Anda di halaman 1dari 12

TUGAS KELOMPOK

“BIOSTATISTIK LANJUT"

PENGARUH JENIS KELAMIN DN UMUR TERHADAP KEJADIAN ISPA DI RS

Dosen : Tri Bayu Purnama, SKM., M.Med. Sci


DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5

ANISAH LUBIS
SUNINGSIH
DWI ANI RAHAWATI
ASMIDAR
FARACH DIBA
IRZA MENKA DEVILISNNY KABAN
NADHIRAH
NORI ALISHA
SALBIYA
FADHILAH SETIO RINI

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA MEDAN
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmatNya Tugas Kelompok Biostatistik ini telah selesai disusun.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar
besarnya kepada dosen mata kuliah biostatistik kami Tugas ini merupakan
langkah yang baik untuk lebih menambah wawasaan kami demikiaanlah akhir
kata, kami ucapkan sekian dan terimakasih

Penyusun

Kelompok 5 Biostatistik

i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................. ii
Identifikasi Variabel ................................................................................. 1
Data dari masing-masing variable ........................................................... 3
Skala Ukur ................................................................................................ 4
Kesimpulan Diskusi ................................................................................. 21

ii
FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
PENYAKIT ISPA PADA PASIEN DI RS

Dari judul Faktor - Faktor Yang berhubungan dengan kejadian penyakit Penyakit ISPA
di Rs X
Dapat di Identifikasi:

A. Variabel Indevenden Sebagai Berikut:


1. Ventilasi
2. Pencahayaan
3. Pengetahuan
4. Kepadatan Hunian

B. Variabel devenden
Kejadian ISPA

C. Data Setiap Variabel


Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit saluran
pernapasan akut yang meliputi saluran pernapasan bagian atas seperti rhinitis,
fharyngitis, dan otitis serta saluran pernapasan bagian bawah seperti: laryngitis,
bronchitis, dan pneumonia, yang dapat berlangsung selama 14 hari. Menurut
Depkes RI, 2014, ISPA adalah infeksi akut yang melibatkan organ saluran
pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. Saluran pernapasan
atas (jalan napas atas) terdiri dari hidung, faring dan laring. Saluran pernapasan
bawah terdiri dari bronkus, bronkiolus, dan alveoli. (1).

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dapat disebabkan oleh bakteri,


yaitu: Escherichia coli, streptococcus pneumonia, chlamidya trachomatis,
chlamidya pneumonia, mycoplasma pneumonia, dan beberapa bakteri lain. ISPA
juga dapat disebabkan oleh virus, yaitu:  miksovirus, adenovirus, koronavirus,
pikornavirus, virus influenza, rhinovirus, respiratorik, syncytial virus, dan
beberapa virus lain (1)

1
ISPA diawali dengan panas disertai salah satu atau lebih gejala,
tenggorokan terasa sakit atau nyeri saat menelan, pilek, batuk kering atau
berdahak. Umumnya penyakit infeksi saluran pernapasan akut biasanya ditandai
dengan keluhan dan gejala yang ringan, namun seiring berjalannya waktu,
keluhan dan gejala yang ringan tersebut bisa menjadi berat kalau tidak segera
diatasi. Oleh sebab itu, jika Pasien sudah menunjukkan gejala sakit ISPA, maka
harus segera diobati agar tidak menjadi berat yang bisa menyebabkan gagal napas
atau bahkan kematian. ISPA merupakan penyakit infeksi pada saluran pernapasan
akut yang meliputi infeksi saluran pernapasan atas yang ditandai dengan gejala
demam, pilek, batuk, radang tenggorokan, serta infeksi telinga (2).

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2016 jumlah penderita


ISPA adalah 59.417 kasus dan memperkirakan di negara berkembang berkisar 40-
80 kali lebih tinggi dari negara maju. Infeksi Saluran Pernapasan Akut merupakan
penyebab kematian dan kesakitan di Indonesia. Untuk meningkatkan upaya
perbaikan kesehatan masyarakat, Departemen Kesehatan RI menetapkan 10
program prioritas masalah kesehatan yang ditemukan di masyarakat untuk
mencapai tujuan Indonesia Sehat, dimana salah satu diantaranya adalah Program
Pencapaian Penyakit Menular termasuk penyakit ISPA (1)

Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (2012), menunjukkan


Kabupaten yang memiliki kasus ISPA tertinggi adalah Kabupaten Simalungun
yaitu 32,44%, disusul dengan kota Medan sebesar 25,50%, dan Kabupaten Deli
Serdang sebesar 21,53%. Data profil kesehatan Sumatera Utara tahun 2013
menunjukkan peningkatan kejadian ISPA pada tahun 2013 dengan kasus sebesar
153,912 sedangkan pada tahun 2012 terdapat 148,431 kasus.(2)

Pada penelitian yang dilakukan Akinyemi & Morakinyo (2018),


menyatakan bahwa penelitian yang mereka lakukan dari tahun 2003 sampai
dengan 2013 di Nigeria faktor risiko kejadian ISPA adalah polusi udara dan
sanitasi lingkungan yang buruk. Penelitian yang dilakukan Shibata et al (2014) di
Indonesia bagian timur menyatakan bahwa faktor risiko terjadinya ISPA adalah
pajanan asap rokok, kondisi fisik rumah (Ventilasi Rumah) akibat rendahnya

2
tingkat pendapatan keluarga. Menurut Nirmolia et al (2018) di pemukiman kumuh
Kota Dibrugarh banyak faktor yang mempengaruhi kejadian gangguan pernafasan
pada masyarakat, polusi udara dan tingginya tingkat pencemaran udara. (3)

Pertukaran udara yang tidak memenuhi syarat akan menjadi media


pertumbuhan dan perkembang biakkan mikroorganisme yang dapat menimbulkan
ganguan terhadap kesehatan manusia. Upaya penyehatan yang dapat dilakukan
salah satunya yaitu dengan mengatur pertukaran udara. Rumah harus dilengkapi
dengan ventilasi minimal 10% dari luas lantai dengan sistem ventilasi silang.
Ventilasi dapur mempunyai bukaan minimal 40% dari luas lantai dengan sistem
ventilasi silang sehingga terjadi aliran udara, atau bisa juga menggunakan
teknologi tepat guna untuk menangkap asap dan zat pencemar udara (Permenkes
No. 1077 tahun 2011 (3)

Rumah merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia selain sandang


dan pangan, sehingga rumah harus sehat agar penghuninya dapat bekerja secara
produktif. Konstruksi rumah dan lingkungan rumah yang tidak memenuhi syarat
kesehatan merupakan faktor risiko sebagai sumber penularan berbagai penyakit,
khususnya penyakit yang berbasis lingkungan. Berdasarkan Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) yang dilaksanakan tahun 2010 penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) yang merupakan penyebab kematian terbanyak kedua
erat kaitannya dengan kondisi sanitasi lingkungan perumahan yang tidak sehat,
(3)

Rumah yang ventilasinya tidak memenuhi syarat kesehatan akan


mempengaruhi kesehatan penghuni rumah, hal ini disebabkan karena proses
pertukaran aliran udara dari luar ke dalam rumah tidak lancar, sehingga bakteri
penyebab penyakit ISPA yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar. Ventilasi
juga menyebabkan peningkatan kelembaban ruangan karena terjadinya proses
penguapan cairan dari kulit, oleh karena itu kelembaban ruangan yang tinggi akan
menjadi media yang baik untuk perkembangbiakan bakteri penyebab penyakit
ISPA (4)

3
Ventilasi alamiah berguna untuk mengalirkan udara di dalam ruangan
yang terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu dan lubang Angin, Selain itu,
ventilasi alamiah dapat juga melalui jendela, Pintu, dan Lubang Angin, dan
ventilasi alamiah dapat juga menggerakkan udara sebagai hasil sifat porous
dinding ruangan, atap, dan lantai. (4)

Hasil penelitian Oktaviani I, Hayati S, Supriatin E, 2014 dengan judul


Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA) diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara ventilasi
dengan kejadian ISPA (5)

ISPA merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang menyebar


melalui udara. Penyakit ini dapat menular apabila virus atau bakteri yang terbawa
dalam droplet terhirup oleh orang sehat. Droplet penderita dapat disebarkan
melalui batuk atau bersin. Proses terjadinya penyakit setelah agent penyakit
terhirup berlangsung dalam masa inkubasi selama 1 sampai 4 hari untuk
berkembang dan menimbulkan ISPA. Apabila udara mengandung zat – zat yang
tidak diperlukan manusia dalam jumlah yang membahayakan Oleh karena itu
kualitas lingkungan udara dapat menentukan berbagai macam transmisi penyakit
(Shibata et al dalam Nur, Sonia A. 2017). (6)

Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2010


tentang Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara di Daerah, pencemaran
udara adalah masuk atau dimasukkannya zat, energi atau komponen lain ke dalam
udara ambien oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu udara yang
telah ditetapkan. Pencemaran udara akibat kebakaran hutan, gas buang dari
industri, asap rokok, asap pembakaran di rumah tangga, dan jumlah transportasi
yang banyak meningkatkan jumlah partikel debu juga
merupakan ancaman kesehatan lingkungan yang merupakan penyebab terjadinya
ISPA (Depkes RI, 2009). (7)
Keberadaan debu dalam ruang juga dipengaruhi oleh frekuensi menyapu
rumah. Semakin jarang menyapu rumah maka debu rumah akan semakin

4
menumpuk, akibatnya risiko terkena infeksi pada saluran pernafasan juga semakin
besar. Rumah yang tidak pernah disapu akan menyebabkan akumulasi debu yang
ada di dalam ruangan, jika terkena angin maka debu tersebut akan beterbangan
dan terhirup oleh manusia. Debu yang terhirup akan menyebabkan saluran
pernafasan terganggu dan dapat menyebabkan ISPA. (8)
Substansi pencemar yang terdapat di udara dapat masuk ke dalam tubuh
melalui sistem pernafasan. Jauhnya penetrasi zat pencemar ke dalam tubuh
bergantung kepada jenis pencemar. Partikulat berukuran besar dapat tertahan di
udara dapat masuk ke dalam tubuh melalui system pernapasan Jauhnya penetrasi
zat pencemar ke dalam tubuh bergantung kepada jenis pencemar. Partikulat
berukuran besar dapat tertahan di saluran pernapasan bagian atas, sedangkan
partikulat berukuran kecil dan gas dapat mencapai paru-paru. Dari paru paru, zat
pencemaran diserap oleh sistem peredaran darah dan menyebar ke seluruh Tubuh
(Budiman, 2006) (8)

Menurut Kemenkes RI, 201 Rumah sehat adalah rumah yang memiliki
pencahayaan yang baik, pencahayaan yang tidak berlebihan ataupun kurang.
Pencahayaan yang kurang mengakibatkan ketidak nyamanan pada penghuninya
untuk tinggal dan juga merupakan media yang baik untuk tumbuh dan
berkembang bakteri, virus dan parasit yang dapat menimbulkan masalah
kesehatan terutama pernafasan penyebab terjadinya ISPA dan apabila cahaya yang
masuk berlebihan juga menimbulkan masalah kesehatan pada penglihatan.
Pencahayaan dibedakan menjadi pencahayaan alami yaitu pencahayaan yang
berasal dari sinar matahari yang efektif untuk membunuh bakteri, virus, parasit
dan jamur yang ada di dalam rumah. Pencahayaan pada perumahan yang padat
dapat dimodifikasi dengan berbagi cara seperti membuat ventilasi Udara dan
jendela.

Pencahayaan alami dianggap baik jika besarnya antara 60-120 lux dan
buruk jika kurang dari 60 lux atau lebih dari 120 lux. Hal yang perlu diperhatikan
agar sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam ruangan, dan tidak terhalang

5
oleh bangunan lain. Fungsi jendela di sini, di samping sebagai ventilasi juga
sebagai jalan masuk cahaya. (8)

Hasil penelitian Gapar, Putra, & Pujaastawa (2015) tentang kejadian ISPA
yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan yang
menunjukkan bahwa ada hubungan antara pencahayaan yang kurang dengan
kejadian ISPA pada warga. Penelitian yang dilakukan oleh Suryani, Edison, &
Nazar (2015) di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Buaya Kota Padang menyatakan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara kondisi pencahayaan rumah dengan
kejadian ISPA.

Dari kedua variabel dapat ditentukan skala ukur dari variabel tersebut
berdasarkan data yag ada pada masing-masing variabel

Variabel indevenden Skala ukur


Jenis kelamin Ordina
Usia Ordinal
Variabel devenden
Kejadian ISPA Ordinal

6
Kesimpulan dari data yang di dapap berdasarkan hasil diskusi yang di lakukan
kelompok 1 sebagai berikut:

7
DAFTAR PUSTAKA
9998===`

8
1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Profil Kesehatan
Indonesia 2008. Jakarta : Depkes RI.P. 39-40.

2. Marianta, Desi. 2016. Hubungan Kualitas Fisik Rumah Terhadap Kejadian Ispa
Pasca Bencana Erupsi Gunung Sinabung Di Wilayah Kerja Puskesmas
Kecamatan Tiganderket Karo Sumatera Utara Pada Tahun 2015. [Skripsi].
Medan : Universitas Sumatera Utara.

3. Notoatmodjo, S. 2011. Kesehatan Masyarakat. Ilmu dan Seni. Jakarta:


Rineka Cipta
4. Soedjajadi, Keman. 2005. Hubungan Kesehatan Rumah Dengan Kejadian
ISPA Pada Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Baamang I
Kecamatan Baamang Kabupaten Kotawaringin Timur. Surabaya

5. Oktaviani I, Hayati S, Supriatin E. 2014. Faktor-Faktor Yang Berhubungan


Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Balita Di
Puskesmas Garuda Kota Bandung. Bandung

6. Kiki, R. 2015. Faktor risiko Kejadian ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas lepo-Lepo

7. Dinas Kesehatan Provinsi Riau.2019. Profil Kesehatan Provinsi Riau Tahun


2018. Riau : Dinas Kesehatan Provinsi Riau
8. Budiman, C. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC
9. Kemenkes RI. (2011). Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia
no. 1077/MENKES/PER/V/2011 tentang pedoman penyehatan udara dalam
ruang rumah. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI

Anda mungkin juga menyukai