Anda di halaman 1dari 21

1

A. Judul :
IMPLEMENTASI PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI
KESEHATAN NOMOR 7 TAHUN 2019 TENTANG KESEHATAN
LINGKUNGAN RUMAH SAKIT DI FASILITAS PELAYANAN
KESEHATAN RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO

B. Latar Belakang

Rumah sakit merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan secara


keseluruhan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan yang
bersifat promotif (pembinaan kesehatan), preventif (pencegahan penyakit),
kuratif (pengobatan penyakit), dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan) serta
dapat berfungsi sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan dan tempat untuk
penelitian. Dikarenakan kegiatan yang banyak tersebut, rumah sakit tergolong
salah satu sektor penghasil berbagai macam limbah. Jenis limbah yang
dihasilkan dari kegiatan tersebut antara lain limbah padat, cair, dan gas. Hal
ini mempunyai konsekuensi perlunya pengelolaan limbah rumah sakit sebagai
bagian dari kegiatan penyehatan lingkungan rumah sakit yang bertujuan untuk
melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber
dari limbah rumah sakit.1

Rumah sakit merupakan penghasil sampah yang cukup banyak setiap


harinya dan seringkali bersifat toksik, terutama sampah padat, baik itu sampah
medis maupun sampah non medis. Dalam profil kesehatan Indonesia,
Departemen Kesehatan 1997, diungkapkan seluruh rumah sakit di Indonesia
berjumlah 1090 dengan 121.996 tempat tidur. Hasil kajian terhadap 100
rumah sakit di Jawa dan Bali menunjukkan bahwa rata-rata produksi sampah
sebesar 3,2 kg/tempat tidur/hari. Analisis lebih jauh menunjukkan, produksi
sampah berupa sampah domestik sebesar 76,8 % dan berupa sampah infeksius
sebesar 23,2 %. Diperkirakan secara nasional produksi sampah rumah sakit
sebesar 376.089 ton/hari. Dari gambaran tersebut dapat dibayangkan betapa
1
Adisasmito, Wiku. 2014. Sistem Kesehatan edisi kedua. Bandung : PT. RajaGrafindo Perkasa.
2

besar potensi rumah sakit untuk mencemari lingkungan dan kemungkinannya


menimbulkan kecelakaan serta penularan penyakit. Karakteristik sampah
medis memiliki sifat infeksius atau toksik, jika tidak dikelola dengan tepat,
akan menyebabkan pencemaran. Sampah padat medis yaitu sampah yang
berasal dari pelayanan medis, perawatan gigi, laboratorium, farmasi atau yang
sejenis, penelitian, pengobatan, perawatan, pendidikan yang menggunakan
bahan beracun, infeksius, atau bahan berbahaya. Sedangkan sampah padat non
medis adalah sampah yang berasal dari dapur, kantor rumah sakit, halaman,
ruang-ruang perawatan, radiologi, atau hasil kegiatan lain yang tidak
berhubungan dengan medis atau yang tidak mengandung bahan infeksius,
beracun, atau bahan berbahaya. Salah satu kegiatan rumah sakit adalah
sanitasi rumah sakit dimana salah satu upaya yang dilakukan rumah sakit
dalam rangka pelayanan sanitasi rumah sakit adalah pengelolaan sampah.
Pengelolaan sampah merupakan salah satu aspek strategis dari rumah sakit,
karena dengan pengelolaan sampah yang baik akan menciptakan image yang
baik bagi rumah sakit.

Keberadaan rumah sakit di suatu daerah merupakan aspek yang sangat


penting. Hal ini terkait dengan fungsi rumah sakit sebagai sarana pelayanan
kesehatan yang sangat berpengaruh terhadap kualitas kesehatan masyarakat
serta berdampak pada mutu sumberdaya manusia. Kegiatan yang ada di rumah
sakit dapat memberikan dampak positif dan negatif. Dampak positif
diantaranya meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, sedangkan dampak
negatif yang mungkin timbul antara lain pencemaran limbah medis dan non
medis yang dapat membahayakan bagi kesehatan masyarakat. Limbah yang
dihasilkan dari berbagai kegiatan di rumah sakit dapat bersifat racun,
infeksius, radioaktif, dan pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan
tersebut dapat berupa pencemaran udara, pencemaran air, tanah, pencemaran
makanan dan minuman. Pencemaran lingkungan akibat limbah rumah sakit
dapat menimbulkan dampak besar terhadap manusia.
3

Perhatian yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia terlihat melalui


diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 Tahun 2019 tentang
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit di Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang
selanjutnya disebut Permenkes No. 7 Tahun 2019. Penerbitan Permenkes No.
7 Tahun 2019 guna mendukung pelaksanaan pelayanan kesehatan yang
bermutu dan profesional khususnya meningkatkan upaya kesehatan
lingkungan rumah sakit di fasilitas pelayanan kesehatan diperlukan
penanganan secara komprehensif melalui suatu pedoman.

Menurut Permenkes No. 7 tahun 2019 pada Bab 3 menjelaskan tentang


penyelenggaraan kesehatan lingkungan dimana yang harus ditaati yaitu
penyelenggaraan penyehatan air, penyelenggaraan penyehatan udara,
penyelenggaraan penyehatan tanah, penyelenggaraan penyehatan pangan siap
saji, penyelenggaraan penyehatan sarana dan bangunan, penyelenggaraan
pengamanan limbah dan radiasi, penyelenggaraan pengendalian vector dan
binatang pembawa penyakit, penyelenggaraan pengawasan linen (laundry),
penyelenggaraan pengawasan proses dekontaminasi melalui disinfeksi dan
sterilisasi, penyelenggaraan pengawasan kegiatan konstruksi/ renovasi
bangunan rumah sakit, penyelenggaraan pengawasan rumah sakit ramah
lingkungan.

Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Jenderal Soedirman yang


selanjutnya disebut RSGM Unsoed merupakan salah satu dari 4 Rumah Sakit
Gigi dan Mulut yang ada di Jawa Tengah. RSGM lain yang ada di Jawa
Tengah yaitu RSGM Soelastri Universitas Muhammadiyah Surakarta, RSGM
Islam Sultan Agung, RSGM Universitas Muhammadiyah Semarang. RSGM
Unsoed adalah RSGM pertama yang ada di Jawa Tengah dan mendapatkan
akreditasi paripurna untuk dari Komite Akreditasi Rumah Sakit versi KARS
2012 dengan indikator penilaian yaitu area manajemen, area klinis, dan
keselamatan pasien. RSGM Unsoed merupakan rumah sakit pendidikan yang
mempunyai fungsi sebagai tempat pendidikan, penelitian, dan pelayanan
kesehatan secara terpadu dalam bidang pendidikan kedokteran dan/atau
4

kedokteran gigi, pendidikan berkelanjutan, dan pendidikan kesehatan lainnya


secara multiprofesi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 93 Tahun 2015 Tentang Rumah Sakit Pendidikan, sehingga di rumah
sakit tersebut sangat banyak aktifitas yang berkaitan dengan rentannya
penyebaran infeksi terkait pelayanan kesehatan. Berdasarkan latar belakang
tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti Efektivitas Pelaksanaan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 Tahun 2019 Tentang Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan RSGM Unsoed
Purwokerto.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas,


maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah implementasi Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit


berdasarkan Permenkes No. 7 Tahun 2019 di RSGM Unsoed
Purwokerto?
2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit berdasarkan Permenkes No. 7 Tahun 2019 di
RSGM Unsoed Purwokerto?

3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji
mengenai:
1. Implementasi Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit berdasarkan
Permenkes No. 7 Tahun 2019 di RSGM Unsoed.
2. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit berdasarkan Permenkes No. 7 Tahun 2019 di RSGM
Unsoed.
5

4. Manfaat Penelitian

Suatu penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi


pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan di bidang hukum pidana
pada khususnya.

Manfaat dari peneilitan ini adalah:


1. Manfaat Teoritis
Manfaat penelitian ini diharapkan sebagai referensi pengembangan
ilmu Hukum dibidang Kesehatan berkaitan dengan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit serta sebagai bahan acuan bagi penelitian
dan informasi ilmiah di bidang Hukum Kesehatan.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan saran
bagi tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan yang bekerja di
RSGM Unsoed Purwokerto.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan
wawasan bagi masyarakat secara umum untuk memahami
pentingnya program pengendalian infeksi di rumah sakit.

5. Kerangka Teori

Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini meliputi teori


implementasi, teori sistem hukum berkaitan dengan efektivititas hukum,
kesehatan lingkungan rumah sakit.

1. Teori Implementasi dalam Pelaksanaan Kesehatan Lingkungan


Rumah Sakit

Implementasi menurut Purwanto dan Sulistyastuti merupakan kegiatan


untuk mendistribusikan keluaran kebijakan (to deliver policy output) yang
dilakukan oleh para implementor kepada kelompok sasaran (target group)
6

sebagai upaya untuk mewujudkan kebijakan.2 Menurut Guntur Setiawan


dalam bukunya yang berjudul Implementasi dalam Birokrasi
Pembangunan menjelaskan tentang implementasi yang berarti perluasan
aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan
tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana,
birokrasi yang efektif.3

Mazmanian dan Sabatier dalam Leo Agustino mendefinisikan


implementasi kebijakan sebagai pelaksanaan keputusan kebijaksanaan
dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula
berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang
penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut
mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas
tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk
menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya.4

Pelaksanaan kebijakan merupakan kegiatan lanjutan dari proses


perumusan dan penetapan kebijakan, sehingga dimaknai sebagai tindakan-
tindakan yang dilakukan, baik oleh individu maupun kelompok
pemerintah, yang diorientasikan pada pencapaian tujuan-tujuan yang telah
digariskan dalam keputusan kebijakan. Implikasi dari pelaksanaan
kebijakan merupakan konsekuensi yang muncul sebagai akibat dari
dilaksanakannya kebijakan-kebijakan tersebut. Hasil evaluasi pada
pelaksanaan kebijakan dapat menghasilkan dampak yang diharapkan
(intended) atau dampak yang tidak diharapkan (spillover negative effect).5

Menurut Merilee S. Grindle dalam Haedar Akib menjelaskan bahwa


proses implementasi baru akan dimulai setelah ditetapkan tujuan dan
2
Erwan Purwanto Agus dan Dyah Ratih Sulistyastuti, 2012, Implementasi Kebijakan Publik,
Konsep dan Aplikasinya di Indonesia, Gava Media, Yogyakarta, Hlm. 21.
3
Guntur Setiawan, 2004, Implementasi Dalam Birokrasi Pembangunan, Balai Pustaka, Jakarta,
Hlm. 39
4
Leo Agustino, 2008, Dasar-Dasar Kebijakan Publik, Alfabeta, Bandung, Hlm. 139.
5
Abdullah Ramdhani dan Muhammad Ali Ramdhani, 2017, Konsep Umum Pelaksanaan
Kebijakan Publik, Jurnal Publik, Vol. 11; No. 01; 2017; 1-12
7

sasaran, program kegiatan telah tersusun dan dana telah siap disalurkan
untuk mencapai sasaran. Keberhasilan implementasi suatu kebijakan dapat
diukur dari proses pencapaian hasil akhirnya yaitu tercapai atau tidaknya
tujuan yang sudah ditetapkan untuk diraih. T. B. Smith dalam Haedar Akib
juga menjelaskan bahwa ketika kebijakan telah dibuat, kebijakan tersebut
harus diimplementasikan dan hasilnya sedapat mungkin sesuai dengan apa
yang diharapkan oleh pembuat kebijakan. 6

Menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul Sabatier dalam Solihin Abdul


Wahab menjelaskan tentang implementasi yang mempunyai arti
pemahaman terhadap hal-hal yang akan terjadi setelah suatu program
dirumuskan dan berlaku serta kegiatan yang berlangsung setelah
disahkannya pedoman-pedoman tersebut yang mencakup usaha-usaha
untuk mengadministrasikan maupun untuk menimbulkan dampak nyata
pada masyarakat. Menurut Mazmanian dan Sabatier ada tiga kelompok
variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yakni
karakteristik dari masalah (tractability of the problems), karakteristik
kebijakan/undang-undang (ability of statute to structure implementation)
dan variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting
implementation).7

2. Teori Sistem Hukum Berkaitan dengan Efektivititas Hukum


dalam Pelaksanaan Permenkes No. 7 Tahun 2019

Hukum menurut Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka dalam


Muhammad Sadi Is, menjelaskan bahwa hukum sebagai ilmu
pengetahuan, suatu disiplin, kaidah, tata hukum, petugas (law enforcement
officer), keputusan penguasa, proses pemerintahan, sikap tindak ajek atau
peri kelakuan yang teratur dan sebagai nilai-nilai. Menurut Mochtar
Kusumaatmadja, menyatakan bahwa pengertian hukum yang memadai

6
Haedar Akib, 2010, Implementasi Kebijakan: Apa, Mengapa, dan Bagaimana, Jurnal
Administrasi Publik, Volume 1 No. 1 Thn. 2010
7
Solichin Abdul Wahab, 2008, Analisis Kebijaksanaan, Dari Formulasi Ke Implementasi
Kebijakan Negara, Jakarta, Bumi Aksara
8

harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai perangkat kaidah dan
asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tetapi
harus pula mencakup lembaga dan proses yang diperlukan untuk
mewujudkan hukum itu dalam kenyataan.8

Donald Black dalam Sunarmi menjelaskan bahwa hukum adalah


kontrol sosial dari pemerintah (law is governmental social control)
sehingga sistem hukum adalah sistem kontrol sosial yang di dalamnya
diatur tentang struktur, lembaga, dan proses kontrol sosial tersebut.
Friedman juga menyebutkan bahwa yang terpenting adalah fungsi dari
hukum itu sendiri yaitu sebagai kontrol sosial, penyelesaian sengketa
(dispute settlement), skema distribusi barang dan jasa (good distributing
scheme), dan pemeliharaan sosial (social maintenance).9

Implementasi hukum berkaitan erat dengan efektivitas hukum. Kata


efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau
sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah populer
mendefinisikan efetivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau
menunjang tujuan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, efektif adalah
sesuatu yang ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya) sejak
dimulai berlakunya suatu Undang-Undang atau peraturan. Pada dasarnya
efektivitas merupakan tingkat keberhasilan dalam pencapaian tujuan.
Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan
yang telah ditentukan sebelumnya.10 Steers M., Richard mengemukakan
bahwa efektivitas adalah jangkauan usaha suatu program sebagai suatu
sistem dengan sumber daya dan sarana tertentu untuk memenuhi tujuan

8
Muhamad Sadi Is, 2015, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, hal. 49
9
Sunarmi, 2010, Membangun Sistem Peradilan Di Indonesia, e-USU Repository, Universitas
Sumatera Utara diakses melalui library.usu.ac.id/download/fh/perdata-sunarmi3.pdf pada
tanggal 6 Januari 2018
10
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2016, KBBI Daring, diakses melalui
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/efektif pada 9 Januari 2019.
9

dan sasarannya tanpa melumpuhkan cara dan sumber daya itu serta tanpa
memberi tekanan yang tidak wajar terhadap pelaksanaannya.11

Efektivitas hukum didasarkan pada sistem hukum, sehingga efektivitas


hukum dapat dilihat melalui sistem hukum yang dijalankan. Sistem berasal
dari bahasa Yunani systema yang dapat diartikan sebagai keseluruhan
yang terdiri dari macam-macam bagian. Subekti menjelaskan bahwa
sistem merupakan suatu susunan atau tatanan teratur terdiri dari bagian-
bagian yang berkaitan satu sama lain, tersusun menurut suatu rencana atau
pola, hasil dari suatu penulisan untuk mencapai suatu tujuan.12

Istilah sistem paling sering digunakan untuk menunjukkan pengertian


metode atau cara dan sesuatu himpunan unsur atau komponen yang saling
berhubungan satu sama lain menjadi satu kesatuan yang utuh. 13 Sistem
dipandang sebagai suatu konsepsi tentang keseluruhan aspek dan elemen
yang tersusun sebagai satu kesatuan terpadu baik dalam garis vertikal,
horizontal, ataupun diagonal. Sistem hukum adalah suatu atau tatanan
yang teratur dari berbagai unsur menjadi suatu keharusan yang saling
menguatkan untuk mencapai tujuan. Sistem hukum diciptakan agar tidak
terjadi tumpang tindih antar sistem itu sendiri, sistem hukum ini berlaku
dengan baik apabila didukung dengan asas hukum yang baik pula. Sistem
hukum mengatur segala aktivitas kehidupan manusia sejak lahir sampai
meninggal dunia bahkan mengatur orang yang masih di dalam kandungan
dengan syarat lahir hidup.14

Sarjana hukum di Indonesia sangat dipengaruhi oleh pandangan


Lawrence M. Friedmann tentang sistem hukum (legal system) yang
mencakup tiga komponen, yaitu komponen struktur hukum, substansi

11
Steers, M Richard. 1985. Efektivitas Organisasi. Jakarta: Erlangga, hlm. 87
12
Inu Kencana Syafiie, 2003, Sistem Adminitrasi Negara Republik Indonesia (SANRI), Jakarta,
Bumi Aksara, hlm. 2
13
Tatang. M. Amirin, 2003, Pokok-Pokok Teori Sistem, Rajawali Press, Jakarta, hlm.1.
14
Mudakir Iskandarsyah, 2008, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Sagung
Seto, Jakarta, hlm. 24.
10

hukum, dan budaya hukum.15 Menurut Friedmann, suatu sistem hukum


merupakan sebuah organisme kompleks dimana struktur (structure),
substansi (substance), dan kultur (culture) berinteraksi untuk menjelaskan
latar belakang dan efek dari setiap bagiannya diperlukan peranan dari
banyak elemen sistem tersebut. Hal tersebut berarit suatu sistem hukum
diandaikan untuk menjamin distribusi tujuan dari hukum secara benar dan
tepat di antara orang-orang dan kelompok. Menurut Sudikno
Mertokusumo dalam Rocky Marbun menjelaskan bahwa hukum
merupakan sistem yang berar bahwa hukum merupakan tatanan dan suatu
kesatuan yang utuh yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang
saling terkait erat satu sama lain. Sistem hukum adalah suatu kesatuan
yang terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai interaksi satu sama lain dan
bekerja sama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut. 16

Sistem hukum yang mendasari efektivitas hukum di masyarakat


dijelaskan oleh Donald Black dalam Noor Muhammad Azis yang
menyatakan bahwa efektivitas hukum adalah masalah pokok dalam
sosiologi hukum yang diperoleh dengan cara memperbandingkan antara
realitas hukum dalam teori, dengan realitas hukum dalam praktek sehingga
nampak adanya kesenjangan antara keduanya. Hukum memiliki fungsi
sebagai a tool of social control yaitu upaya untuk mewujudkan kondisi
seimbang di dalam masyarakat, yang bertujuan terciptanya suatu keadaan
yang serasi antara stabilitas dan perubahan di dalam masyarakat. Hukum
juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai a tool of social engineering
sebagai sarana pembaharuan dalam masyarakat. Hukum dapat berperan
dalam mengubah pola pemikiran masyarakat dari pola pemikiran yang
tradisional ke dalam pola pemikiran yang rasional atau modern. Hukum
dianggap tidak efektif jika terdapat perbedaan antara keduanya, sehingga

15
Komisi Yudisial RI, 2012, Dialektika Pembaruan Sistem Hukum Indonesia, Sekretariat
Jenderal Komisi Yudisial Republik Indonesia, Jakarta, Hal. 22
16
Rocky Marbun, 2014, Grand Design Politik Hukum Pidana dan Sistem Hukum Pidana
Indonesia Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945,
Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum, Volume 1 - No 3 - Tahun 2014.
11

jika efektivitas hukum tersebut diteliti maka dapat digunakan untuk


mencari solusinya, langkah solusinya, langkah apa yang harus dilakukan
untuk mendekatkan kenyataan hukum (das sein) dengan ideal hukum (das
sollen). 17

Menurut Lawrence M. Friedman efektivitas hukum dapat dilihat dari 3


komponen dasar. Komponen pertama yaitu komponen struktural yang
berarti bagian-bagian dari sistem hukum yang bergerak di dalam suatu
mekanisme berupa lembaga-lembaga pembuat undang-undang,
pengendalian dan berbagai badan yang diberikan wewenang untuk
menerapkan hukum dan menegakkan hokum. Komponen kedua adalah
komponen substansi yang merupakan hasil nyata yang diterbitkan oleh
sistem hukum yang terwujud dalam hukum in concreto (kaidah hukum
individual) maupun hukum in abstracto (kaidah hukum umum). Hukum in
abstracto adalah kaidah-kaidah yang berlakunya tidak ditujukan kepada
orang-orang atau pihak-pihak tertentu, akan tetapi kepada siapa saja yang
dikenai perumusan kaidah umum. Hukum in concreto adalah kaidah-
kaidah yang berlakunya ditujukan kepada orang-orang tertentu saja.
Komponen ketiga adalah komponen kultural yang merupakan sikap-sikap
dan nilai-nilai dari masyarakat disebut dengan budaya hukum (legal
culture). Ketiga komponen dari sistem hukum itu sangat menentukan
bekerjanya atau beroperasinya suatu sistem hukum.

3. Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit


Kesehatan lingkungan berperan penting dalam mendukung
keberhasilan pembangunan kesehatan masyarakat. Sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
bahwa upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas
lingkungan yang sehat baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya. Hal ini diperkuat melalui pengaturan sebagaimana tercantum
17
Noor Muhammad Azis, 2012, Urgensi Penelitian Dan Pengkajian Hukum Dalam
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Rechts Vinding, Vol. 1, No. 1.
12

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan


Lingkungan, yang menjadi acuan utama dalam penyelenggaraan kesehatan
lingkungan di berbagai kegiatan diseluruh wilayah Indonesia.18
Upaya kesehatan lingkungan adalah upaya pencegahan penyakit
dan/atau gangguan kesehatan dari faktor risiko lingkungan untuk
mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia,
biologi, maupun sosial. Penyelenggaraan kesehatan lingkungan ini
diselenggarakan melalui upaya penyehatan, pengamanan, dan
pengendalian, yang dilakukan terhadap lingkungan permukiman, tempat
kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum. Salah satu tempat
dan fasilitas umum tersebut adalah rumah sakit.
Dalam menjalankan fungsinya, rumah sakit menggunakan berbagai
bahan dan fasilitas atau peralatan yang dapat mengandung bahan
berbahaya dan beracun. Interaksi rumah sakit dengan manusia dan
lingkungan hidup di rumah sakit dapat menyebabkan masalah kesehatan
lingkungan yang ditandai dengan indikator menurunnya kualitas media
kesehatan lingkungan dirumah sakit, seperti media air, udara, pangan,
sarana dan bangunan serta vektor dan binatang pembawa penyakit.
Akibatnya, kualitas lingkungan rumah sakit tidak memenuhi standar baku
mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan yang telah
ditentukan.
Saat ini standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan
kesehatan rumah sakit telah mengalami perubahan seiring dengan
perkembangan kebijakan, peraturan perundang-undangan, dan pedoman
teknis terkait kesehatan lingkungan. Sementara disisi lain masyarakat
menuntut perbaikan kualitas pelayanan rumah sakit melalui perbaikan
kualitas kesehatan lingkungan. Untuk itu diperlukan ketentuan mengenai
standar baku mutu kesehatan lingkungan dan persyaratan kesehatan rumah
sakit sebagai tindak lanjut Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014
tentang Kesehatan Lingkungan. Ketentuan persyaratan kesehatan

18
Peraturan Menteri Kesehatan No 7 Tahun 2019
13

lingkungan rumah sakit yang tertuang dalam Keputusan Menteri


Kesehatan Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit dinilai perlu dilakukan
pembaharuan / adaptasi standar karena perkembangan persyaratan
penilaian mutu kinerja antara lain Akreditasi Rumah Sakit
KARS/JCI,PROPER, Adipura, Kabupaten Kota Sehat dan Green Hospital.
Sehingga diterbitkanlah Peraturan Menteri Kesehatan No 7 Tahun 2019
tentang kesehatan lingkungan rumah sakit menjelaskan tentang
penyelenggaraan kesehatan lingkungan dimana yang harus ditaati yaitu:
a. Penyelenggaraan Penyehatan Air
Penyehatan air adalah upaya penanganan kualitas dan kuantitas air
di rumah sakit yang terdiri dari air untuk keperluan higiene sanitasi, air
minum, dan air untuk pemakaian khusus agar dapat menunjang
kesinambungan pelayanan di rumah sakit. Untuk mencapai pemenuhan
standar baku mutu dan persyaratan kesehatan air dalam
penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah sakit, maka harus
dilakukan beberapa upaya yaitu pipa air dan tangki untuk keperluan
higiene.
b. Penyelenggaraan Penyehatan Udara
Untuk mencapai pemenuhan standar baku mutu dan persyaratan
penyehatan udara dalam penyelenggaraan kesehatan lingkungan rumah
sakit, maka harus menjalankan upaya salah satunya Kualitas udara
ruangan harus selalu dipelihara agar tidak berbau, tidak mengandung
debu dan gas, termasuk debu asbes yang melebihi ketentuan.
c. Penyelenggaraan Penyehatan Tanah
Penyelenggaraan penyehatan tanah dilakukan melalui pencegahan
penurunan kualitas tanah antara lain dengan menjaga kondisi tanah
dengan tidak membuang kontaminan limbah yang menyebabkan
kontaminasi biologi, kimia dan radioaktivitas, seperti lindi, abu
insinerator dan lumpur IPAL yang belum diolah dengan salah satunya
14

menjaga pengelolaan limbah sesuai dengan standar operasi baku, pada


saat pemilahan, pengumpulan, pengangkutan dan penyimpanan.
d. Penyelenggaraan Penyehatan Pangan Siap Saji
Penyehatan pangan siap saji adalah upaya pengawasan,
perlindungan, dan peningkatan kualitas higiene dan sanitasi pangan
siap saji agar mewujudkan kualitas pengelolaan pangan yang sehat,
aman dan selamat. Untuk mencapai pemenuhan standar baku mutu dan
persyaratan penyehatan pangan siap saji dalam penyelenggaraan
kesehatan lingkungan rumah sakit, maka harus memperhatikan dan
mengendalikan faktor risiko keamanan pangan siap saji salah satunya
yaitu tempat pengolahan pangan.
e. Penyelenggaraan Penyehatan Sarana dan Bangunan
Untuk mencapai pemenuhan standar baku mutu dan persyaratan
penyehatan sarana dan bangunan dalam penyelenggaraan kesehatan
lingkungan rumah sakit, maka dilakukan upaya salah satunya yaitu
tentang konstruksi bangunan rumah sakit.
f. Penyelenggaraan Pengamanan Limbah dan Radiasi
Penyelenggaraan Pengamanan Limbah di rumah sakit meliputi
pengamanan terhadap limbah padat domestik, limbah bahan berbahaya
dan beracun (B3), limbah cair, dan limbah gas. Sedangkan
pengamanan radiasi merupakan upaya perlindungan kesehatan
masyarakat dari dampak radiasi melalui promosi dan pencegahan
risiko atas bahaya radiasi, dengan melakukan kegiatan pemantauan,
investigasi, dan mitigasi pada sumber, media lingkungan dan manusia
yang terpajan atau alat yang mengandung radiasi. Pasien, pengunjung
dan karyawan rumah sakit perlu dijaga kesehatannya dari efek yang
ditimbulkan oleh sumber radiasi meliputi radiologi dan radioterapi.
Untuk itu diperlukan upaya perlindungan kesehatan masyarakat dari
dampak radiasi melalui promosi, pemantauan dan pencegahan risiko
atas bahaya radiasi pada sumber, media lingkungan dan manusia yang
terpajan atau alat yang mengandung radiasi. Dalam melaksanakan
15

penyelenggaraan pengamanan radiasi, maka harus memenuhi standar


baku mutu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
g. Penyelenggaraan Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa
Penyakit
Pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit adalah upaya
untuk mencegah dan menegndalikan populasi serangga, tikus, dan
binatang pembawa penyakit lainnya sehingga keberadaannya tidak
menjadi media penularan penyakit. Untuk mencapai pemenuhan
standar baku mutu dan persyaratan pengendalian vektor dan binatang
pembawa penyakit dalam penyelenggaraan kesehatan lingkungan
rumah sakit, maka dilakukan upaya pengendalian vektor dan binatang
pembawa penyakit sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri
Kesehatan yang mengatur mengenai standar baku mutu dan
persyaratan pengendalian vector dan binatang pembawa penyakit
h. Penyelenggaraan Pengawasan Linen (laundry)
Pengawasan linen adalah upaya pengawasan terhadap tahapan-
tahapan pencucian linen di rumah sakit untuk mengurangi risiko
gangguan kesehatan dan lingkungan hidup yang ditinggalkan. Linen
merupakan salah satu kebutuhan pasien di rumah sakit yang dapat
memberikan dampak kenyamanan dan jaminan kesehatan. Pengelolaan
linen yang buruk akan menyebabkan potensi penularan penyakit bagi
pasien, staf dan pengguna linen lainnya, untuk mewujudkan kulaitas
linen yang sehat dan nyaman serta aman, maka dalam pengelolaan
linen di rumah sakit harus memenuhi standar ketentuan yang sudah
diterapkan.
i. Penyelenggaraan Pengawasan Proses Dekontaminasi melalui
Disinfeksi dan Sterilisasi
Rumah sakit adalah tempat berkumpulnya berbagai jenis
mikroorganisme penyakit menular yang dapat menginfeksi pasien,
pengunjung dan staf rumah sakit. Untuk menjamin perlindungan
kesehatan, maka mikoorganisme di rumah sakit perlu dicegah dan
16

dikendalikan melalui upaya dekontaminasi. Dekontaminasi adalah


upaya mengurangi dan/atau menghilangkan kontaminasi oleh
mikroorganisme pada orang, peralatan, bahan, dan ruang melalui
disinfeksi dan sterilisasi dengan cara fisik dan kimiawi. Cara
dekontaminasi yang sering dipakai di rumah sakit adalah desinfeksi
dan sterilisasi. Untuk mengetahui upaya desinfeksi dan sterilisasi telah
sesuai ketentuan dan persyaratan, maka harus harus memenuhi
ketentuan penyelenggaraan kesehatan lingkungan dekontaminasi.
j. Penyelenggaraan Pengawasan Kegiatan Konstruksi/Renovasi
Bangunan Rumah Sakit
Pengawasan kesehatan lingkungan kegiatan konstruksi/renovasi
rumah sakit adalah upaya pencegahan, pengendalian dan pengawasan
berbagai sumber-sumber pengotoran, pencemaran dan penularan
penyakit pada area yang terkait dengan kegiatan konstruksi dan atau
renovasi bangunan di rumah sakit. Kegiatan konstruksi dan renovasi
bangunan dirumah sakit untuk pengembangan fisik bangunan dan
utilitas rumah sakit seringkali dilaksanakan oleh pihak kontraktor yang
akan memperkerjakan pekerja dari luar rumah sakit. Dalam
pelaksanaannya, maka dibutuhkan kelengkapan fasilitas mandi, cuci
dan kakus (MCK) dan fasilitas penanganan sampah dan air limbah dan
fasilitas lainnya. Penyediaan fasilitas kesehatan lingkungan ini
seringkali kurang mendapatkan perhatian, sehingga mengancam mutu
kesehatan lingkungan rumah sakit. Untuk menjaga agar kegiatan
konstruksi dan renovasi dirumah sakit tidak menyebabkan penularan
penyakit, pencemaran lingkungan dan menganggu estetika maka dari
itu harus dilaksanakan dengan mematuhi ketentuan yang berlaku.
k. Penyelenggaraan Pengawasan Rumah Sakit Ramah Lingkungan.
Rumah sakit ramah lingkungan adalah model operasional kegiatan
rumah sakit dengan berbasis pada pelayanan dengan mengedepankan
kualitas dan keselamatan (quality and safety), efisiensi dan ramah
lingkungan yang berkelanjutan, khususnya terkait dengan konstribusi
17

rumah sakit pada pencegahan perubahan iklim dan pemanasan global.


Pengawasan rumah sakit ramah lingkungan merupakan kegiatan
pengendalian penggunaan berbagai sumber daya alam dan lingkungan
dan sumber-sumber pencemaran lingkungan di rumah sakit yang dapat
mempengaruhi perubahan iklim dan pemanasan global, sehingga
tercipta rumah sakit yang hijau, sehat, efisien dan ramah lingkungan.
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan saat ini
perlu menerapkan konsep rumah sakit ramah lingkungan karena alasan
menggunakan cukup banyak sumber daya alam dan lingkungan.
Penggunaan listrik, air bersih, bahan bakar, dan lainnya yang tidak
bijak dan sistem pengelolaannya yang tidak ramah lingkungan akan
menyebabkan beban pencemaran pada alam dan lingkungan hidup.
Mewujudkan rumah sakit ramah lingkungan dapat dilaksanakan salah
satunya adalah menyusun kebijakan tentang rumah sakit ramah
lingkungan, dan pembentukan tim rumah sakit ramah lingkungan.

6. Metodologi Penelitian
1. Metode Pendekatan
Metode yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah penelitian
hukum empiris atau penelitian hukum sosiologis. Menurut Meray
penelitian hukum sosiologis mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta
apa yang terjadi dalam kenyataannya di masyarakat sehingga dapat
menyelidiki respon atau tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum19.
2. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi yang digunakan adalah penelitian ini adalah deskriptif
analisis. Penelitian ini menggambarkan keadaan dari objek atau masalah
yang akan diteliti yang diperoleh seperti hasil pengamatan, hasil
wawancara, analisis dokumen, catatan lapangan, yang tidak dituangkan
19
Meray Hendrik Mezak, 2006, Jenis, Metode dan Pendekatan Dalam Penelitian Hukum,
Literatur Review. Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. V, No.3. Murei 2006
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=391089&val=8576&title=Jenis,
%20Metode%20dan%20Pendekatan%20Dalam%20Penelitian%20Hukum diakses pada 21
November 2017
18

dalam bentuk dan angka-angka. Menurut Direktorat Tenaga


Kependidikan, penelitian secara deskriptif analitis yaitu penelitian yang
melakukan analisis data dengan memperkaya informasi, mencari
hubungan, membandingkan, menemukan pola atas dasar data aslinya yang
akan menghasilkan analisis data berupa pemaparan mengenai situasi yang
diteliti yang disajikan dalam bentuk uraian naratif untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan mengapa dan bagaimana suatu fenomena terjadi.

3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di RSGM Unsoed Purwokerto.
4. Informan Penelitian
Informan penelitian terdiri dari Direktur RSGM Unsoed, Wakil
Direktur Pelayanan RSGM Unsoed, Komite PPI RSGM Unsoed, Dokter
Gigi RSGM Unsoed, Mahasiswa Profesi RSGM Unsoed, Cleaning
Service RSGM Unsoed dan Pasien RSGM Unsoed. Pemilihan informan
dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Menurut
Sugiyono, teknik purposive sampling merupakan teknik pengambilan
sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu, yaitu orang tersebut
yang dianggap paling tahu tentang apa yang diharapkan, atau mungkin
sebagai penguasa, sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek
atau situasi sosial yang diteliti.

5. Sumber Data Hukum


A. Jenis dan Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
primer dan sekunder.
a. Data Primer
Menurut Amiruddin, data primer merupakan data yang
diperoleh langsung dari sumber pertama yang terkait dengan
permasalahan yang akan di bahas 20. Data primer pada penelitian
ini bersumber dari pendapat Direktur RSGM Unsoed, Wakil

20
Amiruddin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
19

Direktur Pelayanan RSGM Unsoed, Komite PPI RSGM Unsoed,


Dokter Gigi RSGM Unsoed, Mahasiswa Profesi RSGM Unsoed,
Cleaning Service RSGM Unsoed dan Pasien RSGM Unsoed.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer. Data sekunder di bidang hukum
dapat dibedakan sebagai berikut:
1) Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang
mempunyai kekuatan mengikat secara umum, yaitu diperoleh
melalui peraturan perundang-undangan atau yang mempunyai
kepentingan mengikat bagi pihak- pihak yang berkepentingan
seperti kontrak, dokumen-dokumen resmi dan putusan hakim.
2) Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberi
penjelasan terhadap bahan hukum primer yang bersumber dari
kepustakaan, doktrin maupun referensi ilmiah yang relevan dengan
penelitian.
3) Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier yang memberikan penjelasan terhadap
bahan hukum primer dan sekunder misalnya kamus, rancangan
undang-undang dan ensiklopedia.
6. Metode Pengumpulan Data
a. Data Primer
Data primer diperoleh dari informan penelitian dengan cara
pengamatan dan wawancara. Pengamatan atau observasi merupakan
cara pengambilan data dibutuhkan dengan cara mengamati, merekam,
dan mendokumentasikan setiap indikator.21 Observasi dilakukan
kepada subjek penelitian yaitu dokter gigi, mahasiswa profesi, pasien
21
Bambang Hari Purnomo, 2011, Metode Dan Teknik Pengumpulan Data Dalam Penelitian
Tindakan Kelas (Classroom Action Research), Pengembangan Pendidikan, Vol. 8, No. 1, Juni
2011, hal 251-256.
20

dan cleaning service. Wawancara adalah cara menghimpun bahan


keterangan yang dilakukan dengan tanya jawab secara lisan secara
sepihak berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang telah
ditetapkan.22 Wawancara dilakukan secara mendalam dan tidak
terstruktur kepada subjek penelitian dengan pedoman yang telah di
buat. Teknik wawancara digunakan untuk mengungkapkan data
tentang implementasi Permenkes No. 7 Tahun 2019 RSGM Unsoed
dan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit di RSGM Unsoed.
b. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dengan cara melakukan studi pustaka
terhadap peraturan perundang-undangan, buku literatur, dokumen-
dokumen atau arsip-arsip yang berkaitan dengan masalah penelitian.

7. Metode Analisis Data


Analisis data merupakan kegiatan dalam penelitian yang berupa
melakukan kajian atau telaah terhadap hasil pengolahan data yang dibantu
dengan teori-teori yang telah didapatkan sebelumnya. Secara sederhana
analisis data ini disebut sebagai kegiatan memberikan telaah, yang dapat
berarti menentang, mengkritik, mendukung, menambah atau memberi
komentar dan kemudian membuat suatu kesimpulan terhadap hasil
penelitian dengan pikiran sendiri dan bantuan teori. Peneliti memberikan
gambaran atau pemaparan atas hasil penelitian (deskriptif) serta
menggunakan pendekatan kualitatif. Dasar pendekatan kualitatif adalah
kenyataan yang ada di masyarakat berdimensi jamak, interaktif dan suatu
pertukaran pengalaman sosial yang diinterpretasikan oleh setiap individu
untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut pandang
partisipan. Karakteristik pendekatan kualitatif adalah penggunaan
lingkungan alamiah sebagai sumber data, memiliki sifat deskriptif analitik,

22
Imami Nur Rachmawati, 2007, Pengumpulan Data Dalam Penelitian Kualitatif: Wawancara,
Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 11, No.1, Maret 2007; hal 35-40.
21

penekanan pada proses bukan hasil, bersifat induktif dan mengutamakan


makna. Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam suatu situasi sosial
merupakan kajian utama. Data dan informasi lapangan ditarik maknanya
dan konsepnya, melalui pemaparan deskriptif analitik, tanpa harus
menggunakan angka, sebab lebih mengutamakan proses terjadinya suatu
peristiwa dalam situasi yang alami.23

23
Direktorat Tenaga Kependidikan Dan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan
Tenaga Kependidikan, Op. cit., Hlm. 24

Anda mungkin juga menyukai