima kunjungan dari BLHD ke IPAL

4. Tanggal 9 April 2019 : Perbaikan mesin IPAL

5. Tanggal 22 April 2019 : Perbaikan IPAL di instalasi gizi

6. Tanggal 24 April 2019 : Pembersihan kolam ikan IPAL

7. Tanggal 25 April 2019 : Kontrol IPAL pada jaringan yang tersumbat

8. Tanggal 30 April 2019 : Kontrol IPAL yang meluap

B. Pengelolaan Limbah Infeksius dan Limbah Domestik

1. Tanggal 01 - 30 April 2019 : Pengelolaan sampah domestik dan infeksius

2. Tanggal 9 April 2019 : Menerima kunjungan BLHD ke TPS LB3

3. Tanggal 11,18,25,29 April 2019 : Kerja Bakti

4. Tanggal 1 dan 20 April 2019 : Monitoring TPS domestik

C. Penyehatan Lingkungan fisik

1. Tanggal 01 - 30 April 2019 : Inspeksi Sanitasi Ruangan

2. Tanggal 10 dan 22 April 2019 : Pemasangan pengumuman di kamar mandi

3. Tanggal 15 April 2019 : Monitoring di poli, UGD dan ponek

D. Pengelolaan Air Bersih

19
1. Tanggal 01 - 30 April 2019 : Monitoring Air Bersih ( Pengukuran meteran

air )

8
BAB III
HASIL YANG DICAPAI

A. Pengelolaan Air Limbah

Adapun pengelolaan air limbah yang dilakukan dengan pengamatan dan pengukuran

debit, suhu serta pH air limbah tgl 1 – 30 April 2019 tidak dilakukan pengukuran

karena alat ukur rusak dan tidak ada pengambilan sampel air limbah untuk

pemeriksaan fisik, kimia dan bakteriologi di bulan April 2019 karena IPAL dalam

perbaikan.

Alat ukur suhu dan pH yang rusak seperti gambar di bawah ini sebagaimana tertuang

pula pada laporan bulan sebelumnya dan pada laporan bulan ini kembali diangkat

karena belum ada realisasi pembelian alat yang baru sehingga kegiatan pengukuran

masih terkendala.

pH meter merupakan suatu instrumen

elektronik yang digunakan untuk

pengukuran suhu dan pH (kadar

keasaman) untuk suatu larutan meskipun

bisa juga digunakan untuk pengukuran

pH unsur semi-solid. Jika pH meter yang

digunakan sudah rusak dan tidak pernah

di kalibrasi maka hasil pengukuran tentu

akan bias dan tidak sesuai dengan kadar

keasaman larutan tersebut. Hal inilah

yang menjadi kendala dalam pengukuran

pH air limbah krn pH meter yanng

digunakan dalam kondisi rusak.

9
Adapun hasil pengukuran sampel air limbah di bulan Maret 2019 sbb :

Hasil Pengujian
Batas Maksimum
No Parameter Satuan Bulan
Yang Diperbolehkan
3 Ket
  INLET        
  A. Fisika        
1 Suhu °C - MS 30 °C
  B. Kimia        
1 pH - 6,5 MS 6,0 - 9,0
2 TSS mg/L 123 TMS 30
3 Amonia Bebas mg/L 0,023 MS 0,1
4 BOD (+) mg/L 90,2 TMS 30
5 COD mg/L 229,49 TMS 70
6 Phosfat mg/L - MS 2
7 Minyak dan Lemak mg/L <0,02 MS 5
  C. Mikrobiologi        
1 Total Coliform Jumlah/100 mL >160.000 TMS 3.000
  OUTLET        
  A. Fisika        
1 Suhu °C - MS 30 °C
  B. Kimia        
1 pH - 7,32 TMS 6,0 - 9,0
2 TSS mg/L 18 MS 30
3 Amonia Bebas mg/L <0,011 MS 0,1
4 BOD (+) mg/L 16,91 MS 30
5 COD mg/L 33,96 TMS 70
6 Phosfat mg/L - MS 2
7 Minyak dan Lemak mg/L <0,02 MS 5
  C. Mikrobiologi        
1 Total Coliform Jumlah/100 mL 0 MS 3.000

Limbah cair RS adalah semua limbah cair yang berasal dari rumah sakit yang

kemungkinan mengandung mikro organisme, bahan kimia beracun dan radio akif oleh

karena itu perlu dilakukan pemantauan IPAL. Dari segi jaringan IPAL juga yang

mengalami kerusakan mengakibatkan buntu sehingga air limbah tidak mengalir ke IPAL

memerlukan perbaikan agar air limbah dipastikan semua mengalir ke IPAL. Seperti

jaringan IPAL utama dan dari instalasi gizi yang mengalami kebuntuan, jaringan diperbaiki

sehingga air limbah yang dihasilkan bisa masuk ke IPAL. Akan tetapi untuk bulan April ini

mesin pompa di IPAL juga rusak sehingga operasional IPAL terganggu dan memerlukan

perbaikan sehingga tidak memungkinkan untuk pengambilan untuk pemeriksaan sampel

air limbah. Sedangkan tabel di atas menunjukkan hasil pemeriksaan sampel di bulan

20
Maret 2019 yang indikator MS pada outlet sehingga hal ini merupakan pertanda bahwa

IPAL bekerja dengan baik dalam mengolah air limbah yang masuk.

Salah satu hal penting yang bisa menyebabkan IPAL tidak maksimal apabila debit air

yang masuk sedikit, hal ini menunjukkan adanya masalah pada jaringan sehingga perlu

dilakukan tindakan penyedotan pada bak septik serta mengangkat lumpur dan benda

padat lainnya yang ada di dalam septik tank agar aliran ke IPAL kembali lancar.

Pengelolaan air limbah selain menjadi perhatian pihak RSUD Salewangang kab. Maros,

juga menjadi perhatian dari BLHD sehingga di tanggal 9 April 2019 melakukan

kunjungan untuk memantau kondisi IPAL di RS. Selain pelaporan, juga pengoperasian

IPAL serta hasil pemeriksaan sampel menjadi hal yang menjadi pantauan dan masukan

dari pihak BLHD untuk perbaikan selanjutnya.

19
Berdasarkan masukan dari BLHD dan hasil pengawasan dari sanitarian maka dari pihak

manajemen mendatangkan pihak ketiga dan teknisi internal di IPSRS untuk melihat

kondisi IPAL seperti pada gambar di bawah ini :

Demikian pula dengan pengawasan / kontrol internal yang dilakukan oleh sanitarian

secara rutin untuk memastikan bahwa jaringan aman tidak tersumbat dan IPAL

beroperasi dengan baik. Melakukan pembersihan kolam dan mesin dicek kondisinya dan

jika ada yang bermasalah agar segera di laporkan ke pihak manajemen untuk

penggantian atau perbaikannya.

Selain pada IPAL, dilakukan pula pengawasan dan perbaikan kualitas jaringan IPAL

seperti di instalasi gizi yang banyak menghasilkan limbah cair domestik yang banyak

mengandung minyak dan lemak yang memerlukan pengolahan di IPAL sehingga perlu

diperhatikan jika terjadi masalah pada jaringan menuju ke IPAL.

20
B. Pengelolaan Limbah Infeksius dan Limbah Domestik

Pada saat kunjungan dari BLHD ke RSUD Salewangang, selain melihat kondisi IPAL juga

melihat keadaan TPS LB3 yang pada saat itu kondisi sudah penuh karena belum ada

pengangkutan di bulan April 2019, jadi kepada pihak BLHD diserahkan pencatatan harian

LB3 yang dilakukan setiap bulan dan neraca limbah yang menunjukkan saldo akhir LB3

yang ada di TPS. Adapun hasil penimbangan LB3 pada tanggal 1 – 30 April 2019 sbb :

19
Jadi per tanggal 30 April 2019 terdapat 12.987 kg LB3 atau 12,987 ton yang menunggu proses

pengangkutan oleh pihak ketiga dalam hal ini PT. Mitra Hijau Asia.

Dengan Neraca Limbah untuk bulan April 2019 seperti pada tabel berikut ini :

LIMBAH DIKELOLA

DISERAHKAN
Periode LIMBAH KETERANGAN KODE MANIFEST
TAHUN 2019 LIMBAH DISIMPAN DI DIMANFAATK DIOLAH DITIMBUN PIHAK
NO. JENIS LIMBAH B3 SUMBER SATUAN PERLAKUAN sebelumnya TIDAK
DIHASILKAN TPS AN SENDIRI SENDIRI SENDIRI KETIGA
( SALDO ) DIKELOLA
BERIZIN
Januari Februari Maret April
DIHASILKAN 2287,0 2226 2069 2268 18.700,0 - -
disimpan di TPS
DISIMPAN DI TPS 9850,0 6424,0 8650,0 10719,0 12987,0 12987 -
LB3
DIMANFAATKAN SENDIRI 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 -

1 Limbah Medis RS. Salewangang Kg DIOLAH SENDIRI 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 - -

DITIMBUN SENDIRI 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 - -

DISERAHKAN KEPIHAK KETIGA BERIZIN 5713,0 0,0 0,0 0,0 5713,0 -

TIDAK DIKELOLA 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 -

Kondisi saat ini TPS LB3 menyimpan 12.987 kg limbah medis yang siap diangkut oleh

pihak ketiga yang telah melakukan kesepakat bersama (MoU) dalam pengangkutan. Namun

pada bulan April ini tidak ada kegiatan pengangkutan limbah B3 oleh pihak ketiga karena akan

berakhirnya masa kontrak pada bulan Maret 2019 dan akan dibuat lagi MoU dengan pihak

ketiga untuk rentang waktu kerjasama di tahun 2019 ini. Hal-hal lain yang dianggap perlu

disepakati agar tidak terjadi perbuatan yang bertentangan dengan peraturan antara lain :

- Sebelum melakukan kesepakatan, rumah sakit harus memastikan bahwa: - Pihak pengangkut

dan pengolah atau penimbun limbah B3 memiliki perizinan yang lengkap sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan. Izin yang dimiliki oleh pengolah maupun

pengangkut harus sesuai dengan jenis limbah yang dapat diolah/diangkut.

- Jenis kendaraan dan nomor polisi kendaraan pengangkut limbah B3 yang digunakan pihak

pengangkut limbah B3 harus sesuai dengan yang tercantum dalam perizinan pengangkutan

limbah B3 yang dimiliki.

20
- Setiap pengiriman limbah B3 dari rumah sakit ke pihak pengolah atau penimbun, harus

disertakan manifest limbah B3 yang ditandatangani dan stempel oleh pihak rumah sakit, pihak

pengangkut dan pihak pengolah/penimbun limbah B3 dan diarsip oleh pihak rumah sakit.

- Kendaraan angkut limbah B3 yang digunakan layak pakai, dilengkapi simbol limbah B3 dan

nama pihak pengangkut.

Adapun untuk limbah domestik sampai saat ini belum terealisasi masalah gerobak sampah

sehingga cleaning service masih menggunakan gerobak yang kondisinya sudah bocor-bocor

padahal penggunaan gerobak ini semakin meningkat seiring semakin seringnya pelaksanaan

kerja bakti yang rutin dijadwalkan setiap hari kamis.

Kegiatan kerja bakti ini dimaksudkan untuk menjaga kebersihan lingkungan di rumah

sakit sekaligus menjaga kehidupan manusia didalamnya. Lingkunngan menjadi bersih dan

sumber penyakit seperti malaria, demam berdarah bisa dihilangkan dan hal ini mengurangi

kemungkinan penyebaran penyakit. Kegiatan kerja bakti secara rutin seperti ini semoga bisa

menjadi kebiasaan yang baik di lingkungan RS apalagi bila disertai dengan bergeraknya

seluruh komponen di rumah sakit mulai dari manajemen sampai ke cleaning service dalam

kegiatan kerja bakti. Koordinasi dengan pihak BLHD juga dilaksanakan dalam hal

pengangkutan sampah domestik apalagi jika kontainer sampah domestik sudah penuh.

19
C. Penyehatan Lingkungan Fisik

Kegiatan penyehatan lingkungan fisik secara rutin di lakukan melalui inspeksi sanitasi di

ruangan dengan pembagian zona dan penanggung jawab masing-masing zona. Akan

tetapi karena keterbatasan alat maka kegiatan penyehatan lingkungan hanya sebatas

pengamatan pada kondisi di rumah sakit yang diperkirakan dapat menimbulkan

pencemaran dan infeksi nosokomial. Dalam kegiatan pengawasan, jika ditemui kondisi

yang tidak memenuhi syarat maka langsung disampaikan kepada cleaning service,

petugas di ruangan maupun pasien atau pengunjung yang ada di sekitar ruangan atau

lokasi yang dimaksud.

Salah satu contoh penyehatan lingkungan fisik dengan melakukan pemasangan

himbauan agar pasien dan penjaga pasien turut dalam kegiatan menjamin kebersihan di

RSUD Salewangang seperti himbauan yang di pasang di kamar mandi dan di sekitar

tempat sampah.

20
Demikian pula pengawasan sanitasi di titik yag ramai seperti di poli umum dalam hal

penanganan gulma dan perawatan taman agar tampak indah, pembersihan di UGD dan

pengawasan kebersihan di Ponek.

19
D. Pengelolaan Air Bersih

Pada pengelolaan air bersih ini yang menjadi kegiatan rutin petugas air adalah

pengukuran meteran air dari tgl 1 – 30 April 2019 sebagai berikut :

20
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil kegiatan divisi sanitasi lingkungan di RSUD Salewangang kab. Maros, pada

bulan April 2019 sebagai berikut :

1. Pengolahan Air Limbah sudah berjalan sesuai dengan tugas dari pengelola IPAL hanya

pada beberapa peralatan yang perlu diperbaiki seperti alat ukur suhu dan pH serta mesin

pompa yang tidak berfungsi dengan baik sehingga kondisi IPAL tidak terpantau dari segi

debit, suhu dan pH sehingga perlu diusulkan pengadaan alat tersebut.

2. Pengelolaan Limbah Infeksius dan Limbah Domestik ; untuk sampah domestik hingga saat

ini pengangkutannya bekerjasama dengan BLHD sehingga koordinasi dan komunikasi tetap

terjalin bilamana dalam monitoring sampah domestik ditemukan adanya bak sampah

{kontainer) yang penuh dan belum terangkut ataukah diangkut tetapi tidak disiapkan

penggantian kontainer serta perbaikan gerobak sampah karena dengan rutinnya kegiatan

kerja bakti memerlukan fasilitas pendukung yang memadai. Adapun sampah infeksius

bekerjasama dengan pihak ke 3 ( Mitra Hijau Asia ) pada bulan April 2019 ini tidak ada

pengangkutan sehingga yang masih tersisa di TPS B3 sebanyak 12 ton lebih dengan rata-

rata timbulan sampah infeksius di bulan ini sekitar 68,9 kg/hari diukur menggunakan

timbangan gantung yang sudah diusulkan penggantiannya dengan timbangan duduk agar

tingkat akurasi lebih baik lagi (penggantian timbangan belum terealisasi).

3. Penyehatan Lingkungan Fisik di bulan April 2019 ini ada beberapa spot area yang perlu

ditingkatkan pengawasannya dengan memperketat inspeksi sanitasi agar kondisi

kebersihan dan kenyamanan di RSUD Salewangang kab. Maros senantiasa terjaga.

Adapun bila ditemukan kondisi yang tidak sesuai maka segera ditindaklanjuti dengan

menghubungi pengawas cs atau langsung menyampaikan kepada cleaning service untuk

membenahi.

4. Pengelolaan Air Bersih termasuk kegiatan rutin yang dilakukan bersama teknisi bagian air,

dan pada bulan April 2019.

19
B. Saran

Hal yang disarankan pada laporan ini adalah hal – hal yang belum tertangani pada bulan

lalu dan bulan ini agar secepatnya mendapat jalan keluar antara lain :

1. Dalam pengelolaan air limbah ;

 Alat ukur pH dan suhu pada IPAL perlu alat yang baru karena alat yang sekarang

dipakai sudah mulai rusak dan bisa mempengaruhi fungsi dari alat tersebut.

 Perbaikan jaringan keseluruhan sebaiknya di lakukan minimal monitoring bersama

tim teknis agar debit air limbah yang masuk ke ipal minimal hampir sama dengan

jumlah pemakaian air bersih di RSUD Salewangang Kab. Maros

2. Dalam pengelolaan limbah infeksius dan limbah domestik ;

 Gerobak sampah domestik yang dipergunakan oleh cleaning service untuk

mengangkut sampah dari ruangan ke TPS perlu perbaikan/penggantian.

 Alat dan bahan kebersihan senantiasa dijaga ketersediaan stok barangnya.

 Timbangan duduk untuk mengukur berat sampah infeksius telah diusulkan tetapi

belum tersedia hingga saat ini.

3. Kegiatan penyehatan lingkungan fisik ;

 Atap seng di koridor PONEK belum diadakan penggantian karena terkendala

anggaran.

 Berbagai kondisi fisik bangunan seperti di instalasi gizi, laundry, perawatan dan poli

yang perlu segera dibenahi dengan berbagai permasalahan yang kesemuanya

berujung pada ketersediaan dana/anggaran.

 Alat pengukuran kondisi fisik bangunan seperti suhu, kelembaban, pencahayaan,

kebisingan dll sebaiknya tersedia di RS untuk mempermudah dalam melakukan

inspeksi sanitasi di ruangan-ruangan.

4. Pengeloaan air bersih ;

 Sebaiknya tersedia alat pengukuran kualitas air secara fisik dan kimiawi (Water Test

Kit) yang portable sehingga setiap saat bisa dilakukan pengukuran untuk mengetahui

kondisi air bersih yang dipergunakan di RS selain pemeriksaan berkala di

laboratorium.

20

Anda mungkin juga menyukai