Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

SANITASI RUMAH SAKIT


TENTANG
“CARA PENYEHATAN UDARA DALAM RUANG DI RUMAH SAKIT”

OLEH
KELOMPOK 4

CINTIA IMRAN
IMELDA TUMULO
JENI SUMURI
MUHAMAD DICKI PRAMUDYA R. LAYA
SATYA HARYO WAHYUDI
TRI NURZIAD POU

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKNIK KESEHATAN KEMENKES GORONTALO
JURUSAN SANITASI LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN SANITASI LINGKUNGAN
2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Atas
segala rahmat, karunia serta izinnya penyusunan makalah ini dapat diselesaikan
sesuai dengan waktu yang tersedia. Adapun makalah ini adalah “Cara Penyehatan
Udara Dalam Ruang Di Rumah Sakit”
Kami menyadari bahwa tugas ini masih banyak kekurangannya, dikarenakan
kemampuan kami yang terbatas. Meskipun demikian, kami berharap mudah-
mudahan makalah ini ada manfaatnya khusunya bagi kami dan umumnya dosen.

Gorontalo, Februari 2022


Penyusun

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................2
1.3 Tujuan.................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................3
2.1 Konsep Udara.....................................................................................3
2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Angka Kuman di Udara............5
BAB 3 PEMBAHASAN..................................................................................9
3.1 Tabel Rekap........................................................................................9
3.2 Pembahasan........................................................................................13
3.3 Hambatan............................................................................................14
3.4 Solusi..................................................................................................15
BAB 4 PENUTUP...........................................................................................16
4.1 Kesimpulan.........................................................................................16
4.2 Saran...................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................17

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Udara merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia.
Udara memberikan banyak manfaat dan kontribusi bagi kehidupan dibumi ini.
Manusia tidak dapat bertahan hidup tanpa udara lebih dari tiga menit. Karena
udara berbentuk gas dan terdapat dimana-mana sehingga akibatnya manusia
tidak pernah memikirkannya atau memperhatikannya (Soemirat: 2011).
Kualitas udara dalam ruang yang baik didefinisikan sebagai udara yang
bebas bahan pencemar penyebab iritasi, ketidaknyamanan atau terganggunya
kesehatan penghuni. Temperatur dan kelembaban ruangan juga mempengaruhi
kenyamanan dan kesehatan penghuni. Salah satu ruangan yang berpotensi
mengalami masalah polusi udara dalam ruangan yaitu dirumah sakit. Rumah
sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan bagi masyarakat harus memiliki
ruang rawat inap yang memenuhi syarat kesehatan, baik kualitas udara,
konstruksi maupun fasilitas.
Dalam pertumbuhan mikroorganisme sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan antara lain suhu, kelembaban, pencahayaan dan ventilasi yang
telah diatur dalam Kemenkes No.1204/Menkes/SK/X/2004 tentang
persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit agar kualitas udara ruang
perawatan tetap baik. Selain itu standar luas ruangan yang tidak sebanding
dengan jumlah penghuni akan menyebabkan perjuebelan (overcrowded) hal
ini berdampak kurang baik terhadap kesehatan penghuni.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1335/Menkes/Sk/X/2002
menyatakan bahwa kualitas udara ruang rumah sakit yang tidak memenuhi
persyaratan kesehatan dapat menimbulkan gangguan kesehatan terhadap
pasien, tenaga yang bekerja di rumah sakit maupun pengunjung rumah sakit.
Untuk mewujudkan rumah sakit yang aman, nyaman dan sehat, perlu di
lakukan pemantauan kualitas udara secara rutin yang telah ditetapkan standar
operasional prosedur pengambilan dan pengukuran sampel kualitas udara
ruangan rumah sakit dengan Keputusan Menteri Kesehatan.

1
2

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, rumah sakit merupakan tempat


yang memudahkan penularan berbagai penyakit infeksi. Oleh karena itu
penulis memahami cara penyehatan udara dalam ruang di rumah sakit.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dari penulis
adalah cara penyehatan udara dalam ruang di rumah sakit.
1.3 Tujuan
Mahasiswa mampu memahami cara penyehatan udara dalam ruang di
rumah sakit.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Udara
A. Udara Ruang
Udara ruang adalah udara yang dibatasi oleh dinding yang memisahkan
dengan udara bebas di luar ruang. Udara ruangan yaitu udara dalam kamar di
rumah tangga, udara dalam kamar hotel, kamar rumah sakit, ruang
perkantoran, ruang kerja maupun ruang kendaraan. NAB fisik fisik dan kimia
udara ruang kerja diatur dalam Permenaker No. 13/Men/X/2011 tentang Nilai
Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja, serta
Permenkes No. 48 Tahun 2016 tentang Standar Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Perkantoran dan Permenkes No. 70 tahun 2016 tentang Standard dan
Persayaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri. Khusus NAB udara dalam
rumah diatur dalam Permenkes No. 1077/Menkes/Per/2011. Kepmenkes
Nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit.
B. Kuman
Kuman adalah mikroorganisme/jasad hidup yang sangat kecil ukurannya,
sulit diamati tanpa alat pembesar, berukuran beberapa micron dan meliputi
bakteri, jamur, algae, protozoa, maupun kuman (Koes Irianto, 2006).
1. Kuman di udara
Udara bukan merupakan habitat kuman, namun sel-sel kuman yang
terdapat di udara merupakan kontaminan terbesar. Banyak kuman pathogen
tersebar di udara melalui butir-butir debu atau residu tetesan air ludah yang
kering. Jenis algae, protozoa, jamur dan bakteri dapat ditemukan di udara
dekat permukaan bumi. Spora jamur merupakan bagian terbesar dari
imikroorganisme yang ditemukan di udara. Spora jamur yang sering
ditemukan berasal dari species clodosporium. Bakteri yang ditemukan jenis
basil gram positif, baik spora maupun non spora, coccus gram positif dan
basil.

3
4

Standar angka kuman udara sangat diperlukan dalam pelaksanaan


pengukuran angka kuman udara sehingga dapat diketahui apakah ruangan
tersebut telah memenuhi syarat angka kuman udara. Pada Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004
tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, disebutkan
bahwa:

Tabel 2.1: Indeks Angka Kuman Menurut Fungsi Ruang atau Unit
Konsentrasi Maksimum
No. Ruang atau Unit Mikroorganisme per m³ udara
(CFU/m³)
1. Operasi 10
2. Bersalin 200
3. Pemulihan/perawatan 200-500
4. Observasi bayi 200
5. Perawatan bayi 200
6. Perawatan premature 200
7. ICU 200
8. Jenazah/Autopsi 200-500
9. Pengindraan medis 200
10. Laboratorium 200-500
11. Radiologi 200-500
12. Sterilisasi 200
13. Dapur 200-500
14. Gawat darurat 200
15. Administrasi, pertemuan 200-500
16. Ruang luka bakar 200
Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Saki.

C. Angka Kuman Udara


Angka kuman adalah perhitungan jumlah bakteri yang didasarkan pada
asumsi bahwa setiap sel bakteri hidup dalam suspensi akan tumbuh menjadi
satu koloni setelah diinkubasikan dalam media biakan dan lingkungan yang
sesuai. Setelah masa inkubasi jumlah koloni yang tumbuh dihitung dari hasil
perhitungan tersebut merupakan perkiraan atau dugaan dari jumlah dalam
suspensi tersebut (Nizar, 2011).
Parameter mikrobiologi udara yang sering digunakan adalah angka kuman
5

udara. Angka kuman udara bersifat total, meliputi semua kuman yang ada di
udara. Pemahaman kuman diidentikkan dengan mikroorrganisme yang ada di
udara. Secara umum, angka kuman udara adalah jumlah mikroorganisme
patogen atau nonpatogen yang melayang-layang di udara baik
bersama/menempel pada droplet (air), atau partikel (debu) yang bersali
dibiakkan dengan media agar membentuk koloni yang dapat diamati secara
visual atau dengan kacamata pembesar, kemudian dihitung berdasarkan
koloni tersebut untuk dikonversi dalam satuan koloni forming unit per meter
kubik (CFU/m³) (Tri Cahyono, 2017).
Angka kuman di udara merupakan jumlah dari sampel angka kuman udara
dari suatu ruangan atau tempat tertentu yang diperiksa, sehingga hitung angka
kuman bertujuan untuk mengetahui jumlah bakteri pada sampel. Prinsip dari
pemeriksaan ini menghitung jumlah koloni yang tumbuh pada Plate Count
Agar.
D. Jenis-Jenis Mikroorganisme di Udara
Jasad-jasad renik kontaminan, antara lain:
1. Bakteri : Bacillus,Staphylococcus, Streptococcus. Pseudomonas,
Sarcina, dan lain sebagainya.
2. Virus : Virus Influenza H5N1, Coronavirus, dan lain-lain.
3. Kapang/jamur: Aspergillus, Mucor, Rhizopus, Penicillium,
Trichoderma, dan lain-lain.
4. Khamir/Ragi : Candida, Saccharomyces, Paecylomyces, dan lain-lain.
2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Angka Kuman di Udara
Mikroorganisme akan keluar dari hostnya (manusia atau hewan
ataupun tanaman), karena faktor batuk, bersin, cairan tubuh yang
mengering ataupun karena spora (jamur). Penyebaran mikroorganisme di
udara dapat menempel pada dua media, yaitu partikulat padat (debu) dan
air, dimana hal tersebut dapat terjadi indoor maupun outdoor. Daerah-
daerah yang berpotensi risiko tinggi kuman di udara diantaranya rumah
sakit, laboratorium medis, terminal, stasiun, bandara, pelabuhan, dan lain
sebagainya. Secara spesifik, kondisi yang menyebabkan kuman di udara
6

jumlahnya banyak antara lain:


a. Suhu
Setiap mikroorganisme memiliki suhu yang optimum yang berbeda untuk
dapat tumbuh dan berkembang. Suhu optimum membuat mikroorganisme
merasa nyaman menjalani kehidupannya (Tri Cahyono, 2017).
Suhu tubuh manusia dipertahankan hampir menetap (homoeotermis) oleh
suatu sistem pengatur suhu (thermoregulatory system). Suhu yang lebih
dingin katakan 200C (suhu paling cocok bagi penduduk sub-tropis)
mengurangi efisiensi kerja dengan keluhan kaku atau kurangnya koordinasi
otot. Suhu panas berakibat menurunkan prestasi kerja berfikir, penurunan
kemampuan berfikir sangat luar biasa terjadi setelah suhu udara melampaui
320C. Menurut Kepmenkes No. 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang
persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit bahwa suhu udara untuk ruang
rawat inap adalah 22-240C.
b. Kelembaban
Kelembaban udara merupakan konsentrasi uap air di udara. Kelembaban
udara diekspresikan sevagai kelembaban relative udara, dalam bentuk
presentase kejenuhan tekanan uap air di udara pada suhu tersebut. Menurut
Kepmenkes No. 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang persyaratan kesehatan
lingkungan rumah sakit bahwa kelembaban udara untuk ruang rawat inap
adalah 45-60%.
Salah satu persyaratan keadaan udara dalam ruangan adalah kondisi
kelembaban. Untuk menjaga kelembaban maka diperlukan udara segar untuk
menggantikan udara ruangan yang telah terpakai. Indikator kelembaban
udara dalam ruang sangat erat dengan kondisi ventilasi dan pencahayaan
ruang. Kelembaban dalam ruang akan mempermudah berkembang biaknya
mikroorganisme antara lain bakteri spiroket, ricketsia dan virus.
Mikroorganisme tersebut dapat masuk kedalam tubuh melalui udara, selain
itu kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung
menjadi kering sehingga kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme
(Lisa. 2014).
7

c. Pencahayaan
Menurut Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004, pencahayaan di
dalam ruang bangunan rumah sakit adalah intensitas penyinaran pada suatu
bidang kerja yang ada di dalam ruang bangunan rumah sakit yang diperlukan
untuk melaksanakan kegiatan secara efektif.
1. Sumber Pencahayaan
Berdasarkan sumbernya penerangan dibedakan menjadi dua yaitu:
a) Pecahayaan Alami
Pencahayaan alami adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh
sumber cahaya alami yaitu matahari dengan cahayanya yang kuat
tetapi bervariasi menurut jam, musim dan tempat. Pencahayaan yang
bersumber dari matahari dirasa kurang efektif disbanding
pencahayaan buatan, hal ini disebabkan karena matahari tidak dapat
memberikan intensitas cahaya yang tetap.
Pada penggunaan pencahayaan alami diperlukan jendela-jendela
yang besar, dinding kaca dan dinding yang banyak dilobangi,
sehingga pembiayaan bangunan menjadi mahal. Keuntungan dari
penggunaan sumber cahaya matahari adalah pengurangan terhadap
energi listrik.
b) Pencahayaan Buatan
Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh
sumber cahaya selain cahaya alami. Apabila pencahayaan alami tidak
memadai atau posisi ruangan sukar untuk dicapai oleh pencahayaan
alami dapat dipergunakan pencahayaan buatan. Pencahayaan buatan
sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) Mempunyai intensitas yang cukup sesuai dengan jenis pekerjaan.
2) Tidak menimbulkan pertambahan suhu udara yang berlebihan
pada tempat kerja.
3) Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap menyebar
secara merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan dan tidak
menimbulkan bayang-bayang yang dapat mengganggu pekerjaan.
8

Tujuan pencahayaan di industri adalah tersedianya lingkungan


kerja yang aman dan nyaman dalam melaksankan pekerjaan. Untuk
upaya tersebut maka pencahayaan buatan perlu dikelola dengan baik
dan dipadukan dengan faktor-faktor penunjang pencahayaan
diantaranya atap, kaca, jendela dan dinding agar tingkat pencahayaan
yang dibutuhkan tercapai.
c) Pemeliharaan Ruang Bangunan
1) Kegiatan pembersihan ruang minimal dilakukan pagi dan sore
hari.
2) Pembersihan lantai di ruang perawatan pasien dilakukan setelah
pembenahan/merapikan tempat tidur pasien, jam makan, jam
kunjungan dokter, kunjungan keluarga, dan sewaktu-waktu
bilamana diiperlukan.
3) Cara-cara pembersihan yang dapat menebarkan debu harus
dihindari.
4) Harus menggunakan cara pembersihan dengan perlengkapan
pembersih (pel) yang memenuhi syarat dan bahan antisptik yang
tepat.
5) Pada masing-masing ruang supaya disediakan perlengkapan pel
tersendiri.
6) Pembersihan dinding dilakukan secara berkala setahum dan dicat
ulang apabila sudah kotor atau cat sudah pudar.
7) Setiap percikan ludah, darah atau eksudat luka pada dinding harus
segera dibersihkan dengan menggunakan antiseptik.
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Tabel Rekap

No Nama Mahasiswa Aspek Kesling Hasil


1. Cintia Imran Kualitas fisik :  Intensitas pencahayaan ruang
pencahayaan, perawatan I pada saat dilakukan
Suhu, pengukuran rata-rata 45,7 lux
Kelembaban dan dan di ruang perawatan II rata-
Debu. rata 57,3 lux, menurut
Kepmenkes RI No. 1204/tahun
2009 tentang persyaratan
kesehatan lingkungan rumah
sakit, pencahayaan di ruang
perawatan I dan ruang
perawatan II di standarkan. 100-
200 lux, jadi nilai intensitas
pencahayaan pada saat
penelitian belum memenuhi
standar.
 suhu ruang perawatan I pada
saat dilakukan pengukuran rata-
rata 30,3 o C dan di ruang
perawatan II rata-rata 30 o C,
menurut Kepmenkes RI No.
1204/tahun 2009 tentang
persyaratan kesehatan
lingkungan rumah sakit, suhu di
ruang perawatan I dan ruang
perawatan II di standarkan 22-
24o C, jadi nilai suhu ruangan
pada saat penelitian belum
memenuhi standar.
 kelembaban ruang perawatan I
pada saat dilakukan pengukuran
ratarata 30,8% dan di ruang
perawatan II rata-rata 30,9%
menurut Kepmenkes RI No.
1204/tahun 2009 tentang
persyaratan kesehatan
lingkungan rumah sakit,
kelembaban di ruang perawatan
I dan ruang perawatan II di
standarkan 45-60%, jadi nilai

9
kelembaban ruangan pada saat
penelitian belum memenuhi
standar.
 Perawatan I pada ranjang1 rata-
rata angka kuman 20 koloni/
cm2 dan pada meja1 rata-rata
angka kuman 36 koloni/cm2 .
Di perawatan II pada ranjang1
rata-rata angka kuman 15
koloni/cm2 , meja1 rata-rata
angka kuman 16 koloni/cm2 ,
ranjang2 rata-rata angka
 Hasil : konsentrasi kuman udara
pada seluruh kamar operasi pada
Instalasi Bedah Sentral Rumah
Sakit ’X’ tahun 2019, berada di
atas ambang baku mutu. Baku
mutu konsentrasi kuman pada
ruang A –F sebesar 35 CFU/
m3 dan konsentrasi yang di
ukur seluruhnya melebihi baku
mutu yang ditetapkan.
Konsentrasi kuman pada ruang
G dan H juga melebihi baku
Kualitas
2. Imelda Tumulo mutu yaitu 10 CFU/ m3. kamar
Mikrobiologi
A (ruang operasi kotor) dan F
(ruang laparoscopy) memiliki
jumlah mikroba yang paling
tinggi. Konsentrasi kuman
terendah berasal dari kamar H
(ruang neorology), yang
dilengkapi dengan fasilitas
ultraclean, (pada saat dilakukan
pengukuran kuman udara,
kamar ini belum pernah
difungsikan untuk tindakan
bedah)
3. Jeni Sumuri Kualitas fisik : Hasil pengukuran kualitas fisik
Suhu, yang telah didapat selama satu
Kelembaban dan minggu pengukuran dirumah sakit
Debu. dengan melihat nilai rata-rata
selama satu minggu dengan rumus
dibawah ini :
 Kualitas fisik yang diteliti
adalah suhu, kelembaban dan
debu dalam ruang rawat inap

10
rumah sakit tipe C, pengukuran
dilakukan selama 1 (satu)
minggu sehingga dari hasil
tersebut didapatkan rata-rata
kualitas udara ditinjau dari
kualitas fisik diruang rawat inap
kelas VIP dirumah sakit
 Hasil pemeriksaan angka kuman
udara kamar operasi 1 sebesar
12 CFU/m3 pada pengambilan
pertama pukul 07.15 dan hasil
pengambilan kedua sebesar 107
CFU/m3 diambil pukul 11.30
WIB. Sedangkan di kamar
operasi 4 pada pengambilan
sampel pertama pukul 07.45
WIB sebesar 16 CFU/m3 dan
pengambilan yang kedua
sebesar 188 CFU/m3 pada pukul
Kualitas 12.07 WIB. Koloni bakteri
4. Muh. Dicky P. Laya
Mikrobiologi kemudian dilakukan identifi
kasi. Kamar operasi 1 pada
pengambilan pertama dan kedua
teridentifikasi spesies bakteri
Bacillus sp. dan gram positif
batang. Kamar operasi 4 pada
pengambilan pertama teridentifi
kasi gram positif coccus dan
gram negatif batang, sedangkan
pada pengambilan kedua
teridentifikasi Acinetobacter s,
gram positif coccus, dan gram
negatif batang.
5. Satya Haryo Wahyudin Kualitas  Frekuensi hasil univariat ruang
Mikrobiologi rawat inap di Rumah Sakit
Bhayangkara Pontianak
menunjukkan bahwa temperatur
ruang rawat inap yang tidak
memenuhi syarat sebanyak
53,6% (15 ruangan),
kelembaban yang tidak
memenuhi syarat sebanyak
57,1% (16 ruangan).
pencahayaan yang tidak
memenuhi syarat 46,4% (13
ruangan), standar luas ruangan

11
yang tidak memenuhi syarat
35,7% (10 ruangan),
mikrobiologi yang tidak
memenuhi syarat 42,9% (12
ruangan), desineksi lantai yang
kurang bersih 32,1% (9
ruangan), kebersihan ruangan
yang kurang bersih 39,3% (11
ruangan), ventilasi yang tidak
memenuhi syarat 35,8% (3
ruangan).
 Kualitas mikrobiologi udara di
ruang murai RSUD Dr. H.
Abdoel Moeloek ditentukan
berdasarkan perhitungan jumlah
koloni pada 5 titik sampel di
setiap ruangan dengan total
ruangan berjumlah 4 yang
diukur dengan satuan indeks
angka kuman (CFU/m3 ).
Indeks angka kuman pada ruang
murai RSUD Dr. H. Abdoel
Moeloek Bandar Lampung yaitu
211,4 CFU/m3 . Indeks angka
kuman di ruang murai tersebut
Kualitas  Hasil identifikasi bakteri dari uji
6. Tri Nurziad Pou
Mikrobiologi biokimia menunjukkan berbagai
variasi bakteri pada udara ruang
murai RSUD Dr. H. Abdoel
Moeloek yaitu Staphylococcus
aureus, Staphylococcus
epidermidis, Neisseria sp.,
Proteus sp., Bacillus sp.,
Pseudomonas sp.
 Hasil identifikasi jamur di udara
ruang murai RSUD Dr. H.
Abdoel Moeloek Bandar
Lampung didapatkan bahwa
jenis jamur yang paling banyak
ditemukan adalah Aspergillus
sp.

12
13

Kesimpulan tabel :
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa 4 mahasiswa
mendapatkan jurnal yang terdapt aspek lingkungan kualitas mikrobiologi
memiliki jumlah mikroba yang paling tinggi, teridentifikasi gram positif
coccus dan gram negatif batang, teridentifikasi Acinetobacter s, gram positif
coccus, dan gram negatif batang . bakteri, Staphylococcus aureus,
Staphylococcus epidermidis, Neisseria sp., Proteus sp., Bacillus sp.,
Pseudomonas sp. Serta jamur Aspergillus sp. Kemudian 2 mahasiswa
mendapatkan jurnal yang terdapat aspek lingkungan kualitas fisik yang tidak
memenuhi standar dan telah melebihi nilai baku mutu.

3.2 Pembahasan
Sesuai Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/2004 tentang persyaratan
kesehatan lingkungan rumah sakit, standar pencahayaan untuk ruang
perawatan yaitu 100-200 lux, sedangkan rata-rata hasil pengukuran intensitas
pencahayaan di ruang Perawatan I dan ruang perawatan II berdasarkan
penelitian kurang dari 100 lux sehingga belum memenuhi standar yang
dipersyaratkan menurut Kepmenkes RI No. 1204/tahun 2009 tentang
persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit. Suhu di ruang Perawatan I saat
dilakukan penelitian rata-rata hasil pengukuran 30,3 o C dan perawatan II pada
saat penelitian rata-rata pengukuran 30o C, suhu tersebut berarti melebihi
standar yang ditetapkan dimana standar yang di tetapkan 22-24o C.
Kelembaban di ruang Perawatan I saat dilakukan penelitian rata-rata hasil
pengukuran 30,8% dan perawatan II pada saat penelitian rata-rata pengukuran
30,9% kelembaban tersebut tidak sesuai standar yang ditetapkan dimana
standar yang di tetapkan 45-60%. Dari kualitas fisik didapatkan bahwa rata-
rata perminggu suhu telah melebihi nilai baku mutu namun kelembaban dan
debu masih dibawah nilai baku
Standar baku mutu udara terhadap parameter mikrobiologi membatasi
jumlah maksimal bilangan kuman yang mencemari udara pada konsentrasi
tertentu. Pada udara dalam ruang di kamar operasi kondisi ini mutlak
14

diterapkan untuk meminimalisir paparan kuman melalui udara pada saat


tindakan bedah akan dilakukan. Untuk mengontrol kondisi ini, pemerintah
telah mengeluarkan maklumat yang berisi acuan kualitas udara dalam ruang
berupa baku mutu parameter mikrobiologi udara untuk kamar operasi yang
tertuang dalam Permenkes No.7 tahun 2019 tentang Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit.
Hasil identifikasi bakteri dari uji biokimia menunjukkan berbagai variasi
bakteri yaitu Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, Neisseria
sp., Proteus sp., Bacillus sp., Pseudomonas sp. sedangkan untuk jenis jamur
yang ditemukan terbanyak adalah Aspergillus sp. Staphylococcus aureus dapat
ditemukan di kulit dan di hidung manusia. Infeksi yang lebih berat diantaranya
pneumonia, mastitis, plebitis, meningitis, infeksi saluran kemih, osteomielitis,
dan endokarditis. Staphylococcus aureus juga merupakan penyebab utama
infeksi nosokomial, keracunan makanan, dan sindroma syok toksik.

3.3 Hambatan
a. Kurangnya pencahayaan buatan di dalam ruang perawatan. Perawatan I
maupun perawatan II hanya menggunakan satu lampu yang terletak di
tengahtengah langit langit ruang perawatan. Disamping itu ditemukan
tempat lampu yang berukuran panjang (TL) sebanyak empat yang
terletak di setiap sisi langit-langit tetapi keempat lampu tersebut tidak
digunakan dan terlihat using atau tidak terurus.
b. Suhu tersebut berarti melebihi standar yang ditetapkan dimana standar
yang di tetapkan 22-24o C. Hal ini dapat terjadi karena suhu ruang akan
mengalami kenaikan sedikit demi sedikit seiring dengan bertambahnya
intensitasi sinar matahari yang masuk kedalam ruangan.
c. Pengunjung dan penunggu pasien yang memenuhi ruang perawatan
sehingga mempengaruhi sirkulasi udara di dalam ruang perawatan.
Ventilasi di dalam ruang perawatan sudah sesuai dimana ukuran
ventilasi 15% dari luas lantai ruangan. Keberadaan jendela juga ber
pengaruh terhadap kelembaban ruangan, jendela di ruang pearawatan I
15

maupun perawatan II yang jarang dibuka sehingga sirkulasi udara tidak


lancar.
d. Penderita yang sedang dalam proses asuhan keperawatan di rumah
sakit, baik dengan penyakit dasar tunggal maupun penderita dengan
penyakit dasar lebih dari satu, secara umum keadaan umumnya tentu
tidak/kurang baik, sehingga daya tahan tubuh menurun. Hal ini
mempermudah terjadinya infeksi silang karena kuman-kuman, virus,
dan sebagainya akan masuk ke dalam tubuh penderita yang sedang
dalam proses asuhan keperawatan dengan mudah. Infeksi yang terjadi
pada penderita-penderita yang sedang dalam proses asuhan
keperawatan disebut infeksi nosokomial.
3.4 Solusi
Agar sirkulasi udara di ruang rawat inap tetap sesuai standar, maka
dapat menggunakan sistem ventilasi gabungan seperti ventilasi alamiah
dan mekanis, ventilasi alamiah seperti jendela yang luasnya 15% dengan
sistem bisa dibuka dan ditutup agar aliran udara yang masuk dan keluar
tidak terhalang, sedangkan sistem mekanis yaitu dengan kipas angin, AC,
atau exhauster fan yang dipasang pada ketinggian minumum 2 meter di
atas lantai. Untuk ruangan yang ber AC ditambah dengan menggunakan
exhauster fan untuk menghisap udara di dalam ruangan untuk dibuang
keluar dimana pada saat bersamaan menarik udara segar melalui filter
Membatasi jumlah pengunjung dan jumlah penunggu pasien yang
memasuki ruang perawatan dengan penetapan tata tertib di ruang
perawatan serta penerapan waktu kunjungan. Proses pembersihan ruangan
dilakukan secara rutin didalam ruang inap perawatan. Pada saat dilakukan
pembersihan ruangan oleh petugas kebersihan, sebaiknya pengunjung dan
penunggu pasien berada di luar ruangan. Meningkatkan disiplin kepada
pasien, penunggu dan pengunjung dengan cara menaati peraturan yang ada
di rumah sakit.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Kualitas udara dalam ruang yang baik didefinisikan sebagai udara yang

bebas bahan pencemar penyebab iritasi, ketidaknyamanan atau terganggunya

kesehatan penghuni. Rumah sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan bagi

masyarakat harus memiliki ruang rawat inap yang memenuhi syarat

kesehatan, baik kualitas udara, konstruksi maupun fasilitas.

4.2 Saran

Sebaiknya pasien harus diberikan pengertian hukum dan medis yang

memadai melalui sistem pendidikan yang merata. Hal ini merupakan hal yang

harus di perhatikan serta dibenahi oleh pemerintah dalam meningkatkan mutu

pendidikan sehingga, mutu kesehatanpun dapat tercapai bagi seluruh rakyat

indonesia.

16
DAFTAR PUSTAKA
Candrasari cahyatri rupisianing. Mukono J. hubungan kualitas udara dalam ruang
dengan keluhan penghuni lembaga pemasyarakatan kelas IIA kabupaten
sidoarjo. Jurnal kesehatan lingkungan vol.7 no.1 juli 2013.

Cahyono, Tri. 2017. Penyehatan Udara. CV. Andi Offset: Yogyakarta.

Cintia Imran. 2016. Kesehatan Lingkungan Udara Ruang Rawat Inap Rumah
Sakit Syekh Yusuf Kabupaten Gowa. Volum e 2, no. 1, januari—april.

Irianto, K. 2006. Mikrobiologi: Menguak Dunia Mikroorganisme Jilid 2. CV.


Yrama Widya. Bandung.

Imelda Tumulo. 2020. Analisis kualitas mikrobiologi udara Dalam kamar


operasi pada Instalasi bedah sentral rumah sakit “x” kota jambi. Jurnal
Pembangunan Berkelanjutan. Volume 3 Issue 2 (2020) : 7-12

Jayanti, Lisa. 2014. Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Sanitasi Ruang Rawat
Inap Rumah Sakit Umum Daerah Syekh Yusuf Kabupaten Gowa. UIN
Alauddin Makassar.

Jeni Sumuri. 2019. Kualitas Udara Dalam Ruang Rawat Inap Di Rumah Sakit
Swasta Tipe C Kota Pekanbaru Ditinjau Dari Kualitas Fisik. Volume 6,
nomor 1.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2004. No.


1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit. Jakarta.

Muh. Dicky P.Laya. 2016. Gambaran Kualitas Mikrobiologi Udara Kamar


Operasi Dan Keluhan Kesehatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 8,
No. 2 Juli 2016: 219–228.

Nizar, Arie. 2011. Pengaruh Dosis Desinfektan Terhadap Penurunan Angka


Kuman Pada Lantai di Ruang Kengana RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto. Poltekkes Kemenkes Semarang.

Satya H. Wahyudin. 2017. Hubungan Faktor Lingkungan Fisik Dan Standar Luas
Ruangan Dengan Kualitas Mikrobiologi Udara Pada Ruang Perawatan
Rumah Sakit Bhayangkara Pontianak. Jurnal Mahasiswa Dan Penelitian
Kesehatan

Soemirat, Juli. 2011. Kesehatan Lingkungan. Revisi. UGM. Gadjah Mada


University Press. Yogyakarta.

17
18

Tri Nurziad Pou. 2020. Kualitas Mikrobiologi Udara Dan Identifikasi Jenis
Mikroorganisme Pada Ruang Murai Rsud Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar
Lampung. Jurnal Kedokteran STM (Sains dan Teknologi Medik). Volume
3 No. 1 Tahun 2020.

Anda mungkin juga menyukai