Anda di halaman 1dari 20

Laporan Kasus

CHRONIC KIDNEY DISEASE

Disusun Oleh :
dr. Benza Asa Dicaraka

Pendamping Internsip :
dr. Megawati

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BREBES

2016

1
STATUS PENDERITA

A. ANAMNESIS
1. Identitas Penderita
Nama : Tn. S
Usia : 35 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan terakhir : SMP
Agama : Islam
Status Pernikahan : Menikah
Nomor RM : 262688
Tanggal periksa : 16 Juli 2016

2. Anamnesis (Sumber : autoanamnesis)


Keluhan Utama : Sesak
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD pada tanggal 15 Januari 2016, pukul
16.50 dengan keluhan utama sesak yang dirasakan sejak 1 bulan terakhir
dan semakin memburuk 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit. Sesak
dirasakan terus menerus sepanjang hari. Pasien mengaku tidak ada yang
dapat memperberat dan meringankan sesaknya. Selain sesak, pasien juga
mengeluhkan lemas, mudah letih, mual, dan tidak nafsu makan. Pasien
mengaku hanya berobat ke mantri di sekitar rumahnya dan belum pernah
berobat ke dokter atau rumah sakit.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Riw. Mag : disangkal
Riw. Trauma di daerah perut : disangkal
Riw. Rawat Inap di RS : disangkal
Riw. Alergi : disangkal
Riw. Ashtma : disangkal
Riw. Darah tinggi : disangkal
Riw. Peny. Jantung : tidak tahu
Riw. Kencing manis : tidak tahu
Riw. Peny. Ginjal : tidak tahu

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Riw. Anggota keluarga dgn keluhan yang sama : disangkal
Riw. Darah tinggi : disangkal
Riw. Peny. Jantung : disangkal

2
Riw. Kencing manis : disangkal

5. Gaya Hidup
Riw. Merokok : pasien mengaku perokok aktif
namun sudah berhenti sejak awal tahun 2012. Pasien merokok dari
usia 21 tahun dan menghabiskan rata-rata 1 bungkus rokok setiap
harinya.
Riw. Olah raga : jarang sekali
Riw. Konsumsi alkohol : disangkal
Riw. Konsumsi minuman penambah energi : diakui, pasien
minum M-150 dan Fit Up rata-rata 1-2 kali setiap hari sejak tahun
2007.
6. Riwayat Psiko Sosial Ekonomi
Pasien merupakan kepala rumah tangga, tinggal berdua saja dengan
istrinya. Pekerjaannya sebagai buruh bangunan dengan penghasilan tidak
tetap. Pasien menggunakan BPJS untuk pembiayaan Rumah Sakit.
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. KU/Kes : lemah/CM
2. Tanda vital : TD : 160/100 mmHg
Nadi : 92x/menit, regular
Pernapasan : 32x/menit
Suhu : 37,30C
3. Status gizi : BB : 72 kg
TB : 173cm
BMI = BB/(TB dalam meter)2 = 72/(1,73)2
24,6 status gizi normal
4. Kulit : warna sawo matang, ikterik (-), sianosis (-),
ruam (+) seluruh tubuh
5. Kepala : bentuk mesochepal, tidak ada luka, rambut tidak
mudah dicabut.
6. Mata : conjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-),
pupil isokor (3mm/3mm), katarak (-/-),
radang/conjungtivitis/uveitis (-/-)
7. Hidung : nafas cuping hidung (-), secret (-), epistaksis (-),
deformitas hidung (-), hiperpigmentasi (-)
8. Mulut : bibir sianosis (-), bibir kering (+), lidah kotor (-),
papil lidah atrofi (-), hiperpigmentasi (-)
9. Telinga : nyeri tekan mastoid (-), secret (-), cuping telinga
dalam batas normal.
10. Pharing : hiperemis (-), mukosa oedem (-)
11. Leher : deviasi trachea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran kelenjar limfe (-)
12. Thorax :
Pulmo

3
a. Inspeksi : dinding dada simetris, ketinggalan gerak (-)
b. Palpasi : vocal fremitus apex kanan = kiri
vocal fremitus basal kanan = kiri
c. Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru, batas paru hepar di
SIC V LMC dextra
d. Auskultasi : suara dasar vesikuler
Rbh (+/+), Rbk (-/-), Wheezing (-/-)
Cor
a. Inspeksi : IC tidak terlihat
b. Palpasi : IC teraba di SIC IV, 2 jari medial LMCS
p.parasternal (-), p. epigastrium (-)
c. Perkusi : kanan atas : SIC II LPSD
kanan bawah : SIC V LPSD
kiri atas : SIC II LPSS
kiri bawah : SIC SIC IV, 2 jari medial LMCS
Auskultasi : S1 > S2, regular, murmur (-), gallop (-)
13. Abdomen
a. Inspeksi : cembung, venektasi (-)
b. Auskultasi : bising usus (+) normal
c. Perkusi : timpani, pekak sisi (+), pekak alih (+)
d. Palpasi : supel, nyeri tekan (-)
14. Hepar : teraba 2 jari bawah arcus costae dextra, tepi tumpul, permukaan
rata, kenyal, nyeri tekan (-)
15. Lien : tidak membesar
16. Ekstrimitas
Edema - - Sianosis - - Akral dingin - -
+ + - - - -

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah
Tanggal 15 Januari 2016
Darah lengkap
Hemoglobin : 6,2 g/dl (menurun)
Leukosit : 9.000 / L (normal)
Hematokrit : 25% (menurun)
Eritrosit : 2,7. 10^6 /L (menurun)
Trombosit : 188.000/ L (normal)
MCV : 85 fL (menurun)
MCH : 30,14 pg (normal)
MCHC : 35,8 g/dL (normal)

Kimia Klinik
SGOT : 19 U/L (normal)
SGPT : 18 U/L (normal)
Ureum darah : 220,3 mg/dL (meningkat)
Kreatinin darah : 11,3 mg/dL (meningkat)
GDS : 102 mg/dL (normal)

4
D. RESUME
Anamnesis :
- Laki-laki, 35 tahun
- Keluhan utama : sesak
- Keluhan tambahan : lemas, mudah letih, mual, dan tidak nafsu makan.
- Riwayat gaya hidup : perokok aktif, jarang berolah raga, mengonsumsi
minuman-minuman penambah energi 1-2 kali setiap hari selama 5 tahun
terakhir

Pemeriksaan Fisik
- KU/Kes : lemah/CM
- Tanda vital : TD : 160/100 mmHg
Nadi : 92x/menit, regular
Pernapasan : 32x/menit
Suhu : 37,30C
- Kulit : ruam (+) seluruh tubuh
- Mata : conjungtiva anemis (+/+)
- Paru : Rbh +/+
- Abdomen : pekak sisi (+), pekak alih (+)
- Ekstrimitas : edema ekstrimitas inferior +/+

Pemeriksaan Penunjang
- Hemoglobin : 6,2 g/dl (menurun)
- Ureum darah : 220,3 mg/dL (meningkat)
- Kreatinin darah : 11,3 mg/dL (meningkat)
- LFG : 9,3

E. DIAGNOSIS
- End Stage Renal Disease (ESRD)
- Anemia e.c ESRD

F. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Hb ulang (post transfusi)
- Ureum dan kreatinin ulang
- EKG

G. TERAPI DI RUANGAN
- IVFD RL NaCl : EAS primer 1 : 1 (12 jam/kolf)
- Ink. Furosemid 2x20 mg (iv)
- Inj. Ranitidin 2x50 mg (iv)
- P.o Valsartan 1x80 mg
- P.o Amlodipin 1x5 mg
- Transfusi PRC sampai Hb 9 g/dL (500 cc PRC/hari)
- Pro HD jika Hb 9 g/dL

5
H. FOLLOW UP DI RUANGAN
Tanggal Hasil Pemeriksaan
17/01/16 TD : 140/80 mmHg R/
N : 95 x/m - IVFD RL NaCl : EAS
RR : 28 x/m
primer 1 : 1 (12
T : 37,1oC
Conj. Anemis +/+ jam/kolf)
Paru Rbh +/+ (<) - Ink. Furosemid 2x20 mg
Asites +
(iv)
Edema ekstrimitas inferior +/+
- Inj. Ranitidin 2x50 mg
(<)
(iv)
Hb post transfuse 3 labu : 7,8
- P.o Valesco 1x80 mg
gr/dL (<<) - P.o Amlodipin 1x5 mg
- Transfusi PRC sampai
Hb 9 g/dL (500 cc
PRC/hari)
- Pro HD jika Hb 9 g/dL
- Urin tampung 24 jam
- Cek ureum kreatinin
ulang
18/01/16 TD : 150/90 mmHg R/
N : 68 x/m - IVFD RL NaCl : EAS
RR : 28 x/m
primer 1 : 1 (12
T : 37,0oC
Conj. Anemis -/- jam/kolf)
Paru Rbh +/+ (<<) - Ink. Furosemid 2x20 mg
Asites + (<)
(iv)
Edema ekstrimitas inferior +/+
- Inj. Ranitidin 2x50 mg
(<<<)
(iv)
Hb post transfusi tambahan 2
- P.o Valesco 1x80 mg
labu : 8,6 gr/dL (<<) - P.o Amlodipin 1x5 mg
Ureum : 234 - Transfusi PRC 1 labu
Cr : 12,4 - Pro HD jika Hb 9 g/dL
Urin Tampung 24 jam 2000 cc
19/01/16 TD : 140/80 mmHg R/
N :88 x/m - IVFD RL NaCl : EAS
RR : 24 x/m
primer 1 : 1 (12
T : 37,2oC
Conj. Anemis -/- jam/kolf)
Paru Rbh -/- - Ink. Furosemid 2x20 mg
Asites + (<<)
(iv)
Edema ekstrimitas inferior +/+
- Inj. Ranitidin 2x50 mg
(<<<)

6
Hb post transfusi tambahan 1 (iv)
- P.o Valesco 1x80 mg
labu : 9,1 gr/dL
- P.o Amlodipin 1x5 mg
- Jadwalkan HD
- Cek Hb, ureum,
creatinin post HD
20/01/16 Post HD R/
TD : 130/80 mmHg - BLPL
N :78 x/m, lemah - P.o Valesco 1x80 mg
RR : 24 x/m - P.o Amlodipin 1x5 mg
T : 36,8oC - Asam folat 3x1 tab
Conj. Anemis -/- - HD rutin 2x seminggu
Paru Rbh -/-
Asites + (<<<)
Edema ekstrimitas inferior +/+
(<<<)
Hb 9,0
Ur 123,2
Cr 4,1

I. DIAGNOSIS AKHIR
End Stage Renal Disease on Haemodyalisis

PEMBAHASAN

Pasien laki-laki berusia 35 tahun datang dengan keluhan sesak, lemah, mudah
letih, dan tidak nafsu makan. Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang lebih lanjut, pasien ini kemudian didiagnosis mengalami

7
chronic kidney disease (CKD) atau chronic renal failure (CRF). CKD terdiri dari
5 stadium (Gambar 2.1) berdasarkan pada laju filtrasi glomerulus (LFG).

Gambar 2.1 Stadium CKD dan manifestasi klinisnya (Tomson et al, 2008)

Penyakit ginjal kronik stadium 5 inilah yang disebut dengan gagal ginjal/end
stage renal disease/end stage renal failure (Tomson et al, 2008). Gagal ginjal
adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang
irreversibel, dan memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis
atau transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang
terjadi pada semua organ akibat penurunan fungsi ginjal yang terganggu pada
CRF (Suwitra, 2007).
Kriteria gagal ginjal kronik terdiri atas:
1) Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa berupa kelainan
struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan LFG dan
bermanifesasi pada adanya tanda-tanda kelainan ginjal, termasuk
komposisi darah atau urin atau kelainan dalam tes pencitraan.

8
2) LFG < 15 ml/menit/1,73 m2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan
ginjal. LFG merupakan volum plasma yang difiltrasi oleh glomerulus
dalam 1 menit.
LFG = (140 usia dalam tahun) x BB dalam kg (x 0,85 untuk perempuan)
72 x kreatinin plasma
(Suwitra, 2007)
Pendekatan diagnosis pada CRF meliputi :
1) Gambaran klinis
a) Sesuai dengan penyakit yang mendasari (misalnya DM, ISK,
hipertensi, SLE dan sebagainya)
b) Berbagai tanda dan gejala CRF beserta komplikasi yang terjadi
2) Gambaran laboratorium
a) Sesuai penyakit yang mendasari
b) Penurunan fungsi ginjal : peningkatan ureum dan kreatinin dan
penurunan LFG (Kockroft-Gault)
c) Kelainan biokimiawi darah : penurunan Hb, peningkatan asam urat,
hiper/hipokalemia, hiponatremia, hiper/hipokloremia, hiperfosfatemia,
hipokalsemia, asidosis metabolik
d) Kelainan urinalisis : mikroalbuminuria, proteinuria, hematuria,
leukosuria, cast (Suwitra, 2007)
3) Gambaran radiologis
a) USG ginjal : ukuran mengecil, korteks menipis, ada hidronefrosis atau
batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi
b) Foto polos abdomen untuk mendeteksi keberadaan batu
4) Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal jika diagnosis non-invasif
tidak tegak dan ukuran ginjal mendekati normal (Suwitra, 2007).

A. Manifestasi Klinis
CRF dapat menimbulkan manifestasi klinis pada hampir semua sistem
akibat dari uremia, gagguan keseimbangan air dan komplikasi yang terjadi.
Gambaran klinis meliputi :

9
a) Sesuai dengan penyakit yang mendasari (misalnya DM, ISK, hipertensi,
SLE dan sebagainya)
b) Berbagai tanda dan gejala CRF beserta komplikasi yang terjadi (Tabel
2.1)

Tabel 2.1 Manifestasi klinis CRF (Suwitra, 2007)


Sistem Manifestasi klinis
Kardiovaskular Hipertensi, pitting edema, edema periorbital, edema
pulmonal, efusi pericardial, nyeri dada dan sesak
(perikarditis uremia), gangguan irama jantung,
manifestasi gagal jantung kongestif
Pulmonal Batuk, sputum kental dan liat, rhonki basah, napas
dangkal, napas Kussmaul
Gastrointestinal Napas bau ammonia (foetor uremic), sindrom uremia
(anoreksia, mual, muntah), perdarahan saluran cerna
(gastritis erosiva, ulcus peptic, colitis uremic)
Muskuloskeletal Kram otot, fraktur, foot drop, restless leg syndrome
(pegal pada kaki sehingga terus menerus digerakkan),
miopati (kelemahan dan hipotrofi otot, osteodistrofi
Reproduksi Atrofi testis, penurunan libido, fertilitas dan ereksi
(laki-laki), gangguan menstruasi dan ovulasi
(perempuan)
Neurologi Ensefalopat uremicum ( lemah, letih, kesulitan tidur,
gangguan konsentrasi, tremor, penurunan kesadaran
kejang), konfusi, disorientasi, lemah tungkai,
burning feet syndrome (rasa panas/kesemutan
terutama di telapak kaki), cegukan (singultus)
Hematologi Anemia, trombositopenia (dengan atau tanpa
manifestasi perdarahan), penurunan limfosit
(penurunan imunitas)
Intergumen Kulit kering bersisik, abu-abu kekuningan, seperti
berlilin, pruritus.
Endokrin Resistensi insulin, penurunan clearance insulin,
gangguan metabolism lemak, gangguan metabolism
vit. D.

10
Sistem lainnya Asidosis metabolik, gangguan elektrolit
(hiperfosfatemia, hiperkalemia, hipokalsemia)

Berikut ini adalah manifestasi klinis yang terdapat pada pasien berikut
penyabab dari manifestasi tersebut.

- Gangguan kardiovaskular (hipertensi, pitting edema, edema pulmonal,


gangguan irama jantung) terjadi sebagai salah satu manifestasi sindrom
uremik. Sindrom uremik sering disertai hipertensi dan gagal jantung. Sekitar
90% hipertensi bergantung pada volum dan berkaitan dengan retensi air dan
natrium, sementara < 10% yang bergantung pada renin. Kombinasi
hipertensi, anemia, dan kelebihan beban sirkulasi yang disebabkan oleh
retensi natrium dan air berperan dalam meningkatkan kecenderungan kasus
gagal jantung kongestif, sehingga timbullah tanda-tanda CHF pada pasien
CRF (Wilson, 2005).
- Gangguan pulmonal (batuk, sputum kental dan liat, rhonki basah, napas
dangkal) merupakan manifestasi dari oedema pumonal akibat retensi air dan
natrium. Pernapasana yang berat dan dalam (Kussmaul) sering terjadi pada
pasien dengan asidosis metabolik berat. Namun, pada pasien dengan
asidosis yang sedang akibat CRF cenderung mengeluhkan dyspneu yang
memberat pada saat beraktivitas. Keluhan-keluhan ini akan membaik ketika
menurunnya cairan tubuh melalui pemberian diuretik atau dialisis (Bargman
et al, 2008).
- Gangguan gastrointestinal (mual dan sesekali muntah) disebabkan karena
adanya retensi toxin ureum dalam darah. Gejala-gejala ini bertanggung
jawab pada menurunan berat badan pada pasien-pasine CRF (Bargman et al,
2008).
- Gangguan neuromuskular (lemah, letih, kesulitan tidur, gangguan
konsentrasi, tremor, penurunan kesadaran), lemah tungkai, burning feet
syndrome/kesemutan terutama di telapak kaki), cegukan (singultus) tidak
hilang-hilang, terjadi karena toxin uremia yang merupakan metabolit protein
dan meningkatnya produksi hormon paratiroid. Penyakit neuromuskular ini
muncul pada saat stadium 3 chronic kidney disease (CKD). Asteriksis
(flapping tremor pada tangan) merupakan manifestasi keracunan serebral.
Neuropati perifer dapat terjadi akibat kehilangan myelin dan kerusakan

11
saraf-saraf perifer yang disebabkan oleh racun uremik dan
ketidakseimbangan elektrolit. Hemodialisis dapat menghentikan kerusakan
tersebut, namun perubahan-perubahan yang sudah terjadi tidak dapat pulih
kembali (Wilson, 2005).
- Gangguan hematologi (anemia, trombositopenia dengan manifestasi
perdarahan, penurunan limfosit/penurunan imunitas). Anemia didefinisikan
oleh The Kidney Disease Outcome Quality Initiative Guideline of The
Natinal Kidney Foundation sebagai Hb < 11 g/dL (premenopause dan
prepubertas) dan < 12 g/dL (lelaki dewasa dan postmenopause). Anemia
terjadi pada 87% pasien dengan LFG < 25 ml/menit/1,73 m 2. Penurunan Hb
dimulai saat LFG 70 ml/menit/1,73 m2 pada laki-laki dan 50 ml/menit/1,73
m2 pada perempuan. Penyebab anemia pada CRF adalah penurunan produksi
eritropoietin dan respon sumsum tulang terhadap eritropoietin, hemolisis
akibat uremia, defisiensi asam folat atau B12 akibat penurunan intake
makanan, perdarahan saluran cerna akibat trombositopati, fibrosis sumsum
tulang akibat efek hiperparatiroidism. Anemia yang tidak terkendali dapat
memperburuk kualitas hidup, fungsi kognitif, dan dapat menyebabkan
hipertrofi ventrikel kiri (LVH) sehingga meningkatkan morbiditas dan
mortalitas pasien CRF. Penurunan Hb > 0,5 g/dL dalam 1 tahun
meningkatkan risiko LVH 1,32 kali. Sindroma uremik juga dapat
menurunkan kemotaksis leukosit sehingga respon radang terlambat dan
pasien-pasien CRF sering mengalami infeksi. Penggunaan kortikosteroid
dan obat-obatan imunosupresif lainnya saat transfusi/transplantasi ginjal
semakin menjadikan pasien rentan infeksi (Thomas, 2008).
- Gangguan integumen (kulit kering bersisik, abu-abu kekuningan, seperti
berlilin, pruritus) terjadi akibat penimbuna pigmen urin (terutama urokrom)
dan anemia. Manifestasi pruritus terjadi sebagai akibat dari peningkatan
fungsi kelenjar paratiroid dan pengendapan kalsium dalam kulit. Pruritus
uremik biasanya sangat reisiten terhadap pengobatan dialisis serta obat-
obatan topikal (Wilson, 2005).
- Gangguan elektrolit (hiperkalemia) terjadi akibat menurunnya fungsi filtrasi
glomerulus dan akibat sidosis metabolik melalui pergesaran K+ dari dalam
sel ke cairan ekstraseluler. Efek hiperkalemia yang sangat mengancam

12
kehidupan adalah pengaruhnya pada hantaran listrik jantung. Apabila kada
serum mencapai 7-8 mEq/L, dapat timbul disritmia dan henti jantung
(Bargman et al, 2008; Tomson et al, 2008).

B. Faktor Risiko
Riwayat Penyakit Keluarga
Secara epidemiologi, seseorang yang memiliki riwayat keluarga dengan
chronic kidney disease (CKD) termasuk saat derajat 5 (gagal ginjal) memiliki
risiko 71,4 % untuk juga mengalaminya, terutama apabila terjadi pada 1
generasi di atasnya (Tomson et al, 2008).
Gaya Hidup
Gagal ginjal paling sering terjadi pada orang yang sudah tua dengan
progresifitas penyakit ginjal sejak usia menengah. Faktor risiko terjadinya
gagal ginjal adalah penyakit DM, hipertensi, merokok, penyakit
kardiovaskular, usia, pengunaan NSAID kronik, dan obesitas. Merokok
terbukti sebagai faktor risiko dari gagal ginjal. Usia yang secara signifikan
merupakan risiko gagal ginjal adalah usia > 65 tahun. Apabila gagal ginjal
terjadi pada usia yang lebih muda berarti ada faktor risiko lain yang lebih kuat
untuk menyebabkan gagal ginjal (Johansen, 2005).

C. ETIOLOGI
Tabel 2.3 Etiologi gagal ginjal (Suwitra, 2007)
Pre Renal Renal Post Renal
Penurunan volum darah Vaskulitis Obstruksi saluran
akibat perdarahan ekstrarenal seperti
Hipertensi maligna akibat BPH, batu
Penurunan aliran darah ureter/vesika/uretra,
ke renal akibat CHF atau Glomerulonefritis tumor pelvis, posisi
stenosis/oklusi asreri ureter yang terlipat
renalis Nefritis akut akibat
obat
Sirosis hepatis

13
Nekrosis tubular
Gangguan hemodinamik akut akibat
akibat NSAID/ARB isemik/zat-zat
nefrotoksik
(NSAID, ARB,
ACEI, lithium
carbonate,
mesalazine dan 5-
aminosalycyclic
acid drug,
calcineurin
inhibitors
(cyclosporine,
tacrolimus)

Penyakit sistemik
(SLE, rematoid
arthritis, myeloma,
vaskulitid, dan
sebagainya)

Pasien ini merupakan salah satu contoh dari penderita gagal ginjal usia
dewasa muda (35 tahun). Gagal ginjal onset dini yang terjadi pada pasien ini dapat
dimungkinkan memiliki etiologi pre renal dan renal yang disebabkan oleh
kebiasaan pasien mengonsumsi minuman-minuman penambah tenaga 1-2 kali
setiap hari dengan merk dagang M-150 serta Fit-Up dalam 5 tahun terakhir dan
adanya riwayat merokok selama 18 tahun dengan menghabiskan kira-kira
bungkus setiap harinya. Etiologi pre renal terjadi karena pengaruh minuman
tersebut dan rokok dalam meningkatkan tekanan darah dan aktifitas simpatis.
Etiologi renal terjadi karena adanya kerusakan struktur ginjal baik akibat
peningkatan tekanan darah maupun produk metabolit minuman-minuman
tersebut. M-150 merupakan minuman penambah energi yang mengandung

14
sukrosa (25g), taurine (800 mg), kaffein (50 mg), inositol (50 mg), niacinamide
(20 mg), pantothenol (5mg), pyridoxcine hcl (5 mg), pengawet, pewarna.
Komposisi Fit-Up terdiri dari taurin (1000 mg), inositol (50 mg), niacinamida (22
mg), vitamin B1 (5 mg), vitamin B2 (5 mg), vitamin B6 (5 mg), kaffein (50 mg),
asam sitrat, sodium bikarbonat, aspartam, (ADI 40mg/kg BB Sodium Sakarin
(ADI 2,5 mg/kg BB), dan aroma jeruk natural.

Taurin adalah zat yang membantu pengaturan denyut jantung serta mencegah
over aktivitas sekaligus menurunkan aktivitas dari sel-sel otak. Zat ini dipercaya
mampu meningkatkan mood dan mempengaruhi perasaan seseorang menjadi lebih
baik. Caffein bereaksi dengan cara yang sangat kompleks, yaitu dengan
merangsang otak dan sistim saraf, dan mencocokkan diri ke dalam reseptor otak
yang dirancang untuk bahan kimia lain, adenosin. Adenosin adalah bahan
penenang alami yang memberitahu sel-sel badan untuk mengendurkan aktivitas.
Dengan menghalanginya, caffein dapat mengelabui tubuh untuk tetap beraktivitas
tinggi. Mekanisme ini akan meningkatkan tekanan darah, pengeluaran urine, dan
aktivitas sistem saraf pusat.

D. PENATALAKSANAAN CRF
1) Farmakologis :
a. Obat penurun kadar lipid (simvastatin, ezetimibe) untuk mencegah
komplikasi makrovaskular
b. Obat antihipertensi ACEI dan ARB (pada pasien dengan TD 140/90
mmHg tanpa proteinuria dan 130/80 pada pasien dengan proteinuria)
c. Obat diuretik (furosemid) apabila terjadi hiperkalemia ( > 6 mmol/L)
d. Non-dihydropyridine CCB untuk menurunkan proteinuria
e. Asam folat atau terapi eritropoietin apabila ada anemia (Suwitra, 2007)
f. Anti platelet (aspirin) untuk pencegahan risiko penyakit kardiovaskular
(Makleod et a;., 2008)

15
g. Obat nefroprotektor (prorenal) untuk mencegah progresivitas
kerusakan ginjal (ISO, 2008)
h. Obat-obatan simptomatik seperti antasida untuk mengurangi mual dan
muntah, antipiretik apabila ada demam dan antibiotik apabila ada
tanda-tanda infeksi atau sebagai profilaksis infeksi, bicnat apabila ada
tanda-tanda asidosis (ISO, 2008)
2) Non farmakologis :
a. Terapi pengganti ginjal (dialisis atau transplantasi gnjal) (Tabel 2.4)
b. Pemeriksaan ureum dan kreatinin secara berkala
c. Berhenti merokok
d. Berhenti mengonsumsi minuman menambah energi. Zat-zat yang
dikonsumsi rutin dapat menyebabkan nefritis dan merusak struktur
ginjal sehingga menyebabkan gagal ginjal. Perbaikan dari fungsi ginjal
terjadi setelah rata-rata 10 bulan terapi dan penghentian konsumsi zat-
zat terebut pada 85% kasus (Tomson et al, 2008).
e. Penurunan berat badan pada pasien-pasien obesitas (BMI normal : 20
25 kg/m2)
f. Olahraga yang bersifat aerobik secara teratur
g. Berhenti mengonsumi alkohol
h. Diet rendah garam (intake natrium 2,4 g/hari atau < 6 gr garam/hari)
i. Diet dengan restriksi protein 0,6-0,8 g/kg/hari
j. Diet rendah kalium apabila ada hiperkalemia
k. Suplementasi colecalciferol apabila ada defisiensi vit. D untuk
mencegah perburukan renal artiodistrophy
l. Imunisasi influenza, pneumococcus dan hepatitis B
m. Terapi psikososial dan edukasi
n. Pencegahan malnutrisi
o. Rujuk spesialis apabila TD > 150/90 mmHg
p. Rujuk RS segera apabila pasien dengan hipertensi maligna
q. Terapi paliatif (Suwitra, 2007; Tomson et al, 2008; Mackleod et al,
2008)

16
Tabel 2.4 Penatalaksanaan pada Masing-masing Derajat CKD
(Suwitra, 2007)
Derajat LFG Rencana tatalaksana
(ml/menit/1,73 m2)
1 90 Terapi penyakit dasar, kondisis
komorbid, evaluasi perburukan fungsi
ginjal, perkecil risiko kardiovaskular
2 60 89 Hambat perburukan fungsi ginjal
3 30 59 Evaluasi dan terapi komplikasi
4 15 29 Persiapan terapi pengganti ginjal
5 < 15 Terapi pengganti ginjal

Monitoring
Monitoring dan evaluasi berkala dilakukan terutama pada pasien yang
menerima terapi ACEI atau ARB karena di satu sisi obat-obat tersebut dapat
bersifat nefrotoksik yang apabila diberikan (walaupun atas indikasi)
dikhawatirkan memperparah kerusakan ginjal. ACEI dan ARB dapat
mengeinterupsi produksi angiotensin II sehingga dapat menurunkan LFG serta
menyebabkan penghambatan aldosteron (hiperkalemia). Di sisi lain, penurunan
LFG akan diikuti dengan penurunan mikroalbuminuria sehingga menjada
stabilitas ginjal dalam jangka waktu lama (Tomson et al, 2008). ACEI dan ARB
dapat bersifat kardio dan renoprotektif karena dapat mendilatasikan arteriole
efferent ginjal sehingga menurunkan tekanan darah intraglomerular dan
proteinuria. Pemberian ACEI dan ARB dihentikan apabila terjadi penurunan LFG
> 20% nilai awal (Makleod et a;., 2008
E. KOMPLIKASI
Gagal ginjal merupakan risiko bagi timbulnya penyakit kardiovaskular
(CHF, IMA), serebrovaskular dan kematian (Gambar 2.2) (Tomson et al, 2008).

17
Gambar 2.2 Komplikasi CKD atau CRF (Tomson et al, 2008)

F. PROGNOSIS
Keberadaan anemia pada pasien gagal ginjal meningkatkan mortalitas dan
morbiditas dari komplikasi kardiovaskular (angina, hipertrovi ventrikel sinistra
dan memperburuk gagal jantung). Keberadaan LVH pada pasien dengan gagal
ginjal menurunkan 5-year survival rate 30% dibandingkan pasien tanpa LVH
(Thomas et al., 2008).

KESIMPULAN

1. Diagnosis ESRD pada Tn. S ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis,


pemeriksaan fisik dan laboratorium, di mana dari hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisik mengarah pada CKD dengan berbagai manifestasi anemia
dan sindroma uremikum serta pehitungan LFG yang menunjukkan nilai 9,3
ml/menit/1,73 m2.
2. Etiologi ESRD pada pasien ini kemungkinan akibat dari konsumsi minuman
penambah energi jangka panjang dan riwayat perokok aktif karena zat-zat

18
yang terkandung di dalamnya dapat meningkatkan aktivitas simpatis tubuh
dan mempengaruhi proses filtrasi di ginjal.
3. Prinsip-prinsip penatalaksaan pada pasien ini ialah terapi pengganti ginjal
(dialisis), terapi simtomatik, terapi profilaksis komplikasi serta terapi paliatif.

DAFTAR PUSTAKA

Bargman, Joanne M., Karl Skorecki. 2008. Chronic Kidney Disease in Buku
Harrisons Orinciples of Internal Medicine. New York : McGraw-Hill. Hal.
1761-1780.

Johansen, Kristen L.. 2005. Exercise and Chronic Kidney Disease. Sports
Medicine Journal, 35(6): 485-499

Suwitra, Ketut. 2007. Penyakit Ginjal Kronik in Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
FKUI. Jakarta : Penerbit FKUI. Page 570-578.

19
Thomas, Robert, Abbas Kanso, John R. Sedor. 2008. Chronic Kidney Disease and
Its Complications. Primary care clinics in office practice of Elsevier 35:
329-344

Tomson, Astra Zeneeca, Bilous, Bladen, Cunningham et al.. 2005. Chronic


Kideny Disease in Adult : UK Guideline for Identification, Management
and Referral. Page 1-116. Accessed from
www.renal.org/ckdguide/full/ukckdfull.pdf

Wilson, Lorraine M.. 2005. Penyakit Ginjal Stadium Akhir : Sindrom Uremik
dalam Buku Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta :
EGC. Hal. 950-962

20

Anda mungkin juga menyukai