Anda di halaman 1dari 69

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN

STUNTING PADA BADUTA USIA 6-23 BULAN DI KABUPATEN


BUOL SULAWESI TENGAH

LAPORAN TUGAS AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan program


pendidikan Diploma III Politeknik Kesehatan
Kemenkes Palu Jurusan Gizi

Oleh

Meyling Indah Lestari Soekirno


NIM. P07131016015

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU


JURUSAN GIZI
2019
ii
iii
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU
JURUSAN GIZI PALU

Soekirno, M. I. L. 2019. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian


Stunting Pada Baduta Usia 6-23 Bulan Di Kabupaten Buol Sulawesi Tengah.
Laporan Tugas Akhir, Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Palu. Pembimbing
: (1) Irawati (2) Fahmi Hafid

ABSTRAK
(xi + 42 Halaman + 4 Tabel + 11 Lampiran)

Hasil riset kesehatan dasar pada tahun 2007, 2010, 2013 dan 2018,
prevalensi Stunting di Indonesia adalah 36,8%, 35,6%, 37,2 dan 30,8%. Hal ini
menunjukan bahwa stunting masih menjadi masalah bagi Indonesia karena
berdasarkan WHO 2010 masalah kesehatan masyarakat dianggap berat bila
prevalensi pendek sebesar 30% - 39% dan dianggap serius bila prevalensi pendek
≥40%. Sulawesi Tengah merupakan salah satu provinsi yang prevalensi stuntingnya
cukup tinggi yaitu di atas 30,8% berdasarkan hasil riset kesehatan dasar tahun 2018.
Pemantauan status gizi tahun 2017 menggambarkan bahwa prevalensi stunting
yang cukup tinggi yaitu di Kabupaten Buol sebesar 41,3%. Tujuan penelitian adalah
diketahuinya Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian Stunting pada
Baduta Usia 6-23 Bulan di Kabupaten Buol Sulawesi Tengah.
Penelitian ini merupakan penelitian analitik yang menggunakan desain
cross sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah Seluruh baduta usia 6-23 bulan
yang menjadi sampel pengukuran pada kegiatan Pemantauan Status Gizi (PSG)
tahun 2017 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia yang jumlahnya 108 orang.
Hipotesis dianalisis menggunakan uji Chi-square.
Hasil penelitian menunjukan dari 38 orang yang mengalami stunting
terdapat 15 orang yang diberi ASI Eksklusif dan 23 orang yang tidak diberi ASI
Eksklusif.. Hasil uji hipotesis didapatkan nilai P = 0,529 (P>0,05) yang berarti tidak
ada hubungan yang bermakna antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian
stunting. Saran kepada pemerintah terkait agar lebih memperhatikan masalah
kesehatan yang ada di masyarakat khususnya masalah gizi, yaitu dalam memberi
program yang akan dapat meminimalisir kejadian stunting di Kabupaten Buol.

Kata Kunci : ASI Eksklusif, Stunting


Daftar Pustaka : 28 (2009-2018)

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Tritunggal, sang pemilik kehidupan yang selalu

menuntun, memelihara dan menguatkan penulis dalam menyelesaikan Laporan

Tugas Akhir ini. Penulisan Laporan Tugas Akhir ini sebagai salah satu persyaratan

untuk menyelesaikan program pendidilan Diploma III di Jurusan Gizi Politeknik

Kesehatan Palu. Penulis menyadari bahwa dengan bantuan dan dukungan dari

banyak pihak, Laporan Tugas Akhir ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih

kepada yang terhormat :

1. Bapak Nasrul, SKM.,M.Kes sebagai Direktur Poltekkes Kemenkes Palu yang

telah memimpin Poltekkes Kemenkes Palu dengan baik.

2. Ibu Putu Candriasih, SST.,M.Kes sebagai Ketua Jurusan Gizi Poltekkes

Kemenkes Palu yang telah memimpin Jurusan Gizi dengan baik.

3. Ibu Hj. Irawati, SP., MPH dan Bapak Fahmi Hafid, S.Gz., M.Kes selaku

Pembimbing dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini, yang selalu

memberikan arahan, bimbingan, motivasi, waktu, dan tenaga untuk

mengarahkan penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmia ini.

4. Ibu Nurjaya, S.Pd., M.Kes, ibu Bahja, S.Si., M.Si, dan Bapak Ansar, SKM.,

M.Kes, selaku penguji dalam penelitian Laporan Tugas Akhir ini yang telah

banyak memberikan kritik dan saran agar penulisan Laporan Tugas Akhir yang

di buat lebih baik.

5. Dosen Pembimbing akademik, Bapak Subur Djati P, SKM., MPH dan Ibu

Bahja, S.Si., M.Si, yang telah memberi dukungan kepada saya dalam proses

v
perkuliahan ini hingga penyelesaian tugas akhir ini, dan mengingatkan saya

untuk menjadi teladan bagi adik-adik di Jurusan Gizi Poltekkes Kemekes Palu.

6. Seluruh dosen dan staf Jurusan Giz Poltekkes Kemenkes Palu, terima kasih

banyak untuk kalian semua yang telah membimbing dan mengajarkan banyak

hal yang belum penulis ketahui.

7. Keluarga tercinta (papa Sonny Soekirno, mama Kristina Kasim, koko Dikwy,

dan Khenlie), yang selalu memberikan dukungan dalam doa, kasih sayang,

motivasi, arahan, dan materi sepanjang kehidupan penulis. Terima kasih

banyak untuk semua yang telah kalian berikan, penulis sangat mencintai kalian

semua.

8. Mak Tite dan kong Henbo, yang selama kuliah telah menjadi orangtua kedua

penulis, yang memberi penulis tempat tinggal selama kuliah, yang selalu

memberikan nasehat, dukungan serta arahan buat penulis. Terima kasih untuk

semua yang telah kalian berikan.

9. Ku Chun, Ce Evi, ce Lizi, Indri Nassi, Angela, Vei, dan Istin yang telah banyak

menemani dan membantu penulis selama menjalani perkuliahan. Terima kasih

untuk kalian.

10. Sahabat terkasih selama di Jurusan Gizi Ni Kadek Leni Puspayani, Leni

Afitsyah, Ismawati dan Fitriani yang banyak memberi dukungan, bantuan,

motivasi keceriaan, dan semangat, kepada penulis selama proses perkuliahan

hingga saat ini, serta dijadikan tempat berkeluh kesah dalam hal apapun.

Semoga persahabatan kita tetap awet sampai kapanpun ya.

vi
11. Cristy Momongan dan Yayuk, senior Jurusan Gizi yang telah banyak

membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas akhir ini, yang selalu

menasehati, memberi masukan dan memberi semangat selama perkuliahan

sampai saat ini. terima kasih untuk kalian.

12. Oriana suge terima kasih telah hadir dalam hidup penulis menjadi sahabat

untuk memberi warna, dukungan, dan semangat dalam menjalani pendidikan

mulai TK sampai saat ini.

13. Yesmita dan Lindha terima kasih karena telah bersama penulis, menjadi

sahabat memberi dukungan dan semangat dalam menjalani pendidikan mulai

SMA sampai saat ini.

14. Teman-teman Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Palu, yang selalu mendukung

dalam doa, semangat, dan penguatan-penguatan untuk penulis selama

berkuliah di Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Palu.

15. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang selalu

membantu penulis dalam kondisi apapun, terima kasih semuanya.

Akhir kata, penulis berharap kasih dan sukacita dari Allah selalu

memelihara dan mengalir dalam kehidupan semua orang. Penulis menyadari bahwa

Karya Tulis Ilmia ini masih jauh dari kata sempurna, namun penulis berharap Karya

Tulis Ilmia ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia gizi.

Palu, Juni 2019

(Peneliti)

vii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL ....................................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.....................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI............................................................................. iii
ABSTRAK ........................................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... v
DAFTAR ISI...................................................................................................................viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian............................................................................................................. 3
D. Manfaat Penelitian........................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Tentang Stunting ................................................................................................ 5
B. Konsep Tentang ASI Eksklusif ..................................................................................... 10
C. Kerangka Pikir ............................................................................................................... 23
D. Kerangka Konsep .......................................................................................................... 24
E. Hipotesis Penelitian ....................................................................................................... 24
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian .............................................................................................................. 25
B. Waktu dan tempat penelitian ......................................................................................... 25
C. Popolasi dan Sampel ..................................................................................................... 25
D. Variabel Penelitian ........................................................................................................ 26
E. Definisi Operasional ...................................................................................................... 26
F. Tekhnik Pengumpulan Data .......................................................................................... 27
G. Pengolahan Data ............................................................................................................ 28
H. Analisis Data ................................................................................................................. 29
I. Penyajian Data ............................................................................................................... 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian.............................................................................................................. 30
B. Pembahasan ................................................................................................................... 34
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................................... 38
B. Saran .............................................................................................................................. 38
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 40
LAMPIRAN

viii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Distribusi frekuensi kategori umum responden yang menjadi


sampel pengukuran pada kegiatan Pemantauan Status Gizi
(PSG) tahun 2017 di Kabupaten Buol, provinsi Sulawesi
Tengah........................................................................................ 29

4.2 Distribusi frekuensi pemberian ASI Eksklusif baduta 6-23


bulan yang menjadi sampel pengukuran pada kegiatan
Pemantauan Status Gizi (PSG) Tahun 2017 di Kabupaten Buol,
Provinsi Sulawesi Tengah................................................ 30

4.3 Distribusi frekuensi stunting baduta 6-23 bulan yang menjadi


sampel pengukuran pada kegiatan Pemantauan Statis Gizi
(PSG) Tahun 2017 di Kabupaten Buol, Provinsi Sulawesi
Tengah........................................................................................ 31

4.4 Tabel hubungan pemberia ASI Eksklusif dengan kejadian


stunting pada baduta 6-23 bulan yang menjadi sampel
pengukuran pada kegiatan Pemantauan Statis Gizi (PSG)
Tahun 2017 di Kabupaten Buol, Provinsi Sulawesi
Tengah........................................................................................ 32

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Kerangka Pikir 23


2.2 Kerangka Konsep 24

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Master Tabel
2. Analisis Data
3. Surat Izin Penelitian
4. Lembar Permintaan Data/Informasi
5. Tanda Bukti Penyebaran Informasi
6. Surat Pemberitahuan Izin Pengambilan Data
7. Surat Pernyataan Keaslian Tulisan
8. Riwayat Hidup
9. Peta Wilayah Kabupaten Buol
10. Kuesioner Penelitian
11. Jadwal Kegiatan Penelitian

xi
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat,

namun penanganannya tidak hanya dapat dilakukan dengan pendekatan

medis dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah gizi adalah

multifaktorial, oleh karena itu pendekatan penanggulangannya harus

melibatkan berbagai sektor terkait terutama ibu balita itu sendiri (Giri,

Muliawarta and Wahyuni, 2013)

Indonesia menghadapi masalah gizi yang cukup besar yaitu masalah

stunting dimana perkembangan selanjutnya seorang anak yang stunting akan

mengalami hambatan kognitif sehingga berdampak pada rendahnya

produktifitas dimasa dewasa. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1995/MENKES/SK/XII/ 2010 tentang Standar

Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, menyebutkan bahwa stunting

adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur

(PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang biasanya disebut

dengan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Z-score

untuk kategori pendek adalah -3 standar deviasi (SD) sampai dengan <-2 SD

dan sangat pendek adalah <-3 SD (Rahmadi, 2016).

Prevalensi stunting secara nasional pada tahun 2007, 2010, 2013 dan

2018 berturut-turut adalah 36,8%, 35,6%, 37,2 dan 30,8%. Hal ini

1
2

menunjukan bahwa stunting masih menjadi masalah bagi Indonesia

karena berdasarkan WHO 2010 masalah kesehatan masyarakat dianggap

berat bila prevalensi pendek sebesar 30% - 39% dan dianggap serius bila

prevalensi pendek ≥40% (Riskesdas, 2013, 2018). Sulawasi Tengah

merupakan salah satu provinsi yang prevalensi stuntingnya cukup tinggi yaitu

di atas 30,8% (Riskesdas, 2018). Ada beberapa Kabupaten di Sulawesi

Tengah yang prevalensi stuntingnya cukup tinggi berdasarkan Pemantauan

Status Gizi 2017 yang diselenggarakan oleh (Direktorat Gizi Masyarakat

Kemenkes RI, 2017) yaitu di Kabupaten Buol 41,3 %. Penelitian (Hayati

dkk., 2012) menyatakan bahwa semakin bertambah umur semakin meningkat

prevalensi stunting. Status stunting berhubungan erat dengan umur. Ada

beberapa faktor resiko terjadinya stunting salah satunya adalah tidak ASI

eksklusif (Ramli dkk., 2009; Hayati dkk., 2012).

Menurut pernyataan (Ahmad, 2010) bahwa stunting lebih banyak

ditemukan pada anak yang memiliki asupan gizi yang kurang baik dari

makanan dan ASI. ASI sebagai antiinfeksi sehingga dapat mempengaruhi

risiko kejadian stunting. Penelitian (Susanty dkk., 2012) juga menyebutkan

bahwa faktor resiko stunting yaitu ASI eksklusif.

Penelitian di Boyolali menyimpulkan ada hubungan antara ASI

Eksklusif dengan kejadian stunting pada anak 6-24 bulan (Lestari, Margawati

and Rahfiludin, 2014; Hanim dkk., 2017). Tingginya angka prevalensi

stunting di Kabupaten Buol belum pernah dilakukan analisis mendalam

terkait dengan pemberian ASI Eksklusif, mendorong penulis untuk


3

melakukan penelitian tentang “Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan

Kejadian Stunting pada Baduta Usia 6-23 Bulan di Kabupaten Buol”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Bagaimanakah

Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Stunting pada Baduta

Usia 6-23 Bulan di Kabupaten Buol ?”

C. Tujuan Penelitian

Diketahuinya Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian

Stunting Baduta usia 6-23 Bulan di Kabupaten Buol.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi institusi

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah referensi

kepustakaan di Politeknik Kesehatan Kemenkes Palu khususnya

mengenai ASI eksklusif dengan stunting. Selain itu penelitian ini

diharapkan menjadi tambahan informasi bagi pengambil kebijakan di

Polteknik Kesehatan Kemenkes Palu untuk menjadi acuan dalam

memberi edukasi kepada mahasiswa khususnya mengenai stunting.

2. Manfaat bagi peneliti

Hasil penelitian ini merupakan pengalaman secara nyata dalam

melakukan penelitian terhadap masalah, yang berharga bagi peneliti

dengan harapan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai

hubungan pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian stunting di


4

Kabupaten Buol dan melaksanakan pekerjaan dimasa yang akan

datang.

3. Manfaat bagi ibu

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan

kepada ibu dan calon ibu mengenai apa itu ASI Eksklusif, pentingnya

pemberian ASI Eksklusif dan hubungannya dengan stunting yang

terjadi. Penelitian ini juga diharapkan mampu memotivasi ibu dan calon

ibu agar dapat melakukan pemberian ASI Eksklusif sehingga dengan

itu bisa mengurangi kejadian stunting.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Tentang Stunting

1. Pengertian Stunting

Stunting menurut (Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI,

2018) adalah suatu kondisi kekurangan gizi kronis yang terjadi pada

saat periode kritis dari proses tumbuh dan kembang mulai janin.

stunting adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan

menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang

biasanya disebut dengan istilah stunted (pendek) dan severely stunted

(sangat pendek). Z-score untuk kategori pendek adalah -3 standar

deviasi (SD) sampai dengan <-2 SD dan sangat pendek adalah <-3 SD

(Rahmadi, 2016).

Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada

masa awal setelah bayi lahir. Akan tetapi, kondisi stunting baru nampak

setelah bayi berusia 2 tahun (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan

Kemiskinan, 2017). Bukan hanya terganggu pertumbuhan fisiknya

(bertubuh pendek/kerdil) saja, melainkan juga terganggu

perkembangan otaknya, yang mana tentu akan sangat mempengaruhi

kemampuan dan prestasi di sekolah, produktivitas dan kreativitas di

usia-usia produktif (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2018).

Stunting menurut WHO Child Growth Standart didasarkan pada indeks

5
6

panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut

umur (TB/U) dengan batas (z-score) kurang dari -2 SD. Stunting

disebabkan oleh beberapa factor, salah satunya adalah factor gizi ibu

sebelum dan selama kehamilan. Hal ini menjadi penyebab tidak

langsung yang memberikan kontribusi terhadap terhambatnya

pertumbuhan dan perkembangan janin.

2. Faktor penyebab stunting pada balita

Berdasarkan (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan

Kemiskinan, 2017) Faktor gizi buruk yang dialami pada saat ibu hamil

dan balita juga faktor multi dimensi lainnya dapat menjadi penyebab

stunting. 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) menjadi intervensi yang

paling menentukan dalam berkurangnya prevalensi stunting pada anak

balita. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab terjadinya stunting,

yaitu :

a. Praktek pengasuhan yang kurang baik

Kurangnya pengetahuan ibu pada saat kehamilan akan

berdampak pada saat pengasuhan ketika sudah melahirkan nanti.

Beberapa fakta yang ada menunjukkan informasi bahwa 60% dari

anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan ASI eksklusif dan 2 dari

3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima makanan pendamping ASI

(MP-ASI).
7

b. Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC

Ante Natal Care (pelayanan kesehatanuntuk ibu selama masa

kehamilan) Post Natal Care dan pembelajaran dini yang

berkualitas.

c. Masih kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke makanan

bergizi.

Kurangnya akses ke makanan ini dikarenakan harga

makanan yang bergizi diindonesia tergolong masih sangat mahal,

karenanya masih banyak keluarga yang tidak bisa mendapatkan

makanan tersebut.

d. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi

Hal ini dikarenakan masih adanya ditemukan keluarga

rumah tangga yang masih buang air besar (BAB) diruang terbuka

(Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, 2017).

e. ASI yang tidak eksklusif

f. Makanan pendamping ASI yang tidak sesuai usia balita

g. Berat badan lahir rendah (< 2500 gram)

h. Panjang lahir kurang (<48 cm)

i. Ekonomi keluarga

j. Asupan energy dan protein yang tidak mencukupi pada ibu hamil

dapat menyebabkan kurang energy kronis (kEK) yang lingkar

lengan atasnya (LiLA) <23,5 cm (Kementrian Kesehatan


8

Republik Indonesia, 2016)

3. Dampak stunting

a. Jangka pendek adalah terganggunya perkembangan otak,

kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan

metabolisme dalam tubuh.

b. Dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah

menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya

kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan resiko tinggi untuk

munculnya penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan

pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua

(Kementrian Desa, Pembangunan Daerah tertinggal, 2017).

4. Upaya intervensi pencegahan stunting

Dalam upaya untervensi stunting, terdapat 2 intervensi yang

akan dilakukan pemerintah dalam mencegah stunting, yaitu intervensi

gizi sensitif dan intervensi gizi spesifik. Intervensi gizi sensitif yaitu

berupa upaya yang dilakukan pada sektor-sektor diluar kesehatan.

Seperti penyediaan akses air bersih dan sanitasi lingkungan,

penyediaan pangan, bantuan jaminan sosial dan lain-lain. Hal ini

berkonstribusi 70% dalam penanganan stunting, karena melibatkan

hampir seluruh lintas sektor kementerian dan lembaga pemerintah.

Sedangkan intervensi gizi spesifik adalah upaya yang dilakukan

pada sektor kesehatan yaitu dalam program 1000 hari pertama

kehidupan (HPK). Intervensi ini dimulai dari tahap kehamilan ibu bayi
9

yang meliputi pemberian makanan tambahan (PMT) untuk mengatasi

kekurangan energi kronik pada ibu hamil, selanjutnya sasaran

intervensi pada ibu menyusui dan anak usia 0-6 bulan yaitu dengan

melakukan inisiasi menyusu dini dan pemberian ASI eksklusif saja

kepada anak sampai umur 6 bulan. Intervensi ketiga yaitu pemberian

makanan pendamping ASI pada anak yang sudah berusia 6 bulan dan

terus melanjutkan pemberian ASI sampai umur 2 tahun atau lebih serta

pemberian kapsul vitamin A dan imunisasi yang lengkap. Selanjutnya

yaitu melakukan pemantauan pertumbuhan anak di posyandu agar

dapat mendeteksi bila terjadi gangguan pertumbuhan pada anak serta

yang terakhir adalah perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang harus

dilakukan setiap rumah tangga seperti meningkatkan akses air bersih

dan sanitasi agar kejadian sakit terutama penyakit infeksi dapat

menurun (Pusdatin Kemenkes RI, 2016).


10

B. Konsep Tentang ASI Eksklusif

1. Pengertian ASI Eksklusif

Air Susu Ibu merupakan makanan yang baik bagi bayi

terutama pada bulan-bulan pertama, karena memenuhi syarat

kesehatan. ASI mengandung semua nutrient untuk membangun dan

menyediakan energy yang diperlukan (Adriani and Wirjadmadi, 2013).

Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu campuran lemak dalam

larutan protein, laktosa, dan garam organic yang disekresi oleh kedua

kelenjar payudara ibu dan merupakan makanan terbaik untuk bayi.

Selain memenuhi semua kebutuhan makanan bayi, baik gizi, imunologi

dan lainnya, pemberian ASI juga memberi kesempatan bagi ibu untuk

mencurakan cinta dan kasih serta perlindungan kepada anaknya.

Kesempatan ini tidak mungkin dapat dirasakan oleh ayah/suami, karena

ini merupakan suatu kelebihan kaum wanita (Bahiyatum, 2013).

Pemberian ASI eksklusif didefinisikan sebagai hanya

memberikan ASI kepada bayi sejak lahir hingga usia enam bulan tanpa

memberikan makanan lain termasuk air, kecuali untuk obat-obatan dan

vitamin. Selama enam bulan pertama kehidupan, ASI saja adalah

makanan ideal untuk bayi, yang berarti bahwa makanan lain tidak

diperlukan (Kasahun dkk., 2017). Menurut WHO (World Health

Organization) dalam (Marimbi, 2010) ASI eksklusif adalah pemberian

ASI saja tanpa tambahan cairan lain baik susu formula, air putih, air

jeruk, ataupun makanan tambahan lain.


11

2. Manfaat ASI Eksklusif

a. Manfaat ASI bagi bayi

1) Dapat memulai kehidupannya dengan baik

Bayi yang mendapatkan ASI mempunyai kenaikan

berat badan yang baik setelah lahir, pertumbuhan setelah

periode perinatal baik, dan mengurangi kemungkinan

obesitas. Ibu-ibu yang diberi penyuluhan tentang ASI dan

laktasi, umumnya berat badan bayi (pada minggu pertama

kelahiran) tidak sebanyak ibu-ibu yang tidak diberi

penyuluhan. Alasannya ialah bahwa kelompok ibu-ibu

tersebut segera menghentikan ASInya setelah melahirkan.

Frekuensi menyusui yang sering (tidak dibatasi) juga

dibuktikan bermanfaat karena volume ASI yang dihasilkan

lebih banyak sehingga penurunan berat badan bayi hanya

sedikit (Widyatun, 2012).

2) Mengandung antibodi

Mekanisme pembentukan antibodi pada bayi

adalah sebagai berikut : apabila ibu mendapat infeksi maka

tubuh ibu akan membentuk antibodi dan akan disalurkan

dengan bantuan jaringan limfosit. Antibodi di payudara

disebut mammae associated immunocompetent lymphoid

tissue (MALT). Kekebalan terhadap penyakit saluran

pernafasan yang ditransfer disebut bronchus associated


12

immunocompetent lymphoid tissue (BALT) dan untuk

penyakit saluran pencernaan ditransfer melalui gut

associated immunocompetent lymphoid tissue (GALT).

Dalam tinja bayi yang mendapat ASI terdapat antibodi

terhadap bakteri E. coli dalam konsentrasi yang tinggi

sehingga jumlah bakteri E.coli dalam tinja bayi tersebut

juga rendah. Didalam ASI kecuali antibodi terhadap

enterotoksin E.coli, juga pernah dibuktikan adanya antibodi

terhadap salmonella typhi, shigela dan antibodi terhadap

virus, seperti roto virus, polio dan campak (Widyatun,

2012).

3) ASI mengandung komposisi yang tepat

Bahan makanan yang baik untuk bayi yaitu terdiri

dari proporsi yang seimbang dan cukup kuantitas semua zat

gizi yang diperlukan untuk kehidupan 6 bulan pertama

(Widyatun, 2012).

4) Memberi rasa nyaman dan aman pada bayi dan adanya

ikatan antara ibu dan bayi (Wiji, 2013).

5) Terhindar dari alergi

Pada bayi baru lahir sistem IgE belum sempurna.

Pemberian susu formula akan merangsang aktivasi sistem

ini dan dapat menimbulkan alergi. ASI tidak menimbulkan

efek ini. Pemberian protein asing yang ditunda sampai


13

umur 6 bulan akan mengurangi kemungkinan alergi (Wiji,

2013).

6) Membantu perkembangan rahang dan merangsang

pertumbuhan gigi karena gerakan menghisap mulut bayi

pada payudara. Telah dibuktikan bahwa salah satu

penyebab mal oklusi rahang adalah kebiasaan lidah yang

mendorong ke depan akibat menyusu dengan botol dan dot

(Widyatun, 2012).

7) Mempunyai zat gizi yang sesuai untuk bayi (Widyatun,

2012)

8) Menunjang perkembangan motorik sehingga bayi ASI

eksklusif akan lebih bisa cepat jalan (Roesli, 2009).

9) ASI sebagai makanan terlengkap untuk bayi, terdiri dari

Proporsi yang seimbang dan cukup mengandung zat gizi

yang diperlukan untuk 6 bulan pertama (Wiji, 2013).

10) ASI mengandung kolostrum yang melindungi terhadap

penyakit terutama diare dan gangguan pernapasan (Wiji,

2013).

11) ASI dapat meningkatkan jalinan kasih saying (Wiji, 2013).

12) ASI Selalu siap tersediah dan dalam suhu yang sesuai (Wiji,

2013).
14

13) ASI mengandung asam lemak yang diperlukan untuk

pertumbuhan otak sehingga bayi ASI Eksklusif potensial

lebih pandai (Wiji, 2013).

14) ASI dapat meningkatkan kecerdasan bagi bayi (Wiji, 2013).

b. Manfaat ASI bagi ibu

1) Aspek kontrasepsi

Hisapan mulut bayi pada puting susu merangsang

ujung syaraf sensorik sehingga post anterior hipofise

mengeluarkan prolactin (Widyatun, 2012). Prolactin masuk

ke indung telur, menekan produksi estrogen, akibatnya

tidak terjadi ovulasi. Menjarangkan kehamilan, pemberian

ASI memberikan 98% metode kontrasepsi yang efisien

selama 6 bulan pertama sesudah kelahiran bila diberikan

hanya ASI saja (eksklusif) dan belum terjadi menstruasi

kembali (Wiji, 2013).

2) Aspek kesehatan ibu

Hisapan bayi pada payudara akan merangsang

terbentuknya oksitosin oleh kelenjar hipofisis. Oksitosin

membantu involusi uterus dan mencegah terjadinya

perdarahan pasca persalinan. Penundaan haid dan

berkurangnya perdarahan pasca persalinan mengurangi

prevalensi anemia defisiensi besi. Kejadian karsinoma

mammae pada ibu yang menyusui lebih rendah dibanding


15

yang tidak menyusui. Mencegah kanker hanya dapat

diperoleh ibu yang menyusui anaknya secara eksklusif.

Penelitian membuktikan ibu yang memberi ASI secara

eksklusif memiliki resiko terkena kanker payudara dan

kanker ovarium 25% lebih kecil dibanding yang tidak

menyusui secara eksklusif (Widyatun, 2012).

3) Aspek penurunan berat badan

Ibu yang menyusui eksklusif ternyata lebih mudah

dan lebih cepat kembali ke berat badan semula seperti

sebelum hamil. Pada saat hamil, badan bertambah berat,

selain karena ada janin, juga karena penimbunan lemak

pada tubuh. Cadangan lemak ini sebetulnya memang

disiapkan sebagai sumber tenaga dalam proses produksi

ASI. Dengan menyusui, tubuh akan menghasilkan ASI

lebih banyak lagi sehingga timbunan lemak yang berfungsi

sebagai cadangan tenaga akan terpakai. Dan jika timbunan

lemak menyusut, berat badan ibu akan cepat kembali ke

keadaan seperti sebelum hamil. Menyusui juga membakar

ekstra kalori sebanyak 200-500 kalori per hari. Jumlah

kalori yang dikeluarkan ini hampir sama dengan jumlah

kalori yang dibuang seseorang jika berenang selama

beberapa jam atau naik sepeda selama satu jam (Wiji,

2013).
16

4) Aspek psikologis

Keuntungan menyusui bukan hanya bermanfaat

untuk bayi, tetapi juga untuk ibu. Ibu akan merasa bangga

dan diperlukan, rasa yang dibutuhkan oleh semua manusia

(Widyatun, 2012).

5) Memberikan ASI segera (dalam waktu 60 menit),

membantu meningkatkan produksi ASI dan proses laktasi

(Wiji, 2013).

6) Ungkapan kasih saying

Hubungan batin antara ibu dan bayi akan terjalin

erat karena saat menyusu bayi menempel pada tubuh ibu

dan bersentuhan antar kulit (Wiji, 2013)

7) Ibu sehat, cantik dan ceria

Ibu yang menyusu setelah melahirkan zat

oxytoxin-nya akan bertambah, sehingga dapat mengurangi

jumlah darah yang keluar setelah melahirkan. Kandungan

dan perut bagian bawah juga lebih cepat menyusut ke

bentuk normalnya (Wiji, 2013).

c. Manfaat ASI bagi Keluarga

1) Aspek Ekonomi

ASI tidak perlu dibeli, sehingga dana yang

seharusnya digunakan untuk membeli susu formula dapat

digunakan untuk keperluan lain. Kecuali itu, penghematan


17

juga disebabkan karena bayi yang mendapat ASI lebih

jarang sakit sehingga mengurangi biaya berobat (Widyatun,

2012).

2) Aspek Psikologi

Kebahagiaan keluarga bertambah, karena

kelahiran lebih jarang, sehingga suasana kejiwaan ibu lebih

baik dan dapat mendekatkan hubungan bayi dengan

keluarga. Aspek Kemudahan menyusui sangat praktis,

karena dapat diberikan dimana saja dan kapan saja.

Keluarga tidak perlu repot menyiapkan air masak, botol dan

dot yang harus dibersihkan serta minta pertolongan orang

lain (Widyatun, 2012).

d. Manfaat ASI bagi Negara

1) Menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi

Adanya faktor protektif dan nutrien yang sesuai

dalam ASI menjamin status gizi yang baik serta kesakitan

dan kematian anak menurun. Beberapa penelitian

epidemiologis menyatakan bahwa ASI melindungi bayi dan

anak dari penyakit infeksi, misalnya diare, otitis media, dan

infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah. Kejadian

diare paling tinggi terdapat pada anak di bawah 2 tahun

dengan penyebab rotavirus. Anak yang tetap diberikan ASI,

mempunyai volume tinja lebih sedikit, frekuensi diare lebih


18

sedikit, serta lebih cepat sembuh dibanding anak yang tidak

mendapat ASI (Widyatun, 2012).

2) Menghemat devisa Negara

ASI dapat dianggap sebagai kekayaan nasional.

Jika semua ibu menyusui diperkirakan dapat menghemat

devisa sebesar Rp 8,6 milyar yang seharusnya dipakai

untuk membeli susu formula. Penghematan devisa untuk

pembelian susu formula, perlengkapan menyusui, serta

biaya menyiapkan susu (Wiji, 2013).

3) Mengurangi subsidi untuk rumah sakit

Subsidi untuk rumah sakit berkurang, karena rawat

gabung akan memperpendek lama rawat ibu dan bayi,

mengurangi komplikasi persalinan dan infeksi nosokomial

serta mengurangi biaya yang diperlukan untuk perawatan

anak sakit. Anak yang mendapat ASI lebih jarang dirawat

di rumah sakit dibandingkan anak yang mendapatkan susu

formula (Wiji, 2013).

4) Peningkatan kualitas generasi penerus

Anak yang mendapatkan ASI dapat tumbuh

kembang secara optimal sehingga kualitas generasi penerus

bangsa akan terjamin. Anak yang diberi ASI juga memiliki

IQ, EQ, dan SQ yang baik yang merupakan kualitas yang

baik sebagai penerus bangsa (Wiji, 2013).


19

5) Langkah awal untuk mengurangi bahkan menghindari

kemungkinan terjadinya generasi yang hilang khususnya

bagi Indonesia (Wiji, 2013)

3. Komposisi ASI

Komposisi ASI tidak dapat disamakan dengan komposisi yang

ada pada susu formula ataupun makanan padat lainnya. Karena pada

susu formula ataupun makanan padat tidak memiliki komposisi yang

lengkap seperti yang terdapat dalam ASI (Wiji, 2013).

Adapun beberpa komposisi ASI sebagai berikut :

a. Karbohidrat

Laktosa (gula susu) merupakan bentuk utama

karbohidrat dalam ASI, dimana keadaannya secara proposional

lebih besar jumlahnya daripada susu sapi. Laktosa membantu

bayi menyerap kalsium dan mudah bermetabolisme menjadi dua

gula biasa (galaktoda dan glukosa) yang diperlukan bagi

pertumbuhan otak yang cepat terjadi pada masa bayi (Wiji, 2013).

b. Protein

Protein utama dalam ASI adalah air dadih. Mudah

dicerna, air dadi menjadi kerak lembut dari mana bahan-bahan

gizi siap diserap kedalam aliran darah bayi. Sebaliknya, kasein

merupakan protein utama dalam susu sapi. Ketika susu sapi atau

susu formula dari sapi deberika kepada bayi, kasein membentuk


20

kerak karet yang tidak mudah dicerna, kadang-kadang

memberikan kontribusi terjadinya konstipasi (Wiji, 2013)

c. Lemak

Lemak mengandung separuh dari kalori ASI. Salah satu

dari lemak tersebut adalah kolesterol. Kolesterol diperlukan bagi

perkembangan normal system saraf bayi, yang meliputi otak.

Kolesterol meningkatkan pertumbuhan lapisan khusus pada

syaraf selama berkembang dan menjadi sempurna. Asam lemak

yang cukup kaya keberadaanya dalam ASI, juga memberikan

kontribusi bagi pertumbuahan otak dan syaraf yang sehat. Asam

lemak poly tak jenuh, seperti decosahexanoic acid (DHA) pada

ASI membantu perkembangan penglihatan (Wiji, 2013).

d. Vitamin

1) Vitamin A

ASI mengandung Vitamin A dan betakaroten yang cukup

tinggi. Selain berfungsi untuk kesehatan mata, Vitamin A

juga berfungsi mendukung pembalahan sel, kekebalan

tubuh dan pertumbuhan. Inilah alas an bahwa bayi yang

mendapat ASI mempunyai tumbuh kembang dan daya

tahan tubuh yang baik (Wiji, 2013).

2) Vitamin D

ASI hanya sedikit mengandung Vitamin D. sehingga

dengan pemberian ASI Eksklusif ditambah dengan


21

membiarkan bayi terpapar sinar matahari pagi, hal ini

mencegah bayi dari menderita penyakit tulang karena

kekurangan Vitamin D (Wiji, 2013).

3) Vitamin E

Salah satu keuntungan ASI adalah mengandung Vitamin E

yang cukup tinggi, terutama pada kolostrum dan ASI

transisi awal. Fungsi penting Vitamin E adalah untuk

ketahanan dinding sel darah merah (Wiji, 2013)

4) Vitamin K

Vitamin K dalam ASI jumlahnya sangat sedikit sehingga

perluh tambahan Vitamin K yang biasanya dalam bentuk

suntikan. Vitamin K berfungsi sebagai factor pembekuan

darah (Wiji, 2013)

5) Vitamin yang larut dalam Air

Hampir semua vitamin yang larut dalam air terdapat dalam

ASI. Diantaranya seperti Vitamin B, Vitamin C, dan asam

folat. Kadar Vitamin B1 dan B2cukup tinggi dalam ASI,

tetapi B6 dan B12 serta asam folat rendah, terutama pada

ibu yang kurang gizi. Sehingga ibu yang menyusui perlu

tambahan Vitamin ini. (Wiji, 2013).

e. Mineral

Mineral dalam ASI memiliki kualitas yang lebih baik

dan mudah diserap dibandingkan dengan mineral yang terdapat


22

dalam susu sapi. Mineral utama yang terdapat dalam susu sapi.

Mineral utama dalam susu sapi adalah kalsium yang berguna bagi

pertumbuhan jaringan otot dan rangka, Transmisi jaringan saraf

dan pembekuan darah. Walaupun kadar kalsium dalam ASI lebih

rendah dari pada susu sapi, amun penerapannya lebih besar

mineral yang cukup tinggi terdapat dalam ASI dibandingkan

dengan susu sapi dan formula adalah selenium, yang

mempercepat pertumbuhan anak (Wiji, 2013).

f. Air

Air merupakan bahan pokok terbesar dari ASI (sekitar

87%). Air membantu bayi memelihara suhu tubuh mereka.

Bahkan pada iklim yang sangat panas, ASI mengandung semua

air yang dibutuhkan bayi (Wiji, 2013).

g. Karnitin

Karnitin dalam ASI sangat tinggi, yang mempunyai

fungsi untuk membantu proses pembentukan energy yang

diperlukan untuk mempertahankan metabolisme tubuh.

Jika dilihat dari komposisi yang ada pada ASI tersebut,

maka tidaklah heran jika ASI dikatakan makanan bayi yang

terbaik. Karena dari semua komposisi tersebut mencakup semua

kebutuhan yang ada pada bayi sesuai dengan yang bayi butuhkan

(Wiji, 2013).
23

C. Kerangka Pikir
Masalah saat ini & Konsekuensi jangka pendek Konsekuensi jangka panjang

Kesehatan Pembangunan Ekonomi Kesehatan Pembangunan Ekonomi


↑ Kematian ↓ Kognitif, motoric dan ↑Biaya pengeluaran untuk ↓Tinggi badan dewasa ↑Obesitas dan ↓Kinerja sekolah ↓ ↓ Kapasitas kerja
↓ Produktivitas
↑Kesakitan pengembangan bahasa kesehatan dan perawatan anak komoditas terkait Kapasitas potensi yang
sakit ↓ Kesehatan reproduksi tidak tercapai

Pertumbuhan dan perkembangan yang terhambat

Faktor rumah tangga & keluarga Pemberian makanan pelengkap yang tidak memadai Menyusui Infeksi

Faktor ibu Lingkungan rumah Makanan berkualitas Praktek yang tidak Keamanan pangan dan Latihan yang tidak Infeksi klinis dan
• Gizi buruk selama pra- • Stimulasi dan aktivitas buruk memadai air memadai subklinis
konsepsi, kehamilan, dan anak yang tidak memadai • Kualitas mikronutrien • Pemberian makanan • Makanan dan air yang • Inisiasi tertunda • Infeksi enterik:
laktasi • Praktik perawatan yang yang jarang terkontaminasi • Menyusui tidak Penyakit diare,
• Perawakan ibu pendek buruk buruk • Pemberian makanan • Praktik kebersihan eksklusif enteropati lingkungan,
• Infeksi • Sanitasi dan pasokan air • Keanekaragaman yang tidak mencukupi yang buruk • Berhentinya cacing
• Kehamilan remaja yang tidak memadai makanan dan asupan selama dan setelah sakit • Penyimpanan dan menyusui sejak dini • Infeksi pernapasan
•Kesehatan mental • Kerawanan pangan makanan hewani yang • Konsistensi makanan persiapan makanan yang • Malaria
• Kelahiran prematur • Alokasi makanan yang rendah yang tipis tidak aman • Berkurang sesuai
• Jarak kelahiran pendek tidak tepat dalam rumah • Pakan yang tidak cukup karena infeksi
• Hypertension • Konten an-nutrisi
tangga makan • Inflamasi
• Pendidikan pengasuh • Kandungan energi • Pemberian makanan
yang rendah yang rendah dari makanan yang tidak responsif
pendamping

Faktor sosial & komunitas


Ekonomi politik Kesehatan dan Perawatan Pendidikan Masyarakat dan Budaya Pertanian dan Sistem Pangan Air, Sanitasi dan Lingkungan
• Harga pangan dan kebijakan • Akses ke pendidikan • Keyakinan dan norma
Kesehatan • Produksi dan pemrosesan • Infrastruktur dan layanan air
perdagangan berkualitas • jaringan dukungan sosial
• Akses ke layanan kesehatan makanan dan sanitasi
• Peraturan Markeng • Guru yang berkualitas • Pengasuh anak (orang tua
• Kepadatan penduduk
• Stabilitas politik • Penyedia layanan kesehatan • Pendidik kesehatan yang dan non-orang tua) • Ketersediaan makanan kaya
• Perubahan iklim
• Kemiskinan, pendapatan, yang berkualitas berkualitas • Status wanita mikronutrien • Urbanisasi
dan kekayaan • Ketersediaan pasokan • Infrastruktur (sekolah dan • Keamanan pangan dan • Bencana alam dan buatan
• Layanan keuangan • Infrastruktur lembaga pelatihan) kualitas manusia
• Pekerjaan dan mata
pencaharian • Sistem dan kebijakan layanan
Gambar 2.1 Kerangka pikir (Stewart et al., 2013)kesehatan
24

D. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Faktor Rumah Tangga


dan Keluarga

MP-ASI

Menunda Inisiasi Stunting


Menyusui

ASI Eksklusif

Berhenti Menyusui Dini

Infeksi

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

E. Hipotesis Penelitian

Ada hubungan antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian stunting

pada baduta usia 6-23 bulan di Kabupaten Buol Sulawesi Tengah


25

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik dengan

menggunakan pendekatan cross sectional atau sering di sebut juga penelitian

transversal dimana variabel-variabel yang termasuk faktor risiko dan

variabel-variabel yang termasuk efek diobservasi sekaligus pada waktu yang

sama.

B. Waktu Dan Tempat Penelitian

1. Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Buol

2. Waktu

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-Mei tahun 2019.

C. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh baduta usia 6-23

bulan di Kabupaten Buol tahun 2017.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah Seluruh baduta usia 6-23

bulan yang menjadi sampel pengukuran pada kegiatan Pemantauan

Status Gizi (PSG) tahun 2017 Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia yang jumlahnya 108 orang.


26

D. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas (Independent variable)

Variabel bebas (independent variable) dalam penelitian ini

adalah pemberian ASI Eksklusif.

2. Variabel terikat (dependent variable)

Variabel terikat (dependent variable) dalam penelitian ini

adalah kejadian stunting.

E. Definisi Operasional

1. ASI Eksklusif

ASI Eksklusif adalah air susu ibu yang diberikan pada usia

enam bulan pertama bayi baru lahir tanpa adanya makanan atau

minuman pendamping lain.

a. Cara ukur : Data diperoleh dari data PSG 2017

b. Alat ukur : Formulir pengumpulan data

c. Skala ukur : Ordinal

d. Kriteria objektif :

1) Dikatakan ASI Eksklusif jika diberikan ASI saja mulai usia

0-6 bulan.

2) Dikatakan tidak ASI Eksklusif jika anak diberikan bukan

ASI saja (susu formula atau makanan tambahan lain) mulai

usia 0-6 bulan.


27

2. Stunting

Stunting menurut WHO Child Growth Standart didasarkan

pada indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan

menurut umur (TB/U) dengan batas (z-score) kurang dari -2 SD.

a. Cara ukur : Data diperoleh dari data PSG 2017

b. Alat ukur : Formulir pengumpulan data

c. Skala ukur : Ordinal

d. Kriteria objektif :

1) Dikatakan Stunting jika nilai z-score indeks panjang badan

menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur

(TB/U) < -2 SD.

2) Dikatakan tidak Stunting jika nilai z-score indeks panjang

badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut

umur (TB/U) ≥ -2 SD

F. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menelaah data mentah dari

survei Pemantauan Status Gizi 2017, melalui pengambilan data sekunder di

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah.


28

G. Pengolahan Data

1. Editing

Melakukan pemilihan variable yang terkait dengan penelitian

ini dari data sekunder yang diperoleh. Variable yang dimaksud adalah

data Balita ASI Eksklusif dan data balita yang stunting.

2. Coding

Pada tahap ini, peneliti memberikan kode pada data-data yang

bersifat kategori yaitu :

a. Angka 1 untuk stunting dan angka 2 untuk tidak stunting

b. Angka 1 untuk ASI Eksklusif dan angka 2 untuk tidak ASI

Eksklusif

3. Entry

Data-data dari masing-masing responden yang dalam bentuk

kode (angka atau huruf) dimasukan dalam program SPSS atau software

computer.

4. Cleaning

Setelah semua data dari setiap sumber data atau responden

selesai dimasukkan, peneliti mengecek kembali untuk melihat

kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode,

ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan koreksi.


29

H. Analisis Data

1. Analisis univariat

Analisis univariat adalah analisis yang berfungsi untuk

mendeskripsikan atau menggambarkan masing-masing variabel yang

diteliti, baik variabel bebas maupun variabel terikat.

2. Analisis bivariat

Analisis ini dilakukan untuk menguji hubungan variabel bebas

dan variabel terikat dengan uji statistik Chi-square.

I. Penyajian data

Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi disertai

dengan penjelasan tabel berupa narasi.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran umum Kabupaten Buol

Kabupaten Buol merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi

Sulawesi Tengah. Dalam peta Pulau Sulawesi, Kabupaten Buol nampak

memanjang dari timur ke barat, terletak di sebelah utara garis khatulistiwa

dalam koordinat 0,35 – 1,20 lintang utara dan 120 – 122,09 bujur timur,

serta mempunyai batas-batas sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Laut Sulawesi,

b. Sebelah Timur : Kabupaten Gorontalo Utara,

c. Sebelah Selatan : Provinsi Gorontalo dan Kabupaten Parigi Moutong,

d. Sebelah Barat : Kabupaten Tolitoli

Kabupaten Buol memiliki luas wilayah 4.043,57 km2. Wilayah

kabupaten Buol terbagi kedalam 11 kecamatan, yaitu: Lakea, Biau,

Karamat, Momunu, Tiloan, Bokat, Bukal, Bunobogu, Gadung, Paleleh dan

Paleleh Barat. Ketinggian ibukota kecamatan dari permukaan laut di

Kabupaten Buol berkisar antara 2-27 m diatas permukaan laut. Wilayah

dengan letak paling dekat dengan permukaan laut adalah Kecamatan

Paleleh yang berada 2 meter di atas permukaan laut. Sedangkan wilayah

dengan letak paling tinggi adalah Kecamatan Tiloan yang terletak 27 meter

di atas permukaan laut. Jika dilihat dari letak ketinggiannya dari

30
31

permukaan laut, wilayah Kabupaten Buol sebagian besar

merupakan daerah dataran rendah, hal ini dikarenakan letak ibukota

kecamatan yang terdapat di daerah pesisir pantai, kecuali untuk kecamatan

Momunu, Tiloan dan Bukal yang terletak jauh dari pantai (Bappeda &

Badan Pusat Statistik, 2017).

2. Karakteristik umum responden


Tabel 4.1 Distribusi frekuensi kategori umum responden yang menjadi
sampel pengukuran pada kegiatan Pemantauan Status Gizi
(PSG) Tahun 2017 di Kabupaten Buol, Provinsi Sulawesi
Tengah

Variabel n %
Umur
6-11 bulan 35 32,4
12-23 bulan 73 67,6
Jenis kelamin
Laki-laki 54 50
Perempuan 54 50
Sumber : Data sekunder, 2017

Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa sebagian besar baduta 6-23

bulan yang menjadi sampel pada kegiatan pemantauan status gizi (PSG)

tahun 2017 berada pada rentang umur 12-23 bulan dan jumlah jenis

kelamin antara laki-laki dan perempuan sama.


32

3. Deskripsi variabel utama penelitian


Tabel 4.2 Distribusi frekuensi pemberian ASI Eksklusif baduta 6-23
bulan yang menjadi sampel pengukuran pada kegiatan
Pemantauan Status Gizi (PSG) Tahun 2017 di Kabupaten
Buol, Provinsi Sulawesi Tengah

ASI Eksklusif N %
ASI Eksklusif 37 34,3
Tidak ASI Eksklusif 71 65,7
Total 108 100,0
Sumber : Data sekunder, 2017

Dari Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa dari 108 baduta 6-23 bulan

yang menjadi sampel pengukuran pada kegiatan pemantauan status gizi

(PSG) tahun 2017 terdapat 71 (65,7%) baduta yang tidak ASI Eksklusif

dan terdapat 37 (34,3%) baduta yang ASI Eksklusif.

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi stunting baduta 6-23 bulan yang menjadi
sampel pengukuran pada kegiatan Pemantauan Statis Gizi
(PSG) Tahun 2017 di Kabupaten Buol, Provinsi Sulawesi
Tengah

Status Gizi PB/U n %


Stunting 38 35,2
Tidak Stunting 70 64,8
Total 108 100,0
Sumber : Data sekunder, 2017

Dari Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa dari 108 baduta 6-23 bulan

yang menjadi sampel pengukuran pada kegiatan pemantauan status gizi

(PSG) tahun 2017 terdapat 38 (35,2%) baduta yang stunting dan terdapat

70 (64,8%) baduta yang tidak stunting.


33

4. Hubungan pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian stunting

Tabel 4.4 Tabel hubungan pemberia ASI Eksklusif dengan kejadian


stunting pada baduta 6-23 bulan yang menjadi sampel
pengukuran pada kegiatan Pemantauan Statis Gizi (PSG)
Tahun 2017 di Kabupaten Buol, Provinsi Sulawesi Tengah

Status Gizi PB/U Total P Value


ASI
Stunting Tidak Stunting Continuity
Eksklusif
n % n % n % Correctionb
Ya 15 40,5 22 59,5 37 100
Tidak 23 32,4 48 67,6 71 100 0,529
Total 38 35,2 70 64,8 108 100
Sumber : Data sekunder, 2017

Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa dari 37 baduta 6-23 bulan yang

menjadi sampel pengukuran pada kegiatan pemantauan status gizi (PSG)

tahun 2017 yang ASI Eksklusif terdapat 15 orang (40,5%) yang

mengalami stunting, sedangkan dari 71 baduta 6-23 bulan yang menjadi

sampel pengukuran pada kegiatan pemantauan status gizi (PSG) tahun

2017 yang tidak ASI Eksklusif terdapat 23 orang (32,4%) yang mengalami

stunting. Dan dari 37 baduta 6-23 bulan yang menjadi sampel pengukuran

pada kegiatan pemantauan status gizi (PSG) tahun 2017 yang ASI

Eksklusif terdapat 22 orang (59,5%) yang tidak mengalami stunting,

sedangkan dari 71 baduta 6-23 bulan yang menjadi sampel pengukuran

pada kegiatan pemantauan status gizi (PSG) tahun 2017 yang tidak ASI

Eksklusif terdapat 48 orang (67,6%) yang tidak mengalami stunting. Ini

berarti bahwa prevalensi stunting yang tinggi ada pada baduta yang tidak

ASI Eksklusif.
34

Hasil uji statistik dengan menggunakan chi square (Continuity

Correctionb) diperolah nilai p value 0,529 (>0,05) yang berarti tidak ada

hubungan yang bermakna antara pemberian ASI Eksklusif dengan

kejadian stunting.

B. Pembahasan

Penelitian di lakukan di Kabupaten Buol Sulawesi Tengah pada tahun

2019 pada baduta usia 6-23 bulan yang menjadi sampel pada Kegiatan

Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2017 dengan jumlah sampel 108 orang.

Sebagian besar sampel dalam penelitian ini berada pada rentang usia 12-23

bulan dan 50% berjenis kelamin laki-laki juga 50% berjenis kelamin

perempuan.

Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan pemberia ASI

Eksklusif dengan kejadian stunting pada baduta usia 6-23 bulan. ASI

Eksklusif memiliki pengaruh terhadap terjadinya stunting sehingga sangat

penting untuk mengetahui faktor penyebabnya. Masalah gizi yang banyak

dialami oleh anak baduta yaitu stunting.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa jumlah baduta yang ASI

Eksklusif adalah 37 orang dan tidak ASI Eksklusif adalah 71 orang dari 108

sampel, sedangkan jumlah baduta yang tidak stunting adalah 70 orang dan

stunting adalah 38 orang. Berdasarkan hasil uji statistik Hubungan pemberian

ASI Eksklusif dengan kejadian stunting dengan menggunakan chi square

(Continuity Correctionb ) di peroleh nilai p value 0.529 (> 0,05) hal ini berarti
35

tidak ada hubungan yang bermakna antara pemberian ASI Eksklusif dengan

kejadian stunting.

Stunting merupakan kasus yang masih menjadi masalah, berdasarkan

data yang diperoleh menunjukan bahwa dari 108 baduta 6-23 bulan yang

menjadi sampel pengukuran pada kegiatan Pemantauan Statis Gizi (PSG)

Tahun 2017 di Kabupaten Buol, Provinsi Sulawesi Tengah yang diberi ASI

Eksklusif dan yang tidak diberi ASI Eksklusif ada 38 orang (35,2%) yang

mengalami stunting. Ini menunjukan bahwa stunting masih menjadi masalah

dalam kesehatan masyarakat.

Hasil penelitian menunjukan dari 38 orang yang mengalami stunting

terdapat 15 orang yang diberi ASI Eksklusif dan 23 orang yang tidak diberi

ASI Eksklusif. hal ini menunjukan bahwa jumlah baduta stunting yang tinggi

terdapat pada balita yang tidak diberi ASI Eksklusif.

Penelitian yang dilakukan oleh (Pangkong, Rattu, & Malonda, 2013)

dengan desain cross sectional, melaporkan hasil yang sama yaitu diperoleh

bahwa tidak ada hubungan antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian

stunting. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh (Sofian, 2016)

dengan desain cross sectional, yang melaporkan hasil bahwa tidak ada

hubungan antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian stunting.

Meskipun hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada hubungan

yang bermakna antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian stunting

tetapi dapat dilihat perbedaan jumlah baduta yang medapat ASI Eksklusif
36

lebih tinggi pada baduta yang tidak mengalami stunting dibanding dengan

baduta yang mengalami stunting.

Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan yang

bermakna antara pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian stunting karena

banyak faktor yang bisa menyebabkan stunting yang dalam penelitian ini

faktor-faktor tersebut tidak diteliti antara lain berat badan lahir, panjang

badan lahir dan usia kehamilan. Berdasrkan penelitian (Francisco, Ferrer, &

Serra, 2017) yang dilakukan di wilayah Tengah Mozambik menuliskan

bahwa berat lahir, status pendidikan ibu, pekerjaan ibu, tinggal di daerah

pedesaan, ukuran keluarga, jumlah anak di bawah lima tahun dalam rumah

tangga, memasak dengan arang, menghuni perumahan kayu atau jerami tanpa

perumahan tanpa lantai yang layak, keseluruhan durasi menyusui serta durasi

pemberian ASI eksklusif, dan waktu inisiasi pemberian makanan pelengkap

secara signifikan terkait dengan stunting.

Berdasarkan Kemenkes tahun 2013 dalam (Pangkong, Rattu, &

Malonda, 2013) Berat badan lahir anak balita dikelompokkan menjadi tiga,

yaitu : < 2500 gram, 2500-3999 gram dan ≥ 4000 gram. Bayi dengan berat

lahir rendah adalah akibat dari ibu hamil penderita kekurangan energi kronis

(KEK). BBLR berkaitan dengan tingginya angka kematian bayi dan balita,

yang akan berdampak terhadap kualitas generasi mendatang yaitu

memperlambat pertumbuhan dan perkembangan, serta berpengaruh pada

penurunan kecerdasan (IQ).


37

Hasil penelitian (Meilyasari & Isnawati, 2014) menuliskan bahwa

panjang badan lahir dan usia kehamilan merupakan faktor yang berhubungan

dengan stunting. anak dengan panjang badan lahir kurang dari 48 cm

memiliki risiko untuk mengalami stunting pada usia 6-12 bulan sebesar 2,4

kali lebih besar dibanding anak yang lahir dengan panjang badan lahir normal.

Namun, anak tersebut dapat mencapai tinggi badan yang normal pada usia 3-

4 tahun apabila asupan gizinya tercukupi. Bayi yang lahir dengan panjang

badan lahir pendek menunjukkan asupan gizi ibu yang kurang selama masa

kehamilan, sehingga pertumbuhan janin di dalam kandungan tidak optimal.

Asupan gizi yang baik penting untuk menunjang pertumbuhan anak yang

lahir dengan panjang badan lahir pendek agar mendapatkan panjang badan

yang normal seiring bertambahnya usia. Pertumbuhan pada bayi prematur

mengalami keterlambatan salah satunya dikarenakan usia kehamilan yang

singkat. Bayi yang lahir cukup bulan apabila asupan gizinya kurang juga akan

mengalami growth faltering (gagal tumbuh). Hal ini akan bertambah berat

jika ditambah dengan paparan penyakit infeksi. Sebaliknya, bayi prematur

yang mengalami growth faltering jika diberikan dukungan asupan gizi yang

adekuat maka pola pertumbuhan normal dapat terkejar (catch up).


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan dapat

disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara

pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian stunting pada baduta usia 6-23

bulan di Kabupaten Buol Sulawasi Tengah.

B. Saran

Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan, saran-saran

yang dapat diberikan sebagai berikut :

1. Bagi Pengambil Kebijakan di Kabupaten Buol

Diharapkan dapat memberi kebijakan mengenai kesehatan melalui

Dinas Kesehatan di Kabupaten Buol, agar lebih memperhatikan masalah

kesehatan yang ada dimasyarakat khususnya masalah gizi, yaitu dalam

memberi program yang akan dapat meminimalisir kejadian stunting di

Kabupaten Buol.

2. Bagi Instansi Poltekkes Palu

Diharapkan agar penelitian ini dapat menjadi sarana bacaan di

perpustakaan guna mengembangkan minat dalam melakukan penelitian

dan menemukan hal-hal baru.

38
39

3. Bagi Peneliti

Bagi peneliti selanjutnya agar menggunakan pendekatan case

control agar dapat di ketahui faktor resiko lainnya yang dapat

menyebabkan stunting.
DAFTAR PUSTAKA

Adriani, M. & Wirjadmadi, B. 2013. Peran Gizi Dalam Siklus Kehidupan. Kencana
Prenada Media Group. Jakarta

Ahmad. 2010. ASI Eksklusif, Anemia Dan Stunting Pada Anak Baduta (6-24 bulan)
Di Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Gizi Poltekkes
Kemenkes Aceh.

Bahiyatum. 2013. Asuhan Kebidanan Nifas. EGC.. Jakarta

Bappeda Kabupaten Buol. & Badan Pusat Statistik. 2017. Profil Kabupaten Buol.
Retrieved from http://buolkab.go.id/?s=profil+kabupaten+buol&submit=

Direktorat Gizi Masyarakat Kemenkes RI. 2017. Pemantauan Status Gizi. Dinas
Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah.

Francisco, J., Ferrer, L. and Serra, M. 2017. Factors Associated With Stunting
Among Children Aged 0 To 59 Month From The Central Region Of
Mozambique. Nutrients, pp.1-16. doi: 10.3390/nu9050491.

Giri, M. K. W., Muliawarta, I. W. and Wahyuni, N. D. S. 2013. Hubungan


Pemberian ASI Eksklusif dengan Statis Gizi Balita 6-24 Bulan di
Kampung Kajanan Buleleng. Jurnal Sains dan Teknologi, 2(1), pp. 184–
192. doi: 10.23887/jst-undiksha.v1i1.1423.

Hanim, D. dkk. 2017. Risiko Inisiasi Menyusui Dini dan Praktek Asi Eksklusif
terhadap Kejadian Stunting pada Anak 6-24 Bulan. Universitas Sebelas
maret. doi: 10.22435/pgm.v39i1.5965.9-14.

Hayati, A. W. dkk. 2012. Determinan Stunting Anak Bnuta: Analisis Data


Riskesdas 2010, in Yudiarti, M. and Endang Soekatri (eds) Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi X. Jakarta: LIPI, pp. 637–654.

Kasahun, A. W. dkk. 2017. Predictors of exclusive breastfeeding duration among


6-12 month aged children in gurage zone, South Ethiopia: A survival
analysis’, International Breastfeeding Journal. International
Breastfeeding Journal, 12(1), pp. 1–10. doi: 10.1186/s13006-017-0107-z.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. 2017.


Buku Saku Desa dalam Penanganan Stunting. Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Pusat Data Dan Informasi.
Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Cegah stunting dengan
perbaikan pola makan, pola asuh dan sanitasi. Jakarta. Available at:
www.depkes.go.id.

Lestari, W., Margawati, A. and Rahfiludin, M. Z. 2014. Faktor risiko stunting pada
anak umur 6-24 bulan di Kecamatan Penanggalan Kota Subulussalam
Provinsi Aceh. Jurnal gizi indonesia, 3(1), pp. 37–45.

Marimbi, H. 2010. Tumbuh Kembang, Status Gizi, Dan Imunisasi Dasar Pada
Balita. Nuha Medika. Yogyakarta

Meilyasari, F., & Isnawati, M. 2014. Faktor Risiko Kejadian Stunting pada Balita
Usia 12 Bulan di Desa Purwokerto Kecamatan Patebon, Kabupaten
Kendal. Journal of Nutrition College, 3, 16–25. Retrieved from
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jnc

Pangkong, M., Rattu, A. J. M., & Malonda, N. S. H. 2013. Hubungan Antara


Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 13-
36 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Sonder. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sam Ratulangi.

Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. 2016. Situasi Balita Pendek. Info Datin.
Available at: https://doi.org/ISSN 2442-7659.

Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. 2018. Situasi Balita Pendek (Stunting) Di
Indonesia. Jakarta : Kementrian Kesehatan RI.

Rahmadi, A. 2016. Hubungan berat badan dan panjang badan lahir dengan kejadian
stunting anak 12-59 bulan di Provinsi Lampung. Jurnal keperawatan,
XII(2), pp. 209–218.

Ramli dkk. 2009. Prevalence and risk factors for stunting and severe stunting
among under fives in north maluku province of Indonesia. BMC Pediatric.

BPDPK, Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta

BPDPK, Kemenkes RI. 2018. Laporan Nasional Riskesdas 2018. Jakarta

Roesli. 2009. Mengenal ASI Eksklusif. Trubus Agriwidya. Jakarta

Stewart, C. P. dkk. 2013. Original Article Contextualising complementary feeding


in a broader framework for stunting prevention’, 9, pp. 27–45. doi:
10.1111/mcn.12088.

Sumantri, A. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. 1st edn. Edited by M. A.


Murodi and F. Ekayanti. Kencana Prenada Media Group. Jakarta
Susanty, M. dkk. 2012. Hubungan pola pemberian ASI dan MP-ASI dengan gizi
buruk pada anak 6-24 bulan di Kelurahan Pannampu Makassar. Media Gizi
Masyarakat Indonesia.

Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. 2017. 1000


Kabupaten/Kota Prioritas Untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting). Tim
Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Jakarta.

Widyatun, D. 2012. Pengertian ASI Eksklusif dan Manfaat ASI. Jurnal Bidan Diah.

Wiji, R. N. 2013. ASI dan Panduan Ibu Menyusui. Nuha Medika. Yogyakarta
26
Lampiran 2

ANALISIS DATA

jenis kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid laki-laki 54 50.0 50.0 50.0

perempuan 54 50.0 50.0 100.0

Total 108 100.0 100.0

kelompok usia

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 6-11 bulan 32.4 32.4 32.4

12-23 bulan 73 67.6 67.6 100.0

Total 108 100.0 100.0

asi eksklusif

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Val asi eksklusif 37 34.3 34.3 34.3


id
tidak asi eksklusif 71 65.7 65.7 100.0

Total 108 100.0 100.0


status gizi pb/u

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Stunting 38 35.2 35.2 35.2

tidak stunting 70 64.8 64.8 100.0

Total 108 100.0 100.0

asi eksklusif * status gizi pb/u Crosstabulation

status gizi pb/u

stunting tidak stunting Total

asi asi eksklusif Count 15 22 37


eksklusif
Expected Count 13.0 24.0 37.0

% within asi eksklusif 40.5% 59.5% 100.0%

tidak asi eksklusif Count 23 48 71

Expected Count 25.0 46.0 71.0

% within asi eksklusif 32.4% 67.6% 100.0%

Total Count 38 70 108

Expected Count 38.0 70.0 108.0

% within asi eksklusif 35.2% 64.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-


Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square .708a 1 .400

Continuity Correctionb .396 1 .529

Likelihood Ratio .701 1 .402

Fisher's Exact Test .406 .264

N of Valid Casesb 108

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.02.

b. Computed only for a 2x2 table


Lampiran 8

RIWAYAT HIDUP

A. IDENTITAS DIRI

1. Nama : Meyling Indah Lestari Soekirno

2. NIM : P07131016015

3. Tempat Tanggal Lahir : Kotamobagu, 27 Oktober 1998

4. Jenis Kelamin : Perempuan

5. Agama : Kristen Protestan

6. Alamat : Matako, kec. Tojo Barat

B. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. Tamat TK GKST Matako Tahun 2004

2. Tamat SD GKST Matako Tahun 2010

3. Tamat SMP Negeri Satu Atap Matako Tahun 2013

4. Tamat SMA Negeri 2 Poso Tahun 2016

5. Terdaftar sebagai Mahasiswa Politeknik Kesehatan Kemenkes Palu

Jurusan Gizi Tahun 2016


Lampiran 9

Peta Wilayah Kabupaten Buol


Provinsi Sulawesi Tengah

Anda mungkin juga menyukai