Anda di halaman 1dari 95

HUBUNGAN FREKUENSI PENGGUNAAN GADGET

TERHADAP PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK


DI TK ABA NOTOYUDAN YOGYAKARTA

SKRIPSI

Disusun oleh :
Siti Ainawati Mumtazah
1810104349

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA TERAPAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2019
HUBUNGAN FREKUENSI PENGGUNAAN GADGET
TERHADAP PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK
DI TK ABA NOTOYUDAN YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar


Sarjana Terapan Kebidanan
Program Studi Kebidanan Program Sarjana Terapan
Fakultas Ilmu Kesehatan
di Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta

Disusun oleh :
Siti Ainawati Mumtazah
1810104349

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA TERAPAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2019
HUBUNGAN FREKUENSI PENGGUNAAN GADGET
TERHADAP PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK
DI TK ABA NOTOYUDAN YOGYAKARTA1
Siti Ainawati Mumtazah2, Herlin Fitriana Kurniawati3

ABSTRAK

Perkembangan sosial adalah proses kemampuan belajar dan tingkah laku yang
berhubungan dengan individu untuk hidup sebagai bagian dari kelompok. Di dalam
perkembangan sosial anak dituntut untuk memiliki kemampuan yang sesuai dengan
tuntutan sosial dimana anak berada. Anak yang tidak bisa menempatkan dirinya di
lingkungan sosial akan merasa terisolasi dan enggan untuk membaur dalam
lingkungan sosial. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan frekuensi
penggunaan gadget terhadap perkembangan sosial anak di TK ABA Notoyudan
Yogyakarta. Jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan waktu cross sectional.
Teknik sampling menggunakan total sampling. Alat ukur menggunakan kuesioner
yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Pengolahan data menggunakan uji
statistik Chi Square. Responden adalah orangtua dari siswa-siswi di TK ABA
Notoyudan berjumlah 81 responden. Hasil penelitian menunjukkan frekuensi
penggunaan gadget dengan kategori sering sebanyak 58 orang anak (75,9%) dan
perkembangan sosial anak dengan kategori kurang sebanyak 52 siswi (64,2%). Hasil
analisis bivariat diperoleh nilai p value 0,001 < 0,05. Ada hubungan antara frekuensi
penggunaan gadget terhadap perkembangan sosial anak di TK ABA Notoyudan
Yogyakarta. Saran bagi TK ABA Notoyudan Yogyakarta diharapkan dapat bekerja
sama dengan pihak puskesmas untuk memberikan pendidikan kesehatan kepada
orangtua siswa tentang dampak penggunaan gadget terhadap anak dan pembatasan
frekuensi dan durasi penggunaan gadget oleh anak.

Kata Kunci : Frekuensi Penggunaan Gadget, Perkembangan Sosial


Kepustakaan : 8 Buku (2010-2014), 12 Jurnal (2010-2018), 6 Skripsi (2011-
2017)
Halaman : xi Halaman depan, 85 Halaman, 12 Tabel, 1 Gambar, 13 Lampiran
1
Judul
2
Mahasiswa Program Studi Kebidanan Program Sarjana Terapan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
3
Dosen Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
THE CORRELATION BETWEEN FREQUENCY USING
GADGETS AND CHILDREN'S SOCIAL DEVELOPMENT
AT ABA NOTOYUDAN KINDERGARTEN OF
YOGYAKARTA1
Siti Ainawati Mumtazah2, Herlin Fitriana Kurniawati3

ABSTRACT

Social development is a process of learning ability and behavior related to


individuals to live as part of a group. In social development, children are required to
have abilities that are in accordance with the social demands where children live.
Children who cannot adjust themselves in the social environment will feel isolated
and reluctant to mingle in the social environment. The purpose of this study was to
determine the relationship between the frequency of the use of gadgets and social
development of children in ABA Notoyudan Kindergarten of Yogyakarta. This
study applied quantitative research with cross sectional time approach. The sampling
technique used total sampling. The measuring instrument employed a questionnaire
that had been tested for validity and reliability. Chi Square statistical test was used
as data analysis technique. Respondents were parents of students in ABA Notoyudan
Kindergarten as many as 81 respondents. The results showed the frequency of using
gadgets in frequent (often) category in 58 children (75.9%) and social development
of children with low category in 52 students (64.2%). Bivariate analysis results
obtained p value 0.001<0.05. There was a relationship between the frequency of the
use of gadgets and social development of children in ABA Notoyudan Kindergarten
of Yogyakarta. Suggestion for Kindergarten ABA Notoyudan Yogyakarta is that it is
expected to work together with the primary health center to provide health education
to student’s parents about the impact of using gadgets on children and limiting the
frequency and duration of using gadgets on children.

Keywords : Frequency of Gadget Use, Social Development


References : 8 Books (2010-2014), 12 Journals (2010-2018), 6 Theses (2011-
2017)
Pages : xi Front page, 85 Pages, 1 Picture, 12 Tables, 13 Appendices
1
Title
2
Student of Midwifery Program of Applied Science Bachelor Faculty of Health
Sciences Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
3
Lecturer of Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“Hubungan Frekuensi Penggunaan Gadget Terhadap Perkembangan sosial Anak di
TK ABA Notoyudan Yogyakarta Tahun 2019”. Skripsi ini disusun sebagai salah
satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Program Studi Sarjana Terapan
Kebidanan di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta. Dalam penulisan skripsi ini,
penulis senantiasa mendapatkan bimbingan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan
ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Warsiti, S.Kp.,M.Kep., Sp.Mat, selaku Rektor Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta yang telah memberikan motivasi selama penulis menempuh
pendidikan.
2. Moh. Ali Imron, S.Sos., M.Fis selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta yang telah memberikan motivasi selama
penulis menempuh pendidikan.
3. Fitria Siswi Utami, S.SiT., MNS selaku Ketua Program Studi Kebidanan
Program Sarjana Terapan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta yang telah
memberikan motivasi selama penulis menempuh pendidikan.
4. Ismarwati, SKM., MPH selaku penguji I yang telah memberikan saran dalam
proses penyusunan skripsi ini.
5. Herlin Fitriana Kurniawati, S.SiT., M. Kes selaku pembimbing dan penguji II
yang telah sabar membimbing dalam proses penyusunan skripsi sehingga skripsi
ini dapat terselesaikan.
6. Sri Wahjinijatii, S.Pd selaku kepala TK ABA Notoyudan Yogyakarta yang telah
memberikan izin penelitian sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
7. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan baik fisik maupun
moril, sehingga terselesaikan skripsi ini.
Selanjutnya, penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih memiliki
kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk
perbaikan dan kesempurnaan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang
memerlukan dan bagi pembacanya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Yogyakarta, 19 Juli 2019


Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN.......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN.............................. iv
ABSTRAK......................................................................................................... v
ABSTRACT........................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR....................................................................................... vii
DAFTAR ISI...................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL.............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Latar Belakang......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian...................................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian.................................................................................... 8
E. Ruang Lingkup Penelitian........................................................................ 9
F. Keaslian Penelitian................................................................................... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 14


A. Tinjauan Teoritis........................................................................................ 14
B. Kerangka Konsep....................................................................................... 36
C. Hipotesis.................................................................................................... 37

BAB III METODE PENELITIAN.................................................................. 38


A. Desain Penelitian..................................................................................... 38
B. Variabel Penelitian.................................................................................. 39
C. Definisi Operasional................................................................................ 41
D. Populasi dan Sampel............................................................................... 42
E. Etika Penelitian....................................................................................... 43
F. Alat dan Metode Pengumpulan Data...................................................... 45
G. Metode Pengolahan Data........................................................................ 49
H. Jalannya Penelitian.................................................................................. 52

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................... 55


A. Hasil Penelitian........................................................................................ 55
B. Pembahasan............................................................................................. 64
C. Keterbatasan Penelitian........................................................................... 79

BAB V PENUTUP............................................................................................. 80
A. Kesimpulan.............................................................................................. 80
B. Saran........................................................................................................ 81
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 82
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian.............................................................................. 11


Tabel 3.1 Definisi Operasional........................................................................... 41
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Kuesioner............................................................................. 46
Tabel 4.1 Karakteristik Responden..................................................................... 56
Tabel 4.2 Karakteristik Berdasarkan Pendidikan dan Perkembangan Sosial..... 57
Tabel 4.3 Karakteristik Berdasarkan Pekerjaan dan Perkembangan Sosial........ 58
Tabel 4.4 Karakteristik Berdasarkan Usia Anak dan Perkembangan Sosial...... 59
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Penggunaan Gadget.......................................... 59
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Perkembangan Sosial Anak............................... 60
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Jawaban Kuesioner Penggunaan Gadget........... 60
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Jawaban Kuesioner Perkembangan Sosial........ 61
Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Gadget Terhadap Perkembangan Sosial............ 63
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Konsep............................................................................ 36

12
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Time Schedule


Lampiran 2 Surat Permohonan Izin Studi Pendahuluan
Lampiran 3 Surat Balasan Izin Studi Pendahuluan
Lampiran 4 Surat Ethical Clearance
Lampiran 5 Surat Permohonan Uji Validitas dan Reliabilitas
Lampiran 6 Surat Balasan Uji Validitas dan Reliabilitas
Lampiran 7 Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 8 Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 9 Lembar Informed Consent
Lampiran 10 Kuesioner Penelitian
Lampiran 11 Hasil Olah Data Penelitian
Lampiran 12 Lembar Bimbingan Penyusunan Skripsi
Lampiran 13 Lembar Mengikuti Seminar Hasil

13
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak prasekolah adalah anak-anak yang berada dalam rentang usia 3-6

tahun (Gustian, 2014). Anak prasekolah merupakan fase-fase perkembangan

individu yang berlangsung pada usia 2-6 tahun (Marimbi, 2010). Anak usia

prasekolah memiliki tahapan-tahapan perkembangan tersendiri dalam

persiapannya memasuki dunia luar, terutama untuk masuk ke kelompok bermain

atau taman kanak-kanak. Persiapan tersebut meliputi kepekaan anak untuk

menulis, kepekaan yang bagus untuk membaca dan kepekaan untuk berinteraksi

terhadap usia yang sebaya dengannya. Usia taman kanak-kanak merupakan masa

awal yang kreatif dan produktif bagi anak-anak. Umumnya anak-anak menjadi

sangat aktif dan mulai memiliki penguasaan (kontrol) terhadap tubuhnya

(Marimbi, 2010).

Masa usia dini merupakan goldenage yaitu masa emas untuk aspek

perkembangan pada manusia seluruhnya, baik fisik, kognitif emosi maupun

sosial, sehingga stimulasi atau controlling anak menjadi sangat penting bagi

setiap orang tua atau pengasuh agar anak dapat tumbuh dan berkembang lebih

optimal di masa mendatang. Golden age mengalami perubahan baik

pertumbuhan maupunperkembangan, diantaranya tinggi badan, berat badan,

lingkar kepala, gerak kasar, gerak halus, komunikasi, intelegensi, sosial,

kemandirian, dan perkembangan moral (Muslihatun, 2010). Perkembangan

1
2

didefinisikan sebagai perubahan kualitatif yang cenderung ke arah lebih, baik

dari segi pemikiran, moral, rohani, dan sosial (Syamsussabri, 2013).

World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa 5-25% darianak-

anak usia prasekolah menderita gangguan perkembangan. Berbagai masalah

perkembangan anak, seperti keterlambatan motorik, bahasa, dan perilaku sosial

dalam beberapa tahun terakhir ini semakin meningkat. Angka kejadian masalah

perkembangan pada anak di Indonesia antara 13-18%.

Brauner & Stephens (2011) mengemukakan bahwa sekitar 9,5% sampai

14,2% anak prasekolah memiliki masalah sosial emosional yang berdampak

negatif terhadap perkembangan dan kesiapan sekolahnya. Sedangkan penelitian

lain menunjukkan bahwa sekitar 8 sampai 9% anak prasekolah mengalami

masalah psikososial khususnya masalah sosial-emosional seperti kecemasan,

susah beradaptasi, susah bersosialisasi,susah berpisah dari orang tua, anak sulit

diatur, dan perilaku agresif merupakan masalah yang paling sering muncul pada

anak usia prasekolah (Velderman Met al, 2010). Jika seorang anakmengalami

gangguan pada perkembangan sosialnya, dikhawatirkan anak akan mengalami

kesulitan dalam penyesuaian dirinya, terutama dengan tuntutan-tuntutan

kelompok, kemandirian anak dalam berpikir dan berperilaku, serta yang

terpenting adalah gangguan dalam pembentukan konsep diri dari seorang anak.

Dampak tersebut akan semakin bertambah apabila dari segi faktor pencetusnya

tidak segera diatasi.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Novitasari dan

Khotimah (Novitasari W & Khotimah N, 2016), salah satu faktor atau stimulus

yang dapat mempengaruhi perkembangan anak yaitu kebiasaan anak dalam

bermain gadget.
3

Berdasarkan survey yang dilakukan oleh Lembaga riset digital marketing

Emarketer (2014) jumlah pengguna smartphone di dunia meningkat dari tahun

ke tahun. Tahun 2013 jumlah pengguna smartphone 1,31 milyar pengguna, dan

pada tahun 2014 naik menjadi 1,64 milyar pengguna. Pada tahun 2016 pengguna

smartphone mencapai angka 2,16 milyar atau mengalami kenaikan sekitar

12,6% dari jumlah pengguna pada tahun 2015 yaitu 1,91 milyar pengguna.

Menurut laporan Techinasia (2014) pengguna smartphone di Indonesia

tahun 2013 sebanyak 27,4 juta pengguna, sedangkan pada tahun 2014 terdapat

38,3 juta. Angka initerus mengalami kenaikan setiap tahunnya bahkan mencapai

angka 100 juta pengguna smartphone aktif pada akhir tahun 2018. Dengan

jumlah sebesar itu, Indonesia akan menjadi negara dengan pengguna aktif

smartphone terbesar keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika. Di

Indonesia sendiri lebih dari 50% pengguna gadget berumur dibawah 25 tahun.

Dewasa atau lanjut usia (25 tahun keatas) 32%, remaja (12-21 tahun) 25%, anak-

anak (7-11tahun) 17%, dan lebih ironisnya lagi gadget digunakan oleh anak usia

(3-6 tahun) sekitar 9%, yang seharusnya belum layak untuk menggunakan

gadget (Widiawati & Sugiman, 2014). Berdasarkan penelitian yang dilakukan

oleh Franly Onibala tahun 2017 dampak penggunaan gadget pada anak antara

lain kesehatan dari anak tersebut karena membuat pola hidup anak yang lebih

sering duduk dan malas untuk bergerak serta kesehatan mata terganggu karena

menatap layar gadget yang terlalu lama, kesehatan otak terganggu, anak menjadi

pribadi yang tertutup, lamanya melihat layar monitor serta penggunaan media

elektronik mempunyai hubungan dengan penurunan lamanya tidur, terlambatnya

waktu tidur dan gangguan tidur pada anak.


4

Penelitian yang dilakukan oleh Delima (2015), di peroleh hampir semua

orangtua 94% menyatakan bahwa anak mereka biasa menggunakan perangkat

tekhnologi untuk bermain game, 63% anak menghabiskan waktu maksimum 30

menit untuk sekali bermain game, sementara 15% orangtua menyatakan bahwa

anak bermain game selama 30 sampai 60 menit dan sisanya dapat berinteraksi

dengan sebuah game lebih dari satu jam (Yusmi, 2015).

Berdasarkan data Kemenkominfo RI tahun 2017, jumlah pengguna

internet tahun 2017 telah mencapai 143,26 juta jiwa atau setara dengan 54,68

persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Jumlah tersebut menunjukan

kenaikan sebesar 10,56 juta jiwa dari hasil survei pada tahun 2016. Pengguna

smartphone Indonesia jugabertumbuh dengan pesat.Hasil survei yang di lakukan

oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun

2017setidaknya 30 juta anak-anak dan remaja di Indonesia merupakan pengguna

internet, dan smartphone saat ini menjadi pilihan utama saluran komunikasi

yang mereka gunakan.

Survei yang di lakukan oleh Kemenkominfo RI didapatkan bahwa 80

persen responden yang disurvei merupakan pengguna internet, dengan bukti

kesenjangan digital yang kuat antara mereka yang tinggal di wilayah perkotaan

dan lebih sejahtera di Indonesia, dengan mereka yang tinggal di daerah

perdesaan (dan kurang sejahtera).

Berdasarkan survei tersebut didapatkan beberapa kota yakni Daerah

Istimewa Yogyakarta, Jakarta dan Banten yang hampir semua responden

merupakan pengguna internet via smartphone. Kesenjangan yang paling jelas

terlihat dari survei ini, di daerah perkotaan hanya 13 persen dari anak dan remaja

yang tidak menggunakan internet, Sementara di pedesaan atau tingkat kabupaten


5

menemukan bahwa 98 persendari anak-anak dan remaja yang disurvei tahu

tentang internet dan 79,5 persen diantaranya adalah pengguna internet.

Berdasarkan pernyataan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan Anak (PPPA), Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, serta

Kementrian Komunikasi dan Informatika akan menyiapkan Surat Keputusan

Bersama (SKB) sebagai payung hukum rencana pemerintah mengatur

pembatasan telepon seluler (ponsel) pada anak di bawah umur terus di upayakan.

Upaya ini sudah di berlakukan sejak tahun 2016 silam. Upaya tersebut yakni

diterapkannya peraturan untuk tidak membawa smartphonedi seluruh sekolah di

Tanah Air mulai dari Taman Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD).

Pengenalan gadget terlalu dini pada anak dapat memberikan dampak

positif maupun negatif. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti

frekuensi, durasi, dan pengawasan orang tua.

Allah SWT. Berfirman dalam QS. Ali Imron ayat 14

ِ i‫ ِة َو ْٱلخَ ْي‬i ‫ض‬


‫ل‬i َّ ِ‫ب َو ْٱلف‬ ِ َ‫ذه‬iَّ i‫ َر ِة ِمنَ ٱل‬iَ‫ير ْٱل ُمقَنط‬ iِ ‫ت ِمنَ ٱلنِّ َسٓا ِء َو ْٱلبَنِينَ َو ْٱلقَ ٰنَ ِط‬ ِ ‫اس حُبُّ ٱل َّشهَ ٰ َو‬
ِ َّ‫ُزيِّنَ لِلن‬
‫ب‬ َ ِ‫ث ۗ ٰ َذل‬
ِ ‫ك َم ٰتَ ُع ْٱل َحيَ ٰو ِة ٱل ُّد ْنيَا ۖ َوٱهَّلل ُ ِعن َد ۥهُ ُحسْنُ ْٱل َمـَٔا‬ ِ ْ‫ْٱل ُم َس َّو َم ِة َوٱَأْل ْن ٰ َع ِم َو ْٱل َحر‬

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa


yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis
emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah
kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik
(surga)”

Penggunaan gadget sebagai bahan dasar pembelajaran pada anak akan

berdampak positif seperti meningkatkan kreativitas dan daya pikir anak. Hal

tersebut dapat muncul apabila orang tua pandai mengontrol dan mengarahkan

anak, serta tegas dalam memberikan batasan-batasan waktu kepada anak dalam

bermain gadget (Manumpil B Ismanto, 2015). Begitupun sebaliknya, apabila

pengawasan orang tuakurang serta tidak ada upaya tegas dalam memberikan
6

batasan waktu bermain gadget pada anak, dapat menimbulkan sisi negatif.

Dampak negatif tersebut yaitu ketika gadget digunakan anak berbagai macam

yang di lihat dari permainan, video dan gambar.

Penggunaan gadget yang berlangsung terus-menerus pada anak

dikhawatirkan akan mengganggu suatu proses interaksi sosial pada anak usia

dini, dimana anak-anak seharusnyadapat berinteraksi baik dengan lingkungan

sekitar akan tetapi dengan adanya gadget, interaksi tersebut akan mengalami

gangguan dikarenakan banyakanak yang memakai gadget (Novitasari&

Khotimah, 2016). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Salsabila bahwa terdapat pengaruh antara lama penggunaan gadget

terhadap perkembangan anak di TK Al-Azhar Banda Aceh (Salsabila S, 2016).

Novitasari dan Khotimah mengemukakan dari hasil penelitiannya bahwa

pengenalan gadget terlalu dini pada anak dapat mempengaruhi interaksi sosial

anak. Anak akan cenderung asyik dengan dunianya sendiri, fokus bermain

gadget, sehingga tidak memperdulikan lingkungan sekitar yang mungkin

menyapa atau mengajaknya berbicara. Sisi negatif tersebut seperti kecanduan

games yang dapat menurunkan minat dan prestasi belajar anak, kegemaran

berinternet mengakses video yang dapat membuat anak asyik dengan dirinya

sehingga kurang bersosialisasi dengan orang tua ataupun teman sebayanya

(Novitasari & Khotimah, 2016).

Berdasarkan studi pendahuluan, TK ABA ‘Aisyiyah Notoyudan

Yogyakarta memiliki siswa sebanyak 81 siswa yang berusia 4-6 tahun.

Mayoritas anak d TK ABA Aisyiyah bermain gadget di rumahnya, dari

pengamatan yang dilakukan guru dikelas di dapatkan bahwa anak-anak sering

bertengkar untuk merebutkan permainan di kelas, anak- anak sering bercerita


7

dengan teman sebayanya di kelas mengenai permainan atau fitur-fitur yang ada

di gadget nya masing-masing.

Berdasarkan latar belakang, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang hubungan frekuensi penggunaan gadget terhadap perkembangan sosial

anak di TK ABA ‘Aisyiyah Notoyudan Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut : “Adakah hubungan frekuensi penggunaan gadget terhadap

perkembangan sosial anak di TK ABA Aisyiyah Notoyudan Yogyakarta Tahun

2019?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan Frekuensi penggunaan gadget terhadap

perkembangan sosial anak prasekolah di TK ABA Aisyiyah Notoyudan

Yogyakarta tahun 2019?

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui frekuensi anak bermain gadget di TK ABA Aisyiyah

Notoyudan Yogyakarta tahun 2019

b. Mengetahui perkembangan sosial pada anak pra sekolah di TK ABA

Aisyiyah Notoyudan Yogyakarta tahun 2019

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah wawasan

mengenai hubungan frekuensi penggunaan gadget terhadap perkembangan

sosial anak
8

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Orang Tua/Pengasuh

Memberikan informasi mengenai ada tidaknya hubungan dari

kebiasaan bermain gadget pada anak terhadap perkembangan sosial pada

anaknya. Sehingga orang tua lebih tahu bagaimana harus mengambil

sikap demi menjaga dan mengarahkan anaknya agar dapat tumbuh dan

berkembang lebih baik lagi, terutama dalam aspek perkmbangan

sosialnya.

b. Bagi Siswa TK ABA Notoyudan Yogyakarta

Memberikan informasi dan gambaran dampak dari seringnya

bermain gadget,supaya resiko gangguan perkembangan sosial pada anak

dapat di minimalisir, terutama gangguan perkembangan yang diakibatkan

oleh kebiasaan anak dalam bermain gadget.

c. Bagi Pihak Sekolah

Memberikanin formasi mengenai hubungan frekuensi

penggunaangadget terhadap perkembangan sosial anak didik/siswanya,

sehingga dari pihak sekolah nantinya dapat memberikan pengarahan atau

cara penanganan yang sesuai agar siswa mau membatasi kebiasaan dalam

bermain gadget.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan atau

pembanding bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan masalah

perkembangan anak terutama perkembangan sosial anak prasekolah.


9

D. Ruang Lingkup Penelitian

1. Ruang Lingkup Materi

Penelitian yang dilakukan ini termasuk dalam ilmu kebidanan, dengan

materi yang dibahas dalam penelitian adalah frekuensi penggunaan gadget

terhadap tumbuh kembang anak spesifiknya perkembangan sosial anak

dengan jenis penelitian kuantitatif

2. Ruang Lingkup Responden

Responden pada penelitian ini adalah orang tua atau wali dari anak di

TK ABA Notoyudan Yogyakarta.

3. Ruang Lingkup Waktu

Waktu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dimulai dari bulan

Desember 2018 sampai Juli 2019 dimulai dari penyusunan proposal sampai

dengan laporan hasil penelitian.

4. Ruang Lingkup Tempat

Penelitian ini dilakukan di TK ABA Notoyudan karena berdasarkan

studi pendahuluan terdapat banyak anak yang menggunakan gadget di

sekolah
10

F. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

No Nama Judul Variabel Metode Hasil Perbedaan Persamaan


1. Meta Hubungan Variabel Rancangan penelitian Analisa data Metode Variabel
Anindya durasi bebas Durasi yang digunakan adalah penelitian penelitian Terikat,pendekat
Aryanti penggunaan penggunaan deskriptif korelasi. inimenggun analitik an penelitian
(2017) gadget gadget, Adapun bentuk akan uji Chi korelasi,met cross
terhadap Variabel penelitian yang Square ode sampling sectional,instru
perkembang terikat digunakan yaitu cross dengan nilai menggunaka men penelitian.
an sosial perkembanga sectional,Metode p value < ntotal
anak n sosial anak sampling yang digunakan 0,05. Maka sampling,res
prasekolah dalam penelitian ini dapat ponden,
di TK PGRI adalah concecutive disimpulkan analisis data
33 sampling. Data di ambil bahwa Ho dan lokasi
Banyumanik menggunakan kuesioner. ditolak dan penelitian.
Pengolahan data Ha diterima,
dilakukan dengan artinya ada
menggunakan analisis hubungan
Chi Square antara
durasi
penggunaan
gadget
terhadap
perkembang
an sosial
anak
prasekolah
11

di TK PGRI
33
Sumurboto,
Banyumani
k

Lanjutan tabel 1.1

No Nama Judul Variabel Metode Hasil Perbedaan Persamaan


2. Riyanti Hubungan Variabel bebas Jenis penelitian Hasil analisis univariat Variabel Variabel
Imron penggunaan penggunaan Kuantitatif, menunjukkan bebas, Jenis Terikat, Metode
(2017) gadget dengan gadget dan Penelitian ini penggunaan gadget Penelitian, sampling total
perkembangan variabel terikat menggunakan desain rendah sebanyak 63% pendekatan sampling
sosial dan perkembangan analitik cross danperkembangan penelitian sampling, lokasi
emosional sosial dan sectional. sosial dan emosional cross penelitian,
anak emosional Metode sampling baik sebanyak 50,6%. sectional, analisis data dan
prasekolah di yang digunakan dalam Hasis analisis bivariat instrumen responden.
kabupaten penelitian ini adalah dengan uji chi square penelitian.
Lampung concecutive sampling menunjukkan nilai p=
Selatan Data di ambil 0,001 (p < 0,05), nilai
menggunakan ini menyatakan ada
kuesioner. Pengolahan hubungan penggunaan
data dilakukan dengan gadget dengan
menggunakan analisis perkembangan sosial
12

Chi Square. dan emosional anak


prasekolah
3. Astik Frekuensi Variabel bebas Penelitian ini Analisis Data Variabel Variabel terikat,
Umiyah penggunaan : penggunaan menggunakan desain menggunakan bebas, tekhnik
(2018) gadget gadget cross sectional. spearman rank di pendekatan sampling,
terhadap Variabel Tekhnik sampling peroleh nilai p value = penelitian responden,
perkembangan terikat : dilakukan 0,48 > 0,05 maka Ho di dan analisis lokasi
sosial dan Perkembangan menggunakan simple terima sehingga tidak data. penelitian.
kemandirian sosial dan random sampling. terdapat pengaruh
pada anak usia kemandirian Analisis Data penggunaan frekuensi
3-5 tahun menggunakan gadget terhadap
spearman rank perkembangan sosial
dam kemandirian pada
anakusia 3-5 tahun.
13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Perkembangan Sosial Anak Prasekolah

a. Definisi Perkembangan Sosial

Perkembangan sosial adalah proses kemampuan belajar dan

tingkah laku yang berhubungan dengan individu untuk hidup sebagai

bagian dari kelompok. Di dalam perkembangan sosial anak dituntut untuk

memiliki kemampuan yang sesuai dengan tuntutan sosial dimana anak

berada. Tuntutan sosial yang dimaksud adalah anak dapat bersosialisasi

dengan baik sesuai dengan tahap perkembangannya dan usianya, dan

cenderung menjadi anak yang mudah bergaul dengan teman sebaya.

Menurut Yusuf (2010) Perkembangan sosial merupakan

pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan

sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma

kelompok, moral dan tradisi meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan

saling berkomunikasi dan bekerja sama.

Anak dilahirkan belum bersifat sosial, anak belum memiliki

kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. untuk mencapai kematangan

sosial, anak harus belajar tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan

orang lain. Kemampuan ini diperoleh anak melalui berbagai kesempatan

atau pengalaman bergaul dengan orang-orang di

Menurut Sueann Robinson Ambron (dalam Yusuf, 2010)

mengartikan bahwa sosialisasi ialah sebagai proses belajar yang


14

membimbing anak kearah perkembangan kepribadian sosial sehingga

dapat menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan efektif.

Menurut Hurlock (2012) perkembangan sosial adalah mereka yang

perilakunya mencerminkan kebersihan di dalam tiga proses sosialisasi,

sehingga mereka cocok dengan kelompok tempat mereka menggabungkan

diri dan diterima sebagai anggota kelompok.

Menurut Suyadi (2010) mengartikan bahwa perkembangan sosial

adalah tingkat jalinan interaksi anak dengan orang lain, mulai dari

orangtua, saudara, teman bermain, hingga masyarakat luas. Perkembangan

sosial diperoleh dari kematangan dan kesempatan belajar dari berbagai

respon lingkungan terhadap anak dalam periode prasekolah, anak dituntut

untuk mau belajar dan mampu menyesuaikan diri dengan berbagai orang,

baik keluarga, guru, ataupun teman sebaya. Winda et al (2011)

menjelaskan terdapat empat tingkatan perkembangan sosial anak, yaitu :

1) Tingkatan pertama

Sejak dimulai umur 3 bulan, anak mulaimenunjukkanreaksi

positif terhadap oarng lain, seperti halnya tertawa karena

mendengar suara orang lain.

2) Tingkatan kedua

Kemampuan anak dalam menunjukkan rasa senang ataupun

sedih akan suatu hal yang dapat dilihat dari ekspresi wajahnya,

dan hal tersebut dapat dipraktikan anak secara berulang.

Contoh: Anak yang berebut benda atau mainan,jikamenang

diaakan menunjukkan ekspresi kegirangan. Tingkatan ini

biasanyaterjadi pada anak usia ±2 tahun ke atas.


15

3) Tingkatan ketiga

Jika anak lebih dari umur ±2 tahun, mulai timbul perasaan

simpati (rasa setuju) dan atau rasa antipati (rasa tidak setuju)

kepada orang lain,baik yang sudah dikenalnya atau belum.

4) Tingkatan keempat

Setelah anak berusia 3 tahun awal, anak akan mulai

menyadari akan pergaulannya dengan anggota keluarga, anak

timbul keinginan untuk ikut campur kegiatan yang dilakukan oleh

keluarganya. Dan pada usia 4 tahun, anak makin senang bergaul

dengan anak lain terutama teman yangusianya sebaya.

Anakcenderung bermain dalam kelompok kecil yang terdiri dari

2-3 anak, karena apabila semakin banyak sahabat atau teman

dalam kelompok dapat memicu perselisihan yang biasanya dapat

berdampak pertengkaran. Kemudian,pada usia 5-6 tahun ketika

memasuki usia sekolah, anak lebih mudah diajakbermain dalam

suatu kelompok. Ia juga mulai memilih temanbermainnya, baik itu

tetangga yang sebelumnya sudah dia kenal atau teman sebayanya

yang baru anak kenal.

b. Bentuk-bentuk Perkembangan Sosial Anak Prasekolah

Susanto (2012) mengemukakan bahwa pada usia anak-anak, mereka

mulai bergaul atau hubungan sosial baik dengan orang tua, anggota

keluarga, orang dewasa lainnya, maupun teman bermainnya, anak mulai

mengembangkan bentuk-bentuk tingkah laku sosial seperti berikut :


16

1) Pembangkangan (Negativisme)

Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksiyang ditunjukkan anak terhadap

penerapan disiplin atautuntutan orang tua atau lingkungan yangtidak

sesuai dengan kehendak anak.

2) Agresi (aggression)

Agresi (aggression) merupakan perilaku menyerang balik secara fisik

(nonverbal) maupun kata-kata (verbal). Agresi inimerupakan salah

satu bentuk reaksi anak terhadap frustasi (rasa kecewa karena tidak

terpenuhi kebutuhan atau keinginannya).

3) Berselisih atau bertengkar (quarelling)

Hal ini terjadi apabila seseorang anak merasa tersinggung

atauterganggu oleh sikap dan perilaku anak lain, seperti diganggu

pada saat mengerjakan sesuatu atau direbut barang atau mainannya.

4) Menggoda atau mengejek (teasing)

Merupakan sebagai bentuk lain dari tingkah laku agresif. Menggoda

merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal

(kata kata ejekan atau cemoohan. Sehingga menimbulkan reaksi

marah pada orang yang diserangnya.

5) Persaingan (rivalry)

Merupakan salah satu keinginan anak untuk dapat atau mampu

melebihiorang lain.

6) Kerja sama(cooperation)

Merupakan sikap mau bekerja sama dengan kelompok.


17

7) Tingkah laku berkuasa (ascendant behaviour)

Yaitu sejenis tingkah laku untukmenguasai situasi sosial, keinginan

anak untuk mendominasi, atau bersikap layaknya seperti seorang

pemimpin atau bos.

8) Mementingkan diri sendiri (selfishness)

Merupakan sikap egosentris dalammemenuhi keinginannya.

9) Simpati (sympathy)

Merupakan sikap emosional yangmendorong anak untuk menaruh

perhatian terhadap orang lain, maumendekati ataubekerja sama

baikdengan teman sebayanya.

Sedangkan piaget (2010) berpendapat bahwa bentuk-bentuk

nyata dari perkembangan sosial anak usia prasekolah antara lain

yaitu :

a) Usia 4 tahun

Perkembangan sosial anak usia 4 tahun yang seharusnya

adalah:

(1) Sangat antusias terhadap suatu hal atau kegiatan

(2) Lebih menyukai bekerja dengan 2 atau 3 teman yang mereka

anggap sudah dekat

(3) Suka memakai atau mencoba baju orangtua atau oranglain

(4) Dapat membereskan alat permainannya

(5) Tidak menyukai bila dipegang tangannya

(6) Selalu bersikap ingin menarik perhatian demi mendapatkan

pujian
18

b) Usia 5 tahun

Perkembangan social anak usia 5 tahun yang seharusnya adalah:

(1) Seganterlalu lama dirumah

(2) Ingin disuruh, penurut suka membantu

(3) Senang pergi ke sekolah

(4) Gembira bila berangkat dan pulang sekolah

(5) Kadang-kadang malu dan sukar untuk bicara

(6) Bermain dengan kelompok 2 atau 5 orang

(7) Bekerjanya terpacu oleh kompetisi dengan anak lain

c) Usia 6 tahun

Perkembangan social anak usia 6 tahun yang seharusnya adalah:

(1) Mulai lepas dari sang ibu

(2) Menjadi pusatnya sendiri

(3) Sangat mementingkan diri sendiri, mau yang paling benar, mau menang, dan

mau yang nomer satu

(4) Antusiasme yang implusif dan kegembiraan yang meluap-luap menular

keteman

(5) Dapat menjadi faktor pengganggu di kelas

(6) Adanya kecendrungan berlari lepas di halaman sekolahMenyukai

pekerjaannya atau permainan yang ia temui danselalu ingin membawa

pulang

2) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Anak Prasekolah

Menurut hasil penelitian Novitasari dan Khotimah (2016), salah satu

faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak yaitu kebiasaan anak

dalam bermain gadget. Sedangkan Menurut Winda et al (2011) berpendapat


19

bahwa ada dua faktor utama yang mempengaruhi perkembangan sosial anak

yaitu faktor lingkungan keluarga dan faktor dari luar rumah atau keluarga.Kedua

faktor tersebut dilengkapi oleh Hurlock dengan faktor ketiga yaitu faktor

pengalaman awal yang diterima anak.

a.    Faktor lingkungan keluarga

1.    Status sosial ekonomi keluarga

Keadaan sosial ekonomi keluarga ternyata mempunyai

pengaruh terhadap perkembangan anak. Apabila ekonomi keluarga

cukup maka lingkungan material anak di dalam keluarga tersebut

menjadi lebih luas. anak mendapat kesempatan yang lebih banyak

dalam mengembangkan bermacam-macam kecakapan yang mungkin

tidak akan ia dapatkan jika keadaan ekonomi keluarga tidak memadai.

2.    Keutuhan Keluarga

Hubungan keluarga yang harmonis memegang peranan penting

dalam perkembangan sosial anak. anak yang hidup dalam keluarga

broken home maka cara anak menilai hubungan sosial menjadi berbeda

bila dibandingkan dengan anak-anak yang hidup dalam lingkungan

keluarga yang normal. Anak dari keluarga broken home secara sosial

merasa malu dan akhirnya mempengaruhi kemampuan dan kemauan

berinteraksi dengan teman-temannya. Sebaliknya, anak dengan kondisi

keluarga yang utuh akan memiliki keterampilan sosial dan

perkembangan kecakapan anak.

3.    Sikap dan Kebiasaan orangtua

Tingkah laku orangtua sebagai pemimpin kelompok dalam

keluarga sangat mempengaruhi suasana interaksi keluarga dan dapat


20

merangsang perkembangan ciri-ciri tertentu pada pribadi anak. Sikap

orangtua yang otoriter dapat mengakibatkan anak-anak tidak taat, takut,

pasif, tidak memiliki inisiatif, tidak dapat menyediakan sesuatu serta

menyerah. semua pengaruh di atas akan berdampak pada perilaku

sosial selanjutnya sehingga anak menjadi terhambat dalam

merefleksikan hubungan sosial dengan pihak lainnya karena pengaruh

suasana interaksi keluarga. Untuk itu, sangat penting bagi orangtua

untuk mampu mengukur perilakunya agar tidak berdampak negatif

pada perilaku sosial anaknya.

b.    Faktor di luar rumah

Pengalaman sosial di luar rumah melengkapi pengalaman sosial di

dalam rumah dan merupakan penentu yang paling penting bagi sikap sosial

dan pola perilaku anak. jika hubungan mereka dan teman sebaya dan orang

dewasa di luar rumah menyenangkan, mereka akan menikmati hubungan

sosial tersebut dan ingin mengulanginya.Sebaliknya, jika hubungan itu tidak

menyenangkan atau menakutkan, anak-anak akan menghindarinya dan

kembali pada anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan sosial mereka.

Jika anak senang berhubungan dengan orang luar, ia akan terdorong

untuk berperilaku dengan cara yang dapat diterima orang luar tersebut.

karena hasrat akan pengakuan dan peneimaan sosial sangat kuat pada masa

akhir anak-anak, pengaruh kelompok teman sebaya lebih kuat dibandingkan

dengan sewaktu masa pra sekolah, yaitu ketika anak masih kecil dan belum

berminat terhadap teman sebayanya.


21

Sedangkan Menurut Hurlock (dalam Ulfah, 2013) faktor yang

mempengaruhi perkembangan anak dipengaruhi oleh faktor perkembangan

awal yaitu :

a. Perkembangan awal

Perkembangan awal (0-5 tahun) adalah masa-masa kritis yang

akan menentukan perkembangan adanya perbedaan tumbuh-kembang

antara anak yang satu dengan anak yang lainnya dipengaruhi oleh hal-

hal sebagi berikut :

1) Faktor lingkungan sosial yang menyenangkan anak

Hubungan anak dengan masyarakat yang menyenangkan,

terutama dengan anggota keluarga akan mendorong anak

mengembangkan kecenderungan menjadi terbuka dan menjadi

lebih berorientasi kepada orang lain karakeristik yang mengarah

kepenyesuaian pribadi dan sosial yang lebih baik.

2) Faktor Emosi

Tidak adanya hubungan atau ikatan emosional akibat

penolakan anggota keluarga, dapat menimbulkan gangguan

perkembangan sosial pada anak prasekolah

Permasalahan Sosial pada Anak Prasekolah

A. Permasalahan Perkembangan Sosial

Gustian (2014) mengemukakan beberapa permasalahan yang biasa

dihadapi oleh anak usia dini diantaranya adalah sebagai berikut:

a) Maladjustment
22

Individu yang penyesuaian dirinya buruk disebut maladjustment.

Anak yang demikian sering disebut sebagai anak yang bermasalah.

Ada dua jenis maladjustment, yaitu sebagai berikut:

1)  Anak puas terhadap tingkah lakunya, tetapi lingkungan sosial

tidak dapat menerima. Misalnya saja anak bersikap sangat bossy,

sok kuasa. Si anak sendiri tidak merasa ada yang salah pada

dirinya, sementara lingkungan tidak bisa menerima itu.

2) Tingkah laku diterima lingkungan sosial, tetapi menimbulkan

konflik yang berkepanjangan pada anak misalnya anak

berpenampilan sopan, ramah, dan memiliki segala perilaku yang

dapat diterima oleh lingkungan, padahal itu bukan tingkah laku

yang sebenarnya ingin ia tampilkan. Anak melakukan hal itu

karena terpaksa (atau bisa juga karena takut). Maladjustment

umumnya disebabkan adanya penolakan diriAnak tidak

menyukai dirinya sendiri dan juga orang lain (ketidakpuasan

terhadap diri menularkan ketidakpuasan terhadap lingkungan).

Biasanya penolakan diri terjadi karena anak merasa tidak seperti

apa yang ia inginkan.

Adapun beberapa ciri yang biasa muncul pada anak

bermasalah diantaranya sebagai berikut: Menunjukkan

kekhawatiran dan kecemasan yang berlebihan, Sering tampak

depresi dan jarang tersenyum atau bercanda, Suka mencuri

benda-benda kecil walaupun sering dihukum, Sering tenggelam

dalam lamunan, Sering bertengkar dengan anak yang lebih kecil

(tempat ia bisa menunjukkan kekuasaan), Merasa diperlakukan


23

tidak adil (misalnya dihukum lebih banyak dibanding anak lain),

Sangat cemas terhadap penampilan diri, Tidak mampu mengubah

tingkah laku yang salah walaupun sering dimarahi atau dihukum,

Suka berbohong, Sulit mengambil keputusan, Melawan terhadap

setiap bentuk otoritas, Ngompol yang berkelanjutan, Berkata atau

mengancam mau bunuh diri, Sering merusak, Membandut untuk

menarik perhatian, Menyalahkan orang lain atau mencari alasan

bila ditegur, dan Suka mengadu untuk mendapat perhatian orang

dewasa.

Hal yang paling mendasar dalam mencegah timbulnya

masalah maladjustment adalah usaha meningkatkan pengenalan

terhadap diri dan lebih realistik terhadap kemampuan sendiri.

Dalam hal ini dukungan lingkungan sangat berpengaruh karena

usaha perbaikan akan sia-sia, bila lingkungan tetap menuntut

sesuatu yang tidak realistis.

b) Egosentrisme

Seseorang dikatakan egosentris bila lebih peduli terhadap

dirinya sendiri daripada orang lain. Mereka lebih banyak berpikir

dan bicara mengenai diri sendiri dan aksi mereka semata-mata untuk

kepentingan pribadi. Umumnya, anak-anak masih egosentris dalam

berpikir dan berbicara. Hal ini bisa merugikan diri dan sosial jika

berkelanjutan. Karena umumnya begitu anak memasuki dunia

sekolah, egosentrisme sedikit demi sedikit mulai berkurang.

Ada tiga hal yang mendasari egosentrisme, yaitu sebagai berikut :


24

1) Merasa Superior. Karena merasa superior, anak egosentris

berharap orang menunggunya, memuji sepak terjangnya, dan

diberi peran pimpinan. Mereka menjadi sok berkuasa, tidak

peduli terhadap orang lain, tidak mau bekerja sama, dan sibuk

bicara mengenai diri sendiri.

2) Egosentrisme karena merasa inferior. Individu akan memfokuskan

semua permasalahan terhadap diri sendiri karena merasa tidak

berharga di dalam kelompok. Anak yang demikian biasanya

mudah dipengaruhi dan selalu mau disuruh orang lain. Karena

selalu merasa bahwa andil mereka dalam kelompok sangat kecil

maka sering kali mereka justru diabaikan. Namun, bukan berarti

mereka tidak disukai.

3) Egosentrisme karena merasa menjadi korban. Perasaan tidak

diperlakukan secara adil membuat mereka marah kepada semua

orang. Akibatnya keinginan mereka untuk ikut andil dalam

kelompok sangat kecil dan kelompok cenderung mengabaikan

mereka. Apabila mereka menunjukkan kemarahannya secara

agresif maka kelompok akan menolaknya.

c) Anak yang Terisolasi

Isolated child merupakan anak yang terisolasi dari

lingkungannya. Ia mengalami masalah penerimaan sosial. Hal ini dapat

terjadi karena sikap dan perilaku anak yang kurang disukai teman-

temannya. Atau anak sendiri yang tidak suka melakukan interaksi

sosial, dan menjalin hubungan pertemanan. Untuk mengidentifikasi

anak yang mengalami masalah penerimaan sosial, kita dapat


25

melakukan sosiometri untuk menemukan siapakah anak yang paling

disukai dan yang paling tidak disukai. Dengan demikian, guru dapat

menemukan anak bermasalah dan perlu membimbingnya.

Adapun kategori penerimaan anak dalam lingkungan sosial sebagai mana yang

dikemukakan Hurlock adalah sebagai berikut:

1)  Star, yaitu anak yang disenangi oleh lingkungan temannya sehingga

populer.

2) Accepted, anak yang cukup dapat diterima lingkungan temannya

sehingga cukup populer.

3) Climber, yaitu anak yang berusaha untuk diterima oleh lingkungan teman

sebayanya dengan mengikuti keinginan/peraturan lingkungan. Anak di

sini selalu takut bila tidak mengikuti akan kehilangan teman.

4) Fringer (pinggiran), yaitu anak seperti golongan climber, tetapi lebih

takut tidak diterima.

5) Ineglettee, yaitu anak yang ditolak lingkungan sebab mereka pemalu,

menolak atau membuat ulah yang negatif.

6) Isolate, yaitu anak yang terisolasi dari lingkungan teman sebayanya dapat

karena tidak ada motivasi dalam diri anak itu untuk bergaul atau anak

tidak menarik bagi lingkungannya.

d)  Agresif

Agresif merupakan tingkah laku menyerang baik secara fisik maupun verbal

atau baru berupa ancaman yang disebabkan adanya rasa permusuhan. Tingkah

laku ini sering kali muncul sebagai reaksi terhadap frustasi, misalnya karena

dilarang melakukan sesuatu. Agresi juga sering timbul karena tingkah laku

agresif yang sebelumnya mengalami penguatan. Hal ini terjadi karena ada
26

beberapa keluarga dimana anak agresif justru dihargai. Selain itu tingkah laku

orang tua sering dicontoh oleh anak. Biasanya tingkah laku yang muncul pada

anak dapat marah secara verbal maupun menyerang, temper tantrum, dan

merusak.

e) Negativisme

Negativisme adalah perlawanan terhadap tekanan dari pihak lain untuk

berperilaku tertentu. Perilaku ini biasanya dimulai pada anak usia dua tahun dan

mencapai puncaknya antara usia tiga sampai enam tahun. Ekspresi fisiknya

mirip dengan ledakan kemarahan, namun secara bertahap berubah menjadi

penolakan secara lisan untuk menuruti perintah. Masa ini biasa juga disebut

sebagai masa “berkata tidak” karena hampir semua hampir semua permintaan

dijawab anak dengan berkata “tidak”. Negativisme ini akan menjadi masalah

yang berarti jika orang dewasa kurang memahami kelaziman masa ini. Masa ini

akan berakibat buruk jika orang dewasa memperlakukan anak dengan paksaan,

tekanan ataupun menegurnya dengan kata-kata celaan atau hardikan yang justru

akan memperburuk keadaan.

f ) Pertengkaran

Pertengkaran merupakan perselisihan pendapat yang mengandung

kemarahan. Perilaku ini umumnya dimulai apabila seseorang melakukan

penyerangan terhadap orang lain yang tidak beralasan.

g) Mengejek dan Menggertak

Mengejek merupakan serangan secara lisan terhadap orang lain,

sedangkan menggertak merupakan serangan yang bersifat fisik. Dengan dua

perilaku ini sipenyerang melampiaskan dendamnya dan menyaksikan

ketidakenakan korban akibat perilakunya.


27

h) Perilaku yang Sok Kuasa

Perilaku sok kuasa adalah perilaku yang berkecenderungan untuk

mendominasi orang lain atau menjadi “bos”. Perilaku ini pada umumnya tidak

disukai oleh lingkungan sosial.

i) Prasangka

Menurut Hurlock prasangka ini terbentuk pada masa kanak-kanak

tatkala anak melihat adanya perbedaan sikap dan penampilan di antara mereka,

dan perbedaan ini dianggap sebagai tanda kerendahan. Pada perkembangan

selanjutnya prasangka muncul karena individu tidak berpikir positif terhadap

kejadian yang dialaminya.

B. Faktor Penyebab Terbentuknya Perkembangan Sosial Bermasalah

Menurut Gustian (2014) perilaku antisosial erat hubungannya dengan

pengalaman dan penyesuaian sosial ketika anak usia dini. Beberapa faktor

penyebab timbulnya sikap antisosial, antara lain sebagai:

a.    Sikap Orang Tua yang Overprotected

Orang tua yang overprotected akan membatasi ruang gerak anak

sehingga anak kehilangan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan

sosialisasi secara sehat dalam lingkungannya. Banyak pembelajaran dan

pengalaman berharga dari lingkungan yang tidak diperoleh anak karena

sikap terlalu melindungi anak yang tidak pada tempatnya. Sikap

overprotected dapat menjadi pemicu perilaku agresif, mementingkan diri

sendiri, pemberontak ataupun perilaku apatis.

b.   Sikap Orang Tua yang Pencela, Membandingkan, dan Mencemooh Anak

Interaksi yang buruk dengan orang tua, sangat berpengaruh dalam

membentuk cara pandang anak terhadap kehidupannya. Sejak usia dini anak
28

melakukan imitasi terhadap orang tuanya. Tatkala orang tua bersikap buruk

terhadapnya maka anak pun akan meniru dan melakukan hal yang sama.

Sikap orang tua yang pencela, membandingkan, dan mencemooh anak

mencerminkan sikap penolakan terhadap keberadaan anak apa adanya.

Secara emosional, perilaku ini sangat melukai anak.

c.    Sempitnya Kesempatan Bergaul dengan Anak Lain

Perkembangan sosial emsional sangat tergantung pada terbukanya

kesempatan pada anak untuk bergaul dengan teman dan lingkungannya.

Lingkungan memiliki potensi yang sangat kaya dalam memberikan

pengalaman sosial pada anak. Mulai dari pengalaman yang positif maupun

pengalaman yang buruk. Anak akan menyerap dan mengolah pembelajaran

sosial melalui lingkungannya ini. Jika anak tidak memiliki kesempatan

bergaul yang cukup maka ia tidak memiliki kesempatan untuk mempelajari

respons lingkungan terhadap perilakunya ataupun melakukan penyesuaian

sosial.

d.   Pola Asuh Otoriter

Pola asuh otoriter cenderung memicu perilaku antisosial pada anak,

seperti tumbuhnya sikap pemberontak, agresif, sikap sok kuasa, dan lain

sebagainya. Sikap yang keras serta penerapan disiplin yang tidak dijelaskan

pada anak, hanya akan menimbulkan perilaku yang salah asuh. Individu

dapat tumbuh menjadi individu yang selalu ingin dituruti, kurang toleran

terhadap teman-temannya. Dengan sikap ini maka anak akan ditolak oleh

kelompok sosialnya.
29

e.    Lingkungan yang Buruk

Lingkungan yang buruk sangat potensial dalam mempengaruhi anak.

Lingkungan yang buruk ini tetap menjadi contoh yang buruk bagi anak.

Secara umum anak melakukan proses imitasi terhadap lingkungannya, tanpa

mengenal lebih jauh apakah lingkungan itu baik atau buruk. Jika lingkungan

dapat menonjolkan perilaku terpuji maka anak pun dapat mempelajari

penyerapan dan mengaplikasikan perilaku yang luhur tadi. Sebaliknya jika

lingkungan tersebut kurang baik maka anak tetap akan menjadikannya

sebagai objek imitasi.

f. Sibuk dengan dunia sendiri

Kelakukan anak yang lebih memilih untuk menyendiri dan asyik

dengan permainan yang dimilikinya tanpa meperdulikan keadaan atau

lingkungan di sekitarnya. Sikap ini dapat menyebabkan anak megalami

kesulitan dalam bersosialisasi dengan anak lainnya atau teman sebayanya.

C. Penanganan Gangguan Sosial pada Anak

Menurut Gustian (2014) berikut adalah cara penanganan pada anak yang

memiliki gangguan sosial, diantaranya:

a. Adanya kesempatan untuk bergaul dengan orang-orang dari berbagai usia

serta latar belakang yang berbeda. Anak tidak mungkin bisa belajar

bergaul bila lebih banyak menghabiskan waktunya sendiri. Semakin

banyak dan bervariasi dengan lingkungan bergaulnya, semakin banyak

hal-hal yang bisa dipelajari anak sebagai bekal keterampilan dalam

bersosialisasi dengan lingkungannya.


30

b. Anak tidak hanya berkomunikasi dengan kata-kata yang dapat dipahami,

tetapi juga dapat membicarakan dengan topik yang dapat dimengerti dan

menarik bagi orang lain.

c. Anak punya motivasi untuk bergaul. Motivasi ini tergantung seberapa besar

perolehan kepuasaan anak melalui aktivitas sosialnya. Apabila anak

mendapat cukup banyak kesenangan, penerimaan, dan pengalaman yang

mengasyikkan dari lingkungannya, motivasi atau keinginannya untuk

meluaskan wawasan, jaringan pergaulannya semakin luas. Namun,

sebaliknya kalau ia lebih banyak mendapat kekecewaan, motivasinya

untuk bergaul pun semakin berkurang.

d. Adanya bimbingan. Metode yang paling efektif untuk dapat belajar bergaul

dengan baik adalah lewat bimbingan dan pengajaran dari orang yang dapat

dijadikan model bergaul yang baik oleh anak. Anak memang bisa saja

belajar bergaul sendiri lewat trial and error (coba-coba) atau meniru

ingkah laku orang lain, namun akan lebih efektif bila yang menjadi model

adalah orang tua.

2. Gadget

a. Definisi

Gadget adalah suatu benda atau barang yang diciptakankhusus di

era yang serba maju ini dengan tujuan untuk membantu segala sesuatu

menjadi mudah dan praktis dibandingkan teknologi-teknologi

sebelumnya. Beberapa contoh dari gadget yaitu laptop, smartphone,

ipad, ataupun tablet yang merupakan alat-alatteknologi yang berisi aneka

aplikasi dan informasi mengenai semua hal yang ada di dunia ini

(Rideout V, 2013).
31

Keberadaan gadget yang merupakan salah satu wujud kemajuan

dalam bidang teknologi baru membuat seseorang yang mampu

mengaplikasikannya merasa selangkah lebih maju dari kondisi

sebelumnya. Karena bagaimanapun juga, keberadaannya mempermudah

kehidupan dan memiliki pengaruh yang luar biasa bagi kehidupan.

Semenjak adanya gadget, komunikasi menjadi lebih mudah (Pratiwi,

2015). Gadget juga dapat mempengaruhi perilaku sosial seseorang,

tergantung bagaimana orang tersebut memanfaatkan gadget. Apabila

orang tersebut dapat memanfaatkannya denganbaik,gadget bisa sangat

membantu dan mempermudah segalanya. Akantetapi, apabila orang

tersebut menyalahgunakan penggunaannya, maka fungsi gadget yang

seharusnya bersifat mempermudah hubungan sosial atau komunikasi

seseorang malah menjadikan hubungan sosial tersebut semakin buruk

hanya karena tidak mau bersilaturrahmi secara langsung dan sibuk

dengan gadget masing-masing ketika sedang berkumpul dengan orang

lain (Pratiwi, 2015).

b. Penggunaan Gadget pada Anak Prasekolah

Gadget tidak hanya beredar dikalangan usia dewasa, tetapijuga

beredar dikalangan anak usia dini ataupun prasekolah. Seiring

perkembangan zaman, masyarakat modern termasuk anak-anak, memang

tidak bisa dilepaskan dari keberadaan gadget yang semakin beredar luas.

Sehingga saat ini tidak aneh lagi apabila anak kecil berusia balita bahkan

prasekolah di zaman sekarang sudah menggunakan gadget (Rideout,

2013).
32

Gadget yang merupakan wujud nyata dari teknologi baruyang

berisi aneka aplikasi dan progam yang menyenangkan seolah-olah telah

menjadi sahabat bagi anak, bahkan bisa menyihir anak-anak untuk duduk

manis berjam-jam dengan bermain gadget. Menurut penelitian yang

dilakukan oleh Rideout (2013) didapatkan hasil bahwa terdapat anak usia

2 sampai 4 tahun telah menghabiskan waktunya di depan layar selama 1

jam 58 menit perharinya atau jika dalam frekuensi, anak bisa meminta

bermain gadget setiap ada waktu senggang seperti pulang sekolah atau

pada sore hari dan menjelang tidur. Sedangkan pada anak usia 5 hingga 8

tahun menghabiskan waktu di depan layar selama 2 jam 21 menit setiap

harinya dengan frekuensi yang lebih sering di bandingkan anak usia 2-4

tahun. Bertentangan dengan pendapat Starburger yang menyatakan

bahwa anak hanya boleh berada di depan layar < 1 jam setiap harinya.

Apabila waktu efektif manusia beraktifitas sebanyak 960 menit

sehari, dengan demikian orang dewasa yang kecanduan gadget akan

menyentuh perangkatnya itu setiap 4,8 menit sekali dikala senggang.

Begitupun anak-anak, tidak akan jauh berbeda apabila orang tua tidak

memiliki ketegasan dalam pembatasan durasi atau frekuensi dan anak sudah

terlalu bergantung dengan penggunaan gadget. Kecanduan gadget pada

anak dapat terlihat dari beberapatanda seperti saat diminta berhenti bermain

gadget, tidak mau merespon panggilan baik dari orang tua ataupun orang

lain (kemampuan komunikasi) ketika sedang bermain gadget, dan apabila

anak tersebut sudah masuk tahap sekolah, nilai akademis (kemampuan

anak) menurun dikarenakan anak sudah tidak tertarik lagi dengan materi

pembelajaran yang ada disekolah (Elizabeth, 2015).


33

c. Frekuensi penggunaan Gadget

Orang tua harus mempertimbangkan berapa frekuensi yang

diperbolehkan untuk anak usia prasekolah dalam bermain gadget, karena

total lama penggunaan gadget dapat mempengaruhiperkembangan anak

(Starburger, 2011). Starburger (2011) berpendapat bahwa seorang anak

hanya boleh berada di depan layar < 1 jam setiap harinya atau frekuensi

penggunaannya tidak lebih dari 2 kali dalam sehari.

Pendapat tersebut didukung oleh Sigman (2010) yang

mengemukakan bahwa waktu ideal lama anak usia prasekolahdalam

menggunakan gadget yaitu 30 menit hingga 1 jam dalam sehari.

Sedangkan menurut asosiasi dokter anak Amerika dan Canada,

mengemukakan bahwa anak usia 0-2 tahun alangkah lebih baik apabila

tidak terpapar oleh gadget, sedangkan anak usia 3-5 tahun diberikan

batasan durasi bermain gadget sekitar 1 jam perhari, dan 2 jam perhari

untuk anak usia 6-18 tahun. Akan tetapi, faktanya di Indonesia masih

banyak anak-anak yang menggunakan gadget 4–5 kali lebih banyak dari

jumlah yang direkomendasikan.Pemakaian gadget yang terlalu lama dapat

berdampak bagi kesehatan anak, selain radiasinya yang berbahaya,

penggunaan gadget yang terlalu lama dapat mempengaruhi tingkat agresif

pada anak. Anak akan cenderung malas bergerak dan dan lebih memilih

duduk atau terbaring sambil menikmati cemilan yang nantinya dapat

menyebabkan anak kegemukan atau berat badan bertambah secara

berlebihan. Selain itu, anak menjadi tidak peka terhadap lingkungan di

sekelilingnya. Anak yang terlalu asik dengan gadgetnya berakibat lupa

untuk berinteraksi ataupunberkomunikasi dengan orang sekitar maupun


34

keluarga dan itu akan bedampak sangat buruk apabila dibiarkan secara

terus menerus (Rowan, 2013).

d. Dampak Pengenalan Gadget pada Anak Prasekolah

1) Dampak Positif

Penggunaan gadget memiliki dampak tersendiri bagi para

penggunanya, baik orang dewasa ataupun anak-anak. Dampak yang timbul

bergantung dengan bagaimana orang tersebut menggunakannya dan

memanfaatkannya. Adapun beberapa dampak positif gadget pada anak yaitu

menjadi media pembelajaran yang menarik, belajar bahasa inggris lebih

mudah, serta meningkatkan logika lewat game interaktif yang edukatif. Hal

tersebut dapat terjadi apabila orang tua mampu memberikan pengawasan,

penegasan, serta pendekatan kepada anak terhadap gadget dengan baik

(Iswidharmanjaya, 2014).

2) Dampak Negatif

Selain memiliki dampak positif, penggunaan gadget juga dapat

berdampak negatif bagi anak. Aneka aplikasi gadget yang berisi game,

video yang mengandung sara, ataupun ajaran sesat sekalipun semua tersedia

dan dalam jangkauan akses yang sangat mudah dan cepat dalam hitungan

detik saja. Penggunaan gadget yang berlebihan (kecanduan), apalagi dengan

akses konten yang tidak baik, seperti adegan kekerasan yang anak lihat

dalam game dan film, serta pornografi, dipercaya mempengaruhi secara

negatif baik perilaku atapun kemampuan anak (Pratiwi, 2015).


35

B. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Frekuensi Perkembangan Sosial Anak


Penggunaan Gadget

Variabel Pengganggu
1. Status ekonomi keluarga
2. Keutuhan keluarga
3. Sikap dan pola asuh orang
tua

Gambar 2.1 Kerangka Konsep


Sumber : Umiyah (2018) ; Gustian (2014) ; Hurlock (2012)

Keterangan :
= Yang diteliti

= Yang tidak diteliti


= Saling berhubungan
C. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk

kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2015). Hipotesis dalam penelitian ini yaitu

terdapat hubungan antara frekuensi penggunaan gadget terhadap

perkembangan sosial anak prasekolah di Taman Kanak-kanak (TK) ABA

‘Aisyiyah Notoyudan Yogyakarta.


36

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif

merupakan suatu jenis penelitian yang bersifat obyektif, yang mencangkup

pengumpulan dan analisis data kuantitatif serta menggunakan metode

pengujian statistik (Notoatmodjo, 2010). Rancangan penelitian merupakan

suatu strategi penelitian dalam mengidentifikasi permasalahan sebelum

perencanaan akhir pengumpulan data (Nursalam, 2011). Rancangan

penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode

penelitian analitik korelasi yaitu cara untuk mengetahui ada atau tidak adanya

hubungan variabel. Kekuatan antar variabel dapat di lihat dari nilai koefisien

korelasi dengan pendekatan cross-sectional dimana peneliti melakukan

observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat. Artinya, tiap

subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan

terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan

(Notoatmodjo, 2010).

Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui antara frekuensi

penggunaan gadget terhadap perkembangan sosial anak prasekolah di TK ABA

‘Aisyiyah Notoyudan Yogyakarta.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Variabel bebas sering disebut variabel independen, predictor,risiko,

determinan yang bila mengalami perubahan akan menyebabkan perubahan


37

variabel lain (Setiawan dan Saryono, 2011). Variabel bebas dalam penelitian

ini adalah frekuensi penggunaan gadget.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat merupakan variabel yang menjadi masalah penelitian

atau dipengaruhi oleh variabel bebas (Setiawan dan Saryono, 2011). Variabel

terikat dalam penelitian ini adalah perkembangan sosial anak.

3. Variabel Pengganggu

Variabel pengganggu adalah variabel yang mempengaruhi hubungan

antara variabel bebas dengan variabel terikat. Variabel pengganggu memiliki

hubungan dengan variabel yang sedang diteliti tetapi tidak dapat dilihat,

diukur, dan dimanipulasi(Setiawan dan Saryono, 2011).

Adapun variabel pengganggu pada penelitian ini sebagai berikut :

1. Faktor lingkungan keluarga

a) Status sosial ekonomi keluarga

Status ekonomi keluarga tidak di kendalikan karena peneliti

mengambil semua responden yang status sosial ekonomi tinggi,

sedang maupun rendah.

b) Keutuhan keluarga

Keutuhan keluarga tidak di kendalikan karena peneliti

mengambil semua data dari semua orangtua responden tanpa melihat

keutuhan keluarganya.

c) Sikap dan kebiasaan orangtua

Sikap dan kebiasaan orangtua juga tidak di kendalikan

karena peneliti mengambil semua data dari semua orangtua

responden tanpa melihat sikap dan kebiasaan orangtua.


38

2. Faktor di luar rumah

Faktor di luar rumah tidak di kendalikan karena peneliti

mengambil semua data dari semua orangtua responden tanpa melihat

faktor di luar rumah anak seperti teman di lingkungan sekitar anak.

C. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional


No Variabel Definisi Cara Skala Parameter
Pengukuran Kategori
1. Variabel Jumlah intensitas Kuesioner Nominal Tingkat Frekuensi
Bebas anakdalam penggunaan Penggunaan
Frekuensi menggunakan gadget terdiri Gadget di
penggunaan gadget atas 1 item kategorikan
gadget (handphone, pertanyaan menjadi :
tablet)dalam setiap dengan 1. Dikatakan
harinya. pilihan Normal jika
jawaban : Frekuensi
1. < 2x dalam <2x dalam
sehari sehari
2. >2x dalam 2. Di katakan
sehari Sering jika
Frekuensi >2x
dalam sehari

Variabel Terikat
2. Perkembangan Pencapaian Kuesioner Nominal Tingkat
Sosial Anak kematangan dalam terdiri atas 14 Perkembangan
hubungan sosial pertanyaan Sosial
anak tentang dikategorikan
perkembanga menjadi :
n sosial anak a. Baik jika Skor
dengan <mean
bentuk b. Kurang jika
pilihan Skor> mean
jawaban :
a. S : Setuju
b. KS:
Kurang
Setuju
c. TS : Tidak
Setuju
d. STS :
Sangat
Tidak
Setuju
39

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang akan

diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

orang tua atau wali dari siswa Taman Kanak-kanak (TK) ABA ‘Aisyiyah

Notoyudan Yogyakarta sejumlah 81 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang akan diteliti

(Notoatmodjo, 2010). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini

adalah total sampling. Total sampling adalah teknik pengambilan sampel

dimana jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiyono, 2012). Alasan

mengambil sampel dengan teknik total sampling karena menurut Sugiyono

(2012) jumlah populasi yang kurang dari 100 seluruh populasi dijadikan

sampel penelitian (Sugiyono, 2012). Adapun sampel dalam penelitian ini

berjumlah 81 orangtua / wali dari anak di TK ABA Notoyudan Yogyakarta.

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi pada pengambilan sampel sebagai

berikut :

1) Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi merupakan persyaratan umum yang harus

dipenuhi oleh subyek agar dapat diikutsertakan dalam penelitian

(Setiawan dan Saryono, 2011).

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

a. Orang tua atau wali murid dari siswa TK ABA ‘Aisyiyah Notoyudan

Yogyakarta yang tidak berkebutuhan khusus ( tunanetra dan

tunarungu)
40

b. Orang tua atau wali murid yang memberi gadget pada anaknya.

c. Orang tua atau wali murid yang dapat membaca dan menulis untuk

keperluan pengisian kuesioner.

2) Kriteria Ekslusi

Kriteria ekslusi adalah keadaan dimana subyek yang memenuhi

kriteria inklusi yang tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian

(Setiawan dan Saryono, 2011). Kriteria ekslusi dalam penelitian ini

adalah anak/siswa Taman Kanak-kanak (TK) ABA ‘Aisyiyah Notoyudan

Yogyakarta yang tidak mengikuti pembelajaran atau cuti sekolah.

E. Etika Penelitian

Etika penelitian merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian

(Yuliasari, 2015). Adapun etika penelitian sebagai berikut :

1. Informed Consent

Setiap respoden penelitian diberi lembar persetujuan agar responden

mengetahui maksud dan tujuan penelitian. Jika responden bersedia ikut

dalam penelitian maka harus menandatangani lembar persetujuan, jika

responden menolak atau tidak bersedia maka peneliti tidak berhak memaksa

dan harus menghormati hak calon responden (Yuliasari, 2015).

2. Anonimity (tanpa nama)

Dalam penelitian ini lembar pengumpulan data tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden akan tetapi, hanya memberikan kode

sehingga rahasia responden tetap terjaga.


41

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Confidentiality adalah suatu etika dalam penelitian dengan

memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun

masalahnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti (Yuliasari, 2015). Dalam penelitian ini

responden dirahasiakan nama serta identitasnya dengan hanya

mencantumkan inisial nama depan dan dokumen diarsipkan dengan teliti

dan baik di komputer, dan dibumi hanguskan ketika data akumulasi dalam

penelitian sudah didapatkan

4. Justice (Keadilan)

Semua responden yang ikut dalam penelitian mendapatkan perlakuan

yang adil dan diberikan hak yang sama (Yuliasari, 2015).

5. Ethical Clearance (Kelayakan Etik)

Ethical Clearance adalah keterangan tertulis yang diajukan di Komisi

Etik Penelitian Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta untuk penelitian yang

melibatkan makhluk hidup serta menyatakan bahwa suatu penelitian layak

dilaksanakan setelah memenuhi persyaratan tertentu. Adapun dalam

penelitian ini, peneliti mengajukan permohonan surat keterangan lolos uji

etik pada tanggal 29 April 2019 dengan nomor surat persetujuan etik adalah

No.615/KEP-UNISA/IV/2019.
42

F. Alat dan Metode Pengumpulan Data

1. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuesioner. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan

untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang

pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui (Notoatmodjo, 2010). Kuesioner

dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian setelah di uji validitas dan

reliabilitasnya (Notoatmodjo, 2010).

Kuesioner yang digunakan peneliti merupakan modifikasi dari

kuesioner penelitian Meta Anindya tahun 2017, kemudian peneliti

menambahkan pertanyaan sesuai dengan pertanyaan yang dibutuhkan

peneliti. Adapun kuesioner untuk menilai frekuensi penggunaan gadget

terdapat satu pernyataan mengenai frekuensi anak bermain gadget dalam

sehari. Pernyataan mengenai perkembangan sosial mencakup sikap anak yang

dikaitkan dengan gadget dengan pernyataan sebanyak 14 pernyataan. Bentuk

pernyataan pada kuesioner ini menggunakan skala Likert dengan item

jawaban Setuju, Kurang Setuju, Tidak Setuju, dan Sangat Tidak Setuju.

Adapun pernyataan perkembangan sosial anak terdapat pada soal nomor

1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14.

Kuesioner pada pertanyaan frekuensi penggunaan gadget didapatkan

jika responden mengisi < 2x sehari maka responden termasuk dalam kategori

normal dan jika responden menjawab > 2x sehari maka termasuk dalam

kategori sering.
43

Adapun kisi-kisi kuesioner sebagai berikut :

Tabel 3.2 Kisi-kisi kuesioner


Variabel Sub Variabel Nomor pernyataan Jumlah Item
Frekuensi Frekuensi 1 1
Penggunaan penggunaan gadget
Gadget dalam setiap hari

Perkembangan Mementingkan diri 1,8,9


sosial anak sendiri
Pembangkang 2,3
Berselisih 4,5,15 14
Kerjasama 6,11,13
Agresi 8,10,14
Menggoda/ 7,12
Mengejek

Jumlah 15

2. Metode Pengumpulan data

Pengumpulan data dapat dilakukan dengan berbagai setting, sumber

dan berbagai cara. Bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpuulan data

dapat menggunakan data primer dan data sekunder. Sumber data primer

adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data

(Sugiyono, 2012).

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan

mengumpulkan data primer yaitu data yang diambil langsung dari responden

melalui kuesioner. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan

persamaan apersepsi kepada orangtua/wali siswa TK ABA Notoyudan

Yogyakarta dengan cara menjelaskan petunjuk pengisian kuesioner serta

memberikan arahan untuk dapat menjawab pertanyaan dari responden jika ada

yang belum dimengerti. Setelah itu, peneliti dan asisten peneliti membagikan

kuesioner kepada responden secara langsung pada objek yang diteliti.

Kemudian peneliti menjelaskan judul dan tujuan penelitian yang akan


44

dilakukan serta menyampaikan kerahasisaan atas jawaban yang diberikan

dalam kuesioner dan penelitian tidak berdampak negatif bagi responden.

Peneliti meminta persetujuan untuk menjadi responden dengan memberikan

lembar informed consent sebagai bukti kesediaan sebagai responden dalam

penelitian ini. Jika responden bersedia, maka responden menandatangani

lembar informed consent. Setelah itu peneliti memberikan penjelasan

mengenai cara-cara pengisian kuesioner, kemudian kuesioner diberikan

kepada responden yang dibantu oleh asisten peneliti yaitu teman peneliti.

Responden diberikan waktu 20 menit untuk mengisi kuesioner dan

diminta mengisi data sesuai dengan yang tercantum dalam kuesioner

penelitian serta tidak diperbolehkan untuk melihat dan menyontek jawaban

tresponden lainnya. Apabila ada pertanyaan yang tidak jelas, dapat ditanyakan

kepada peneliti. Semua data yang dikumpulkan, diperiksa kelengkapannya

untuk kemudian dianalisa oleh peneliti. Responden yang telah mengisi

kuesioner diberikan bingkisan berupa buku dan pensil untuk anaknya

3. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer didapat dengan cara mengumpulkan data secara

langsung dari responden dengan mengisi lembar kuesioner tertutup yang

diberikan peneliti.

b. Data Sekunder

Data sekunder didapatkan dari TK ABA Notoyudan Yogyakarta

berupa data jumlah seluruh siswa TK ABA Notoyudan Yogyakarta.


45

4. Uji coba alat pengumpulan data

Sebelum kuesioner digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu

dilaksanakan validitas dan reliabilitas terhadap kuesioner dengan responden

diluar sampel yang mempunyai karakteristik yang sama, agar diperoleh hasil

distribusi mendekati normal (Notoatmodjo, 2010).

a. Uji Validitas

Validitas adalah derajat ketepatan antara data yang terjadi pada obyek

penelitian yang dapat dilaporkan oleh peneliti (Notoatmodjo, 2010). Uji

validitas pada penelitian ini dilakukan di TK ABA Nur’aini Ngampilan

Yogyakarta karena memiliki karakteristik yang sama sesuai kriteria inklusi

dan ekslusi dengan TK ABA Notoyudan Yogyakarta yang melibatkan 30

responden.

Adapun uji validitas pada penelitian ini menggunakan rumus korelasi

product moment yang dikemukakan oleh Pearson. Menurut Notoatmodjo

(2010) instrumen dikatakan valid apabila hasil menunjukkan nilai r hitung >

r tabel, sedangkan instrumen dikatakan tidak valid jika r hitung < r tabel

(Notoatmodjo, 2010). Berdasarkan hasil uji validitas yang dilakukan di TK

ABA Nur’aini Ngampilan Yogyakarta pada tanggal 11 Mei 2019

melibatkan 30 responden terdapat 1 soal tidak valid karena mempunyai nilai

r hitung < r tabel (0,361) yaitu pada soal nomor 13 dengan nilai r hitung

0,170. Soal yang tidak valid dihapuskan karena telah terwakili dengan soal

yang lainnya, sehingga jumlah soal yang digunakan untuk kuesioner

perkembangan sosial anak berjumlah 14 soal.


46

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila

fakta atau kenyataan diukur dan diamati berkali-kali dalam waktu yang

berlainan. Reliabilitas menunjukkan bahwa instrumen suatu penelitian dapat

dipercaya (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini uji reliabilitas menggunakan

Alpha Cronbach karena kuesioner yang digunakan oleh peneliti

menggunakan skala Likert yaitu item soal yang memiliki jawaban

bertingkatyaitu 4 macam jawaban.Hasil uji reliabilitas dinyatakan reliabel

apabila nilai Alpha Cronbach > 0,6 maka kuesioner reliabel digunakan

untuk penelitian (Notoatmodjo, 2010). Hasil uji reliabilitas didapatkan nilai

r hitung 0,899 lebih besar dari nilai koefisien reliabilitas yaitu 0,6 sehingga

instrumen dinyatakan reliabel dan layak untuk digunakan sebagai instrumen

pengumpulan data.

G. Metode Pengolahan Data

1. Pengolahan data

Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap

sebagai berikut :

a. Editing

Kegiatan editing meliputi pengecekan kembali lembar isian baik

mengenai data identitas, usia anak, kelengkapan jawaban, dan kejelasan

penulisan untuk menghindari kesalahan (Yuliasari, 2015).

b. Coding

Coding (pengkodean) adalah mengklarifikasikan jawaban dari pada

responden kedalam kategori-kategori. Klarifikasi dilakukan dengan jalan


47

menandai masing-masing jawaban dengan kode berupa angka, kemudian

dimasukan kedalam lembar tabel kerja (Yuliasari, 2015).

Adapun pengkodean pada penelitian ini sebagai berikut :

1) Frekuensi penggunaan gadget

Normal :1

Sering :2

2) Perkembangan sosial anak

Baik :1

Kurang :2

c. Tabulating (Tabulasi)

Tabulating merupakan mengelompokkan data ke dalam suatu tabel

berdasarkan variabel terikat dan variabel bebas (Yuliasari, 2015). Dalam

penelitian ini tabulating dilakukan dengan menampilkan tabel kosong

(dummy table) dalam bentuk distribusi frekuensi dan tabulasi silang.

2. Analisa data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :

a. Analisa Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisa

univariat tergantung dari jenis datanya (Notoatmodjo, 2010). Analisis ini

bertujuan untuk mengetahui distribusi, frekuensi dan proporsi masing-

masing variabel yang akan diteliti dengan cara mentabulasi data kemudian

disusun dalam variabel dengan presentase (Notoatmodjo, 2010).

b. Analisa Bivariat
48

Analisis Bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkolerasi (Notoatmodjo, 2010). Analisis bivariat

dalam penelitian ini untuk mengetahui hubungan dua variabel, yaitu

variabel bebas frekuensi penggunaan gadget yang memiliki skala nominal

dan variabel terikat perkembangan sosial anak di TK ABA Notoyudan

Yogyakarta yang memiliki skala nominal. Uji korelasi menggunakan chi

square karena skala variabel nominal. Menurut Setiawan dan Saryono

(2011) apabila skala data variabel terdiri dari ordinal dan nominal maka

dapat menggunakan uji korelasi chi square (Setiawan dan Saryono, 2011).

Interpretasi hasil menggunakan tingkat kepercayaan 95%, maka nilai

signifikan adalah 0,05 sehingga apabila nilai p value > 0,05 maka Ho

diterima dan Ha ditolak artinya tidak ada hubungan antara frekuensi

penggunaan gadget terhadap perkembangan sosial anak. Namun, apabila

nilai p value < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya ada

hubungan antara frekuensi penggunaan gadget terhadap perkembangan

sosial anak.
49

Untuk mengetahui keeratan hubungan kedua variabel dapat dilihat

dari nilai correlation coeffecient, dengan kriteria berikut:

Tabel 3.2
Nilai Correlation Coeffecient

Nilai Korelasi Keeratan Hubungan


0 Tidak ada korelasi antara dua variabel
0,01-0,025 Korelasi sangat lemah
0,26-0.5 Korelasi cukup
0,51-0,75 Korelasi kuat
0,76-0,99 Korelasi sangat kuat
1 Korelasi sempurna
Sumber: Sugiyono, 2018

H. Jalannya Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan melalui 3 tahap sebagai berikut :

1. Tahap persiapan

a. Penentuan masalah penelitian didapatkan melalui studi pustaka

b. Pengajuan judul dan acc judul dengan dosen pembimbing

c. Meminta surat izin studi pendahuluan dari Universitas ‘Aisyiyah

Yogyakarta untuk melakukan studi pendahuluan di TK ABA Notoyudan

Yogyakarta

d. Memberikan surat izin studi pendahuluan ke TK ABA Notoyudan

Yogyakarta

e. Melakukan studi pendahuluan di TK ABA Notoyudan Yogyakarta

f. Menyusun proposal penelitian

g. Konsultasi dengan dosen pembimbing dan melakukan revisi

h. Ujian proposal

i. Revisi proposal sampai acc proposal oleh pembimbing penguji dan tim

skripsi
50

j. Peneliti melakukan uji etik penelitian kepada komisi etik Universitas

‘Aisyiyah Yogyakarta

k. Peneliti meminta tanda tangan tim skripsi kleas F Universitas Aisyiyah

untuk melakukan uji validitas

l. Meminta surat izin uji validitas dan reliabilitas dari Universitas ‘Aisyiyah

Yogyakarta ke TK ABA Nur’aini Ngampilan Yogyakarta

m. Memberikan surat uji validitas dan reliabilitas keTK ABA Nur’aini

Ngampilan Yogyakarta

n. Melakukan uji validitas dan reliabilitas di TK ABA Nur’aini Ngampilan

Yogyakarta

o. Konsul hasil uji validitas dan reliabilitas, acc uji validitas dan reliabilitas

oleh pembimbing dan tim skripsi

p. Membuat surat izin penelitian di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

2. Tahap Pelaksaanaan Kegiatan

a. Peneliti memberikan surat izin penelitian ke TK ABA Notoyudan

Yogyakarta

b. Peneliti melakukan konfirmasi dengan Kepala sekolah terkait jadwal

penelitian

c. Melakukan apersepsi kepada kepala sekolah dan guru terkait tujuan

penelitian dan jalannya penelitian serta asisten peneliti yaitu teman yang

bertujuan untuk menjelaskan petunjuk pengisian kuesioner serta

memberikan arahan untuk dapat menjawab pertanyaan dari responden

jika ada yang belum dimengerti.


51

d. Menentukan subjek penelitian, yaitu siswa-siswi di TK ABA Notoyudan

Yogyakarta

e. Peneliti meminta responden untuk menandatangani surat persetujuan

responden apabila bersedia menjadi responden.

f. Peneliti menjelaskan cara mengisi kuesioner dan meminta responden

untuk menjawab seluruh pertanyaan yang ada dalam kuesioner.

g. Kueisioner dikerjakan selama 20 menit dan langsung dikumpulkan saat

itu juga setelah selesai diisi oleh responden.

h. Peneliti melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan jawaban

responden, apabila terdapat data yang tidak lengkap maka peneliti segera

meminta kelengkapan data kepada responden yang bersangkutan.

i. Responden yang telah mengisi kuesioner diberikan bingkisan berupa

buku dan pensil

3. Tahap Akhir / Tahap penyelesaian

a. Pengumpulan data

b. Pengolahan data dengan teknik komputerisasi

c. Analisis data

d. Menyusun BAB IV

e. Menyusun BAB V

f. Melakukan konsul dari BAB I sampai BAB V

g. Tanda tangan acc dari dosen pembimbing untuk ujian hasil

h. Melakukan ujian hasil penelitian

i. Revisi setelah ujian hasil

j. Pengumpulan skripsi hard copy maupun soft copy ke perpustakaan.


52

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Tempat Penelitian

Penelitian ini di laksanakan pada tanggal 17 Juni - 21 Juni 2019 di

TK ABA Aisyiyah Notoyudan Yogyakarta. Populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh siswa di TK ABA Aisyiyah Notoyudan yang berjumlah 81

yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui adanya hubungan frekuensi penggunaan gadget terhadap

perkembangan sosial anak di TK ABA Aisyiyah Notoyudan Yogyakarta

tahun 2019.

TK ABA Aisyiyah memiliki 7 ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang

guru, ruang kepala sekolah dan 3 toilet siswa. TK ABA Notoyudan

Yogyakarta memiliki visi yaitu untuk menghasilkan generasi muslim yang


53

berakhlak mulia, kreatif, cerdas, dan mandiri. Sedangkan misi TK ABA

Notoyudan Yogyakarta yaitu menanamkan nilai-nilai keagamaan dan

ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

TK ABA Notoyudan memiliki ruang bermain yang digunakan untuk

menstimulus perkembangan motorik anak, perkembangan kreativitas dan

keterampilan anak serta untuk menstimulus perkembangan proses anak

melakukan sosialisasi kepada teman-temannya. Program kegiatan belajar di

TK ABA Notoyudan mencakup program pembentukan prilaku melalui

pembiasaan dan program pengembangan kemampuan dasar yang

merupakan suatu kesatuan uang utuh, program kegiatan tersebut harus

dilandasi oleh pembinaan kehidupan beragama untuk meningkatkan dan

menanamkan sejak dini keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT.

Program pembentukan prilaku dilaksanakan melalui kegiatan rutin seperti

berdo’a dan mengucapkan salam, kegiatan spontan seperti bertegur sapa

dengan guru dan sesama teman, kegiatan teladan seperti berpakaian rapi dan

bertutur kata yang baik, serta kegiatan yang di rencanakan ( terprogram)

seperti target yang ingin di capai dalam proses pengajaran. Kegiatan-

kegiatan ini berfungsi untuk mengembangkan seluruh kemampuan yang

diiliki anak sesuai tahap perkembangannya, mengembangkan sosialisasi

anak serta mengenalkan peraturan dan menanamkan disiplin sejak dini pada

anak.

2. Karakteristik Responden
Berdasarkan hasil penelitian, dapat dideskripsikan karakteristik responden
sebagai berikut :
a. Karakteristik responden secara umum
54

Pada Tabel 4.1 berikut ini menjelaskan tentang karakteristik responden

secara umum.

Tabel 4.1. Karakteristik Responden

Karakteristik Frekuensi Proporsi (%)


Pendidikan Terakhir
SMA 46 56,8
SI 35 43,2
Pekerjaan
IRT 27 33,3
Wiraswasta 18 22,2
Guru 9 11,1
PNS 27 33,3
Usia Anak
4 tahun 14 17,3
5 tahun 15 18,5
6 tahun 36 44,4
7 tahun 16 19,8
55

Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 4.1 karakteristik responden berdasarkan

pendidikan terakhir paling banyak Sekolah Menengah Atas ( SMA)

dengan jumlah responden sebanyak 46 orang ( 56,8%), dan pendidikan

terakhir dari Strata I (SI) berjumlah 35 orang ( 43,2%). Karakteristik

responden berdasarkan pekerjaan menunjukkan hasil bahwa IRT da PNS

merupakan pekerjaan terbanyak dengan jumlah 27 orang IRT ( 33,3%)

dan 27 orang PNS (33,3%), sedangkan pekerjaan yang paling sedikit

adalah guru yaitu berjumlah 9 orang (11,1%). Karakteristik responden

berdasarkan usia anak menunjukkan hasil bahwa usia 6 tahun merupakan

karakteristik usia terbanyak dengan jumlah 36 siswa (44,4%), sedangkan

yang paling sedikit usia 4 tahun dengan jumlah 14 siswa (17,3%).

b. Karakteristik responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir dan

Perkembangan Sosial Anak

Tabel 4.2 berikut ini akan menjelaskan tentang karakteristik responden

berdasarkan pendidikan terakhir dan perkembangan sosial anak.

Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan


Terakhir Dan Perkembangan Sosial
Terakhir Dan Perkembangan Sosial
Perkembangan Sosial
Pendidikan Total
Baik Kurang
Terakhir
f % f % f %
SMA 21 46,7 25 54,3 46 100
SI 8 22,9 27 77,1 35 100
Total 29 35,8 52 64,2 81 100
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 4.2 karakteristik responden berdasarkan

pendidikan terakhir dan perkembangan sosial pada anak, di dapatkan

hasil responden pendidikan terakhir SMA perkembangan sosial anak


56

kategori baik sebanyak 21 orang (46,7%), kategori kurang sebanyak 25

orang (54,3%). Pendidikan terakhir SI didapatkan hasil perkembangan

sosial anak kategori baik sebanyak 8 orang ( 22,9%) dan kategori kurang

sebanyak 27 orang (77,1%).

c. Karakteristik responden Berdasarkan Pekerjaan dan

Perkembangan Sosial Anak

Pada tabel 4.3 berikut ini akan menjelaskan tentang karakteristik

responden berdasarkan pekerjaan dan perkembangan sosial anak

Tabel 4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan


Dan Perkembangan Sosial Anak

Perkembangan Sosial Anak


Total
Pekerjaan Baik Kurang
f % f % f %
IRT 18 66,7 9 33,3 27 100
Wiraswasta 6 33,3 12 66,7 18 100
\\\\\\Guru 2 22,2 7 77,8 9 100
PNS 3 11,1 24 88,9 27 100
Total 29 35,8 52 64,2 81 100
Sumber : Data Primer 2019
Berdasarkan tabel 4.3 karakteristik responden berdasarkan

pekerjaan dan perkembangan sosial pada anak, di dapatkan hasil

perkembangan sosial anak paling banyak baik pada pekerjaan IRT

dengan jumlah responden 18 orang ( 66,7%) dan perkembangan sosial

anak paling kurang pada pekerjaan PNS 24 orang ( 88,9%).

d. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Anak dan

Perkembangan Sosial Anak

Pada tabel 4.4 berikut ini akan menjelaskan tentang karakteristik

responden berdasarkan usia anak dan perkembangan sosial anak

Tabel 4.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Anak


Dan Perkembangan Sosial Anak
Perkembangan Sosial Anak
Total
57

4 tahun 6 42,9 8 57,1 14 100


5 tahun 4 26,7 11 73,3 15 100
6 tahun 15 41,7 21 58,3 36 100
7 tahun 4 25,0 12 75,0 16 100
Total 29 35,8 52 64,2 81 100
Sumber : Data Primer 2019
Berdasarkan tabel 4.4 karakteristik responden berdasarkan usia

anak dan perkembangan sosial pada anak, di dapatkan hasil

perkembangan sosial anak paling banyak baik terdapat pada usia 6 tahun

dengan jumlah responden 15 orang dan perkembangan sosial anak paling

kurang terdapat pada usia 6 tahun dengan jumlah responden sebanyak 21

orang (58,3%).

3. Analisis Univariat

Pada tabel 4.5 berikut ini menjelaskan tentang distribusi frekuensi

penggunaan gadget pada anak di TK ABA Notoyudan Yogyakarta sebagai

berikut :

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan


Frekuensi Penggunaan Gadget
Variabel Frekuensi Proporsi (%)
Frekuensi Penggunaan Gadget
Normal 23 28,4
Sering 58 71,6
Total 81 100
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa distribusi frekuensi

penggunaan gadget pada anak di TK ABA Notoyudan Yogyakarta

sebagian besar sering menggunakan gadget dengan jumlah 58 responden

(71,6%).

Pada tabel 4.6 berikut ini menjelaskan tentang distribusi frekuensi

perkembangan sosial anak di TK ABA Notoyudan Yogyakarta sebagai

berikut :
58

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan


Perkembangan sosial Anak
Variabel Frekuensi Proporsi (%)
Perkembangan sosial Anak
Baik 29 35,8
Kurang 52 64,2
Total 81 100
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa distribusi frekuensi

responden berdasarkan perkembangan sosial anak sebagian besar

perkembangan sosialnya kurang dengan jumlah 52 responden (64,2%).

Pada tabel 4.7 berikut ini menjelaskan tentang distribusi frekuensi

jawaban kuesioner penggunaan gadget pada anak di TK ABA Notoyudan

Yogyakarta sebagai berikut :

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Kuesioner


Frekuensi Penggunaan Gadget
<2x >2x
No Pernyataan
F % F %
Berapakah frekuensi 17 21,0 64 79,0
atau total waktu anak
anda bermain gadget (
handphone, tablet)
dalam sehari

Sumber : Data Primer 2019


59

Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui distribusi frekuensi

jawaban kuesioner dari pertanyaan frekuensi penggunaan gadget pada

anak di TK ABA Notoyudan Yogyakarta sebanyak 64 responden (79,0%)

menjawab penggunaan gadget lebih dari 2 kali dalam sehari.

Pada tabel 4.8 berikut ini menjelaskan tentang distribusi frekuensi

jawaban kuesioner perkembangan sosial anak di TK ABA Notoyudan

Yogyakarta sebagai berikut:

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jawaban Kuesioner


Perkembangan sosial Anak
No S KS TS STS
Pernyataan
F % F % F % F %
60
1 Anak tidak mau meminjamkan
gadget / mainannya kepada 33 40,7 43 53,1 4 4,9 1 1,2
orang lain

2 Anak semakin sering


membangkang atau membantah 39 48,1 37 45,7 5 6,2 0 0
perintah orangtua semenjak
mengenal gadget

3 Anak akan marah dan menangis 53 65,4 20 24,7 7 8,6 1 1,2


apabilatidak diberikan izin
bermain gadget

4 Anak akan marah apabila di 51 63,0 26 32,1 4 4,9 0 0


ganggu ketika bermain gadget

5 Anak akan marah apabila 56 69,1 21 25,9 3 3,7 1 1,2


gadget yang dimainkannya di
minta oleh orang tua, meskipun
dengan alasan dan penjelasan
yang baik dari orang tua

6 Semenjak mengenal gadget,


anak lebih suka bermain sendiri 46 56,8 29 35,8 6 7,4 0 0
di dalam rumah dari pada
bermain di luar bersama saudara
atau teman-teman seusianya.

7 Anak senang menunjukan / 42 51,9 35 43,2 4 4,9 0 0


memamerkan kepandaiannya
dalam bermain gadget di
hadapan teman-temannya

8 Anak akan rewel (menangis / 54 66,7 22 27,2 4 4,9 1 1,2


menggelayut pada anda) ketika
anda meninggalkannya

9 Anak akan bersikap acuh saat di 60 74,1 17 21,0 3 3,7 1 1,2


panggil atau dinasehati orang
lain ketika sedang asik bermain
gadget

10 Terkadang anak suka memukul 54 66,7 25 30,9 2 2,5 0 0


dan melempar orang lain
dikarenakan meniru adegan
game yang dimainkannya di
dalamgadget

11 Anak lebih suka dibujuk 46 56,8 33 40,7 2 2,5 0 0


menggunakan gadget dari pada
di ajak main bersama teman-
temannya ketika sedang marah
atau menangis

12 Anak selalu ingin terlihat lebih 55 67,9 26 32,1 0 0 0 0


pandai dalam hal bermain
gadget dibandingkan teman-
temannya
61

Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui distribusi frekuensi jawaban kuesioner

perkembangan sosial dari 14 pernyataan terdapat jawaban dengan nilai tertinggi

pada pernyataan soal nomor 9, yaitu membahas tentang sikap anak saat di panggil

atau dinasihati orangtua ketika sedang bermain gadget, responden menjawab setuju

sebanyak 60%. Sedangkan jawaban responden dengan nilai terendah pada

pernyataan soal nomor 14, yaitu membahas tentang emosi anak saat berselisih

dengan teman atau saudara seusianya karena memperebutkan gadget responden

yang menjawab setuju sebanyak 22,2%.

4. Analisis Bivariat

Pada tabel 4.9 berikut ini menjelaskan tentang hubungan Frekuensi

Penggunaan Gadget Terhadap Perkembangan Sosial Anak di TK ABA Notoyudan

Yogyakarta tahun 2019 sebagai berikut :

Tabel 4.9 Frekuensi Penggunaan Gadget Terhadap Perkembangan


Sosial Anak
Perkembangan Sosial P
Frekuensi
Anak Total C value
Penggunaan
Baik Kurang
Gadget
f % f % f %
Normal 15 65,2 8 34,8 23 100 0,386 0,001
Sering 14 24,1 44 75,9 58 100
Total 29 35,8 52 64,2 81 100
Sumber : Data Primer 2019

Berdasarkan tabel 4.9 diketahui hasil tabulasi silang antara frekuensi

penggunaan gadget dan perkembangan sosial anak di TK ABA Notoyudan

Yogyakarta menunjukkan frekuensi penggunaan gadget dengan frekuensi

normalsebanyak 15 responden (65,2%) tingkat perkembangan sosial anak di

kategorikan baik, sedangkan 8 responden (34,8%) perkembangan sosial anak di

kategorikan kurang. Pada penggunaan gadget dengan frekuensi sering sebanyak 14


62

responden (24,1%) tingkat perkembangan sosial anak di kategorikan baik,

sedangkan 44 responden (75,9%) perkembangan sosial anak di kategorikan

kurang. Hasil uji data bivariat menggunakan analisis Chi Square, diperoleh nilai p

value sebesar 0,001< 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara

Frekuensi Penggunaan Gadget Terhadap Perkembangan Sosial Anak di TK ABA

Notoyudan Yogyakarta tahun 2019.

Hasil analisis didapatkan nilai keeratan hubungan sebesar 0,386 yang

artinya memiliki keeratan yang cukup. Nilai koefisien korelasi yang positif

mempunyai arti semakin sering frekuensi anak bermain gadget maka

perkembangan sosial anak akan semakin kurang.

B. Pembahasan

1. Frekuensi Penggunaan Gadget

Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 81 responden

sebagian besar frekuensi penggunaan gadget dengan kategori sering sebanyak

58 responden (71,6%), sedangkan 23 responden (28,4%) frekuensi

penggunaan gadget dengan kategori normal. Berdasarkan data tersebut

diketahui bahwa sebagian besar anak di TK ABA Notoyudan menggunakan

gadget lebih dari dua kali dalam sehari atau durasi penggunaannya lebih dari

1 jam dalam sehari.

Kecanggihan gadget dengan didukung fitur-fitur menarik seperti

aplikasi game yang beraneka ragam membuat gadget lebih terlihat menarik

perhatian anak-anak ketimbang harus bermain permainan tradisional bersama

teman sebayanya. Fenomena ini ironisnya di anggap biasa dan wajar

mengingat zaman yang semakin maju dan orangtua merasa terbantu dengan
63

keberadaan gadget karena anak akan lebih diam dirumah sambil bermain

gadget, akan tetapi tanpa disadari hal itu sangat berdampak pada tumbuh

kembang anak khususnya dalam perkembangan sosial anak. Hasil penelitian

ini sejalan dengan jurnal Rideout (2013) didapatkan hasil bahwa terdapat

anak usia 2 sampai 4 tahun telah menghabiskan waktunya di depan layar

selama 1 jam 58 menit perharinya dan anak usia 5 hingga 8 tahun

menghabiskan waktu di depan layar selama 2 jam 21 menit setiap harinya.

Sementara berdasarkan teori Starburger (2011) yang menyatakan bahwa anak

hanya boleh berada di depan layar < 1 jam setiap harinya.

Gadget merupakan suatu benda atau barang yang diciptakan khusus

diera yang serba maju ini dengan tujuan untuk membantu segala sesuatu

menjadi mudah dan praktis dibandingkan teknologi-teknologi sebelumnya.

Bentuk dari gadget beraneka ragam, mulai dari laptop, smartphone, ipad,

ataupun tablet. Keberadaan gadget di era yang semakin berkembang ini

memberikan dampak positif maupun negatif bagi penggunanya, baik

pengguna di usia anak-anak ataupun dewasa. Salah satu faktor yang berperan

dalam pemberian dampak gadget yaitu frekuensi dan durasi penggunaannya.

Adapun pertanyaan kuesioner frekuensi penggunaan gadget dengan

kategori sering memperoleh nilai tertinggi pada pertanyaan yang ada di

kuesioner responden menjawab >2x sehari sebesar 79,0%, sedangkan

jawaban kuesioner responden yang menjawab <2x sehari sebesar 21%.

Sebelum responden mengisi kuesioner peneliti menjelaskan terlebih dahulu

untuk pertanyaan 1 kali frekuensi penggunaan gadget tidak lebih dari 30

menit.
64

Adapun pertanyaan soal pertanyaan tentang frekuensi gadget adalah

Berapakah frekuensi atau total waktu anak anda bermain gadget ( handphone,

tablet) dalam sehari. Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar anak-

anak di TK ABA Notoyudan Yogyakarta memiliki kebiasaan bermain gadget

dengan frekuensi >2x sehari atau rentang waktu lebih dari 1 jam dalam setiap

harinya. Berdasarkan jurnal Salsabila (2016) mengatakan bahwa frekuensi

dan durasi penggunaan gadget oleh anak-anak dapat memberikan pengaruh

terhadap perkembangannya. Hal tersebut di dukung oleh hasil penelitian

Novitasari dan Khotimah (2015) yang menyatakan bahwa pengenalan gadget

terlalu dini pada anak dapat mempengaruhi interaksi sosial anak.

Banyak faktor yang mempengaruhi atau menyebabkan anak tertarik

untuk bermain gadget, kebanyakan berawal dari bentuk pengalihan ataupun

kurangnya waktu dari orang tua dalam hal menemani anak untuk bermain.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas jenis pekerjaan

orang tua/wali dari siswa TK ABA Notoyudan Yogyakarta yang menjadi

responden adalah Ibu Rumah Tangga (IRT) dan Pegawai Negri Sipil (PNS),

yaitu masing-masing sebanyak 27 orang atau 33,3% dari keseluruhan

responden. Jenis pekerjaan tersebut menyita waktu orang tua karena tidak

sepenuhnya bisa menemani anak untuk berinteraksi ataupun bermain

bersama. Semakin sibuk pekerjaan orang tua, maka akan lebih sedikit pula

waktu yang digunakan untuk mendidik dan menemani anak. Selain itu,

faktor lingkungan anak juga sangat mempengaruhi.

Berdasarkan jurnal Mayar (2013) yang mengemukakan bahwa

perkembangan sosial anak sangat tergantung pada individu anak, peran

orang tua, serta lingkungan yang ada di sekitar anak. Menurut hasil
65

penelitian, di dapatkan hasil bahwa usia anak yang paling banyak ditemukan

pada data demografi kuesioner responden di TK ABA Notoyudan

Yogyakarta adalah 6 tahun. Berdasarkan teori Susanto (2012) Usia 6 tahun

merupakan usia dimana perkembangan sosial anak sudah tampak jelas,

karena anak sudah mulai mengenal dan berhubungan dengan teman-teman

sebayanya. Jadi, apabila lingkungan atau teman sebaya anak ada yang

bermain gadget, hal tersebut dapat mempengaruhi temen-teman yang lain

untuk ikutan bermain.

Berdasarkan penelitian ini dapat dilihat pula bahwa terdapat selisih

yang sangat signifikan antara anak yang sering menggunakan gadget dengan

anak yang bermain gadget dalam batas frekuensi normal. Hal ini

dikarenakan dari data demografi responden diperoleh hasil bahwa sebanyak

33,3% orangtua bekerja sebagai PNS, 22,2% orangtua bekerja sebagai

wiraswasta dan 11,1% orangtua bekerja sebagai guru sehingga pada siang

hari mayoritas orangtua lebih banyak menghabiskan waktu diluar rumah.

Adapun orangtua yang tidak bekerja akan lebih banyak waktu bersama anak

namun pekerjaan rumah tangga akan menjadi prioritas seorang Ibu Rumah

Tangga sehingga gadget dijadikan sebagai alat untuk “mengasuh” anak.

Terlebih didukung orangtua yang tidak memberikan batasan frekuensi dan

durasi yang tegas pada anak untuk bermain gadget sehingga waktu anak

bermain gadget menjadi tidak terkontrol.

Berdasarkan Jurnal Lestari (2015) gadget memiliki dampak yang

dapat menyebabkan kecanduan, kesenangan yang didapat dari kecanduan

gadget dapat membuat anak-anak menghindar dari tanggung jawab dan

tugas mereka. Berdasarkan penelitian Fadilah, Ahmad (2011) dampak jika


66

anak menggunakan gadget secara terus menerus antara lain mengganggu

pertumbuhan otak pada anak. Otak anak bertumbuh dengan cepat hingga dia

berusia 21 tahun. Perkembangan otak anak sejak dini dipengaruhi oleh

stimulasi lingkungan. Stimulasi berlebih dari gadget (hp, internet, tv, ipad,

dll) pada otak anak yang sedang berkembang, dapat menyebabkan

keterlambatan koginitif, gangguan dalam proses belajar, tantrum,

meningkatkan sifat impulsif, serta menurunnya kemampuan anak untuk

mandiri. Selain itu kecanduan gadget akan mengakibatkan gangguan

penglihatan, seperti yang diketahui, penggunaan gadget yang terlalu sering

dapat mengganggu penglihatan mata, terlebih lagi jika penggunaan gadget di

dalam ruangan dengan pencahayaan yang kurang. Selain mengganggu sistem

penglihatan, dampak penggunaan gadget terlalu lama dapat menimbulkan

efek sakit kepala. hal tersebut dapat terjadi karena posisi leher yang salah

dan otot mata yang tegang akibat penggunaan gadget yang lama.

Penggunaan gadget terlalu lama dengan posisi menatap yang salah dapat

mengakibatkan kelainan postur tubuh. Hal tersebut dapat terjadi karena saat

menggunakan gadget otomatis mata menatap ke bawah dan membuat leher

menjadi bungkuk.

Berdasarkan penelitian Desiningrum (2013) Penggunaan aplikasi

yang ada pada gadget dapat membuat jari-jari menjadi kaku, terlebih anak

yang kecanduan bermain games yang ada di gadget mengharuskan jari-jari

untuk selalu siaga untuk menekan tombol pada gadget. Bahaya penggunaan

gadget pada anak, juga membatasi gerak fisiknya yang membuat tumbuh

kembang fisik anak menjadi terlambat. Paparan teknologi sejak dini juga

memengaruhi kemampuan literasi dan prestasi akademik anak secara negatif.


67

Selain itu penggunaan gadget berkaitan dengan meningkatnya kasus obesitas

pada anak. Gadget yang bisa di akses bebas oleh anak dapat meningkatkan

risiko obesitas sebanyak 30% karena anak lebih banyak diam dan tidak

bergerak, 30% anak yang menderita obesitas, akan mengalami diabetes,

hingga memiliki risiko tinggi stroke dini atau serangan jantung, serta usia

harapan hidup yang rendah. Berdasarkan data yang diperoleh Desiningrum

(2013) 75% anak usia 9-10 tahun mengalami kurang tidur karena

penggunaan gadget tanpa pengawasan. Kekurangan tidur akan berdampak

buruk pada nilai sekolah mereka, karena otak berkembang dengan baik saat

tidur, dan anak butuh tidur yang cukup agar otaknya bisa berfungsi dengan

baik.

Penelitian di Bristol University  tahun 2010 mengungkapkan,

bahaya penggunaan gadget pada anak dapat meningkatkan risiko depresi,

gangguan kecemasan, kurang atensi, autisme, kelainan bipolar, psikosis, dan

perilaku bermasalah lainnya. Konten di media yang bisa diakses anak, dapat

menimbulkan sifat agresif pada anak. Kekerasan fisik dan seksual banyak

tersebar di internet, dan jika tidak dilakukan pengawasan, anak bisa terpapar

itu semua. Sehingga memicu timbulnya perilaku agresif dan cenderung

menyerang orang lain pada anak. Hal yang paling di takutkan adalah ketika

orangtua terlalu bergantung pada teknologi, mereka akan semakin jauh dari

anak. Untuk mengisi kekosongan ikatan dengan orangtua, anak juga mulai

mencari penghiburan dari gadget, yang pada akhirnya membuat mereka

kecanduan teknologi, dan tidak bisa lepas darinya.

Kecepatan konten di media, membuat anak memiliki attention

span yang pendek. Dia jadi tidak fokus pada satu hal, dan mudah berganti
68

fokus. Hal ini menurunkan kemampuan konsentrasi dan memori. Sehingga

membuat anak susah memusatkan perhatian. Hal ini memicu kondisi yang

disebut pikun digital, karena anak yang terpapar teknologi terlalu banyak,

tidak bisa memusatkan perhatian, imbasnya dia menjadi kesulitan belajar.

World Health Organization ( WHO) pada tahun 2011 memasukkan

ponsel dan gadget tanpa kabel lainnya dalam kategori Risiko 2B (penyebab

kemungkinan kanker), karena radiasi emisi yang dikeluarkan oleh alat

tersebut. James McNamee dari Lembaga Kesehatan Kanada, memberi

peringatan pada 2011 lalu: “Anak-anak lebih sensitif terhadap radiasi

dibanding orang dewasa. Karena otak anak dan sistem imun mereka masih

berkembang. Jadi, kita tidak bisa mengatakan bahwa risiko pada anak sama

dengan risiko pada orang dewasa.”

2. Perkembangan sosial anak prasekolah


Perkembangan sosial merupakan kondisi kemampuan seseorang dalam

berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Perkembangan sosial pada

anak dimaksudkan sebagai perkembangan tingkah laku anak

dalammenyesuaikan diri dengan aturan-aturan yang berlaku di dalam

masyarakat tempat anak tinggal. Dalam teorinya Susanto (2012)

mengemukakan bahwa pada usia anak-anak, mereka mulai bergaul atau

hubungan sosial baik dengan orang tua, anggota keluarga, orang dewasa

lainnya, maupun teman bermainnya. Anak mulai mengembangkan bentuk-

bentuk tingkah laku sosial seperti pembangkangan, agresi, berselisih atau

bertengkar, mengejek, persaingan, kerja sama, tingkah laku berkuasa,

mementingkan diri sendiri, ataupun simpati.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil bahwa perkembangan

sosial siswa-siswa di TK ABA Notoyudan Yogyakarta cenderung banyak


69

yang kurang dibawah rata-rata dengan persentase 64,2% atau sebanyak 52

dari 81 responden. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil jawaban kuesioner

yang telah diisi oleh responden, sebagian besar responden menyatakan setuju

bahwa anak mereka akan marah dan menangis apabila tidak diberikan izin

bermain gadget, anak akan marah apabila di ganggu ketika bermain gadget,

anak akanmarah apabila gadget yang dimainkannya di minta oleh orang tua,

meskipun dengan alasan dan penjelasan yang baik dari orang tua. Selain itu,

mereka juga setuju dengan pernyataan bahwa anak selalu ingin terlihat lebih

pandai dalam hal bermain gadget dibandingkan teman-temannya, serta anak

pernah berselisih dengan keluarga, teman atau saudara seusianya gara-gara

berebut gadget.

Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan anak, salah satunya

yaitu pola asuh dan bimbingan dari orang tua. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Pratiwi (2015) yang mengatakan bahwa ada hubungan antara

pola asuh orang tua terhadap perkembangan sosial anak prasekolah.

Sedangkan salah satu faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua adalah

tingkat pendidikan seseorang. Seperti yang telah dijelaskan oleh Khairanni

(2013) dalam penelitiannya yang mengatakan bahwa terdapat pengaruh yang

signifikan antara tingkat pendidikan orang tua terhadap pola asuh. Pada

penelitian ini, diperoleh data demografi bahwa sebagian besar responden

yang merupakan orang tua/wali dari siswa TK ABA Notoyudan Yogyakarta

memiliki riwayat pendidikan akhir lulusan SMA/SMK sebanyak 56,8% dan

lulusan SI sebanyak 43,2%. Hal tersebut mengakibatkan sebagian besar orang

tua memiliki pekerjaan di luar rumah sehingga tidak seutuh waktunya bisa

memantau perkembangan anaknya dan cenderung menuruti permintaan-

permintaan anaknya salah satunya untuk bermain gadget atau bahkan di


70

belikan gadget khusus untuk anak sebagai bentuk rasa penyesalan karena

banyak menghabiskan waktu di luar rumah.

Orang tua yang hanya bekerja di rumah akan lebih fokus pada

pengasuhan anak dan pekerjaan rumah lain. Anak sepenuhnya mendapatkan

kasih sayang dan perhatian dari orangtua. Akan tetapi tidak menutup

kemungkinan anak akan menjadi kurang mandiri karena sudah terbiasa

dengan orang tua. Segala yang dilakukan anak selalu dalam pengawasan

orang tua. Oleh karena itu, orang tua tidak boleh over protektif sehingga anak

mampu mandiri.Tidak dapat dipungkiri bahwa kesempatan bagi anak untuk

mengenal dunia sosialnya adalah dalam keluarga namun sekarang kenyataan

yang terjadi adalah kurangnya perhatian orang tua terhadap anaknya. Hal

tersebut mengakibatkan terbatasnya interaksi orangtua dengan anak.

Anak yang ditinggal orang tua cenderung bersifat manja. Biasanya

orangtua akan merasa bersalah terhadap anak karena telah meninggalkan

anak seharian sehingga orangtua menuruti semua permintaan anak untuk

menebus kesalahannya tanpa berpikir lebih lanjut permintaan anak itu baik

atau tidak untuk perkembangan kepribadian anak selanjutnya. Hal ini sejalan

dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Adriana (2013) yaitu kurangnya

perhatian dari orang tua akan mengakibatkan anak mencari perhatian dari luar

baik lingkungan sekolah dengan teman sebaya ataupun orangtua pada saat

mereka di rumah.

World Health Organization (WHO) sebelumnya juga pernah

melaporkan bahwa 5-25% dari anak-anak usia prasekolah menderita

gangguan perkembangan, sedangkan di Indonesia sendiri angka kejadian

masalah perkembangan pada anak-anak antara 13-18%. Hal ini sejalan

dengan penelitian yang telah dilakukan Velderman (2010) yang


71

menjelaskan bahwa sekitar 8 sampai 9% anak prasekolah mengalami

masalah psikososial khususnya masalah sosial-emosional seperti

kecemasan, susah beradaptasi, susah bersosialisasi, susah berpisah dari

orang tua, anak sulit diatur, dan perilaku agresif merupakan masalah yang

paling sering muncul pada anak usia prasekolah.

Pada soal nomor 16 dengan pernyataan anak pernah berselisih

dengan keluarga, teman atau saudara seusianya gara-gara berebut gadget.

Pernyataan ini memperoleh jawaban terendah sebesar 22,2%. Hasil ini

menunjukkan bahwa anak jarang berselisih karena memperebutkan gadget

dikarenakan gadget yang dipakai adalah gadget orangtua atau gadget yang

dibelikan khusus untuk anaknya.

3. Hubungan Frekuensi Penggunaan Gadget Terhadap Perkembangan

sosial Anak di TK ABA Notoyudan Yogyakarta

Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa frekuensi penggunaan

gadget terhadap perkembangan sosial anak pada siswa di TK ABA

NotoyudanYogyakarta menunjukkan bahwa frekuensi penggunaan gadget

dengan kategori normal sebanyak 15 responden (65,2%) perkembangan sosial

anak dengan kategori baik sedangkan 8 responden (34,8%) perkembangan

sosial anak dengan kategori kurang. Pada frekuensi penggunaan gadget

dengan kategori sering sebanyak 44 responden (75,9%) perkembangan sosial

dengan kategori kurang dan 14 responden (24,1%) perkembangan sosial anak

dengan kategori baik. Analisa data penelitian ini menggunakan uji Chi

Square pada tabel 2x2 dengan tingkat kesalahan (alpha) 5% atau 0,05.

Setelah dilakukan perhitungan, didapatkan nilai Chi-Square (p= 0,001) yang

berarti p value < 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha
72

diterima, artinya ada hubungan antara frekuensi penggunaan gadget terhadap

perkembangan sosial anakdi TK ABA Notoyudan Yogyakarta. Adapun

ukuran keeratan hubungan (C) adalah sebesar 0,386. Dengan

ditemukannya koefisien tersebut maka dapat dinyatakan bahwa tingkat

hubungan antar variabel adalah cukup.

Hasil penelitian kali ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan

oleh Salsabila (2016) mengenai frekuensi dan pengaruh lama penggunaan

gadget terhadap perkembangan anak di TK Al Azhar Banda Aceh. Pada

penelitian tersebut dijelaskan bahwa kebiasaan bermain gadget pada anak

dapat mempengaruhi perkembangannya. Hasil dari penelitian tersebut dapat

disimpulkan bahwa semakin sering seorang anak bermain gadget maka

semakin tinggi pula resiko terkena gangguan perkembangan dalam proses

tumbuh kembang anak.

Berdasarkan teori Susanto (2012) yang mengemukakan bahwa

dampak dari gangguan perkembangan tidak hanya akan terlihat dalam

jangka pendek, akan tetapi akan semakin terlihat pada jangka panjang

selama proses perkembangan anak. Karena bagaimanapun juga, masa

kanak-kanak merupakan periode awal dari berkembangnya manusia.

Apabila seorang anak tidak mampu meraih potensinya secara maksimal,

maka di masa dewasanya kelak juga tidak mampu menjadi seseorang

yang produktif.

Berdasarkan Penelitian Kadir et al (2012) mengemukakan bahwa

banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan

anak, diantaranya yaitu pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pendidikan bapak,

stimulasi perkembangan dan faktor lingkungan dari anak. Salah satu

stimulus yang diduga mampu mempengaruhi perkembangan anak,


73

terutama perkembangan sosial yaitu pengenalan gadget terlalu dini pada

anak. Sejalan dengan penelitian Supartini (2013) yang menjelaskan

bahwa pengunaan gadget yang terlalu dini, tanpa adanya pengawasan

dari orang tua akan memberikan dampak negatif terhadap perkembangan

sosial anak. Penelitian ini sesuai juga dengan hasil penelitian Novitasari

dan Khotimah (2015) yang menyatakan bahwa pengenalan gadget terlalu

dini pada anak dapat mempengaruhi interaksi sosial anak. Sejalan dengan

teori Adriana (2011) yang mengemukakan penggunaan gadget yang

berlebihan atau terlalu sering dapat mempengaruhi kepribadiananak

sehingga mudah marah ketika di nasehati, tidak mau mendengarkan

nasehat, tidak memperdulikan orang-orang disekitar dan lebih

individualisme.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar anak

yang mengalami perkembangan sosial kurang dari rata-rata adalah anak

dengan yang cenderung memiliki kebiasaan bermain gadget lebih dari >2

kali atau >1 jam dalam setiap harinya, yaitu sebanyak 64 anak (79,0%).

Hal tersebut dikarenakan pemakaian gadget yang terlalu lama dapat

berdampak bagi kesehatan anak. Selain radiasinya yang berbahaya,

penggunaan gadget yang terlalu lama dapat mempengaruhi tingkat

agresif pada anak. Sejalan dengan teori Adriana (2011) yang menyatakan

anak menjadi tidak peka terhadap lingkungan di sekelilingnya. Anak

yang terlalu asik dengan gadgetnya berakibat lupa untuk berinteraksi

ataupun berkomunikasi denganorang sekitar maupun keluarga dan itu

akan bedampak buruk bagi perkembangan sosial anak.

Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan ketidaksesuaian

dengan hasil penelitian yaitu responden yang frekuensi penggunaan


74

gadget normal memiliki perkembangan sosial yang kurang sebanyak

8 responden (34,8%). Sedangkan responden yang memiliki frekuensi

penggunaan gadget yang sering memiliki perkembangan sosial yang

baik sebanyak 14 responden (24,1). Ketidaksesuian hasil penelitian

ini dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal.

Adapun faktor internal yang mempengaruhi perkembangan sosial

yaitu faktor hereditas, Berdasarkan teori Mayar (2013) hereditas

merupakan karakteristik bawaan yang diturunkan dari orang tua biologis

atau orang tua kandung kepada anaknya, sehingga dapat dikatakan faktor

hereditas merupakan pemberian biologis sejak lahir.

Pembawaan yang telah ada sejak lahir itulah yang menentukan

perkembangan anak untuk dikemudian hari. Fakor eskternal yang

mempengaruhi perkembangan sosial meliputi lingkungan, keluarga,

sekolah, masyarakat, serta pola asuh orangtua. Hal ini dibuktikan melalui

penelitian Nenden et al (2016) bahwa terdapat hubungan pola asuh dan

lingkungan teradap perkembangan sosial anak dengan hasil 0,000 < 0,05

yang menunjukkan bahwa perilaku orangtua dalam mengasuh anak / pola

asuh orangtua sangat mempengaruhi perkembangan sosial anak.

Penelitian lain yang di lakukan oleh Nurjannah (2017) bahwa

terdapat hubungan lingkungan keluarga teradap perkembangan sosial

anak dengan hasil 0,000 < 0,05 yang menunjukkan bahwa faktor pertama

dan utama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek tumbuh

kembang anak termasuk perkembangan sosial anak yaitu faktor keluarga.

Keluarga merupakan tempat yang kondusif untuk anak belajar

bersosialisasi. Dalam setiap keluarga pasti ada norma-norma kehidupan

keluarga, dan dengan demikian pada dasarnya keluarga merekayasa


75

perilaku kehidupan budaya anak. Pergaulan anak dan bagaimana norma

dalam menempatkan diri dari lingkungan yang lebih luas ditetapkan oleh

faktor keluarga.

Berdasarkan penelitian Mayar (2013) yang mengemukakan

bahwa perkembangan sosial anak sangat tergantung pada individu anak,

peran orang tua, serta lingkungan yang ada di sekitar anak. Masing-

masing orang tua memiliki cara tersendiri dalam mendidik dan

membimbing anak. Selain pengalaman yang dimiliki, faktor lain yang

mempengaruhi seseorang dalam menentukan cara mendidik anak adalah

pendidikan terakhir. Sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan

Kharmina (2011) yang menyatakan pendidikan akhir orang tua akan

mempengaruhi bagaimana cara seseorang dalam memberikan bimbingan

dan pengajaran pada anak.

Anak adalah amanat bagi orang tua, hatinya yang suci bagaikan

mutiara yang bagus dan bersih dari setiap kotoran dan goresanAnak

merupakan anugerah dan amanah dari Allah kepada manusia yang menjadi

orang tuanya. Oleh karena itu orang tua dan masyarakat bertanggungjawab

penuh agar supaya anak dapat tumbuh dan berkembang manjadi manusia

yang berguna bagi dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, negara dan

agamanya sesuai dengan tujuan dan kehendak Tuhan.

Pertumbuhan dan perkembangan anak dijiwai dan diisi oleh

pendidikan yang dialami dalam hidupnya, baik dalam keluarga, masyarakat

dan sekolahnya. Karena manusia menjadi manusia dalam arti yang

sebenarnya ditempuh melalui pendidikan, maka pendidikan anak sejak awal

kehidupannya, menempati posisi kunci dalam mewujudkan cita-cita


76

“menjadi manusia yang berguna”. Dalam Islam, eksistensi anak melahirkan

adanya hubungan vertikal dengan Allah Penciptanya, dan hubungan

horizontal dengan orang tua dan masyarakatnya yang bertanggung jawab

untuk mendidiknya menjadi manusia yang taat beragama.

Fitrah kejadian manusia baik melalui pendidikan yang benar dan

pembinaan manusia yang jahat dan buruk, karena salah asuhan, tidak

berpendidikan dan tanpa norma-norma agama Islam. Oleh karena itu dalam

kaitannya dengan pemeliharaan dan pengasuhan anak ini, ajaran Islam yang

tertulis dalam al-Qur’an, Hadits, maupun hasil ijtihad para ulama

(intelektual Islam) telah menjelaskannya secara rinci, baik mengenai pola

pengasuhan anak pra kelahiran anak, maupun pasca kelahirannya. Allah

SWT memandang bahwa anak merupakan perhiasaan dunia. Hal ini

sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur’an surat al-Kahfi ayat 46;

.ً‫حت َخ ْي ٌر ِع ْن َد ِربِّكَ ثَ َوابًا َّوخَ ْي ٌر اَ َمال‬


ُ ِ ‫صل‬ ُ ِ‫اَ ْل َما ُل َو ْالبَنُوْ نَ ِز ْينَةُ ْال َحيو ِة ال ُّد ْنيَا ج َو ْالبق‬
ّ ‫يت ال‬

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-


amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu
serta lebih baik untuk menjadi harapan”(QS. al-Khafi: 46)
Dalam ayat lain Allah berfirman;

‫…يآيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ا َمنُوْ ا قُوْ آ اَ ْنفُ َس ُك ْم َواَ ْهلِ ْي ُك ْم نَارًا‬

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari


api neraka(QS. at-Tahrim: 6)
Dengan demikian mendidik dan membina anak beragam Islam adalah

merupakan suatu cara yang dikehendaki oleh Allah agar anak-anak kita

dapat terjaga dari siksa neraka. Cara menjaga diri dari apa neraka adalah

dengan jalan taat mengerjakan perintah-perintah Allah.


77

C. Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti hanya menentukan hasil perkembangan sosial

berdasarkan jawaban kuesioner responden tentang kebiasaan anak bermain

gadget dan sikap anak terhadap orangtua, peneliti tidak mengkaji lebih lanjut

faktor-faktor lain seperti status ekonomi, keutuhan keluarga, sikap dan kebiasaan

orangtua, pola asuh orangtua dan lingkungan yang mempengaruhi

perkembangan sosial anak

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang hubungan frekuensi

penggunaan gadget terhadap perkembangan sosial anak di TK ABA Notoyudan

Yogyakarta tahun 2019, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Sebagian besar anak bermain gadget dengan durasi frekuensi >2 kali sehari

atau >1 jam dalam sehari.

2. Sebagian besar anak memiliki perkembangan sosial dengan kategori kurang

atau di bawah rata-rata yaitu sebanyak 52 orang (64,2%), sedangkan anak

yang memiliki perkembangan sosial dengan kategori baik sebanyak 29

orang (35,8%).

3. Ada hubungan antara frekuensi penggunaan gadget terhadap perkembangan

sosial anak di TK ABA Notoyudan Yogyakarta tahun 2019 dengan nilai p

value sebesar 0,001< 0,05


78

4. Keeratan hubungan (C) adalah sebesar 0,386. Dengan ditemukannya

koefisien tersebut maka dapat dinyatakan bahwa tingkat hubungan antar

variabel adalah cukup.

B. Saran

1. Bagi Orangtua / Wali

Diharapkan orang tua/wali bisa membatasi waktu anak bermain

gadget tidak boleh lebih dari satu jam dalam sehari. Perlu ketegasan dan

pendampingan dari orangtua dalam memberikan batasan frekuensi dan

durasi dalam penggunaan gadget oleh anak, sehingga tidak memberikan

dampak negatif yang dapat mengganggu proses tumbuh kembang anak

terutama perkembangan sosialnya.

2. Bagi TK ABA Notoyudan

Diharapkan TK ABA Notoyudan Yogyakarta dapat bekerjasama

dengan pihak puskesmas dalam memberikan pendidikan kesehatan

kepada orangtua/wali murid tentang dampak penggunaan gadget terhadap

tumbuh kembang anak dan pembatasan frekuensi dan durasi yang tegas

dalam penggunaan gadget oleh anak.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian

faktor lain yang mempengaruhi perkembangan sosial anak, seperti faktor

lingkungan, pola asuh anak, status gizi, sosial ekonomi geografis, dll.
79

DAFTAR PUSTAKA

Adriana. (2011). Tumbuh Kembang & Terapi Bermain Pada Anak. Medika
Salemba : Jakarta

Ahmad Susanto. (2012). Perkembangan Anak Usia Dini. Kencana Prenada Media
Group : Jakarta

Ardita V., Kadir A, dan Askar M.. (2012). Deteksi Perkembanagn Anak
Berdasarkan DDST di RW 1 Kelurahan Luminda Kecamatan Wara Utara Kota
Palopo. Jurnal STIKES. 1(2):2

Astik Umiyah. (2018). Frekuensi Penggunaan Gadget Terhadap Perkembangan


Sosial dan Kemandirian Pada Anak Usia 3-5 Tahun. Gresik : Universitas
Gresik. Journals of Ners Community vol 9, No 2.

Ajzen, I. (2010). Attitudes, Personality, and Behavior. Bristol : Open University


Press

Depkes RI. (2010). Penelitian dan Kesehatan. Riset Kesehatan dasar

Departemen Kesehatan RI. (2010). Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan


Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak Ditingkat Pelayanan Kesehatan
Dasar

Departemen Agama RI. (2018). Al-Qur’an dan Terjemahannya: Juz 1-30, Jakarta:
PT.Kumudasmoro Grafindo Semarang

Delima, R.,N.K. Arianti, dan B.Pramudyawardani. (2015). Identifikasi Kebutuhan


Pengguna Untuk Aplikasi Permainan Edukasi Bagi Anak Usia 4-6 Tahun.
Jurnal Keperawatan volume 3 Nomor 2 April 2015
80

Elizabeth TS.2015. Tanda Anak Adiksi Gadget (internet). Kompas.com : Jakarta

Fadilah, Ahmad. (2011). Pengaruh Penggunaan Alat Komunikasi Handphone


Terhadap Aktivitas Belajar siswa. Jakarta : Penidikan agama islam FTIK
Universitas Islam negri Syarif Hidayatullah. Di akses Mei 2019

Gustian E. (2014). Mempersiapkan Anak Masuk Sekolah.Puspa Swara : Jakarta

Gunarti Winda, Lilis Suryani, Azizah Muis. (2011). Metode Pengembangan


Prilaku dan Kemampuan Dasar Anak Usia Dini. Jakarta : Universitas
Terbuka

Hurlock. (2011). Psikologi Perkembangan:Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


Kehidupan. Erlangga : Surabaya.

Hurlock. (2012). Perkembangan Anak, jilid 2. Jakarta : Erlangga

Iswidharmanjaya D & Agency B. (2014). Panduan Bagi Orang Tua Untuk


Memahami Faktor-Faktor Anak Kecanduan Gadget. Bisakimia

Kominfo.com, Indonesia Raksasa Tekhnologi Digital Asia, di akses 18 November


2018.<https://kominfo.go.id://www.tempo.co/read/kolom/2015/10/02/2310/
raksasa-tekhnologi-digital-asia

Khairanni M. (2013). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta : Aswaja Pressindo

Kharmina, Niniek. (2011) . Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Orangtua dengan


Orientasi Pola Asuh Anak Usia Dini. Semarang : FKIP UNS

Lestari, I., Riana, A.W. (2015). Pengaruh Gadget Pada Interaksi Sosial dalam
Keluarga. Riset & PKM,2 (2), 147-300.

Marimbi, Hanum. (2010). Tumbuh Kembang Anak Prasekolah. Yogyakarta :


Nuha Medika

Mayar, Farida. (2013). Perkembangan Sosial Anak Usia Dini Sebagain Bibit
Untuk Masa Depan. Jurnal Al-Ta’lim, Jilid1, Nomor 6, Npvember 2013.
hlm.459-464

Makmun, Khairani. (2013). Psikologi Belajar. Yogyakarta. : Aswaja


Presindo

Manumpil B, Ismanto. (2015). Hubungan Penggunaan Gadget dengan


Tingkat Prestasi anak. Manado : Universitas Sam Ratulangi. E-journal
Keperawatan (e-Kep) volume 3 Nomor 2.
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp.Diakses Desember 2018.

Meta Anindya. (2017). Hubungan Durasi Penggunaan Gadget Terhadap


Perkembangan Sosial Anak prasekolah di TK PGRI 33 Sumurboto
81

Banyumanik. Semarang : FK UNDIP

Noorlaili. (2010). Panduan Lengkap Mengajar PAUD. Pinus book


publisher :Yogyakarta

Novitasari W & Khotimah N.(2016). Dampak Penggunaan Gadget


Terhadap Interaksi Sosial Anak Usia 5-6 tahun. J PAUD
teratai. ;5(3):182–6.

Nursalam. (2011). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian. Salemba


Medika : Jakarta

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta :


Jakarta

Patmonodewo S. (2010). Pendidikan Anak Prasekolah. PT Rineka Cipta: Jakarta

Pratiwi PS. (2015). Bila Anak Terlalu Sering Diasuh Gadget

Piaget J & Barbel. (2010). Psikologi Anak. Pustaka belajar : Yogyakarta

Rideout V. Zero to eight. (2013): Electronic Media Inthe Lives Of Infants,


Toddlers and Preschoolers. Common Sense Media Research Study.

Rowan C.(2013). The Impact Of Technology On The Developing Child


(internet). The Huffington Post : US

Riyanti Imron.(2017). Hubungan Penggunaan Gadget Dengan


Perkembangan Sosial dan Emosional Anak Prasekolah di Kabupaten
Lampung Selatan. Tanjungkarang : Poltekkes tanjungkarang. Jurnal
Keperawatan, Volume XIII, No. 2, Oktober 2017

Starburger VC.(2011). Children, Adolescents, Obesity and the Media.


Pediatrics;.

Supartini Y. (2013). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC

Sigman A. (2010).Children, Adolescents, Obesity and the Media. Pediatric. P


89-109

Sigman A. (2010). The Impact of Screen Media on Children : a eurovision


for parliament : p 89-109

Suyadi. (2010). Psikologi Belajar Usia Dini. PEDAGOGIA : Yogyakarta

Salsabila. (2016). Pengaruh Lama Penggunaan Gadget Terhadap


Perkembangan Anak di TK Al-Azhar Banda Aceh. Banda Aceh

Syamsussabri, Muhammad. (2013). Konsep Dasar Pertumbuhan dan


Perkembangan Anak. Jurnal Perkembangan Anak. Vol 1, No 1, hlm 3.
82

Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan ( Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif dan R&D). Penerbit CV. Alfabeta : Bandung.

Sugiyono.(2018).Metode Penelitian Evaluasi ( Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif, dan Kombinasi). Penerbit CV. Alfabeta : Bandung.

Setiawan & Saryono. (2011). Metodologi dan Aplikasi. Yogyakarta : Mitra


Cendikia Press

Velderman M., Crone M., Wiefferink C & Reijneveld S.(2010). Identification and
Management of Psychosocial Problems Among Toddlers by Preventive Child
Health Care Professionals. European Journal of Public Health : 20(3):332-
338

Widiawati, I Sugiman. (2014). Pengaruh Penggunaan Gadget Terhadap Daya


Kembang Anak. Jakarta : Universitas Budi Luhur. http://stmikglobal.ac.id/wp-
content/upload/2014/05/ARTIKELIIS.pdf. Diakses 15 Desember 2018

Warisyah Yusmi. (2015). Pentingnya Pendampingan Dialogis Orangtua Dalam


Penggunaan Gadget pada Anak Usia Dini. (http://semnas.fkip.ump.ac.id/wp-
content/uploads/2015/12/014-Yusmi-W.pdf) di akses Desember 2018

Yusuf S. (2013). Psikologi Perkembangan Anak. Bandung: Remaja Rosdakarya

Yuliasari. (2015). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai