Anda di halaman 1dari 29

TUGAS MAKALAH KOMUNIKASI DAN KONSELING

SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2017/2018

PROMOSI KESEHATAN ISPA


(Infeksi Saluran Pernafasan Akut)

Disusun Oleh:

Rifani Amalia 260112170009


Irma Rahayu Latarissa 260112170065
Ugi Rahman Kustiawan 260112170067
Himmatul Ulya 260112170069
Wahyu Fitriantoro Putra 260112170071
Naeli Farhaty 260112170073

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINAGOR
2017
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .....................................................................................1

1.2 Identifikasi Masalah .............................................................................2

1.3 Prioritas Masalah .................................................................................2

1.4 Tujuan ..................................................................................................3

1.5 Kegunaan .............................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian ISPA ...................................................................................4

2.2 Etiologi ISPA .......................................................................................4

2.3 Patofisiologi ISPA ................................................................................5

2.4 Manifestasi Klinik ISPA ......................................................................6

2.5 Diagnosis ISPA ....................................................................................7

2.6 Terapi Farmakologi ISPA .....................................................................8

2.7 Terapi Non-farmakologi ISPA .............................................................9

2.8 Pencegahan Penyakit ISPA ................................................................10

BAB III PROMOSI KESEHATAN

3.1 Definisi Promosi Kesehatan ...............................................................12

3.2 Ruang Lingkup Promosi Kesehatan...................................................12

3.3 Media Penunjang Promosi Kesehatan ...............................................13

3.4 Promosi Kesehatan di Rumah Sakit...................................................13

3.4.1 Peluang Promosi Kesehatan di Rumah Sakit ........................14

i
3.4.2 Strategi Dasar Promosi Kesehatan di Rumah Sakit ..............15

3.5 Penyuluhan dan Promosi Kesehatan ..................................................18

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan ........................................................................................22

4.2 Saran ..................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................23

LAMPIRAN ...........................................................................................................25

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernapasan
yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari. ISPA
merupakan penyakit infeksi akut yang menyerang saluran pernapasan bagian atas
dan bagian bawah. ISPA dapat menimbulkan gejala ringan (batuk, pilek), gejala
sedang (sesak, wheezing) bahkan sampai gejala yang berat (sianosis, pernapasan
cuping hidung). ISPA yang berat jika mengenai jaringan paru-paru dapat
menyebabkan tejadinya pneumonia (Badan Penelitiaan dan Pengembangan
Kesehatan, 2013).
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang
meninggal akibat ISPA setiap tahunnya, 98% disebabkan oleh infeksi saluran
pernapasan bawah. Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan
orang lanjut usia, terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah
dan menengah. Kasus ISPA terbanyak terjadi di India (43 juta), China (21 juta),
Pakistan (10 juta), dan Bangladesh, Indonesia, Nigeria masing-masing 6 juta
episode (WHO, 2007).
Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam menentukan penyakit ISPA
dan pneumonia di Indonesia adalah masih terbatasnya data yang dapat dipercaya
dan mutakhir. Hal ini disebabkan penyakit ISPA merupakan kelompok penyakit
yang dapat menginfeksi pada berbagai lapisan masyarakat dan di berbagai daerah
dengan letak geografis yang berbeda (Endah et al, 2009). Tahun 2007 terlapor ada
7,2 juta kasus ISPA di Indonesia. Tahun 2010, kasus ISPA di Indonesia
meningkat menjadi 17,9 juta kasus lalu pada tahun 2011 kasus ISPA di Indonesia
meningkat menjadi 18,7 juta kasus (Munaya, 2015). Prevalensi nasional ISPA
yaitu sebesar 25,5%, dimana angka kesakitan (morbiditas) pneumonia pada bayi
2,2%, pada balita 3%, sedangkan angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8%
dan balita 15,5% (Hayati, 2014). Data dari semua kasus ISPA yang terjadi di
masyarakat, 7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. Episode

1
batuk-pilek pada Balita di Indonesia diperkirakan 2-3 kali per tahun dan ISPA
merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien terutama balita di
Puskesmas (40%-60%) dan rumah sakit (15%-30%) (Kementerian Kesehatan RI,
2012).
Period prevalence ISPA dihitung dalam kurun waktu 1 bulan terakhir.
Lima provinsi dengan ISPA tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (41,7%),
Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur
(28,3%). Pada Riskesdas 2007, Nusa Tenggara Timur juga merupakan provinsi
tertinggi dengan ISPA. Period prevalence ISPA Indonesia menurut Riskesdas
2013 (25,0%) tidak jauh berbeda dengan 2007 (25,5%) (Badan Penelitiaan dan
Pengembangan Kesehatan, 2013).
Faktor risioko terjadinya penyakit ISPA dapat berasal dari kebiasaan
merokok, sanitasi dan prasarana lingkungan yang kurang baik, pencemaran udara,
dan lingkungan kualitas fisik rumah (jenis lantai, atap, dinding, luas ventilasi,
kepadatan hunian) yang buruk (Munaya, 2015). Karena banyaknya faktor risiko
dan tingginya prevalensi penyakit ISPA di Indonesia, menyebabkan tenaga
kesehatan harus memperdayakan usaha yang lebih terhadap promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif dari penyakit ISPA. Salah satu yang dapat dilakukan yaitu
melalui promosin kesehatan.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah dalam
makalah ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Bagaimana penyakit ISPA dapat berkembang di Indonesia?
2. Apa upaya dan solusi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas
kesehatan terutama terhadap penyakit ISPA?
3. Apa sasaran, strategi dan indikator dari promosi kesehatan tentang
penyakit ISPA?

1.3 Prioritas Masalah


Dari beberapa masalah yang telah diidentifikasi maka dapat ditentukan
prioritas masalah yang ingin dibahas yaitu upaya pencegahan berkembangnya

2
penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di masyarakat melalui promosi
kesehatan.

1.4 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui penyakit
ISPA, upaya dan solusi yang dapat mencegah berkembangnya penyakit tersebut
dengan melakukan promosi kesehatan serta mengetahui sasaran, strategi dan
indikator dari promosi kesehatan penyakit ISPA.

1.5 Kegunaan
Kajian dalam makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi
tambahan mengenai penyakit ISPA dan dapat dijadikan sebagai solusi alternatif
dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat terhadap penyakit ISPA.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian ISPA


Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah radang akut saluran
pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau
bakteri, virus maupun riketsia, tanpa atau disertai radang prenkim paru (Alsagaff
dan Mukty, 2010 ).
Menurut Depkes (2004) infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan
istilah yang diadaptasi dari istilah bahasa inggris Acute Respiratory Infections
(ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur penting yaitu infeksi, saluran pernafasan,
dan akut. Dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya kuman
atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga
menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung
hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah
dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai 14 hari. Batas 14
hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit
yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14
hari.
Berdasarkan pengertian diatas, maka ISPA adalah infeksi saluran pernafasan
yang berlangsung selama 14 hari. Saluran nafas yang dimaksud adalah organ
mulai dari hidung sampai alveoli paru beserta organ adneksanya seperti sinus,
ruang telinga tengah, dan pleura.

2.2 Etiologi ISPA


Penyebab ISPA disamping disebabkan oleh dari 300 jenis kuman, baik berupa
bakteri, virus maupun rickettsia (Maryunani, 2010). Penyakit ISPA dapat
disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri, virus, mycoplasma, jamur dan
lain-lain. ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh virus, sedangkan ISPA
bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri umumnya mempunyai manifestasi
klinis yang berat sehingga menimbulkan beberapa masalah dalam penanganannya.

4
Virus utama
1. ISPA atas : Rino virus, corona virus, adeno virus, entero virus.
2. ISPA bawah : RSV, parainfluensa, corona virus, adeno virus.
Bakteri utama
Streptococcus, pneumoccus, haemophilus influenza, staphylococcus aureus,
bordetella dan corinebakterium. (Syafrudin Dkk, 2011).

2.3 Patofisiologi ISPA


Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan
tubuh. Masuknya virus sebagai antigen kesaluran pernafasan menyebabkan silia
yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak keatas mendorong virus
kearah faring atau dengan suatu tangkapan reflex spasmus oleh laring. Jika reflex
itu gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran
pernafasan (Kendig dan Chernick, 1983).
Kerusakan struktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan
kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran
nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal.
Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending
dan Chernick, 1983). Sehingga pada awal gejala ISPA yang paling menonjol
adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi skunder
bakteri. Akibat infeksi virus tersebut kerusakan mekanisme mukosidiaris yang
merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi
bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran
pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, Haemophylus,
Influenza dan Staphilococus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending
dan Chernick, 1983).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ketempat-tempat
lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga biar
menyebar kesaluran nafas bawah (Kending dan Chernick, 1983).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek
imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun disaluran nafas

5
yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik
pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan
lomfoid yang tersebar, merupakan ciri has sistem imun mukosa. Ciri has
berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran fasa atas
sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa skretori IgA (
sIgA ) sangat berperan dalam integritas mukosa saluran nafas (Kending dan
Chernick, 1983).

2.4 Manifestasi Klinik ISPA


Pada umunya suatu penyakit saluran pernafasan dimulai dengan keluhan-
keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin
gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam
keadaan kegagalan pernafasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit
meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang
ringan tidak terjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan
tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernafasan.
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan tanda-
tanda laboratoris.
Tanda-tanda klinisnya :
1. Pada system respiratorik adalah tachypnea, nafas tak teratur (apnea)
2. Retraksi dinding Thorak, nafas caping hidung, cianosi, suara nafas.
3. Lemah atau hilang grunting expirator dan wheezing.
4. Pada sistem kardial adalah tachycardia, bradycardia, hipertensi.
5. Hypotensi dan cardiac arrest.
6. Pada sistem serebral : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala.
7. Bingung, papil bending, kejang, koma.
8. Pada hal umum adalah letihdan berkeringat banyak.

Tanda-tanda laboratoris:
1. Hypoxemia
2. Hypercapnia
3. Acidosis ( metabolik dan resoiratorik )

6
Tanda dan gejala yang sering muncul pada pasien dengan infeksi saluran
pernafasan akut dan mula-mula tampak adalah batuk, disertai demam, pusing,
kemudian selera makan, penderita terus menurun dan hampir samua sendi dan
otot terasa sakit dan lesu (Gouzali, 2011).

2.5 Diagnosis ISPA


Diagnosis ISPA secara umum ditegakkan melalui anamnesa (melakukan
wawancara kepada pasien seputar riwayat penyakit dan gejala), pemeriksaan fisik,
dan apabila diperlukan, pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan fisik, suara
napas Pasien akan diperiksa untuk mengetahui apakah ada penumpukan cairan
atau terjadinya peradangan pada paru-paru. Hidung dan tenggorokan juga akan
diperiksa untuk pemeriksaan lanjut. Pemeriksaan tambahan yang mungkin
dilakukan adalah prosedur pulse oxymetry. Pemeriksaan ini memiliki tujuan untuk
memeriksa seberapa banyak oksigen yang masuk ke paru-paru, dan biasanya
dilakukan pada pasien yang mengalami kesulitan bernafas. (Debora,2012).
Selain itu, tenaga kesehatan seperti dokter mungkin akan menyarankan untuk
melakukan pengambilan sampel dahak untuk diperiksa lebih lanjut di
laboratorium. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan jenis virus atau
bakteri yang menjadi penyebab ISPA. Apabila infeksi dicurigai telah masuk
sampai ke dalam paru-paru, maka pemeriksaan dengan X-Ray atau CT scan
mungkin akan direkomendasikan oleh dokter untuk tahap pemeiksaan selanjutnya.
Kedua jenis pemeriksaan ini dilakukan untuk mengamati kondisi paru-paru
Pasien. (Debora,2012).

Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan


laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan yaitu:
1. Biakan virus
2. Serologis
3. Diagnostik virus secara langsung.
Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan
pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan cairan pleura. (Aziz,2010).

Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha
serta irama dari pernafasan.

7
1. Pola, cepat (tachynea) atau normal.
2. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita
amati melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.
3. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya
bersin.
4. Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.
5. Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga
didapati adanya cyanosis, nyeri pada rongga dada dan peningkatan produksi
dari sputum.
6. Riwayat kesehatan:
a. Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan)
b. Riwayat penyakit sekarang (kondisi klien saat diperiksa.
c. Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami penyakit seperti
yang dialaminya sekarang).
d. Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang pernah
mengalami sakit seperti penyakit klien)
e. Riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal klien).(Aziz,2010).

2.6 Terapi Farmakologi ISPA


Sampai saat ini, belum ada obat yang efektif membunuh kebanyakan virus
penyebab ISPA yang menyerang manusia. Pengobatan yang dilakukan selama ini
biasanya hanya untuk meredakan gejala yang muncul akibat infeksi virus. Istirahat
yang cukup dan mengonsumsi banyak air mineral bisa membantu meredakan
gejala tersebut. (Yusuf,2008).
Maka dari itu, berikut adalah beberapa golongan obat yang sering diberikan
dokter untuk meredakan gejala-gejala ISPA diantaranya:
1. Obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) dan asetaminofen, untuk
mengurangi efek demam dan nyeri di tubuh.
2. Obat antihistamin, dekongestan, dan ipratropium, untuk mengatasi hidung
yang berair dan tersumbat. Contoh dekongestan antara lain pseudoefedrin,
fenil propanolamin. Contoh anti alergi adalah dipenhidramin.

8
3. Obat batuk antitusif, untuk mengurangi batuk-batuk. Contoh nya Ammonium
Klorida. Madu juga bisa digunakan untuk mengatasi masalah ini.
4. Mukolitik untuk batuk berdahak. Contoh : ambroksol, bromheksin,
gliserilgualakolat.
5. Antitusif untuk meringankan gejala batuk kering. Contoh : dekstrometorfan.
6. Antibiotik tidak disarankan untuk ISPA yang disebabkan oleh virus karena
antibiotik tidak dapat membunuh virus. Antibiotik diberikan jika gejala
memburuk, terjadi komplikasi atau radang yang disebabkan oleh bakteri.
7. Obat steroid, seperti deksametason dan prednison, mungkin diresepkan pada
kondisi tertentu untuk mengurangi peradangan dan pembekakan yang terjadi
di saluran pernapasan bagian atas. (Yusuf,2008).
Apabila infeksi saluran pernafasan akut yang terjadi disebabkan oleh bakteri,
serangkaian tes akan dilakukan untuk mengetahui jenis bakteri. Setelah itu, dokter
bisa menentukan antibiotik yang paling tepat untuk membasmi bakteri penyebab
infeksi tersebut. Agar tidak menimbulkan efek samping yang berbahaya,
antibiotik harus sesuai dengan resep dokter. Jika dibiarkan tanpa penanganan,
komplikasi yang terjadi akibat ISPA sangat serius dan bisa berakibat fatal.
Komplikasi yang sering kali terjadi bersamaan dengan ISPA adalah gagal napas
dan gagal jantung kongestif. (Yusuf,2008).

2.7 Terapi Non-Farmakologi


Berikut adalah pengobatan yang bisa dlakukan terkait dengan perilaku
kesehatan untuk mencegah bertambah parah nya ISPA:
1. Istirahat yang cukup.
2. Konsumsi makanan yang bergizi (misalnya buah-buahan yang mengandung
vitamin C dan makanan yang kaya Zinc seperti sup ayam), buah dan sayur
dapat membantu meningkatkan daya tahan tubuh, selain itu dapat
meningkatakan antioksidan dalam tubuh dimana antioksidan ini berfungsi
untuk menetralisir racun yang masuk ke dalam tubuh.
3. Berkumur dengan air garam atau obat kumur yang mengandung antiseptic
dapat meringankan gejala sakit tenggorokan.
4. Menghindari polusi udara. (Keman,2004).

9
2.8 Pencegahan ISPA
Pencegahan adalah cara terbaik dalam menangani ISPA. Berikut ini adalah
beberapa pola hidup higienis yang bisa dilakukan sebagai tindakan pencegahan
terhadap ISPA.
1. Mencuci tangan secara teratur terutama setelah beraktivitas di tempat umum.
2. Hindari menyentuh bagian wajah, terutama mulut, hidung, dan mata dengan
tangan agar Anda terlindung dari penyebaran virus dan bakteri.
3. Hindari merokok.
4. Perbanyak konsumsi makanan kaya serat dan vitamin untuk meningkatkan
daya tahan tubuh.
5. Ketika Anda bersin, pastikan menutupnya dengan tisu atau tangan. Hal ini
dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit kepada orang lain.
6. Berolahraga secara teratur juga bisa membantu meningkatkan kekebalan
tubuh dan mengurangi risiko penularan infeksi. Semakin sering berolahraga,
semakin kecil pula risiko tertular ISPA.
7. Memakai masker apabila beraktivitas di daerah yang dicurigai memiliki
polutan udara.(Rasmalia,2008).

Pencegahan ISPA Menurut Depkes RI, (2002) pencegahan ISPA antara lain:
1. Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik
Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akan mencegah kita atau
terhindar dari penyakit yang terutama antara lain penyakit ISPA. Misalnya
dengan mengkonsumsi makanan empat sehat lima sempurna, banyak minum
air putih, olah raga dengan teratur, serta istirahat yang cukup, kesemuanya itu
akan menjaga badan kita tetap sehat. Karena dengan tubuh yang sehat maka
kekebalan tubuh kita akan semakin meningkat, sehingga dapat mencegah virus
/ bakteri penyakit yang akan masuk ke tubuh kita. (Depkes RI,2002).
2. Imunisasi
Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak maupun orang
dewasa. Immunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh kita supaya

10
tidak mudah terserang berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh virus /
bakteri. (Depkes RI,2002).
3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik akan mengurangi
polusi asap dapur / asap rokok yang ada di dalam rumah, sehingga dapat
mencegah seseorang menghirup asap tersebut yang bisa menyebabkan terkena
penyakit ISPA. Ventilasi yang baik dapat memelihara kondisi sirkulasi udara
(atmosfer) agar tetap segar dan sehat bagi manusia. (Depkes RI,2002).

11
BAB III
PROMOSI KESEHATAN

3.1 Definisi Promosi Kesehatan


Promosi Kesehatan (Health Promotion) adal:ah proses pemberdayaan
masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya (the
process of enabling people to control over and improve their health), lebih luas
dari Pendidikan atau Penyuluhan Kesehatan. Pendidikan. Penyuluhan Kesehatan
merupakan bagian penting dari promosi pesehatan (DepKes RI, 2008).
Pendidikan/penyuluhan kesehatan menekankan pada pendekatan edukatif,
sedangkan pada promosi kesehatan, selain tetap menekankan pentingnya
pendekatan edukatif yang banyak dilakukan pada tingkat masyarakat di strata
primer (istilah gerakan pemberdayaan masyarakat), juga menekankan pentingnya
upaya advokasi, terutama untuk strata tersier (yaitu para pembuat keputusan atau
kebijakan) serta bina suasana (social support), khususnya untuk strata sekunder
(yaitu mereka yang dikategorikan sebagai para pembuat opini) (DepKes RI,
2008).

3.2 Ruang Lingkup Promosi Kesehatan


Ruang lingkup promosi kesehatan berdasarkan aspek pelayanan kesehatan
menurut Notoatmodjo (2007), meliputi :
a) Promosi kesehatan pada tingkat promotif
Sasaran promosi kesehatan pada tingkat pelayanan promotif adalah
pada kelompok orang sehat, dengan tujuan agar mereka mampu
meningkatkan kesehatannya.
b) Promosi kesehatan pada tingkat preventif
Sasaran promosi kesehatan pada tingkat ini selain pada orang yang
sehat juga bagi kelompok yang beresiko. Misalnya, ibu hamil, para perokok,
para pekerja seks, keturunan diabetes dan sebagainya. Tujuan utama dari
promosi kesehatan pada tingkat ini adalah untuk mencegah kelompok-
kelompok tersebut agar tidak jatuh sakit (primary prevention).

12
c) Promosi kesehatan pada tingkat kuratif
Sasaran promosi kesehatan pada tingkat ini adalah para penderita
penyakit, terutama yang menderita penyakit kronis seperti asma, diabetes
mellitus, tuberculosis, hipertensi dan sebagainya. Tujuan dari promosi
kesehatan pada tingkat ini agar kelompok ini mampu mencegah penyakit
tersebut tidak menjadi lebih parah (secondary prevention).
d) Promosi kesehatan pada tingkat rehabilitatif
Sasaran pokok pada promosi kesehatan tingkat ini adalah pada
kelompok penderita atau pasien yang baru sembuh dari suatu penyakit.
Tujuan utama promosi kesehatan pada tingkat ini adalah mengurangi
kecacatan seminimal mungkin. Dengan kata lain, promosi kesehatan pada
tahap ini adalah pemulihan dan mencegah kecacatan akibat dari suatu
penyakit (tertiary prevention).

3.3 Media Penunjang Promosi Kesehatan


Media yang digunakan untuk promosi kesehatan menurut Notoatmodjo
(2007) terdapat 3 macam media, antara lain :
1). Media bantu lihat (visual) yang berguna dalam menstimulasi indra mata pada
waktu terjadinya proses pendidikan. Dimana media bantu lihat ini dibagi
menjadi 2 yaitu media yang diproyeksikan misalnya slide, film, film strip dan
sebagainya, sedangkan media yang tidak diproyeksikan misalnya peta, buku,
leaflet,bagan dan lain sebagainya.
2). Media bantu dengar (audio) dimana merangsang indra pendengaran sewaktu
terdapat proses penyampaian, misalnya radio, piring hitam, pita suara.
3). Media lihat-dengar seperti televisi, video cassete dan lain sebagainya.

3.4 Promosi Kesehatan di Rumah Sakit

Promosi kesehatan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 004 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Promosi Kesehatan
Rumah Sakit adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui
pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar mereka dapat
menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya

13
masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang
berwawasan kesehatan. Menolong diri sendiri artinya masyarakat mampu
menghadapi masalah-masalah kesehatan potensial (yang mengancam) dengan cara
mencegahnya, dan mengatasi masalah-masalah kesehatan yang sudah terjadi
dengan cara menanganinya secara efektif serta efisien. Dengan kata lain,
masyarakat mampu berperilaku hidup bersih dan sehat dalam rangka memecahkan
masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya (problem solving), baik masalah-
masalah kesehatan yang sudah diderita maupun yang potensial (mengancam),
secara mandiri (dalam batas-batas tertentu) (KemenKes RI, 2012).
Promosi Kesehatan oleh Rumah Sakit (PKRS) adalah upaya rumah sakit
untuk meningkatkan kemampuan pasien, klien, dan kelompok-kelompok
masyarakat, agar pasien dapat mandiri dalam mempercepat kesembuhan dan
rehabilitasinya, klien dan kelompok-kelompok masyarakat dapat mandiri dalam
meningkatkan kesehatan, mencegah masalah-masalah kesehatan, dan
mengembangkan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat, melalui
pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama mereka, sesuai sosial budaya mereka,
serta didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (KemenKes RI,
2012).

3.4.1 Peluang Promosi Kesehatan di Rumah Sakit

1. Di dalam gedung
a. PKRS di ruang pendaftaran/administrasi, yaitu di ruang di mana
pasien/klien harus melapor/mendaftar sebelum mendapatkan pelayanan
rumah sakit.
b. PKRS dalam pelayanan rawat jalan bagi pasien, yaitu di poliklinik-
poliklinik seperti' poliklinik kebidanan dan kandungan, poliklinik
anak, poliklinik mata, poliklinik bedah, poliklinik penyakit dalam,
poliklinik THT, dan lain-lain.
c. PKRS dalam pelayanan rawat inap bagi pasien, yaitu di ruang-ruang
rawat darurat, rawat intensif, dan rawat inap.

14
d. PKRS dalam pelayanan penunjang medik bagi pasien, yaitu terutama
di pelayanan obat/apotik, pelayanan laboratorium, dan pelayanan
rehabilitasi medik, bahkan juga kamar mayat.
e. PKRS dalam pelayanan bagi klien (orang sehat), yaitu seperti di
pelayanan KB, konseling gizi, bimbingan senam, pemeriksaan
kesehatan (check up), konseling kesehatan jiwa, konseling kesehatan
remaja, dan lain-lain.
f. PKRS di ruang pembayaran rawat inap, yaitu di ruang di mana pasien
rawat inap harus menyelesaikan pembayaran biaya rawat inap,
sebelum meninggalkan rumah sakit.
(KemenKes RI, 2012)
2. Di luar gedung
a. PKRS di Tempat Parkir, yaitu pemanfaatan ruang yang ada di
lapangan/gedung parkir sejak dari bangunan gardu parkir sampai ke
sudut-sudut lapangan gedung parkir.
b. PKRS di Taman rumah sakit, yaitu baik taman-taman yang ada di
depan, samping/sekitar maupun di dalam/halaman dalam rumah sakit.
c. PKRS di dinding luar rumah sakit.
d. PKRS di tempat-tempat umum di lingkungan rumah sakit misalnya
tempat ibadah yang tersedia di rumah sakit (misalnya masjid atau
musholla) dan di kantin/toko-toko/kios-kios.
e. PKRS di pagar pembatas kawasan rumah sakit.
(KemenKes RI, 2012)

3.4.2 Strategi Dasar Promosi Kesehatan di Rumah Sakit


Strategi dasar promosi kesehatan di rumah sakit meliputi pemberdayaan, bina
sarana, advokasi dan kemitraan (KemenKes RI, 2012).
1. Pemberdayaan
Pemberdayaan adalah upaya membantu atau memfasilitasi
pasien/klien, sehingga memiliki pengetahuan, kemauan, dan kemampuan
untuk mencegah dan atau mengatasi masalah kesehatan yang dihadapinya.

15
Dalam pelaksanaannya, upaya ini umumnya berbentuk pelayanan
konseling terhadap:
a. Bagi klien rawat jalan dapat dilakukan konseling, baik untuk mereka
yang menderita suatu penyakit (misalnya konseling penyakit dalam)
maupun untuk mereka yang sehat (misalnya konseling gizi, konseling
KB). Bagi klien yang sehat dapat pula dibuka kelompok-kelompok
diskusi, kelompok-kelompok senam, kelompok-kelompok paduan
suara, dan lain-lain.
b. Bagi pasien rawat inap dapat dilakukan beberapa kegiatan, seperti:
konseling di tempat tidur (disebut juga bedside health promotion)
konseling kelompok (untuk penderita yang dapat meninggalkan
tempat tidur)
biblioterapi (menyediakan atau membacakan bahan-bahan bacaan
bagi pasien).

2. Bina suasana
Pemberdayaan akan lebih cepat berhasil bila didukung dengan
kegiatan menciptakan suasana atau lingkungan yang kondusif. Tentu saja
lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan yang diperhitungkan
memiliki pengaruh terhadap pasien yang sedang diberdayakan. Kegiatan
menciptakan suasana atau lingkungan yang kondusif ini disebut bina
suasana.
a. Bagi pasien rawat jalan (orang yang sakit)
Lingkungan yang berpengaruh adalah keluarga atau orang
yang mengantarkannya ke rumah sakit. Sedangkan bagi klien rawat
jalan (orang yang sehat), lingkungan yang berpengaruh terutama adalah
para petugas rumah sakit yang melayaninya. Mereka ini diharapkan
untuk membantu memberikan penyuluhan kepada pasien dan juga
menjadi teladan dalam sikap dan tingkah laku. Misalnya teladan tidak
merokok, tidak meludah atau membuang sampah sembarangan, dan lain
sebagainya.

16
b. Pengantar pasien (orang sakit)
Pengantar pasien tentu tidak mungkin dipisahkan dari pasien
untuk misalnya dikumpulkan dalam satu ruangan dan diceramahi. Oleh
karena itu, metode yang tepat di sini adalah penggunaan media, seperti
misalnya pembagian selebaran (leaflet), pembaangan poster, atau
penayangan video berkaitan dengan penyakit dari pasien.
c. Klien yang sehat
Yang berkunjung ke klinik-klinik konseling atau ke kelompok
senam, petugas-petugas rumah sakit yang melayani mereka sangat kuat
pengaruhnya sebagai panutan. Maka, di tempat-tempat ini pengetahuan,
sikap, dan perilaku petugas rumah sakit yang melayani harus benar-
benar konsisten dengan pelayanan yang diberikannya. Misalnya: tidak
merokok, tidak meludah atau membuang sampah sembarangan, dan lain
sebagainya.
d. Bagi pasien rawat inap
Lingkungan yang berpengaruh terutama adalah para penjenguk
pasien (pembesuk). Pembagian selebaran dan pemasangan poster yang
sesuai dengan penyakit pasien yang akan mereka jenguk dapat
dilakukan. Selain itu, beberapa rumah sakit melaksanakan penyuluhan
kelompok kepada para pembesuk ini, yaitu dengan mengumpulkan
mereka yang menjenguk pasien yang sama penyakitnya dalam satu
ruangan untuk mendapat penjelasan dan berdiskusi dengan dokter ahli
dan perawat yang menangani penderita. Misalnya, tiga puluh menit
sebelum jam besuk para penjenguk pasien penyakit dalam diminta
untuk berkumpul dalam satu ruangan. Kemudian datang dokter ahli
penyakit dalam atau perawat mahir yang mengajak para penjenguk ini
berdiskusi tentang penyakit-penyakit yang diderita oleh pasien yang
akan dijenguknya, Pada akhir diskusi, dokter ahli penyakit dalam atau
perawat mahir tadi berpesan agar hal-hal yang telah di diskusikan
disampaikan juga kepada pasien yang akan dijenguk.

17
3. Advokasi
Advokasi perlu dilakukan, bila dalam upaya memberdayakan pasien
dan klien, rumah sakit membutuhkan dukungan dari pihak-pihak lain.
Misalnya dalam rangka mengupayakan lingkungan rumah sakit yang tanpa
asap rokok, rumah sakit perlu melakukan advokasi kepada wakil-wakil rakyat
dan pimpinan daerah untuk diterbitkannya peraturan tentang Kawasan Tanpa
Rokok (KTR) yang mencakup di rumah sakit.

4. Kemitraan
Kemitraan dikembangkan antara petugas rumah sakit dengan
sasarannya (para pasien/kliennya atau pihak lain) dalam pelaksanaan
pemberdayaan, bina suasana, dan advokasi. Di samping itu, kemitraan juga
dikembangkan karena kesadaran bahwa untuk meningkatkan efektivitas
PKRS, petugas rumah sakit harus bekerjasama dengan berbagai pihak terkait,
seperti misalnya kelompok profesi, pemuka agama, Lembaga Swadaya
Masyarakat, media massa, dan lain-lain. Tiga prinsip dasar kemitraan yang
harus diperhatikan adalah:
(1) kesetaraan
(2) keterbukaan
(3) saling menguntungkan.

3.5 Penyuluhan dan Promosi Kesehatan


Asap dan debu dapat memicu penyakit ISPA, untuk menurunkan tingkat
kejadian ISPA maka dilakukan penyuluhan dan promosi kesehatan. Tujuan
promosi kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kesadaran
masyarakat. Penyuluhan sebagai promosi kesehatan terdiri dari:
a. Penyuluhan dan simulasi mengenai Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS)
PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran
sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga mampu
menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam
mewujudkan kesehatan masyarakatnya. Jadi PHBS merupakan wujud
keberdayaan masyarakat yang sadar, mau dan mampu mempraktikkan PHBS.

18
PHBS juga dapat diartikan sebagai upaya untuk memberikan pengalaman belajar
atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan
masyarakat dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan
melakukan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap serta perilaku hidup
bersih dan sehat (DepKes RI, 2008).
Tatanan PHBS adalah tempat dimana sekumpulan orang hidup, bekerja,
belajar, bermain, berinteraksi dan lain-lain. Dalam program PHBS ada 5 (lima)
tatanan yaitu tatanan rumah tangga, tatanan sekolah, tatanan institusi kesehatan,
tatanan tempat kerja serta tatanan tempat-tempat umum (DepKes RI, 2008).
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama bagi pencegahan
penyakit ISPA, karena perilaku tidak bersih dan sehat akan menimbulkan berbagai
penyakit. Perilaku ini dapat dilakukan melalui upaya memperhatikan rumah sehat,
desa sehat dan lingkungan sehat. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
merupakan cerminan pola hidup keluarga yang senantiasa memperhatikan dan
menjaga kesehatan seluruh seluruh anggota keluarga. Semua perilaku kesehatan
yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat
menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan dapat berperan aktif dalam
kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat.
Keluarga yang melaksanakan PHBS maka setiap rumah tangga akan
meningkat kesehatannya dan tidak mudah sakit. Rumah tangga yang sehat dapat
meningkatkan produktivitas kerja anggota keluarga. Dengan meningkatnya
kesehatan anggota rumah tangga maka biayayang tadinya dialokasikan untuk
kesehatan dapat dialihkan untuk biaya investasi seperti biaya pendidikan dan
usaha lain yang dapat meningkatkan kesejahteraan anggota rumah. Setiap anggota
keluarga harus mencuci tangan dengan menggunakan air bersih dan sabun antara
lain yaitu air yang tidak bersih banyak mengandung kuman dan bakteri penyebab
penyakit. Bila digunakan, kuman bserpindah ke tangan. Pada saat makan, kuman
dengan cepat masuk ke dalam tubuh, yang bisa menimbulkan penyakit.
Sedangkan sabun dapat membersihkan kotoran dan membunuh kuman, karena
tanpa sabun kotoran dan kuman masih tertinggal ditangan. Jadi manfaat mencuci
tangan dengan air bersih dan sabun dapat mencegah penularan penyakit seperti
diare, kolera disentri, typus, kecacingan, penyakit kulit, Infeksi Saluran

19
Pernapasan Akut (ISPA), flu burung atau Severe Acute Respiratory
Syndrome/SARS.

b. Penyuluhan penyakit ISPA


Penderita ISPA dapat menularkan penyakitnya melalui udara, sehingga
dapat diperhatikan gejala yang timbul, diantaranya:
Hidung tersumbat atau berair.
Para-paru terasa terhambat.
Batuk-batuk dan tenggorokan terasa sakit.
Kerap merasa kelelahan.
Tubuh merasa sakit.
Apabila ISPA bertambah parah maka akan muncul gejala yang lebih
serius, yaitu :
Kesulitan bernapas.
Demam tinggi dan menggigil.
Tingkat oksigen dalam darah rendah.
Kesadaran yang menurun dan bahkan pingsan.
Penanganan farmakoterapi ISPA menggunakan antibiotik sesuai dengan
kriteria ISPA itu sendiri (Sumarmo et al., 2002). Selain penggunaan antibiotik,
terapi penunjang juga dapat diberikan pada penderita ISPA yaitu analgesik-
antipirerik, antihistamin, kortikosteroid, dekongestan, bronkodilator, dan
mukolitik. Selain menggunakan obat dapat digunakan penanganan dengan
etnofarmasi diantaranya menggunakan kayu manis (cinnamomum bermanii)
famili Lauraceae dan Gambir (Uncaria gambier) digunakan sebagai obat batuk.
Beberapa pola hidup higienis yang bisa dilakukan sebagai tindakan
pencegahan penyakit ISPA adalah (WHO, 2008).
Mencuci tangan secara teratur terutama setelah beraktivitas di tempat
umum.
Hindari menyentuh bagian wajah, terutama mulut, hidung, dan mata, agar
terlindung dari penyebaran virus dan bakteri.

20
Perbanyak mengonsumsi makanan yang mengandung vitamin terutama
vitamin C. Vitamin sangat membantu dalam meningkatkan dan menjaga
sistem kekebalan tubuh.
Hindari merokok.
Ketika bersin, pastikan ditutup dengan tisu atau tangan. Hal ini dilakukan
untuk mencegah penyebaran penyakit yang bisa menular kepada orang
lain.

Pencegahan ISPA (Depkes RI, 2002):


1. Menjaga kesehatan gizi agar terhindar dari penyakit ISPA dengan cara
mengonsumsi makanan bergizi, banyak minum air putih, olahraga yang teratur,
serta istirahat yang cukup. Karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan
tubuh akan semakin meningkat sehingga dapat mencegah penyakit yang akan
masuk ke tubuh kita.
2. Imunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh kita supaya tidak mudah
terserang virus atau bakteri.
3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan yaitu dengan membuat
ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik akan mengurangi polusi
yang ada di dalam rumah, sehingga dapat mencegah seseorang menghirup asap
atau debu yang bisa menyebabkan ISPA. Ventilasi yang baik dapat memelihara
kondisi sirkulasi udara agar tetap segar dan sehat bagi manusia.
4. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA. ISPA yang disebabkan
oleh virus dan bakteri yang ditularkan oleh seseorang yang telah terjangkit
penyakit ini melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh.

c. Penyediaan obat-obatan dan alat pelindung diri


Penyediaan obat-obatan dan masker di daerah yang berdebu seperti di
sekitar pabrik atau pada saat kabut asap perlu ditingkatkan karena besarnya
dampak resiko ISPA, menimbulkan penyakit lain seperti batuk, asma. Maka
diperlukan obat-obat untuk mengobati penyakit ISPA serta pencegahan agar tidak
terapapar langsung dengan debu dan asap menggunakan alat pelindung diri seperti
masker.

21
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
1. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas penyakit menular di Indonesia. Salah satu
permasalahan yang dihadapi dalam menentukan penyakit ISPA dan
adalah masih terbatasnya data yang dapat dipercaya dan mutakhir
2. Upaya yang dapat dilakukan dalam mencegah perkembangan penyakit
ISPA yaitu dengan dilakukannya kegiatan promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif terhadap masyarakat baik yang telah terkena ISPA maupun
masyarakat yang tidak terkena ISPA di fasilitas kesehatan seperti
puskesmas, apotek dan rumah sakit.
3. Promosi kesehatan yang dapat dilakukan untuk mencegah perkembangan
penyakit ISPA yaitu Penyuluhan dan simulasi mengenai Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS), Menjaga kesehatan gizi, imunisasi dan
penyediaan obat-obatan pelindung diri.

4.2. Saran
Dalam rangka upaya meningkatkan mutu kesehehatan masyarakat
Indonesia, maka penulis memberikan saran, yaitu :
1. Perlunya bantuan dari pemerintah untuk melakukan program
pemberantasan penyakit ISPA secara rutin di beberapa wilayah termasuk
wilayah terluar Indonesia.
2. Masyarakat hendaknya menerapkan pola hidup bersih dan sehat seperti
menjaga lingkungan tetap bersih dan sehat, cuci tangan pakai sabun serta
memakai masker saat hendak keluar rumah sehingga mengatasi berbagai
masalah kesehatan terutama ISPA.

22
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, H., Mukty, H.A., 2010. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University
Aziz, Hidayat. 2010. Metode Penelitian Kesehatan Paradigma Kuantitatif.
Surabaya : Health Books Publishing.
Badan Penelitiaan dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Debora N. 2012. Rhinovirus detection by real-time RT-PCR in children with


acute respiratory infection in Buenos Aires, Argentina. Revista Argentina
de Microbiologia; 44: 259-265.
Depkes RI. 2002. Informasi tentang ISPA pada Balita. Jakarta: Pusat Kesehatan
Masyarakat Depkes RI.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Pedoman Pemberantasan


Penyakit Saluran Pernapasan Akut. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.

Depkes RI. 2004. Pengertian ISPA dan Pneumonia. Jakarta: Dirjen PPM & PL.
Endah, N. Daroham dan Mutiatikum. 2009. Penyakit ISPA Hasil Riskesdas di
Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan. 2: 50-55.
Gouzali. 2011. Memahami Berbagai Penyakit (Penyakit Pernapasan dan.
Gangguan Pencernaan). Bandung: Alfabeta.
Hayati, S. 2014. Gambaran Faktor Penyebab Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) Pada Balita Di Puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung. Jurnal Ilmu
Keperawatan 11(1): 62-67.
Kendig EL dan Chernick V. 1983. Disorders of the respiratory tract in children.
Edisi ke-4. Philadelphia: Saunders.
Keman S. 2004. Pengaruh Lingkungan Terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan
Lingkungan. 1: 30-43.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Pengelolaan
Promosi Kesehatan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2012. Profil Kesehatan Indonesia: Pedoman Pengen-
dalian ISPA. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 004 Tentang Petunjuk Teknis Promosi
Kesehatan Rumah Sakit. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.

23
Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta,
Jakarta .

Munaya, E. F. 2015. Faktor Risiko Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut


(ISPA) Nonpneumoniapada Balitadi Wilayah Kerja Puskesmas Magersari.
J. Respir Indo 35(1): 19-27.
Rasmaliah, 2008. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Dan
Penganggulangannya, Available at http://library.usu.ac.id (diakses pada
tanggal 13 Oktober 2017).
Syafrudin, dkk. 2011. Untaian Materi Penyuluhan KIA (Kesehatan Ibu dan
Anak). Trans Info Media : Jakarta
Yusuf NA dan Sulistyorini L. 2008. Hubungan sanitasi rumah secara fisik dengan
kejadian ISPA pada anak Balita. Jurnal Kesehatan Lingkungan.1:110-
119Maryunani, Anik. 2010. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : CV. Trans
Info. Media.
World Health Organization (WHO). 2007. Infection Prevention and Control of
Epidemic-and Pandemic-Prone Acute Respiratory Diseases in Health
Care. Jenewa : WHO.
World Health Organization. 2008. Epidemic-prone & pandemic-prone acute
respiratory diseases: Infection prevention & control in health-care
facilities. World Health Organization, Jenewa.

24
LAMPIRAN

Lampiran 1. Leaflet Promosi Kesehatan Penyakit ISPA

Tampak Depan

Tampak Belakang

25
Lampiran 2. Cara Mencuci Tangan Dan Etika Bersin

Tata Cara Mencuci Tangan Dengan Sabun dan Air

Etika Batuk dan Bersin

26

Anda mungkin juga menyukai