Puji syukur kehadirat Tuhan Yang maha Esa, atas segala rahmat dan karuniaNya
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “ASUHAN
KEPERAWATAN PADA An.D DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN : ISPA (INFEKSI
SALURAN PERNAFASAN AKUT) DI PUSKESMAS RAMBUNG DALAM KECAMATAN BINJAI
SELATAN KOTA BINJAI TAHUN 2020”.
Penulis menyadari karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan
dari kekurangan-kekurangan yang ada, sehingga karya tulis ini ini bisa bermanfaat. Bersama
ini kami mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada :
1. Direktur Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Medan, Ibu Dra. Ida
Nurhayati, M.Kes
2. Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Medan,
Ibu Johani Dewita Nasution, SKM, M.Kes yang telah memberikan sarana dan
prasarana sehingga kami dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah
3. Pimpinan Puskesmas Dalu Sepuluh Kecamatan Tanjung Morawa yang telah
membantu dalam pelaksanaan asuhan keperawatan ini.
4. Ibu Wiwik Dwi Arianti, S.Kep, Ns, M.Kep selaku Dosen Pembimbing Utama Karya
Tulis Ilmiah yang sangat membantu dalam membimbing pembuatan Karya Tulis ini.
5. Ibu Tinah, SKM, M.Kes selaku penguji I dan ibu Lestari, S.Kep, Ns, M.Kep selaku
penguji II yang telah memberikan masukan dan bimbingan dalam perbaikan karya
tulis ilmiah ini
6. Serta pihak lain yang tidak mungkin kami sebutkan satu-persatu atas bantuannya
secara langsung maupun tidak langsung sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.
Akhir kata, kami berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
DAFTAR ISI
Halaman
BAB1 PENDAHULUAN
9 2.1.5 Penatalaksanaan................................................................
14 2.2.4 Evaluasi.............................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi pernafasan merupakan radang akut yang paling banyak terjadi pada anak-anak yang
disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, maupun tanpa atau disertai dengan radang
parenkim paru (Wong, 2013).
ISPA adalah masuknya mikroorganisme (bakteri, virus, riketsi) ke dalam saluran pernapasan yang
menimbulkan gejala penyakit yang dapat berlangsung sampai 14 hari. (Sari, 2013).
Penyakit ISPA sering terjadi pada anak Balita, karena sistem pertahanan tubuh anak masih
rendah. Kejadian batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan 3 sampai 6 kali pertahun, yang
berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk-pilek 3 sampai 6 kali setahun. ISPA dapat
ditularkan melalui air ludah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh
orang sehat kesaluran pernapasannya, terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada
semua golongan umur, jika berlanjut menjadi pneumonia sering terjadi pada anak kecil terutama
apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak hygiene.
(Sundari, dkk. 2014).
Berbagai faktor risiko yang meningkatkan kejadian, beratnya penyakit dan kematian karena ISPA,
yaitu status gizi (gizi kurang dan gizi buruk memperbesar risiko), pemberian ASI (ASI eksklusif
mengurangi risiko), suplementasi vitamin A (mengurangi risiko), suplementasi zinc (mengurangi
risiko), bayi berat badan lahir rendah (meningkatkan risiko), vaksinasi (mengurangi risiko), dan polusi
udara dalam kamar terutama asap rokok dan asap bakaran dari dapur (meningkatkan risiko).
(Kemenkes RI, 2015).
World Health Organization (2018), memperkirakan insidens Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup
adalah 15%-20% pertahun pada golongan usia balita. Pada tahun 2018, jumlah kematian pada balita
Indonesia sebanyak 151.000 kejadian, dimana 14% dari kejadian tersebut disebabkan oleh
pneumonia (Agrina, 2019).
Period prevalence ISPA dihitung dalam kurun waktu 1 bulan terakhir. 2 Lima provinsi dengan
ISPA tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Sumatera Utara (30,0%), Nusa
Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur (28,3%). Pada Riskesdas 2017, Nusa Tenggara Timur juga
merupakan provinsi tertinggi dengan ISPA. Period prevalence ISPA Indonesia menurut Riskesdas
2013, (25,0%) tidak jauh berbeda dengan 2017 (25,5%). Karakteristik penduduk dengan ISPA yang
tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun (25,8%). Menurut jenis kelamin, tidak berbeda
antara laki- laki dan perempuan. Penyakit ini lebih banyak dialami pada kelompok penduduk dengan
kuintil indeks kepemilikan terbawah dan menengah bawah (Kemenkes RI, 2018).
Sampai dengan tahun 2018, angka cakupan penemuan ISPA balita tidak mengalami
perkembangan berarti yaitu berkisar antara 20%-30%. Pada tahun 2019, terjadi peningkatan angka
cakupan penemuan ISPA sebesar 63,45%. Angka kematian akibat ISPA pada balita sebesar 0,16%,
lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2017 yang sebesar 0,08%. Pada kelompok bayi angka
kematian sedikit lebih tinggi yaitu sebesar 0,17% dibandingkan pada kelompok umur 1-4 tahun yang
sebesar 0,15% (Kemenkes RI, 2018).
Pada tahun 2018 cakupan penemuan ISPA Sumatera Utara mencapai 67 %. Faktor resiko yang
berkontribusi terhadap insidens ISPA tersebut antara lain gizi kurang, ASI eksklusif rendah, polusi
udara dalam ruangan, kepadatan, cakupan imunisasi campak rendah dan BBLR. (DinKes Prov Sumut,
2018). Kejadian ISPA pada balita merupakan penyakit terbanyak yang dialami oleh balita
dibandingkan dengan penyakit-penyakit lainnya seperti diare, cacingan, asma, dan lain-lain.
Menurut Sudiharto (2015), puskesmas mempunyai peran yang sangat penting dalam
peningkatan mutu dan daya saing sumber daya manusia di indonesia maupun internasional.
Puskesmas bertanggung jawab mengupayakan kesehatan pada jenjang tingkat pertama dan
berkewajiban menanamkan budaya hidup sehat kepada setiap keluarga.Untuk mencapai tujuan
tersebut, perlu menyelenggarakan asuhan keperawatan keluarga.
Strategi untuk pengobatan, pencegahan dan melindungi anak dari ISPA adalah dengan
memperbaiki manajemen kasus pada semua tingkatan, vaksinasi, pencegahan dan manajemen
infeksi HIV, dan memperbaiki gizi anak. Pemberian antibiotika segera pada anak yang terinfeksi
dapat mencegah kematian. UNICEF dan WHO telah mengembangkan pedoman untuk diagnosis dan
pengobatan ISPA di negara berkembang yang telah terbukti baik, dapat diterima dan tepat 3
sasaran.
Berdasarkan hasil survey awal yang dilakukan pada tanggal 3 Maret 2020, kunjungan pasien ISPA
dalam 3 bulan terakhir berjumlah 526 orang. ISPA ini terbagi atas 3 bagian yaitu pneumonia berat,
pneumonia dan batuk bukan pneumonia. Di Puskesmas Rambung Dalam tidak ada pasien yang
datang berkunjung dengan kasus pneumonia berat, sementara untuk kasus pneumonia sebanyak 28
orang dan batuk bukan pneumonia sebanyak 498 orang. Saat dilakukan wawancara dengan petugas
puskesmas, beliau mengatakan bahwa hampir setiap hari ada balita yang datang berobat dengan
diagnosa ISPA. Setelah dilakukan wawancara, salah satu orang tua pasien mengatakan kondisi
anaknya mengalami batuk-batuk, pilek, demam dan disertai sesak nafas. Gejala awal yang dirasakan
pasien yaitu bersin- bersin dan batuk. Disini orang tua hanya menganggap anaknya demam biasa.
Berdasarkan latar belakang dan fenomena diatas penulis telah melakukan studi kasus Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Anak “D” dengan ISPA di
Puskesmas Rambung Dalam Tahun 2020”
1.2 Tujuan
1. Umum Untuk menggambarkan secara umum asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan sistem pernafasan : ISPA di Puskesmas Rambung Dalam Kecamatan Binjai Selatan
Kota Binjai Tahun 2020.
2. Khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian yang tepat dengan masalah gangguan sistem
pernafasan : ISPA di Puskesmas Rambung Dalam Kecamatan Binjai Selatan Kota
Binjai Tahun 2020.
b. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan yang tepat dengan masalah gangguan
sistem pernafasan : ISPA di Puskesmas Rambung Dalam Kecamatan Binjai Selatan
Kota Binjai Tahun 2020
c. Mampu menentukan rencana keperawatan yang tepat dengan masalah gangguan
sistem pernafasan : ISPA di Puskesmas Rambung Dalam Kecamatan Binjai Selatan
Kota Binjai Tahun 2020.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan dengan tepat masalah gangguan
sistem pernafasan : ISPA di Puskesmas Rambung Dalam Kecamatan Binjai Selatan
Kota Binjai Tahun 2020.
e. Mampu melaksanakan evaluasi hasil dengan tepat dari tindakan keperawatan yang
sudah dilakukan dengan tepat masalah gangguan sistem pernafasan : ISPA di
Puskesmas Rambung Dalam Kecamatan Binjai Selatan Kota Binjai Tahun 2020.
Bagaimana asuhan keperawatan pada An.D dengan gangguan sistem pernafasan : ISPA di
Puskesmas rambung Dalam Kecamatan Binjai Selatan Kota Binjai tahun2020
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis Manfaat teoritis studi kasus ini adlah untuk pengembangan ilmu keperawatan
dalam pembuatan Asuhan Keperawatan tentang klien ISPA agar perawat mampu memenuhi
kebutuhan dasar pasien selama dirawat di Puskesmas.
b. Bagi Puskesmas Dapat meningkatkan mutu perawatan pelayanan pada kasus pneumona dan bisa
memperhatikan kondisi dan kebutuhan pasien pneumonia dengan masalah gangguan sistem
pernafasan : ISPA.
c. Bagi Penulis Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan hasil riset keperawatan, khususnya
studi kasus tentang penyakit ISPA dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas.
d. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan Menambah keluasan ilmu dan teknologi
terapan bidang keperawatan tentang penyakit ISPA dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas.
Sistematika penulisan akan diuraikan secara singkat dalam bentuk bab dan sub bab
penulisan karya tulis, maka Penulis akan menyusun menjadi 5 bab, yaitu:
BAB I Pendahuluan, terdiri atas Latar Belakang, Tujuan, Metode Penulisan, Ruang lingkup
penulisan dan Sistematika Penulisan
BAB II Landasan Teoritis terdiri dari Konsep Dasar (Definisi, Etiologi, Manifestasi Klinik,
Patofisiologi, Penatalaksanaan, Konsep Asuhan keperawatan (Pengkajian Keperawatan, Diagnosa
Keperawatan, Fokus Perencanaan/ Implementasi, dan Evaluasi)
BAB III Tinjauan Kasus terdiri Pengkajian, Analisa Data, Diagnosa Keperawatan, Rencana
keperawatan, Implementasi & Evaluasi.
Infeksi pernafasan merupakan penyakit akut yang paling banyak terjadi pada anak-anak
(Wong, 2016). Infeksi saluran pernafasan akut menurut Sari (2015) adalah radang akut saluran
pernapasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus,
maupun reketsia tanpa atau disertai dengan radang parenkim paru. ISPA adalah masuknya
mikroorganisme (bakteri, virus, riketsi) ke dalam saluran pernapasan yang menimbulkan gejala
penyakit yang dapat berlangsung sampai 14 hari.
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan suatu infeksi yang bersifat akut yang
menyerang salah satu atau lebih saluran pernafasan mulai dari hidung sampai alveolus termasuk
(sinus, rongga telinga tengah, pleura) (Depkes, 2017). Djojodibroto (2009), menyebutkan bahwaISPA
dibagi menjadi dua bagian, yaitu infeksi saluran pernafasan bagian atas dan infeksi saluran bagian
bawah.
Infeksi Saluran Pernafsan Akut mempunyai pengertian sebagai berikut (Fillacano, 2016) :
a. Infeksi adalah proses masuknya kuman atau mikroorganisme lainnya ke dalam manusia dan
akan berkembang biak sehingga akan menimbulkan gejala suatu penyakit.
b. Saluran pernafasan adalah suatu saluran yang berfungsi dalam proses respirasi mulai dari
hidung hingga alveolus beserta adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah, dan
pleura.
c. Infeksi akut merupakan suatu proses infeksi yang berlangsung sampai 14 hari. Batas 14 hari
menunjukan suatu proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat di golongkan
ISPA ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
2.1.2. Etiologi ISPA
Etiologi ISPA terdiri dari agen infeksius dan agen non- infeksius. Agen infeksius yang paling
umum dapat menyebabkan infeksi saluran pernafasan akut adalah virus, seperti respiratory
syncytial virus (RSV), nonpolio enterovirus 7 (coxsackie viruses Adan B), Adenovirus,
Parainfluenza, dan Human metapneumo viruses. Agen infeksius selain virus juga dapat
menyebabkan ISPA, staphylococcus, haemophilus influenza, Chlamydia trachomatis,
mycoplasma, dan pneumococcus (Wilson, 2015).
Misnadiarly (2016), menyebutkan bahwa selain agen infeksius, agen noninfeksius juga dapat
menyebabkan ISPA seperti inhalasi zat-zat asing seperti racun atau bahan kimia, asap rokok, debu,
dan gas.
Etiologi Infeksi Saluran Pernapasan Akut lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan jamur. Bakteri
penyebabnya antar lain dari genus streptokokus, stafilokokus, pnemokokus, hemofilus, bordetella
dan korinebacterium. Virus penyebabnya antara lain golongan mikovirus, adenovirus, koronavirus,
pikornavirus, mikroplasma dan herpervirus. Bakteri dan virus yang paling sering menjadi penyebab
ISPA diantaranya bakteri stafilokokus dan sterptokokus serta virus influenza yang di udara bebas
akan masuk dan menempel pada saluran pernapasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung
(Sari, 2015).
Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak usia di bawah 2 tahun yang kekebalan
tubuhnya lemah atau belum sempurna. Peralihan musim kemarau ke musim hujan juga
menimbulkan resiko serangan ISPA. Beberapa faktor lain yang diperkirakan berkontribusi terhadap
kejadian ISPA pada anak adalah rendahnya asupan antioksidan, status gizi kurang, dan buruknya
sanitasi lingkungan (Sari, 2015).
2.1.3. Pafofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh.
Masuknya virus sebagai antigen kesaluran pernapasan akan menyebabkan silia yang terdapat
pada permukaan saluran napas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan
suatu rangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak
lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernapasan (Kending, 2014).
Iritasi kulit pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Seliff).
Kerusakan struktur lapisan dinding saluran pernapasan menyebabkan kenaikan aktivitas
kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran pernapasan sehingga terjadi
pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal. Rangsangan cairan tersebut menimbulkan
gejala batuk. Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang sangat menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat
infeksi tersebut terjadi kerusakan mekanisme mokosiloris yang merupakan mekanisme
perlindungan pada saluran pernapasan sehingga memudahkan infeksi baakteri-bakteri patogen
patogen yang terdapat pada saluran pernapasan atas seperti streptococcus pneumonia,
Haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut.
Infeksi sekunder bakteri tersebut menyebabkan sekresi mukus berlebihan atau bertambah
banyak dapat menyumbat saluran napas dan juga dapat menyebabkan batuk yang produktif.
Infeksi bakteri dapat dipermudah dengan adanya faktor-faktor seperti kedinginan dan
malnutrisi. Suatu menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran
napas dapat menimbulkan gangguan gisi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 2015). Virus yang
menyerang saluran napas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain di dalam tubuh
sehingga menyebabkan kejang, demam dan dapat menyebar ke saluran napas bawah, sehingga
bakteri-bakteri yang biasanya hanya diturunkan dalam saluran pernapasan atas, akan
menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri.
Terjadinya infeksi antara bakteri dan flora normal di saluran nafas. Infeksi oleh bakteri, virus
dan jamur dapat merubah pola kolonisasi bakteri. Timbul mekanisme pertahanan pada jalan
nafas seperti filtrasi udara inspirasi di rongga hidung, refleksi batuk, refleksi epiglotis,
pembersihan mukosilier dan fagositosis. Karena menurunnya daya tahan tubuh penderita maka
bakteri pathogen dapat melewati mekanisme sistem pertahanan tersebut akibatnya terjadi
invasi di daerah-daerah saluran pernafasan atas maupun bawah (Fuad, 2016).
Pathway Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA);
Multi factor
(Bakteri, Virus, mikroplasma, dll)
Peradangan pada saluran pernapasan (faring/laring dan
tonsil) Kuman melepaskan endotoksin Merangsang pengeluaran zat
mediator, bradisinin, serotinin, histamin, prostaglandin
Kesulitan/sakit mengunyah dan menelan Nyeri dipersepsikan Suhu
tubuh meningkat Malas makan/ anoreksia Nyeri akut
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Merangsang tubuh mengeluarkan zat pirogen oleh leukosit
Hipertermi Inflamasi saluran bronkus Peningkatan produksi sekret
Obstruksi jalan nafas Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Respon
pada dinding bronkus Bronkus menyempit Bronkospasme
Ketidakefektifan pola nafas Perkembangan penyakit Perubahan
status kesehatan Koping inefektif Ansietas
2.1.4. Tanda dan Gejala
Saluran Pernafasan merupakan bagian tubuh yang seringkali terjangkit infeksi oleh berbagai
jenis mikroorganisme. Tanda dan gejala dari infeksi yang terjadi pada sluran pernafasan
tergantung pada fungsi saluran pernafasan yang terjangkit infeksi, keparahan proses infeksi, dan
usia seseorang serta status kesehatan secara umum (Porth, 2014).
Djojodibroto (2016), menyebutkan tanda dan gejala ISPA sesuai dengan anatomi saluran
pernafasan yang terserang yaitu:
a. Gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas. Gejala yang sering timbul yaitu
pengeluaran cairan (discharge) nasal yang berlebihan, bersin, obstruksi nasal, mata
berair, konjungtivitis ringan, sakit tenggorokan yang ringan sampai berat, rasa kering
pada bagian posterior palatum mole dan uvula, sakit kepala, malaise, lesu, batuk
seringkali terjadi, dan terkadang timbul demam.
b. Gejala infeksi saluran pernafasan bagian bawah. Gejala yang timbul biasanya didahului
oleh gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas seperti hidung buntu, pilek, dan
sakit tenggorokan. Batuk yang bervariasi dari ringan sampai berat, biasanya dimualai
dengan batuk yang tidak produktif. Setelah beberapa hari akan terdapat produksi
sputum yang banyak; dapat bersifat mucus tetapi dapat juga mukopurulen. Pada
pemeriksaan fisik, biasanya akan ditemukan suara wheezing atau ronkhi yang dapat
terdengar jika produksi sputum meningkat.
Dan juga tanda dan gejala lainnya dapat berupa batuk, kesulitan bernafas, sakit
tenggorokan, pilek, demam dan sakit kepala. Sebagian besar dari gejala saluran
pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk, kesulitan bernapas, sakit tenggorokan,
pilek, demam dan sakit kepala tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotic
(Rahmayatul, 2016).
a. Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul
jika anak sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali
demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa
mencapai 39,50C-40,50C.
b. Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens,
biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas, 11 gejalanya adalah
nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda
kernig dan brudzinski.
c. Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan
menjadi susah minum dan bhkan tidak mau minum.
d. Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi
tersebut mengalami sakit.
e. Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran
pernafasan akibat infeksi virus.
f. Abdominal pain, nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya
lymphadenitis mesenteric.
g. Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih
mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
h. Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan,
mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran
pernafasan.
i. Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya
suara pernafasan (Wong, 2015).
2.1.5. Penatalaksanaan
1. Suportif
Meningkatkan daya tahan tubuh berupa nutrisi yang adekuat, pemberian
multivitamin
2. Antibiotik
a) Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab.
b) Utama ditujukan pada pneumonia, influenza dan Aureus
c) Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol 1mg, amoksisillin 3 x ½ sendok
teh, amplisillin (500mg) 3 tab puyer/x bungkus / 3x sehari/8 jam, penisillin
prokain 1 mg.
d) Pneumonia berat yaitu Benzil penicillin 1 mg, gentamisin (100 mg) 3 tab
puyer/x bungkus/3x bungkus/3x sehari/8 jam.
e) Antibiotik baru lain yaitu sefalosforin 3 x ½ sendok teh, quinolon 5 mg,dll.
f) Beri obat penurun panas seperti paracetamol 500 mg, asetaminofen 3 x ½
sendok teh. Jika dalam 2 hari anak yang diberikan antibiotik tetap sama
ganti antibiotik atau rujuk dan jika anak membaik teruskan antibiotik 12
sampai 3 hari (Kepmenkes RI, 2017)
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses
yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien. Pengkajian dilakukan dengan cara berurutan, perawat harus
mengetahui data aktual apa yang diperoleh, faktor resiko yang penting, keadaan yang potensial
mengancam pasien dan lain-lain (Nursalam, 2015).
Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi dan membuat data dasar pasien.
Pengkajian dilakukan saat pasien masuk instansi pelayanan kesehatan. Data yang diperoleh sangat
berguna untuk menentukan tahap selanjutnya dalam proses keperawatan.
a. Anamnesis/wawancara.
b. Observasi.
c. Pemeriksaan fisik.
d. Pemeriksaan penunjang/diagnostik.
a. Klasifikasi data adalah aktivitas pengelompokan data-data klien atau keadaan tertentu
dimana klien mengalami permasalahan kesehatan atau keperawatan berdasarkan kriteria
permasalahanya. Klasifikasi ini dikelompokan dalam data subyektif dan data obyektif.
b. Analisa Data adalah mengaitkan data dan menghubungkan dengan konsep teori dan prinsip
yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam mentukan masalah kesehatan dan
keperawatan.
c. Analisa data dibuat dalam bentuk tabel yang terdiri dari kolom : Data, Penyebab, dan
Masalah. Kolom data berisi ; data subyektif, data obyektif dan faktor resiko.Kolom penyebab
berisi : 1 (satu) kata/kalimat yang menjadi penyebab utama dari masalah. Kolom masalah
berisi : pernyataan masalah keperawatan
a. Identifikasi klien yang meliputi: nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, suku bangsa,
alamat, tanggal MRS dan diagnose medis.
b. Riwayat penyakit meliputi : keluhan utama, biasanya klien datang dengan keluhan batuk
pilek serta panas, kesehatan sekarang, kesehatan yagn lalu, riwayat kesehatan keluarga,
riwayat nutrisi, eliminasi, personal hygiene.
c. Pemeriksaan fisik berfokus pada system pencarnaan meliputi : keadaan umum (penampilan,
kesadaran, tinggi badan, BB dan TTV), kulit, kepala dan leher, mulut, abdomen.
d. Aktivitas dan isrirahat Gejala : kelemahan, kelelahan, cape atau lelah, insomnia, tidak bisa
tidur pada malam hari, karena badan demam.
e. Eliminasi Gejala : Tekstur feses bervariasi dari bentuk lunak, bau, atau berair Tanda : kadang
– kadang terjadi peningkatan bising usus.
f. Makanan atau cairan Gejala : klien mengalami anoreksia dan muntah, terjadi penurunan BB.
Tanda : kelemahan, turgor kulit klien bisa buruk, membrane mukosa pucat
a. Interpretasi data, perawat bertugas membuat interpretasi atas data yang sudah
dikelompokkan dalam bentuk masalah keperawatan atau masalah kolaboratif.
Untuk menuliskan diagnosa keperawatan Gordon menguraikan komponen yang
harus ada sebagai berikut :
1) Diagnosa aktual : komponen terdiri dari tiga bagian, yaitu :
a) Problem/masalah = P
b) Etiologi/penyebab = E
c) Sign and symptom/tanda dan gejala = S
2) Diagnosa resiko, potensial/possible : P+E
b. Perumusan diagnosa keperawatan, setelah perawat mengelompokan,
mengidentifikasi dan memvalidasi data-data yang signifikan maka tugas perawat
pada tahap ini adalah merumuskan suatu diagnosa keperawatan (Nursalam, 2015).
Menurut Nurarif, dkk (2015) masalah keperawatan yang lazim timbul pada pasien ispa:
2.2.3 Perencanaan
Tujuan yang direncanakan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti ganda, tujuan
keperawatan harus dapat diukur, khususnya tentang perilaku klien, dapat diukur,
didengar, diraba, dirasakan, dicium. Tujuan keperawatan harus dapat dicapai serta
dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan harus mempunyai waktu yang jelas.
Pedoman penulisan kriteria hasil berdasarkan “SMART”
Pada tahap pelaksanaan ini kita benar-benar siap untuk melaksanakan intervensi
keperawatan dan aktivitas-aktivitas keperawatan yang telah dituliskan dalam rencana
keperawatan pasien. Dalam kata lain dapat disebut bahwa pelaksanaan adalah
peletakan suatu rencana menjadi tindakan yang mencakup
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk menentukan apakah
rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi
rencana atau menghentikan rencana keperawatan (Nursalam, 2015).
Dalam evaluasi pencapaian tujuan ini terdapat 3 (tiga) alternatif yang dapat
digunakan perawat untuk memutuskan/menilai sejauh mana tujuan yang telah
ditetapkan dalam rencana keperawatan tercapai, yaitu :
a. Tujuan tercapai.
b. Tujuan sebagian tercapai.
c. Tujuan tidak tercapai.
a. Evaluasi Proses (Formatif) Evaluasi ini menggambarkan hasil observasi dan analisis
perawat terhadap respon klien segera stelah tindakan. Evaluasi formatif dilakukan
secara terus menerus sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai.
b. Evaluasi Hasil (sumatif) Evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses
keperawatan selesai dilakukan. Menggambarkan rekapitulasi dan kesimpulan dari
observasi dan analisis status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang
ditetapkan. Evaluasi sumatif bertujuan menjelaskan perkembangan kondisi klien
dengan menilai dan memonitor apakah tujuan telah tercapai.
Evaluasi pencapaian tujuan memberikan umpan balik yang penting bagi perawat
untuk mendokumentasikan kemajuan pencapaian tujuan atau evaluasi dapat
menggunakan kartu/format bagan SOAP (Subyektif, Objektif, Analisis dan Perencanaan).
Evaluasi keperawatan yang diharapkan pada pasien ispa harus sesuai dengan
rencana tujuan yang telah ditetapkan yaitu :
a. Jalan napas menjadi efektif.
b. Suhu tubuh dalam batas normal.
c. Nyeri berkurang/hilang. d. Pola napas kembali efektif.
d. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
e. Ansietas hilang/ berkurang.
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Pengkajian
1. Identitas
Umur : 9 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Nama : Tn. R
Umur : 30 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan ` : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
3. Anamnese
a. Keluhan utama
Data subjektif : Orang tua klien mengatakan anaknya batuk, batuk berdahak susah
dikeluarkan, pilek sejak 2 hari yang lalu, orang tua klien mengatakan anaknya malas makan,
porsi makan tidak dihabiskan. Data Objektif : Klien tampak kurus, klien tampak pucat, klien
tampak lemas, BB 24 ( menurun ), IMT: 18,7 (24 kg/128 cm x 100=18,7),TTV: P: 24x/ menit,
N: 106x/ menit, S: 37,3oC, mukosa bibir kering, dan porsi makan tampak tidak dihabiskan,
ketidakseimbangan nutrisi.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat penyakit yang lalu. Orang tua klien mengatakan sebelumnya anaknya
pernah sakit panas 2 hari sebelum dipelayanan kesehatan.
2) Riwayat penyakit sekarang Orang tua klien mengatakan anaknya batuk, pilek serta
terasa panas,dan susah makan sejak 2 hari yang lalu yaitu tanggal 1 Maret 2020.
3) Riwayat penyakit keluarga / menurun Orang tua klien mengatakan dalam keluarga
baik bapak maupun ibu tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit menurun
seperti asma, jantung, ginjal, hepatitis, hipertensi, DM, dan penyakit menular
seperti TBC dan pneumonia.
4) Riwayat social
A. Pengasuh Orang tua klien mengatakan anaknya diasuh oleh mereka sendiri
dan keduanya saling membantu dan keduannya saling membantu dalam hal
mengurus anak.
B. Hubungan dengan anggota keluarga Orang tua klien mengatakan hubungan
anaknya dengan anggota keluarga sangat baik.
C. Hubungan dengan teman sebaya Orang tua klien mengatakan hubungan
anaknya dengan teman sebayanya sangat baik.
D. Lingkungan rumah Orang tua klien mengatakan linkungan rumah aman, rapi
dan bersih, letak rumah berdekatan dengan rumah yang lain
E.
Pemeriksaan Data Objektif
Kepala bentuk simetris, rambut berwarna hitam dan tidak rontok dan tidak
ada lesi pada kulit kepala
Mata kanan kiri simetris, conjungtiva berwarna merah muda, sklera
berwarna putih dan bersih.
Muka bersih, tidak ada oedema, dan agak pucat.
Teliga simetris, tidak ada kanan kiri cairan yang keluar, tidak ada peradangan
dan tidak ada nyeri tekan.
Hidung bentuk simetris, terdapat cairan / lendir berwarna jernih, hidung
bagian luar tampak kemerahan.
Leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroyd, tidak ada peningkatan vena
jugularis, dan tidak ada pembengkakan pada leher.
Dada tidak ada tarikan dinding dada waktu bernapas, bentuk dada simetris,
pernapasan terdengar stridor.
perut tidak ada penonjolan umbilikus, tidak ada nyeri tekan, dan tidak ada
bekas luka operasi.
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
DS : - Orangtua klien mengatakan Infeksi saluran nafas Ketidakseimbangan
anaknya batuk, pilek diserta demam ↓ nutrisi kurang dari
sejak 2 hari yang lalu, anaknya malas Merangsang refluks kebutuhan tubuh
makan selama dirawat dan porsi peristaltik
makannya tidak dihabiskan DO : - Klien ↓
tampak lemah, pucat, kurus, BB 24 kg - Menekan lambung
IMT : 24/128cm x 100 = 18,7 - TTV : R: ↓
42x/menit, N : 106x/menit, S : 37,30C Nafsu makan
Menurun
↓
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
DS : - orangtua klien mengatakan Virus bakteri, jamur Bersihan jalan nafas
anaknya batuk berdahak dan susah ↓ tidak efektif
bernafas DO : - keadaan umum lemah, Infeksi saluran nafas
kesadaran compos mentis - klien tampak Atas
batuk berdahak, suara nafas vesikuler ↓
basah disertai ronchi dan perkusi sonor Kuman berlebih
memendek, RR : 42x/menit, S : 37,30C, dibronkus
N : 106x/menit ↓
Proses peradangan
↓
Akumulasi sekret di
bronkus
↓
Bersihan jalan nafas
tidak efektif
DS : - orang tua klien mengatakan Infeksi saluran nafas Gangguan pola tidur
biasanya anaknya tidur siang 3 jam, atas
tetapi selama sakit menjadi hanya 1 jam - ↓
tidur malam biasanya 8 jam tetapi selama Kuman berlebih
sakit menjadi 5 jam dan sering terbangun dibronkus
DO : - klien tampak lemah, mata cekung - ↓
klien tampak batuk berdahak, suara nafas Proses peradangan
vesikuler basah disertai ronchi dan ↓
perkusi sonor memendek, RR : Akumulasi sekret di
42x/menit, S : 37,30C, N : 106x/menit bronkus
↓
Batuk berdahak, sesak
↓
Gangguan pola tidur
4. Analisa data
3.2.1 Diagnosa keperawatan
4.1 Pengkajian
ISPA pada umumnya infeksi pertama menyerang anak-anak karena kekebalan tubuh yang di
alami oleh anak belum terbentuk sempurna sehingga saat sistem imun menurun dan infeksi ISPA
semakin lama proses penyembuhanya karena setelah terpapar virus ISPA sehingga dibutuhkan suatu
sistem pertahanan yang efektif dan efisien dari sistem saluran pernafasan. Ketahanan saluran
pernafasan terhadap infeksi maupun partikel dan gas yang ada di udara sangat tergantung pada 3
unsur alamiah yang selalu terdapat pada orang sehat, yaitu: utuhnya epitel mukosa dan gerak
mukosilia, makrofag alveoli, dan antibodi. Infeksi saluran pernafasan akut dapat terjadi menjadi jalan
masuk bagi virus. Hal ini dapat terjadi pada kondisi yang penuh sesak. kuman mengilfitrasi lapisan
epitel, jika epitel terkikis maka jaringan inofoid superficial bereaksi sehingga terjadi pembendungan
radang dengan infiltrasi leukosit polimor fonuklear. Jadi yang terjadi kerusakan adalah lapisan epitel
dari saluran nafas akibatnya akan terjadi radang, dan virus akan di keluarkan melalu batuk sehingga
klien akan mengalami batuk untuk mengeluarkan virus, dan klien akan mengalami pilek karena
respon tubuh terhadap virus atau bakteri yang masuk ke dalam tubuh akan terjadi akumulasi secret
(Tamsuri, 2016).
Menurut Simon (2015), batuk terjadi lebih lama karena klien masih anakanak. Sistem imum
pada anak belum bekerja secara sempurna dan menyebabkan proses penyembuhan menjadi lambat
karena sistem imun tidak bekerja secara sempurna untuk melawan infeksi bakteri atau virus dalam
tubuh jika tidak didukung oleh nutrisi yang baik.
Berdasarkan data objektif An.D tampak batuk dan sulit mengeluarkan sekret. Menurut
Muttaqin (2015), sesak terjadi karena adannya infeksi virus dan bakteri. Faktor utama yang berperan
timbulnya sesak adalah infeksi bakteri atau virus akan menyebabkan invansi saluran pernapasan
akut, sehingga adanya kuman di bronkus, kuman akan menginfeksi saluran pernafasan sehingga
tubuh akan merespon dengan produksi sekret sehingga adanya akumulasi sekret berlebih di
bronkus. Jika klien tidak dapat mengeluaran sekret secara efektif , penumpukan sekret di bronkus
akan bertambah sehingga klien kesulitan bernapas dan menyebabkan klien sesak napas.
Berdasarkan data yang diperoleh selama sakit An.D malas makan, makanan tidak dihabiskan.
Menurut Duarthe et al (2010), menyebutkan bahwa salah satu faktor penyebab yang dapat
menimbulkan terjadinya ISPA pada anak adalah status gizi, dimana status gizi yang kurang
merupakan hal yang memudahkan proses terganggunya sistem hormonal dan pertahanan tubuh
pada anak. Kekurangan protein/gizi yang terjadi dapat menurunkan sistem imun yang pada akhirnya
akan menyebabkan tubuh lebih mudah terpapar penyakit infeksi. Salah satu Masalah yang sering
timbul pada anak dengan infeksi saluran pernapasan akut yaitu penurunan nafsu makan hal ini di
sebabkan oleh proses terganggunya sistem hormonal dan pertahanan tubuh pada anak.
Dari data hasil pengkajian pada diagnosa pertama yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan penumpukan sekret dengan batasan karakteristik adanya kemudahan
bernafas, frekuensi dan irama bernafas, pergerakan sputum keluar dari jalan nafas, pergerakan
sumbatan keluar dari jalan nafas.
Sedangkan hasil pengkajian yang dilakukan pada An.D peneliti mengangkat diagnosa
keperawatan kedua adalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, dengan batasan karakteristik yang ditemukan penulis pada An.D yaitu kurang
minat pada makanan, penurunan berat badan, membran mukosa pucat, tonus otot menurun dan
sariawan pada rongga mulut.
Menurut penulis perencanaan keperawatan pada klien yang meliputi kelengkapan data,
serta data penunjang lainnya, dan dilakukan menurut dengan kondisi klien, sehingga penulis tidak
menemukan adanya kesenjangan antara teori dengan kasus dilahan praktik.
Pemberian terapi nebulizer dengan ventolin di tentukan berdasarkan kebutuhan klien serta
usia dan berat badan. Menurut Wijaya (2015), pengelolaan dari perwujudan intervensi meliputi
kegiatan yaitu validasi, rencana keperawatan, mendokumentasikan rencana, memberikan askep
dalam pengumpulan data, melaksanakan advis dokter sesuai sesuai kondisi klien.
Berdasarkan kasus An. D tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan intervensi yang
disusun pada diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia. Intervensi yang dilakukan oleh penulis untuk mengatasi
ketidakseimbangan nutrisi dengan pendekatan non farmakologi untuk mengendalikan
ketidakseimbangan nutrisi yaitu dengan pemberian porsi makan dengan porsi kecil tapi sering guna
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien. Menurut Rahardjo (2016), mengatakan mengkonsumsi
makanan dalam porsi kecil tapi sering lebih sehat dan dapat melancarkan metabolisme tubuh
dibanding dengan makan 3 porsi besar setiap harinya. Terapi ini dapat mempercepat penyembuhan,
Hal ini telah dibuktikan oleh para ahli seperti yang dilakukan ahmad al khadi bahwa mengkonsumsi
porsi makan kecil tapi sering memliki pengaruh signifikan dalam mengendalikan ketidakseimbangan
nutrisi. 4.4 Evaluasi keperawatan Dari evaluasi keperawatan selama 3 hari pada An.D sudah
dikatakan sembuh dengan ditandai keadaan klien membaik, GCS 4-5-6, CRT < 2 detik, batuk
berkurang, suara napas vesikuler, hidung bersih, tidak terdapat tarikan dinding dada, pola napas
teratur dan RR normal RR: 28x/menit. Menurut peneliti klien dikatakan sembuh karna adanya
kemajuan yang signifikan, serta menunjukan penyembuhan yang baik karena keadaan umum baik,
batuk berkurang bahkan tidak batuk, hidung bersih, tidak sesak, suara napas vesikuler . karena klien
mematuhi terapi yang di berikan, tidak rewel dan mematuhi diit yang di berikan oleh tim Gizi.
Menurut Tarwoto (2014), penyakit dikatakan sembuh jika saat pertama kali kunjungan atau saat
kejadian kemudian dilakukan penilaian, bahwa untuk 40 mengetahui perkembangan penyakit pada
klien ISPA diperlukan suatu pemeriksaan fisik dan penunjang yang dapat menggambarkan kondisi
langsung dari ISPA dan mendeteksi adanya perkembangan atau penurunan kestabilan klien setiap
waktu sehingga bisa diketahui efektifitas dari intervensi yang telah dilakukan. Apabila terdapat
perubahan pada keadaan seseorang yang sakit kemudian mendapatkan perawatan, dan selanjutnya
dikatakan sembuh karena seseorang tersebut memiliki factor pendukung yang meliputi keinginan,
harapan, kepatuhan, dan dukungan. Evaluasi keperawatan pada An. D dengan masalah keperawatan
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia evaluasi
yang didapat dari pelaksanaan terapi pemberian makan dalam porsi kecil tapi sering selama 3 hari.
Tanggal 3 Maret 2020 pemberian terapi dalam pemberian makan dalam porsi kecil tapi sering
diberikan tiga kali sehari, dan hasilnya An.D masih kurang nafsu makan dan porsi makan belum
dihabiskan, masalah belum teratasi. Tanggal 4 Maret 2020 pelaksanaan terapi dalam pemberian
makan dalam porsi kecil tapi sering disertai dengan menganjurkan kepada orang tua klien untuk
menyajikan makanan dalam keadaan hangat dan pemberian obat(vitamin C), hasilnya nafsu makan
An. D sudah mulai membaik dan porsi makan hampir dihabiskan masalah belum teratasi. Tanggal 5
Maret 2020 pelaksanaan terapi dalam pemberian makan dalam porsi kecil tapi sering disertai
kolaborasi dengan ahli gizi dan pemberian obat (aceminophen dan vitamin C) pada hari ketiga,
hasilnya An. D sudah mulai nafsu makan dan porsi makan telah dihabiskan masalah teratasi. 41 BAB
V KESIMPPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Pengkajian terhadap masalah ISPA telah dilakukan
secara komperhensif dan diperoleh hasil yaitu terdapat keluhan utama batuk, pilek, susah
mengeluarkan sekret, disertai demam dan malas makan, keadaan umum sedang, kesadaran
composmentis, tanda-tanda vital: pernapasan: 42 x/menit, nadi: 106 x/menit, suhu: 37,8oC, berat
badan: 24 kg. 2. Diagnosa yang dimunculkan pada An. D adalah ketidakefektigan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan penumpukan sekret di bronkus ditandai dengan gejala seperti batuk, sesak
nafas, RR 42x/menit, adanya pernafasan cuping hidung retraksi dada, dan suara nafas ronki.
Diagnosa kedua ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia ditandai dengan orang tua klien mengatakan anaknya batuk, pilek disertai demam sejak 3
hari yang lalu dan malas makan selama dirumah sakit, keadaan umum sedang, kesadaran
compomentis, tanda-tanda vital: pernapasan: 42 x/menit, nadi: 106 x/menit, suhu: 37,8oC, berat
badan 24 kg. 3. Perencanaan yang disusun untuk mengatasi masalah ketidakefektifan bersihan jalan
nafas dengan memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi, memberikan latihan teknik
batuk efektif dan cupping / fisioterapi dada, memonitor respirasi dan beeeerkolaborasi dalam
pemberian terapi sesuai program. Sedangkan diagnosa ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh dengan memberikan yaitu terapi pemberian makan dalam porsi kecil tapi sering. 4.
Implementasi keperawatan yang dilakukan pada An. D selama 3 hari. Implementasi sesuai dengan
intervensi, sebagian besar rencana tindakan keperawatan dapat dilaksanakan pada implementasi
keperawatan. 5. Hasil evaluasi keperawatan dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas, catatan
perkembangan klien mengalami kemajuan yang signifikan, serta menunjukkan kemajuan yang baik
dibuktikan oleh keadaan umum klien baik, tidak batuk hidung bersih, tidak sesak, suara nafas
vesikuler, tidak ada tarikan dinding dada dan TTV dalam batas normal. Masalah ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada An. D sudah 42 dapat teratasi pada hari ketiga dan
intervensi dihentikan. 5.2 Saran Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan
ISPA, penulis memberikan usulan dan masukan yang positif khususnya dibidang kesehatan antara
lain: 1. Bagi institusi pelayanan kesehatan Hal ini diharapkan Puskesmas dapat memberikan
pelayanan kesehatan dan mempertahankan hubungan kerja sama antar tim kesehatan maupun
klien. sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang optimal pada
umumnya dan pasien ISPA khususnya, diharapkan pelayanan kesehatan dapat menyediakan fasilitas
serta sarana dan prasarana yang mendukung kesembuhan pasien. 2. Bagi tenaga kesehatan
khususnya perawat Diharapkan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lainnya dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien agar lebih maksimal, khususnya pada pasien dengan
ISPA. Perawat diharapkan dapat memberikan pelayanan profesonal dan komprehensif. 3. Bagi
institusi pendidikan Dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih berkualitas dan
profesional sehingga dapat tercipta perawat tang profesional, terampil, inovatif danbermutu yang
mampu memberikan asuhan keperawatan secara menyeluruh berdasarkan kode etik keperawatan