PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu pondasi penting bagi kemajuan suatu
Negara, salah satu tolak ukur kesejahteraan sebuah bangsa. Kesehatan
merupakan salah satu sektor yang menjadi kcbutuhan manusia sejak lahir
hingga meninggal dunia. Akan tetapi, semakin berkembangnya ilmu
pengetahuan, paradigma kesehatan mulai bergeser menuju paradigma sehat.
Hal ini menunjukkan adanya pergeseran dari paradigma kuratif (pengobatan),
menjadi paradigma preventif dan promotif (pencegahan). Paradigma ini
menuntut adanya perbaikan di segala bidang, tidak terkecuali dalam hal
lingkungan.
Berdasarkan teori Bloom, lingkungan merupékan faktor yang memiliki
pengaruh paling besar terhadap status kesehatan seseorang. Oleh karena itu,
didalam pergeseran paradigma ini lingkungan menjadi salah satu hal yang
sangat diperhitungkan, yang biasa disebut sebagai kesehatan lingkungan.
Pada Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2014 menyatakan kesehatan
lingkungan adalah suatu upaya pencegahan penyakit dan/atau gangguan
kesehatan dari faktor risiko lingkungan untuk mewujudkan kualitas
lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia, biologi, maupun sosial.
Maka dari itu, perhatian terhadap semua risiko yang ada pada lingkungan
yang dapat menimbulkan masalah kesehatan masyarakat. Adapun tujuan dari
kesehatan lingkungan adalah upaya penyehatan, pengamanan, dan
pengendalian. Pengamanan ini dilakukan melalui npaya perlindungan
kesehatan masyarakat, proses pengolahan limbah, dan pcngawasan terhadap
limbah. Hal ini juga berkaitan dengan ruang lingkup dari kesehatan
lingkungan menurut WHO (World Health Organization), yaitu pengelolaan
air limbah dan pengendalian pencemaran, pembuangan sampah padat,
pengendalian pencemaran udara, dan pengendalian radiasi. Dan juga
bcrkaitan dcngan ruang lingkup kesehatan lingkungan berdasarkan
UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yaitu penyehatan
air dan udara, pengamanan limbah padat/sampah, pengamanan limbah cair,
1
dan pengamanan limbah gas. Bidang lain yang merupakan bagian dari
kesehatan lingkungan adalah sanitasi, salah satu contohnya adalah sanitasi
tempat umum.
Rumah sakit merupakan tempat umum yang banyak dikunjungi oleh
masyarakat. Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat
berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat
penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan
dan terdapat risiko yang dapat menyebabkan permasalahan kesehatan.
Sehingga rumah sakit menjadi salah satu tempat yang sangat perlu
penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit sesuai dengan
persyaratan. Adapun hal yang perlu diperhatikan utamanya adalah sanitasi
yang merupakan sudut yang memiliki risiko yang dapat mempengaruhi
kesehatan masyarakat. Apabila sanitasi dikaitkan dengan ruang lingkup
kesehatan lingkungan, hal yang disoroti meliputi pengelolaan air buangan dan
pengendalian pencemaran, pembuangan sampah padat, pengendalian
pencemaran udara, pengendalian radiasi, penyehatan air dan udara,
pengamanan limbah padat/sampah, pengamanan limbah cair, dan
pengamanan limbah gas. Hal ini perlu dilakukan karena risiko yang terdapat
didalamnya dapat menyebabkan masalah kesehatan masyarakat dan
lingkungan yang besar, baik bersifat akut atau jangka pendek maupun kronis
ataujangka panjang.
Pemaparan pada paragraf sebelumnya menunjukkan luas dan pentingnya
pengaruh kesehatan lingkungan di rumah sakit. Kami sebagai mahasiswa dari
program studi kesehatan masyarakat dengan peminatan kesehatan lingkungan
perlu melakukan pembelajaran untuk mempersiapkan diri di dunia kelja dan
mengaplikasikan ilmu dan teori yang telah didapatkan selama ini. Hal ini
dikarenakan besamya dampak yang dapat disebabkan oleh risiko yang
berkaitan dengan sanitasi rumah sakit.
B. Identifikasi Masalah
Masalah sanitasi rumah sakit perlu mendapat perhatian karena melihat
besarnya peranan rumah sakit dalam pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Dengan upaya sanitasi diharapkan dapat dikurangi pengaruh buruk seperti
2
timbulnya pencemaran bakteri dan bahan berbahaya pada lingkungan rumah
sakit, yang menjadi penularan penyakit dan kejadian infeksi.Sanitasi rumah
sakit sangat penting, terutama di tempat-tempat umum yang erat kaitannya
dengan pelayanan untuk orang banyak. Rumah Sakit merupakan salah satu
tempat umum yang memberikan pelayanan kesehatan masyarakat dengan inti
kegiatan berupa pelayanan medis yang diselenggarakan melalui pendekatan
preventif, kuratif, rehabilitatif dan promotif
C. Perumusan masalah
Bagaimana penerapan Promosi kesehatan, PPI, Manajemen Mutu, dan
Sanitasi di Rumah Sakit Universitas Airlangga ?
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan pengalaman Kerja mahasiswa khususnya dalam bidang
ketrampilan melakukan pemantauan dan pengawasan sanitasi di dalam
Rumah Sakit dan dapat memecahkan permasalahan terkait yang ditemukan
selama melakukan praktek Kerja di lapangan/Rumah Sakit.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengorganisasian dan tatakerja di RS
b. Melakukan pendataan, pengawasan dan pecegahan terjadinya lnfeksi
Nosokomial (PPI)
c. Melakukan pengawasan Sanitasi Lingkungan dan bangunan Rumah
Sakit termasuk program pengendalian serangga, tikus dan binatang
pengganggu dan pengendalian pencemaran udara, kebisingan dan
radiasi
d. Melakukan pengawasan dan pengamatan (pengukuran) pengelolaan air
bersih, air minum dan air kebutuhan khusus
e. Melakukan pengawasan dan pengamatan (pengukuran) pengelolaan,
Limbah cair dan limbah padat (medis dan non medis)
f. Melakukan pengawasan terhadap sanitasi tempat pencucian/ linen,
upaya sterilisasi alat dan bangunan
g. Melakukan pengamatan dan analisis terhadap penyelenggaraan
makanan dan minuman di Rumah Sakit (instalasi gizi)
h. Melakukan pengamatan dan analisis terhadap pelaksanaan K3 Rumah
Sakit
3
i. Melakukan pengamatan dan meIakukan pendidikan Kesehatan tentang
Penyehatan Lingkungan Rumah Sakit dan PHBS kepada masyarakat
Rumah Sakit
E. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat melakukan penilaian sanitasi Rumah Sakit di Rumah
Sakit Universitas Airlangga menurut Kementrian Kesehatan RI
No.1204/MENKES/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan
Rumah Sakit
2. Bagi Rumah Sakit
Agar dapat menjadi pertimbangan dan masukan dalam menentukan
kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan manajemen kesehatan
lingkungan rumah sakit sesuai dengan persyaratan yang ada
3. Bagi Lembaga
Sebagai ajang promosi tenaga lulusan Poltekkes Kemenkes Surabaya
khususnya Kesehatan Lingkungan, dan dapat menjalin hubungan
kerjasama yang baik dengan sistem lintas sektoral.
4
BAB II
5
d. dan Melakukan penelitian dasar, klinis, maupun komunitas guna
pengembangan dan penapisan teknologi kedokteran dan kesehatan
C. Lokasi
1. Profil Rumah Sakit Universitas Airlangga
Rumah sakit Universitas Airlangga Surabaya untuk selanjutnya
disingkat RS UNAIR Surabaya. RS UNAIR sudah berdiri sejak tahun
2010. Tipe kelas RS UNAIR Surabaya adalah kelas B dan memiliki
akreditasi Paripurna.
2. Lokasi
Lokasi kegiatan praktek belajar lapangan oleh kelompok 2 di lakukan
di Rumah Sakit Universitas Airlangga yang terletak di Mulyorejo, Kota
Surabaya Jawa Timur 60115. Nomor telepon (031) 5916287.
Peta lokasi Rumah Sakit Universitas Airlangga adalah sebagaimana
gambar di bawah ini:
.
Gambar 2.1 Lokasi Rumah Sakit Universitas Airlangga
6
D. Struktur Organisasi
7
E. Jenis Pelayanan
Jenis pelayanan yang diberikan rumah sakit Universitas Airlangga :
a. Unit Gawat darurat
b. Rawat jalan
c. Rawat inap
d. Rawat intensif
e. Kamar operasi darurat
f. Pemeriksaan penunjang medis
g. Rehabilitasi medic
h. Medical check up
i. Farmasi
j. Central sterile supply departemenst (CSSD)
k. Laundry
l. Pelayanan diet / gizi rumah sakit
m. Pelayanan pemulazaran jenazah
n. IPS Rumah Sakit
o. IPM Rumah Sakit
12
Menurut Kepmenkes RI No. 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang
persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit, limbah cair rumah sakit harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a) Limbah cair harus dikumpulkan dalam kontainer yang sesuai dengan
karakteristik bahan kimia dan radiologi, volume, dan prosedur penanganan
dan penyimpangannya.
b) Saluran pembungan limbah harus menggunakan sistem saluran tertutup,
kedap air dan limbah harus mengalir dengan lancar serta terpisah dengan
saluran air hujan.
c) Rumah sakit harus memiliki instalasi pengolahan limbah cair sendiri atau
bersama-sama secara kolektif dengan bangunan disekitarnya yang
mememnuhi persyaratan teknis, apabila belum ada atau tidak terjangkau
sistem pengolahan air limbah perkotaan.
d) Perlu dipasang alat pengukur debit limbah cair untuk mengetahui debit
harian limbah yang dihasilkan
e) Air limbah dari dapur harus dilengkapi penangkap lemak dan saluran air
limbah harus dilengkapi/ditutup dengan grill.
f) Air limbah yang berasal dari laboratorium harus diolah di Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL), bila tidak mempunyai IPAL harus dikelola
sesuai kebutuhan yang berlaku melalui kerjasama dengan pihak lain atau
pihak yang berwenang.
g) Frekuensi pemeriksaan kualitas limbah cair terolah (effluent) dilakukan
setiap bulan sekali untuk pantau dan minimal 3 bulan sekali uji petik sesuai
dengan ketentuan yang berlaku. Sedangkan menurut Pergub Jatim No 72
Tahun 2013 Tentang Baku Mutu Limbah Bagi Industri Dan/Atau Kegiatan
Usaha Lainnya, melakukan pengukuran kualitas air limbah secara mandiri
(swa-pantau, self monitoring) sebelum dibuang ke badan air penerima
sekurang-kurangnya satu kali dalam satu bulan dengan biaya perusahaan
sendiri.
h) Rumah sakit yang menghasilkan limbah cair yang mengandung atau terkena
zat radioaktif, pengelolaanya dilakukan sesuai ketentuan BATAN
i) Parameter radioaktif diperlukan bagi rumah sakit sesuai dengan bahan
radioaktif yang dipergunakan oleh rumah sakit yang bersangkutan
d. Pengelolaan Limbah Padat
Secara garis besar sampah rumah sakit dibedakan menjadi sampah medis
dan sampah nonmedis.
1) Sampah Medis adalah limbah yang langsung dihasilkan dari tindakan
diagnosis dan tindakan medis terhadap pasien. Termasuk dalam kajian
tersebut juga kegiatan medis di ruang poliklinik, perawatan, bedah,
kebidanan, otopsi dan ruang laboratorium. Limbah padat medis sering juga
disebut sampah biologis. Limbah medis dapat digolong-golongkan menjadi
(Djojodibroto, 1997).
13
a) Limbah benda tajam, dapat berupa jarum, pipet, pecahan kaca dan
pisau bedah. Benda-benda ini mempunyai potensi menularkan
penyakit.
b) Limbah Infeksius dapat dihasilkan oleh laboratorium, kamar isolasi,
kamar perawatan, dan sangat berbahaya karena bisa juga menularkan
penyakit.
c) Limbah jaringan tubuh berupa darah, anggota badan hasil amputasi,
cairan tubuh, dan plasenta.
d) Limbah Farmasi, berupa obat-obatan atau bahan yamg telah
kadaluarsa, obat-obat yang terkontaminasi, obat yang dikembalikan
pasien atau tidak digunakan.
e) Limbah Kimia, dapat berbahaya dan tidak berbahaya dan juga limbah
yang bisa meledak atau yang hanya bersifat korosif.
f) Limbah Radioaktif, merupakan bahan yang terkontaminasi dengan
radio-isotof. Limbah ini harus dikelola sesuai dengan peraturan yang
diwajibkan.
2) Sampah Non Medis, adalah semua sampah padat diluar sampah padat medis
yang dihasilkan dari berbagai kegiatan seperti kantor/ administrasi, unit
perlengkapan, ruang tunggu, ruang inap, unit gizi/dapur, halaman parkir,
taman, dan unit pelayanan.
14
2) Penempatan penghalang (barrier) pada jalan transmisi masih dapat dilakukan
dengan membuat penghalang (barrier) pada jalan transmisi diantara sumber
bising dengan masyarakat yang terpapar.
3) Upaya pengendalian kebisingan yang disarankan di rumah sakit berupa
pembuatan Noise Barrier, perkerasan jalan berporos, pelarangan pembunyian
klakson dan pembatasan kecepatan kendaraan di kawasan rumah sakit. Selain
itu penanaman pohon yang dapat mereduksi kebisingan pada kawasan rumah
sakit seperti campuran tanaman Pinus eldarica dan Robinia pseudoacasia,
tanaman Tanjung (Mimusops elengi), Kiara payung (Filicium decipiens), Teh-
tehan pangkas (Acalypha sp), Kembang Sepatu (Hibiscus rosa sinensis),
Bougenvil (Bougenvillea sp) dan Oleander (Nerium oleander).
b. Pengendalian Pencemaran Radiasi Di Rumah Sakit
1) Perizinan
Setiap rumah sakit yang memanfaatkan peralatan radiasi yang
memajankan radiasi dan menggunakan zat radioaktif harus memperoleh izin
dari Badan Pengawas tenaga Nuklir ( PP No 64 Tahun 2000 tentang Perizinan
Pemanfaatan Tenaga Nuklir Pasal 2 ayat 1). Izin yang dimaksud diberikan
setelah memenuhi persyratan yang ditetapkan. Dalam pemanfaata yang
dimaksud setiap rumah sakit yang memanfaatkan peralatan radiasi harus
memiliki persyaratan umum sebagai berikut :
a) mempunyai fasilitas yang memenuhi persyaratan keselamatan;
b) mempunyai petugas ahli yang memenuhi kualifikasi untuk pemanfaatan
tenaga nuklir;
c) mempunyai peralatan teknik dan peralatan keselamatan radiasi yang
diperlukan untuk pemanfaatan tenaga nuklir; dan
d) memiliki prosedur kerja yang aman bagi pekerja, masyarakat dan
lingkungan hidup.
Persyaratan khusus yang diberlakukan terhadap instalasi yang mempunyai
potensi dampak radiologi tinggi sebagaimana dimaksud adalah :
a) Menyampaikan dokumen Laporan Analisa Keselamatan
b) Wajib memiliki Analisa Mengenai Dampak Lingkungan Hidup yang
selanjutnya disebut AMDAL;
c) Memenuh persyaratan konstruksi.
Izin yang diterbitkan dari badan pengawas tenaga nuklir sebagaimana
dimaksud berlaku untuk jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang.
2) Sistem Pembatasan Dosis
Penerimaan dosis radiasi terhadap pekerja atau masyarakat tidak boleh
melebihi nilai batas dosis yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Tenaga
Nuklir. Nilai batas dosis (NBD) bagi :
a) Pekerja Radiasi
(1) 20 mSv/tahun secara rata-rata selama 5 tahun
(2) Penerimaan maksimum setahun 50 mSv dengan memperhitungkan
penerimaan dosis pada tahun berikutnya.
(3) Untuk lensa mata 150 mSv/tahun
(4) Untuk tangan, kaki, kulit 500mSv/tahun
b) Masyarakat
(1) 1 mSv/tahun
15
(2) Kondisi khusus boleh 5 mSv/tahun asal rerata selama 5 tahun adalah 1
mSv/ tahun
(3) 15 mSv/tahun untuk lensa mata
(4) 5 mSv/tahun untuk kaki, tangan, kulit
3) Sitem manajemen kesehatan & keselamatan kerja terhadap pemanfaatan
radiasi pengion
a) Organisasi
Pengelola rumah sakit yang mempunyai pelayanan radiasi harus
memiliki organisasi proteksi radiasi, dimana petugas ga radiasi tersebut
harus memiliki izin sebagai petugas radiasi dari badan pengawas.
b) Pemantauan dosis perorangan
Pengelola rumah sakit yang mempunyai pelayanan radiasi harus
menyediakan dan mengusahakan peralatan proteksi radiasi, pemantau
dosis perorangan, pemantau daerah kerja dan pemantau daerah kerja dan
pemantau lingkungan hidup yang dapat berfungsi dengan baik sesuai
dengan baik sesuai dengan jenis sumber radiasi yang digunakan.
Pengamanan terhadap bahan yang memancarakan radiasi
hendaknya mencakup rancangan instalasi yang memenuhi persaratan,
penyediaan pelindung radiasi atau container. Proteksi radiasi yang
digunakan harus mempunyai ketebalan tertentu yang mampu menurunkan
laju dosis radiasi. Tebal bahan pelindung sesuai jenis dan energy radiasi,
serta sifat bahan pelindung. Peralatan dan perlengkapan yang disediakan
adalah monitoring perorangan, survey meter, alat untuk mengangkat dan
mengangkut, pakian kerja, dekontaminasi kit dan alat pemeriksaan tanda-
tanda radiasi.
16
kartu kesehatan pekerja selama 30 tahun sejak pekerja radiasi berhenti
bekerja.
f) Jaminan kualitas
Pengelola rumah sakit harus membuat program jaminan kualitas
bagi instalasi yang mempunyai potensi dampak radiasi tinggi. Demi
menjamin efektifitas pelaksanaan, badan pengawasan melakukan inspeksi
dan audit selama pelaksanaan program jaminan kualitas.
g) Pendidikan dan pelatihan
Setiap pekerja harus memperoleh pendidikan dan pelatihan tentang
keselamatan dan kesehatan kerja terhadap radiasi. Pengelolah ruamah
sakit bertanggung jawab atas pendidikan dan pelatihan.
4) Kalibrasi
Pengelola Rumah sdakit wajib melakukan kalibrasi terhadap alat ukur
radiasi secara berkala sekurang-kurangnya satu tahun sekali. Pengelola
Rumah sakit wajib melakukan kalibrasi terhadap keluaran radiasi (out-put)
peralatan radiotherapy secara berkala, sekurang-kurangnya dua tahun sekali.
Kalibrasi hanya dapat dilakukan oleh instasi yang telah terakreditasi dan
ditunjuk oleh badan pengawas dan instansi terkait lainnya
5) Penanggulangan Kecelakaan Radiasi
Pengelola rumah sakit wajib melakukan upayanpencegahan terjadinya
kecelakaan radiasi, jika terjadi kecelakaan radiasi pengelola rumah sakit harus
melakukan penanggulangan, diutamakan pada keselamatan manusia. Lokasi
tempat kejadian harus diisolasi harus diberi tanda khusus seperti pagar atau
barang, bahan yang terkena pancaran radiasi segera diisolasi kemudian
didekontaminasi. Jika terjadi kecelakaan radiasi, pengelola rumah sakit harus
segera melaporkan terjadinya kecelakaan radiasi kecelakaan radiasi dan upaya
penanggulangannya kepada badan pengawas pelaksana.
6) Pengelolaan Limbah Radioaktif
Pengolahan limbah radioaktif dilaksanakan untuk mencegah timbulnya
bahaya radiasi terhadap pekerja, anggota masyarakatndan lingkungan hidup.
Undang-Undang No.10 Tahun 1997 pasal 23 ayat (1) menyebutkan bahwa
pengelolaan limbah radioaktif dilaksanakan oleh Badan Pelaksana, dalam hal
ini Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) sedangkan dalam pasal 24 ayat
(1) menyebutkan bahwa penghasil limbah radioaktif tingkat rendah dan
tingkat sedang wajib mengumpulkan, mengelompokkan atau menyimpan
sementara limbah tersebut sebelum diserahkan kepada Badan Pelaksana. Dari
kedua pasal ini jelas bahwa pihak penimbul limbah (dalam hal ini rumah sakit
atau industri) yang mempunyai limbah radioaktif wajib menyimpan sementara
limbah yang dihasilkannya dengan memenuhi standar keselamatan sebelum
dikirim ke P2PLR- BATAN. Penghasil limbah radioaktif tingkat rendah atau
tingkay sedang wajib mengumpulkan, mengelompokan atau mengelola dan
menyimpan sementara limbah radioaktif sebelum diserahkan kepada badan
pelaksana. Pengelola limbah radioaktif pada unit kedokteran nuklir dilakikan
dengan cara pemilihan menurut jenis, yaitu limbah cair dan limbah padat.
17
Limbah radioaktif yang berasal dari luar negri tidak diizinkan untuk di simpan
diwilayah Indonesia.
3. Pengendalian Pencemaran Udara
Pengertian pencemaran udara berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997
pasal 1 ayat 12 mengenai Pencemaran Lingkungan yaitu pencemaran yang disebabkan
oleh aktivitas manusia seperti pencemaran yang berasal dari pabrik, kendaraan bermotor,
pembakaran sampah, sisa pertanian, dan peristiwa alam seperti kebakaran hutan, letusan
gunung api yang mengeluarkan debu, gas, dan awan panas.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1407 tahun 2002 tentang
Pedoman Pengendalian Dampak Pencemaran Udara, pencemaran udara adalah
masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara oleh
kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan atau mempengaruhi kesehatan manusia. Selain itu, pencemaran udara
dapat pula diartikan adanya bahan-bahan atau zat asing di dalam udara yang
menyebabkan terjadinya perubahan komposisi udara dari susunan atau keadaan
normalnya. Kehadiran bahan atau zat asing tersebut di dalam udara dalam jumlah dan
jangka waktu tertentu akan dapat menimbulkan gangguan pada kehidupan manusia,
hewan, maupun tumbuhan.
Berikut 6 usaha pencegahan pencemaran udara yang dapat kita lakukan, yaitu;
a. Mengurangi pemakaian bahan bakar fosil terutama yang mengandung asap serta gas-
gas polutan lainnya agar tidak mencemarkan lingkungan.
b. melakukan penyaringan asap sebelum asap dibuang ke udara dengan cara memasang
bahan penyerap polutan atau saringan;
c. Mengalirkan gas buangan ke dalam air atau dalam lauratan pengikat sebelum
dibebaskan ke air. Atau dengan cara penurunan suhu sebelum gas buang ke udara
bebas;
d. membangun cerobong asap yang cuup tinggi sehingga asap dapat menembus lapisan
inversi thermal agar tidak menambah polutan yang tertangkap di atas suatu
pemukiman atau kita;
e. mengurangi sistem transportasi yang efisien dengan menghemat bahan bakar dan
mengurangi angkutan pribadi;
f. memperbanyak tanaman hijau di daerah polusi udara tinggi, karena salah satu
kegunaan tumbuhan adalah sebagai indikator pencemaran dini, selain sebagai
penahan debu dan bahan partikel lain.
18
1) Intake
Intake merupakan bangunan yang berfungsi untuk menangkap air dari badan air
(sungai) sesuai dengan debit yang diperlukan bagi pengolahan air bersih.
2) Menara air baku
Menara air baku berfungsi mengontrol dan mengatur laju alir dan tinggi
permukaan air baku agar tetap konstan, sehingga proses pengolahan berupa
pembubuhan bahan kimia, koagulasi, pengendapan, dan penyaringan dapat
berjalan dengan baik serta maksimal.
3) Clarifier
Clarifier sebagai tempat terjadinya koagulasi. Di Clarifier, air dibersihkan
dari kotoran-kotoran dengan cara mengendapkan kotoran-kotoran yang terdapat
didalam air tersebut pada lamlar yang berupa jaring-jaring besi pada bagian
bawah Clarifier. Kotoran-kotoran yang mengendap akan dibuang melalui pipa
saluran pembuangan.
4) Rapid mixing (bangunan pengaduk cepat)
Bangunan pengaduk cepat berfungsi sebagai tempat pencampuran koagulan
dengan air baku sehingga terjadi proses koagulasi.
5) Slow mixing (bangunan pengaduk lambat)
Proses pengadukan lambat (slow mixing) terjadi pada pulsator. Di sini flok –
flok yang lebih besar akan terbentuk dan stabil, sehingga akan lebih mudah
untuk diendapkan dan disaring. Cara kerja pulsator yaitu dengan sistem ruang
hampa bekerja dengan menaikkan dan menurunkan air, sehingga flok – flok
yang ada dapat bercampur. Lumpur dari endapan partikel flokulen dibuang
setiap 15 menit sekali. Setelah mengalami proses pada pulsator, diharapkan
tingkat kekeruhan air mencapai 1 FTU yang selanjutnya akan diproses di filter.
6) Bangunan filtrasi
Bangunan filtrasi berfungsi sebagai tempat proses penyaringan butir-butir
yang tidak ikut terendap pada bak sedimentasi dan juga berfungsi sebagai
penyaring mikroorganisme atau bakteri yang ikut larut dalam air. Bangunan
filtrasi biasanya menggunakan pasir silika yang berwarna hitam setebal 80 cm
dan juga kerikil. Pasir ini digunakan karena lebih berat dan membuat flok-flok
lebih menempel.
7) Reservoir
Bangunan reservoir merupakan bangunan tempat penampungan air bersih
yang telah diolah sebelum didistribusikan ke ruang-ruang.
8) Pengolahan Air Minum
Pengelolahan air minum merupakan proses pemisahan air dari
pengotornya secara fisik, kimia dan biologi. Tujuan utama dari pengolahan ini
adalah untuk mendapatkan air yang memenuhi standart mutu sehingga dapat
digunakan sebagai air minum. Namun pada prinsipnya, pengolahan air minum
memiliki tujuan utama yang secara teknis adalah sebagai berikut (Bambang
Setiawan, 2014):
a) Menurunkan tingkat kekeruhan air.
b) Menurunkan dan mematikan mikroorganisme.
c) Menurunkan bau, rasa dan warna.
19
d) Menurunkan kesadahan.
e) Menurunkan zat, atau unsur-unsur yang terlarut.
f) Mengatur tingkat keasaman, atau pH.
Ada beberapa cara pengolahan air minum antara lain sebagai berikut
(Bambang Setiawn, 2014):
a) Pengolahan Secara Alamiah
Pengolahan ini dilakukan dalam bentuk penyimpanan dari air yang
diperoleh dari berbagai macam sumber, seperti air danau, air sungai, air
sumur dan sebagainya. Di dalam penyimpanan ini air dibiarkan untuk
beberapa jam di tempatnya. Kemudian akan terjadi koagulasi dari zat-zat
yang terdapat didalam air dan akhirnya terbentuk endapan. Air akan menjadi
jernih karena partikel-partikel yang ada dalam air akan ikut mengendap.
b) Pengolahan Air dengan Menyaring
Penyaringan air secara sederhana dapat dilakukan dengan kerikil, ijuk
dan pasir. Penyaringan pasir dengan teknologi tinggi dilakukan oleh PAM
(Perusahaan Air Minum) yang hasilnya dapat dikonsumsi umum.
c) Pengolahan Air dengan Menambahkan Zat Kimia
Zat kimia yang digunakan dapat berupa 2 macam yakni zat kimia yang
berfungsi untuk koagulasi dan akhirnya mempercepat pengendapan
(misalnya tawas). Zat kimia yang kedua adalah berfungsi untuk
menyucihamakan (membunuh bibit penyakit yang ada didalam air),
misalnya klor (Cl).
d) Pengolahan Air dengan Mengalirkan Udara
Tujuan utamanya adalah untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak
enak, menghilangkan gas-gas yang tak diperlukan, misalnya CO2 dan juga
menaikkan derajat keasaman air.
e) Pengolahan Air dengan Memanaskan Sampai Mendidih
Tujuannya untuk membunuh kuman-kuman yang terdapat pada air.
Pengolahan semacam ini lebih tepat hanya untuk konsumsi kecil misalnya
untuk kebutuhan rumah tangga.
f) Pengolahan dengan RO
Reverse osmosis adalah proses membran dalam pemurnian air dengan
menggunakantekanan hidrostatik untuk membawa air melalui membran
semipermeabel dimana sejumlah besar zat kontaminan akan dihilangkan.
Proses reverse osmosis menggunakan tekanan tinggi agar air bisa
melewatimembran, di mana kerapatan membran reverse osmosis ini adalah
0,0001 mikron. Jikaair mampu melewati membran reverse osmosis, maka
air inilah yang akan kita pakai,tapi jika air tidak bisa melewati membran
semipermeable maka akan terbuang padasaluran khusus.
Proses Reverse osmosis untuk pemurnian air tidak membutuhkan
energitermal. Aliran air dengan sistem Reverse osmosis dapat diatur dengan
pompa tekanantinggi. Pemurnian air tergantung pada berbagai faktor
termasuk ukuran membran,ukuran pori membran, suhu, tekanan operasi dan
luas permukaan membran(Montgomery, J.M. 1985).
9) Hemodialisis
20
Unit hemodialisa/Hd (hemodialysis) adalah suatu unit kesehatan yang
melakukan proses cuci darah bagi penderita disfungsi ginjal. Air merupakan
salah satu aspek penting dalam pelaksanaan proses hemodialisa. Air memiliki
fungsi sebagai pembentuk cairan dialisat, yaitu cairan yang berisi unsur-unsur
penting yang diperlukan tubuh yang dialirkan ke dalam tubuh dalam proses
hemodialisa. Air yang digunakan biasa disebut ultrapure water atau air ultra
murni. Resiko bahaya kesehatan dan bahkan kematian pasien dalam proses
hemodialisa berkaitan dengan terbatasnya air bersih untuk proses hemodialisa .
Upaya yang dilakukan untuk mendapatkan air yang sesuai standard yang
ada adalah dengan pengolahan air (water treatment) sebelum digunakan untuk
proses hemodialisa. Proses pengolahan dengan cara air ditampung pada tangki
penampungan kemudian dipompa menuju instalasi pengolahan air untuk
dilakukan proses pengolahan lebih lanjut. Unit-unit pengolah air yang ada di
instalasi pengolahan air adalah unit karbon aktif filter, unit resin filter, dan unit
reserve osmosis. Karbon aktif pada unit karbon aktif filter dicuci dengan air
bersih secara rutin dalam jangka waktu 3-6 bulan untuk mencegah terjadinya
penyumbatan akibat akumulasi padatan. Karbon aktif yang tidak diganti secara
rutin dapat meningkatkan risiko menjadi media tumbuhnya mikroorganisme.
Resin yang tidak dilakukan regenerasi secara rutin akan menyebabkan
peningkatan risiko sebagai tempat tumbuhnya mikroorganisme. Sistem
pengolahan air yang digunakan dalam proses hemodialisa merupakan faktor
penting bagi pasien hemodialisa, apabila sistem pengolahan air tidak berfungsi
secara baik dapat menjadi sumber racun terbesar bagi pasien (Northwest Renal
Network, 2005).
21
Untuk melaksanakan aktivitas tersebut dengan lancar dan baik, maka diperlukan alur
yang terencana dengan baik. Peran sentral lainnya adalah perencanaan, pengadaan,
pengelolaan, pemusnahan, kontrol dan pemeliharaan fasilitas kesehatan, dan lain-lain,
sehingga linen dapat tersedia di unit-unit yang membutuhkan.
22
yang perlu diperhatikan sehubungan dengan cara penyimpanan bahan makanan
(Reksosaebroto, 1978) yaitu :
1) Penyimpanan harus dilakukan dalam suatu tempat khusus (gudang) yang bersih
2) Barang-barang harus diatur dan disusun dengan baik, sehingga
a) Mudah cara pengambilannya
b) Tidak memberi kesempatanserangga atau tikus untuk bersarang
c) Tidak mudah rusak dan membusuk, untuk bahan makanan yang mudah
membusuk harus disediakan tempat penyimpanan makanan yang dingin.
c. Pengolahan Makanan
Pengolahan makanan yang menyangkut 3 hal pokok yang harus diperhatikan :
1) Tenaga pengolahan makanan (penjamah makanan)
Penjamah makanan adalah seorang tenaga yang menjamah makanan, baik
dalam persiapan, mengolah, menyimpan, mengangkut maupun dalam
menyajikan makanan. Seorang penjamah makanan mempunyai hubungan yang
erat dengan pasien, terutama penjamah makanan yang bekerja ditempat
pengolah makanan untuk umum. Dari seorang penjamah makanan yang tidak
baik, penyakit dapat menular ke pasien. Karena itu seorang penjamah makanan,
seharusnya selalu dalam keadaan sehat dan terampil. Semua penjamah makanan
harus selalu memelihara kebersihan pribadi dan terbiasa untuk berperilaku sehat
selama bekerja. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh penjamah makanan
yaitu :
a) Mencuci tangan.
b) Pakaian yang bersih.
c) Kuku dan perhiasan.
d) Topi.
e) Merokok.
f) Kebiasaan seperti batuk ketangan, garuk-garuk, merupakan tindakan yang
tidak higiene.
2) Tempat pengolahan makanan (dapur)
Menurut Permenkes No 1204 Tahun 2004 tempat pengolahan makanan
atau dapur harus memenuhi syarat, sebagai berikut :
a) Lantai
(1) Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata,
tidak licin, warna terang, dan mudah dibersihkan.
(2) Lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai kemiringan
yang cukup ke arah saluran pembuangan air limbah.
(3) Pertemuan lantai dengan dinding harus berbentuk konus/lengkung agar
mudah dibersihkan.
b) Dinding
Permukaan dinding harus kuat, rata, berwarna terang, dan menggunakan cat
yang tidak luntur serta tidak menggunakan cat yang mengandung logam
berat.
c) Jendela
Luas jendela minimum 15 % dari luas lantai.
d) Pintu
Pintu harus kuat, cukup tinggi, cukup lebar, dan dapat mencegah masuknya
serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya.
e) Cerobong asap
23
Cerobong asap minimum 15 % dari luas lantai.
f) Ventilasi
(4) Ventilasi alamiah harus dapat menjamin aliran udara di dalam
kamar/ruang dengan baik.
(5) Luas ventilasi alamiah minimum 15 % dari luas lantai.
(6) Bila ventilasi alamiah tidak dapat menjamin adanya pergantian udara
dengan baik, kamar atau ruang harus dilengkapi dengan penghawaan
buatan/mekanis.
(7) Penggunaan ventilasi buatan/mekanis harus disesuaikan dengan
peruntukan ruangan.
g) Pencahayaan
(8) Lingkungan rumah sakit baik dalam maupun luar ruangan harus
mendapat cahaya dengan intensitas yang cukup berdasarkan fungsinya.
(9) Semua ruang yang digunakan baik untuk bekerja ataupun untuk
menyimpan barang/peralatan perlu diberikan penerangan.
h) Peralatan
(1) Peralatan masak tidak boleh melepaskan zat beracun kepada makanan.
(2) Peralatan masak tidak boleh patah dan kotor.
(3) Lapisan permukaan tidak terlarut dalam asam/basa atau garam-garam
yang lazim dijumpai dalam makanan.
(4) Peralatan agar dicuci segera sesudah digunakan, selanjutnya didesinfeksi
dan dikeringkan.
(5) Peralatan yang sudah bersih harus disimpan dalam keadaan kering dan
disimpan pada rak terlindung dari vektor.
i) Air bersih
(1) Harus tersedia air minum sesuai dengan kebutuhan.
(2) Tersedia air bersih minimum 500 lt/tempat tidur/hari.
(3) Air minum dan air bersih tersedia pada setiap tempat kegiatan yang
membutuhkan secara berkesinambungan.
(4) Distribusi air minum dan air bersih di setiap ruangan/kamar harus
menggunakan jaringan perpipaan yang mengalir dengan tekanan positif.
(5) Harus sesuai dengan persyaratan air bersih. (Kepmenkes RI Nomor
1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit).
Ada 4 hal pokok yang harus diperhatikan dalam pengolahan makanan :
(1) semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara
terlindung dan tidak kontak langsung dengan tubuh.
(2) Perlindungan tidak kontak langsung dengan makanan dapat dilakukan
dengan menggunakan sarung tangan plastik, penjepit makanan, sendok
garpu, dan sejenisnya.
(3) Setiap tenaga pengolah makanan pada saat bekerja harus memakai
celemek/apron, tutup rambut, sepatu dapur, tidak merokok, tidak makan
atau menguyah, tidak memakai perhiasan kecuali cincin kawin yang
tidak berhias, tidak menggunakan peralatan dan fasilitas yang bukan
untuk keperluan, selalu mencuci tangan sebelum bekerja, selalu mencuci
tangan sebelum dan setelah keluar dari kamar mandi, selalu memakai
pakaian kerja yang bersih yang tidak dipakai di luar rumah sakit.
(4) Tenaga pengolah makanan harus memiliki surat keterangan sehat.
d. Penyimpanan Makanan Jadi
24
Makanan jadi dalam kondisi baik, tidak rusak, dan tidak busuk. Makanan
dalam kaleng tidak boleh menunjukkan adanya pengembungan, cekungan, dan
kebocoran. Angka kuman E. coli pada makanan 0 per 100 ml contoh minuman,
jumlah kandungan logam berat dan residu pestisida dan cemaran lainnya tidak
boleh melebihi ambang batas yang diperkenankan menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku, buah-buahan dicuci bersih dengan air yang sudah
memenuhi persyaratan khusus, sayur-sayuran yang dimakan mentah dicuci dengan
larutan kalium permanganate 0,02 % atau dimasukkan dalam air mendidih untuk
beberapa detik (Mubarak dkk, 2009). Penyimpanan makanan jadi harus
terlindungi dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga dan hewan. Makanan yang
cepat busuk disimpan dalam suhu panas 65,5 °C atau lebih, atau disimpan dalam
suhu dingin 40C atau kurang, makanan cepat busuk untuk penggunaan dalam
waktu yang lama (lebih dari 6 jam) disimpan dalam suhu -5 °C sampai -1 °C
(Mubarak dkk, 2009).
e. Pengangkutan Makanan Masak
Makanan masak yang berasal dari tempat pengolahan makanan,
memerlukan pengangkutan untuk disimpan atau disajikan. Kemungkinan
pengotoran makanan terjadi sepanjang pengangkutan, bila cara pengangkutan
makanan kurang tepat dan alat angkutnya kurang baik dari segi kualitasnya dalam
hal ini yang paling penting untuk dijaga adalah kebersihan cara pengangkutannya,
sehingga tidak mendapatkan pengotoran dari debu, serangga (lalat, semut, dll).
Selain itu kebersihan alat – alat pengangkutannya serta kebersihan tenaga – tenaga
yang mengangkutnya. Jadi baik atau buruknya pengangkutan dipengaruhi oleh tiga
faktor :
1) Tempat dan alat pengangkutan
2) Tenaga Pengangkut
3) Teknik pengangkutan
Syarat – syarat penggangkutan makanan yang memenuhi aturan sanitasi
menurut Permenkes 1204 tahun 2004 adalah :
1) Makanan diangkut dengan kereta dorong yang tertutup dan bersih.
2) Pengisian kereta dorong tidak sampai penuh, agar masih ada ruang gerak untuk
bergerak.
3) Perlu diperhatikan jalur khusus yang terpisah untuk pengangkutan bahan
makanan dan makanan jadi.
f. Penyajian Makanan
Penyajian makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, yaitu bebas dari
kontaminasi, bersih, tertutup serta dapat memenuhi kebutuhan diet pasien di
rumah sakit. Adapun persyaratan penyajian makanan (Permenkes No.1204 Tahun
2004) adalah :
1) Cara penyajian makanan harus terhindar dari pencemaran dan peralatan yang
dipakai harus bersih.
2) Makanan jadi yang siap disajikan harus diwadahi dan tertutup.
3) Makanan jadi yang disajikan dalam keadaan hangat ditempatkan pada fasilitas
penghangat makanan dengan suhu minimal 60oC dan pada 4oC untuk makanan
dingin.
25
4) Penyajian dilakukan dengan perilaku penyaji yang sehat dan berpakaian
bersih.
5) Makanan jadi harus segera disajikan.
6) Makanan jadi yang sudah menginap tidak boleh disajikan kepada pasien.
2009).
2) Pembangunan dan persyaratan Ruang Sterilisasi
Pada prinsipnya desain ruang pusat sterilisasi terdiri dari ruang bersih dan
ruang kotor yang dibuat sedemikian rupa untuk menghindari terjadinya
kontaminasi silang dari ruang kotor ke ruang bersih. Selain itu pembagian ruang
disesuaikan dengan alur kerja. Ruang pusat sterilisasi dibagi atas 5 ruang yaitu
(Depkes RIa, 2009):
26
a) Ruang Dekontaminasi
Ruang dekontaminasi harus dirancang, dipelihara dan dikontrol untuk
mendukung efisiensi proses dekontaminasi dan untuk melindungi pekerja dari
benda-benda yang dapat menyebabkan infeksi, racun dan hal-hal berbahaya
lainnya.
b) Ruang Pengemasan Alat
Diruang ini dilakukan proses pengemasan alat untuk alat bongkar
pasang maupun pengemasan dan penyimpanan barang bersih. Pada ruang ini
dianjurkan ada tempat penyimpanan barang tertutup.
c) Ruang Produksi dan Prosesing
Diruang ini dilakukan pemeriksaan linen, didapat dan dikemas untuk
persiapan sterilisasi. Pada daerah ini sebaiknya ada tempat untuk
penyimpanan barang tertutup. Selain linen, pada ruang ini juga dilakukan
pula persiapan untuk bahan seperti kain kasa, kapas, cotton swabs dan lain-
lain.
d) Ruang Sterilisasi
Diruang ini dilakukan proses sterilisasi alat/bahan. Untuk sterilisasi
Etilen Oksida, sebaiknya dibuatkan ruang khusus yang terpisah tetpai masih
dalam satu unit pusat sterilisasi dan dilengkapi dengan exhaust.
e) Ruang penyimpanan barang steril
Ruang ini sebaiknya berada dekat dengan ruang sterilisai. Apabila
diguankan mesin sterilisasi dua pintu, maka pintu belakang langsung
berhubungan dengan ruang penyimpanan.
Diruang ini penerangan harus memdai, suhu antara 18 oC-22oC dan
kelembaban 35%-75%, ventilasi menggunakan sistem tekanan positif dengan
efisiensi filtrasi partikular antara 90-95% (untuk partikular berukuran 0,5
mikron). Dinding dan lantai ruanagan terbuat dari bahan yang halus, kuat
sehingga mudah dibersihkan, alat steril disimpan pada jarak 19-24cm dari
lantai dan minimum 43cm dari langit-langit serta 5cm dari dinding serta
diupayakan untuk menghindari terjadinya penumpukan debu pada kemasan,
serta alat steril tidak disimpan dekat wastafel atau saluran pipa lainnya.
Akses keruang penyimpanan steril dilakuakan oleh petugas pusat
sterilisasi yang terlatih, bebas dari penyakit menular dan menggunakan
pakaian yang sesuai dengan persyaratan. lokasi ruang penyimpanan steril
harus jauh dari lalu lintas utama dan jendela serta pintu sesedikit mungkin
dan terisolasi (sealed).
8. Pest Control Di Rumah Sakit
Pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya adalah upaya untuk
mengurangi populasi serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya sehingga
keberadaannya tidak menjadi vektor penularan penyakit (Permenkes No. 1204 Tahun
2004).
Persyaratan untuk pest control di rumah sakit adalah (Permenkes No. 1204 Tahun
2004) :
a. Kepadatan jentik Aedes sp yang diamati melalui indeks kontainer harus 0 (nol).
b. Tidak ditemukannya lubang tanpa kawat kasa yang memungkinkan nyamuk masuk
ke dalam ruangan, terutama di ruanganperawatan.
27
c. Semua ruang di rumah sakit harus bebas dari kecoa, terutama pada dapur, gudang
makanan, dan ruangan steril.
d. Tidak ditemukannya tanda-tanda keberadaan tikus terutama pada daerah bangunan
tertutup (core) rumah sakit.
e. Tidak ditemukannya lalat di dalam bangunan tertutup (core) di rumah sakit.
f. Di lingkungan rumah sakit harus bebas kucing dan anjing.
Tata laksana untuk pest control di rumah sakit yaitu (Permenkes No. 1204 Tahun
2004) :
a. Surveilans
1) Nyamuk
a) Pengamatan Jentik
Pengamatan jentik Aedes sp. dilakukan secara berkala di setiap sarana
penampungan air, sekurang-kurangnya setiap 1 minggu untuk mengetahui
adanya atau keadaan populasi jentik nyamuk, dilakukan secara teratur. Selain
itu, dilakukan juga pengamatan jentik nyamuk spesies lainnya di tempat-
tempat yang potensial sebagai tempat perindukan vektor penyakit malaria di
sekitar lingkungan rumah sakit seperti saluran pembuangan air limbah.
b. Pencegahan
1) Nyamuk
28
a) Melakukan Pembersihan Sarang Nyamuk (PSN) dengan Mengubur,
Menguras, dan Menututp (3M)
b) Pengaturan aliran pembuangan air limbah dan saluran dalam keadaan
tertutup.
c) Pembersihan tanaman sekitar rumah sakit secara berkala yang menjadi tempat
perindukan.
d) Pemasangan kawat kasa di seluruh ruangan dan penggunaan kelambu
terutama di ruang perawatan anak.
2) Kecoa
a) Menyimpan bahan makanan dan makanan siap saji pada tempat tertutup.
b) Pengelolaan sampah yang memenuhi syarat kesehatan.
c) Menutup lubang-lubang atau celah-celah agar kecoa tidak masuk ke dalam
ruangan.
3) Tikus
a) Melakukan penutupan saluran terbuka, lubang-lubang di dinding, plafon,
pintu, dan jendela.
b) Melakukan pengelolaan sampah yang memenuhi syarat kesehatan.
4) Lalat
Melakukan pengelolaan sampah/limbah yang memenuhi syarat kesehatan.
5) Binatang pengganggu lainnya
Melakukan pengelolaan makanan dan limbah yang memenuhi syarat kesehatan.
c. Pemberantasan
1) Nyamuk
a) Pemberantasan dilakukan apabila larva atau jentik nyamuk Aedes sp> 0
dengan abatisasi.
b) Melakukan pemberantasan larva/jentik dengan menggunakan predator.
c) Melakukan oiling untuk memberantas culex.
d) Bila diduga ada kasus demam berdarah yang tertular di rumah sakit, maka
perlu dilakukan pengasapan (fogging) di rumahsakit.
2) Kecoa
a) Pembersihan telur kecoa dengan cara mekanis, yaitu membersihkan telur
yang terdapat pada celah-celah dinding,lemari, peralatan dan telur kecoa
dimusnahkan dengan dibakar/dihancurkan.
b) Pemberantasan kecoa
Pemberantasan kecoa dapat dilakukan secara fisik dan kimiawi.
a. Secara fisik atau mekanis :
(a) Membunuh langsung kecoa dengan alat pemukul.
(b) Menyiram tempat perindukan dengan air panas.
(c) Menutup celah-celah dinding.
b. Secara kimiawi dengan menggunakan insektisida dengan pengasapan,
bubuk, semprotan, dan umpan.
3) Tikus
Melakukan pengendalian tikus secara fisik dengan pemasangan perangkap,
pemukulan atau sebagai alternatif terakhir dapatdilakukan secara kimia dengan
menggunakan umpan beracun.
4) Lalat
Bila kepadatan lalat di sekitar tempat sampah (perindukan) melebihi 2 (dua) ekor
per block grill maka dilakukanpengendalian lalat secara fisik, biologik, dan kimia.
5) Binatang pengganggu lainnya
Bila terdapat kucing dan anjing, maka perlu dilakukan :
a) Penangkapan, kemudian dibuang jauh dari rumah sakit.
b) Bekerjasama dengan Dinas Peternakan setempat untuk menangkap kucing
dan anjing.
29
9. Manajemen Dan Aplikasi K3RS
Dalam KEPMENKES NOMOR 432/MENKES/SK/IV/2007 tentang pedoman
manajemen kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit menyatakan bahwa kegiatan
rumah sakit berpotensi menimbulkan bahaya fisik, kimia, biologi, ergonomik dan
psikososial yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan baik terhadap pekerja
pasien, pengunjung maupun masyarakat dilingkungan rumah sakit. Dalam menghadapi
berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan,
meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena itu kesehatan dan
keselamatan kerja (K3) rumah sakit perlu dikelola dengan baik. Untuk itu maka di
perlukan suatu sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja (K3).
Penerapan K3RS meliputi identifikasi factor bahaya dan resiko yang di akibatkan
(Hazard identification and risk assessment) dan menentukan prioritas factor bahaya serta
mengurangi resiko bahaya yang di timbulkan. Identifikasi factor bahaya dan
pengendaliannya sangat menentukan keberhasilan organisasi K3. Untuk melaksanakan
komitmen dan kebijakan K3 di rumah sakit, perlu disusun strategi :
a. Advokasi sosialisasi program K3 di rumah sakit.
b. Menetapkan tujuan yang jelas
c. Organisasi dan penugasan yang jelas
d. Meningkatkan SDM profesi di bidang k3 rumah sakit pada setiap unit kerja di rumah
sakit
e. Sumber daya yang harus di dukung oleh manajemen puncak
f. Kajian resiko secara kualitatif dan kuantitafif
g. Membuat program kerja K3 dirumah sakit yang mengutamakan upaya peningkatan
dan pencegahan
h. Monitoring dan evakuasi secara internal dan exsternal secara berkala.
Kegiatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di rumah sakit pelaksaannya didukung :
a. Bidang Kesehatan Kerja (penyakit akibat kerja) di rumah sakit pelaksanaannya
meliputi :
1) Pemeriksaan Kesehatan
a) Pemeriksaan kesehatan awal (dilakukan saat pra-kerja)
b) Pemeriksaan kesehatan secara rutin. Pemeriksaan ini diterapkan setelah
bekerja dan pemeriksaannya dilakukan setiap 1 tahun sekali.
c) Pemeriksaan kesehatan khusus. Pemeriksaan ini dilihat dari risiko terjadinya
penularan penyakit yang dihadapi. Contoh risiko penularan penyakitnya
seperti penyakit hepatitis, B20 (ODHA). Pemeriksaan ini dilakukan
pengulangan setiap 1 bulan sekali.
2) Peningkatan Gizi Kerja
Peningkatan Gizi Pekerja yang ada di rumah sakit yaitu dengan memberikan
susu dan telur bagi pekerja yang berisiko terkena paparan yang berbahaya.
Seperti petugas sampah, bagian laundry atau pencucian, radiologi dan radio
terapi.
3) Proteksi Dini
Proteksi ini di rumah sakit dengan memberikan vaksin untuk menghindari
bahaya risiko dari suatu penyakit, misalnya dengan memberikan vaksin hepatitis
pada petugas sampah dan petugas jenazah.
b. Bidang Keselamatan Kerja
1) Peningkatan Gizi Pekerja
30
Untuk meningkatkan gizi pekerja yang ada di rumah sakit dilakukan
pemeriksaan Urikkes khusus minimal 6 bulan sekali.
2) Pemberian apron untuk proteksi
Misalnya pada bidang radioterapi diberikan apron untuk melindungi bagian-
bagian vital dari tubuh agar meminimalisasi paparan radiasi yang diterima.
Organisasi/ unit pelaksana K3 Rumah Sakit membantu melakukan upaya promosi
di lingkungan Rumah Sakit baik pada petugas, pasien maupun pengunjung, yaitu
mengenai segala upaya pencegahan KAK dan PAK di Rumah Sakit. Juga bisa di
lingkungan kerja Rumah Sakit, dan yang baik atau terbagus pelaksanaan dan penerapan
K3 nya mendapat reward dari direktur Rumah Sakit.
a. Tahap persiapan
1) Membentuk kelompok kerja penerapan K3
Anggota kelompok kerja sebaiknya terdiri atas seorang wakil dari setiap unit
kerja, biasanya manajer unit kerja. Peran, tanggung jawab dan tugas anggota
kelompok kerja perlu ditetapkan. Sedangkan mengenai kualifikasi dan jumlah
anggota kelompok kerja disesuaikan dengan kebutuhan RS.
2) Menetapkan sumber daya yang diperlukan
Sumber daya disini mencakup orang (mempunyai tenaga K3), sarana, waktu dan
dana.
b. Tahap pelaksana
1) Penyuluhan K3 ke semua petugas Rumah Sakit.
2) Pelatihan K3 yang disesuaikan dengan kebutuhan individu dan kelompok di
dalam organisasi Rumah Sakit. Fungsinya memproses individu dengan perilaku
tertentu agar berperilaku sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya
sebagai produk akhir dari pelatihan.
3) Melaksanakan program K3 sesuai peraturan yang berlaku diantaranya:
a) Pemeriksaan kesehatan petugas (prakarya, berkala dan khusus).
b) Penyediaan alat pelindung diri dan keselamatan kerja.
c) Penyiapan pedoman pencegahan dan penanggulangan keadaan darurat.
d) Penempatan pekerja yang menderita sakit.
e) Menciptakan lingkungan kerja yang higienis secara teratur, melalui
monitoring lingkungan kerja dari hazard yang ada.
f) Melaksanakan biological monitoring.
g) Melaksanakan surveilans kesehatan kerja.
32
2. Promosi kesehatan di rumah sakit pada prinsipnya adalah pengembangan pengertian atau
pemahaman pasien dan keluarganya terhadap masalah kesehatan atau penyakit yang
dideritanya
3. Promosi kesehatan di rumah sakit juga mempunyai prinsip pemberdayaan pasien dan
keluarganya dalam kesehatan
4. Promosi kesehatan di rumah sakit pada prinsipnya adalaah penerapan proses belajar
kesehatan di rumah sakit
Materi Promosi kesehatan di rumah sakit adalah sebagai berikut :
1. Pesan kesehatan yang terkait dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan,
Meliputi :
a) Makan dengan menu/susunan makanan dengan gizi yang seimbang
b) Aktifitas fisik secara rutin, termasuk olahraga
c) Tidak merokok/minum minuman keras
d) Mengendalikan stress
e) Istirahat yang cukup
2. Pesan kesehatan yang terkait dengan pencegahan serangan penyakit, Meliputi:
a) Gejala atau tanda-tanda penyakit
b) Penyebab penyakit
c) Cara penularan penyakit
d) Cara pencegahan penyakit
3. Pesan kesehatan yang terkait dengan proses penyembuhan dan pemulihan, Meliputi :
a) Diet terhadap pantangan dari suatu penyakit
b) Pengetahuan tentang pola hidup sehat
Promosi mencakup pengetahuan yang diperlukan selama proses perawatan dan
pengetahuan yang diperlukan setelah pasien dipindahkan ke tempat perawatan lain atau
dipulangkan. Dengan demikian, promosi dapat mencakup informasi mengenai sumber daya
di masyarakat untuk perawatan tambahan dan perawatan tindak lanjut (follow-up) yang
dibutuhkan serta bagaimana cara mengakses layanan gawat darurat jika diperlukan.
33
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN
A. Perencanaan Kegiatan
Berikut ini adalah table rencana kegiatan praktek belajar lapangan di Rumah Sakit
Universitas Airlangga tanggal 29 Oktober – 16 November 2018:
Tabel 3.1
Rencana Kegiatan Praktek Belajar Lapangan Di Rumah Sakit Universitas
Airlangga
13 Rabu, 14 Nov -
2018
14 Kamis, 15 Nov -
2018
15 Jum’at, 16 Nov -
2018
B. Pelaksanaan Kegiatan
1. Waktu Pelaksanaan PBL Rumah Sakit
Waktu pelaksanaan kegiatan praktek belajar lapangan dilakukan setiap hari kerja
(senin-jumat) selama 3 minggu berturut-turut mulai tanggal 29 Oktober 2018 s/d 16
November 2018. Waktu pelaksanaan kegiatan disesuaikan dengan jam kerja yang
diterapkan di Rumah Sakit, dengan rincian sebagai berikut:
- Senin – Kamis : 08.00 – 16.00 WIB
- Jum’at : 07.30 – 16.30 WIB
2. Metoda
Metode praktikum yang digunakan dalam kegiatan praktek lapangan sanitasi rumah sakit
di Rumah Sakit Universitas Airlangga adalah :
Tabel 3.2
Metode Praktikum di Rumah Sakit Universitas Airlangga
No Mata Kuliah Cara Pengambilan Data Cara Pengolahan Data
C. Hasil Kegiatan
1. Program Kerja Unit PKRS Rumah Sakit Universitas Airlangga
35
a. Tahap Persiapan Unit PKRS
1) Sosialisasi Unit PKRS
2) Membangun komitmen bersama bagi seluruh civitas hospitalia serta pencarian
dukungan melalui berbagai pendekatan kepada pihak potensial
3) Membentuk Unit PKRS (SK Direktur RS)
4) Peningkatan kapasitas SDM: sosialisasi / orientasi PKRS
5) Merancang kegiatan kajian PKRS
b. Tahap Persiapan Pelaksanaan Kegiatan PKRS
1) Pertemuan persiapan Tim PKRS untuk menetapkan ruang lingkup / jenis serta
frekuensi kegiatan PKRS yang akan dilaksanakan (berdasarkan perencanaan)
2) Persiapan / proses dana / anggaran pendukung PKRS (terutama media KIE)
3) Penyusunan jadwal kegiatan PKRS
36
i) Promosi Kesehatan bagi Karyawan Rumah Sakit (dari unit SDM yang
pegang program)
(1) Skrining kesehatan tahunan untuk karyawan rumah sakit
(2) Mengadakan kegiatan senam bersama bagi karyawan (1x seminggu ;
kayak PHC)
Variabel Upaya
No. Bobot Komponen Yang Dinilai Nilai Skor
Kesling
I. KESEHATAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT
1. Lantai 2 a. Kuat/Utuh 20 34
b. Bersih 20 40
c. Pertemuan lantai dan
dinding dengan 15 20
konus/lengkung
d. Kedap air 15 30
e. Rata 10 20
37
f. Tidak licin 10 20
g. Mudah dibersihkan 10 20
2. Dinding a. Rata 10 10
b. Bersih 30 30
1
c. Berwarna terang 20 20
d. Mudah dibersihkan 20 20
3. Ventilasi a. Fan, AC, Exhauster
1 100 100
Mekanis
4. Atap a. Bebas serangga dan tikus 50 25
b. Tidak bocor 30 0
0,5
c. Berwarna terang 10 5
d. Mudah dibersihkan 10 5
5. Langit-langit a. Tinggi langit-langit min 2,7
50 25
m dari lantai
0,5 b. Kuat 30 15
c. Berwarna terang 10 5
d. Mudah dibersihkan 10 5
6. Kontruksi a. Tidak ada genangan air 30 15
Balkon, b. Tidak ada jentik 40 20
0,5
Beranda, dan c. Mudah dibersihkan
30 15
Talang
7. Pintu a. Dapat mencegah masuknya
60 30
0,5 tikus dan serangga
b. Kuat 40 20
8. Pagar a. Aman 60 30
0,5 b. Kuat 40 20
9. Halaman a. Bersih 30 15
taman dan b. Mampu menampung mobil
20 10
tempat karyawan dan pengunjung
0,5
parkir c. Tidak berdebu/becek 30 10
d. Tersedia tempat sampah
20 10
yang cukup
10. Jaringan a. Aman (bebas cross
60 30
instalasi 0,5 connection)
b. Terlindung 40 20
11. Saluran air a. Tertutup 50 50
1
limbah b. Aliran air lancar 50 50
Total 8,5 830 794
Prosentase 95,6 %
Sumber : Berdasarkan Obesrvasi pada RS UNAIR Tahun 2018
Hasil observasi yang kami lakukan mengenai kesehatan lingkungan rumah sakit di
Rumah Sakit UNAIR Surabaya mendapatkan prosentase sebesar 95,6 %, adapun
penjelasannya sebagai berikut :
1) Lantai
Lantai di Rumah Sakit UNAIR Surabaya terbuat dari keramik, berwarna terang.
Lantai di Rumah Sakit Unair Surabaya telah memenuhi persyaratan menurut
Kepmenkes No 1204 Tahun 2004, karena lantai di Rumah Sakit UNAIR kuat, selalu
dibersihkan secara rutin, kedap air, rata, tidak licin, serta mudah dibersihkan.
Pertemuan lantai dan dinding yang ada di setiap ruangan Rumah Sakit UNAIR yang
telah kami observasi sudah berbentuk konus.
2) Dinding
Dinding di Rumah Sakit Unair Surabaya setinggi 3 m, di cat berwarna terang
dan terbuat dari bahan yang kuat. Dinding di Rumah Sakit UNAIR Surabaya telah
38
memenuhi persyaratan menurut Kepmenkes No 1204 Tahun 2004, karena dinding di
Rumah Sakit UNAIR Surabaya tidak ada retakan, cat yang terkelupas, rata, dan
mudah dalam pembersihannya
3) Ventilasi
Ventilasi yang ada di Rumah Sakit UNAIR Surabaya telah memenuhi persyaratan
menurut Kepmenkes 1204 Tahun 2004, karena ventilasi di Rumah Sakit UNAIR
Surabaya yaitu menggunakan ventilasi mekanis seperti AC dan Exhauster pada
setiap ruangan.
4) Atap
Atap di Rumah Sakit UNAIR Surabaya belum memenuhi persyaratan menurut
Kepmenkes 1204 Tahun 2004 karena masih ada atap yang bocor. Tetapi atap di
Rumah Sakit UNAIR sudah memenuhi persyaratan karena bebas dari serangga dan
tikus,, berwarna terang, dan mudah dibersihkan.
5) Langit-langit
Langit-Langit di Rumah Sakit UNAIR Surabaya telah memenuhi persyaratan
menurut Kepmenkes No 1204 Tahun 2004, karena langit-langit di Rumah Sakit
UNAIR Surabaya memiliki tinggi 3 m dari lantai, langi-langit di sebagian besar
ruangan terlihat tidak ada yang rapuh/retak dan kuat, berwarna terang mudah untuk
dibersihkan.
6) Kontruksi balkon,Beranda, dan Talang
Konstruksi balkon, beranda dan talang di Rumah Sakit UNAIR Surabaya telah
memenuhi persyaratan menurut Kepmenkes No. 1204 Tahun 2004, karena beranda
dan kontruksi balkon bentuknya rata dan tidak terdapat cekungan yang dapat
menimbulkan genangan air. Selain itu, talang air juga tertutup sehingga tidak terjadi
kebocoran yang dapat menyebabkan genangan air.Oleh karena itu tidak ditemukan
adanya jentik karena tidak ada tempat untuk berkembang biak bagi nyamuk.
7) Pintu
Pintu di Rumah Sakit UNAIR Surabaya telah memenuhi syarat pintu menurut
Kepmenkes No. 1204 Tahun 2004, karena di rumah sakit UNAIR keadaan pintu
selalu dalam kondisi tertutup rapat sehingga tidak memungkinkan serangga, tikus/
hewan pengganggu lainnya dapat masuk. Selain itupintu berkonstruksi tebal
dankuat.
8) Halaman taman dan Tempat Parkir
Halaman taman dan tempat parkir di Rumah Sakit UNAIR Surabaya telah
memenuhi persyaratan menurut Kepmenkes No. 1204 Tahun 2004, karena tempat
parkir dapat menampung seluruh mobilkaryawan maupun pengunjung dengan
tempat yang dibedakan. Selain itu di taman maupun tempat parkir tersedia tempat
sampah yang jumlahnya cukup, tetapi kondisi tempat parkir belum memenuhi
persyaratan karena masih kotor.
9) Jaringan Instalasi
Jaringan instalasi di Rumah Sakit UNAIR Surabaya telah memenuhi persyaratan
jaringan instalasi menurut Kepmenkes No. 1204 Tahun 2004, karena jaringan
39
instalasi di Rumah Sakit UNAIR Surabaya aman atau bebas cross connection,
jaringan instalasinya sudah terlindungi dan tertutup
10) Saluran Air Limbah
Saluran air limbah di Rumah Sakit UNAIR Surabaya telah memenuhi persyaratan
menurut Kepmenkes No. 1204 Tahun 2004, karena saluran air limbah menggunakan
pipa yang kuat, tebal dan tertutup. Aliran airnya juga lancar dan tidak terhambat oleh
sampah maupun yang lainnya.
b. Ruang Bangunan
Tabel 3.4
Hasil Penilaian Pemeriksaan Ruang Bangunan RS UNAIR Surabaya
Variabel
No Upaya Bobot Komponen Yang Dinilai Nilai Skore
Kesling
II. RUANG BANGUNAN
1. Ruang a. Rasio luas lantai dengan
Perawatan tempat tidur :
15 30
- Dewasa : 4,5 m2/tt
- Anak/bayi : 2 m2/tt
b. Rasio tempat tidur dengan
kamar mandi 1-10 tt/km 15 30
mandi dan toilet
c. Angka kuman maksimal 200
15 30
-500 CFU/m3 udara
d. Bebas serangga/tikus 10 20
e. Kadar debu maksimal 150
10 20
ug/ m3 udara
2 f. Tidak berbau (terutama H2S
10 20
dan atau NH3)
g. Pencahayaan 100-200 lux 5 10
h. Suhu 22oC – 24oC ( dengan
AC), apabila menggunakan
AC sentral cooling towernya
10 20
tidak menjadi perindukan
bakteri legionella atau suhu
kamar (tanpa AC)
i. Kelembaban 45%-60%
(dengan AC) kelembaban 5 10
udara ambien (tanpa AC)
j. Kebisingan < 45 dBA 5 10
2. Lingkung a. Kawasan bebas rokok 30 30
an RS b. Penerangan dengan
20 20
intensitas cukup
1
c. Saluran air limbah tertutup 25 25
d. Saluran drainase aliran
25 25
lancer
3. Ruang 2 a. Bebas kuman pathogen 15 30
Operasi b. Angka kuman 10 CFU/m3
15 30
udara
c. Dinding terbuat dari
10 20
porselin/vinyl
d. Pintu harus dalam keadaan
10 20
tertutup
e. Langit-langit tidak bercelah 10 20
40
f. Ventilasi dengan AC
tersendiri dilengkapi filter 10 20
bakteri
g. Suhu 19oC – 25oC 10 20
h. Kelembaban 45 %-60 % 5 0
i. Pencahayaan ruang 300 lux
5 10
-500 lux
j. Pencahayaan meja operasi
5 10
10.000 lux – 20.000 lux
k. Tinggi langit-langit 2,7 m –
5 10
3,3 m dari lantai
4. Ruang a. Dinding terbuat dari
Laborator porselin/keramik setinggi 1,5 30 30
ium m dari lantai
b. Lantai dan meja kerja tahan
terhadap bahan kimia dan 30 30
1 getaran
c. Dilengkapi dengan dapur,
20 20
kamar mandi dan toilet
d. Tinggi langit-langit 2,7 m –
10 10
3,3 m dari lantai
e. Kebisingan < 65 dBA 10 10
5. Ruang a. Pintu masuk terpisah dengan
50 75
Sterilisasi pintu keluar
b. Tersedia ruangan khusus 30 45
1,5
c. Dinding terbuat dari
porselin/keramik setinggi 1,5 20 30
m dari lantai
6. Ruang a. Dinding dan daun pintu
30 30
Radiologi dilapisi timah hitam
b. Kaca jendela menggunakan
30 30
kaca timah hitam
0,5
c. Tinggi langit-langit 2,7 m –
20 20
3,3 m dari lantai
d. Hubungan dengan ruang
20 20
gelap harus dengan loket
7. Ruang a. Suhu -10oC s/d 5oC 50 50
Pendingin b. Bebas tikus dan kecoa 10 40
c. Dilengkapi rak untuk
1
menyimpan makanan dengan
10 10
tinggi 20 cm – 25 cm dari
lantai
8. Ruang 1 a. Dinding dilapisi
25 25
Mayat porselin/keramik
b. Terletak dekat dengan
20 20
pathologi/laboratorium
c. Jauh dari poliklinik/ruang
20 20
pemeriksaan
d. Mudah dicapai dari ruang
perawatan, UGD, dan ruang 10 10
operasi
e. Dilengkapi dengan saluran
10 10
pembuangan air limbah
f. Dilengkapi dengan ruang 10 10
ganti pakaian petugas dan
toilet
41
g. Dilengkapi dengan
perlengkapan dan bahan
5 5
pemilisan jenazah termasuk
meja memandikan mayat
9. Toilet dan a. Rasio toilet/kamar mandi
30 30
Kamar dengan tempat tidur 1 :10
mandi b. Toilet tersedia pada setiap
unit/ruang khusus untuk unit
20 20
rawat inap dan karyawan
harus tersedia kamar mandi
c. Letak tidak berhubungan
langsung dengan dapur,
20 20
kamar operasi dan ruang
1 khusus lainnya
d. Saluran pembuangan air
limbah dilengkapi dengan 10 10
penahan bau (waster seal)
e. Lubang penghawaan harus
berhubungan langsung 10 10
dengan udara luar
f. Kamar mandi dan toilet
untuk pria, wanita, dan 10 10
karyawan terpisah
Total 11 1140 1140
Prosentase 100 %
Sumber : Berdasarkan Observasi Ruang Bangunan RS UNAIR Tahun 2018
Berikut hasil observasi kami mengenai ruang dan bangunan rumah sakit di
Rumah Sakit UNAIR Surabaya dengan mendapatkan prosentase 100% :
a. Ruang perawatan
1) Ruang perawatan VIP di Rumah Sakit UNAIR Surabaya memenuhi
perssyaratan ruang perawatan menurut Kepmenkes No. 1204 Tahun 2004,
karena rasio luas lantai di ruang perawatan VIP sebesar 25,92 m2/tt, setiap
kamar diisi 1 bed terdapat 1 kamar mandi dan toilet, ruang perawatan tidak
berbau karena pembersihan dilaksanakan secara rutin, sirkulasi udara lancar.
2) Pengukuran angka kuman pada ruang perawatan tidak dilakukan dan data
sekunder tidak didapatkan
3) Pada ruang perawatan VIP di Rumah Sakit UNAIR Surabaya tidak ditemukan
sarang serangga dan tanda-tanda keberadaan tikus seperti bau, tinja, dan lain-
lain. Ruang rawat inap di rumah sakit UNAIR telah memenuhi persyaratan
karena bebas dari tikus dan serangga.
4) Pengukuran kadar debu pada ruang perawatan tidak dilakukan dan data
sekunder tidak kami dapatkan.
5) Hasil pengukuran pencahayaan di ruang perawatan VIP Rumah Sakit UNAIR
Surabaya yaitu sebesar 61,24 lux yang berarti belum memenuhi persyaratan
pencahayaan pada ruang perawatan menurut Kepmenkes No. 1204 Tahun 2004
yaitu sebesar 100-200 lux.
6) Hasil pengukuran suhu pada ruang perawatan VIP di Rumah Sakit UNAIR
Surabaya yaitu sebesar 28oC yang berarti suhu pada ruang perawatan belum
memenuhi persyaratan menurut Kepmenkes No. 1204 Tahun 2004 yaitu sebesar
22-24oC.
42
7) Hasil pengukuran kelembaban pada ruang perawatan VIP di Rumah Sakit
UNAIR Surabaya yaitu sebesar 64% yang berarti kelembaban di ruang
perawatan tersebut belum memenuhi persyaratan menurut Kepmenkes 1204
Tahun 2004 yaitu sebesar 45%-60%.
8) Hasil pengukuran kebisingan pada ruang perawatan VIP di Rumah Sakit
UNAIR Surabaya yaitu sebesar 41,92 dBA yang berarti memenuhi persyaratan,
kebisingan menurut Kepmenkes No. 1204 Tahun 2004 yaitu sebesar < 45 dBA.
b. Lingkungan Rumah Sakit
1) Rumah Sakit UNAIR Surabaya telah termasuk kawasan yang bebas dari asap
rokok, pada setiap lokasi telah terdapat larangan untuk merokok. Hal ini
bertujuan agar udara lingkungan rumah sakit menjadi segar dan tidak
mengganggu pengunjung ataupun pasien lain.
2) Penerangan di Rumah Sakit UNAIR Surabaya telah memenuhi syarat karena
keadaaan di setiap ruangan telah mendapatkan intensitas pencahayaan yang
sesuai dengan fungsinya sehingga mengurangi angka kecelakaan yang terjadi di
rumah sakit.
3) Saluran air limbah di Rumah Sakit UNAIR Surabaya juga telah memenuhi
syarat karena saluran air limbah tertutup sehingga tidak mencemari lingkungan
sekitar dan tidak menjadi tempat perindukan vektor penyakit.
4) Saluran drainase di Rumah Sakit UNAIR Surabaya lancar, lancarnya saluran
drainase sangat penting karena apabila tidak lancar maka saluran tersebut akan
menjadi tempat perindukan vektor.
c. Ruang operasi
1) Pemeriksaan kuman patogen di ruang operasi Rumah Sakit UNAIR Surabaya
tidak dilaksanakan dan data sekunder tidak kami dapatkan.
2) Pemeriksaan angka kuman di ruang operasi Rumah Sakit UNAIR Surabaya juga
tidak dilaksanakan dan data sekunder tidak kami dapatkan.
3) Dinding ruang operasi RS UNAIRSurabaya terbuat dari Vinil sehingga mudah
dibersihkan.
4) Pintu ruang operasi selalu dalam keadaan tertutup, sehingga mencegah
kontaminasi dari luar.
5) Langit-langit di ruang operasi tidak bercelah dan rata. Tinggi langit-langit di
ruang operasi yaitu 3 m dari lantai yang berarti memenuhi persyaratan
Kepmenkes No. 1204 Tahun 2004.
6) Ventilasi di ruang operasi menggunakan AC yang telah dilengkapi filter bakteri
sehingga memenuhi persyaratan.
7) Hasil pengukuran suhu pada ruang operasi di Rumah Sakit UNAIR Surabaya
yaitu sebesar 19oC yang berarti suhu pada ruang operasi memenuhi persyaratan
menurut Kepmenkes No. 1204 Tahun 2004 yaitu sebesar 19-25 oC. Sedangkan
hasil pengukuran kelembaban pada ruang operasi di Rumah Sakit UNAIR
Surabaya yaitu sebesar 64% yang berarti kelembaban di ruang operasi tersebut
belum memenuhi persyaratan menurut Kepmenkes 1204 Tahun 2004 yaitu
sebesar 45%-60%.
43
8) Hasil pengukuran pencahayaan ruang operasi di Rumah Sakit UNAIR yaitu
sebesar 488,6 Lux yang berarti memenuhi persyaratan pencahaayaan pada ruang
operasi menurut Kepmenkes No. 1204 Tahun 2004 yaitu sebesar 300-500 lux.
9) Pengukuran pencahayaan meja operasi juga tidak dilaksanakan.
d. Ruang laboratorium
1) Dinding yang ada di ruang laboratorium Rumah Sakit UNAIR Surabaya
memenuhi persyaratan, dinding di rumah sakit UNAIR tidak dilapisi dengan
keramik/porselin tetapi menggunakan bahan yang mudah dalam
pembersihannya sehingga laboratorium terlihat bersih.
2) Lantai di ruang laboratorium Rumah Sakit UNAIR telah memenuhi persyaratan
karena lantai tahan terhadap bahan kimia dan getaran. Tetapi untuk meja kerja
di ruang laboratorium tersebut tidak memenuhi syarat karena meja kerja tidak
tahan oleh getaran.
3) Ruang laboratorium di Rumah Sakit UNAIR Surabaya belum memenuhi
persyaratan karena ruang laboratorium tidak memiliki dapur dan kamar mandi.
Tetapi di sekitar ruang laboratorium terdapat kamar mandi yang tersedia bagi
karyawan.
4) Tinggi langit-langit di ruang laboratorium telah memenuhi syarat karena
memiliki tinggi 3 m yang berarti sesuai dengan persyaratan menurut
Kepmenkes No. 1204 Tahun 2004, bahwa tinggi langit–langit yang
dipersyaratkan yaitu tinggi langit-langit antara 2,7 m – 3,3 m dari lantai.
5) Hasil pengukuran kebisingan di ruang laboratorium sebesar 57 dBA yang berarti
telah memenuhi persyaratan kebisingan di ruang laboratorium menurut
Kepmenkes No. 1204 Tahun 2004 yaitu sebesar < 65 dBA.
e. Ruang Sterilisasi
1) Pintu masuk ruang sterilisasi Rumah Sakit UNAIR Surabaya telah terpisah
dengan pintu keluarnya sehingga tidak mungkin terjadi kontaminasi silang.
2) Di ruang sterilisasi terdapat ruangan khusus baik untuk penyimpanan alat yang
masih kotor, tempat untuk sterilisasi dan tempat untuk penyimpanan alat yang
sudah steril.
3) Dinding yang ada di ruang sterilisasi Rumah Sakit UNAIR Surabaya memenuhi
persyaratan, dinding di rumah sakit UNAIR tidak dilapisi dengan
keramik/porselin tetapi menggunakan bahan yang mudah dalam
pembersihannya sehingga ruang sterilisasi terlihat bersih terlihat bersih.
f. Ruang Radiologi
Pada ruang radiologi di Rumah Sakit UNAIR Surabaya tidak kami lakukan
observasi dikarenakan jadwal pelayanan yang padat hingga sore.
g. Ruang Pendingin
1) Suhu di ruang pendingin Rumah Sakit UNAIR Surabaya belum memenuhi
persyaratan yaitu sebesar 6,9oC, sehingga penyimpanan bahan makanan dan
makanan tidak terjaga dengan baik kualitasnya.
2) Ruang pendingin Rumah Sakit UNAIR Surabaya bebas dari tikus, kecoa maupun
serangga lain. Hal ini dibuktikan dengan tidak ditemukannya tanda – tanda
keberadaan serangga maupun tikus sehingga makanan dapat terjaga kualitasnya.
3) Pintu pada ruang pendingin terbuat dari besi dan dilengkapi dengan penghalang
untuk serangga tidak dapat masuk.
44
4) Ruang pendingin dilengkapi dengan rak untuk menyimpan makanan dengan
tinggi 25 cm dari lantai. Hal ini bertujuan agar tikus maupun serangga tidak
mengkontaminasi makanan.
h. Ruang Mayat
1) Dinding pada ruang mayat Rumah Sakit UNAIR Surabaya telah memenuhi
syarat karena dinding pada ruang tersebut telah dilapisi porselin/keramik agar
mudah dalam melakukan proses pembersihan.
2) Ruang mayat di Rumah Sakit UNAIR Surabaya letaknya telah memenuhi syarat
karena terletak jauh dari poliklinik/ruang pemeriksaan.
3) Ruang mayat di Rumah Sakit UNAIR Surabaya letaknya jauh dari ruang
patologi atau ruang laboratorium.
4) Jalur dari ruang perawatan dan IGD menuju ruang mayat mudah dicapai. Jenazah
dapat diangkut dengan menggunakan keranda dorong.
5) Saluran air limbah di ruang mayat Rumah Sakit UNAIR Surabaya telah
memenuhi syarat karena terdapat saluran pembuangan air limbah dengan saluran
tertutup yang kemudian dialirkan ke PIT untuk kemudian dilakukan proses
pengolahan.
6) Pada ruang mayat Rumah Sakit UNAIR Surabaya terdapat ruang ganti bagi
petugas ataupun toilet sehingga memudahkan petugas dalam hal membersihkan
diri setelah menangani jenazah.
7) Ruang mayat Rumah Sakit UNAIR Surabayatelah dilengkapi dengan
perlengkapan dan bahan pemilisan jenazah termasuk meja memandikan jenazah.
i. Toilet dan Kamar Mandi
1) Rasio toilet dan kamar mandi telah memenuhi syarat karena rasio toilet/kamar
mandi dengan tempat tidur yang terdapat pada Rumah Sakit UNAIR Surabaya
adalah 1 : 10.
2) Pada setiap unit/ruangan khusus untuk unit rawat inap dan karyawan sudah
tersedia kamar mandi. Sehingga memudahkan pasien dan karyawan untuk
melakukan buang air kecil/besar sehingga sanitasi terjaga.
3) Letak toilet di Rumah Sakit UNAIR Surabaya sudah memenuhi syarat karena
letak toilet tidak berhubungan langsung dengan dapur, kamar operasi dan
ruangan khusus lainnya, sehingga dapat memperkecil kemungkinan untuk dapat
terjadi kontaminasi atau pencemaran pada ruangan yang lainnya.
4) Saluran pembuangan air limbah di kamar mandi atau toilet Rumah Sakit UNAIR
belum memenuhi persyaratan karena tidak dilengkapi dengan penahan bau
sehingga toilet di Rumah Sakit menimbulkan bau.
5) Toilet Rumah Sakit UNAIR memiliki lubang penghawaan yang berhubungan
langsung dengan udara luar sehingga bau yang ditimbulkan dari kamar mandi
tidak mencemari udara pada ruangan tersebut.
Variabel
No Bobot Komponen Yang Dinilai Nilai Skore
Upaya Kesling
45
III PENYEHATAN MAKANAN DAN MINUMAN
Prosentase 90%
Sumber : Berdasarkan Penilaian Penyehatan Makanan dan Minuman Tahun 2018
46
setiap hari datang pada pukul 11.00WIB-12.00WIB. Bahan makanan yang datang
langsung disortir dan ditimbang lalu disimpan didalam ruang penyimpanan.Untuk
makanan jadi yang sudah diolah dan yang didistribusikan langsung kepada pasien,
ada jeda waktu 1 jam antara makanan setelah dimasak sampai ke pasien, yaitu
waktu digunakan untuk menata makanan diwadah-wadah yang telah disediakan.
Makanan tidak terdapat tanda-tanda kerusakan makanan secara fisik. Kami tidak
melakukan pemeriksaan kondisi bahan makanan dan makanan jadi secara
bakteriologis dikarenakan keterbatasan waktu dan alat, namun berdasarkan observasi
secara obyektif sudah dalam keadaan baik.
2) Tempat penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi
Berikut penjelasan variabel tempat penyimpanan bahan makanan dan makanan
jadi di RS UNAIR Surabaya berdasarkan Permenkes No. 1204 Tahun 2004 :
a) Untuk makanan yang mudah membusuk disimpan pada suhu >56,5 oC atau <4 oC.
Tidak memenuhi persyaratan, karena bahan makanan yang mudah membusuk,
makanan tidak cepat membusuk dan makanan yang masa simpannya sedang
dijadikan satu pada penyimpanan chiller dengan suhu -2oC sampai dengan 5oC.
Pengecekan untuk suhu chiller di catat setiap jamnya. Tempat penyimpanan
dijadikan satu dikarenakan freezer yang ada tidak dapat digunakan karena rusak.
b) Makanan yang akan disajikan >6jam disimpan pada suhu – 5 oC sampai dengan -1
o
C.Memenuhi persyaratan, makanan yang sudah diolah dan disajikan dengan suhu
– 5 oC sampai dengan -1 oC dan disajikan tidak lebih dari 4-5 jam harus sudah
dibuang/tidak boleh dikonsumsi, terkait dengan pertumbuhan bakteri.
c) Tempat penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi kurang memenuhi syarat
dikarenakan freezer yang digunakan untuk menyimpan bahan makanan seperti
ikan, daging, udang dll mengalami kerusakan sehingga tidak dipakai. Alternative
untuk menyimoan bahan makanan hewani disimpan di cheeler sehingga
penyimpanan jadi satu dengan bahan makanan nabati seperti sayuran, buah, tahu,
tempe dll. Meskipun dibedakan bagian untuk menyimpan bahan makanan nabati
dan hewani tetapi tidak memungkinkan terjadi kontaminasi. Untuk bahan
makanan yang kering disimpan diruangan tersendiri dengan menyimpan bahan
makanan diatas ra- rak yang dengan ketinggian rak terbawah 15cm-25cm, dengan
penataan rapi, tidak padat sehingga sirkulasi udara berjalan dengan baik. Rak
penempatan bahan makanan tidak menempel di dinding, suhu diruang
penyimpanan tidak dilakukan pengukuran karena keterbatasan waktu. Untuk
penyimpanan bahan makanan menggunakan prinsip FIFO (First In First Out) dan
FEFO (First Expired First Out).
d) Terlindung dari debu.
Memenuhi syarat karena dapur sering dibersihkan dari sisa makanan maupun
debu.
e) Bebas dari serangga dan tikus
Tidak memenuhi syarat, karena ditemukannya semut pada gula karena gula
disimpan pada karng dan tidak tertutup. Hal tersebut memudahkan serangga untuk
masuk dan mengkontaminasi bahan makanan. Selain semut tidak ditemukan
47
serangga lainnya. Karena pintu keluar dari dapur dilengkapi Air Curtain yang
berfungsi untuk mengalau masuknya serangga.
f) Bahan makanan dan makanan jadi terpisah
Memenuhi syarat, karena bahan makanan disimpan diruang penyimpanan
tersendiri dan makanan jadi yang sudah diolah disimpan dan diletakkan ditempat
tersendiri atau jauh dari penyimpanan bahan makanan. Tetapi makanan yang
sudah diolah diletakkan di wadah yang terbuka didekat jendela dengan keadaan
jendel yang terbuka juga. Ini tidak disarankan karena dapat memungkinkan
makanan tersebut terkontaminasi dari debu.
3) Penyajian Makanan
Berikut hasil observasi kami mengenai penyajian makanan di RS UNAIR
Surabaya :
a) Menggunakan kereta dorong tertutup
Memenuhi persyaratan, karena dalam proses pendistribusian makanan ke
pasien petugas menggunakan kereta dorong yang tertutup dan bersih, hal tersebut
menghindari adanya kontaminasi makanan selama proses pendistribuasian dari
lingkungan sekitarnya. Makanan dimasukkan kedalam kereta dorong tidak sampai
penuh, agar masih tersedia udara untuk ruang dorong.
b) Tidak menyajikan makanan jadi yang sudah menginap
Memenuhi persyaratan, makanan jadi yang disajikan yaitu makanan yang baru
diolah dan selang 1 jam didistribusikan ke pasien, makanan jadi 4-5 jam berada di
ruangan harus dibuang karena berkaitan dengan perumbuhan bakteri, jadi
makanan yang diolah pada hari itu harus habis hari itu juga. Karena jumlah pasien
tidak tentu dalam sehari maka untuk mengantisipasi adanya kekurangan makanan,
pihak departemen gizi RS UNAIR Surabaya mengolah makanan melebihi jumlah
pasien, untuk makanan yang sisa dimakan karyawan atau dibuang.
c) Lalu lintas makanan jadi tidk menggunakan jalur khusus.
RS UNAIR Surabaya belum memiliki jalur khusus untuk pendistribusian
makanan, sehingga pendistribusian makanan menggunakan jalur umum yaitu
menggunakan lift karena belum tersedianya fasilitas jalur khusus untuk
pendistribusian makanan dari dapur ke ruang perawatan. Untuk jam
pendistribusian makanan dibedakan antara pendistribusian makanan,
pengangkutan sampah dan pengangkutan linen. Untuk penditribusian makanan
dilakukan pada pukul 07.00 WIB, 11.00 WIB dan 15.30 WIB. Untuk
pengangkutan sampah jam 08.00 WIB-09.00 WIB dan 16.00WIB. Sedangkan
untuk pengangkutan linen mengunakan lift khusus barang.
4) Tempat Pengolahan Makanan
Berdasarkan observasi kami mengenai penyajian makanan di RS UNAIR
Surabaya :
a) Lantai dan dapur sebelum dan sesudah kegiatan dibersihkan dengan antiseptic.
Memenuhi syarat, karena setiap sebelum dan sesudah kegiatan dilakukan
pembersihan. Untuk proses desinfeksi secara serentak dilakukan setiap 1 tahun
sekali dengan mengeluarkan semua barang sepertinya rak, oven, kulkas,
pengembang roti dll.
b) Dilengkapi dengan sungkup dan cerobong asap.
48
Memenuhi persyaratan, pada tiap-tipa meja pengolah makanan atau kompor
sudah dilengkapi sungkup atau cerobong asap.
c) Pencahayaan >200 Lux.
Pencahayaan di dapur RS UNAIR memenuhi persyaratan, yaitu berdasarkan
pengukuran di empat titik dan dirata-rata memperoleh hasil sebesar 213.75 Lux.
Sehingga dengan tingkat pencahayaan yang mencukupi mengurangi adanya
kecelakaan kerja.
5) Penjamah makanan
Berdasarkan observasi kami mengenai penyajian makanan di RS UNAIR
Surabaya :
a) Memiliki surat keterangan sehat yang berlaku
Tidak memenuhi persyaratan, karena penjamah makanan tidak mempunyai surat
keterangan sehat, sehingga kemungkinan penjamah makanan belum tentu
memeriksakan kesehatan ke dokter yang berwenang secara rutin 2 kali dalam
setahun. Tetapi sudah dilakukan rectal swab pada penjamah makanan setiao 2 kali
setahun. Penjamah makanan selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah
mengolah makanan dengan sabun, selalu mencuci tangan setelah keluar dari
kamar kecil.
b) Tidak berkuku panjang, koreng, dan sejenisnya.
Telah memenuhi persyaratan, karena pengamatan yang dilakukan pada penjamah
makanan, kuku terlihat bersih dan tidak panjang. Sedangkan pada kulitnya tidak
terdapat penyakit kulit dan sejenisnya. Sehingga meningkatkan hygiene dan
sanitasi perseorangan serta makanan yang diolah terjaga kualitasnya.
c) Menggunakan pakaian pelindung pengolahan makanan.
Tidak memenuhi persyaratan, karena penjamah makanan sebagian sudah
menggunakan APD lengkap tetapi masih banyak yang tidak menggunakan APD
seperti masker dan sarung tangan, celemek.
d) Selalu menggunakan peralatan dalam menjamah makanan jadi.
Memenuhi persyaratan, penjamah makanan selalu menggunaan peralatan dalam
menjamah makanan jadi sehingga hygiene makanan terjaga.
e) Berperilaku sehat selama bekerja
Memenuhi persyaratan, karena kegiatan pengelolaan makanan dilakukan
diruangan instalasi gizi, hasil pengamatan perilaku sehat penjamah makanan
terlihat dengan tidak banyak bicara saat kontak langsung dengan makanan dan
kebiasaan mencuci tangan dari penjamah makanan. Sehingga dengan perilaku
sehat tersebut bisa mencegah kontaminasi. Selain itu juga, penjamah yang sakit
diberikan izin untuk istirahat sementara dan apabila penjamah makanan sakit
batuk / flu harus memakai masker.
6) Peralatan
Berikut hasil observasi kami mengenai peralatan yang digunakan untuk mengolah
makanan di RS UNAIR Surabaya:
a) Sebelum digunakan dalam kondisi bersih.
Memenuhi persyaratan, karena secara keseluruhan peralatan yang akan digunakan
selalu dalam keadaan bersih, hal ini dikarena setelah pemakaian dilakukan
49
pencucian peralatan menggunakan sabun cuci piring dan air hangat, air mengalir
serta ditiriskan dan disimpan pada rak penyimpanan peralatan yang tertutup.
d. Penyehatan Air
Tabel. 3.6
Hasil Penilaian Pemeriksaan Penyehatan Air RS UNAIR Surabaya
50
2. Kualitas 5 a. Bakteriologis 80 400
b. Kimia 15 75
c. Fisika 5 25
1) Air bersih
Penyehatan air pada RS UNAIR Surabaya memenuhi persyaratan dengan
mendapatkan nilai prosentase sebesar 100%, adapun rincian penjelasan sebagai
berikut :
a) Kuantitas
Kebutuhan air bersih di RS UNAIR Surabaya memenuhi persyaratan yang
di tentukan, karena setiap ruangan tersedia air bersih >500 lt/hari. Dari segi
kontinuitas, air bersih memenuhi kebutuhan, hal ini dilihat dari segi ketika
membuka kran air pada tiap-tiap toilet air mengalir dengan lancar.
b) Kualitas
RS UNAIR Surabaya melakukan pemeriksaan sampling secara
bakteriologis dan secara kimia setiap 2 kali dalam satu tahun. Setelah
pengambilan sampel, kemudian dikirim ke BBTKLPP untuk di periksa. Air
bersih di RS UNAIR Surabaya pada segi kualitas air secara fisik memenuhi
persyaratan. Air bersih tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak berasa. Pada
parameter fisik suhu air bersih memenuhi persyaratan, karena suhu air bersih
24oC.sesuai dengan persyaratan ± 3oC dari suhu ruang.
c) Sarana
Sumber air bersih yang di gunakan RS UNAIR Surabaya memenuhi
persyaratan karena sumbernya berasal dari air PDAM yang di olah dengan
pengolahan RO (Reverse Osmosis) sehingga kualitas menjadi baik. Air dari
PDAM ditampung dalam bak penampung dan dilakukan pengolahan RO.Pada
distribusi air bersih memenuhi persyaratan karena melalui sistem perpipaan
yang kuat,tidak bocor. Pada penampungan air bersih memenuhi persyaratan
karena penampungan air tertutup, dan hal ini dapat mencegah pencemaran air.
2) Air minum
terdapat di setiap ruang khusus untuk beristirahat.Untuk persediaan air masak, tidak
menggunakan air galon melainkan air PDAM yang langsung di masak
3) Hemodialisa
Pada ruang Hemodialisa belum tersedia sarana air bersih karena pada ruag
hemodealisa belum dioperasikan sampai sekarang.
e. Pengelolaan Limbah
51
Tabel 3.7
Hasil penilaian pemeriksaan Pengelolaan Limbah
RS UNAIR Surabaya
Variabel Upaya
No. Bobot Komponen Yang Dinilai Nilai Skore
Kesling
V PENGELOLAAN LIMBAH PADAT
f. Limbah domestik 5 50
dibuang ke TPA yang
ditetapkan PEMDA
2. Pengelolaan 4 a. Dilakukan pengolahan 80 320
limbah cair melalui instalasi
pengolahan limbah
b. Disalurkan melalui 20 80
saluran tertutup,kedap
air dan lancar
Total 14 1300 1300
Prosentase 100%
Sumber : Berdasarkan Pemeriksaan Pengolahan Limbah Cair RS UNAIRTahun 2018
.
1) Limbah padat medis dan B3
52
Pengelolaan limbah padat medis dan B3 di RS UNAIR Surabaya memnuhi
persyaratan dengan mendapatkan prosentase 100%. Pengelolaan limbah padat dan B3
dilakukan oleh pihak ketiga yaitu PT.ARAH. sebelumnya pernah dilakukan limbah
padat menggunakan insenerator dengan suhu 1200oC. Namun sejak tahun 2014
insenerator tidak dioperasikan, meskipun tidak dioperasikan tetapi tetap dilakukan
pengecekan secara rutinuntuk memastikan insenerator masih berfungsi dengan baik.
Gambar 3.3 Skema Alur Penanganan Limbah Padat Domestik Di Rumah Sakit
Universitas Airlangga Surabaya
Limbah domestik di RS UNAIR Surabaya dilakukan pengumpulan dua kali dalam
sehari oleh petugas pada tiap-tiap unit ruangan yang menghasilkan limbah domestik.
Tempat sampah limbah domestik berwarna hijau dengan kantong plastik berwarna
hitam, setelah itu limbah domestik dikumpulkan di TPS menggunakan trolly berwarna
hijau melalui jalur ramp. Pengangkutan limbah dari TPS ke TPA dilakukan dua kali
sehari yaitu pada pukul : 08.00-09.00 WIB dan 14.00 – 15.00 WIB oleh petugas dan
dibuang ke TPA kota Surabaya. Pada ruang tunggu maupun ruang pendaftaran poli
terdapat tempat sampah Namun pada halaman luar rumah sakit masih sulit ditemukan
tempat sampah.
3) Limbah cair
RS UNAIR Surabaya mempunyai 2 buah IPAL yang berada disisi Barat dan
Timur. IPAL sisi Barat hanya melakukan pengolahan primer meliputi : pengolahan
53
Anaerob dan Aerob. Setelah itu dilakukan ekualisasi pada IPAL Timur. Pada IPAL
Timur terjadi tahapan primer : Anaerob dan Aerob. Kemudian terjadi ekualisasi dari
limbah IPAL Timur dan Barat.
Pengolahan sekunder meliputi Sinar UV dan Biofilter (Reactor tank). Kemudian
pada pengolahan Tersier terjadi tahapan desinfeksi sinar uv, clarifier tank dan karbon
aktif untuk menghilangkan bau dan warna. Setelah itu air hasil pengolahan akan
dialirkan ke sistem buangan kota Surabaya.
Saluran air limbah RS UNAIR Surabaya tertutup, kedap air sehingga tidak
menimbulkan bau dan menjadi tempat perindukan vektor maupun binatang
pengganggu. Saluran air limbah berbeda jalur dari saluran air bersih sehingga tidak
terjadi cross contamination.
Variabel
No. Upaya Bobot Komponen Yang Dinilai Nilai Skor
Kesling
V TEMPAT PENCUCIAN LINEN
a. Terdapat keran air
bersih dengan kapasitas,
kualitas, kuantitas, dan
tekanan yang memadai 30 150
serta disediakan keran
air panas untuk
desinfeksi awal
b. Dilakukan pemilahan
antara linen infeksius 15 75
dan non infeksius
c. Tersedia ruang pemisah
antara barang bersih 15 75
dan kotor
5
d. Lokasi mudah
dijangkau oleh kegiatan
yang memerlukan dan 10 50
jauh dari pasien serta
tidak berada di jalan
e. Lantai terbuat dari
beton/plester yang kuat,
10 50
rata, tidak licin, dengan
kemiringan >2-3%
f. Pencahayaan >200 lux 10 50
g. Terdapat sarana
pengering untuk alat- 5 25
alat sehabis dicuci
Total 5 475 475
Prosentase 100%
Sumber : Berdasarkan Pemeriksaan Pengelolaan Linen RS UNAIR Tahun 2018.
54
Pada komponen tempat pencucian linen RS UNAIR Surabaya mendapatkan
prosentase 100%. Berikut alur penanganan linen :
Gambar 3.4 Skema Alur Penanganan Linen Di Rumah Sakit Airlangga Surabaya
1) Terdapat kran air bersih dengan kapasitas, kualitas, kuantitas, dan tekanan yang
memadai serta disediakan keran air panas untuk desinfeksi awal. Linen dibagi menjadi
dua kategori, linen infeksius dan linen non infeksius. Pada kedua kategori ini
dilakukan perbedaan perlakuan mulai dari proses pemilahan, pengangkutan dari
sumbernya maupun pada saat pencucian linen. Pembedaan ditunjukan dengan
membedakan warna plastikpembungkus linen. Pembungkus linen infeksius plastik
berwarna kuning sedangkan pembungkus linen non infeksius plastik berwarna putih.
Pada saat pencucian linen. Kategori infeksius dan noninfeksius dibedakan lagi menjadi
empat kategori: linen infeksius berwarna, linen infeksius berwarna putih, linen non
infeksius berwarna dan linen non infeksius berwarna putih. Hal ini dilakukan karena
terdapat perbedaan perlakuan saat mencuci dan perbedaan disinfeksi yang diberikan
saat pencucian linen. Adapun perbedaan disinfektan pada jenis warna linen yaitu linen
yang berwarna putih diberi disinfeksi oxclor sedangkan linen yang berwarna diberi
disinfeksi oxferox. Hal ini dilakukan supaya tidak merusak pada jenis warna pada
linen. Pada linen non infeksius dilakukan pencucian terlebih dahulu kemudian
dilanjutkan dengan linen infeksius. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi kontaminasi.
2) Pada ruang pencucian linen terdapat ruang pemisah antara pintu masuk dan pintu
keluarnya linen. Lokasi tempat pencucian linen pada RS UNAIR Surabaya terdapat di
lantai 3 bagian paling ujung sebelah barat yang dekat dengan rawat inap. Kegiatan
pengambilan dan pengiriman linen, menggunakan troli dorong dan memakai lift
khusus yang berbeda sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya kontaminasi.
3) Ruang pencucian linen memiliki kontruksi lantai yang terbuat dari beton/plester yang
kuat, rata, tidak licin, dengan kemiringan >2-3%, Pencahayaan pada ruangan 260 lux.
Pada ruangan ini terdapat mesin untuk mengeringkan linen yang memiliki kapasitas
60 kg, berat ini sama dengan mesin pencuci yang memiliki kapasitas sebesar 60 kg.
55
g. Pengendalian Serangga dan Tikus
Tabel 3.9
Hasil Pemeriksaan Pengendalian Serangga dan Tikus di
RS UNAIR Surabaya
Variabel
No Bobot Komponen Yang Dinilai Nilai Skore
Upaya Kesling
VII PENGENDALIAN SERANGGA DAN TIKUS
a. Fisik :
Kontruksi bangunan, tempat
penampungan air, tempat
penampungan sampah tidak 80 50
memungkinkan sebagai tempat
berkembang-biaknya serangga
4
dan tikus
b. Kimia :
Insektisida yang dipakai
memiliki toksisitas rendah 20 80
terhadap manusia dan tidak
bersifat persisten
Total 4 400 280
Prosentase 70 %
Sumber : Berdasarkan Obesrvasi Pengendalian Serangga dan Tikus Tahun 2018.
Berikut pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu di Rumah Sakit
UNAIR Surabaya :
1) Di sekitar Rumah Sakit UNAIR Surabaya tidak ditemukan kucing yang berkeliaran.
2) Pengendalian kecoa di Rumah Sakit UNAIR menggunakan insektisida dengan
pengasapan, bubuk, semprotan, dan umpan.
3) Tempat penampungan sampah masih terdapat lalat. Lalat merupakan sebagai
pembawa dan penyebar penyakit, sehingga diperlukan pengendalian lalat yang baik.
4) Pengendalian lalat di instalasi gizi dengan memasang elektrik fly killer dan air
curtain.
5) Pada dinding dalam PIT ( bak pengumpul ) tidak ditemukan kecoa ataupun
serangga lainnya.
6) Pengendalian tikus di Rumah Sakit UNAIR Surabaya menggunakan perangkap,
sebagai alternatif terakhir dapat dilakukan secara kimia dengan menggunakan
umpan beracun. Khusus untuk di ruang dapur pengendalian tikus menggunakan lem
tikus dilakukan 1 – 2 kali setiap minggu.
7) Pengendalian nyamuk di Rumah Sakit UNAIR yaitu dengan cara fogging setiap 1
kali dalam 2 minggu. Fogging dilakukan di lingkungan sekitar rumah sakit.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1204 Tahun 2004 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit pada variabel pengendalian serangga
dan tikus di Rumah Sakit UNAIR Surabaya belum memenuhi syarat karena tempat
penampungan sampah sementara di Rumah Sakit UNAIR Surabaya masih
memungkinkan sebagai tempat berkembang biaknya serangga dan tikus. Namun untuk
pengendalian serangga dan tikus secara kimia memenuhi persyaratan karena insektisida
56
yang dipakai memiliki toksisitas rendah terhadap manusia dan bahan yang digunakan
tidak bersifat persisten.
57
Gambar 4.7 Skema Alur Dekontaminasi Melalui Desinfeksi dan
1) Proses penerimaan
Instrument dan kain diterima oleh pihak CSSD dari ruang Operasi yang berada di
lantai 7. Instrument dan kain yang kotor masuk di ruang kotor melalui lift barang.
Waktu pengambilan kain dan instrument kotor yaitu tidak ditentukan waktunya
(fleksibel), tergantung ruangan yang menghasilkan linen dan instrumen kotor
langsung dikirim ke ruang CSSD.
2) Proses pemilahan
Instrument dan kain yang terdapat bercak darah dipisahkan dengan instrument dan
kain yang tanpa bercak darah
3) Proses pencucian
Proses pencucian dengan melalui 2 cara yaitu cara manual dan cara mesin cuci
(washer).
a) Cara Manual yaitu prinsip kerjanya menggunakan enzim. Cara pengoperasiannya
yaitu merendam instrument dan kain yang terdapat bercak-bercak darah selama
15 menit setelah itu dicuci, disikat sampai bersih.
b) Cara mesin cuci (washer) yaitu mesin yang digunakan untuk mencuci instrument
dan kain yang tidak mengandung bercak-bercak darah. Alat ini menggunakan air
PDAM untuk proses pencucian, tetapi tidak diketahui jumlah air yang
dibutuhkan untuk setiap kali pencucian karena sudah disetting pada mesinnya.
Pengoperasian mesin 3-4 kali dalam sehari dan dilengkapi 2 pintu yang bertujuan
agar tidak terjadi kontak instrument dan kain yang kotor dengan yang bersih.
Mesin cuci berjumlah 1 buah dengan kapasitas 12 Kg, dan mesin pengering
jumlahnya 1 buah dengan kapasitas 20 Kg.
Petunjuk penggunaan washer sebelum pegoperasian harus memilih program
yang akan digunakan yaitu :
Tabel 3.11
Kode Pengoperasian Washer Ruang Linen
RS UNAIR Surabaya
Kode Keterangan
P1 program untuk Very dirty instrument selama 105 menit
4) Proses pengepakan
Pada proses pengepakan, sebelumnya untuk kain disetrika terlebih dahulu dengan
setrika roll. Pengepakan kain dilakukan 1 set yang terdiri dari baju operasi 4 buah,
hand towel 4 buah, linen besar 3 buah, sarung meja payung 1 buah. Pengepakan
untuk instrument menggunakan mesin shiller yaitu mesin untuk pengepresan. Untuk
pelabelan terdiri dari tanggal dan nama pekerja. Indicator steril ditempelkan pada
instrument dan kain yang sudah dilakukan pengepakan yang dibedakan antara
indicator biologi, kimia, fisika.
5) Proses sterilisasi
Proses sterilisasi pada kain dan instrumen dimasukkan kedalam mesin steril yang
berbeda, tetapi sebelumnya mesin di tes distribusi uapnya sudah merata keseluruh
ruang mesin dengan menggunakan BDS Test selama 30 menit. Mesin sterilisasi
terdiri dari 2 mesin dengan kapasitas masing-masing 200Kg, dibedakan antara mesin
yang digunakan untuk sterilisasi instrument dan mesin untuk sterilsasi kain. Proses
sterilisasi menggunakan air PDAM yang sudah diolah dengan RO (Reserve
Osmosis) yang bertujuan untuk mendapatkan kualitas air yang bagus. Proses
sterilisasi dibedakan tergantung pada kain dan instrument yang akan di sterilkan
yaitu:
Tabel 3.12
Kode Pengoperasian Mesin Sterilisasi Ruang CSSD
RS UNAIR Surabaya
Kode Keterangan
P1 Disterilkan selama 1 jam, untuk instrument dan kain, suhu
134OC selama 4 menit
P2 Disterilkan selama 75 menit, untuk instrument dan kain, suhu
121OC selama 16 menit
P3 Rapid program, untuk alat butuh cepat, suhu 134OC selama 4
menit
59
dengan cara lain yang memenuhi syarat. Memenuhi persyaratan karena pada
dekontaminasi melalui desinfeksi dan sterilisasi di RS UNAIR Surabaya
menggunakan sterilisasi uap dengan jumlah mesin sterilisasi 2 buah.
b) Terdapat tempat khusus memenuhi syarat, karena alat dan peralatan medis yang
sudah steril di letakkan pada tempat khusus. Ruang CSSD di RS UNAIR
Surabaya terdiri dari ruang kotor dan ruang bersih. Ruang kotor berfungsi untuk
menerima bahan yang kotor. Ruang kotor disterilkan dengan sinar UV seminggu
1 kali. Sedangkan untuk ruang bersih berfungsi untuk proses pengepakan, proses
sterilisasi dan proses menyimpanan barang yang sudah disterilkan. Rung bersih
dibersihkan menggunakan blower yang menghisap udara dalam ruang di buang
keluar bangunan.
c) Pembersihan alat sebelum sterilisasi memenuhi syarat, karena sebelum di
sterilkan di lakukan perendaman dengan menggunakan enzim direndam selama
15 menit kemudian di sterilkan.
d) Peralatan sterilisasi dikalibrasi minimal sekali/tahun
Memenuhi persyaratan, peralatan sterilisasi dikaibrasi sekali/tahun oleh BPFK
(Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan) Surabaya pada bulan November atau
Desember. Kalau ada kerusakan alat sterilisasi ditangani oleh pihak CSSD, kalau
tidak bisa menangani maka pihak IPM (Instalasi Pemeliharaan Medis) yang
menangani. Jika pihak IPM tidak bisa menangani maka ditangani oleh pihak
teknisi.
e) Ruang operasi sebelum digunakan kembali dilakukan desinfeksi memenuhi
syarat, terbukti bahwa ruang operasi di desinfeksi dilakukan setiap hari, setiap
minggu dan setiap bulan. Untuk proses desinfeksi harian dilakukan setelah
operasi dilakukan oleh cleaning service. Untuk proses desinfeksi mingguan
i. Pengamanan Radiasi
Tabel 3.13
Hasil Penilaian Pengamanan Radiasi di RS UNAIR Surabaya
No Variabel Upaya Bobot Komponen Yang Dinilai Nilai Skore
Kesling
IX PENGAMANAN 2 a. Ada izin mengoperasikan
RADIASI peralatan yang 20 40
memancarkan radiasi
b. Dosis radiasi pengion 15 30
terhadap pekerja dan
masyarakat tidak boleh
melebihi NBD
60
c. Ada sistem manajemen
kesehatan dan
keselamatan kerja pada
pekerja dan masyarakat
terhadap radiasi 15 30
pengion, organisasi,
peralatan proteksi
radiasi, pemantauan,
dosis perorangan
d. Instalasi dan gudang
peralatan radiasi
ditempatkan pada lokasi
yang jauh dari tempat 10 20
yang rawan kebakaran,
tempat berkumpul orang
banyak.
e. Tebal bahan
perlindungan pada
masing-masing ruangan
berdasarkan jenis dan
energy radiasi, aktifitas 40 8
dan dimensi sumber
radiasi serta sifat bahan
pelindung sesuai
peraturan yang berlaku
Total 2 200 200
j. Prosentase 100%
Sumber : Berdasarkan Observasi di RS UNAIR Tahun 2018.
j. Sanitasi
Tabel 3.14
Hasil Penilaian Sanitasi di RS UNAIR Surabaya
No Variabel Upaya Bobot Komponen Yang Dinilai Nilai Skore
Kesling
X PENYULUHAN 6 Dilakukan penyuluhan
KESEHATAN kesehatan
LINGKUNGAN Secara langsung maupun
tidak
Langsung kepada :
61
c. Pedagang makanan 20 120
dalam lingkungan RS
d. Pengunjung 20 120
XI UNIT/INSTANSI 8 a. Dipimpin oleh tenaga 50
SANITASI RS ***) teknis yang sudah
mengikuti pelatihan
sanitasi RS
b. Dipimpin oleh tenaga 30 240
teknis yang belum
mengikuti pelatihan
sanitasi RS
c. Dipimpin oleh tenaga 20
non teknis yang sudah
mengikuti
pelatihansanitasi RS
Total 2 1040 840
Prosentase 80%
Sumber : Berdasarkan Observasi di RS UNAIR Tahun 2018.
62
X PENYULUHAN 6 Dilakukan penyuluhan kesehatan
b. pasien 20
lingkungan RS
d. Pengunjung 20
sanitasi RS
sanitasi RS
sanitasi RS
k.