Lilis Puspitasari
C 15008
2019
SKRIPSI
Lilis Puspitasari
C 15008
Skripsi ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
2019
i
MOTTO
Selama kita punya niat ataupun rencana yang baik insya Allah rezeki akan selalu
(Mahatma Gandhi)
Jadilah secerdas yang kau bisa, tapi ingat menjadi bijak dan tawadhu itu lebih baik
Indonesia masuk lima besar Negara dengan kasus stunting dimana posisi Indonesia menjadi
urutan keempat sebesar 8,8 juta(36%).Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan
sanitasi lingkungan dengan kejadian stunting pada baduta di Desa Bonde Utara.Penelitian ini
menggunakan pendekatan cross sectional, populasi dalam penelitian ini Ibu baduta yang ada
di Desa Bonde Utara dengan jumlah 49 sampel menggunakan cluster random sampling.Hasil
uji statistik chi square didapat analisis univariat dan bivariat menunjukkan untuk kondisi
rumah dengan kejadian stunting diperoleh nilai P= 0,456 dengan taraf signifikan α= 0,05
yang berarti P ≥ α, atau H0 diterima ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
kondisi rumah dengan kejadian stunting di Desa Bonde Utara sementara untuk penggunaan
jamban dan ketersediaan air bersih dirumah dengan kejadian stunting diperoleh nilai P= 0,00
dengan taraf signifikan α= 0,05 yang berarti P < α atau H0 ditolak menunjukkan bahwa ada
hubungan antara penggunaan jamban dan ketersediaan air bersih dengan kejadian stunting di
Desa Bonde Utara. Simpulan terdapat korelasi yang berarti berdasarkan dari hasil penelitian
menggunakan uji statistik chi square diperoleh nila p>0,05 untuk penggunaan jamban dan
ketersediaan air bersih menyatakan bahwa ada hubungan antara sanitasi lingkungan dengan
kejadian stunting di Desa Bonde Utara Kecamatan Pamboang Kab. Majene tahun 2019.
Saran masih diperlukan penelitian lebih lanjut terkait stunting dengan variabel lain yang
diluar dari yang diteliti oleh peneliti.
Kata Kunci : Stunting, Kondisi Rumah, Penggunaan Jamban dan Ketersediaan Air.
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
NIM : C15008
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi ini yang saya tulis benar-benar
merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran saya
sendiri.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan,
Lilis Puspitasari
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita
banyak nikmat di dunia ini, termasuk nikmat kesehatan dan kesempatan yang telah
“Hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian stunting pada baduta di Desa Bonde
Uatara tahun 2019”. Salam dan shalawat tak lupa pula kita kirimkan kepada
keterbatasan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis harapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun penulis hasil penelitian ini juga dapat
terselesaikan berkat kerja sama, bantuan moril maupun materil, motivasi dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih
terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua Bapak Joko Junarno dan
Ibu Mujirah serta saudara/saudari kandungku Bambang Panji Adi Mukti, Lestari
Putri Trisnani dan Guspar Putra Arif Pambagia atas dukungan dan bantuannya
baik moril maupun materil kepada penulis selama ini. Juga kepada orang tua serta
mentor terbaik Bapak Lettu Ckm Muhammad Arifin, SKM., yang selalu
Dan segenap keluarga besar yang selama ini telah memberikan dukungan baik
secara moril maupun materil dari kecil hingga dapat menyelesaikan perkuliahan.
vi
Terlepas dari itu, penulis juga memiliki keterbatasan serta kekurangan dalam
menulis hasil penelitian ini. Untuk itu, penulis juga mengucapkan banyak terima
kasih kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmatnya sehingga penulis dapat
4. Bapak Zulkifli, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku Ketua Stikes Bina Bangsa Majene
5. Bapak Ahmad Rifai, SKM., M.Kes selaku Ketua Program Studi S1 Kesehatan
Masyarakat.
6. Ibu Asmuni., S.KM., M.Kes. dan Ibu Sitti Nur Aliah ST, M.Sc selaku
7. Bapak Junaedi S.Pd, M.Pd selaku Penguji I, dan ibu Wardawati, SKM., M.Kes
selaku penguji II serta yang terakhir dr.Hj Yupi Handayani M.kes, selaku Penguji
III yang memberikan saran dan kritik demi kesempurnaan penulisan Skripsi ini.
8. Para dosen pengajar dan staff pegawai baik administrasi maupun perpustakaan
vii
10. Kepala Desa Bonde Utara beserta jajarannya yang telah menerima dan
melakukan penelitian.
11. Terima kasih khusus penulis sampaikan kepada Bapak Ashar S.pd, M.kes dan
kakak Alumni STIKes Ahmad Ihsan Ilham HR. yang memberikan masukan-
13. Terkhusus buat para Kader Posyandu Desa Bonde Utara yang tidak pernah letih
14. Tidak terlupakan kepada semua pihak yang tidak sempat penulis sampaikan yang
LILIS PUSPITASARI
viii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK .............................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1
ix
BAB III KERANGKA KONSEP..... ......................................................... 31
A. Simpulan ...................................................................................... 59
B. Saran ........................................................................................... 59
LAMPIRAN ............................................................................................
x
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Bersih
xii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
xiii
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan Arti
SD Standar Deviasi
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
maksimal 20% atau seperlima dari jumlah keseluruhan balita. Indonesia tercatat
7,8 juta dari 23 juta balita adalah penderita stunting atau sekitar 35,6%.
Sebanyak 18,5% kategori sangat pendek dan 17,1% dalam kategori pendek. Ini
Negara kita masuk lima besar negara dengan angka kasus stunting. Posisi
pertama India dengan kasus stunting mencapai 48,2 juta (39%), di urutan kedua
Pakistan 10 juta (45%), di urutan ketiga ada Nigeria dengan jumlah 10,0 juta
(33%), disusul Indonesia menjadi urutan keempat sebesar 8,8 juta (36%), dan
setelah itu di urutan kelima ada Cina dengan 7,4 juta (9%), dari hasil data
kesehatan dan gizi masyarakat, pada proporsi status gizi balita dengan gizi
sangat pendek dan pendek dari tahun 2013 hingga 2018 di Indonesia mengalami
peningkatan yaitu data untuk proporsi status gizi balita pendek ditahun 2013
sebesar 19,2% untuk kategori pendek, naik satu persen menjadi 19,3%
1
2
sedangkan untuk proporsi status gizi balita sangat pendek itu sedikit mengalami
penurunan yaitu 18,0% ditahun 2013 dan 11,5% ditahun 2018. Dengan
perbandingan nilai 37,2% (2013) dan 30,8% (2018) jauh dari harapan target
urutan kedua setelah Nusa Tenggara Timur (40,3%), kemudian urutan ketiga
disusul urutan kelima Kalimantan Barat (36,5%) didata tahun 2017 (Riskesdas,
2017).
perubahan yang signifikan dan ini menunjukkan bahwa masalah stunting perlu
30,8 % atau sekitar 7 juta balita menderita stunting masalah gizi lain terkait
anemia pada ibu hamil (48,9 %), Berat Bayi Lahir Rendah atau BBLR (6,2 %),
balita kurus atau wasting (10,2 %) dan anemia pada balita (Bappenas,2018).
Data baru di bulan Desember 2018-Januari 2019 ada enam tempat yang
menjadi daerah Desa stunting berdasarkan tinggi badan menurut umur (TB/U) di
kategori sangat pendek dan 62 anak pendek, urutan kedua Desa Banua Adolang
sebanyak 18 anak kategori sangat pendek dan 29 anak pendek, urutan ketiga
Desa Betteng sebanyak 12 anak kategori sangat pendek dan 28 anak pendek,
urutan keempat Desa Adolang Dua dengan kategori sangat pendek 11 anak dan
3
pendek 11 anak, diurutan kelima Desa Pesuolang kategori sangat pendek 2 anak
dan pendek 12 anak, dan urutan terakhir ditempati Desa Lalampanua kategori
sangat pendek 7 anak dan pendek 6 anak. (Data Puskesmas Pamboang, 2018)
Hasil penelitian Maya Adiyanti (2010) dengan judul Pola Asuh, sanitasi
oleh umur baduta anak yang berasal dari keluarga dengan sumber air yang tidak
terlindungi dan jenis jamban yang tidak layak mempunyai resiko untuk menderita
stunting 1,3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga
dengan sumber air terlindung dan jenis jamban yang layak (Adiyanti, 2010).
Hasil penelitian Tjetjep Syarif Hidayat dan Noviati Fuada (2011) dengan
Indonesia 43,3 persen sampel anak balita berusia 37-59 bulan. Tujuh puluh tiga
persen orang tua balita berusia 26-45 tahun. Orang tua berpendidikan di bawah
mengalami gizi kurang, 36,8 persen pendek (stunting) dan 14,1% kurus. Ada
hubungan yang signifikan antara sanitasi lingkungan yang sehat dengan status
gizi anak balita dengan berat badan menurut umur. Hasil kesimpulan: Status gizi
anak balita paling umum yang berhubungan dengan sanitasi lingkungan dan
morbiditas adalah indikator status gizi berdasarkan berat badan menurut umur
B. Rumusan Masalah
1. Apakah ada hubungan kondisi rumah dengan kejadian stunting pada baduta di
3. Apakah ada hubungan ketersediaan air dengan kejadian stunting pada baduta di
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Tahun 2019.
2. Tujuan khusus
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Dinas Kesehatan dan
kejadian stunting.
2. Manfaat Ilmiah
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan bahan bacaan
pada baduta.
1. Definisi Stunting
Stunting atau pendek merupakan kondisi gagal tumbuh kembang pada bayi
(0-11 bulan) dan anak balita (12-59 bulan) akibat dari kekurangan gizi kronis
terutama dalam 1.000 hari pertama kehidupan sehingga anak terlalu pendek dari
usia sebenarnya. Hal ini terjadi yaitu sejak bayi dalam kandungan hingga pada
masa awal dan setelah bayi lahir, tetapi kondisi stunting baru nampak setelah
Balita dikatakan pendek jika nilai z-score-nya panjang badan menurut umur
(PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U) kurang dari -2SD/standar deviasi
(stunted) dan kurang dari -3SD (severely stunted). Balita stunted akan memiliki
tingkat kecerdasan yang kurang optimal, menjadi lebih rentan terhadap penyakit,
kecerdasan otak. Pada akhirnya secara luas, stunting akan dapat menghambat
(Ramayulis,dkk 2018).
Stunting adalah status gizi yang ditentukan berdasarkan indeks tinggi badan
menurut umur (TB/U) dengan ambang batas <-2 standar deviasi (SD) pada baku
rujukan WHO 2005 (Kemenkes, 2011). Stunting dapat juga didefinisikan sebagai
yang kurang memadai atau kesehatan buruk pada masa kehamilan awal ibu.
6
7
Biasanya stunting merupakan suatu indikator yang baik dari kekurangan gizi
Seribu Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK) adalah masa selama 270 hari
(sembilan bulan) didalam kandungan ditambah 730 hari (dua tahun) kehidupan
awal seorang anak. Mengapa 1000 HPK disebut juga dengan Golden Period
kualitas kehidupan dikemudian hari. Seribu Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK)
ditahap inilah terjadi pembentukan organ tubuh vital seperti jantung, otak, dan
ginjal. Perkembangan organ vital yang penting akan terjadi di trisemester awal
sampai akhir kehamilan, berlanjut hingga anak berusia sekitar dua tahun. Hal
yang perlu diwaspadai selama 1000 HPK adalah periode ketika kebutuhan nutrisi
mental. Pada periode ini ibu dan anak sangat beresiko terkena malnutrisi dan
Nutrisi pada 1000 HPK penting karena masa depan anak (bahkan bangsa ini)
ditentukan oleh kualitas nutrisi pada 1000 HPK. Dimasa ini tubuh anak (termasuk
otak) berkembang sangat cepat dan dengan nutrisi yang baik dan tepat akan
menjadi pondasi yang sangat penting. Kegunaan nutrisi di 1000 HPK memiliki
kanker.
Jika nutrisi di 1000 HPK tidak cukup bisa memiliki efek jangka panjang
yang sulit diperbaiki setelah anak berusia dua tahun. Perkembangan otak manusia
terjadi hanya sampai usia dua tahun. Itulah mengapa hal Ini sangat menentukan
kualitas hidup anak seumur hidupnya, dampak malnutrisi di 1000 HPK bersifat
2. Penyebab stunting
mengenai kesehatan dan gizi pra masa kehamilan serta pasca ibu melahirkan.
perlu dilakukan pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) dari anak. Peluang
9
intervensi kunci yang terbukti efektif diantaranya adalah intervensi yang terkait
praktik-praktik pemberian makanan pada anak dan pemenuhan gizi ibu baduta
(Ramayulis,dkk 2018).
Beberapa fakta dan informasi yang ada menunjukkan bahwa hanya 22,8%
dari anak usia 0-6 bulan yang menyusui secara eksklusif dan hanya 36,6% anak
usia 7-23 bulan yang menerima makanan pendamping ASI (MPASI) yang sesuai
bulan. Selain berfungsi untuk mengenalkan jenis makanan baru pada bayi,
MPASI juga berfungsi untuk dapat mencukupi kebutuhan gizi bayi yang tidak
dapat lagi disokong oleh ASI serta membentuk daya tahan tubuh dan
karena itu masyarakat dan petugas kesehatan perlu memahami pentingnya ASI
eksklusif dan praktik-praktik pemberian makan bayi dan anak yang tepat serta
penyebab langsung dan penyebab tak langsung yaitu: konsumsi makanan, dan
status infeksi (penyebab langsung) dan ketersediaan serta pola konsumsi rumah
(penyebab tak langsung). Penyebab atau akar masalahnya yaitu daya beli, akses
pangan, akses informasi, akses pelayanan, kemiskinan, ketahanan pangan dan gizi
10
(UNICEF,1990).
Bank Dunia 2017 dan susenas diberbagai tahun dalam Penanganan Stunting
tentang gizi sebelum pada masa kehamilan, 60% dari anak 0-6 bulan tidak
MPASI.
ante natal care, Post Nata dan pembelajaran dini yang berkualitas. 1 dari 3
anak usia 3-6 tahun tidak terdaftar di PAUD, 2 dari 3 ibu hamil belum
kehadiran anak di posyandu (dari 79% ditahun 2007 menjadi 64% ditahun
2013).
c. Kurangnya akses makan yang bergizi, 1 dari 3 ibu hamil anemia, pada
d. Kurangnya akses air bersih dan sanitasi, 1 dari 5 rumah tangga masih BAB
diruang terbuka atau tempat umum lainnya, 1 dari 3 rumah tangga belum
3. Pencegahan stunting
a. Intervensi Spesifik
11
spesifik untuk mengatasi permasalahan gizi pada ibu hamil, ibu menyusui 0-
6 bulan, ibu menyusui 7-23 bulan anak usia 0-6 bulan, dan anak usia 7-23
bulan. Permasalahan gizi ini bisa diatasi ketika mereka memahami masalah
(Ramayulis,dkk 2018).
dalam kejadian stunting yaitu status gizi yang meliputi asupan pangan/gizi
seperti bagaimana asupan nutrisi dari ibu saat 1000 HPK. Kesehatan ibu dan
bayi dalam masa kehamilan untuk kesehatan ibu dan bayi serta pemberian
tablet tambah darah agar ibu tidak mengalami anemia atau penyakit yang
secara umum, kegiatan yang dapat diberikan antara lain: PMT ibu hamil dan
kelompok 1000 HPK (Ibu hamil, ibu menyusui, dan anak 0-23 bulan) (Tim
b. Intervensi Sensitif
Dalam hal ini swasembada pangan, pengetahuan atau cara pola asuh ibu pada
terpenuhnya kebutuhan air bersih untuk masak, mandi, dan kakus (Tim
posyandu, Polindes dan pustu ikut berperan aktif dalam hal ini. Intervensi
sensitif yang dapat diberikan ialah menjaga ketahanan pangan agar stabil,
kurang mampu, pengelolaan air bersih dan sanitasi, gender dan pembangunan,
Penanganan Kemiskinan,2018).
Upaya –upaya lain yang dapat dilakukan dalam mencegah dan mengurangi
kesetaraan gender, sasarannya masyarakat umum, tidak harus untuk 1000 HPK
(World Bank 2011, di adaptasi dari UNICEF 1990 & Ruel 2008 dalam (Tim
sampah agar tidak dibuang sembarangan (Depkes RI, 2004). Menurut World
lingkungan kerja.
Cabang ilmu sanitasi lingkungan sendiri ialah bagian dari ilmu kesehatan
masyarakat yang meliputi upaya individu atau masyarakat untuk mengontrol dan
mengendalikan lingkungan hidup sekitar dari agent penyakit berbahaya baik bagi
manusia (Sumantri,2010).
(tinja), penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor (air
Sanitasi lingkungan juga merupakan faktor yang menentukan status gizi anak.
Sanitasi lingkungan yang buruk juga dapat memicu terjadinya penyakit infeksi
yang akhirnya akan mempengaruhi status gizi anak. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Triska (2005) yang menyatakan bahwa akibat
berlangsung dalam tubuh manusia pada saat tertentu yang juga mampu
menyesuaikan diri dengan perubahan keadaan yang terjadi diluar tubuh untuk
hidup atau mati, ruang energi, keadaan sosial, ekonomi, maupun budaya
dipermukaan bumi.
lingkungan fisik bersifat abiotik atau benda air seperti air, udara, tanah,
cuaca, makanan, rumah, panas, sinar, radiasi, dan lain-lain. Lingkungan fisik
berinteraksi secara konstan dengan manusia sepanjang waktu dan masa serta
serangga, dan lain-lain yang dapat berperan sebagai agen penyakit, reservoir,
media seperti radio, TV, pers, seni, literatur, cerita, lagu, dan sebagainya. Bila
1. Ventilasi
16
penghuninya.
2. Pencahayaan.
tidak terhalang oleh benda lain. Cahaya matahari inipun berguna untuk
3. Lantai
Pada rumah yang berlantai tanah kelembapan lainnya akan lebih tinggi
bersih, kering, dan kuat. Dinding selain untuk penyangga, juga untuk
melindungi dari panas, hujan, dan sebaiknya untuk dinding rumah dibuat
4. Kepadatan penghuni
17
kesehatan.
6. Pembuangan Kotoran
penting dan harus selalu bersih, mudah dibersihkan, cukup cahaya, cukup
ventilasi, harus rapat sehingga terjamin rasa aman bagi pemakaianya, dan
Pembungan air limbah atau sampah, air limbah merupakan hasil dari
termasuk pula air kotor permukaan tanah. Pembuangan air limbah yang
tempat tinggal di hutan dan dibawah pohon. Sampai pada abad modern seperti
2. Infeksi pada kulit contoh: skabies, ring worm, impetigo dan lepra.
3. Infeksi akibat infestasi Tikus contoh: pes, dan leptosirosis contoh lainnya:
gegar otak.
peptikum.
1. Harus dapat melindungi dari cuaca ekstrim seperti hujan, panas, dingin
memenuhi syarat, dan tersedianya ruang yang optimal untuk bermain anak.
Suhu ruangan dalam rumah yang ideal yaitu berkisar 18-20 ºC dan suhu
maupun malam hari, insentitas cahaya pada suatu ruangan pada jarak 85 cm
di atas lantai maka insentitas penerangan minimal tidak boleh kurang dari 5
dan pengeluaran udara kotor secara alamiah atau mekanis harus cukup.
hawa ±1/10 dari luas lantai ruangan, tinggi minimal 1,95 m dari permukaan
lantai. Lubang hawa yang berlokasi dibawah langit-langit ±35 % luas lantai
berdasarkan Dir. Higiene dan Sanitasi Depkes RI, 1993 maka kepadatan
tinggi (lebih 2 orang per 8 m² dengan ketentuan anak <1 tahun tidak
pribadi bagi penghuni rumah. Adanya ruangan tersendiri bagi remaja dan
Agar terhindar dari kecelakaan maka konstruksi rumah harus kuat dan
intervensi dari serangga dan hama atau hewan lain yang dapat menularkan agent
penyakit.
1. Bahan bangunan
Jenis lantai dari ubin atau semen sangat baik namun tidak cocok untuk
kondisi ekonomi dipedesaan. Lantai kayu sering terdapat pada rumah orang
yang mampu di pedesaan, dan inipun mahal. Maka dari itu, untuk lantai rumah
daerah pedesaan cukup tanah biasa yang dipadatkan. Yang penting adalah lantai
tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak lembab pada musim hujan. Agar
memperoleh struktur lantai tanah yang padat (tidak berdebu) dapat ditempuh
dengan menyiram air kemudian dipadatkan dengan benda yang berat, dan
penyakit.
kurang cocok untuk daerah tropis khususnya di pedesaan, lebih baik dinding
atau papan. Sebab meskipun jendela tidak cukup maka lubang pada dinding atau
Atap genteng mungkin cocok untuk daerah tropis, juga dapat terjangkau oleh
banyak masyarakat pedesaaan yang tidak mampu untuk itu, maka atap daun
22
rumbai atau dau kelapa pun dapat dipertahankan. Atap seng atau asbes tidak
cocok untuk rumah pedesaan, di samping mahal juga menimbulkan suhu panas
di dalam rumah.
e. Lain-lain (tiang,kaso,reng) kayu untuk tiang, bambu untuk kaso dan reng
yang baik. Untuk menghindari ini maka cara memotongnya harus menurut ruas-
ruas bambu tersebut, apabila tidak pada ruasnya, maka lubang pada ujung-ujung
2. Ventilasi
menjaga agar aliran udara dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti
dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan
penyerapan. Apabila lembab maka dapat menjadi media yang baik untuk
Fungsi kedua dari ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan dari
bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena dsitu selalu terjadi aliran udara
terus menerus. Fungsi lain ialah agar menjaga suhu ruangan rumah selalu tetap
dan terjadi secara alamiah melalui jendela, pintu, lubang angin, lubang-lubang
mengalirkan udara tesebut, misalnya kipas angin, dan mesin pengisap udara.
3. Cahaya
kurang nyaman pada penglihatan, juga merupakan media atau tempat yang baik
menjadi 2, yakni:
karena itu rumah yang sehat harus mempunyai pencahayaan yang cukup..
sampai 20% dari luas lantai yang terdapat didalam ruangan. Perlu diperhatikan
dalam membuat jendela diusahakan agar sinar matahari dapat langsung masuk
kedalam ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela tidak hanya
yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti lampu minyak
Luas lantai rumah sehat harus cukup untuk penghuninya, artinya luas lantai
tersebut harus sesuai dengan jumlah penghuni rumah . Luas bangunan yang
apabila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, maka akan mudah
adalah apabila dapat menyediakan 2,5 m²- 3 m² untuk setiap orang (tiap anggota
keluarga).
b. Pembuangan tinja
d. Pembuangan sampah
e. Fasilitas dapur
Untuk rumah di sekitar pedesaan lebih cocok adanya serambi ( serambi muka
atau belakang). Disamping fasilitas-fasilitas tersebut, ada fasilitas lain yang perlu
b. Kandang ternak, oleh karena ternak adalah bagian hidup para petani, maka
pembuangan kotoran manusia yang terdiri dari tempat jongkok, tempat duduk
dan air bersih untuk membersihkan kotoran (Proverawati dan Rahmawati, 2012).
Jamban yang sehat dan efektif yaitu untuk memutus mata rantai penularan
penyakit, jamban sehat harus dibangun, dimiliki dan digunakan oleh keluarga
dengan penempatan (di dalam atau di luar rumah) yang mudah dijangkau oleh
(Anonim,2014)
Setiap rumah hendaknya memiliki jamban sendiri yang merupakan salah satu
ialah suatu tampat atau bangunan yang biasa digunakan oleh anggota keluarga
tempat tertentu dan tidak menjadi penyebab atau penyebar penyakit serta tidak
dua macam yaitu jamban tanpa leher angsa dan jamban dengan leher angsa.
Jamban jenis ini mempunyai cara pembuangan kotoran: bila kotoran dibuang
dibuang ke empang, jamban ini disebut jamban empang. Bila kotoran dibuang
ke sungai jamban ini disebut jamban sungai. Bila kotoran dibuang ke laut, maka
Jamban ini mempunyai dua cara yaitu: tempat jongkok leher angsa berada
langsung diatas galian kotoran, tempat jongkok leher angsa yang tidak berada
1. Jauh dari sumber air minum sehingga tidak mencemari sumber air
minimal 10 meter )
penduduk bumi. Sekitar 1,1 miliar penduduk bumi tidak mendapatkan pasokan
air bersih, sedangkan lebih dari 35% penduduk bumi ( sekitar 2,4 miliar orang )
belum mendapatkan fasilitas sanitasi yang baik. Setiap tahunnya 2 juta orang
berumur dibawah lima tahun. Sebagian terbesar korban diare adalah penduduk
Diantara fungsi dan kegunaan air bagi individu adalah kebutuhan untuk
minum. Oleh karena itu, untuk keperluan minum air harus mempunyai
persyaratan khusus yang sesuai standarisasi. Agar air tersebut tidak menjadi
merupakan hal penting. Jarak letak sumber air dengan jamban dan tempat
pembuangan sampah ±10 meter. Sumber mata air harus dilindungi dari sumber
yang dapat mencemari air, sumur gali, sumur pompa, atau kran umum dan mata
air harus dijaga bangunannya agar tidak rusak seperti lantai sumur tidak boleh
sumur). Meski terlihat bersih, air belum tentu bebas kuman penyakit, kuman
penyakit dalam air mati pada suhu 100 derajat C (saat mendidih), (Proverawati
sumber yang bersih dan aman. Batasan-batasan sumber air yang bersih dan
tangga
29
kesejahteraan fisik dan psikis. Bila seseorang sakit biasanya yang harus
ini terjadi karena mengganggap masalah kebersihan diri ini adalah masalah
malaria, dan kaki gajah. Belakangan ini muncul penyakit baru yaitu virus
chikungunya yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Selain itu
secara mekanis oleh lalat rumah, dan yang rentan terkena penyakit ini ialah
anak-anak (Chandra,2007)
30
penyakit hidup dan berkembang biak dalam sampah kaleng ataupun ban
3. Terjadinya kecelakaan akibat benda tajam seperti besi, kaca, dan sebagainya.
premises).
KERANGKA KONSEP
1. Stunting
Hasil data dari Puskesmas Pamboang menurut Nama dan Alamat dari Ibu
Baduta yang akan dijadikan sampel penelitian, hasil pengukuran baduta diukur
dengan perhitungan (WHO 2005) dilihat dari tinggi badan menurut umur
(TB/U) dimana data balita yang diambil dari bulan Desember 2018 sampai
Januari 2019.
2. Sanitasi Lingkungan
(tinja), penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor (air
31
32
3. Kondisi Rumah
1. Ventilasi
udara.
2. Pencahayaan
kedalam melalui jendela. Celah-celah dan bagian rumah yang terkena sinar
matahari hendaknya tidak terhalang oleh benda lain. Cahaya matahari inipun
dari lampu, atau yang lain berguna untuk penerangan suatu ruangan
baksil TBC. Oleh karena itu rumah yang sehat harus mempunyai jalan
luasnya sekurang kurangnya 15% sampai 20% dari luas lantai yang
3. Lantai
2011). Hal ini sama halnya menurut Notoatmodjo,2007 lantai ubin atau
semen adalah baik namun tidak cocok untuk kondisi ekonomi pedesaan.
pedesaan, dan inipun mahal. Oleh karena itu, untuk lantai rumah pedesaan
cukuplah tanah biasa yang dipadatkan. Syarat yang penting di sini adalah
34
tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan.
Untuk memperoleh lantai tanah yang padat (tidak berdebu) dapat ditempuh
yang berat, dan dilakukan berkali-kali. Lantai yang basah dan berdebu
4. Dinding
Dinding rumah harus bersih, kering, dan kuat. Dinding selain untuk
penyangga, juga untuk melindungi dari panas, hujan, dan sebaiknya untuk
2011).
5. Kepadatan penghuni
pedesaan. Di samping atap genteng adalah cocok untuk daerah tropis, juga
untuk itu, maka atap daun rumbai/rumbia atau daun kelapa pun dapat
dipertahankan. Atap seng atau asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, di
b. Pembuangan tinja
d. Pembuangan sampah
e. Fasilitas dapur
b. Kandang ternak, oleh karena ternak adalah bagian hidup para petani,
8. Penggunaan Jamban
tertentu dan tidak menjadi penyebab atau penyebar penyakit dan mengotori
Jamban yang sehat efektif untuk memutus mata rantai penularan penyakit,
jamban sehat harus dibangun, dimiliki dan digunakan oleh keluarga dengan
penempatan (di dalam atau di luar rumah) yang mudah dijangkau oleh
36
(Anonim,2014)
1. Tidak mencemari sumber air minum ( jarak antara sumber air minum
2. Tidak berbau
kebutuhan untuk minum. Oleh karena itu, untuk keperluan minum air harus
bagi manusia. Menjaga kebersihan sumber air bersih merupakan hal yang
penting. Jarak letak sumber air dengan jamban dan tempat pembuangan sampah
paling sedikit 10 meter. Sumber mata air harus dilindungi dari pencemaran,
sumur gali, sumur pompa, atau kran umum dan mata air harus dijaga
bangunannya tidak rusak seperti lantai sumur tidak boleh retak, bibir sumur harus
seperti tidak ada bercak-bercak kotoran, tidak berlumut pada lantai/lantai dinding
sumur. Ember/gayung pengambil air harus tetap bersih dan diletakkan dilantai
(ember/gayung digantung ditiang sumur). Meski terlihat bersih, air belum tentu
bebas kuman penyakit, kuman penyakit dalam air mati pada suhu 100 derajat C
Sanitasi Lingkungan
- Kondisi Rumah
- Penggunaan Jamban
- Ketersediaan Air
bersih
Kejadian
Stunting pada
- Pembuangan Sampah Baduta
- Pembuangan Air
kotor/limbah
Keterangan :
- Rumah Hewan Ternak
- Hygene Personal
: Alur Peneliti
1. Kejadian stunting
a. Definisi Operasional
umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U) kurang dari -
b. Kriteria Objektif
2. Kondisi Rumah
a. Definisi Operasional
Dalam hal ini kondisi rumah dikatakan baik apabila memiliki lantai,
b. Kriteria Objektif
a. Definisi Operasional
luar dari jamban yang ada di rumah, kondisi jamban yang cukup layak
dan jarak septik tank yang ada di rumah tersebut cukup jauh dari sumber
40
b. Kriteria Objektif
a. Definisi Operasional
b. Kriteria Objektif
D. Hipotesis
Kab. Majene pada tanggal 28 Mei 2019 sampai bulan 10 Juni 2019.
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh baduta yang tercatat dalam
42
43
untuk menentukan sampel bila obyek yang akan diteliti atau sumber data
yang kurang dari 10.000 yang dikutip dari Wahab (2012) sebagai berikut:
keterangan:
N : besar populasi
n : besar sampel
d : tingkat kemaknaan digunakan 10% = 0,1
3. Sampel
Yang dimaksud sampel adalah sebagian baduta yang berumur 6-23 bulan
yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili
D. Instrumen Penelitian
memiliki baduta. Sedangkan data sekunder diperoleh dari bagian gizi kesehatan
masyarakat yaitu data status baduta stunting yang ada di Puskesmas Pamboang
Suyanto dan Salamah disitasi oleh Wahab (2013) adapun tahapan sebelum
1. Cleaning
2. Coding
3. Entering
Penyajian data dalam penelitian ini yaitu bentuk tabel, serta penjelasan dalam
bentuk narasi.
1. Analisis univariat
diteliti yaitu kondisi rumah, penggunaan jamban dan Ketersediaan air bersih.
2. Analisis bivariat
stunting dengan analisis data menggunakan uji Chi Square pada tingkat
A. Hasil Penelitian
masing dusun yang terdapat di Desa Bonde Utara. Adapun hasil penelitian yang
1. Analisis Univariat
sebagai berikut:
Tabel 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan
di Desa Bonde Utara
No Pendidikan n %
1 Tidak tamat SD 2 4,1
2 SD 28 57,1
3 SMP 11 22,4
4 SMA 8 16,3
Total 49 100
Sumber : Hasil Analisis 2019
46
47
Tabel 5.2
Distribusi Baduta Berdasarkan status gizi TB/U
di Desa Bonde Utara Kec.Pamboang
No Status Gizi n %
1 Positif Stunting 24 49
2 Normal 25 51
Total 49 100
Sumber : Hasil Analisis 2019
adalah 25 baduta yaitu 51% dan untuk yang positif stunting 24 baduta
yaitu 49%.
Tabel 5.3
Distribusi Baduta Berdasarkan Jenis Kelamin
di Desa Bonde Utara Kec.Pamboang
No Jenis Kelamin n %
1 Laki-laki 24 49
2 Perempuan 25 51
Total 49 100
Sumber : Hasil Analisis 2019
Tabel 5.4
Distribusi Baduta Berdasarkan Kondisi Rumah
di Desa Bonde Utara Kec. Pamboang
Kondisi
No n %
Rumah
1 Cukup 12 24,5
2 Kurang 37 75,5
Total 49 100
Sumber : Hasil Analisis 2019
responden.
Tabel 5.5
dari 49 responden.
49
Tabel 5.6
Distribusi Baduta Berdasarkan Ketersediaan air bersih
di Desa Bonde Utara Kec. Pamboang
No Ketersediaan Air Bersih n %
1 Cukup 31 63,3
2 Kurang 18 36,7
Total 49 100
Sumber : Hasil Analisis 2019
49 responden.
2. Analisis Bivariat
Tabel 5.7
Hubungan Kondisi Rumah terhadap kejadian Stunting
di Desa Bonde Utara Kec. Pamboang
Status Gizi
Kondisi Total
No Stunting Normal p OR
Rumah
n % n % n %
1 Cukup 5 6,1 7 5,9 12 100
0,456 1,647
2 Kurang 20 18,9 17 18,1 37 100
Sumber : Hasil Analisis 2019
stunting memiliki kondisi rumah yang cukup sebanyak 6,1% dan yang
50
stunting ada 18,9% dan 18,1% yang berstatus normal dari 49 responden.
0,05, yang berarti p > α atau H0 diterima. Hal ini menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan antara kondisi rumah dengan kejadian stunting pada
baduta.
Tabel 5.8
Hubungan Penggunaan jamban terhadap kejadian Stunting
di Desa Bonde Utara Kec. Pamboang
Status Gizi
Penggunaan Total
No Stunting Normal p OR
Jamban
n % n % n %
1 Cukup 11 17,9 24 17,1 35 100
0,000 3,182
2 Kurang 14 7,1 0 6,9 14 100
Sumber : Hasil Analisis 2019
stunting dalam penggunaan jamban yang cukup sebanyak 17,9% dan yang
stunting ada 7,1% dan 6,9% yang berstatus normal dari 49 responden.
51
0,05, yang berarti p < α atau H0 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ada
Tabel 5.9
Hubungan Ketersediaan Air terhadap kejadian Stunting
di Desa Bonde Utara Kec. Pamboang
Status Gizi
Penggunaan Total
No Stunting Normal p OR
Jamban
n % n % n %
1 Cukup 9 15,8 22 15,2 31 100
0,000 19,556
2 Kurang 16 9,2 2 8,8 18 100
Sumber : Hasil Analisis 2019
stunting dalam penggunaan jamban yang cukup sebanyak 15,8% dan yang
stunting ada 9,2% dan 8,8% yang berstatus normal dari 49 responden.
0,05, yang berarti p < α atau H0 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ada
pada baduta.
52
B. Pembahasan
hubungan antara kondisi rumah dengan kejadian stunting pada baduta atau
H0 diterima. Hal ini tidak sejalan dengan teori Hastuti et al. (2010) yang
faktor yang ada dalam lingkungan fisik yang memberi pengaruh atau
sulistyawati,2011)
faktor penentu stunting tidak berdiri sendiri ada faktor lain yang secara
yang sering sakit akan mempengaruhi asupan makan yang kurang sehingga
ditolak. Hal ini dikarenakan masih ada beberapa masyarakat yang berada di
sendiri dirumah khususnya yang berada di pesisir pantai, dan masih ada juga
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Maya Adiyanti (2010)
analisis bivariate antara fasilitas buang air besar, dan jenis jamban yang
yang tidak layak badutanya mempunyai resiko untuk menderita stunting 1,2
menggunakan fasilitas buang air besar yang baik. Jenis jamban yang tidak
sanitasi lingkungan yang buruk dalam hal kebiasaan buang air besar
dapat dicegah dengan meningkatkan akses terhadap akses terhadap air bersih
lebih besar dibandingkan anak dengan sanitasi lingkungan yang cukup dan
baduta
antara ketersediaan air bersih dengan kejadian stunting pada baduta atau H0
bisa memiliki sumur sendiri dikarenakan lahan yang sempit dan beberapa
warga lainnya tidak memiliki ekonomi yang cukup untuk membuat sumur
sendiri. Jadi beberapa warga masyarakat di Desa Bonde Utara masih banyak
yang memanfaatkan sumur umum ataupun sumur tetangga. Selain itu banyak
juga dari warga yang memanfaatkan air gunung untuk minum tanpa di masak
terlebih dahulu, dan jenis sumur masih ada beberapa yang terbuka atau tidak
tertutup.
55
Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
Chekly et al (2004) yang menyebutkan bahwa baduta yang tidak punya akses
sanitasi yang baik mengalami defecit tinggi badan sebesar 0,9 cm dan tinggi
badan baduta dengan kondisi sumber air yang buruk 1,0 cm lebih pendek
dan Ji-Yun Hwang (2005) menyatakan hal serupa bahwa terdapat hubungan
yang bermakna antara keluarga yang memiliki akses terhadap sumber air
Penyakit yang sering terjadi pada bayi dan anak-anak pada umumnya
dan pola pemberian makan (Moejhi S,1988 dalam Adiyanti 2010). Dan
penyakit yang berkaitan erat dengan lingkungan tersebut diantara lain ialah
Diare.
Penyakit infeksi yang parah dan terjadi berulang pada jangka waktu yang
linier pada usia 24 bulan. Analisis yang dilakukan di sembilan studi berbasis
Adiyanti 2010)
56
semata, data dari banyak negara menyatakan bahwa pangan atau makanan
1,7 cm) saat usia 24 bulan. Disamping itu dalam penelitian yang sama
ditemukan bahwa anak dengan kondisi air dan sanitasi kurang baik 54% lebih
sering mengalami diare darpada anak yang kondisi air dan sanitasinya paling
stunting (Monteiro et al, 2010; Fink et al. 2011). Rendahnya sanitasi dan
gangguan masalah gizi (Damanik et al. 2010; Solomon 2007; Archer 2007).
57
(Dewey & Mayers 2011), sedangkan anak yang memiliki riwayat penyakit
kesehatan ibu hamil dan tumbuh kembang anak, karena anak dibawah dua
disebabkan oleh praktik sanitasi dan kebersihan yang kurang baik, membuat
gizi sulit diserap oleh tubuh. Rendahnya sanitasi dan kebersihan lingkungan
pelayanan kesehatan dasar yang tidak memadai, dan pola asuh anak yang
tidak memadai. Menurut Schaible & Kauffman hubungan antara kurang gizi
oleh sejumlah infeksi terhadap status gizi itu sendiri. Beberapa contoh
penyakit infeksi kronis lainnya bisa menyebabkan anemia dan parasit pada
C. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah tidak semua variabel dari sanitasi
lingkungan yang diteliti hanya tiga variabel saja, padahal masih banyak variabel
masih bisa untuk diteliti akan tetapi mengingat persoalan tenaga dan waktu jadi
penulis hanya mengambil tiga variabel saja. Keterbatasan lainnya ialah isi
kondisi rumah responden hanya poin secara umum saja, hal lainnya ada beberapa
data dari Puskesmas yang tidak sesuai dengan data dilapangan seperti nama dan
umur jadi peneliti agak sulit mencari alamat baduta dan harus memilih sesuai
A. Simpulan
1. Tidak ada hubungan kondisi rumah dengan kejadian stunting pada baduta di
baduta di Desa Bonde Utara Kecamatan Pamboang Kab. Majene Tahun 2019.
baduta di Desa Bonde Utara Kecamatan Pamboang Kab. Majene Tahun 2019.
uji statistik chi square diperoleh nila p>0,05 untuk penggunaan jamban dan
B. Saran
59
60
3. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut terkait stunting dengan variabel lain
4. Pemerintah daerah dalam hal ini Camat, Lurah, dan kepala Lingkungan
tentang variabel lain yang terkait dengan status gizi (BB/U) untuk mengetahui
Priyatna, Andri. Dan Asnol, Uray B. 2014. 1000 Hari Pertama Kehidupan.
Jakarta: PT. Elex Media Komputindo
Puskesmas Pamboang Majene, 2019. Daerah Stunting di Kecamatan Pamboang
Tahun 2019.
Puspitawati, Natalia. Sulistyarini, Tri. 2013. Sanitasi lingkungan Yang Tidak Baik
Mempengaruhi Status Gizi Pada Balita. Jurnal Stikes Volume 6,
No1.(Online),(http//puslit2.petra.ac.id diakses 9 Agustus 2019).
Putri DS, Sukandar D. 2012. Keadaan Rumah, Kebiasaan makan, status gizi, dan
status kesehatan balita di kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor. Jurnal Gizi
Pangan 7(3):163-168. (Online),(http//www.researchgate.net >fulltext diakses 9
Agustus2019).
Ramayulis, Rita dkk. 2018. Stop stunting dengan konseling. Cetakan pertama.
Jakarta: Penebar plus.
Riset Kesehatan Dasar . 2017. Jakarta: Kementerian Kesehatan Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan.
Riset Kesehatan Dasar . 2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan.
Soedarto. 2013. Lingkungan dan Kesehatan. Cetakan ke 1. Jakarta: Sagung seto
Sumantri, Arif. 2010. Kesehatan Lingkungan. Edisi keempat.Jakarta: Kencana.
Susilawaty, Desy.2018.WHO: 7,8 juta balita di Indonesia Penderita Stunting.
(online),(http://www.replubika.co.id/berita/nasional/umum/18/01/24/p30s8
53696-who-78-juta-balita-di-indonesia-penderita-stunting (diakses 16
Februari 2019 pukul 21:00)
Sugiyono. 2016. Metode Kuantitatif, kualitatif dan R&D. Cetakan ke dua puluh
tiga. Bandung: Alfabeta.
Syafruddin. 2015. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cetakan pertama.Jakarta: Trans
Info Media.
Wahab, Abdul.2012. Pengantar Statistik. Cetakan pertama. Yogyakarta: Kutub.
Wahab, A. 2013. Pengantar Riset Bidang Kesehatan, Kebidanan dan
Keperawatan. Edisi Pertama. Yogyakarta: Kaukaba Dipantara
LAMPIRAN
vi
SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini telah mendapatkan penjelasan dan
jujur dan sebenar-benarnya serta tanpa paksaan dalam penelitian dengan judul
“Hubungan sanitasi lingkungan dengan kejadian stunting pada baduta di Desa Bonde
Nama :
Umur :
Alamat :
Saya mengetahui bahwa keterangan yang saya berikan akan bermanfaat bagi
peneliti ini.
( )
KUESIONER PENELITIAN
Kode Responden :
Tanggal :
A. Identitas Responden
1. Nama Anak :
2. Jenis Kelamin :
3. Tanggal Lahir :
4. Nama Ibu :
5. Umur :
6. Pendidikan :
7. Pekerjaan :
8. Alamat :
B. Status Baduta
JUMLAH YA :
JUMLAH TIDAK :
KETERANGAN :
Pertanyaan kuesioner penggunaan jamban di rumah
JUMLAH YA :
JUMLAH TIDAK :
KETERANGAN :
Pertanyaan kuesioner Ketersediaan Air Bersih di rumah
JUMLAH YA :
JUMLAH TIDAK :
KETERANGAN :
MASTER DATA
HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN STUNTING PADA BADUTA
DI DESA BONDE UTARA KEC. PAMBOANG KAB. MAJENE
VARIABEL
NAMA NAMA
NO UMUR ALAMAT JK STATUS KONDISI PENGGUNAAN KETERSEDIAAN
IBU BADUTA
RUMAH JAMBAN AIR BERSIH
20 SANGAT KURANG CUKUP KURANG
1 Ny. 1 Butungan M. S L
PENDEK
29 SANGAT KURANG KURANG KURANG
2 Ny. 2 Butungan HH P
PENDEK
29 SANGAT CUKUP KURANG KURANG
3 Ny. 3 Butungan F L
PENDEK
24 SANGAT KURANG KURANG KURANG
4 Ny. 4 Butungan NA P
PENDEK
27 SANGAT KURANG CUKUP KURANG
5 Ny. 5 Butungan IN L
PENDEK
25 SANGAT CUKUP CUKUP CUKUP
6 Ny. 6 Butungan Y P
PENDEK
17 SANGAT KURANG CUKUP KURANG
7 Ny. 7 Butungan AF L
PENDEK
27 KURANG CUKUP CUKUP
8 Ny. 8 Butungan A L NORMAL
25 KURANG CUKUP CUKUP
9 Ny. 9 Butungan AA P NORMAL
31 KURANG CUKUP CUKUP
10 Ny. 10 Butungan PS P NORMAL
30 KURANG CUKUP CUKUP
11 Ny. 11 Butungan R P NORMAL
25 KURANG CUKUP CUKUP
12 Ny. 12 Butungan MI L NORMAL
23 KURANG CUKUP KURANG
13 Ny. 13 Butungan PKA P NORMAL
23 CUKUP CUKUP KURANG
14 Ny. 14 Butungan NA P NORMAL
25 SANGAT KURANG CUKUP CUKUP
15 Ny. 15 Rea-rea M P
PENDEK
29 KURANG CUKUP KURANG
16 Ny. 16 Rea-rea G L PENDEK
32 SANGAT KURANG CUKUP KURANG
17 Ny. 17 Rea-rea SAF L
PENDEK
30 KURANG KURANG KURANG
18 Ny. 18 Rea-rea S P PENDEK
25 SANGAT CUKUP CUKUP CUKUP
19 Ny. 19 Rea-rea P P
PENDEK
31 SANGAT CUKUP CUKUP CUKUP
20 Ny. 20 Rea-rea A L
PENDEK
23 KURANG CUKUP KURANG
21 Ny. 21 Rea-rea MH L PENDEK
29 KURANG KURANG KURANG
22 Ny. 22 Rea-rea Z L PENDEK
27 KURANG CUKUP CUKUP
23 Ny. 23 Rea-rea A P PENDEK
28 KURANG KURANG KURANG
24 Ny. 24 Rea-rea NZ P PENDEK
30 SANGAT KURANG KURANG CUKUP
25 Ny. 25 Rea-rea AR P
PENDEK
29 KURANG KURANG CUKUP
26 Ny. 26 Rea-rea H L PENDEK
25 CUKUP CUKUP CUKUP
27 Ny. 27 Rea-rea S P NORMAL
27 CUKUP CUKUP CUKUP
28 Ny. 28 Rea-rea M P NORMAL
29 KURANG CUKUP CUKUP
29 Ny. 29 Rea-rea M P NORMAL
28 KURANG CUKUP CUKUP
30 Ny. 30 Rea-rea MI L NORMAL
32 KURANG CUKUP CUKUP
31 Ny. 31 Rea-rea MAA L NORMAL
29 KURANG CUKUP CUKUP
32 Ny. 32 Rea-rea AD L NORMAL
32 KURANG CUKUP CUKUP
33 Ny. 33 Rea-rea MF L NORMAL
30 CUKUP CUKUP CUKUP
34 Ny. 34 Rea-rea F L NORMAL
27 KURANG CUKUP CUKUP
35 Ny. 35 Rea-rea AY P NORMAL
28 KURANG CUKUP CUKUP
36 Ny. 36 Rea-rea S P NORMAL
29 KURANG CUKUP CUKUP
37 Ny. 37 Rea-rea N P NORMAL
25 CUKUP CUKUP CUKUP
38 Ny. 38 Rea-rea MT L NORMAL
24 KURANG KURANG KURANG
39 Ny. 39 Bonde-bonde AA L PENDEK
35 SANGAT KURANG KURANG CUKUP
40 Ny. 40 Bonde-bonde AM L
PENDEK
30 SANGAT KURANG KURANG KURANG
41 Ny. 41 Bonde-bonde NA P
PENDEK
28 KURANG CUKUP CUKUP
42 Ny. 42 Bonde-bonde MS L NORMAL
41 KURANG CUKUP CUKUP
43 Ny. 43 Bonde-bonde MA L NORMAL
32 KURANG KURANG CUKUP
44 Ny. 44 Kampung baru SN P PENDEK
35 SANGAT CUKUP KURANG KURANG
45 Ny. 45 Kampung baru AA P
PENDEK
29 KURANG KURANG KURANG
46 Ny. 46 Kampung baru II L PENDEK
28 CUKUP CUKUP CUKUP
47 Ny. 47 Kampung baru RA P NORMAL
30 KURANG CUKUP CUKUP
48 Ny. 48 Kampung baru MA L NORMAL
29 CUKUP CUKUP CUKUP
49 Ny. 49 Kampung baru H P NORMAL
Frequency Table
nama
PENDIDIKAN
kondisi rumah
penggunaan jamban
Crosstab
stunting normal
Count 20 17 37
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square ,556 1 ,456
b
Continuity Correction ,171 1 ,679
Likelihood Ratio ,558 1 ,455
Fisher's Exact Test ,520 ,340
Linear-by-Linear
,545 1 ,460
Association
N of Valid Cases 49
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,88.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Lower Upper
Crosstab
stunting normal
Count 14 0 14
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 18,816 1 ,000
b
Continuity Correction 16,172 1 ,000
Likelihood Ratio 24,334 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear
18,432 1 ,000
Association
N of Valid Cases 49
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,86.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Lower Upper
Crosstab
stunting normal
Count 16 2 18
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 16,327 1 ,000
b
Continuity Correction 14,019 1 ,000
Likelihood Ratio 17,999 1 ,000
Fisher's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear
15,994 1 ,000
Association
N of Valid Cases 49
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,82.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Lower Upper
Gambar wawancara bersama Ibu Balita dan Baduta Stunting didusun Bonde-bonde
Gambar wawancara bersama Ibu Balita dan Baduta Stunting didusun Butungan
3. Dokumentasi didusun Rea-rea
Gambar wawancara bersama Ibu Balita dan Baduta Stunting didusun Rea-rea
4. Dokumentasi didusun kampung baru
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Sulawesi pada tahun 1995 lalu melanjutkan sekolah dasar di SD Negri Labuang Baji
II Kecamatan Mamajang kota Makassar pada tahun 1997 sampai 2003. Kemudian
pada tahun 2004 sampai 2007 kemudian melanjutkan sekolah non formal kesetaraan
setingkat SMP di PKBM Al-Furqon 2008. Setelah itu melanjutkan pendidikan non
formal menengah atas di PKBM Bina Bangsa Kecamatan Wonomulyo pada tahun
2010 sampai 2013. Dan setelah itu penulis menempuh perguruan tinggi pada tahun
2015 di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Bangsa Majene (STIKES BBM)
Kesehatan Lingkungan.
Pada Semester akhir tahun 2019 dengan ketekunan, motivasi tinggi untuk terus
belajar dan berusaha, penulis telah berhasil menyelesaikan pengerjaan tugas akhir
skripsi ini. Semoga dengan penulisan tugas akhir skripsi ini mampu memberikan
kejadian Stunting pada baduta di Desa Bonde Utara Tahun 2019 ’’.