Disusun Oleh:
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
i
3.4.2 Strategi Dasar Promosi Kesehatan di Rumah Sakit ..............15
BAB IV PENUTUP
LAMPIRAN ...........................................................................................................25
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
batuk-pilek pada Balita di Indonesia diperkirakan 2-3 kali per tahun dan ISPA
merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien terutama balita di
Puskesmas (40%-60%) dan rumah sakit (15%-30%) (Kementerian Kesehatan RI,
2012).
Period prevalence ISPA dihitung dalam kurun waktu 1 bulan terakhir.
Lima provinsi dengan ISPA tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (41,7%),
Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur
(28,3%). Pada Riskesdas 2007, Nusa Tenggara Timur juga merupakan provinsi
tertinggi dengan ISPA. Period prevalence ISPA Indonesia menurut Riskesdas
2013 (25,0%) tidak jauh berbeda dengan 2007 (25,5%) (Badan Penelitiaan dan
Pengembangan Kesehatan, 2013).
Faktor risioko terjadinya penyakit ISPA dapat berasal dari kebiasaan
merokok, sanitasi dan prasarana lingkungan yang kurang baik, pencemaran udara,
dan lingkungan kualitas fisik rumah (jenis lantai, atap, dinding, luas ventilasi,
kepadatan hunian) yang buruk (Munaya, 2015). Karena banyaknya faktor risiko
dan tingginya prevalensi penyakit ISPA di Indonesia, menyebabkan tenaga
kesehatan harus memperdayakan usaha yang lebih terhadap promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif dari penyakit ISPA. Salah satu yang dapat dilakukan yaitu
melalui promosin kesehatan.
2
penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di masyarakat melalui promosi
kesehatan.
1.4 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui penyakit
ISPA, upaya dan solusi yang dapat mencegah berkembangnya penyakit tersebut
dengan melakukan promosi kesehatan serta mengetahui sasaran, strategi dan
indikator dari promosi kesehatan penyakit ISPA.
1.5 Kegunaan
Kajian dalam makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi
tambahan mengenai penyakit ISPA dan dapat dijadikan sebagai solusi alternatif
dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat terhadap penyakit ISPA.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Virus utama
1. ISPA atas : Rino virus, corona virus, adeno virus, entero virus.
2. ISPA bawah : RSV, parainfluensa, corona virus, adeno virus.
Bakteri utama
Streptococcus, pneumoccus, haemophilus influenza, staphylococcus aureus,
bordetella dan corinebakterium. (Syafrudin Dkk, 2011).
5
yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik
pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan
lomfoid yang tersebar, merupakan ciri has sistem imun mukosa. Ciri has
berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran fasa atas
sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa skretori IgA (
sIgA ) sangat berperan dalam integritas mukosa saluran nafas (Kending dan
Chernick, 1983).
Tanda-tanda laboratoris:
1. Hypoxemia
2. Hypercapnia
3. Acidosis ( metabolik dan resoiratorik )
6
Tanda dan gejala yang sering muncul pada pasien dengan infeksi saluran
pernafasan akut dan mula-mula tampak adalah batuk, disertai demam, pusing,
kemudian selera makan, penderita terus menurun dan hampir samua sendi dan
otot terasa sakit dan lesu (Gouzali, 2011).
Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha
serta irama dari pernafasan.
7
1. Pola, cepat (tachynea) atau normal.
2. Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita
amati melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.
3. Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya
bersin.
4. Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.
5. Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga
didapati adanya cyanosis, nyeri pada rongga dada dan peningkatan produksi
dari sputum.
6. Riwayat kesehatan:
a. Keluhan utama (demam, batuk, pilek, sakit tenggorokan)
b. Riwayat penyakit sekarang (kondisi klien saat diperiksa.
c. Riwayat penyakit dahulu (apakah klien pernah mengalami penyakit seperti
yang dialaminya sekarang).
d. Riwayat penyakit keluarga (adakah anggota keluarga yang pernah
mengalami sakit seperti penyakit klien)
e. Riwayat sosial (lingkungan tempat tinggal klien).(Aziz,2010).
8
3. Obat batuk antitusif, untuk mengurangi batuk-batuk. Contoh nya Ammonium
Klorida. Madu juga bisa digunakan untuk mengatasi masalah ini.
4. Mukolitik untuk batuk berdahak. Contoh : ambroksol, bromheksin,
gliserilgualakolat.
5. Antitusif untuk meringankan gejala batuk kering. Contoh : dekstrometorfan.
6. Antibiotik tidak disarankan untuk ISPA yang disebabkan oleh virus karena
antibiotik tidak dapat membunuh virus. Antibiotik diberikan jika gejala
memburuk, terjadi komplikasi atau radang yang disebabkan oleh bakteri.
7. Obat steroid, seperti deksametason dan prednison, mungkin diresepkan pada
kondisi tertentu untuk mengurangi peradangan dan pembekakan yang terjadi
di saluran pernapasan bagian atas. (Yusuf,2008).
Apabila infeksi saluran pernafasan akut yang terjadi disebabkan oleh bakteri,
serangkaian tes akan dilakukan untuk mengetahui jenis bakteri. Setelah itu, dokter
bisa menentukan antibiotik yang paling tepat untuk membasmi bakteri penyebab
infeksi tersebut. Agar tidak menimbulkan efek samping yang berbahaya,
antibiotik harus sesuai dengan resep dokter. Jika dibiarkan tanpa penanganan,
komplikasi yang terjadi akibat ISPA sangat serius dan bisa berakibat fatal.
Komplikasi yang sering kali terjadi bersamaan dengan ISPA adalah gagal napas
dan gagal jantung kongestif. (Yusuf,2008).
9
2.8 Pencegahan ISPA
Pencegahan adalah cara terbaik dalam menangani ISPA. Berikut ini adalah
beberapa pola hidup higienis yang bisa dilakukan sebagai tindakan pencegahan
terhadap ISPA.
1. Mencuci tangan secara teratur terutama setelah beraktivitas di tempat umum.
2. Hindari menyentuh bagian wajah, terutama mulut, hidung, dan mata dengan
tangan agar Anda terlindung dari penyebaran virus dan bakteri.
3. Hindari merokok.
4. Perbanyak konsumsi makanan kaya serat dan vitamin untuk meningkatkan
daya tahan tubuh.
5. Ketika Anda bersin, pastikan menutupnya dengan tisu atau tangan. Hal ini
dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit kepada orang lain.
6. Berolahraga secara teratur juga bisa membantu meningkatkan kekebalan
tubuh dan mengurangi risiko penularan infeksi. Semakin sering berolahraga,
semakin kecil pula risiko tertular ISPA.
7. Memakai masker apabila beraktivitas di daerah yang dicurigai memiliki
polutan udara.(Rasmalia,2008).
Pencegahan ISPA Menurut Depkes RI, (2002) pencegahan ISPA antara lain:
1. Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik
Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akan mencegah kita atau
terhindar dari penyakit yang terutama antara lain penyakit ISPA. Misalnya
dengan mengkonsumsi makanan empat sehat lima sempurna, banyak minum
air putih, olah raga dengan teratur, serta istirahat yang cukup, kesemuanya itu
akan menjaga badan kita tetap sehat. Karena dengan tubuh yang sehat maka
kekebalan tubuh kita akan semakin meningkat, sehingga dapat mencegah virus
/ bakteri penyakit yang akan masuk ke tubuh kita. (Depkes RI,2002).
2. Imunisasi
Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak maupun orang
dewasa. Immunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh kita supaya
10
tidak mudah terserang berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh virus /
bakteri. (Depkes RI,2002).
3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik akan mengurangi
polusi asap dapur / asap rokok yang ada di dalam rumah, sehingga dapat
mencegah seseorang menghirup asap tersebut yang bisa menyebabkan terkena
penyakit ISPA. Ventilasi yang baik dapat memelihara kondisi sirkulasi udara
(atmosfer) agar tetap segar dan sehat bagi manusia. (Depkes RI,2002).
11
BAB III
PROMOSI KESEHATAN
12
c) Promosi kesehatan pada tingkat kuratif
Sasaran promosi kesehatan pada tingkat ini adalah para penderita
penyakit, terutama yang menderita penyakit kronis seperti asma, diabetes
mellitus, tuberculosis, hipertensi dan sebagainya. Tujuan dari promosi
kesehatan pada tingkat ini agar kelompok ini mampu mencegah penyakit
tersebut tidak menjadi lebih parah (secondary prevention).
d) Promosi kesehatan pada tingkat rehabilitatif
Sasaran pokok pada promosi kesehatan tingkat ini adalah pada
kelompok penderita atau pasien yang baru sembuh dari suatu penyakit.
Tujuan utama promosi kesehatan pada tingkat ini adalah mengurangi
kecacatan seminimal mungkin. Dengan kata lain, promosi kesehatan pada
tahap ini adalah pemulihan dan mencegah kecacatan akibat dari suatu
penyakit (tertiary prevention).
13
masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang
berwawasan kesehatan. Menolong diri sendiri artinya masyarakat mampu
menghadapi masalah-masalah kesehatan potensial (yang mengancam) dengan cara
mencegahnya, dan mengatasi masalah-masalah kesehatan yang sudah terjadi
dengan cara menanganinya secara efektif serta efisien. Dengan kata lain,
masyarakat mampu berperilaku hidup bersih dan sehat dalam rangka memecahkan
masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya (problem solving), baik masalah-
masalah kesehatan yang sudah diderita maupun yang potensial (mengancam),
secara mandiri (dalam batas-batas tertentu) (KemenKes RI, 2012).
Promosi Kesehatan oleh Rumah Sakit (PKRS) adalah upaya rumah sakit
untuk meningkatkan kemampuan pasien, klien, dan kelompok-kelompok
masyarakat, agar pasien dapat mandiri dalam mempercepat kesembuhan dan
rehabilitasinya, klien dan kelompok-kelompok masyarakat dapat mandiri dalam
meningkatkan kesehatan, mencegah masalah-masalah kesehatan, dan
mengembangkan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat, melalui
pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama mereka, sesuai sosial budaya mereka,
serta didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (KemenKes RI,
2012).
1. Di dalam gedung
a. PKRS di ruang pendaftaran/administrasi, yaitu di ruang di mana
pasien/klien harus melapor/mendaftar sebelum mendapatkan pelayanan
rumah sakit.
b. PKRS dalam pelayanan rawat jalan bagi pasien, yaitu di poliklinik-
poliklinik seperti' poliklinik kebidanan dan kandungan, poliklinik
anak, poliklinik mata, poliklinik bedah, poliklinik penyakit dalam,
poliklinik THT, dan lain-lain.
c. PKRS dalam pelayanan rawat inap bagi pasien, yaitu di ruang-ruang
rawat darurat, rawat intensif, dan rawat inap.
14
d. PKRS dalam pelayanan penunjang medik bagi pasien, yaitu terutama
di pelayanan obat/apotik, pelayanan laboratorium, dan pelayanan
rehabilitasi medik, bahkan juga kamar mayat.
e. PKRS dalam pelayanan bagi klien (orang sehat), yaitu seperti di
pelayanan KB, konseling gizi, bimbingan senam, pemeriksaan
kesehatan (check up), konseling kesehatan jiwa, konseling kesehatan
remaja, dan lain-lain.
f. PKRS di ruang pembayaran rawat inap, yaitu di ruang di mana pasien
rawat inap harus menyelesaikan pembayaran biaya rawat inap,
sebelum meninggalkan rumah sakit.
(KemenKes RI, 2012)
2. Di luar gedung
a. PKRS di Tempat Parkir, yaitu pemanfaatan ruang yang ada di
lapangan/gedung parkir sejak dari bangunan gardu parkir sampai ke
sudut-sudut lapangan gedung parkir.
b. PKRS di Taman rumah sakit, yaitu baik taman-taman yang ada di
depan, samping/sekitar maupun di dalam/halaman dalam rumah sakit.
c. PKRS di dinding luar rumah sakit.
d. PKRS di tempat-tempat umum di lingkungan rumah sakit misalnya
tempat ibadah yang tersedia di rumah sakit (misalnya masjid atau
musholla) dan di kantin/toko-toko/kios-kios.
e. PKRS di pagar pembatas kawasan rumah sakit.
(KemenKes RI, 2012)
15
Dalam pelaksanaannya, upaya ini umumnya berbentuk pelayanan
konseling terhadap:
a. Bagi klien rawat jalan dapat dilakukan konseling, baik untuk mereka
yang menderita suatu penyakit (misalnya konseling penyakit dalam)
maupun untuk mereka yang sehat (misalnya konseling gizi, konseling
KB). Bagi klien yang sehat dapat pula dibuka kelompok-kelompok
diskusi, kelompok-kelompok senam, kelompok-kelompok paduan
suara, dan lain-lain.
b. Bagi pasien rawat inap dapat dilakukan beberapa kegiatan, seperti:
konseling di tempat tidur (disebut juga bedside health promotion)
konseling kelompok (untuk penderita yang dapat meninggalkan
tempat tidur)
biblioterapi (menyediakan atau membacakan bahan-bahan bacaan
bagi pasien).
2. Bina suasana
Pemberdayaan akan lebih cepat berhasil bila didukung dengan
kegiatan menciptakan suasana atau lingkungan yang kondusif. Tentu saja
lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan yang diperhitungkan
memiliki pengaruh terhadap pasien yang sedang diberdayakan. Kegiatan
menciptakan suasana atau lingkungan yang kondusif ini disebut bina
suasana.
a. Bagi pasien rawat jalan (orang yang sakit)
Lingkungan yang berpengaruh adalah keluarga atau orang
yang mengantarkannya ke rumah sakit. Sedangkan bagi klien rawat
jalan (orang yang sehat), lingkungan yang berpengaruh terutama adalah
para petugas rumah sakit yang melayaninya. Mereka ini diharapkan
untuk membantu memberikan penyuluhan kepada pasien dan juga
menjadi teladan dalam sikap dan tingkah laku. Misalnya teladan tidak
merokok, tidak meludah atau membuang sampah sembarangan, dan lain
sebagainya.
16
b. Pengantar pasien (orang sakit)
Pengantar pasien tentu tidak mungkin dipisahkan dari pasien
untuk misalnya dikumpulkan dalam satu ruangan dan diceramahi. Oleh
karena itu, metode yang tepat di sini adalah penggunaan media, seperti
misalnya pembagian selebaran (leaflet), pembaangan poster, atau
penayangan video berkaitan dengan penyakit dari pasien.
c. Klien yang sehat
Yang berkunjung ke klinik-klinik konseling atau ke kelompok
senam, petugas-petugas rumah sakit yang melayani mereka sangat kuat
pengaruhnya sebagai panutan. Maka, di tempat-tempat ini pengetahuan,
sikap, dan perilaku petugas rumah sakit yang melayani harus benar-
benar konsisten dengan pelayanan yang diberikannya. Misalnya: tidak
merokok, tidak meludah atau membuang sampah sembarangan, dan lain
sebagainya.
d. Bagi pasien rawat inap
Lingkungan yang berpengaruh terutama adalah para penjenguk
pasien (pembesuk). Pembagian selebaran dan pemasangan poster yang
sesuai dengan penyakit pasien yang akan mereka jenguk dapat
dilakukan. Selain itu, beberapa rumah sakit melaksanakan penyuluhan
kelompok kepada para pembesuk ini, yaitu dengan mengumpulkan
mereka yang menjenguk pasien yang sama penyakitnya dalam satu
ruangan untuk mendapat penjelasan dan berdiskusi dengan dokter ahli
dan perawat yang menangani penderita. Misalnya, tiga puluh menit
sebelum jam besuk para penjenguk pasien penyakit dalam diminta
untuk berkumpul dalam satu ruangan. Kemudian datang dokter ahli
penyakit dalam atau perawat mahir yang mengajak para penjenguk ini
berdiskusi tentang penyakit-penyakit yang diderita oleh pasien yang
akan dijenguknya, Pada akhir diskusi, dokter ahli penyakit dalam atau
perawat mahir tadi berpesan agar hal-hal yang telah di diskusikan
disampaikan juga kepada pasien yang akan dijenguk.
17
3. Advokasi
Advokasi perlu dilakukan, bila dalam upaya memberdayakan pasien
dan klien, rumah sakit membutuhkan dukungan dari pihak-pihak lain.
Misalnya dalam rangka mengupayakan lingkungan rumah sakit yang tanpa
asap rokok, rumah sakit perlu melakukan advokasi kepada wakil-wakil rakyat
dan pimpinan daerah untuk diterbitkannya peraturan tentang Kawasan Tanpa
Rokok (KTR) yang mencakup di rumah sakit.
4. Kemitraan
Kemitraan dikembangkan antara petugas rumah sakit dengan
sasarannya (para pasien/kliennya atau pihak lain) dalam pelaksanaan
pemberdayaan, bina suasana, dan advokasi. Di samping itu, kemitraan juga
dikembangkan karena kesadaran bahwa untuk meningkatkan efektivitas
PKRS, petugas rumah sakit harus bekerjasama dengan berbagai pihak terkait,
seperti misalnya kelompok profesi, pemuka agama, Lembaga Swadaya
Masyarakat, media massa, dan lain-lain. Tiga prinsip dasar kemitraan yang
harus diperhatikan adalah:
(1) kesetaraan
(2) keterbukaan
(3) saling menguntungkan.
18
PHBS juga dapat diartikan sebagai upaya untuk memberikan pengalaman belajar
atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan
masyarakat dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan
melakukan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap serta perilaku hidup
bersih dan sehat (DepKes RI, 2008).
Tatanan PHBS adalah tempat dimana sekumpulan orang hidup, bekerja,
belajar, bermain, berinteraksi dan lain-lain. Dalam program PHBS ada 5 (lima)
tatanan yaitu tatanan rumah tangga, tatanan sekolah, tatanan institusi kesehatan,
tatanan tempat kerja serta tatanan tempat-tempat umum (DepKes RI, 2008).
Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama bagi pencegahan
penyakit ISPA, karena perilaku tidak bersih dan sehat akan menimbulkan berbagai
penyakit. Perilaku ini dapat dilakukan melalui upaya memperhatikan rumah sehat,
desa sehat dan lingkungan sehat. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
merupakan cerminan pola hidup keluarga yang senantiasa memperhatikan dan
menjaga kesehatan seluruh seluruh anggota keluarga. Semua perilaku kesehatan
yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat
menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan dapat berperan aktif dalam
kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat.
Keluarga yang melaksanakan PHBS maka setiap rumah tangga akan
meningkat kesehatannya dan tidak mudah sakit. Rumah tangga yang sehat dapat
meningkatkan produktivitas kerja anggota keluarga. Dengan meningkatnya
kesehatan anggota rumah tangga maka biayayang tadinya dialokasikan untuk
kesehatan dapat dialihkan untuk biaya investasi seperti biaya pendidikan dan
usaha lain yang dapat meningkatkan kesejahteraan anggota rumah. Setiap anggota
keluarga harus mencuci tangan dengan menggunakan air bersih dan sabun antara
lain yaitu air yang tidak bersih banyak mengandung kuman dan bakteri penyebab
penyakit. Bila digunakan, kuman bserpindah ke tangan. Pada saat makan, kuman
dengan cepat masuk ke dalam tubuh, yang bisa menimbulkan penyakit.
Sedangkan sabun dapat membersihkan kotoran dan membunuh kuman, karena
tanpa sabun kotoran dan kuman masih tertinggal ditangan. Jadi manfaat mencuci
tangan dengan air bersih dan sabun dapat mencegah penularan penyakit seperti
diare, kolera disentri, typus, kecacingan, penyakit kulit, Infeksi Saluran
19
Pernapasan Akut (ISPA), flu burung atau Severe Acute Respiratory
Syndrome/SARS.
20
Perbanyak mengonsumsi makanan yang mengandung vitamin terutama
vitamin C. Vitamin sangat membantu dalam meningkatkan dan menjaga
sistem kekebalan tubuh.
Hindari merokok.
Ketika bersin, pastikan ditutup dengan tisu atau tangan. Hal ini dilakukan
untuk mencegah penyebaran penyakit yang bisa menular kepada orang
lain.
21
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas penyakit menular di Indonesia. Salah satu
permasalahan yang dihadapi dalam menentukan penyakit ISPA dan
adalah masih terbatasnya data yang dapat dipercaya dan mutakhir
2. Upaya yang dapat dilakukan dalam mencegah perkembangan penyakit
ISPA yaitu dengan dilakukannya kegiatan promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif terhadap masyarakat baik yang telah terkena ISPA maupun
masyarakat yang tidak terkena ISPA di fasilitas kesehatan seperti
puskesmas, apotek dan rumah sakit.
3. Promosi kesehatan yang dapat dilakukan untuk mencegah perkembangan
penyakit ISPA yaitu Penyuluhan dan simulasi mengenai Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS), Menjaga kesehatan gizi, imunisasi dan
penyediaan obat-obatan pelindung diri.
4.2. Saran
Dalam rangka upaya meningkatkan mutu kesehehatan masyarakat
Indonesia, maka penulis memberikan saran, yaitu :
1. Perlunya bantuan dari pemerintah untuk melakukan program
pemberantasan penyakit ISPA secara rutin di beberapa wilayah termasuk
wilayah terluar Indonesia.
2. Masyarakat hendaknya menerapkan pola hidup bersih dan sehat seperti
menjaga lingkungan tetap bersih dan sehat, cuci tangan pakai sabun serta
memakai masker saat hendak keluar rumah sehingga mengatasi berbagai
masalah kesehatan terutama ISPA.
22
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff, H., Mukty, H.A., 2010. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:
Airlangga University
Aziz, Hidayat. 2010. Metode Penelitian Kesehatan Paradigma Kuantitatif.
Surabaya : Health Books Publishing.
Badan Penelitiaan dan Pengembangan Kesehatan. 2013. Riset Kesehatan Dasar.
Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.
Depkes RI. 2004. Pengertian ISPA dan Pneumonia. Jakarta: Dirjen PPM & PL.
Endah, N. Daroham dan Mutiatikum. 2009. Penyakit ISPA Hasil Riskesdas di
Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan. 2: 50-55.
Gouzali. 2011. Memahami Berbagai Penyakit (Penyakit Pernapasan dan.
Gangguan Pencernaan). Bandung: Alfabeta.
Hayati, S. 2014. Gambaran Faktor Penyebab Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) Pada Balita Di Puskesmas Pasirkaliki Kota Bandung. Jurnal Ilmu
Keperawatan 11(1): 62-67.
Kendig EL dan Chernick V. 1983. Disorders of the respiratory tract in children.
Edisi ke-4. Philadelphia: Saunders.
Keman S. 2004. Pengaruh Lingkungan Terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan
Lingkungan. 1: 30-43.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Pengelolaan
Promosi Kesehatan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2012. Profil Kesehatan Indonesia: Pedoman Pengen-
dalian ISPA. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 004 Tentang Petunjuk Teknis Promosi
Kesehatan Rumah Sakit. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
23
Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta,
Jakarta .
24
LAMPIRAN
Tampak Depan
Tampak Belakang
25
Lampiran 2. Cara Mencuci Tangan Dan Etika Bersin
26