Anda di halaman 1dari 23

TUGAS PENGENDALIAN PENYAKIT TROPIS

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS (ISPA)

NURHIKMAH MADANI RUSLI


B1D122228

PROGRAM STUDI DIV TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


FAKULTAS TEKNOLOGI KESEHATAN
UNIVERSITAS MEGAREZKY
MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarakatuh

Segala puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. Tuhan Yang Maha
Esa, atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
laporan lengkap ini yang berjudul “Tugas Pengendalian Penyakit Tropis (Infeksi
Saluran Pernapasan Atas)” yang diberikan oleh Bapak Kasmuddin, S.Si., M.Kes.
Terima kasih kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan petunjuk dan untuk kedua orang tua dan berbagai pihak yang telah
membantu dan memberikan doa sehingga laporan ini dapat terselesaikan tepat
pada waktunya.
Kami menyadari bahwa dalam laporan lengkap ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan sebagai suatu masukan untuk menperbaiki
laporan-laporan selanjutnya.

Makassar, 18 Juli 2022

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
DAFTAR TABEL................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Maksud.....................................................................................................3
C. Tujuan......................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................5
A. Tinjaun Umum Tentang Penyakit ISPA..................................................5
B. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ISPA........................................11
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................13
A. Gambaran umum lokasi survei................................................................13
B. Hasil Survei Penyakitnya........................................................................13
1. Distribusi frekuensi berdasarkan jumlah kasus selama 1 tahun........13
2. Distribusi frekuensi berdasarkan umur.............................................13
3. Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin.................................14
4. Distribusi ferkuensi berdasarkan gejala yang diderita......................14
5. Distribusi frekuensi berdasarkan jumlah kematian...........................14
C. Pembahasan.............................................................................................15
BAB IV PENUTUP............................................................................................17
A. Kesimpulan.............................................................................................17
B. Saran........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................18

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jumlah Kasus...............................13

Tabel 3.2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur............................................13

Tabel 3.3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin..............................14

Tabel 3.4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Gejala..........................................14

Tabel 3.5. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jumlah Kematian.........................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernapasan Akut merupakan penyakit saluran pernapasan


akut yang disebabkan oleh agen infeksius dan spektrum gejalanya bervariasi.
Namun gejala biasanya timbul dengan cepat dimulai beberapa jam hingga
beberapa hari setelah infeksi (WHO, 2014). Infeksi Saluran Pernapasan Akut
yang selanjutnya akan disebut sebagai ISPA mengacu pada infeksi di berbagai
organ saluran pernapasan yang mengakibatkan gangguan aktivitas pernapasan
normal pada individu (Hassen et al., 2020). Infeksi akut ini menyerang salah
satu bagian atau lebih saluran pernapasan (Kemenkes RI, 2011).
ISPA diklasifikasikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas dan infeksi
saluran pernapasan bawah tergantung pada organ yang terdampak. Organ yang
terdampak meliputi rongga hidung, sinus, faring, laring, epiglotis, trakea,
bronkus, dan paru-paru dengan gejala yang berlangsung kurang dari 30 hari
(Hassen et al., 2020). Gejala ISPA meliputi demam, batuk kurang dari 2
minggu, pilek, dan/atau sakit tenggorokan (Kemenkes RI, 2019).
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) masih memberikan andil yang
besar terhadap angka kesakitan, dan hingga saat ini penyakit tersebut masih
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama, baik di negara maju
maupun negara yang sedang berkembang. Penyakit Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA), khususnya pneumonia merupakan penyakit
terbanyak yang diderita oleh anak – anak dan merupakan penyakit utama
penyebab kesakitan dan kematian pada bayi dan balita. Data epidemiologis
kasus penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Indonesia
berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007, menunjukkan prevalensi nasional
penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) 25,5%, angka kesakitan
pneumonia pada bayi 2,2%, angka kesakitan pneumonia pada balita 3%.
Sedangkan angka kematian bayi karena pneumonia 23,8% dan angka
kematian balita karena pneumonia 15,5%. (Setyaningsih, W., Setyawan, D.A.,
Sarwanto, A., 2016)
Definisi penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah suatu

iv
penyakit yang ditandai dengan batuk, pilek paling sedikit dua hari berturut-
turut diikuti satu atau lebih gejala-gejala seperti Erythematous mucusa,
tangisan atau suara parau, kesulitan bernafas, dengan atau tanpa demam.
(Aditama, T. Y.,2012) Lama sakit atau durasi dihitung berdasarkan jumlah
hari sakit sesuai dengan definisi sakit dari penyakit yang diderita, diawali
dengan munculnya gejala klinis sampai sembuh secara subyektif maupun
obyektif. Dikatakan episode baru yaitu suatu keadaan terbebas atau dinyatakan
sehat dari gejala penyakit yang pernah diderita sekurang-kurangnya dua hari.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang menyerang
salah satu bagian atau lebih dari saluran pernapasan mulai dari hidung sampai
alveoli termasuk organ adneksanya yaitu sinus, rongga telinga tengah dan
pleura (Fatmawati, 2017).
ISPA merupakan penyebab tertinggi morbiditas dan mortalitas penyakit
menular di dunia dan menduduki peringkat 7 dalam kematian yang terkait
lingkungan (WHO, 2017, 2014). Selain itu, ISPA juga penyebab utama
kematian dan rawat inap kelompok usia balita, khususnya di negara
berkembang. Sepertiga kematian balita di negara berkembang dikaitkan
dengan ISPA (Ujunwa and Ezeonu, 2014). Tingkat mortalitas ISPA tinggi
pada kelompok usia bayi, anak-anak, dan lansia, khususnya pada negara
dengan pendapatan rendah dan menengah (WHO, 2014). Kasus ISPA
menyebabkan hampir 4 juta kematian dengan 18,8 miliar kejadian setiap
tahunnya (WHO, 2014).
Faktor penyebab (agen) penyebab ISPA meliputi bakteri, virus, jamur,
dan protozoa. Penyebab tersering adalah bakteri Streptococcus pneumoniae/
pneumococcus dan Hemophilus influenzae tipe b. (Suharni and Is, 2019). Cara
penularannya sebagian besar melalui droplet, aerosol pernapasan, atau kontak
dengan orang lain yang mengalami infeksi (Hassen et al., 2020). Faktor
lingkungan yang memengaruhi ISPA dari beberapa penelitian, merupakan hal
yang berkaitan dengan asap rokok, seperti perokok, perokok di dalam ruangan,
dan paparan perokok pasif (Hidayanti et al., 2019; Sonego et al., 2015;
Tazinya et al., 2018). Selain itu, faktor lingkungan yang berkaitan dengan
tempat tinggal, seperti ventilasi yang buruk, kepadatan hunian, penggunaan
bahan bakar masak,

v
dan polusi udara indoor maupun outdoor juga menjadi penyebab terjadinya
ISPA (Astale and Chenault, 2015; Hidayanti et al., 2019).
Faktor risiko dari lingkungan dapat membuat paru-paru menurun faktor
lingkungan dari sosial seperti sosial ekonomi dan pendidikan ibu juga
mempengaruhi terjadinya ISPA (Sonego et al., 2015; Tazinya et al., 2018).
Faktor risiko sosial dapat mempengaruhi akses nutrisi untuk balita. Sosial
ekonomi yang rendah akan menyebabkan akses nutrisi yang kurang baik. Hal
ini menyebabkan balita mengalami malnutrisi, sehingga dapat menyebabkan
imunodefisiensi yang meningkatkan risiko penyakit infeksi (Hassen et al.,
2020). Akses pelayanan kesehatan yang tidak baik juga dapat menyebabkan
balita tidak segera mendapat pertolongan jika terserang penyakit. Sementara
itu, pendidikan ibu akan menentukan bagaimana kualitas perawatan dan
banyak faktor sosial serta lingkungan yang akan balita alami di hidupnya
(Tazinya et al., 2018).
Faktor individu atau host adalah karakteristik dan perilaku pribadi,
predisopsisi genetik faktor imunologis, atau kerentanan lainnya yang
berhubungan dengan kemungkinan dan tingkat keparahan ISPA (Gerstman,
2013). Faktor individu yang berhubungan ISPA pada beberapa penelitian
meliputi jenis kelamin, usia, infeksi HIV, dan malnutrisi (Qi et al., 2016;
Sihombing and Notoharjo, 2015; Sonego et al., 2015; Tazinya et al., 2018).
Individu yang rentan mengalami kejadian ISPA berasal dari kelompok usia
anak-anak, khususnya balita (Kemenkes RI, 2011).
Individu yang rentan merupakan mata rantai terakhir dalam rantai infeksi.
Faktor intrinsik dari individu dapat berhubungan dengan keterpaparan, 5
kerentanan, atau respon seseorang terhadap agen penyebab penyakit.
Kerentanan seseorang bergantung pada kemampuan individu untuk melawan
infeksi atau membatasi patogenisitas. Kemampuan ini dipengaruhi oleh faktor
genetik atau konstusional, imunitas spesifik, dan faktor nonspesifik (CDC,
2012).
Faktor gaya hidup yang memiliki hubungan dengan ISPA seperti
kebiasaan menggendong anak saat memasak, merokok, dan penggunaan
kotoran sapi sebagai bahan bakar masak (Admasie et al., 2018; Ahyanti and
Duarsa, 2013). Hal-hal tersebut dapat mempengaruhi kualitas saluran
pernapasan balita. Saluran pernapasan yang buruk akan menyebabkan balita
vi
mudah terkena penyakit pernapasan (Tazinya et al., 2018).
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu ISPA?
2. Bagaimana etiologi ISPA?
3. Bagaimana tanda dan gejala ISPA?
4. Bagaimana pencegahan ISPA?
5. Bagaimana penatalaksaan ISPA?
6. Bagaimana pengobatan ISPA?

C. Tujuan
1. Untuk melihat perkembangan penyakit 1 tahun terakhir

vi
i
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Penyakit
1. Defenisi Khasus
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) juga dapat didefinisikan
secara operasional sebagai suatu penyakit infeksi pada hidung, telinga,
tenggorokan (pharynx), trachea, bronchioli dan paru yang kurang dari dua
minggu atau 14 hari dengan tanda dan gejala dapat berupa batuk dan atau
pilek (ingus) dan atau batuk pilek dan atau sesak nafas karena hidung
tersumbat dengan atau tanpa demam. Dengan batasan ini, maka jaringan
paru-paru termasuk dalam saluran pernapasan (respiratory tract). Batas
waktu 14 hari diambil untuk menunjukkan berlangsungnya proses akut,
meskipun beberapa penyakit yang dapat digolongkan ISPA, proses ini
dapat berlangsung lebih dari 14 hari (Aditama, T.Y., 2012).
ISPA adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah yang dapat
menular dan menimbulkan berbagai spektum penyakit yang berkisar dari
penyakit infeksi ringan atau tanpa gejala hingga penyakit yang parah dan
mematikan, namun juga tergantung pada pathogen penyebabnya, faktor
lingkungan dan faktor pejamu (Masriadi, 2017). Infeksi yang mengenai
saluran pernapasan yang merupakan organ sangat peka sehingga kuman
penyakit mudah berkembang biak serta belum kuatnya daya tahan tubuh
pada anak balita (Kursani, Yulianto dan Ramadhani, 2019).
Berdasarkan uraian definisi tentang penyakit Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) tersebut, maka secara rinci dapat diuraikan tiga
unsur pengertian yaitu:
1. Infeksi
Infeksi merupakan masuknya kuman atau mikro organisme ke dalam
tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala
penyakit.
2. Saluran Pernapasan Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung
hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus – sinus, rongga
telinga tengah dan pleura. Pada penyakit Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA) secara anatomis mencakup saluran pernapasan bagian atas,

8
saluran pernafasan, bagian bawah (termaksud jaringan paru – paru) dan
organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru
termaksuk dalam saluran pernafasan (Respiratory Tract).
3. Infeksi Akut Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai
dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukan proses akut
meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA
proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari. (Masriadi., 2017)
2. Etiologi
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri,virus dan riketsia.
Bakteri penyebab ISPA antara lain dari genus Streptokokus, Stafilokokus,
Pneumokokus, Hemofillus, Bordetelia dan Korinebakterium dan virus
penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adnovirus,
Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus. ISPA yaitu infeksi
yang disebabkan oleh mikroorganisme distruktur saluran napas atas yang
tidak berfungsi untuk pertukaran gas, termasuk rongga hidung, faring dan
laring, yang dikenal dengan ISPA antara lain pilek, faringitis (radang
tenggorokan), laringitis dan influenza tanpa komplikasi (Fatmawati, 2018).
Terjadinya ISPA tentu dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu kondisi
lingkungan (polutan udara seperti asap rokok dan asap bahan bakar
memasak, kepadatan anggota keluarga anggota keluarga, kondisi ventilasi
rumah, kelembaban, kebersihan, musim, suhu), ketesediaan dan efektifitas
pelayanan kesehata seerta langkah-langkah pencegahan infeksi untuk
pencegahan penyebaran (vaksin, akses terhadap fasilitas pelayanan
kesehatan, kapasitas ruang isolasi), faktor penjamu (usia, kebiasaan
merokok, kemampuan penjamu menularkan infeksi, status gizi, infeksi
sebelumnya atau infeksi serentak yang disebabkan oleh Pthogen lain,
kondisi kesehatan umum) dan karakteristik pathogen (cara penularan, daya
tular, faktor virulensi misalnya gen, jumlah atau dosis mikroba). Kondisi
lingkungan yang berpoteni menjadi faktor resiko ISPA adalah lingkungan
yang banyak tercemar oleh asap kendaran bermotor, bahan bakar minyak,
asap hasil pembakaran serta benda asing seperti mainan plastic Kecil.
(Misnadiarly,2008).

9
3. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala ISPA biasanya muncul dalam beberapa jam sampai
beberapa hari. Gejala yang pertama kali dirasakan yaitu rinorea, kongesti,
dan bersin-bersin. Rinorea yang dihasilkan biasanya mukopurulen. Tetapi
warna yang dihasilkan berbeda, tergantung penyebabnya. Apabila
penyebabnya virus, rinorea yang dihasilkan berwarna kuning jernih,
sedangkan apabila penyebabnya bakteri, rinorea yang dihasilkan berwarna
kehijauan. Gejala yang muncul pada faring diantaranya nyeri atau gatal
pada tenggorok, odinofagi atau disfagi. Nyeri tenggorok muncul saat awal
sakit dan berlangsung beberapa hari. Nyeri tenggorok yang muncul
disebabkan oleh sekresi hidung yang turun ke faring. Apabila uvula atau
orofaring mengalami peradangan, pasien akan merasa nyeri saat menelan.
Akibat dari obstruksi hidung, pernapasan berlangsung melalui mulut yang
menyebabkan mulut kering terutama setelah bangun tidur. Faringitis
karena virus maupun karena bakteri sulit dibedakan. Demam dapat
muncul, dan biasanya berlangsung selama tiga hari berturut-turut. Demam
yang muncul biasanya dalam rentan 38,3◦C atau lebih. Demam ini jarang
muncul pada dewasa, tetapi muncul pada anak-anak dengan infeksi
Rhinovirus. Batuk dapat muncul sebagai manifestasi keterlibatan laring
atau akibat adanya sekresi hidung yang berlebihan. Batuk muncul pada
hari ke empat atau lima setelah munculnya gejala pada hidung dan faring.
Batuk paling sering terjadi pada pagi hari karena pada saat tidur sekresi
hidung menumpuk di faring posterior. Penyakit ISPA khusunya pada
Balita dapat menimbulkan bermacam-macam tanda dan gejala seperti
batuk, kesulitan bernapas, sakit tenggorokan, pilek, sakit telinga dan
demam. (Depkes RI., 2004).
Gejala Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) juga dapat
dekelompokkan berdasarkan derajat keparahannya, yaitu:
1. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Ringan Gejala yang muncul
pada ISPA ringan dapat berupa:
a. Batuk.
b. Serak, yaitu dimana anak bersuara parau pada waktu berbicara atau
menangis.
c. Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung. d. Panas
10
atau demam, dengan suhu badan lebih dari 37,0°C.
2. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Sedang Gejala yang dapat
muncul pada ISPA sedang diantaranya adalah:
a. Pernapasan cepat (fast breathing) sesuai umur yaitu :untuk
kelompok umur kurang dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali per
menit atau lebih dan 40 kali permenit untuk umur 12 bulan sampai
5 tahun.
b. Suhu tubuh lebih dari 39,0°C.
c. Tenggorokan berwarna merah.
d. Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak
campak.
e. Berbunyi pernapasan seperti mengorok (mendengkur).
3. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Berat Pada ISPA yang berat,
akan muncul gejala-gejala seperti:
a. Warna bibir atau kulit membiru.
b. Kesadaran anak menurun.
c. Bunyi pernapasan seperti mengorok dan anak tampak gelisah.
d. Sela iga tetarik ke dalam pada waktu bernafas.
e. Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
f. Tenggorokan berwarna merah.
4. Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: (Depkes RI., 2004)
1) Menjaga Pemenuhan Gizi yang Baik Menjaga pemenuhan gizi yang
baik dapat mencegah dan terhindar dari penyakit ISPA karena Gizi
yang baik akan menjaga badan tetap sehat sehingga kekebalan tubuh
akan semakin meningkat dan dapat mencegah virus atau bakteri
penyakit yang akan masuk ke tubuh. Upaya-upaya yang dapat
dilakukan untuk pemenuhan gizi yang baik ini diantaranya adalah:
a. Mengupayakan pemenuhan Gizi seimbang pada anak,
b. Bayi harus mendapatkan ASI ekslusif,
c. Pada bayi dan anak, makanan harus mengandung gizi cukup yaitu
mengandung cukup protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan
mineral,
11
d. Bayi dan balita sebaiknya dilakukan penimbangan berat badan
secara teratur untuk mengetahui apakah berat badannya sudah
sesuai dengan umurnya, serta perlunya pemeriksaan secara rutin
terhadap kemungkinan adanya gangguan pertumbuhan atau
penyakit yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan.
a. Imunisasi
Pemberian imunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh
supaya tidak mudah terserang berbagai macam penyakit yang
disebabkan oleh virus atau bakteri. Sebagai contoh Imunisasi DPT
dapat untuk mencegah penyakit pertusis yang salah satu gejalanya
adalah infeksi saluran pernapasan.
2) Menjaga Kebersihan Perorangan dan Lingkungan
Melalui upaya penyediaan ventilasi udara dan pencahayaan yang baik
dapat mengurangi polusi asap dapur atau asap rokok yang ada didalam
rumah. Hal tersebut dapat mencegah seseorang menghirup asap yang
bisa menyebabkan terkena penyakit ISPA. Ventilasi yang baik dapat
memelihara kondisi sirkulasi udara agar tetap segar dan sehat bagi
manusia. Konstruksi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi
syarat kesehatan merupakan faktor risiko sumber penularan berbagai
jenis penyakit. Penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) erat
kaitannya dengan kondisi perumahan. Sanitasi rumah dan lingkungan
erat kaitannya dengan angka kejadian penyakit menular, terutama
ISPA. Bahkan pada kelompok bayi dan Balita, penyakit-penyakit
berbasis lingkungan menyumbang lebih dari 80% dari penyakit yang
diderita oleh bayi dan Balita. Keadaan tersebut mengindikasikan
masih rendahnya cakupan dan kualitas intervensi kesehatan
lingkungan. Pencemaran lingkungan seperti asap yang berasal dari
sarana transportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman
kesehatan terutama ISPA. Perubahan iklim terutama suhu, kelembaban
dan curah hujan merupakan beban ganda dalam pemberantasan
penyakit ISPA, oleh karena itu upaya untuk tercapainya tujuan
pemberantasan penyakit ISPA ialah dengan memperhatikan atau
menanggulangi faktor risiko lingkungan.
3) Mencegah Anak Berhubungan dengan Penderita ISPA
12
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) disebabkan oleh virus atau
bakteri yang ditularkan oleh seseorang yang telah terjangkit penyakit
ini melalui udara yang tercemar dan masuk kedalam tubuh. Bibit
penyakit ini biasanya berupa virus atau bakteri diudara yang umumnya
berbentuk aerosol (suspensi yang melayang diudara). Adapun bentuk
aerosol yakni Droplet, Nuclei (sisa dari sekresi saluran pernafasan
yang dikeluarkan dari tubuh secara droplet dan melayang di udara),
yang kedua duet (campuran antara bibit penyakit).

5. Penatalaksaan
Pedoman penatalaksanaan penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) memberikan petunjuk standar pengobatan penyakit ISPA yang
akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotik untuk kasus-kasus
batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang
bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk
tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan
penunjang yang penting bagi pederita ISPA. Penatalaksanaan ISPA
meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang
penyakit anak dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada
ibunya, melihat dan mendengarkan anak. Hal ini penting agar selama
pemeriksaan anak tidak menangis (bila menangis akan meningkatkan
frekuensi napas), untuk ini diusahakan agar anak tetap dipangku oleh
ibunya. Menghitung napas dapat dilakukan tanpa membuka baju anak.
Bila baju anak tebal, mungkin perlu membuka sedikit untuk melihat
gerakan dada. Untuk melihat tarikan dada bagian bawah, baju anak
harus dibuka sedikit. Tanpa pemeriksaan auskultasi dengan steteskop
penyakit pneumonia dapat didiagnosa dan diklassifikasi.
b. Pengklasifikasian ISPA Program Pemberantasan penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai
berikut:
1) Pneumonia Berat
Pneumonia Berat ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding
dada kedalam (chest indrawing).

13
2) Pneumonia
Pneumonia ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
3) Bukan Pneumonia
Kategori Bukan Pneumonia ini ditandai secara klinis oleh batuk
pilek, bisa disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam,
tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong
bukan pneumonia.
6. Pengobatan
1) Pneumonia Berat Penderita penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) dengan klasifikasi Penumonia Berat harus dirawat di rumah
sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigen dan sebagainya.
2) Pneumonia Penderita dengan klasifikasi Penumonia dapat diberi obat
antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak mungkin diberi
kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol keadaan
penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu
ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
3) Bukan Pneumonia Penderita penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) dengan klasifikasi Bukan Penumonia ini tidak perlu diberikan
obat antibiotik. Dapat diberikan perawatan di rumah dan untuk batuk
dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak
mengandung zat yang merugikan seperti kodein, dekstrometorfan dan,
antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu
parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan
tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran
kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan
oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama
10 hari. Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus
diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya.
4) Perawatan di Rumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan oleh orang tua untuk mengatasi
penderita penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada anak
antara lain:
1) Mengatasi Demam atau Panas Untuk anak usia 2 bulan sampai 5
tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan
14
kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk.
Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara
pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian
digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan
menggunakan kain bersih, celupkan pada air biasa (tidak perlu
menggunakan air dingin/ es).
2) Mengatasi Batuk Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu
ramuan tradisional seperti jeruk nipis setengah sendok teh dicampur
dengan kecap atau madu setengah sendok the dan diberikan tiga kali
sehari.
3) Pemberian Makanan Berikan makanan yang bergizi dengan porsi
sedikit-sedikit secara berulang yaitu lebih sering dari biasanya,
terutama jika penderita juga mengalami muntah. Pemberian ASI
pada bayi harus tetap diteruskan.
4) Pemberian Minuman Upayakan memberikan Cairan yang dapat
berupa air putih atau air buah lebih banyak dari biasanya. Hal ini
akan membantu mengencerkan dahak dan mencegah terjadinya
kekurangan cairan yang akan dapat menambah parah penyakit
penderita.
7. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya ISPA adalah invasi patogen sehingga terjadi
reaksi inflamasi akibat respon imun. Infeksi oleh bakteri, virus dan jamur
yang dapat merubah pola kolonisasi bakteri. Timbul mekanisme
pertahanan pada jalan nafas seperti filtrasi udara, inspirasi dirongga
hidung, refleksi batuk, refleksi epiglottis, pembersihan mukosilier dan
fagositosis, dikarenakan menurunnya daya tahan tubuh balita maka bakteri
patogen dapat melewati mekanisme sistem pertahanan tubuh akibatnya
terjadi invasi pada saluran pernapasan atas maupun bawah.
Penularan atau penyebaran penyakit ISPA sangat mudah terjadi
melalui batuk dan bersin yang membentuk partikel infeksius di udara yang
dapat tertular dari orang sakit ke orang yang mempunyai risiko tertular
dikarenakan faktor kekebalan tubuh (Agrina, Suyanto dan Arneliwati,
2014).

15
Masuknya penularan penyakit ISPA ke dalam tubuh melalui udara
yang telah tercemar bibit penyakit yang masuk melalui pernapasan,
penderita menghirup udara yang mengandung unsur penyebab atau
mikroorganisme penyebab ISPA. Oleh karena itu penyakit ISPA termasuk
golongan air borne disease. Penularan melalui udara yaitu terjadinya tanpa
kontak dengan penderita maupun dengan benda yang terkontaminasi.
Saluran pernapasan selalu terpapar dengan dunia luar sehingga untuk
mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan tubuh yang efektif dan
efisien (Alsagaff dan Mukty, 2010).

16
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran umum lokasi survei
 Tempat/ lokasi investigasi
Lokasi pengambilan data atau kasus ISPA di lantai 1 Ruangan Rekam
Medis Rumah Sakit Stela Maris yang berada di Jl. Somba Opu No. 273,
Maloku, Kecamatan Ujung Pandang Kota Makassar.
B. Hasil survei penyakitnya
 3.1 Distribusi frekuensi berdasarkan jumlah kasus selama 1 tahun
Periode 1/01/2020 – 31/12/ 2020
Umur Jumlah %
< 1 th 37 25,00
1 – 4 th 58 39,19
5 – 14 th 23 15,54
15 – 44 th 15 10,14
> 45 th 15 10,14
Total 148 100
Kematian 5 3,38
Pada Tabel 3.1 distrribusi frekuensi berdasarkan jumlah kasus selama
1 tahun terakhir dari 148 kasus, frekuensi tertinggi pada usia 1 – 4 tahun
sebanyak 58 kasus (39, 19 %). Dan pada frekuensi terendah, pada usia 15
– 44 tahun dan > 45 tahun sebanyak 15 kasus (10, 14%)
 Tabel 3.2 Distribusi frekuensi berdasarkan umur
Umur Jumlah %
21 hari 1 20%
1 bulan 1 20%
>1 tahun 3 60%
Total 5 100%

17
Pada Tabel 3.2 Distribusi frekuensi berdasarkan umur dari 5 kasus
yang diambil, frekuensi tertinggi pada usia > 1 tahun sebanyak 3 kasus
(60%) dan frekuensi terendah pada usia 21 hari sebanyak 1 kasus (20%).
 Tabel 3.3 Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin Jumlah %
Perempuan 3 60
Laki-laki 2 40
Total 5 100
Pada Tabel 3.3 Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin dari 5
kasus yang diambil, frekuensi berdasarkan tertinggi pada perempuan
sebanyak 3 kasus (60%) dan frekuensi terendah pada laki-laki sebanyak 2
kasus (40%).
 Tabel 3.4 Distribusi frekuesi berdasarkan gejala yang diderita
Macam gejala Jumlah Presentase
Demam/ Hipertermi 5
Muntah-muntah 3
Sesak nafas 4
Batuk berlendir 5 100%
Nafsu makan berkurang 2
Flu/ pilek 2
Pada Tabel 3.4 Distribusi frekuesi berdasarkan gejala yang diderita
dari 5 kasus, gejala dengan presentase tertinggi yaitu demam atau
hipertermi sebanyak 5 orang.
Jumlah %
Sembuh 4 80
Meninggal 1 201
Total 5 100
Tabel 3.5 Distribusi frekuensi berdasarkan jumlah kematian Pada
Tabel 3.5 Distribusi frekuensi berdasarkan jumlah kematian sebanyak 1
orang (20%) dan frekuensi yang sembuh sebanyak 4 orang (80%).

18
C. PEMBAHASAN

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab


utama kematian pada balita di dunia. Penyakit ini paling banyak terjadi di
negara-negara berkembang di dunia. Populasi penduduk yang terus bertambah
dan tidak terkendali mengakibatkan kepadatan penduduk di suatu wilayah
yang tidak tertata baik dari segi aspek sosial, budaya dan kesehatan (Adesanya
dan Chiao, 2017). ISPA adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya
kuman atau mikroorganisme kedalam saluran pernapasan atas atau bawah,
dapat menular dan dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang
berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang
parah dan mematikan, tergantung pada patogen penyebabnya, faktor
lingkungan, dan faktor pejamu (Yuditya dan Mulyono, 2019).
Pada Tabel 3.1 distribusi frekuensi berdasarkan jumlah kasus selama 1
tahun terakhir lebih dominan pada bayi dan anak kecil dibandingkan pada
orang dewasa, dimana pada umur < 4 tahun sebanyak 95 kasus dari 148 kasus.
Dan Pada Tabel 3.2 Distribusi frekuensi berdasarkan umur dari 5 kasus yang
diambil, frekuensi tertinggi pada usia > 1 tahun sebanyak 3 kasus dengan
presentase 60% dan frekuensi terendah pada usia 21 hari dan 1 bulan sebanyak
1 kasus dengan presentase 20%. Menurut Sinaga (2019), bayi dan anak kecil
lebih rentan terhadap penyakit ini karena respon imunitas mereka masih belum
berkembang dengan baik. Berdasarkan umur, ISPA dapat menyerang siapa
saja meskipun lebih banyak ditemukan pada anak-anak. Pada lansia juga
mudah terkena penyakit ini karena daya tahan tubunya cenderung menurun.
Pada Tabel 3.3 Distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin dari 5 kasus
yang diambil, frekuensi berdasarkan tertinggi pada perempuan sebanyak 3
kasus (60%) dan frekuensi terendah pada laki-laki sebanyak 2 kasus (40%).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tazinya,
dkk. di Kamerun yang menemukan bahwa tidak ada perbedaan yang besar
pada distribusi kejadian ISPA antara laki-laki dan perempuan (Tazinya et al.,
2018).

19
Pada Tabel 3.4 Distribusi frekuesi berdasarkan gejala yang diderita dari 5
kasus, gejala dengan presentase tertinggi yaitu demam atau hipertermi
sebanyak 5 orang.Pada penyakit ISPA gejala atau keluhan utama yang
dialami oleh penderita/ pasien yaitu sesak napas.
Penyakit ISPA pada negara berkembang termasuk Indonesia hampir 30%
pada anak-anak dibawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi.
Penyakit ini dapat menyebabkan lebih dari 5 juta kematian pertahun pada anak
balita di negara berkembang (UNICEF, 2014). Dari 1 tahun terakhir
didapatkan kasus kematian dari 148 kasus yaitu 5 orang, dan dari 5 kasus yang
diambil, didapatkan sebanyak 1 orang yang meninggal dan 4 orang yang
sembuh.

20
BAB IV
A. Kesimpulan
PENUTUP

1. Jumlah kasus ISPA pada satu tahun terakhir yaitu sebanyak 148 kasus,
frekuensi tertinggi pada usia 1-4 tahun sebanyak 58 kasus dengan
presentase 39,19%. Frekuensi terendah pada usia 15-44 tahun dan
>45 tahun sebanyak 15 kasus dengan presentase 10,14%.
2. Dari bulan Januari – November diambil 5 kasus pada usia <2 tahun
sebagai sampel untuk investigasi wabah dimana memiliki gejala yang
hampir sama dan dari 5 kasus tersebut yang sembuh yaitu 4 orang dan
yang meninggal yaitu 1 orang.
B. Saran
1. Diharapkan pada saat melakukan kontak dengan pasien agar menggunakan
APD agar terhindar dari kontaminasi langsung.
2. Diharapkan penderita ISPA selalu mengkonsumsi obat dan menjalani
perawatan secara rutin, serta melakukan hal untuk mencegah penularan
kepada orang lain.
3. Diharapkan untuk menjaga pola hidup yang sehat untuk menjaga daya
tahan tubuh sebagai bentuk pencegahan dari ISPA.

21
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, T. Y. (2012). Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut.
Kementerian Kesehatan RI
Departemen Kesehatan RI, 2007. Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Jakarta.
Depkes RI. (2004). Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA Untuk
Penanggulangan Pneumonia Pada Balita.
Ditjen P2PL Kemenkes RI. 2013. Informasi Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. Jakarta. Kementerian Kesehatan.
Fatmawati, T. Y. (2017). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dengan Media Leaflet
Terhadap Pengetahuan Ibu Tentang Penatalaksanaan Ispa Pada Balita Di
Puskesmas Mambi Kabupaten Mamasa. Bina Generasi : Jurnal Kesehatan,
17(1), 78–94.
Kementerian Kesehatan RI. (2019). Pneumonia Balita. Buletin Jendela
Epidemiologi.
Kementerian Kesehatan RI. (2019). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Vol. 42).
Masriadi., 2017. Epidemiologi Penyakit Menular.Rajawali Pers. Depok.
Misnadiarly., 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia.,Yayasan Obor
Indonesia.
Mulia, M.R., (2005). Kesehatan Lingkungan. Edisi Revisi. Penerbit Graha Ilmu.
Yogyakarta.
Pusat Data dan Analisa Tempo.,2020. Kenali dan Jangan Anggap Rumah Sakit
ISPA., TEMPO Publishing., Jakarta.
Setyaningsih, W., Setyawan, D. A., & Sarwanto, A. (2016). Studi Epidemiologi
Dengan Pendekatan Analisis Spasial Terhadap Faktor-Faktor Risiko
Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Anak Di
Kecamatan Sragen. Jurnal Keterapian Fisik, 1(1), 46–55.

22

Anda mungkin juga menyukai