Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KEGIATAN

F.2 UPAYA KESEHATAN LINGKUNGAN


GERAKAN 4M PLUS UNTUK MENCEGAH
DEMAM BERDARAH

OLEH:
dr. DHYAKSA CAHYA PRATAMA

PENDAMPING:
dr. H. SARTONO, MM

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP


PUSKESMAS PEMARON
2017
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KEGIATAN UPAYA KESEHATAN LINGKUNGAN (F.2)
GERAKAN 4M PLUS UNTUK MENCEGAH DEMAM BERDARAH

Brebes, Januari 2017

Peserta Program Internship Pendamping Program Internship

dr. Dhyaksa Cahya Pratama dr. H. Sartono, MM


BAB I
PENDAHULUAN

A LATAR BELAKANG
Demam Berdarah Dengue (DBD/Dengue Hemmoragic Fever) merupakan masalah
kesehatan yang ditemukan di daerah tropis dan subtropis, terutama di daerah perkotaan. DBD
merupakan penyakit dengan potensi fatalitas yang cukup tinggi, yang ditemukan pertama kali
pada tahun 1950an di Filipina dan Thailand, saat ini dapat ditemukan di sebagian besar
negara di Asia. Jumlah negara yang mengalami wabah DBD telah meningkat empat kali lipat
setelah tahun 1995. Sebagian besar kasus DBD menyerang anak-anak. Angka fatalitas kasus
DBD dapat mencapai lebih dari 20%, namun dengan penanganan yang baik dapat menurun
hingga kurang dari 1 % (WHO, 2008).
WHO mengestimasi 50 juta orang terinfeksi penyakit demam berdarah setiap tahunnya.
DBD mempunyai kecenderungan kasusnya yang mudah meningkat dan meluas.
Memburuknya dengue secara progresif di kawasan Asia Pasifik berhubungan dengan
perkembangan urban yang tidak terencana, penyimpanan air dan sanitasi yang buruk, yang
berkontribusi terhadap perkembangbiakan vektor Aedes aegypti. Densitas populasi vektor
yang tinggi meningkatkan peluang transmisi dengue (Soedarmo, 2008).

B PERMASALAHAN
Penyakit DBD masih menjadi permasalahan serius di Provinsi Jawa Tengah,
terbukti 35 kabupaten/kota sudah pernah terjangkit penyakit DBD. Angka
kesakitan/Incidence Rate (IR) DBD di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar
19,29/100.000 penduduk, meningkat bila dibandingkan tahun 2011 (15,27/100.000
penduduk) dan masih dalam target nasional yaitu <20/100.000 penduduk (Buku Profil
Kesehatan Jawa Tengah, 2012).

D
Angka kematian/Case Fatality Rate (CFR) DBD tahun 2012 sebesar 1,52% atau lebih tinggi
dibanding tahun 2011 (0.93%), tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan target nasional
(<1%).

Brebes merupakan kabupaten dengan CFR DBD >1%. Hal ini belum mencapai target
nasional yaitu <1%.

Peningkatan kasus Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) terdapat di puskesmas


Pemaron, hal ini dibuktikan dengan ditemukannya 29 kasus DBD yang tersebar di 5 dari 6
Desa yang ada, yaitu Desa Pemaron 6 Kasus, Desa Padasugih 2 Kasus, Desa Wangandalem 8
Kasus, Desa Pulosari 1 Kasus dan Kel.Gandasuli 6 kasus pada tahun 2013 dengan 1 kasus
kematian akibat Demam Berdarah. Sedangkan pada tahun 2015 ditemukan 30 kasus DBD
dengan persebaran di Desa Pemaron 4 Kasus, Desa Padasugih 6 Kasus, Desa Wangandalem 3
Kasus, Desa Pulosari 6 Kasus, Desa Terlangu 4 kasus, dan Kel.Gandasuli 7 kasus tanpa ada
korban meninggal (Buku Profil Kesehatan Puskesmas Pemaron, 2013 dan 2015).
Salah satu penyebab meningkatnya angka kejadian DBD adalah oleh karena
masyarakatnya yang belum sadar akan arti kebersihan lingkungan dan melaksanakan gerakan
4M Plus, disamping Iklim yang memang kurang bersahabat.
F TUJUAN
1 Tujuan Umum
- Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit demam berdarah dan cara
pencegahannya.
- Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam ikut menjaga kesehatan lingkungan
dengan menjalankan gerakan 4M Plus sebagai upaya pencegahan demam berdarah
- Meningkatkan pengetahuan dan partisipasi masyarakat tentang perilaku hidup bersih
dan sehat di lingkungan keluarga.
2 Tujuan Khusus
Memenuhi tugas laporan program dokter internsip di Puskesmas Pemaron

G MANFAAT
1 Bagi Masyarakat
Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan
lingkungan rumah dengan menjalankan gerakan 4M Plus untuk mencegah demam
berdarah
2 Bagi Tenaga Medis
Menjadi fasilitator informasi kesehatan dan motivator kesadaran masyarakat senantiasa
berperilaku sehat, terutama dalam menjaga kesehatan lingkungan keluarga
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A UPAYA KESEHATAN LINGKUNGAN


Upaya kesehatan lingkungan yaitu program pelayanan kesehatan lingkungan puskesmas
untuk meningkatkan kesehatan lingkungan pemukiman melalui upaya sanitasi dasar,
pengawasan mutu lingkungan dan tempat umum termasuk pengendalian pencemaran
lingkungan dengan peningkatan peran serta masyarakat.
Tujuan upaya kesehatan lingkungan adalah mewujudkan mutu lingkungan hidup yang
lebih sehat melalui pengembangan sistem kesehatan kewilayahan untuk menggerakkan
pembangunan berwawasan kesehatan.
Kegiatan pokok dan kegiatan indikatif program ini meliputi penyediaan sarana air bersih
dan sanitasi dasar, pemeliharaan dan pengawasan kualitas lingkungan, pengendalian dampak
risiko pencemaran lingkungan dan pengembangan wilayah sehat.

B KESEHATAN LINGKUNGAN
Lingkungan sehat menurut WHO adalah keadaan yg meliputi kesehatan fisik, mental,
dan sosial yg tidak hanya berarti suatu keadaan yg bebas dari penyakit dan kecacatan.
Sedangkan menurut UU No 23 / 1992 adalah tentang kesehatan keadaan sejahtera dari badan,
jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Terdapat beberapa definisi dari kesehatan lingkungan :
1. Menurut WHO (World Health Organization), kesehatan lingkungan adalah suatu
keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat
menjamin keadaan sehat dari manusia.
2. Menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia) kesehatan
lingkungan adalah suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan
ekologi yang dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya
kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia.
Menurut World Health Organization (WHO) ada 17 ruang lingkup kesehatan lingkungan,
yaitu : Penyediaan Air Minum, Pengelolaan air Buangan dan pengendalian pencemaran,
Pembuangan Sampah Padat, Pengendalian Vektor, Pencegahan/pengendalian pencemaran
tanah oleh ekskreta manusia, Higiene makanan, termasuk higiene susu, Pengendalian
pencemaran udara, Pengendalian radiasi, Kesehatan kerja, Pengendalian kebisingan,
Perumahan dan pemukiman, Aspek kesling dan transportasi udara, Perencanaan daerah dan
perkotaan, Pencegahan kecelakaan, Rekreasi umum dan pariwisata, Tindakan-tindakan
sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi/wabah, bencana alam dan perpindahan
penduduk, Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan.
Di Indonesia, ruang lingkup kesehatan lingkungan diterangkan dalam Pasal 22 ayat (3)
UU No 23 tahun 1992 ruang lingkup kesling ada 8, yaitu : Penyehatan Air dan Udara,
Pengamanan Limbah padat/sampah, Pengamanan Limbah cair, Pengamanan limbah gas,
Pengamanan radiasi, Pengamanan kebisingan, Pengamanan vektor penyakit, Penyehatan dan
pengamanan lainnya, sepeti keadaan pasca bencana.
Menurut Pasal 22 ayat (2) UU 23/1992, Sasaran dari pelaksanaan kesehatan lingkungan
adalah sebagai berikut :
1. Tempat umum : hotel, terminal, pasar, pertokoan, dan usaha-usaha yang sejenis
2. Lingkungan pemukiman : rumah tinggal, asrama/yang sejenis
3. Lingkungan kerja : perkantoran, kawasan industri/yang sejenis
4. Angkutan umum : kendaraan darat, laut dan udara yang digunakan untuk umum
5. Lingkungan lainnya : misalnya yang bersifat khusus seperti lingkungan yang berada dlm
keadaan darurat, bencana perpindahan penduduk secara besar2an, reaktor/tempat yang
bersifat khusus.
Masalah Kesehatan lingkungan merupakan masalah kompleks yang untuk mengatasinya
dibutuhkan integrasi dari berbagai sektor terkait.

A. PENYULUHAN
Meningkatkan upaya promosi kesehatan merupakan salah satu persiapan yang perlu
diperhatikan pada pra KLB/Wabah. Penyuluhan adalah proses penyebarluasan informasi
tentang ilmu pengetahuan, teknologi, maupun seni. Penyuluhan dapat diartikan sebagai
proses aktif yang memerlukan interaksi antara penyuluh dan yang disuluh agar terbangun
proses perubahan perilaku yang merupakan perwujudan dari pengetahuan, sikap dan
keterampilan seseorang yang dapat diamati oleh orang/pihak lain, baik secara langsung atau
tidak langsung. Dari berbagai aspek terkait dalam promosi kesehatan yang perlu mendapatkan
perhatian secara seksama adalah tentang metode dan alat peraga yang digunakan dalam
promosi kesehatan. Dengan metode yang benar dan penggunaan alat peraga yang tepat
sasaran, maka materi atau bahan isi yang perlu dikomunikasikan dalam promosi kesehatan
akan mudah diterima, dicerna dan diserap oleh sasaran, dicapai dan indera penerima dari
sasaran promosi.
1. Definisi Media/ Alat Peraga
Notoatmodjo (2005) Media atau alat peraga dalam promosi kesehatan dapat diartikan
sebagai alat bantu untuk promosi kesehatan yang dapat dilihat, didengar, diraba, dirasa
atau dicium, untuk memperlancar komunikasi dan penyebar-luasan informasi. Biasanya
alat peraga digunakan secara kombinasi, misalnya menggunakan papan tulis dengan photo
dan sebagainya.
2. Jenis Media/ Alat Peraga
Alat-alat peraga dapat dibagi dalam 4 kelompok besar:
- Benda asli, yaitu benda yang sesungguhnya, baik hidup maupun mati. Termasuk dalam
macam alat peraga ini antara lain:
i Benda sesungguhnya, misalnya tinja di kebun, lalat di atas tinja, dsb
ii Spesimen, yaitu benda sesungguhnya yang telah diawetkan seperti cacing dalam
botol pengawet, dll
iii Sample yaitu contoh benda sesungguhnya untuk diperdagangkan seperti oralit, dll
- Benda tiruan, yang ukurannya lain dari benda sesungguhnya. Benda tiruan bisa
digunakan sebagai media atau alat peraga dalam promosi kesehatan. Hal ini dikarena
menggunakan benda asli tidak memungkinkan, misal ukuran benda asli yang terlalu
besar, terlalu berat, dll. Benda tiruan dapat dibuat dari bermacam-macam bahan seperti
tanah, kayu, semen, plastik dan lain-lain.
- Gambar, seperti poster, leaflet, gambar karikatur, lukisan yang masing-masing memiliki
kelebihan dan kekurangan.
- Gambar alat optik, seperti photo, slide, film, dll
3. Metode Penyuluhan
Metode yang dapat dipergunakan dalam memberikan penyuluhan kesehatan adalah:
1. Metode Ceramah
Adalah suatu cara dalam menerangkan dan menjelaskan suatu ide, pengertian atau
pesan secara lisan kepada sekelompok sasaran sehingga memperoleh informasi tentang
kesehatan.
2. Metode Diskusi Kelompok
Adalah pembicaraan yang direncanakan dan telah dipersiapkan tentang suatu topik
pembicaraan diantara 5-20 peserta (sasaran) dengan seorang pemimpin diskusi yang
telah ditunjuk.
3. Metode Curah Pendapat
Adalah suatu bentuk pemecahan masalah di mana setiap anggota mengusulkan semua
kemungkinan pemecahan masalah yang terpikirkan oleh masing-masing peserta, dan
evaluasi atas pendapat-pendapat tadi dilakukan kemudian.
4. Metode Panel
Adalah pembicaraan yang telah direncanakan di depan pengunjung atau peserta tentang
sebuah topik, diperlukan 3 orang atau lebih panelis dengan seorang pemimpin.
5. Metode Bermain peran
Adalah memerankan sebuah situasi dalam kehidupan manusia dengan tanpa diadakan
latihan, dilakukan oleh dua orang atu lebih untuk dipakai sebagai bahan pemikiran oleh
kelompok.
6. Metode Demonstrasi
Adalah suatu cara untuk menunjukkan pengertian, ide dan prosedur tentang sesuatu hal
yang telah dipersiapkan dengan teliti untuk memperlihatkan bagaimana cara
melaksanakan suatu tindakan, adegan dengan menggunakan alat peraga. Metode ini
digunakan terhadap kelompok yang tidak terlalu besar jumlahnya.
7. Metode Simposium
Adalah serangkaian ceramah yang diberikan oleh 2 sampai 5 orang dengan topik yang
berlebihan tetapi saling berhubungan erat.
8. Metode Seminar
Adalah suatu cara di mana sekelompok orang berkumpul untuk membahas suatu
masalah dibawah bimbingan seorang ahli yang menguasai bidangnya.

B. DEMAM BERDARAH DENGUE


1. Definisi
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan
demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah,
nyeri hulu hati, disertai tanda perdarahan dikulit berupa petechie, purpura, echymosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena, hepatomegali, trombositopeni, dan
kesadaran menurun atau renjatan (Soedarmo, 2008).
2. Etiologi
Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus dengue
yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal
sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu;
DEN-1, DEN2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi
terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe
lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai
terhadap serotipe lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat
terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya.
Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Di
Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah
sakit menunjukkan bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun.
Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang
menunjukkan manifestasi klinik yang berat (Depkes RI, 2011).
3. Vektor Penyakit
Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-
rata nyamuk lain. Nyamuk ini mempunyai dasar hitam dengan bintik- bintik putih pada
bagian badan, kaki, dan sayapnya. Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap cairan
tunlbuhan atan sari bunga untuk keperluan hidupnya. Sedangkan yang betina mengisap
darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia dari pada binatang. Biasanya
nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit biasanya pagi
(pukul 9.00-10.00) sampai petang hari (16.00-17.00. Aedes aegypti mempunyai kebiasan
mengisap darah berulang kali untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan
demikian nyamuk ini sangat infektif sebagai penular penyakit (Siregar, 2004).
Setelah mengisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam atau diluar runlah.
Tempat hinggap yang disenangi adalah benda-benda yang tergantung dan biasanya
ditempat yang agak gelap dan lembab. Disini nyamuk menunggu proses pematangan
telurnya. Selanjutnya nyamuk betina akan meletakkan telurnya didinding tempat
perkembangbiakan, sedikit diatas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas
menjadi jentik dalam waktu 2 hari setelah terendam air. Jentik kemudian menjadi
kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa (Siregar, 2004).
4. Faktor faktor yang Mempegaruhi Terjadinya DBD
Menurut Jhon Gordon terjadinya suatu penyakit disebabkan oleh lebih dari satu faktor
(Multiple Causal). Faktor-faktor tersebut adalah agent, pejamu (host), dan lingkungan
( environment).
a) Faktor Agent
Faktor agent adalah penyebab terjadinya suatu penyakit, dalam hal ini yang
menjadi agent adalah virus Dengue. Virus Dengue termasuk kelompok Arbovirus
tergolong dalam genus Flaviviridae dan dikenal 4 serotipe. Dengue 1 dan 2 berbentuk
batang, bersifat termolabil, sensitive terhadap inaktivasi oleh dietil eter ditemukan di
Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke II., sedangkan Dengue 3 dan 4 ditemukan
pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus Dengue dan natrium dioksisiklat,
stabil pada suhu 700. Keempat serotipe telah ditemukan pada pasien di Indonesia
dengan Dengue 3 merupakan serotipe yang paling banyak beredar.
b) Faktor Pejamu (host)
Pejamu yang dimaksud adalah manusia yang kemungkinan menderita DBD. Faktor
manusia erat kaitannya dengan perilaku serta peran dalam kegiatan pemberantasan
vektor dimasyarakat. Mobilitas penduduk yang tinggi akan memudahkan penularan
virus dengue dari satu tempat ke tempat lain. Faktor lainnya adalah umur dan kondisi
individu masing-masing dalam mempertahankan daya tahan tubuh dari serangan
penyakit. Selain itu faktor pendidikan juga mempengarguhi cara berfikir dalam
penerimaan penyuluhan yang diberikan dan cara mengatasi DBD.
c) Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan adalah termasuk segala sesuatu yang berada diluar agent dan
pejamu, antara lain :
Kualitas pemukiman dan sanitasi lingkungan yang kurang baik merupaka kondisi
ideal untuk perkembangbiakan nyamuk vektor penyakit dan penularan penyakit.
Ketinggian tempat berpengaruh terhadap perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti.
Pada daerah ketinggian di atas 1000 meter dari permukaan laut tidak ditemukan
vektor penular penyakit.
Curah hujan akan menambah genangan air sebagai tempat perindukan dan
menambah kelembapan udara. Temperatur dan kelembapan selama musim hujan
sangat kondusif untuk kelangsungan hidup nyamuk. Iklim dan temperatur, virus
dengue hanya endemis diwilayah tropis dimana iklim dan temperatur
memungkinkan untuk perkembangbiakan nyamuk.
Kepadatan penduduk akan memudahkan penularan DBD karena berkaitan dengan
jarak terbang nyamuk aedes aegypti.
5. Manifestasi Klinis
Demam Dengue
Masa tunas sekitar 3-5 hari. Dijumpai trias sindrom yaitu demam tinggi, nyeri pada
anggota badan dan timbulnya ruam. Pada beberapa penderita dapat dilihat bentuk kurva
suhu yang menyerupai pelana kuda atau bifasik. Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu
naik pertama kali yaitu pada hari sakit ke 3-5 berlangsung selama 3-4 hari. Ruam bersifat
makulopapular yang menghilang pada tekanan. Ruam terdapat di dada, abdomen,
menyebar ke anggota gerak dan muka (Soedarmo, 2008).
Demam Berdarah Dengue
Demam berdarah dengue ditandai oleh 4 manifestasi klinis yaitu demam tinggi,
perdarahan, terutama perdarahan kulit, hepatomegali, dan kegagalan peredaran darah
(Soedarmo, 2008).
Dengue Shock Syndrom
Pada DSS, setelah demam berlangsung selama beberapa hari, keadaan umum tiba-tiba
memburuk, hal ini biasanya terjadi pada saat atau setelah demam menurun yaitu di antara
hari sakit ke 3-7. Manifestasi syok pada anak terdiri atas:
a. Kulit pucat, dingin dan lembab terutama pada ujung jari kaki, tangan dan hidung,
sedangkan kuku menjadi biru.
b. Anak yang semula rewel, cengeng dan gelisah, lambat laun kesadarannya menurun
menjadi apatis, sopor dan koma.
c. Perubahan nadi, baik frekuensi maupun amplitudonya. Nadi menjadi cepat dan lembut
sampai tidak teraba.
d. Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang.
e. Tekanan sistolik pada anak menurun menjadi 80 mmHg atau kurang.
f. Oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah di arteri renalis.
6. Penegakan Diagnosis
Diagnosis DBD menurut WHO yaitu berdasarkan klinis dan laboratorium:
Klinis
a. Demam tinggi mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari.
b. Manifestasi perdarahan, minimal uji tourniquet positif dan salah satu bentuk perdarahan
lain (ptekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi), hematemesis dan melena.
Uji tourniquet dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan tekanan darah.
Selanjutnya diberikan tekanan di antara sistolik dan diastolik pada alat pengukur yang
dipasang pada lengan di atas siku; tekanan ini diusahakan menetap selama percobaan.
Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit, diperhatikan timbulnya petekia pada kulit di
lengan bawah bagian medial pada sepertiga bagian proksimal. Uji dinyatakan positif
apabila pada 1 inchi persegi (2,8 x 2,8 cm) didapat lebih dari 20 petekia.
c. Pembesaran hati
d. Syok yang ditandai oleh nadi lemah dan cepat disertai tekanan nadi menurun ( 20
mmHg), tekanan darah menurun ( tekanan sistolik 80 mmHg) disertai kulit yang
teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi
gelisah dan timbul sianosis di sekitar mulut.
Laboratorium
a) Trombositopenia ( 100.000/l) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari
peningkatan nilai hematokrit 20% dibandingkan dengan nilai hematokrit pada masa
sebelum sakit atau masa konvalesen.
b) Ditemukannya dua atau tiga klinis pertama disertai trombositopenia dan
hemokonsentrasi sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis DBD (Soedarmo, 2008).
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien DBD yang terpenting adalah mengganti cairan tubuh yang
hilang akibat kebocoran plasma. Pada DBD derajat 1 dan 2 cukup tirah baring di rumah
sambil dipantau status dehidrasi dan keadaan umumnya. Pada DBD derajat 3 dan 4 pasien
sudah mengalami dehidrasi berat yang mengarah ke syok sehingga perlu segera diberikan
cairan pengganti dari infus yang dapat dilakukan di puskesmas atau rumah sakit terdekat
(Notoatmodjo, 2008).
8. Prognosis
Morbiditas dan mortalitas terjadi bila deteksi dan monitoring tidak baik. Jika tidak
ditangani dengan tepat, mortalitas DHF atau DSS sebesar 40-50%. Pengenalan awal
penyakit, monitoring ketat dan terapi cairan yang adekuat dapat menurunkan mortalitas
hingga 1%. Jika syok teridentifikasi saat awal tekanan nadi mulai melemah, pemberian
cairan umumnya memberikan outcome yang baik. Penyembuhan penyakit ini cepat dan
sebagian besar pasien sembuh dalam 24-48 jam tanpa adanya sekuele. Outcome belum
tentu baik bila pasien datang dalam kondisi ekstremitas sudah dingin. Sebagian besar
kematian DHF/DSS disebabkan oleh syok yang lama, perdarahan masif, overload cairan,
dan gagal hepar akut dengan ensefalopati (Depkes, 2011).
9. Pencegahan
Strategi pemberantasan penyakit DBD lebih ditekankan pada upaya preventif yaitu
melakukan penyemprotan massal sebelum musim penularan penyakit di desa endemis
DBD yang merupakan pusat-pusat penyebaran penyakit ke wilayah lainnya. Strategi ini
diperkuat dengan menggalakan pembinaan peran serta masyarakat dalam kegiatan
pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Pelaksanaan penanggulangan fokus di rumah pasien
dan di sekitar tempat tinggalnya guna mencegah terjadinya KLB (kejadian luar biasa).
Selain itu perlu melaksanakan penyuluhan kepada masyarakat melalui berbagai media
(Soedarmo, 2008)
Pemberantasan nyamuk aedes aegypti dapat dilakukan terhadap nyamuk dewasa dan
jentiknya. Pengendalian vektor bertujuan untuk menurunkan kepadatan populasi vektor
pada tingkat yang tidak membahayakan lagi bagi kesehatan masyarakat. Untuk melakukan
pengendalian vektor perlu diketahui data kuantitatif vektor diantaranya indek vektor.
Kegiatan pemberantasan nyamuk aedes yang dilaksanakan sekarang ada dua cara yaitu
(Depkes, 2005).
a. Cara kimia
Cara ini dapat dilakukan untuk nyamuk dewasa maupun larva. Untuk nyamuk
dewasa saat ini dilakukan dengan cara pengasapan (thermal fogging) atau pengagutan
(cold fogging = ultra low volume). Pemberantasan nyamuk dewasa tidak dengan
menggunakan cara penyemprotan pada dinding (resisual spraying), sebab nyamuk
aedes aegypti tidak suka hinggap pada dinding, melainkan pada benda-benda yang
tergantung seperti kelambu dan pakaian yang tergantung. Pemakaian di rumah tangga
dipergunakan berbagai jenis insektisida yang disemprotkan kedalam kamar atau
ruangan misalnya, golongan organophospat atau pyrethroid synthetic. Pemberantasan
larva dapat digunakan abate (larvasida temefos) yang ditaburkan ke dalam bejana
tempat penampungan air dengan dosis 1 gram abate untuk 10 liter air. Tempayan
100
dengan volume 100 liter diperlukan abate /10 x 1 gram = 10 gram (1 sendok makan
berisi 10 gram abate). Abatisasi pada tempat penampungan air mempunyai efek residu
selam 23 bulan.
b. Pengelolaan lingkungan dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).
Cara ini dilakukan dengan menghilangkan atau mengurangi tempat-tempat
perindukan, dikenal sebagai PSN, yang pada dasarnya ialah pemberantasan jentik atau
mencegah agar nyamuk tidak dapat berkembang biak. PSN ini dapat dilakukan dengan
cara:
Menguras bak mandi dan tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya
seminggu sekali. Ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa perkembangan telur
menjadi nyamuk selama 710 hari, secara teratur menggososk dinding bagian dalam
dari bak mandi dan semua tempat penyimpanan air untuk menyingkirkan telur
nyamuk.
Menutup rapat tempat penampungan air seperti tempayan, drum dan tempat air lain,
sehingga nyamuk tidak dapat masuk. Tempat penampungan air yang tertutup tetapi
tidak terpasang dengan baik, akan berpotensi menjadi tempat perindukan nyamuk
karena ruangannya lebih gelap dari pada yang tidak tertutup sama sekali.
Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung sekurang-kurangnya
seminggu sekali (Depkes, 2005).
Membersihkan pekarangan dan halaman rumah dari barang-barang bekas seperti
kaleng bekas dan botol pecah sehingga tidak menjadi sarang nyamuk.
Menutup lubang-lubang pada bambu pagar dan lubang pohon dengan tanah agar
tidak menampung air yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk.
Membersihkan air yang tergenang diatap rumah karena saluran air yang tersumbat
dengan cara dikeringkan agar tidak menjadi tempat perindukan nyamuk.
Setiap dua atau tiga bulan sekali, menaburi dengan bubuk abate tempat-tempat yang
menampung air dan sulit dikuras.
Memelihara ikan mujair ataupun ikan kepala timah yang suka makan jentik-jentik
nyamuk.
BAB III
KEGIATAN

A. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi


Intervensi yang dipilih adalah penyuluhan dan pembagian leaflet kepada ibu-ibu kader
Posyandu Desa Pemaron. Prioritas masalah ini adalah kurangnya pengetahuan masyarakat
mengenai DBD.

B. Pelaksanaan
Hari / Tanggal : Senin, 21 November 2016
Tempat : Rumah Ibu Darningsih, Desa Pemaron RT 03/RW 01
Acara : Penyuluhan, Arisan
Intervensi : Memberikan penyuluhan dan membagikan leaflet mengenai DBD tentang
penyebab, penularan, gejala klinis, pengobatan serta pencegahanya.
Peserta : 20 orang ibu-ibu kader Posyandu Desa Pemaron

C. Monitoring dan Evaluasi


1. Monitoring
Monitoring dilakukan pada saat penyuluhan berlangsung. Peserta antusias mendengarkan dan
cukup aktif bertanya. Selain itu, monitoring diperlukan untuk mengetahui apa peserta telah
cukup paham dan bisa menerapkan dalam kesehariannya. Untuk itu, dapat dilakukan
kerjasama dengan kader dan bidan desa untuk dapat mengingatkan dan menggerakkan
masyarakat untuk dapat melakukan pencegahan penularan penyakit DBD di sekitar wilayah
Pemaron.
2. Evaluasi
Terlihat peserta antusias dengan materi yang diberikan. Hal ini ditunjukkan dengan cukup
banyak tanggapan maupun pertanyaan yang muncul dari peserta dan peserta paham dengan
jawaban yang diberikan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

1. KESIMPULAN
a) DBD merupakan infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui vektor
nyamuk aedes aegypti.
b) Penyakit DBD masih menjadi permasalahan serius di dunia, khususnya di Indonesia.
c) Angka kejadian DBD di wilayah cakupan Puskesmas Pemaron terus mengalami
peningkatan dibanding tahun sebelumnya.
d) Penyuluhan mengenai DBD merupakan salah satu upaya promosi kesehatan untuk
meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit DBD.

2. SARAN
a) Penyuluhan ini diharapkan menjadi program rutin yang mungkin bisa diadakan sebulan
sekali di tiap desa.
b) Diharapkan partisipasi masyarakat lebih aktif lagi mengikuti kegiatan yang diadakan pihak
Puskesmas dan semakin berperan aktif membantu penemuan kasus demam berdarah.
DAFTAR PUSTAKA

Arima, Y et al. Epidemiologic update on the dengue situation in the Western Pacific Region 2011:
WPSAR, 2013, Vol 4(2). 1-8.
Buku Profil Kesehatan Jawa Tengah tahun 2012.
Buku Profil Kesehatan Puskesmas Pemaron Brebes tahun 2013.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Tata Laksana DBD.
http://www.depkes.go.id/downloads/Tata%20Laksana%20DBD.pdf (diakses pada Juni 2014)
Number of Cases of Dengue Fever and Dengue Haemorrhagic Fever (DF/DHF) in the Western
Pacific Region 2000-2010: WHO, 2011.
Singhi S, Niranjan K, Arun B. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever: Management Issues in an
Intensive Care Unit: J Pediatr (Rio J). 2007;83(2 Suppl):S22-35.
Siregar, Faziah A. 2004. Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue (DBD) di
Indonesia.http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-fazidah3.pdf
Soedarmo et al. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi Kedua: IDAI, 2008, hal 155-65.
Suhendro, et.al. Demam Berdarah Dengue. In : Sudoyo, Aru W, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam edisi ke-4. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2006. p. 1709-1710
The Dengue Strategic Plan for the Asia Pacific Region 2008-2015: WHO, 2008.
World Health Organization. 2008. Dengue and Dengue Hemmoragic Fever.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/ (diakses pada Juni 14)
LAMPIRAN

Pemateri menjelaskan isi leaflet

Peserta antusias membaca leaflet saat penyuluhan

Anda mungkin juga menyukai