Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI


TENTANG
“DAMPAK KORUPSI”

OLEH :
KELOMPOK 1
ELSA MAHMUD
JENI SUMURI
MUH. DICKY PRAMUDYA R. LAYA

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KESEHATAN KEMENKES GORONTALO
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN SANITASI LINGKUNGAN
2020
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat,
karunia serta izinnya sehingga penulisan dan penyusunan makalah ini dapat
diselesaikan dengan dengan sesuai waktu yang tersedia.
Adapun makalah ini adalah “Dampak Korupsi”. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih banyak kekurangannya, dikarenakan kemampuan kami yang
terbatas. Meskipun demikian, kami berharap mudah-mudahan makalah ini ada
manfaatnya khususnya bagi kami dan umumnya dosen.

Gorontalo, Agustus 2020


Penyusun

Kelompok 1
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR..............................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................
1.1 Latar Belakang............................................................................................
1.2 Tujuan.........................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................
2.1 Dampak Korupsi.........................................................................................
2.1.1 Menghambat Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi..........................
2.1.2 Melemahkan Kapasitas dan Kemampuan Pemerintah......................
2.1.3 Meningkatkan Utang Negara.............................................................
2.1.4 Menurunkan Pendapat Negara..........................................................
2.1.5 Menurunkan Produktivitas................................................................
2.2 Dampak Sosial dan Kemiskinan Masyarakat.............................................
2.2.1 Meningkatnya Kemiskinan................................................................
2.2.2 Tingginya Angka Kriminalitas..........................................................
2.2.3 Demoralisasi......................................................................................
2.3 Dampak Terhadap Pelayanan Kesehatan....................................................
2.4 Dampak Birokrasi Pemerintah....................................................................
BAB 1II PENUTUP.................................................................................................
3.1 Kesimpulan.................................................................................................
3.2 Saran...........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Korupsi sudah sering kita dengar saat ini, baik di media masa maupun
media elektronik. Korupsi berada di sekitar kita bahkan mungkin kita tidak
menyadarinya. Korupsi bisa terjadi mulai dari hal yang sangat kecil dan sepele
sampai dengan hal yang besar. Korupsi juga bisa terjadi di rumah, di sekolah,
di masyarakat, maupun di instalansi tertinggi serta dalam pemerintah. Mereka
yang melakukan korupsi terkadang menganggap remeh hal yang dilakukan itu.
Hal ini sangat menghawatirkan, sebab bagaimana pun, apabila suatu organisasi
dibangun dari korupsi akan dapat merusaknya.
Maraknya praktek korupsi di Indonesia tampaknya sudah sangat parah.
Korupsi terlanjur kuat, tak terkendali,dan menjadi sistem tersendiri yang
mengakar di Indonesia. Orang yang awalnya baik, dapat dengan mudah
berubah menjadi korup. Hal ini menyebabkan kepercayaan public terhadap
instansi pemerintah menurun drastis.
Celah hukum dan pengawasan yang lemah sering dianggap sebagai
sebagai penyebab utama terjadinya korupsi. Namun demikian sebenarnya
sikap individu dan masyarakat yang menganggap remeh praktek korupsi
merupakan pendorong yang sangat kuat untuk melakukan tindakan korupsi.
Sering kali oknum pejabat mau menerima pemberian dari orang lain berupa
makanan atau oleh-oleh. Memang hal itu sangatlah sepele, namun apabila
dibiarkan dan diremehkan secara terus menerus, nantinya pemberian tersebut
berubah menjadi parcel, uang saku, atau lebih besar lagi dan jadilah tindakan
penyuapan. Kebiasan-kebiasan seperti inilah yang menyebabkan tindakan
korupsi tumbuh subur di Indonesia.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui dampak korupsi yang ditimbulkan dari dampak
ekonomi
2. Untuk mengetahui dampak korupsi yang ditimbulkan dari dampak sosial
dan kemiskinan masyarakat
3. Untuk mengetahui dampak korupsi yang ditimbulkan dari dampak
terhadap pelayanan kesehatan
4. Untuk mengetahui dampak korupsi yang ditimbulkan dari dampak
birokrasi pemerintahan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dampak ekonomi
Korupsi merupakan salah satu dari sekian masalah yang mempunyai
dampak negatif terhadap perekonomian suatu negara, dan dapat berdampak
merusak sendi-sendi perekonomian negara. Korupsi dapat memperlemah
investasi dan pertumbuhan ekonomi (Pendidikan Anti Korupsi untuk
Perguruan Tinggi, 2011). Tidak mudah memberantas korupsi, sebab korupsi
dalam suatu tingkat tertentu selalu hadir di tengah-tengah kita. Dampak
korupsi dari perspektif ekonomi adalah misallocation of resources, sehingga
perekonomian tidak optimal (Ariati, 2013). Berbagai dampak korupsi terhadap
aspek ekonomi, adalah sebagai berikut.
2.1.1 Menghambat Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi
Investasi mempunyai pengertian secara umum adalah suatu usaha
penanaman modal atau sejumlah uang pada suatu perusahaan atau proyek
tertentu. Berinvestasi memiliki tujuan yang sudah sangat jelas yaitu untuk
mendapatkan suatu keuntungan. Selain itu terdapat berbagai pertimbangan
serta faktor yang mempengaruhi apakah investasi itu berhasil atau tidak.
Investasi sendiri adalah suatu istilah yang kuat kaitannya dengan bidang
ekonomi dan keuangan.  Berinvestasi juga sering disebut sebagai penanaman
sebuah modal, karena berinvestasi berguna untuk dapat menambah
penghasilan seseorang maupun suatu perusahaan. Berinvestasi juga tak lepas
dari resiko-resiko yang harus ditanggung para investor.

Hambatan Investasi di Indonesia


Menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), setidaknya ada
lima kendala yang sering dihadapi investor dalam berinvestasi di Indonesia
yangmembuat minat investasi asing ke Indonesia menurun. Lima kendala
tersebut yaitu: (1) regulasi berbelit; (2) akuisisi lahan yang sulit; (3)
infrastruktur publik yang belum merata; (4) pajak dan insentif non-fiskal lain
yang tidak mendukung investasi; dan (5) tenaga kerja terampil yang belum
memadai (vivanews.com, 15 September 2019).
Beberapa alasan investor asing lebih memilih berinvestasi di negara lain
seperti Vietnam dari pada di Indonesia antara lain biaya tenaga kerja, sewa
kantor, dan tarif pajak penghasilan (PPh) badan usaha di Vietnam lebih murah
dibandingkan dengan Indonesia. Rata-rata upah pekerja manufaktur Vietnam
sebesar USD3.673 pertahun sedangkan di Indonesia USD5.421pertahun. Sewa
kantor di Vietnam lebih murah dibandingkan dengan Indonesia, yaitu
USD17/m2/bulan untuk perkantoran grade A di Ho ChiMinh, sedangkan di
Jakarta USD50/m2/bulan. Tarif PPh badan usaha di Vietnam sebesar 20%
sejak tahun 2016, sedangkan tarif di Indonesia sebesar 25%. Bahkan,
Pemerintah Vietnam memberikan diskon tarif PPh badan untuk investasi di
daerah tertinggal menjadi 17% dan di daerah sangat tertinggal menjadi 10%
(Kontan, 6 September 2019).
Kendala investasi tersebut menjadi penghambat bagi Indonesia untuk
memanfaatkan momentum perang dagang antara AS dan China di mana
sejumlah industri di China melakukan relokasi pabrik ke kawasan Asia
Tenggara agar tidak terkena dampak kenaikan tarif. Indonesia tidak mampu
menarik perusahaan asal China yang keluar dari AS ke Indonesia, sementara
hanya sedikit perusahaan asal Jepang yang berhasil melakukan investasi di
Indonesia. Berdasarkan laporan Bank Dunia, sebanyak 33 perusahaan asal
China memutuskan keluar dari AS, 23 perusahaan berinvestasi di Vietnam,
dan 10 lainnya di Malaysia, Kamboja, dan Thailand. Pada tahun 2017,
sebanyak 73 perusahaan Jepang pindah dari Jepang, China, dan Singapura ke
Vietnam, 43 perusahaan ke Thailand, 11 ke Filipina, dan hanya 10 perusahaan
yang ke Indonesia. Dalam rapat terbatas tentang Ekosistem Investasi
September 2019, Presiden meminta jajaran di bawahnya untuk
menginventarisasi regulasi mengenai ekonomi dan investasi yang menghambat
peningkatan ekonomi. Perlambatan pertumbuhan ekonomi global
menimbulkan kekhawatiran terhadap potensi resesi ekonomi sehingga
Indonesia harus menyiapkan langkah-langkah antisipatif, salah satunya dengan
membuat ekosistem investasi yang menarik bagi investor (indonesia.go.id, 18
September 2019).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi


Subandi, dalam bukunya Sistem Ekonomi Indonesia, menulis bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi indonesia secara umum,
adalah :
1. Faktor produksi
2. Faktor investasi
3. Faktor perdagangan luar negeri dan neraca pembayaran
4. Faktor kebijakan moneter dan inflasi
5. Faktor keuangan Negara
Sedangkan Tambunan, dalam bukunya Perekonomian Indonesia, menulis
bahwa di dalam teori-teori konvensional, pertumbuhan ekonomi sangat
ditentukan oleh ketersediaan dan kualitas dari faktor-faktor produksi seperti
SDM, kapital, teknologi, bahan baku, enterpreneurship dan energi. Akan
tetapi, faktor penentu tersebut untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang,
bukan pertumbuhan jangka pendek.
Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini akan lebih
baik, sama atau lebih buruk dari tahun sebelumnya lebih ditentukan oleh
faktor-faktor yang sifatnya lebih jangka pendek, yang dapat dikelompokkan ke
dalam faktor internal dan eksternal.
Faktor eksternal didominasi oleh faktor-faktor ekonomi, seperti
perdagangan internasional dan pertumbuhan ekonomi kawasan atau dunia.
1. Faktor-faktor Internal
a. Faktor ekonomi, antara lain : Buruknya fundamental ekonomi nasional,
Cadangan devisa, Hutang luar negeri dan ketergantungan impor,
Sektor perbankan, Pengeluaran konsumsi.
b. Faktor non ekonomi, antara lain : Kondisi politik, sosial dan keamanan,
Pelarian modal ke luar negeri, Nilai tukar rupiah.
2. Faktor-faktor Eksternal
Kondisi perdagangan dan perekonomian regional atau dunia.
2.1.2 Melemahkan Kapasitas dan Kemampuan Dalam Program Pembangunan
Untuk Meningkatkan Perekonomian.
Pemberantasan korupsi harus dilakukan secara intensif dan serius
karena dampak yang ditimbulkannya begitu besar bagi kesejahteraan
masyarakat. Korupsi ditengarai mengurangi kemampuan pemerintah untuk
melakukan perbaikan dalam bentuk peraturan dan kontrol. Ketika kebijakan
dilakukan dalam pengaruh korupsi yang kuat maka akan mendorong terjadinya
inefsiensi dan pemborosan sektor ekonomi. Korupsi memperbesar biaya untuk
barang dan jasa, memperbesar utang suatu negara serta menurunkan standar
kualitas suatu barang.
Korupsi melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam
menjalankan program pembangunan yang mengakibatkan terhambatnya upaya
pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Korupsi sering menjadi
beban pajak tambahan atas sektor swasta. Para pebisnis terlibat dalam
konspirasi besar korupsi jika ingin memperoleh keuntungan besar danpeluang
bisnis dalam perekonomian. Mereka terpaksa harus menghadapi high cost
economy yang disebabkan oleh korupsi. Investor asing sering memberikan
respon negatif terhadap hal ini sehingga enggan menanamkan modalnya
disektor riil di Indonesia.
Di dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan
yang baik dengan cara menghancurkan proses formal sedangkan korupsi di
pemerintahan menghasilkan ketidakseimbangan pelayanan masyarakat. Secara
umum korupsi mengurangi kemampuan institusi pemerintah karena
pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, pengangkatan pejabat atau
kenaikan pangkat bukan karena prestasi. Secara simultan korupsi mempersulit
legitimasi pemerintah dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
2.1.3 Meningkatkan Utang Negara
1. Penyebab terjadinya Utang Luar Negeri Indonesia
Utang luar negeri adalah sebagian dari total utang suatu negara yang
diperoleh dari para kreditor di luar negara tersebut. Penerima utang luar
negeri dapat berupa pemerintah, perusahaan, atau perorangan. Bentuk
utang dapat berupa uang yang diperoleh dari bank swasta, pemerintah
negara lain atau lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank
Dunia.
2. Penyebab atau Asal Mula Utang Luar Negeri Indonesia
Sebagai sebuah negara yang terpuruk di bawah himpitan utang luar
negeri sebesar 357,976 milyar dollar AS yang terdiri atas utang
pemerintah dan banksentral sejumlah US$ 180,831 dan sektor swasta
sejumlah US$ 177,146 dengan beban angsuran pokok dan bunga utang
(dalam dan luar negeri) mencapai

sepertiga APBN, Indonesia tentu patut dicatat sebagai sebuah negara


Dunia Ketiga yang terperosok ke dalam kolonialisme utang.
Sehubungan dengan itu, catatan perjalanan utang luar negeri Indonesia
sebagaimana berikut menarik untuk dicermati.
Kondisi perekonomian global yang mengalami resesi melanda
semua negara termasuk Indonesia. Kondisi ini memaksa pemerintah
untuk melakukan utang untuk menutupi defisit anggaran. Korupsi
makin memperparah kondisi keuangan.
Utang luar negeri terus meningkat. Hingga September 2013, utang
pemerintah Indonesia mencapai Rp2.273,76 triliun.
2.1.4 Menurunkan Pendapat Negara
Pendapatan per kapita (PDB per kapita) Indonesia termasuk rendah.
Pada Mei 2013, berada pada angka USD 4.000. Apabila dibandingkan dengan
negaranegara maju, Indonesia tertinggal jauh. Pada tahun 2010 saja,
Luksemburg sudah mencapai USD 80.288, Qatar USD 43.100, dan Belanda
USD 38.618 (KPK, 2013). Pendapatan negara terutama berkurang karena
menurunnya pendapatan negara dari sektor pajak. Pajak menjadi sumber untuk
membiayai pengeluaran pemerintah dalam menyediakan barang dan jasa
publik. Pada umumnya perdagangan di daerah itu ilegal dan tidak membayar
pajak, tidak resmi, izinnya banyak dilanggar (Sekjen Asosiasi Pengusaha
Indonesia/ Apindo, Franky Sibarani, seperti dikutip KPK, Tanpa tahun).
Kondisi penurunan pendapatan dari sektor pajak, diperparah dengan
korupsi pegawai pajak untuk memperkaya diri sendiri maupun kelompok.
Sebagai contoh kasus fenomenal GT, seorang pegawai golongan 3 A, yang
menggelapkan pajak negara sekitar Rp26 miliar. Dengan demikian,
pendapatan pemerintah dari sektor pajak akan berkurang Rp26 miliar, itu
hanya kasus GT belum termasuk kasus makelar pajak lainnya yang sudah
maupun belum terungkap.
2.1.5 Menurunkan Produktivitas
Produktivitas merupakan salah satu faktor kunci dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi secara optimal. Peningkatan produktivitas tenaga kerja
merupakan tanggung jawab dari berbagai pihak. Perusahaan menyediakan alat,
sarana, fasilitas pelatihan, dan prasarana kerja lainnya, sementara karyawan
berkewajiban untuk menampilkan etos kerja, sikap peduli dan disiplin yang
baik, berinisiatif untuk melakukan perbaikan hasil kerja secara terus menerus.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas. Dalam analisis
manajemen sumber daya manusia produktivitas karyawan merupakan variabel
tergantung atau dipengaruhi banyak yang ditentukan oleh banyak faktor
(Sulistiyani dan Rosidah, 2009:248). Menurut Gomes (2003:160) bahwa
produktivitas sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1. Knowledge (pengetahuan)
2. Skills (ketrampilan)
3. Abilities (kemampuan)
4. Attitudes (sikap)
5. Behaviors (perilaku).
Knowledge (pengetahuan). Menurut Sulistiyani dan Rosidah (2009:249)
knowledge (pengetahuan) merupakan akumulasi hasil proses pendidikan baik
yang diperoleh secara formal maupun non-formal yang memberikan kontribusi
pada seseorang di dalam pemecahan masalah, daya cipta, termasuk
dalammelakukan atau menyelesaikan pekerjaan. Dengan pengetahuan yang
luas dan pendidikan tinggi, seorang pegawai diharapkan mampu melakukan
pekerjaan dengan baik dan produktif.
Skills (keterampilan). Menurut Sulistiyani dan Rosidah (2009:249)
keterampilan adalah kemampuan dan penguasaan teknis operasional mengenai
bidang tertentu, yang bersifat kekaryaan. Keterampilan diperoleh melalui
prosesbelajar dan berlatih. Keterampilan berkaitan dengan kemampuan
seseorang untuk melakukan atau menyelesaikan pegawai-pegawai yang
bersifat teknis. Dengan keterampilan yang dimiliki seseorang pegawai
diharapkan mampu menyelesikan pekerjaan secara produktif. Keterampilan
merupakan variabel yang bersifat utama dalam membentuk produktivitas.
Dengan kata lain, jika seorang pegawai memiliki keterampilan yang baik maka
akan semakin produktif.
Abilities (kemampuan). Menurut Sulistiyani dan Rosidah (2009:249)
abilities atau kemampuan terbentuk dari sejumlah kompetensi yang dimiliki
oleh seorang pegawai. Konsep ini jauh lebih luas, karena dapat mencakup
sejumlah kompetensi. Pengetahuan dan keterampilan termasuk faktor
pembentuk kemampuan. Dengan demikian apabila seseorang mempunyai
pengetahuan dan keterampilan yang tinggi, diharapkan memiliki kemampuan
yang tinggi pula, maka seseorang dapat melaksanakan aktivitas dengan tanpa
ada permasalahan teknis.
Attitudes (sikap). Sikap (attitude) adalah pernyataan evaluatif-baik yang
menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan-terhadap obyek, individu,
atau peristiwa (Robbins, 2008:92). Sikap (attitude) merupakan kebiasaan yang
terpolakan. Jika kebiasaan yang terpolakan tersebut memiliki implikasi positif
dalam hubungannya dengan perilaku kerja seseorang maka akan
menguntungkan.
Behaviors (perilaku). Perilaku adalah operasionalisasi dan aktualisasi sikap
seseorang atau suatu kelompok dalam atau terhadap suatu (situasi dan kondisi)
lingkungan (masyarakat, alam, teknologi, atau organisasi) (Ndraha, 1997:33).
Perilaku manusia juga akan ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaan yang telah
tertanam dalam diri pegawai sehingga dapat mendukung kerja yang efektif
atau sebaliknya. Dengan kondisi pegawai tersebut, maka produktivitas dapat
dipastikan dapat terwujud.

2.2 Dampak sosial dan kemiskinan masyarakat


Korupsi berdampak merusak kehidupan sosial di dalam masyarakat,
kekayaan negara yang dikorup oleh segelintir orang dapat menggoncang
stabilitas ekonomi negara, yang berdampak pada kemiskinan masyarakat
dalam negara. Dampak pada aspek sosial di antaranya sebagai berikut.
2.2.1 Meningkatnya kemiskinan
Korupsi dapat meningkatkan kemiskinan karena tingkat korupsi yang
tinggi dapat menyebabkan kemiskinan setidaknya untuk dua alasan. Pertama,
bukti empiris menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi
berkaitan dengan tingkat pengurangan kemiskinan yang tinggi pula. Korupsi
akan memperlambat laju pengurangan kemiskinan bahkan meningkatkan
kemiskinan karena korupsi akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi.
Kedua, ketimpangan pendapatan akan berefek buruk terhadap pertumbuhan
ekonomi sehingga jumlah orang yang menjadi miskin akan bertambah.
Korupsi juga dapat menyebabkan penghindaran terhadap pajak, administrasi
pajak yang lemah, dan pemberian privilese (hak istimewa) yang cenderung
berlebih terhadap kelompok masyarakat makmur yang memiliki akses kepada
kekuasaan sehingga yang kaya akan semakin kaya, sedangkan yang miskin
akan semakin miskin. Masyarakat yang miskin kesulitan memperoleh
makanan pokok, konsumsi gizi yang sehat terlupakan dan menyebabkan gizi
buruk. Gizi buruk merupakan masalah yang tak kunjung usai. Dampak krisis
yang ditimbulkan gizi buruk menyebabkan biaya subsidi kesehatan semakin
meningkat. Gizi buruk juga menyebabkan lebih dari separo kematian bayi,
balita, dan ibu, serta Human Development Indeks (HDI) menjadi rendah
(Suhendar, 2012).
2.2.2 Tingginya angka kriminalitas
Korupsi menyuburkan berbagai jenis kejahatan yang lain dalam
masyarakat. Semakin tinggi tingkat korupsi, semakin besar pula kejahatan.
Menurut Transparency International, terdapat pertalian erat antara jumlah
korupsi dan jumlah kejahatan. Rasionalnya, ketika angka korupsi meningkat,
maka angka kejahatan yang terjadi juga meningkat. Sebaliknya, ketika angka
korusi berhasil dikurangi, maka kepercayaan masyarakat terhadap penegakan
hukum (law enforcement) juga meningkat. Dengan mengurangi korupsi dapat
juga (secara tidak langsung) mengurangi kejahatan yang lain. Idealnya, angka
kejahatan akan berkurang jika timbul kesadaran masyarakat (marginal
detterence). Kondisi ini hanya terwujud jika tingkat kesadaran hukum dan
kesejahteraan masyarakat sudah memadai (sufficient) (Kemendikbud, 2011).
Setidaknya, setiap 91 detik kejahatan muncul selama tahun 2012. Tindak
kriminalitas sendiri, antara lain dipicu oleh tingkat kemiskinan yang tinggi
(KPK, Tanpa tahun).
2.2.3 Demoralisasi
Korupsi yang merajalela di lingkungan pemerintah dalam penglihatan
masyarakat umum akan menurunkan kredibilitas pemerintah yang berkuasa.
Jika pemerintah justru memakmurkan praktik korupsi, lenyap pula unsur
hormat dan trust (kepercayaan) masyarakat kepada pemerintah. Praktik
korupsi yang kronis menimbulkan demoralisasi di kalangan warga masyarakat.
Kemerosotan moral yang dipertontonkan pejabat publik, politisi, artis di media
masa, menjadikan sedikitnya figur keteladan yang menjadi role model.
Apalagi bagi generasi muda yang mudah terpapar dan terpengaruhi.
Demoralisasi juga merupakan mata rantai, dampak korupsi terhadap
bidang pendidikan, karena korupsi menyebabkan biaya pendidikan tinggi,
angka putus sekolah tinggi, banyaknya sekolah yang rusak, dan lain-lain. Saat
ini, rata-rata pendidikan penduduk Indonesia adalah 5,8 tahun atau tidak lulus
sekolah dasar (SD). Setiap tahun, lebih dari 1,5 juta anak tidak melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (KPK, Tanpa tahun).
2.3 Dampak terhadap pelayanan kesehatan
Keberhasilan terhadap program-program kesehatan tidak ditentukan
semata hanya kuantitas dari program itu sendiri, namun sedikit
benyaknyaditentukan olkeh berjalannya system yang ada melalui kebijakan-
kebijakan yang telah diterapkan. Kewenangan dan kekuasaan pada tahap
implementasi dapat diterjemahkan secara berbeda oleh tiap-tiap daerah dan
cenderung ditafsirkan dengan keinginan masing-masing daerah. Kondisi ini
akan dapat menciptakan peluang-peluang KKN yang dapat berdampak
langsung maupun tidak langsung terhadap pelayanan kesehatan msayarakat.
Laksono Trisnatoro dalam Seminar Pencegahan Korupsi di Sektor
Kesehatan yang diselenggarakan oleh Keluarga Alumni Gadjah Mada Fakultas
Kedokteran Yogyakarta (Kagama Kedokteran) pada Rabu, 22 Mei 2013,
secara khusus menyoroti dampak korupsi terhadap sisitem manajemen rumah
sakit. Sistem manajemen rumah sakit yang diharapkan untuk pengelolaan
lebih baik menjadi sulit dibangun. Apabila korupsi terjadi di berbagai level
maka akan terjadi keadaan sebagai berikut :
1. Organisasi rumah sakit menjadi sebuah lembaga yang mempunyai sisi
bayangan yang semakin gelap
2. Ilmu manajemen yang diajarkan di pendidikan tinggi menjadi tidak relavan
3. Direktur yang diangkat karena kolusif (misalnya harus membayar untuk
menjadi direktur) menjadi sulit menghargai ilmu manajemen
4. Proses manajemen dan klinis di pelayanan juga cenderung akan tidak
seperti apa yang ada di buku teks.
Akhirnya, terjadi kematian ilmu manajemen apabila sebuah
rumah/lembaga kesehatan sudah dikuasai oleh korupsi di sistem manajemen
rumah sakit maupun system penanganan klinis.
2.4 Dampak birokrasi pemerintah
Upaya pemerintah mencanangkan clean government dalam upaya
memberantas korupsi di kalangan birokrasi pemerintahan, belum dapat
menjamin menanggulangi korupsi, berbagai jenis kebocoran keuangan negara
masih saja terjadi, berdampak pelayanan publik dapat terganggu.
Kebocoran keuangan negara yang paling besar di lingkungan lembaga
negara adalah melalui Pengadaan Barang dan Jasa, lemahnya pengawasan dan
kurangnya penerapan. disiplin serta sanksi terhadap penyelenggara negara
dalam melaksanakan tugas-tugas negara berdampak birokrasi pemerintahan
yang buruk.
Sementara itu, dampak korupsi yang menghambat berjalannya fungsi
pemerintah, sebagai pengampu kebijakan negara, dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Korupsi menghambat peran negara dalam pengaturan alokasi
2. Korupsi menghambat negara melakukan pemerataan akses dan asset
3. Korupsi juga memperlemah peran pemerintah dalam menjaga stabilitas
ekonomi dan politik.
Dengan demikian, suatu pemerintahan yang terlanda wabah korupsi akan
mengabaikan tuntutan pemerintahan yang layak. Kehancuran birokrasi
pemerintah merupakan garda depan yang berhubungan dengan pelayanan
umum kepada masyarakat. Korupsi menumbuhkan ketidakefisienan yang
menyeluruh di dalam birokrasi.
Survei yang dilakukan oleh Political and Economic Risk Consultancy
(PERC) menunjukkan bahwa Indonesia menempat posisi kedua setelah India
sebagai negara dengan performa birokrasi yang paling buruk di Asia
(Republika, 3 Juni 2010, dalam Kemendikbud, 2011). PERC menilai,
buruknya perlakuan tidak hanya terhadap warganya sendiri tetapi juga
terhadap warga negara asing. Tidak efisiennya birokrasi ini, menghambat
masuknya investor asing ke negara tersebut.
Korupsi adalah tindakan yang buruk sehingga tingkat korupsi suatu negara
akan memengaruhi pandangan negara lain terhadap negara tersebut. Negara
yang tingkat korupsinya tinggi akan memiliki citra negatif dari negara lain,
sehingga kehormatan negara tersebut akan berkurang. Sebaliknya, negara yang
tingkat korupsinya rendah akan mendapat pandangan positif dari negara lain
dan memiliki citra yang baik di dunia internasional sehingga kedaulatan dan
kehormatan negara itu akan dilihat baik oleh negara lain. Bahkan, apabila
negara memiliki tingkat korupsi yang sangat rendah biasanya akan menjadi
tempat studi banding dari negara lain untuk memperoleh pembelajaran.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Korupsi adalah suatu tindak pidana yang memperkaya diri yang secara
langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Beberapa unsur yang
terdapat dalam perbuatan korupsi meliputi menerima hadiah atau janji
(penyuapan), pemerasan dalam jabatan, ikut serta dalam pengadaan (bagi
pegawai negeri penyelenggara negara), menerima gratifikasi, serta
menyalahgunakan kewenangan.
Dampak korupsi terhadap kondisi keuangan negara disumbangkan dari 
dampak langsungnya pada bidang perpajakan dan ekonomi. Adapun dampak
korupsi terhadap penyelenggaraan negara adalah akumulasi dari dampak
langsung korupsi dalam bidang politik, demokrasi, dan hukum. Sedangkan
dampak korupsi terhadap kondisi social masyarakat adalah wujud dari
dampak langsung korupsi dalam bidang akhlak dan moral, social, budaya,
kode etik, dan sumber daya manusia.
3.2 Saran
Pendidikan budaya anti korupsi harus dilakukan mulai dari dini agar
masyarakat sadar dampak yang terjadi akibat korupsi. Pemerintah
seharusnya lebih tegas dalam menindak lanjuti masalah korupsi yang
dilakukan oleh para koruptor.
DAFTAR PUSTAKA

Kemendikbud RI. 2011. Pendidikan Anti-Korupsi untuk Perguruan Tinggi.


Jakarta: Kemendikbud. Diakses pada 17 Agustus 2020
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2014. Pendidikan Budaya Anti
Korupsi. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan.
bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/10/01bukuajar_pbak.pdf diakses pada 17 Agustus
2020
Trisnatoro, Laksono. 2013. “Mencegah Korupsi di Jaminan Kesehatan Nasional”
dalam Seminar Pencegahan Korupsi di Sektor Kesehatan, Rabu, 22 Mei
2013, diselenggarakan oleh Keluarga Keluarga Alumni Gadjah Mada
Fakultas Kedokteran Yogyakarta (Kagama Kedokteran).
bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/10/01bukuajar_pbak.pdf diakses pada 17 Agustus
2020
Komisi Pemberantasan Korupsi. Tanpa tahun. Semua Bisa Beraksi. Jakarta:
Komisi Pemberantasan Korupsi. bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/10/01bukuajar_pbak.pdf diakses pada 17 Agustus
2020
Damanhuri, Didin S 2010. Ekonomi Politik dan Pembangunan : Teori, Kritik dan
Solusi bagi Indonesia dan Negara Sedang Berkembang. Bogor. IPB
Press. Diakses pada 19 Agustus 2020
“Ternyata Lima Hal Ini Jadi Kendala Investasi di Indonesia”,
https://www.vivanews.com/bisnis/ekonomi/7351-ternyata-lima-hal-ini-
jadi-kendala-investasi-di-indonesia, diakses 19 Agustus 2020.
Buku sistem perekonomian indonesia oleh Subandi diakses pada 19 Agustus 2020

Anda mungkin juga menyukai