Anda di halaman 1dari 19

DOSEN PEMBIMBING : HANIARTI, S. SI, APT, M.

KES

MATA KULIA : CURRENT ISSUE GIZI

PREVALENSI DAN PENANGGULANGAN STUNTING DI INDONESIA

OLEH:

KELOMPOK 5

ELMA (218240091)

SRI SUSANTI (218240049)

NUR FADHILAH B. GANI (218240075)

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE

TAHUN 2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadiran Allah yang Maha Esa, karena berkat
kemurahan-Nya tugas makalah ini dapat penulis selesaikan dengan semaksimal
mungkin.Dalam makalah ini membahas tentang “CURRENT ISSUE GIZI” Makalah ini dibuat
untuk memenuhi tugas mata kuliah CURRENT ISSUE GIZI, yang diberikan oleh ibu dosen
HANIARTI, S. SI, APT, M. KES.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih adanya
kekurangan baik dari segi kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena itu, penulis menerima
segala saran dan kritik dari dosen maupun pembaca agar kedepannya penulis bisa menyusun
makalah yang lebih baik dari sebelumnya.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih kepada ibu dosen karena telah memberikan
serta membimbing penulis dalam tugas ini dan penulis berharap semoga makalah ini dapat
diterima dengan baik.

Parepare, 26 Mei 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii

DAFTAR ISI........................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah......................................................................................................................2

C. Tujuan........................................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................................3

A. Pengertian Stunting....................................................................................................................3

B. Penyebab Stunting Pada Anak...................................................................................................3

C. Ciri- Ciri Stunting Pada Anak....................................................................................................5

D. Pemeriksaan Dan Diagnosis......................................................................................................5

E. Pengaruh Stunting Pada Anak....................................................................................................6

F. Prevalensi..................................................................................................................................7

G. Pencegahan................................................................................................................................9

H. Penanggulangan.......................................................................................................................11

BAB III PENUTUP.............................................................................................................................14

A. Kesimpulan..............................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................15

iii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Munculnya gizi kurang anak pada masa bayi, akan mempengaruhi pertumbuhan
anak saat usia sekolah dasar. Pertumbuhan anak pendek (stunting) yang tinggi dapat
dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya kurangnya asupan zat gizi. Kejadian
stunting pada anak usia sekolah dasar merupakan manifestasi dari stuntingpada waktu
balita, karena tidak ada perbaikan tumbuh kejar (catch up growth) asupan zat gizi makro
dan mikro yang tidak sesuai kebutuhan dalam jangka lama, disertai penyakit infeksi.
Laju pertumbuhan baik laki-laki maupun perempuan melambat antara usia 6-9 tahun.
Laju pertumbuhan anak laki-laki maupun perempuan hampir sama cepatnya sampai usia
9 tahun sebelum memasuki pubertas (Ramli dalam Rahmawati dan Wirawanni, 2021).
Permasalahan gizi pada anak dipengaruhi oleh asupan makan yang tidak memadai
dan penyakit infeksi. Penanggulangan untuk memperbaikiasupan makan anak diberikan
program terpadu yang telah dilakukan di Indonesia antara lain dengan program
penambahan zat gizi mikro pada makanan anak-anak atau pemberian makanan yang
diperkaya dengan vitamin dan mineral, pemberian konseling kepada bapak dan ibu
tentang praktek pemberian makan harus berjalan seiring dengan pengajaran orang tua
tentang perilaku kesehatan dan kebersihan secara optimal (UNICEF,2021).
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang
kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak
saat anak berusia dua tahun. Kekurangan gizi pada usia dini meningkatkan angka
kematian bayi dan anak, menyebabkan penderitanya mudah sakit dan memiliki postur
tubuh tak maksimal saat dewasa. Kemampuan kognitif para penderita juga berkurang,
sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi jangka panjang bagi Indonesia.
Indonesia menduduki peringkat ke lima dunia untuk jumlah anak dengan kondisi
stunting. Lebih dari sepertiga anak berusia di bawah lima tahun di Indonesia tingginya
berada di bawah rata-rata. (info@mca-indonesia.go.id | www.mca-indonesia.go.id
STUNTING DAN MASA DEPAN )
Hal itulah yang mendasari kami juga dalam menyusun makalah ini, dengan tujuan
memberikan pengetahuan dan cara penanggulangan stunting dengan maksud untu
mengurangi prevalensi stunting di Indonesia.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu stunting?
2. Apa saja penyebab stunting?
3. Apa saja ciri – ciri stunting ?
4. Bagaimana pemeriksaan dan diagnosis?
5. Bagaimana pengaruh bagi anak?
6. Bagaimana prevalesi stunting?
7. Bagaimana pencegahan stunting?
8. Bagaimana penanggulangan stunting ?

C. Tujuan
1. Mengetahui apa itu stunting
2. Mengetahui apa saja penyebab stunting
3. Mengetahui apa saja ciri – ciri stunting
4. Mengetahui bagaimana pemeriksaan dan diagnosis
5. Mengetahui bagaimana pengaruh bagi anak
6. Mengetahui bagaimana prevalesi stunting
7. Mengetahui bagaimana pencegahan stunting
8. Mengetahui bagaimana penanggulangan stunting

2
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Stunting
Menurut data yang dilansir WHO, 178 juta anak di bawah lima tahun mengalami
stunted. Stunting (tubuh pendek) adalah keadaan tubuh yang sangat pendek hingga
melampaui defisit 2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan populasi yang
menjadi referensi internasional. Stunting adalah keadaan dimana tinggi badan
berdasarkan umur rendah, atau keadaan dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan
dengan anak – anak lain seusianya (MCN, 2009). Stunted adalah tinggi badan yang
kurang menurut umur (<-2SD),ditandai dengan terlambatnya pertumbuhan anak yang
mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai
usia anak. Stunted merupakan kekurangan gizi kronis atau kegagalan pertumbuhan
dimasa lalu dan digunakan sebagai indikator jangka panjang untuk gizi kurang pada
anak.
Bila kita merujuk pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1995/MENKES/SK/XII/2010 tanggal 30 Desember 2010 tentang Standar Antropometri
Penilaian Status Gizi Anak, pengertian Pendek dan Sangat Pendek adalah status gizi
yang didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan
menurut Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely
Dengan kata lain stunting dapat diketahui bila seorang balita sudah ditimbang berat
badannya dan diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar,
dan hasilnya berada dibawah normal. Jadi secara fisik balita akan lebih pendek
dibandingkan balita seumurnya.

B. Penyebab Stunting Pada Anak


Menurut beberapa penelitian, kejadian stunted pada anak merupakan suatu proses
kumulatif yang terjadi sejak kehamilan, masa kanak-kanak dan sepanjang siklus
kehidupan. Pada masa ini merupakan proses terjadinya stunted pada anak dan peluang
peningkatan stunted terjadi dalam 2 tahun pertama kehidupan. Faktor gizi ibu sebelum
dan selama kehamilan merupakan penyebab tidak langsung yang memberikan kontribusi
terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin. Ibu hamil dengan gizi kurang akan

3
menyebabkan janin mengalami intrauterine growth retardation (IUGR), sehingga bayi
akan lahir dengan kurang gizi, dan mengalami gangguan pertumbuhan dan
perkembangan.
Anak-anak yang mengalami hambatan dalam pertumbuhan disebabkan
kurangnya asupan makanan yang memadai dan penyakit infeksi yang berulang, dan
meningkatnya kebutuhan metabolic serta mengurangi nafsu makan, sehingga
meningkatnya kekurangan gizi pada anak. Keadaan ini semakin mempersulit untuk
mengatasi gangguan pertumbuhan yang akhirnya berpeluang terjadinya stunted.
Prevalensi anak-anak di provinsi Nangroe Aceh Darussalam yang mengalami
stunting,mencapai 44 persen. Penyebab utamanya, adalah banyaknya kesalahan persepsi
yang terjadi pada masyarakatnya, sehingga tidak bisa memberikan asupan gizi secara
makasimal bagi anak- anaknya . Menurut Community for Development UNICEF Aceh
Zone, Nurdahlia Lairing, banyak kebiasaan buruk dan persepsi salah yang masih
dilakukan oleh masyarakat di lingkungannya. "Antara lain tak memberikan ASI eksklusif
pada bayinya," katanya di kantor UNICEF Aceh, di Banda Aceh, Aceh. Menurut
UNICEF, penyebab utama gizi buruk dan stunting adalah kemiskinan. Bangsa kita agak
kesulitan mengatasi masalah ini karena kemiskinan belum bisa diatasi dengan
sempurna," kata guru besar Departemen Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor (IPB),
Prof Dr Ir Ali Khomsan MS, usai gebyar posyandu tumbuh aktif tanggap (TAT) di
Gedung Basket, Gelora Bung Karno, Jl Asia Afrika, Senayan, Jakarta, dan ditulis pada
Minggu.Dipaparkan Prof Ali satu dari 3 balita memiliki ukuran badan yang lebih pendek
dari standar tinggi badan yang diharapkan. Indonesia berada di peringkat ke-lima negara
dengan jumlah anak stunting terbanyak, sekitar 7,8 juta anak. Umumnya anak yang
stunting karena gizi buruk kemampuan membaca dan belajarnya menurun.

Anak stunting juga dikaitkan dengan budaya dan pengetahuan masyarakat akan gizi.
Namun kedua faktor ini masih belum menjadi faktor penyebab utama
kemiskinan.Pemenuhan gizi yang kurang pada masyarakat dengan kemiskinan
merupakan salah satu biang kerok munculnya anak stunting. Karena pola makan sering
kali seiring dengan kondisi kesejahteraan. Konsumsi ikan laut masyarakat masih rendah,
padahal protein dan omega yang dikandung sangat bermanfaat bagi anak. Sangat ironis
memang, karena Indonesia merupakan negara bahari.
Menurut UNICEF (1998), pertumbuhan dipengaruhi oleh sebab langsung dan tidak
langsung. Penyebab langsung diantaranya adalah asupan makanan dan keadaan

4
kesehatan, sedangkan penyebab tidak langsung meliputi ketersediaan dan pola konsumsi
rumah tangga, pola pengasuhan anak, sanitasi lingkungan dan pemanfaatan pelayanan
kesehatan. Faktor-faktor tersebut ditentukan oleh sumber daya manusia, eknonomi dan
organisasi melalui faktor pendidikan. Penyebab paling mendasar dari tumbuh kembang
adalah masalah struktur politik, ideologi, dan sosial ekonomi yang dilandasi oleh potensi
sumber daya yang ada (Supariasa et al., 2012).
Menurut Tuft (2001) dalam The World Bank (2007) stunting disebabkan oleh tiga
faktor yaitu faktor individu yang meliputi asupan makanan, berat badan lahir, dan
keadaan kesehatan; faktor rumah tangga yang meliputi kualitas dan kuantitas makanan,
sumber daya, jumlah dan struktur keluarga, pola asuh, perawatan kesehatan, dan
pelayanan; serta faktor lingkungan yang meliputi infrastruktur sosial ekonomi, layanan
pendidikan dan layanan kesehatan. Sedangkan menurut Soetjiningsih (1995) tumbuh
kembang anak dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan.
(http://alwaysnutritionist.blogspot.co.id/2021/04/faktor-penyebab-stunted.html)

C. Ciri- Ciri Stunting Pada Anak


 Anak yang stunted, pada usia 8-10 tahun lebih terkekang/tertekan (lebih pendiam,
tidak banyak melakukan eye-contact) dibandingkan dengan anak non-stunted jika
ditempatkan dalam situasi penuh tekanan.
 Anak dengan kekurangan protein dan energi kronis (stunting) menampilkan
performa yang buruk pada tes perhatian dan memori belajar, tetapi masih baik
dalam koordinasi dan kecepatan gerak.
 Pertumbuhan melambat, batas bawah kecepatan tumbuh adalah 5cm/tahun
decimal
 Tanda tanda pubertas terlambat (payudara, menarche, rambut pubis, rambut
ketiak,panjangnya testis dan volume testis
 Wajah tampak lebih muda dari umurnya
 Pertumbuhan gigi yang terlambat

D. Pemeriksaan Dan Diagnosis


Riwayat Antenatal, Natal dan Postnatal, adanya keterlambatan pertumbuhan dan
masurasi dalam keluarga (pendek, menarche), penyakit infeksi kongential, KMK (kecil

5
masa kehamilan), penyakit kronis pada organ-organ (saluran cerna, kaardiovaskular,
organ pernafasan dan ginjal)

E. Pengaruh Stunting Pada Anak


Menurut laporan UNICEF (1998) beberapa fakta terkait stunted dan pengaruhnya
adalah sebagai berikut:
1. Anak-anak yang mengalami stunted lebih awal yaitu sebelum usia enam bulan,
akan mengalami stunted lebih berat menjelang usia dua tahun. Stunted yang parah
pada anak-anak akan terjadi deficit jangka panjang dalam perkembangan fisik dan
mental sehingga tidak mampu untuk belajar secara optimal di sekolah,
dibandingkan anak- anak dengan tinggi badan normal. Anak-anak dengan stunted
cenderung lebih lama masuk sekolah dan lebih sering absen dari sekolah
dibandingkan anak-anak dengan status gizi baik. Hal ini memberikan konsekuensi
terhadap kesuksesan anak dalam kehidupannya dimasa yang akan datang.
2. Stunted akan sangat mempengaruhi kesehatan dan perkembanangan anak. Faktor
dasar yang menyebabkan stunted dapat mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan intelektual. Penyebab dari stunted adalah bayi berat lahir rendah,
ASI yang tidak memadai, makanan tambahan yang tidak sesuai, diare berulang,
dan infeksi pernapasan. Berdasarkan penelitian sebagian besar anak-anak dengan
stunted mengkonsumsi makanan yang berada di bawah ketentuan rekomendasi
kadar gizi, berasal dari keluarga miskin dengan jumlah keluarga banyak,
bertempat tinggal di wilayah pinggiran kota dan komunitas pedesaan.
3. Pengaruh gizi pada anak usia dini yang mengalami stunted dapat mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan kognitif yang kurang. Anak stunted pada usia
lima tahun cenderung menetap sepanjang hidup, kegagalan pertumbuhan anak
usia dini berlanjut pada masa remaja dan kemudian tumbuh menjadi wanita
dewasa yang stunted dan mempengaruhi secara langsung pada kesehatan dan
produktivitas, sehingga meningkatkan peluang melahirkan anak dengan BBLR.
Stunted terutama berbahaya pada perempuan, karena lebih cenderung
menghambat dalam proses pertumbuhan dan berisiko lebih besar meninggal saat
melahirkan.
Pengaruh lainnya :
Anak-anak yang mengalami stunting lebih awal yaitu sebelum usia enam bulan,
akan mengalami stunting lebih berat menjelang usia dua tahun. Stunting yang parah pada

6
anak-anak akan terjadi defisit  jangka panjang dalam perkembangan fisik dan mental
sehingga tidak   mampu untuk belajar secara optimal di sekolah, dibandingkan anak- anak
dengan tinggi badan normal(Frongillo et al., 1997).
Stunting pada balita merupakan faktor risiko meningkatnya angka
kematian, menurunkan kemampuan kognitif dan perkembangan motorik rendah serta
fungsi-fungsi tubuh yang tidak seimbang (Allen and Gillespie, 2001).penelitian Adair and
Guilkey (1997)menyatakan stunting pada usia 2 tahun memiliki hubungan yang signifikan
dengan rendahnya kecerdasan kognitif.Penelitian lain menunjukkan stunting pada balita
berhubungan dengan keterlambatan perkembangan bahasa dan motorik halus
sedangkan stunting  yang terjadi pada usia 36 bulan pertama biasanya disertai dengan efek
jangka panjang(Branca and Ferrari, 2002).
Selain dampak kognitif yang berkurang,anak stunting juga memiliki risiko tinggi
untuk menderita penyakit kronik, seperti obesitas dan mengalami gangguan intolerans
glukosa.Sebuah penelitian menunjukkan stunting berhubungan dengan oksidasi lemak dan
penyimpanan lemaktubuh. Stunting dapat meningkatkan risiko kejadian hipertensi (Branca
and Ferrari, 2002). (http://dinkes.bengkuluprov.go.id/ver1/index.php/agenda/8-umum/116-
faktor-dan-dampak-stunting-pada-kehidupan-balita-balita-pendek)
Kejadian stunting yang berlangsung sejak masa kanak-kanak dapat menyebabkan
gangguan Intelligence Quotient (IQ), perkembangan psikomotor, kemampuan motorik,
dan integrasi neurosensori. Anak yang menderita kurang gizi (stunting) berat mempunyai
rata-rata IQ 11 point lebih rendah dibandingkan dengan anak yang tidak stunting
(UNICEF 1998). Menurut Anugraheni (2012) stunting juga meningkatkan risiko obesitas
dan penyakit degeneratif. Hal ini dikarenakan orang dengan tubuh pendek berat badan
idealnya juga rendah, kenaikan berat badan beberapa kilogram saja bisa menjadikan
Indeks Masa Tubuh (IMT) naik melebihi batas normal. Keadaan overweight dan obesitas
yang terus berlangsung lama akan meningkatkan risiko kejadian penyakit degeneratif.
(http://www.indonesian-publichealth.com/stunted-pada-balita/)

F. Prevalensi

1. Prevalensi Stunting di Indonesia

7
Riset Kesehatan dasar (Riskesdas) menunjukan bahwa terjadi peningkatan
prevalensi stunting di Indonesia dari 36,8 % pada tahun 2007 menjadi 37,2 % pada tahun
2013, artinya 1 dari 3 anak Indonesia tergolong pendek (Riskesdas, 2013).

Gambar 1. Prevalensi stunting di Indonesia


Sumber : Riskesdas, 2013
Prevalensi anak pendek di Indonesia bervariasi dari prevalensi menengah sampai
sangat tinggi. (Mitra, Permasalahan Anak Pendek (Stunting) Dan Intervensi Untuk
Mencegah Terjadinya Stunting 2015 Jurnal Kesehatan Komunitas, Vol. 2, No. 6, Mei
2015 Page 257). Prevalensi tertinggi berada di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan
terendah di Kepulauan Riau. Hanya 5 provinsi yang mempunyai prevalensi kurang dari
30 persen yaitu Kepulauan Riau, Yogyakarta, DKI, Kalimantan Timur dan Bangka
Belitung (Gambar 1).
Berdasarkan kelompok umur pada balita, semakin bertambah umur prevalensi
stunting semakin meningkat. Prevalensi stunting paling tinggi pada usia 24-35 bulan
yaitu sebesar 42,0% dan menurun pada usia 36-47 bulan (Gambar 2). Stunting lebih
banyak terjadi pada anak laki-laki (38,1%) dibandingkan dengan anak perempuan
(36,2%). Daerah perdesaan (42,1%) mempunyai prevalensi stunting yang lebih tinggi
dibandingkan daerah perkotaan (32,5%). Menurut tingkat kepemilikan atau ekonomi
penduduk, stunting lebih banyak terjadi pada mereka yang berada pada kuintil terbawah
(Gambar 3) (Riskesdas, 2013).
Prevalensi kejadian stunting lebih tinggi dibandingkan dengan permasalahan gizi
lainnya seperti gizi kurang (19,6%), kurus (6,8%) dan kegemukan (11,9%) (Riskesdas,
2013). Dibandingkan dengan negara ASEAN, prevalensi stunting di Indonesia berada
pada kelompok high prevalence, sama halnya dengan negara Kamboja dan Myanmar

8
(Bloem et al, 2013). Dari 556 juta balita di negara berkembang 178 juta anak (32%)
bertubuh pendek dan 19 juta anak sangat kurus (<-3SD) dan 3.5 juta anak meninggal
setiap tahun (Black et al, 2008; Cobham, 2013).

Gambar 2. Prevalensi stunting menurut kelompok umur di Indonesia


Sumber : Risdesdas, 2013

Gambar 3. Prevalensi stunting menurut tingkat ekonomi di Indonesia


Sumber : Risdesdas, 2013
Prevalensi stunting di Indonesia lebih tinggi daripada negara-negara lain di Asia
Tenggara, seperti Myanmar (35%), Vietnam (23%), dan Thailand (16%).

G. Pencegahan
Stunting atau tubuh pendek dapat dicegah dengan beberapa cara, antara lain:
1. Pemberian ASI secara baik dan tepat disertai dengan pengawasan berat badan
secara teratur dan terus menerus

9
2. Menghindari pemberian makanan buatan kepada anak untuk mengganti ASI
sepanjang ibu masih mampu menghasilkan ASI, terutama pada usia dibawah
empat bulan
3. Meningkatkan pendapatan keluarga yang dapat dilakukan dengan upaya
mengikutsertakan para anggota keluarga yang sudah cukup umur untuk
bekerja dengan diimbangi dengan penggunaan uang yang terarah dan efisien.
Cara lain yang dapat ditempuh ialah pemberdayaan melalui peningkatan
keterampilan dan kewirausahaan
4. Meningkatkan intensitas komunikasi informasi edukasi (KIE) kepada
masyarakaat, terutama para ibu mengenai pentingnya konsumsi zat besi yang
diatur sesuai kebutuhan. Hal ini dapat dikoordinasikan dengan kegiatan
posyandu.
5. Meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga
kebersihan lingkungan.
Intervensi gizi saja belum cukup untuk mengatasi masalah stunting. Faktor
sanitasi dan kebersihan lingkungan berpengaruh pula untuk kesehatan ibu hamil dan
tumbuh kembang anak, karena anak usia di bawah dua tahun rentan terhadap berbagai
infeksi dan penyakit.
Paparan terus menerus terhadap kotoran manusia dan binatang dapat
menyebabkan infeksi bakteri kronis. Infeksi tersebut, disebabkan oleh praktik sanitasi
dan kebersihan yang kurang baik, membuat gizi sulit diserap oleh tubuh.
Rendahnya sanitasi dan kebersihan lingkungan pun memicu gangguan saluran
pencernaan, yang membuat energi untuk pertumbuhan teralihkan kepada perlawanan
tubuh menghadapi infeksi.( Schmidt, Charles W. “Beyond malnutrition: the role of
sanitation in stunted growth.” Environmental health perspectives 122.11 (2014): A298.)
Sebuah riset lain menemukan bahwa semakin sering seorang anak menderita diare, maka
semakin besar pula ancaman stunting untuknya.( 2Cairncross, Sandy. “Linking toilets to
stunting”. UNICEF ROSA ‘Stop Stunting’ Conference, New Delhi 2013.)
Selain itu, saat anak sakit, lazimnya selera makan mereka pun berkurang,
sehingga asupan gizi makin rendah. Maka, pertumbuhan sel otak yang seharusnya sangat
pesat dalam dua tahun pertama seorang anak menjadi terhambat. Dampaknya, anak
tersebut terancam menderita stunting, yang mengakibatkan pertumbuhan mental dan
fisiknya terganggu, sehingga potensinya tak dapat berkembang dengan maksimal.

10
H. Penanggulangan
Periode yang paling kritis dalam penanggulangan stunting dimulai sejak janin
dalam kandungan sampai anak berusia 2 tahun yang disebut dengan periode emas (seribu
hari pertama kehidupan). Oleh karena itu perbaikan gizi diprioritaskan pada usia seribu
hari pertama kehidupan yaitu 270 hari selama kehamilannya dan 730 hari pada
kehidupan pertama bayi yang dilahirkannya.
Secara langsung masalah gizi disebabkan oleh rendahnya asupan gizi dan
masalah kesehatan. Selain itu asupan gizi dan masalah kesehatan merupakan dua hal
yang saling mempengaruhi. Adapun pengaruh tidak langsung adalah ketersediaan
makanan, pola asuh dan ketersediaan air minum (bersih), sanitasi dan pelayanan
kesehatan. Seluruh faktor penyebab ini dipengaruhi oleh beberapa akar masalah yaitu
kelembagaan, politik dan ideologi, kebijakan ekonomi, dan sumberdaya, lingkungan,
teknologi, serta kependudukan. Berdasarkan faktor penyebab masalah gizi tersebut, maka
perbaikan gizi dilakukan dengan dua pendekatan yaitu secara langsung (kegiatan
spesifik) dan secara tidak langsung (kegiatan sensitif). Kegiatan spesifik umumnya
dilakukan oleh sektor kesehatan seperti PMT ibu hamil KEK, pemberian tablet tambah
darah, pemeriksaan kehamilan, imunisasi TT, pemberian vitamin A pada ibu nifas.
Untuk bayi dan balita dimulai dengan inisiasi menyusu dini (IMD), ASI eksklusif,
pemberian vitamin A, pemantauan pertumbuhan, imunisasi dasar, pemberian MP-ASI.
Sedangkan kegiatan yang sensitif melibatkan sektor terkait seperti penanggulangan
kemiskinan, penyediaan pangan, penyediaan lapangan kerja, perbaikan infrastruktur
(perbaikan jalan, pasar), dll
Kegiatan perbaikan gizi dimaksudkan untuk mencapai pertumbuhan yang
optimal. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Multicentre Growth Reference Study
(MGRS) Tahun 2005 yang kemudian menjadi dasar standar pertumbuhan internasional,
pertumbuhan anak sangat ditentukan oleh kondisi sosial ekonomi, riwayat kesehatan,
pemberian ASI dan MP-ASI. Untuk mencapai pertumbuhan optimal maka seorang anak
perlu mendapat asupan gizi yang baik dan diikuti oleh dukungan kesehatan lingkungan.
Penanggulangan stunting yang paling efektif dilakukan pada seribu hari pertama
kehidupan, meliputi :
1. Pada ibu hamil
- Memperbaiki gizi dan kesehatan Ibu hamil merupakan cara terbaik dalam
mengatasi stunting. Ibu hamil perlu mendapat makanan yang baik, sehingga

11
apabila ibu hamil dalam keadaan sangat kurus atau telah mengalami Kurang
Energi Kronis (KEK), maka perlu diberikan makanan tambahan kepada ibu
hamil tersebut.
- Setiap ibu hamil perlu mendapat tablet tambah darah, minimal 90 tablet
selama kehamilan.
- Kesehatan ibu harus tetap dijaga agar ibu tidak mengalami sakit
2. Pada saat bayi lahir
- Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan begitu bayi lahir
melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
- Bayi sampai dengan usia 6 bulan diberi Air Susu Ibu (ASI) saja (ASI
Eksklusif)
3. Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun
- Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi Makanan Pendamping ASI (MP-
ASI). Pemberian ASI terus dilakukan sampai bayi berumur 2 tahun atau lebih.
- Bayi dan anak memperoleh kapsul vitamin A, taburia, imunisasi dasar
lengkap.
4. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) harus diupayakan oleh setiap rumah tangga.

Komitmen Pemerintah Indonesia

Pemerintah telah berkomitmen untuk mengurangi stunting dan meningkatkan


standar sanitasi. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional telah menargetkan
penurunan angka stunting anak di bawah lima tahun menjadi 32% pada 2015. Dengan
angka stunting anak balita pada 2013 yang masih 37%, artinya masih ada 5% penurunan
yang perlu dikejar dalam waktu dekat.
Indonesia juga berperan mencegah stunting di tingkat internasional, dengan
bergabung dalam Scaling Up Nutrition (SUN) Movement. SUN adalah gerakan global
dengan prinsip semua orang di dunia berhak mendapatkan makanan dan gizi yang baik.
Anggota SUN terdiri dari berbagai negara, masyarakat madani, Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB), lembaga donor, pengusaha, dan peneliti.
Gerakan tersebut dipimpin oleh SUN Movement Lead Group, yang 27 anggotanya
ditunjuk oleh Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon pada 2012. Indonesia menjadi satu
dari sembilan negara yang duduk dalam kelompok tersebut, diwakili oleh Deputi Bidang
Sumber Daya Manusia dan Kebudaayaan Kementerian Perencanaan Pembangunan

12
Nasional/Bappenas Nina Sardjunani. Nina juga merupakan anggota Majelis Wali Amanat
Millennium Challenge Account – Indonesia (MCA-Indonesia).
Pada bulan September 2012, Pemerintah Indonesia meluncurkan “Gerakan 1.000
Hari Pertama Kehidupan” yang dikenal sebagai 1.000 HPK. Gerakan ini bertujuan
mempercepat perbaikan gizi untuk memperbaiki kehidupan anak-anak Indonesia di masa
mendatang. Gerakan ini melibatkan berbagai sektor dan pemangku kebijakan untuk
bekerjasama menurunkan prevalensi stunting serta bentuk-bentuk kurang gizi lainnya di
Indonesia.
Pemerintah bersama pemangku kepentingan lainnya telah menyepakati sejumlah
intervensi gizi spesifik, atau langsung, untuk mencegah dan menanggulangi stunting,
antara lain:
1. Promosi ASI dan Makanan Pendamping ASI yang bergizi,
2. Pemberian tablet zat besi-folat atau multivitamin dan mineral untuk ibu hamil dan
menyusui,
3. Pemberian zat penambah gizi mikro untuk anak,
4. Pemberian obat cacing pada anak,
5. Pemberian suplemen vitamin A untuk anak balita,
6. Penanganan anak dengan gizi buruk,
7. Fortifikasi makanan dengan zat gizi mikro seperti Vitamin A, besi dan yodium,
8. Pencegahan dan pengobatan malaria bagi ibu hamil, bayi dan anak-anak.
Selain itu, intervensi juga dilakukan dalam sektor-sektor lain untuk
menanggulangi penyebab tidak langsung terjadinya kurang gizi, seperti lingkungan
yang buruk, kurangnya akses terhadap layanan kesehatan berkualitas, pola asuh yang
tidak memadai serta permasalahan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Contoh
dari intervensi-gizi sensitif atau tidak langsung ini meliputi:
1. Intervensi pola hidup bersih sehat (PHBS) seperti cuci tangan pakai sabun dan
peningkatan akses air bersih,
2. Stimulasi psikososial bagi bayi dan anak-anak,
3. Keluarga berencana
4. Kebun gizi di sekolah/ di rumah, diversifikasi pangan, pemeliharaan ternak
dan perikanan
5. Bantuan langsung tunai yang digabungkan dengan intervensi lain seperti
pemberian zat gizi dan pendidikan terkait kesehatan dan gizi.

13
14
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Stunting adalah keadaan dimana tinggi badan berdasarkan umur rendah, atau
keadaan dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anak – anak lain
seusianya (MCN, 2009). Stunted adalah tinggi badan yang kurang menurut umur (<-
2SD),ditandai dengan terlambatnya pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan
dalam mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai usia anak. Stunted
merupakan kekurangan gizi kronis atau kegagalan pertumbuhan dimasa lalu dan
digunakan sebagai indikator jangka panjang untuk gizi kurang pada anak.

Kejadian stunted pada anak merupakan suatu proses kumulatif yang terjadi sejak
kehamilan, masa kanak-kanak dan sepanjang siklus kehidupan. Pada masa ini merupakan
proses terjadinya stunted pada anak dan peluang peningkatan stunted terjadi dalam 2
tahun pertama kehidupan. Faktor gizi ibu sebelum dan selama kehamilan merupakan
penyebab tidak langsung yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan
perkembangan janin.

Periode yang paling kritis dalam penanggulangan stunting dimulai sejak janin
dalam kandungan sampai anak berusia 2 tahun yang disebut dengan periode emas (seribu
hari pertama kehidupan). Oleh karena itu perbaikan gizi diprioritaskan pada usia seribu
hari pertama kehidupan yaitu 270 hari selama kehamilannya dan 730 hari pada
kehidupan pertama bayi yang dilahirkannya.

15
DAFTAR PUSTAKA

http://dinkes.sumselprov.go.id/download/unggah/stunting_anak-2021-01-04.pdf

http://alwaysnutritionist.blogspot.co.id/2021/04/faktor-penyebab-stunted.html

http://gizi.depkes.go.id/1000-hari-mengubah-hidup-mengubah-masa-depan

http://www.indonesian-publichealth.com/stunted-pada-balita/

http://dinkes.bengkuluprov.go.id/ver1/index.php/agenda/8-umum/116-faktor-
dan-dampak-stunting-pada-kehidupan-balita-balita-pendek

Jurnal Kesehatan Komunitas, Vol. 2, No. 6, Mei 2021

16

Anda mungkin juga menyukai