Anda di halaman 1dari 93

SKRIPSI

HUBUNGAN POLA MENSTRUASI DENGAN KEJADIAN


ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS KOKAP 1 KABUPATEN KULON PROGO
TAHUN 2020

DARA NURUL UTAMI


P07124319034

PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN


JURUSAN KEBIDANAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
YOGYAKARTA
TAHUN 2020
SKRIPSI

HUBUNGAN POLA MENSTRUASI DENGAN KEJADIAN


ANEMIA PADA REMAJA PUTRI DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS KOKAP 1 KABUPATEN KULON PROGO
TAHUN 2020

Diajukan sebagai satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Terapan Kebidanan

DARA NURUL UTAMI


P07124319043

PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN


JURUSAN KEBIDANAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
YOGYAKARTA
TAHUN 2020

i
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi
“Hubungan Pola Menstruasi dengan Kejadian Anemia Remaja Putri
di Wilayah Kerja Puskesmas Kokap 1 Kabupaten Kulon Progo
Tahun 2020 ”

Disusun oleh:
Dara Nurul Utami
P07124319043

Telah disetujui oleh pembimbing


pada tanggal: 27 Mei 2020

Menyetujui,
Pembimbing Utama, Pembimbing Pendamping,

Munica Rita Hernayanti, S.SiT., M.Kes Ana Kurniati, S.ST., M.Keb


NIP. 198005142002122001 NIP. 198104012003122001

ii

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


iii

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


iv

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


v

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


HUBUNGAN POLA MENSTRUASI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA
REMAJA PUTRI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOKAP 1
KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2020

Dara Nurul Utami*, Munica Rita Hernayanti, Ana Kurniati


Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
Jl. Mangkuyudan MJ III/304, Yogyakarta, 555143
E-mail : daranurulutami2308@gmail.com

ABSTRAK
Latar Belakang: Anemia disebabkan karena kurangnya menkonsumsi makanan
yang mengandung zat besi. Anemia terjadi pada 45% wanita di Negara
berkembang dan 13% di Negara maju. Anemia banyak terjadi oleh wanita, karena
wanita setiap bulan kehilangan darah berkisar 30-50 ml perbulan. Hal ini yang
mengakibatkan wanita kehilangan zat besi sebanyak 12-15 mg perbulan atau 0,4-
0,5 mg perhari selama 28 hari sampai 30 hari.Anemia remaja masih menjadi
permasalahan dalam masalah gizi di Indonesia. Anemia remaja di DIY pada tahun
2018 sebesar 19,3%. Kejadian anemia remaja tertinggi berada di Kabupaten
Kulon Progo yaitu 34,75%. Penyumbang angka anemia remaja tertinggi di
Kabupaten Kulon Progo adalah Puskesmas Kokap 1 dengan prevalensi 33,44%.
Tujuan Penelitian: untuk mengetahui hubungan pola menstruasi dengan kejadian
anemia remaja
Metode Penelitian: Penelitian ini bersifat analitik korelasi dengan desain crosss
sectional dengan menggunakan data primer dari pemeriksaan HB dan melalui
wawancara. Variabel yang diteliti meliputi pola menstuasi dan anemia. Teknik
pengambilan sampel menggunakan Proportional Sampling,. Jumlah sampel
sebanyak 110 responden. Data dianalisis secara univariat dan bivaria
tmenggunakan uji Chi-Square dan uji Kolmogorov-Smirnov
Hasil: Hasil penelitian ini menyatakan bahwa Siswi SMA di Wilayah Kerja
Puskesmas Kokap 1 Kabupaten Kulon Progo Siklus Menstruasi, Lama
Menstruasi, dan Volume Menstruasi remaja putri di Wilayah Kerja Puskesmas
Kokap 1 Kabupaten Kulon Progo sebagian besar yaitu normal. Hasil penelitian ini
didapatkan variabel yang berhubungan dengan kejadian anemia adalah siklus
menstruasi p-value 0.000, lama menstruasi p-value 0.000 dan volume menstruasi
p-value 0.000
Kesimpulan: Ada hubungan antara pola menstruasi dengan kejadian anemia
Kata Kunci : Pola menstruasi, Anemia

vi

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


THE COLERATION OF MENSTRUAL PATTERNS WITH THE INCIDENCE OF
ADOLESCENT ANEMIA IN THE WORKING KOKAP 1 HEALTH CENTER

Dara Nurul Utami*, Munica Rita Hernayanti, Ana Kurniati


Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
Jl. Mangkuyudan MJ III/304, Yogyakarta, 555143
E-mail : daranurulutami2308@gmail.com
ABSTRACT

Background: Anemia caused by a lack of consuming foods that contain iron.


Anemia occurred in 45% of women in developing countries and 13% in developed
countries. Anemia occurs by women, because women lose blood every month
range 30-50 ml per month. It is the result of women lose as much as 12-15 mg of
iron per month or 0.4-0.5 mg daily for 28 days to 30 days. Anemia was a problem
nutrition in Indonesia. Prevalence of Adolescent anemia in DIY 2017 amounted to
19,3%. The highest prevalance of anemia was in Kulon Progo district which was
34,75%. The highest contributor of anemia figures in Kulon Progo Regency
working area of Kokap 1 Community Health Center prevalace 33,44%.
Research Objective: To knows the correlation between menstrual patterns with
the incidence of Adolescent anemia
Reseach Methods:This research was analytic correlation with design crosss
sectional using primary data Hemoglobin examination and primary data through
interview.The variables are Adolescent anemia and Menstrual Pattern. The
sampling technique uses Proportional Sampling. The number of samples was 110
respondents. The data were analyzed by using Chi-Square test and Kolmogorov-
Smirnov
Result: the menstrual cycle, menstruation period and menstrual volume in
working area of Kokap 1 Community Health Center was mostly normal The
results of this study found that variables associated with the incidence of anemia
are menstrual cycles p-value 0,000, menstrual time p-value 0,000 and menstrual
volume p-value 0,000
Conclusion: there was are correlation between menstrual patterns with
Adolescent anemia
Keywords : Adolescent anemia, Menstrual Pattern

vii

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, sehingga dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi ini.
Penulisan Skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Terapan Kebidanan pada Program Studi Sarjana Terapan
Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta. Skripsi ini terwujud atas
bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak yang tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu dan pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada :
1. Joko Susilo, SKM, M.Kes, selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
atas kebijakannya sehingga penyusunan usulan penelitian ini dapat terlaksana.
2. DR.Yuni Kusmiyati, S.ST, MPH selaku Ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta, atas kebijakannya sehingga penyusunan usulan
penelitian ini dapat terlaksana.
3. Yuliasti Eka Purnamaningrum, SSiT., MPH selaku Ketua Prodi Jurusan
Kebidanan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, atas kebijakan dan arahannya
sehingga penyusunan usulan penelitian ini dapat terlaksana.
4. Munica Rita Hernayanti, S.SiT., M.Kes selaku dosen pembimbing utama
yang telah membimbing dari awal penyusunan, dan telah memberikan arahan
serta masukan kepada penulis.
5. Ana Kurniati, S.ST., M.Keb selaku dosen pembimbing pendamping yang
telah membimbing dari awal penyusunan, dan telah memberikan arahan serta
masukan kepada penulis.
6. Niken Meilani S.SiT.SPd. M.Kes selaku penguji dalam seminar Skripsi yang
telah memberikan arahan serta masukan kepada penulis.
7. Orang tua dan keluarga penulis yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral

viii

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


8. Teman-teman Mahasiswa Sarjana Terapan Kebidanan Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta yang selalu memberikan bantuan dan dukungan.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
berpartisipasi dalam penyusunan penelitian ini.

Mengingat keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, penulis menyadari


bahwa penulisan penelitian ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Akhir
kata, penulis mengharapkan semoga proposal penelitian ini bermanfaat bagi
semua pihak.

Yogyakarta, Maret 2020

Penulis

ix

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL...…………………………………………………....... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…..………………………... ii
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS........................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS........................................ v
ABSTRACK..........................………………………………………….......... vi
ABSTRAK...................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR................................................................................... viii
DAFTAR ISI....……………………………………………………............... x
DAFTAR TABEL……………..………………………………………......... xii
DAFTAR GAMBAR ……………..……………....……………………....... xiii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………................ 1
B. Rumusan Masalah……………………….………………….............. 6
C. Tujuan Penelitian……….......………………………………….......... 6
D. Ruang Lingkup………………………………………………............ 7
E. Manfaat Penelitian............................................................................... 8
F. Keaslian Penelitian.............................................................................. 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Tinjauan Teori.................................……………………………........ 12
B. Kerangka Teori.................................................................................... 39
C. Kerangka Konsep................................................................................ 40
D. Hipotesis.............................................................................................. 40
.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian................................................................. 41
B. Populasi dan Sampel........................................................................... 42
C. Waktu dan Tempat Penelitian............................................................. 47
D. Variabel Penelitian.............................................................................. 48
E. Definisi Operasional Variabel............................................................. 50
F. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data................................................. 50
G. Instrumen dan Bahan Penelitian.......................................................... 51
x

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


H. Manajemen Data.............................................................................. 52
I. Etika Penelitian......................................................................... 53
J. Keterbatasan penelitian....................................................................... 56

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil..................................................................................................... 59
B. Pembahasan......................................................................................... 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan.......................................................................................... 71
B. Saran ................................................................................................... 72

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 74

LAMPIRAN................................................................................................... 77

xi

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1 Penggolongan Anemia Menurut Kadar Hemoglobin (g/dl)............. 13
Tabel 2 Menstuasi……….…………….…………........................................ 31
Tabel 3 Jumlah sampel anemia remaja......................................................... 45
Tabel 4 Defenisi operasional penelitian …................................................... 49
Tabel 5 Distribusi Frekuensi kejadian Anemia Remaja............................... 60
Tabel 6 Distribusi siklus menstruasi Remaja................................................ 60
Tabel 7 Distribusi lama menstruasi Remaja................................................. 61
Tabel 8 Distribusi volume menstruasi Remaja............................................. 62
Tabel 9 Distribusi hubungan anemia dengan siklus menstruasi Remaja...... 62
Tabel 10 Distribusi hubungan anemia dengan lama menstruasi Remaja..... 63
Tabel 11 Distribusi hubungan anemia dengan volume menstruasi Remaja. 64

xii

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Siklus Menstruasi ..................................................................... 28
Gambar 2 Menstrual Pattern..................................................................... 30
Gambar 3 Kerangka Teori Penelitian........................................................ 39
Gambar 4 Kerangka Konsep Penelitian..................................................... 40
Gambar 5 Rancangan Penelitian.................................................................. 42

xiii

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Panduan Wawancara................................................................... 78


Lampiran 2 Rencana Anggaran Penelitian..................................................... 80
Lampiran 3 Surat Permohonan Menjadi Responden..................................... 81
Lampiran 4 Persetujuan Keikutsertaan Dalam Penelitian.............................. 83
Lampiran 5 Master Tabel............................................................................... 84
Lampiran 6 Dummy Tabel............................................................................. 85
Lampiran 7 Surat Keterangan selesai Penelitian ........................................... 86
Lampiran 9 Hasil Data ................................................................................. 91
Lampiran 10 Dokumentasi............................................................................. 93
.

xiv

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anemia adalah suatu kondisi medis dimana jumlah sel darah merah atau

hemoglobin kurang dari normal dimana bernilai kurang dari 13,5 g/dL pada pria

dan kurang dari 12 g/dL pada wanita.1 Anemia biasanya disebabkan oleh

kekurangan zat besi (anemia defisiensi besi) dan ini merupakan salah satu

gangguan gizi yang umum di dunia. Masalah anemia ini terdapat dalam program

Sustainable Development Goals (SDGs) dalam tujuan ke 2 dan ke 3. Pada tujuan

ke 2 poin 2 yaitu pada tahun 2030 menghilangkan segala bentuk malnutrisi,

termasuk pada tahun 2025, mencapai target yang telah disepakati secara

internasional terkait stunting dan wasting pada anak dibawah usia 5 tahun, dan

memenuhi kebutuhan gizi remaja perempuan, ibu hamil, menyusui serta lansia.2

Kejadian anemia remaja putri di Asia mencapai 191 juta orang dan

Indonesia menempati urutan ke-8 dari 11 negara di Asia setelah Sri Lanka dengan

prevalensi anemia sebanyak 7,5 juta orang pada usia 10-19 tahun. Pada tahun

2015 World Health Organization (WHO) menyebutkan 30% penduduk di dunia

mengalami anemia dan banyak diderita oleh Ibu hamil dan remaja putri. 3

Kejadian anemia di Indonesia mengalami kenaikan dari tahun 2013 yaitu

37,1% menjadi 48,9 % pada tahun 2018 dengan penderita anemia pada usia 15-24

tahun sebesar 26,4% pada tahun 2013 lalu meningkat pada tahun 2018 sebasar

84,6%. Berdasarkan jenis kelamin didapatkan bahwa proporsi anemia pada

1
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
2

perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Kejadian anemia pada

remaja putri mencapai angka 22,7% dibandingkan dengan laki-laki hanya 12,4%.

Lembaga Demografi Uversitas Indonesia menyatakan bahwa 88% remaja

Indonesia memiliki persepsi yang kurang benar tentang anemia.4,5

Pada survei anemia remaja yang dilakukan di DIY pada tahun 2018,

ditemukan pravelensi anemia sebesar 19,3% dari total responden 453 remaja.

Risiko anemia tertinggi dengan Hb dibawah 12 g/dl terdapat di Kabupaten Kulon

Progo (34,75%), dan untuk risiko terendah terdapat di Kabupaten Bantul (14,4%).

Sedangkan untuk survei anemia Kabupaten Kulon Progo tahun 2017 didapatkan

hasil persentase 13,87%, berdasarkan hal tersebut berarti terjadi kenaikan

prevalensi anemia di Kabupaten Kulon Progo dari tahun 2017 ke tahun 2018

sebanyak 18,33%.6,7

Salah satu sasaran pokok Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) 2015-2019 adalah meningkat status kesehatan, gizi dan anak

Sebagai penjabaranya, kementerian kesehtaan telah menyusun Rencana Strategis

(Renstra) tahun 2015-2019, yang tercantum didalamnya sasaran program

pemerintah adalah program gizi ibu dan anak antara lain meningkatkan

ketersedian dan keterjangkaun pelayanan kesehatan yang bermutu bagi seluruh

masyarakat. Indikator pembinaan perbaikan gizi masyarakat salah satunya adalah

pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) bagi remaja putri dengan target 30% pada

tahun 2019.8

Dampak anemia pada remaja putri 12-16 tahun berisiko 1,7 kali lebih

besar terjadinya stunting pada remaja dan 1 kali mengalami underweigth. Anemia

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


3

juga berisiko terhadap sistesis kolagen, berkurangnya kecepatan pembentukan

tulang, menurunnya suplai oksigen yang akan menghambat pertumbuhan jaringan,

dan banyak efek negatif lain pada pertumbuhan.9

Terjadinya anemia disebabkan oleh beberapa faktor. Penyebab utama

karena penghancuran sel darah merah yang berlebihan, kehilangan darah, dan

penurunan produksi sel darah merah. Kehilangan besi dinyatakan pada laki-laki

sekitar 1 mg/hari sedangkan dan pada perempuan sampai 2 mg/hari penyebab

terjadinya kehilangan zat besi pada wanita karena menstruasi, kehamilan dan

persalinan.10 Kejadian anemia yang banyak diderita wanita pada umumnya dan

remaja putri khususnya, adalah akibat remaja putri setiap bulan mengalami haid

atau menstruasi, masukan gizi tidak seimbang yang diperlukan untuk memenuhi

kebutuhan tubuh dan pola makan atau perilaku makan yang salah. 1

Pola menstruasi pada remaja putri meliputi pertama siklus menstruasi

yaitu jarak antara hari pertama haid dengan hari pertama haid berikutnya. Kedua,

lama menstruasi yaitu jarak dari hari pertama haid sampai pendarahan berhenti

ketiga, yaitu jumlah darah yang keluar selama 1 kali haid.11

Peneltian oleh Kirana mengatakan bahwa kehilangan darah secara kronis

juga dapat mengakibatkan terjadinya anemia. Pada wanita, terjadi kehilangan

darah secara alami setiap bulannya. Jika darah yang keluar selama menstruasi

sangat banyak maka akan terjadi anemia defisiensi besi.12

Pada wanita, terjadi kehilangan darah secara alamiah setiap bulan, jika

darah yang keluar selama haid terlalu banyak akan terjadi anemia defisiensi besi.

Sepanjang usia produktif, wanita akan mengalami kehilangan darah akibat

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


4

peristiwa haid. Beberapa penelitian telah membutikan bahwa jumlah darah yang

hilang selama satu periode haid berkisar antara 20-50 cc. Jumlah ini menyiratkan

kehilangan zat besi sebesar 12,5-15 mg/bulan tau kira-kira 0,4-0,5 mg sehari. Jika

jumlah ini bertambah dengan kehilangan basal, jumlah total zat besi yang hilang

sebesar 1,23 mg per hari.10,12

Remaja putri menderita anemia, hal ini dapat dimaklumi karena masa

remaja adalah masa pertumbuhan yang membutuhkan zat gizi lebih

tinggitermasuk zat besi. Disamping itu remaja putri mengalami menstruasi setiap

bulan sehingga 4 membutuhkan zat besi lebih tinggi, sementara jumlah makanan

yang dikonsumsi lebih rendah dari pada pria, karena faktor ingin langsing.12

Remaja perempuan, setelah mengalami pubertas, risiko mengalami

anemia defisiensi besi semakin tinggi dibanding pria karena remaja perempuan

membutuhkan lebih banyak zat besi untuk mengganti kehilangan darah selama

periode menstruasinya. Hubungan asupan suplemen zat besi dengan anemia gizi

berhubungan dengan anemia (P=0,005). Terdapat hubungan anemia dengan pola

menstruasi yang teratur (P=0,023) yang berarti remaja yang mempunyai

menstruasi tidak teratur berisiko 4,34 kali lebih besar mengalami anemia. 13

Gangguan pada pola menstruasi remaja salah satunya adalah HMB (Heavy

Menstrual Bleeding) yaitu lama haid lebih dari 7 hari atau kehilangan darah lebih

dari 80 ml setiap siklus menstruasi, dapat diukur dengan jumlah pemakaian

pembalut dalam satu hari yang mempengaruhi anemia (P=0,004). Pengeluaran

darah selama menstruasi menunjukkan kehilangan simpanan zat besi secara cepat

sesuai dengan banyaknya darah yang keluar. Sedangkan semakin lama wanita

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


5

mengalami menstruasi maka semakin banyak pula darah yang keluar dan semakin

banyak kehilangan timbunan zat besi. Remaja putri yang mengalami

Hipermenorea akan mengalami perdarahan menstruasi lebih dari 6 hari sehingga

berpotensi lebih rentan mengalami anemia defesiensi besi. 4,12

Penelitian oleh Desi Kumalasari dkk menyebutkan pola menstruasi yang

tidak normal pada remaja putri berpeluang 8,886 kali mengalami anemia

dibandingkan dengan remaja putri yang mengalami pola menstruasi normal.

remaja putri yang mengalami haid akan kehilangan darah setiap bulan sehingga

membutuhkan zat besi dua kali lipat saat haid. Pada remaja putri setiap bulan

mengalami kehilangan darah (menstruasi) dan cenderung mengkomsumsi lebih

sedikit sumber zat besi sehingga membutuhkan lebih banyak zat besi. Remaja

putri dengan lama menstruasi yang panjang dan siklus menstruasi yang pendek,

yaitu kurang dari 28 hari mememiliki risiko yang lebih besar. Kekurangan zat besi

akan berlanjut dan cadangan akan semakin menipis sehingga akan terjadi anemia

defesiensi besi. menunjukkan adanya hubungan siklus menstruasi dengan kejadian

anemia.14

Kabupaten Kulon Progo terdapat 21 puskesmas, anemia remaja yang

tertinggi ada di Puskesmas Kokap 1 dengan persentase 33,44% walaupun cakupan

pemberian tablet tambah darah pada remaja putri sudah diberikan. Data dari

Puskesmas Kokap 1, pada bulan Agustus tahun 2019 melakukan pemeriksaan

Hb pada remaja putri SMAN 1 Kokap dan SMKN 1 Kokap presentase remaja

yang mengalami anemia 13,49% dari total 89 remaja yang diperiksa Hb, terdapat

12 orang yang mengalami anemia.7

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


6

Remaja yang memiliki pola menstruasi yang tidak normal penyebab

terjadinya anemia pada remaja putri sehingga perlu dilakukan penelitian dan

berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian hubungan pola menstruasi dengan kejadian anemia pada remaja putri di

wilayah kerja Puskesmas Kokap 1 kabupaten Kulon Progo?

B. Rumusan Masalah

Anemia merupakan masalah kesehatan yang sering dialami oleh remaja putri.

Remaja putri sebagai kelompok usia pubertas, sering kali kekurangan zat besi.

Sebagai akibat dari usia pubertas, remaja putri sering mengalami gangguan

menstruasi seperti siklus menstruasi yang tidak tearatur, frekuensi yang

memendek ataupun memanjang. Keadaan ini diduga dapat menyebabkan

banyaknya remaja yang mengalami anemia. Angka kejadian anemia remaja putri

yang terus meningkat tiap tahun ini merupakan masalah yang akan berdampak

pada kesehatan remaja putri.

Remaja yang memiliki pola menstruasi tidak normal lebih rentan 8,886 kali

mengalami anemia dibandingkan remaja putri yang memilki pola menstruasi

normal. Presentasi kejadian anemia di wilayah kerja puskesmas kokap 1 pada

tahun 2019 mencapai 13,48%. Berdasarkan uraian latar belakang maka peneliti

membuat rumusan masalah adalah “Apakah ada hubungan pola menstruasi

dengan kejadian anemia pada remaja putri di wilayah kerja Puskesmas Kokap 1

kabupaten Kulon Progo”?

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


7

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pola menstruasi dengan kejadian

anemia pada remaja putri di wilayah kerja Puskesmas Kokap 1 kabupaten

Kulon Progo.

2. Tujuan khusus

a. Diketahui kejadian anemia pada remaja putri di wilayah kerja

Puskesmas Kokap 1 kabupaten Kulon Progo

b. Diketahui siklus menstruasi pada remaja putri di wilayah kerja

Puskesmas Kokap 1 kabupaten Kulon Progo.

c. Diketahui lama menstruasi pada remaja putri di wilayah kerja

Puskesmas Kokap 1 kabupaten Kulon Progo.

d. Diketahui volume darah haid pada remaja putri di wilayah kerja

Puskesmas Kokap 1 kabupaten Kulon Progo.

e. Diketahui hubungan siklus menstruasi dengan kejadian anemia pada

remaja putri di wilayah kerja Puskesmas Kokap 1 kabupaten Kulon

Progo.

f. Diketahui hubungan lama menstruasi dengan kejadian anemia pada

remaja putri di wilayah kerja Puskesmas Kokap 1 kabupaten Kulon

Progo.

g. Diketahui hubungan volume menstruasi dengan kejadian anemia pada

remaja putri di wilayah kerja Puskesmas Kokap 1 kabupaten Kulon

Progo.

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


8

h. Untuk mengetahui faktor dominan yang berhubungan terhadap Pola

menstruasi remaja putri di wilayah kerja Puskesmas Kokap 1

kabupaten Kulon Progo.

D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini dapat dijadikan pedoman dan pengalaman serta

sarana pengembangan diri yang sangat berharga, untuk menerapkan

ilmu serta pengalaman penelitian dalam mengumpulkan, mengelola,

menganalisa dan menginformasikan data temuan serta untuk

menerapkan pengetahuan yang diperoleh di bangku kuliah dan

mengaplikasikan dalam pelayanan kebidanan

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pihak Sekolah

Sebagai bahan masukan dalam rangka meningkat perhatian dalam

pencegahan anemia remaja putri yang khususnya diakibatkan karena

pola menstruasi.

b. Bagi responden / Siswi

Dapat menambah pengetahuan dan wawasan remaja tentang

kejadian anemia yang disebabkan oleh pola menstruasi khususnya

sebagai salah satu supaya promotif dalam pencegahan terjadinya

gangguan yang mungkin terjadi pada penderita anemia khususnya

remaja.

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


9

c. Bagi Puskesmas

Sebagai bahan masukan pihak puskesmas untuk meningkatkan

pendekatan dengan remaja tentang anemia.

E. Ruang Lingkup Penelitian

1. Ruang Lingkup Materi

Materi yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah pola

menstruasi dan anemia pada remaja putri. Mengkaji materi dalam

penelitian tersebut penting karena seorang remaja, khususnya remaja

putri adalah generasi penerus yang akan melahirkan seorang anak,

Selain itu, Remaja perempuan berisiko lebih tinggi mengalami

anemia dibandingkan remaja laki-laki karena perempuan mengalami

menstruasi setiap bulan sehingga banyak kehilangan zat besi. Anemia

gizi besi pada remaja perempuan menjadi berbahaya apabila tidak

ditangani dengan baik, terutama untuk persiapan hamil dan melahirkan.

Remaja perempuan dengan anemia berisiko melahirkan bayi BBLR

(<2500 gram), melahirkan bayi prematur, infeksi neonatus dan kematian

pada ibu dan bayi saat proses persalinan.

2. Ruang Lingkup Responden

Responden dalam penelitian ini adalah remaja putri di wilayah kerja

Puskesmas Kokap 1 kabupaten Kulon Progo

3. Ruang Lingkup Tempat

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kokap 1

kabupaten Kulon Progo Ruang Lingkup Waktu Penelitian ini dilakukan

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


10

mulai dari penyusunan proposal sampai hasil yaitu pada bulan November

sampai Januari.

F. Keaslian Penelitian

1. Baiq Nurlaily Utami, Surjani, Eko Mardiyaningsih, 2015 dalam Jurnal

Kesehatan. Judul “Hubungan Pola Makan dan Pola Menstruasi dengan

Anemia pada Remaja Putri di MTs Ma’Arif Nyatnyono , Kabupaten

Semarang Tahun 2015”. Penelitian ini menggunakan metode Deskriptif

Kolerasi dan dilakukan MTs Ma’Arif Nyatnyono , Kabupaten Semarang.

Pengambilan sampel menggunakan teknik proportional stratified random

sampling. Hasil penelitian Secara statistik terdapat hubungan yang signifi

kan antara anemia dengan Pola makan di MTs Ma’Arif Nyatnyono,

Kabupaten Semarang p value 0,002. Dan Pola Menstruasi terdapat

Hubungan yang signifikan juga dengan p value sebasar 0,002. Perbedaan

dengan penelitian ini yaitu terletak pada jenis penelitian, variabel

penelitiannya, tempat dan waktunya,

2. Hanifah, Ririn Isnarti 2018 dengan judul “Hubungan Lama Menstruasi

Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri”. mengunakan metode

observasional analitik, dengan pendekatan cross sectional . Hasilnya yaitu

Penelitian menunjukkan sebagian besar siswi mengalami anemia ringan

sebanyak 23 responden (47,9 %) sedangkan lama menstruasi remaja putri

sebagian besar adalah normal sebanyak 36 responden (75 %).

Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji Spearman Rank

hubungan lama menstruasi dengan kejadian anemia didapatkan nilai

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


11

signifikan 0,006 dengan kesimpulan Ada hubungan lama menstruasi

dengan kejadian anemia pada remaja putri kelas XI MTS Zainul Hasan.

Perbedaan dengan penelitian ini yaitu terletak pada variabel penelitiannya,

tempat dan waktunya.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Sudargo tahun 2012 dengan judul “Faktor-

Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Dan Kurang Energi

Kronik Pada Remaja Putri Di Kota Yogyakarta”. Menggunakan jenis

Observasional Analitik dengan desaign penelitian menggunakan jenis

pendekatan Cross Sectional. Sampel dalm penelitian adalah siswa SMA

negri di Yogyakarta sebanyak 96 sampel secara Systematic Random

Sampling dengan menggunakan analisis data univariat dan bivariate

dengan CI 95% untuk melihat ods ratio. Perbedaan dengan penelitian ini

yaitu terletak pada variabel penelitiannya, tempat dan waktunya.

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Tinjauan Teori

1. Anemia

a. Pengertian

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin dan

eritrosit lebih rendah dari normal. Pada pria, hemoglobin normal adalah

14-18gr% dan eritrosit 4,5-5,5 jt/mm3. Sedangkan pada wanita,

hemoglobin normal adalah 12-16gr% dengan eritrosit 3,5-4,5 jt/mm3.14

Anemia adalah suatu kondisi medis dimana jumlah sel darah merah

atau hemoglobin kurang dari normal. Kadar hemoglobin normal

umumnya berbeda pada laki-laki dan perempuan. Untuk pria, anemia

biasanya didefinisikan sebagai kadar hemoglobin kurang dari 13,5

gram/100ml dan pada wanita hemoglobin kurang dari 12,0 gram/100

ml.1

Untuk memastikan apakah seseorang menderita anemia atau

kekurangan gizi besi perlu dilakukan pemeriksaan darah di

laboratorium. Anemia didiagnosis dengan pemeriksaan kadar Hb dalam

darah, sedangkan anemia defisiensi gizi besi perlu dilakukan

pemeriksaan tambahan seperti Serum Ferritin dan CRP. Diagnosis

anemia kekurangan gizi besi ditegakkan jika kadar Hb dan Serum

12
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
13

Ferritin dibawah normal. Batas ambang Serum Ferritin normal pada

remaja putri dan WUS adalah 15 mcg/L.1

b. Anemia Pada Remaja

Pada remaja perempuan, setelah mengalami pubertas, risiko mengalami

anemia defisiensi besi semakin tinggi dibanding pria karena remaja perempuan

membutuhkan lebih banyak zat besi untuk mengganti kehilangan darah selama

periode menstruasinya. 15

c. Diagnosis anemia

Remaja putri dan WUS menderita anemia bila kadar hemoglobin

darah menunjukkan nilai kurang dari 12 g/dL. Jika kadar hemoglobin

kurang dari angka normal bisa di diagnosis sebagai anemia. Berikut ini

merupakan klasifikasi dan pembagian anemia menurut kelompok umur. 3

Tabel 1. Penggolongan Anemia Menurut Kadar Hemoglobin (g/dl)

Anemia
Populasi Tidak Ringan Sedang Berat
anemia
Anak usia 5 – 9 bulan >11 10 – 10,9 7 – 9,9 <7,0
Anak usia 5 – 11 tahun >11,5 11 – 11,4 8 – 10,9 <8,0
Anak umur 12 – 14 tahun >12 11 – 11,9 8 – 10,9 <8,0
Perempuan tidak hamil (15 >12 11 – 11,9 8 – 10,9 <8,0
tahun)
Perempuan hamil >11 10 – 10,9 7 – 9,9 <7,0
Laki- laki (umur15 tahun) >13 11 – 12,9 8 – 10,9 <8,0
Sumber: WHO, 2011

d. Penyebab Anemia

Ada 3 penyebab anemia, yaitu :8

a. Defesiensi zat gizi

Rendahnya asupan zat gizi baik hewani dan nabati yang

merupakan pangan sumber zat besi yang berperan penting untuk

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


14

pembuatan hemoglobin sebagai komponen dari sel darah merah atau

eritrosit. Zat gizi lain yang berperan penting dalam pembuatan

hemoglabin antara lain asam folat dan vitamin B12. Pada penderita

penyakit infeksi kronis seperti TBC, HIV atau AIDS, dan kegenasan

disertai anemia, karena kekurangan asupan zat gizi atau akibat dari

infeksi itu sendiri.

b. Pendarahan (Loss of blood volume)

Pendarahan karena kecacingan dan trauma luka yang

mengkibatkan HB menurun dan pendarahan karena menstruasi yang

lama dan berlebihan.

c. Hemolitik

Pendarahan pada penderita malaria kronik perlu diwaspadai karena

terjadinya hemolitik yang mengakibatkan penumpukan zat besi

(hemosiderosis) di organ tubuh seperti hati dan limpa, Pada penderita

thasalemia, kelainan darah terjadi secara genetik yang menyebabkan

anemia karena sel darah merah atau eritrosit cepat pecah, sehingga

mengakibatkan akumulasi zat besi dalam tubuh.

Remaja putri dan WUS lebih mudah menderita anemia, karena: 8

a. Remaja putri yang memasuki masa pubertas mengalami

pertumbuhan pesat sehingga kebutuhan zat besi juga meningkat

untuk meningkatkan pertumbuhannya.

b. Remaja putri seringkali melakukan diet yang keliru yang bertujuan

untuk menurunkan berat badan, diantaranya mengurangi asupan

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


15

protein hewani yang dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin

darah.

c. Remaja putri dan WUS yang mengalami haid akan kehilangan darah

setiap bulan sehingga membutuhkan zat besi dua kali lipat saat haid.

Remaja putri dan WUS juga terkadang mengalami gangguan haid

seperti haid yang lebih panjang dari biasanya atau darah haid yang

keluar lebih banyak dari biasanya.

e. Tanda dan gejala anemia

Penderita anemia dapat terganggu kegiatan sehari-harinya. Adapun gejala

yang sering timbul antara lain lemah, letih, lelah dan lesu. Kadang kala anemia

tidak menimbulkan gejala yang jelas seperti mudah lelah bila berolahraga, sulit

konsentrasi dan mudah lupa. Pada umumnya, seseorang mencurigai akan adanya

anemia bila keadaan sudah makin parah, sehingga gejalanya tampak lebih jelas

seperti kulit pucat, jantung berdebar-debar, pusing, mudah kehabisan nafas ketika

naik tangga, atau olahraga (karena jantung harus bekerja lebih keras untuk

memompa oksigen ke seluruh tubuh).14

Tanda-tanda anemia adalah sebagai berikut:1

1. Anemia ringan

Karena jumlah sel darah merah yang rendah meyebabkan

berkurangya pengiriman oksigen ke setiap jaringan dalam tubuh, anemia

bisa membuat buruk hampir semua kondisi medis lainnya yang mendasari.

jika anemia ringan, biasanya tidak menimbulkan gejala apapun. jika

anemia secara perlahan terus menerus ( kronis), tubuh dapat beradaptasi

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


16

dan mengimbangi perubahan, dan hal ini mungkin tidak ada gejala apapun

sampai anemia menjadi lebih berat.

Ciri-cirinya adalah:

a) Kelelahan

b) Penurunan energy

c) Kelemahan

d) Sesak nafas ringan

e) Palpitasi (rasa jantung tidak teratur)

f) Tampak pucat

2. Anemia berat

Tanda yang mungkin menunjukan anemia berat, yaitu:

a) Perubahan warna tinja, termasuk tinja hitam dan tinja lengket, serta

berbau busuk, berwarna merah marun, atau tampak beradarah jika

anemia kehilangan darah melalui saluran pencernaan

b) Tekanan darah rendah

c) Frekuensi pernapasan cepat

d) Pucat atau kulit dingin

e) Pusing atau kepala terasa dingin

f) Nyeri dada

g) Tidak bisa berkonsentrasi

h) Pingsan

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


17

f. Faktor Risiko Untuk Anemia

Remaja perempuan berisiko lebih tinggi mengalami anemia dibandingkan

remaja laki-laki karena perempuan mengalami menstruasi setiap bulan sehingga

banyak kehilangan zat besi. Anemia gizi besi pada remaja perempuan menjadi

berbahaya apabila tidak ditangani dengan baik, terutama untuk persiapan hamil

dan melahirkan. Remaja perempuan dengan anemia beresiko melahirkan bayi

BBLR (<2500 gram), melahirkan bayi prematur, infeksi neonatus dan kematian

pada ibu dan bayi saat proses persalinan. Anemia pada remaja perempuan yang

sedang hamil juga meningkatkan resiko hipertensi dan penyakit jantung pada

bayinya.16

Faktor risiko anemia terdiri dari lama menstruasi, konsumsi zat besi yang

rendah, kebiasaan minum teh, siklus menstruasi tidak normal, status gizi kurang,

kurangnya keterpaparan informasi (pengetahuan), tidak mendapatkan asupan Fe

dari tablet tambah darah.17

g. Dampak anemia

Anemia dapat menyebabkan berbagai dampak buruk pada remaja putri dan

WUS, diantaranya:8

1) Menurunkan daya tahan tubuh sehingga penderita anemia mudah

terkena penyakit infeksi

2) Menurunya kebugaran dan ketangkasan berpikir karena kurangnya

oksigen ke sel otot dan sel otak

3) Menurunnya prestasi belajar dan produktivitas kerja atau kinerja

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


18

Dampak anemia pada remaja putri dan WUS akan terbawa hingga dia

menjadi ibu hamil anemia yang mengakibatkan :

1) Meningkatkan risiko pertumbuhan janin terhambat, prematur, BBLR,

dan gangguan tumbuh kembang anak diantaranya stunting dan

gangguan neurokognitif.

2) Pendarahan sebelum dan saat melahirkan yang mengancam

keselamatan ibu dan bayinya.

3) Bayi lahir dengan cadangan zat besi yang rendah akan berlanjut

menderita anemia pada bayi dan usia dini

4) Meningkatkan risiko kesakitan dan kematian neonatal dan bayi.

h. Pencegahan Anemia

Diet pada semua orang harus mencakup zat besi yang cukup. Daging

merah, hati, dan kuning telur merupakan sumber penting zat besi. Tepung, roti,

dan beberapa sereal yang diperkaya dengan besi baik untuk pencegahan. Jika

tidak mendapatkan cukup zat besi dalam diet, maka dapat dilakukan suplementasi

zat besi.1

Upaya-upaya untuk mencegah anemia, antara lain sebagai berikut:

1) Makan makanan yang banyak mengandung zat besi dari bahan hewani

(daging, ayam, hati, ikan, telur) dan dari bahan nabati (sayuran yang

berwarna hijau tua, kacang-kacangan dan tempe)

2) Banyak makan makanan yang mengandung vitamin C yang

bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan zat besi, misalnya jambu,

jeruk, tomat dan nanas

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


19

3) Minum satu tablet penambah darah 1 kali seminggu

4) Bila merasa adanya tanda dan gejala anemia segera konsultasi ke

dokter untuk dicari penyebabnya dan diberikan pengobatan.8,14

i. Anemia Zat Besi

1. Pengertian anemia zat besi

Anemia defisiensi besi adalah suatu keadaan yang ditandai oleh

tidak cukupnya deposit besi di dalam tubuh. Defesiensi besi

merupakan defesiensi gizi yang paling sering dijumpai dan terjadi

ketika cadangan besi tubuh tidak cukup menunjang laju produksi sel

darah merah dan sintesis heme di sumsung tulang, guna

mempertahankan normalnya massa sel darah merah sentra konsentrasi

hemoglobin di dalam sirkulasi.36

2. Penyebab Anemia Zat Besi

Penyebab utama yang dapat menimbulkan anemia pada wanita

yaitu terjadinya kehilangan darah saat menstruasi dan kurangnya zat

gizi dalam pembentukan darah misalnya zat besi, protein, asam folat

dan B12. Dikarenakan saat wanita mengalami menstruasi terjadinya

pembuangan zat besi, sehingga remaja putri lebih rentan mengalami

anemia.1

Anemia defesiensi besi adalah anemia yang paling umum. Sekitar

20% wanita, 50% wanita hamil, dan 3% pria tidak punya cukup zat

besi dalam tubuh mereka. Besi merupakan bagian penting dari

hemoglobin, yang merupakan protein pembawa oksigen dalam darah.

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


20

Tubuh biasanya mendapatkan besi melalui diet dan daur ulang besi

dari sel darah merah yang sudah tua. Tanpa besi, darah tidak dapat

membawa oksigen secara efektif. Oksigen diperlukan untuk setiap sel

dalam tubuh supaya berfungsi normal. Penyebab defesiensi besi

adalah: 1

1) Pendarahan, Jika pendarahan berlebihan atau terjadi selama

periode waktu tertentu (kronis), tubuh tidak akan dapat mencukupi

kebutuhan zat besi atau cukup disimpan untuk menghasilkan

hemoglobin yang cukup dan atau sel darah merah untuk

menggantikan apa yang hilang. Pada wanita, kekurangan zat besi

mungkin karena menstruasi berat, tetapi pada wanita yang lebih

tua dan pada pria, perdarahan biasanya dari penyakit usus seperti

bisul dan kanker.

2) Kurangnya asupan makanan. Kekurangan zat besi mungkin terjadi

karena tidak atau kurang mengkonsumsi zat besi. Pada anak-anak

dan terutama pada ibu hamil, tubuh membutuhkan lebih banyak

zat besi. Perempuan hamil dan menyusui sering terjadi

kekurangan ini karena bayi memerlukan sejumlah besar besi

untuk pertumbuhan. Defesiensi besi dapat menyebabkan bayi

berat lahir rendah dan persalinan premature. Wanita pra hamil dan

hamil secara rutin diberikan suplementasi zat besi untuk

mencegah komplikasi ini.

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


21

3) Gangguan penyerapan. Kondisi tertentu mempengaruhi

penyerapan zat besi dari makanan pada saluran gestasional (GI)

dan dari waktu ke waktu dapat mengakibatkan anemia.

j.Pencegahan dan Pengendalian Anemia Karena Defisiensi Zat Besi

Pencegahan dasar dalam pencegahan anemia karena defisiensi zat besi

menurut Gibney (2011) adalah memastikan konsumi zat besi secara teratur

untuk memenuhi kebutuhan tubuh dan untuk meningkatkan kandungan serta

bioavaibilitas (ketersediaan hayati) zat besi dalam makanan.

Ada pendekatan utama:

1) Meningkatkan konsumsi makanan bergizi

2) Penyediaan suplementasi zat besi

3) Fortifikasi bahan pangan yang biasa dikonsumsi dengan zat besi

4) Edukasi gizi

Pendekatan berbasis hortikultur untuk memperbaiki ketersediaan

hayati zat besi pada bahan pangan yang umum.

2. Pola Menstruasi

a. Fisiologi menstruasi

Menstruasi normal merupakan hasil akhir suatu siklus ovulasi.

Siklus ovulasi diawali dari pertumbuhan beberapa folikel antara siklus,

diikuti ovulasi dari 1 folikel dominan yang terjadi pada pertengahan siklus.

Kurang lebih 14 hari pasca ovulasi bila tidak terjadi pembuahan akan

diikuti dengan haid karena meluruhnya sel dinding rahim. Ovulasi yang

teratur setiap bulan akan menghasilkan siklus haid yang teratur pula.11

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


22

Menstruasi disebabkan oleh berkurangnya estrogen dan

progesteron secara tiba-tiba, terutama progesteron pada akhir siklus

ovarium bulanan. Dengan mekanisme yang ditimbulkan oleh kedua

hormon di atas terhadap sel endometrium, maka lapisan endometrium

yang nekrotik dapat dikeluarkan disertai dengan perdarahan yang

normal.11

Selama siklus menstruasi, jumlah hormon estrogen dan

progesterone yang dihasilkan oleh ovarium berubah. Bagian pertama

siklus menstruasi yang dihasilkan oleh ovarium adalah sebagian estrogen.

Estrogen ini yang akan menyebabkan tumbuhnya lapisan darah dan

jaringan yang tebal diseputar endometrium. Di pertengahan siklus,

ovarium melepas sebuah sel telur yang dinamakan ovulasi. Bagian kedua

siklus menstruasi, yaitu antara pertengahan sampai datang menstruasi

berikutnya, tubuh wanita menghasilkan hormon progesteron yang

menyiapkan uterus untuk kehamilan.19

Siklus menstruasi dibagi menjadi siklus ovarium dan siklus

endometrium. Di ovarium terdapat tiga fase, yaitu fase folikuler, fase

ovulasi dan fase luteal. Di endometrium juga dibagi menjadi tiga fase yang

terdiri dari fase menstruasi, fase proliferasi dan fase ekskresi. 11

Pada fase proliferatif terjadi proses perbaikan regeneratif, setelah

endometrium mengelupas sewaktu menstruasi. Permukaan endometrium

dibentuk kembali dengan metaplasia sel-sel stroma dan pertumbuhan

keluar sel-sel epitel kelenjar endometrium dan dalam tiga hari setelah

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


23

menstruasi berhenti, perbaikan seluruh endometrium sudah selesai. Pada

fase proliferatif dini, endomentrium tipis, kelenjarnya sedikit, sempit,

lurus, dan dilapisi sel kuboid, dan stromanya padat. 11

Fase regeneratif dini berlangsung dari hari ke tiga siklus menstruasi

hingga hari ke tujuh, ketika proliferasi semakin cepat. Kelenjar-kelenjar

epitel bertambah besar dan tumbuh ke bawah tegak lurus terhadap

permukaan. Sel-selnya menjadi kolumner dengan nukleus di basal sel-sel

stroma berploriferasi, tetap padat dan berbentuk kumparan. Pembelahan

sel terjadi pada kelenjar dan stroma. Pada saat menembus endometrium

basal, masing-masing arteri berjalan lurus, tetapi pada lapisan superfisial

dan media arteri berubah menjadi spiral. 11

Pada fase luteal, jika terjadi ovulasi maka endometrium akan

mengalami perubahan yang nyata, kecuali pada awal dan akhir masa

reproduksi. Perubahan ini mulai pada 2 hari terakhir fase proliferatif, tetapi

meningkat secara signifikan setelah ovulasi. Vakuol-vakuol sekretorik

yang kaya glikogen tampak di dalam sel-sel yang melapisi kelenjar

endometrium. Pada mulanya vakuol-vakuol tersebut terdapat di bagian

basal dan menggeser inti sel ke arah superfisial. Jumlahnya cepat

meningkat dan kelenjar menjadi berkelok-kelok. Pada hari ke enam setelah

ovulasi, fase sekresi mencapai puncak. Vakuol-vakuol telah melewati

nukleus. Beberapa di antaranya telah mengeluarkan mukus ke dalam

rongga kelenjar. Arteri spiral bertambah panjang dengan meluruskan

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


24

gulungan. Apabila tidak ada kehamilan, sekresi estrogen dan progesteron

menurun karena korpus luteum menjadi tua. 11

Penuaan ini menyebabkan peningkatan asam arakidonat dan

endoperoksidase bebas di dalam endometrium. Enzim-enzim ini

menginduksi lisosom sel stroma untuk mensintesis dan mensekresi

prostaglandin (PGF2α dan PGE2) dan prostasiklin. PGF2α merupakan

suatu vasokonstriktor yang kuat dan menyebabkan kontraksi uterus, PGE2

menyebabkan kontraksi uterus dan vasodilatasi, sedangkan prostasiklin

adalah suatu vasodilator, yang menyebabkan relaksasi otot dan

menghambat agregasi trombosit. 11

Perbandingan PGF2α dengan kedua prostaglandin meningkat

selama menstruasi. Perubahan ini mengurangi aliran darah melalui kapiler

endometrium dan menyebabkan pergeseran cairan dari jaringan

endometrium ke kapiler, sehingga mengurangi ketebalan endometrium.

Hal ini tersebut menyebabkan bertambahnya kelokan arteri spiral

bersamaan dengan terus berkurangnya aliran darah. Daerah endometrium

yang disuplai oleh arteri 15 spiral menjadi hipoksik, sehingga terjadi

nekrosis iskemik. Daerah nikrotik dari endometrium mengelupas ke dalam

rongga uterus disertai dengan darah dan cairan jaringan, sehingga

menstruasi terjadi. 11

Pada fase menstruasi lapisan endometrium superifisial dan media

dilepaskan, tetapi lapisan basal profunda endometrium dipertahankan.

Endometrium yang lepas bersama dengan cairan jaringan dan darah

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


25

membentuk koagulum di dalam uterus. Koagulum ini segera dicairkan

oleh fibrinolisin dan cairan, yang tidak berkoagulasi yang dikeluarkan

melalui serviks dengan kontraksi uterus. Jika jumlah darah yang

dikeluarkan pada proses ini sangat banyak mungkin fibrinolisin tidak


11
mencukupi sehingga wanita in mengeluarkan bekuan darah dari serviks.

b. Pola menstruasi

Pola menstruasi pada remaja putri meliputi siklus menstruasi dan lama

menstruasi. Pada pengertian klinik, penilaian menstruasi dinilai

berdasarkan tiga hal, yaitu: 11

a. Siklus haid yaitu jarak antara hari pertama haid dengan hari

pertama haid berikutnya.

b. Lama haid, yaitu jarak dari hari pertama haid sampai hari haid

berhenti

c. Jumlah darah yang keluar selama 1 kali haid.

Haid dikatakan normal bila didapatkan siklus haid tidak kurang

dari 21 hari tapi tidak melebihi 35 hari, lama menstruasi 3 sampai 7 hari

dengan jumlah darah haid berlangsung tidak lebih dari 80 ml, atau ganti

pembalut 2 sampai 6 kali per hari. Jika salah satu dari kriteria normal

tersebut tidak terpenuhi, baik siklus, lama hari menstruasi, atau volume,

maka bisa dikatakan remaja tersebut memiliki pola menstruasi yang tidak

normal.11

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


26

c. Siklus Menstruasi

Siklus menstruasi adalah serangkaian periode dari perubahan yang

terjadi berulang pada uterus dan organ-organ yang dihubungkan pada saat

pubertas dan berakhir pada saat menopause. Siklus tersebut barvariasi dari

18 sampai 40 hari, rata-rata 28 hari. 20

Siklus menstruasi pada wanita normalnya berkisar antara 21-35

hari dan hanya 10-15% yang memiliki siklus menstruasi 28 hari dengan

lama menstruasi 3-5 hari, ada yang 7-8 hari. Setiap hari ganti pembalut 2-

5 kali. Panjangnya siklus menstruasi ini dipengaruhi oleh usia, berat

badan, aktivitas fisik, tingkat stres, genetik dan gizi. 19

Panjang siklus haid ialah jarak antara tanggal mulainya haid yang

lalu dan mulainya haid berikut. Hari mulainya perdarahan dinamakan hari

pertama siklus. Karena jam mulainya haid tidak diperhitungkan dan

tepatnya waktu keluar haid dari ostium uteri eksternum tidak dapat

diketahui, maka panjang siklus mengandung kesalahan kurang lebih satu

hari. Panjang siklus haid yang normal atau dianggap sebagai siklus haid

yang klasik ialah 28 hari, tetapi variasinya cukup luas, bukan saja antara

beberapa wanita tetapi juga pada wanita yang sama. Jadi, sebenarnya

panjang siklus haid 28 hari itu tidak sering dijumpai. 20

Reproduksi manusia yang normal melibatkan interaksi antara

berbagai hormon dan organ, yang diatur oleh hipotalamus. Hipotalamus

menghasilkan hormon yang disebut releasing hormon (RH). RH berjalan

ke hipofisa (sebuah kelenjar yang terletak di bawah hipotalamus) dan

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


27

merangsang hipofisa untuk melepaskan hormon lainnya. Misalnya

gonadotropin-releasing hormon (dihasilkan oleh hipotalamus)

merangsang hipofisa untuk menghasilkan luteinizing hormone (LH) dan

folliclestimulatinghormone (FSH). LH dan FSH merangsang pematangan

kelenjar reproduktif dan pelepasan hormon seksual. 20

Siklus menstruasi dikendalikan oleh sistem hormon dan dibantu

oleh kelenjar hipofisis. Selain dipengaruhi oleh hormon estrogen, siklus

menstruasi juga dipengaruhi oleh hormon progesteron. Apabila kinerja

otak berkurang karena jumlah oksigen yang diterima tidak optimum maka

akan mempengaruhi kerja hipotalamus. Hipotalamus yang terganggu akan

berdampak pula pada kerja hormon yang dapat merangsang pematangan

kelenjar reproduksi dan pelepasan hormon seksual menjadi terhambat

atau lebih lama bekerja. Sehingga biasanya siklus menstruasi tersebut

tidak teratur dan panjang.20

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


28

Gambar 1. Siklus menstruasi 21


d. Lama Haid

Lama haid dipengaruhi oleh usia sesorang dan dukungan gizi.

Kekurangan gizi akan menurunkan tingkat kesuburan. Asupan zat gizi

yang baik diperlukan agar nantinya didapatkan keadaan sistem reproduksi

yang sehat. Rata-rata lama menstruasi 3-7 hari dianggap normal dan lebih

dari 8 atau 9 hari dianggap tidak normal. Banyaknya darah yang keluar

pun dapat berbeda-beda pada setiap orang, bahkan pada seorang remaja

wanita banyaknya pengeluaran darah dan lamanya menstruasi biasa

berbeda-beda dari bulan ke bulan, perbedaan lama menstruasi merupakan

proses fisiologik yang dipengaruhi banyak faktor antara lain lingkungan,

lamanya menstruasi ibu, usia dan ovulasi.11

Penelitian yang dilakukan oleh Situmorang (2015) mengenai

hubungan durasi perdarahan haid dan kadar hemoglobin menunjukkan

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


29

bahwa semakin lama durasi haid seseorang maka semakin rendah kadar

hemoglobinnya.22

e. Volume darah haid

Jumlah darah yang keluar rata-rata 33,2 ± 16 cc atau 40 mL. Pada

wanita yang lebih tua biasanya darah yang keluar lebih banyak. Pada

wanita dengan anemia defisiensi besi jumlah darah haidnya juga lebih

banyak. Jumlah darah haid lebih dari 80 cc dianggap patologik dan dapat

menimbulkan anemia. Darah haid tidak membeku. ini mungkin

disebabkan fibrinolisin.19 Pengukuran jumlah volume darah berdasarkan

journal of Gynecology Obstetrics and Human Reproduction Tahun 2017.

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


30

Gambar 2. Menstrual Pattern23

Tabel 2. Menstuasi12

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


31

Clinical dimensions of Descriptive term Normal limits (5th-95th


menstruation and percentiles)
menstrual cycle
Frequency of menses, Frequent < 24
Normal 24-38
Infrequent > 38
Regularity of menses: cycle- Absent No bleeding
to-cycle variation Regular Varation ± 2-20
over 12 months, Irregular Variation > 20
Duration of flow, Prolonged > 8.0
Normal 4.5-8.0
Shortened < 4.5
Volume of monthly Heavy >80
blood loss, mL Normal 5-80
Light <5

f. Gangguan Haid
Gangguan haid dan siklusnya dalam masa reproduksi dapat digolongkan

1. Gangguan siklus haid

a. Polimenorea

Siklus haid lebih pendek dari normal, yaitu kurang dari 21

hari, perdarahan kurang lebih sama atau lebih banyak dari pada

haid normal. Penyebabnya adalah gangguan hormonal, kongesti

ovarium karena peradangan, endometriosis, dan lai-lain.Pada

gangguan hormonal terjadi gangguan ovulasi yang menyebabkan

pendeknya masa luteal. Diagnosis dan pengobatan membutuhkan

pemeriksaan hormonal dan laboratorium lain. 11

b. Oligomenorea

Siklus haid lebih panjang dari normal, yaitu lebih dari 35

hari, dengan perdarahan yang lebih sedikit. Umumnya pada kasus

ini kesehatan penderita tidak terganggu dan fertilitas cukup baik. 11

c. Amenorea

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


32

Keadaan dimana tidak adanya haid selama minimal 3

bulan berturut-turut.Amenorea dibagi menjadi 2, yaitu

amenorea primer dan sekunder.

a) Amenorea primer ialah kondisi dimana seorang perempuan

berumur 18 tahun atau lebih tidak pernah haid, umumnya

dihubungkan dengan kelainan-kelainan kongenital dan

genetik.

b) Amenorea sekunder adalah kondisi dimana seorang pernah

mendapatkan haid, tetapi kemudian tidak mendapatkan

haid, biasanya merujuk pada gangguan gizi, gangguan

metabolisme, tumor, penyakit infeksi, dan lain-lain. Ada

pula amenorea fisiologis yaitu masa sebelum pubertas,

masa kehamilan, masa laktasi, dan setelah menopause.11

2. Gangguan volume dan lama haid

a. Hipermenorea (menoragia)

Merupakan perdarahan haid yang lebih banyak dari normal, atau

lebih lama dari 8 hari.Penyebab kelainan ini terdapat pada kondisi

dalam uterus.Biasanya dihubungkan dengan adanya mioma uteri

dengan permukaan endometrium yang lebih luas dan gangguan

kontraktilitas, polip endometrium, gangguan peluruhan endometrium,

dan sebagainya. 11

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


33

b.Hipomenorea

Merupakan perdarahan haid yang lebih pendek dan atau lebih

sedikit dari normal.Penyebabnya adalah terdapat pada konstitusi penderita,

kondisi uterus, gangguan endokrin, dan lain-lain.Terapi hipomenorea

adalah bersifat psikologis untuk menenangkan penderita, kecuali bila

sudah didapatkan penyebab nyata lainnya. Kondisi ini tidak

memperngaruhi fertilitas.11

3. Remaja

a. Pengertian

Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke

masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas. Namun

demikian, menurut beberapa ahli, selain istilah pubertas digunakan juga

istilah adolesens (dalam bahasa inggris: adolescence) para ahli

merumuskan bahwa istilah pubertas digunakan untuk menyatakan

perubahan biologis baik bentuk maupun fisiologis yang terjadi dengan

cepat dari masa anak-anak ke masa dewasa, terutama perubahan alat

reproduksi. Sedangkan istilah adolesens lebih ditekankan pada perubahan

psikososial atau kematangan yang menyertai masa pubertas. 15

b. Klasifikasi Remaja

Menurut WHO (2011) yang dikatakan usia remaja adalah antara

10-19 tahun. Tetapi berdasarkan penggolongan umur, masa remaja terbagi

atas:4

1) Masa remaja awal (10-13 tahun)

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


34

2) Masa remaja tengah (14-16 tahun)

3) Masa remaja akhir (17-19 tahun)

c. Fase – fase Remaja

fase remaja dibagi menjadi 3 masa diantaranya :24

1) Masa Pra Pubertas (12-13 tahun)

Masa ini disebut masa pueral dimana terjadi peralihan dari anak-

anak keremaja, pada anak perempuan masa ini lebih singkat dari pada

anak laki-laki. Dalam masa peralihan terjadi perubahan besar yaitu

meningkatnya hormon seksualitasdan mulai berkembangnya organ-

organ seksual serta organ reproduksi. Remaja tidak ingin

diperlakukan sebagai anak kecil lagi dan cenderung lebih berani

dalam mengkritik dan mengutarakan keinginan hatinya.

2) Masa Pubertas (14-16 tahun)

Masa ini disebut dengan masa remaja awal dimana terjadi

perkembangan fisik yang menonjol dan emosi remaja biasanya

menjadisaangat labil akibat dari perkembangan hormon-hormon

seksual yang begitu pesat. Pada remaja wanita akan ditandai dengan

terjadi menarche sedangkan laki-laki ditandai dengan mimpi basah.

3) Masa akhir pubertas (17-18)

Pada masa ini remaja melewati masa sebelumnya dengan baik akan

dapat menerima kodratnya dan bangga denganperubhannya yang

terjadi pada tubuh mereka masa ini berlangung sangat singka,

umunya kematangan fisik dan seksualitas mereka sudah tercapai

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


35

sepenuhnya, namun psikologisnya belum mencapai tingkat

kematangan.

4) Periode remaja adilesensi (19-20)

Periode ini remaja sudah mengalami tingkat kematangan yang

sesempurna baik fisik, seksual, maupun psikologis. Mereka sudah

menyadari bahwa mengkitik lebih mudah dari pada menjalankan

Arah kehidupan serta sifat-sifat yang akan jelas menonjol.

d. Perubahan fisik remaja putri

Perubahan fisik remaja yaitu perubahan secara biologis yang ditandai

dengan kematangan organ sex primer dan sekunder, dimana kondisi

tersebut dipengaruhi oleh kematangan hormon sexsual. 24

Menurut latifah (2008, dalam Febrianti, 2014), ciri-ciri sex

sekunder meliputi perubahan pada payuudara, pertumbuhan bulu-bulu pad

abgian tertentu tuuh, serta makin dalam suaranya. Perubahan ini erat

kaitannya dengan perubahan hormonal. Hormon adalah zat kimia yang

diproduksi oleh kelenjer endokrin, kemudian melalui alirandarah menuju

berbagaiorgan tubuh. Kelenjer sexks wanita (ovaries) hormon ini berperan

penting dalam pematangan seksual. Kelenjer pituitary ( yang berada dalam

otak) meransang testis dan ovaries untuk memproduksi hormon yang

dibutuhkan proses ini diatur oleh hypothalamus yang berada diatas batang

otak.25

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


36

4. Pola menstruasi dengan anemia remaja

Remaja perempuan, setelah mengalami pubertas, risiko mengalami

anemia defisiensi besi semakin tinggi dibanding pria. Hal ini terjadi karena

pada remaja perempuan mengalami proses menstruasi. Hubungan antara

remaja putri dengan anemia karena remaja perempuan membutuhkan lebih

banyak zat besi untuk mengganti kehilangan darah selama periode

menstruasinya. 16

Pada umumnya wanita mengeluarkan darah 30-40 ml setiap siklus

menstruasi antara 21-35 hari dengan lama menstruasi 3-7 hari. Banyaknya

darah yang keluar berpengaruh pada kejadian anemia karena wanita tidak

mempunyai persedian zat besi yang cukup dan absorsi zat besi yang

rendah kedalam tubuh sehingga tidak dapat menggant zat besi yang hilang

selama menstruasi.26

Menurut Utami (2015), remaja putri beresiko lebih tinggi

mengalami anemia dibandingkan dengan remaja putra karena mengalami

menstruasi, dimana kejadian anemia pada remaja putri disebabkan karena

mempunyai pola menstruasi yang tidak baik dengan jumlah darah dan

frekuensi menstruasi yang berlebihan. Siklus menstruasi yang terjadi

beberapa kali dalam satu bulan akan menjadikan pengeluaran darah

menstruasi semakin sering, sehingga kehilangan darah dan zat besi dalam

darah pada wanita dengan siklus menstruasi yang terlalu singkat akan

menyebabkan kejadian anemia defesiensi besi. 27

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


37

Haid yang berlebihan seperti kejadian hipormenorea pada remaja

putri pada remaja putri saat mengalami menstruasi dapat menyebabkan

kehilangan darah dan simpanan zat besi dalam darah secara cepat sesuai

dengan banyaknya darah yang keluar. Wanita yang kehilangan darah

sebanyak 60 ml atau lebih akan mengalami penurunan dalam jumlah

simpanan zat besi.29

Kehilangan zat besi diatas rata-rata dapat terjadi pada remaja putri

dengan pola menstruasi yang lebih banyak dan waktu yang lebih panjang

pola menstruasi dalam penelitian ini adalah siklus menstruasi dan lama

haid. Pola mesnstrusai dikatakan normal bila siklus menstruasi terjadi

sebulan sekali atau dalam jarak waktu 25-35 hari, dengan durasi atau lama

4-7 hari.29

Menurut manuaba (2009, Dalam Pratiwi, 2015) siklus menstruasi

yang tidak teratur dan sangat banyak memungkinkan wanita mengalami

kehilnagan zat besi yang lebih banyak dibandingkan yang memiliki pola

menstruasi yang teratur. Frekuensi dan lama menstruasi yang tidak teratur

dipengaruhi oleh beberapa sebab, diantaranya stres, perubahan berat badan

(IMT tidak normal) dan keluhan menstruasi. 29

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pratiwi 2015 didapatkan

bahwa remaja dengan pola menstruasi yang tidak normal 49,5 kali lebiih

beresiko mengalami anemia dibandingkan dengan remaja yang memiliki

pola menstruasi normal.29

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


38

B. Kerangka Teori

Berdasarkan beberapa sumber dalam tinjauan pustaka maka dibuatlah


kerangka teori :
Anemia Remaja Putri

Intake Zat Besi (Fe) Status


Kesehatan

Penyakit
Infeksi dan
Konsumsi Peningkatan Peningkatan Kekurangan
Makanan Kebutuhan Zat Kehilangan Zat Besi Gizi Lain
(Folat,
Sumber Vitamin B12,
Fe A, C
Menstruasi
Tumbuh Penyakit
Pengetahuan Kemban Genetik
dan Sikap seperti
g Remaja
cacingan Talasemia
Pendidikan
Gizi Malaria
dan Infeksi
bakteri
Ketersediaan
sekunder
Makanan

Daya Beli
Status
Pendidikan
Penghasilan/
Pendapatan
Status Pekerjaan

Gambar 3. Kerangka Teori

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Anemia pada Remaja


Putri menurut WHO Tahun 2014

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


39

C. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Pola
Pola
Menstruasi
Menstruasi

Siklus
A. menstruasi
Siklus menstruasi

1) panjang

2) normal

3) pendek

B.Lama menstruasi Kejadian anemia


1) panjang remaja putri
2) normal

3) pendek

C.Volume menstruasi

1) Banyak

2) normal

3)

Gambar 4. Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan:

= Variabel yang diteliti

= Arah hubungan

Gambar kerangka konsep diatas menjelaskan tentang pola


menstruasi dengan kejadian enemia pada remaja.

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


40

D. Hipotesis
Ada hubungan antara pola menstruasi dengan kejadian anemia pada
remaja putri.

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik korelasi dengan pendekatan

cross sectional. Yang dimaksud dengan pendekatan Cross sectional ialah

suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor

resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan

data sekaligus pada suatu saat (point time approach). Artinya tiap subjek

penelitian hanya diobervasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap

status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan. Penelitian cross

sectional ini sering juga disebut penelitian tranversal, dan sering digunakan

dalam penelitian-penelitian epidemiologi.30

Pada penelitian ini menghubungkan pola menstruasi dengan kejadian

anemia pada remaja putri di wilayah kerja Puskesmas Kokap 1 kabupaten

Kulon Progo

41
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
42

anemia

Siklus
Tidak anemia
haid

anemia
Populasi
Lama
Remaja
haid
Tidak anemia

Volume anemia
haid

Tidak anemia

Gambar 5. Rancangan Penelitian

B. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah sejumlah besar subjek yang mempunyai

karakteristik tertentu. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswi SMA dan

SMK di Wilayah Kerja Puskesmas Kokap 1 yang berjumlah 289 orang.

Perhitungan sampel minimal dalam penelitian ini dengan menggunakan

rumus besar sampel untuk penelitian analitis kategorik tidak berpasangan.

interval kepercayaan 95%.31

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


43

Berdasarkan uraian tersebut, maka:

keterangan:

n = besar sampel

= deviat baku dari kesalahan tipe I

= deviat baku dari kesalahan tipe II

P2 = proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya

Q2 = 1 – P2

P1 = proporsi yang merupakan judgment peneliti

Q1 = 1 – P1

P1-P2 = selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna

P = proporsi total = (P1+P2)/2

Q =1–P

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Getachew Mengistu,1

Muluken Azage, and Hordofa Gutema tentang Iron Deficiency Anemia among

In-School Adolescent Girls in Rural Area of Bahir Dar City Administration,

North West Ethiopia diketahui:

P2 = 0,134

RR = 2,4

Untuk mengetahui P1 dapat ditentukan secara tidak langsung dengan

menggunakan rumus:

P1 = RR x P2

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


44

P1 = 2 x 0,134

P1 = 0.268

Sehingga perhitungan besar sampel

Berdasarkan perhitungan rumus uji hipotesis dengan metode tersebut, maka

diperoleh sampel sebanyak 103 sampel dan dibulatkan menjadi 110 sampel.

Terdapat dua SMA di Wilayah Kerja Puskemas Kokap 1, yaitu SMAN 1 Kokap

dan SMKN 1 Kokap. Sehingga perlu dilakukannya pembagian jumlah sampel

pada masing-masing sekolah, peneliti menggunakan teknik Proportional

Sampling, yaitu teknik pengambilan proporsi untuk memperoleh sampel yang

representatif, seimbang, di masing- masing wilayah. Rumus jumlah pembagian

sampelnya yaitu:32

n= N1

Keterangan:

n : Jumlah sampel disetiap sekolah

N : Jumlah populasi (populasi siswi SMA di Wilayah Kerja Puskesmas

Kokap 1 sejumlah 289 siswi)

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


45

X : Jumlah populasi anemia remaja di setiap SMA

N1 : Jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 110 sampel

Tabel 3. Jumlah sampel anemia remaja di setiap SMA di wilayah kerja


Puskesmas Kokap 1

No Nama Sekolah Jumlah siswi Perhitungan sampel


1 SMAN 1 Kokap 90 90 x 110 = 34,2 = 34
289
2 SMKN 1 Kokap 199 199 x 110 = 75,7 = 76
289
Jumlah 289 110

Prosedur pengambilan sampel dari 289 populasi tersebut yaitu:

1. Peneliti datang menemui guru yang bertanggung jawab di kedua sekolah

tersebut

2. Setelah berkoordinasi, peneliti diajak ke ruang kelas untuk tempat

pemeriksaan dan pengambilan data penelitian

3. Kemudian, murid-murid dari setiap kelas dipanggil, karena pengambilan

data dilakukan saat mendekati waktu ujian nasional, maka dari pihak

sekolah tidak memperkenankan untuk melibatkan kelas 12 dalam

pengambilan sampel penelitian ini.Sehingga jumlah populasi dalam

penelitian ini sebanyak 160 orang.

4. Peneliti diberi kesempatan untuk memeriksa 3 kelas dari SMKN 1

Kokap dan 4 kelas dari SMAN 1 Kokap dengan jumlah total siswi 160

siswa.

5. Kemudian peneliti memeriksa apakah siswi tersebut termasuk kriteria

eksklusi atau tidak. Dari hasil pemeriksaan, 30 siswi tidak memenuhi

syarat untuk dijadikan subjek penelitian yaitu dari 30 subjek 15 orang

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


46

sedang menstruasi, 11 orang memiliki tekanan darah dibawah normal

dan 4 orang status gizi tidak normal. sehingga tersisa 130 siswi yang

memenuhi syarat untuk dijadikan subjek.

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi untuk peneltian ini adalah remaja putri yang

sekolah di wilayah kerja Puskesmas Kokap 1 kabupaten Kulon Progo,

siswi yang hadir saat penelitian, siswi yang berumur 15-18 tahun diketahui

dari wawancara, siswi yang dalam keadaan sehat diketahui dari keadaan

umum dan tekanan darah lebih dari 90/60, dan status gizinya baik/ IMT

nya normal.

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi untuk penelitian ini adalah remaja yang belum

mendapatkan menstruasi dan remaja yang sedang menstruasi dan baru

selesai menstruasi minimal 7 hari. diketahui dari panduan wawancara.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMAN 1 Kokap dan SMKN 1 Kokap

yang berada pada wilayah kerja Puskesmas Kokap 1. Pengambilan tempat

penelitian di kedua sekolah tersebut karena di wilayah Puskesmas Kokap 1

hanya ada 2 Sekolah Menengah Atas. Pengambilan tempat di Puskemas

Kokap 1 berdasarkan pada tingginya prevalensi anemia remaja di

Puskesmas Kokap 1 dan menjadi jumlah anemia yang tertinggi di

Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2019. Penelitian ini dilakukan sejak

bulan Maret pada tanggal 3 maret 2020 untuk pengecekan HB di SMAN 1

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


47

Kokap dan tanggal 5 maret 2020 dilakukan pengecekan HB di SMKN 1

Kokap untuk wawancara kepada responden dilakukan tanggal 16 maret

2020 di SMAN 1 Kokap dan 20 Maret 2020 di SMKN 1 Kokap.

D. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas (Independent variable)

Variabel independent adalah variabel bebas, sebab, mempengaruhi

atau independent variable atau variabel risiko.33 Dalam penelitian ini

variabel independent adalah pola menstruasi pada remaja putri.

2. Variabel Terikat (Dependent Variable)

Variabel Dependent adalah ialah variabel tergantung, terikat,

akibat, terpengaruh atau dependent variable atau variabel yang

dipengaruhi.33 Dalam penelitian ini variabel dependentnya adalah

kejadian anemia pada remaja putri.

3. Variabel Pengganggu (confounding variable)

Variabel pengganggu atau confounding variable adalah variabel

yang mengganggu terhadap hubungan antara variabel independent

dengan variabel dependent. Variabel pengganggu ini ada apabila

terdapat factor atau variabel ketiga pengganggu yang berkaitan dengan

faktor resiko dan faktor akibat outcome.33 Variabel pengganggu dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Status gizi

Status gizi dibedakan menjadi status gizi buruk, kurang, atau

lebih. Pengukuran status gizi salah satunya menggunakan

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


48

(Indeks Massa Tubuh) IMT. Dimana IMT merupakan alat ukur

sederhana yang digunakan untuk memantau status gizi orang

dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekuranagan dan

kelebihan BB. Sehingga remaja putri yang status gizinya baik/

IMT nya normal saja yang dapat menjadi responden.

b. Kondisi kesehatan

Siswi yang dalam keadaan sehat diketahui dari keadaan

umum dan tekanan darah lebih dari 90/60. tidak ada riwayat

penyakit.

c. Sosial Ekonomi

Sosial ekonomi akan dikendalikan dengan menayakan

pekerjaan dan penghasilan orang tua responden, dimana orang

tua memiliki pekerjaan tetap atau tidak tetap dengan penghasilan

minimal berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun

2015 tentang Pengupahan Kabupaten Kulon progo disepakati

sebesar Rp.1.613.200.000

E. Definisi Operasional Variabel

Semua konsep yang ada dalam penelitian harus dibuat batasan

dalam istilah yang operasional atau disebut juga dengan definisi

operasional variabel agar tidak ada makna ganda diantara masing-masing

variabel penelitian. Definisi operasional ini penting dan diperlukan agar

pengukuran dan pengumpulan data variabel konsisten antara sumber data

(responden) satu dengan yang lain.

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


49

Defenisi operasional dalam penelitian ini adalah:

Tabel 4. Defenisi operasional penelitian

Variabel DO Cara Ukur Kategori Skala

Anemia Anemia Diukur 1. Anemia (Hb Nominal


didefinisika menggunakan <12g/dL)
n sebagai alat check Hb 2. Tidak anemia
suatu Easy Touch. (Hb
keadaan Pengukuran ini >12g/dL)
kadar dibantu oleh
hemoglobin enumerator
(Hb) dalam penelitian
darah lebih
rendah
daripada
nilai normal
Pola Menstruasi
Lama Lamanya Hari Diukur dengan 1. Panjang: >8 Nominal
Menstruasi responden saat panduan hari
menstruasi wawancara 2. Normal: 4-8
hari
3. Pendek: <4
hari
Siklus Jarak antara Diukur dengan 1. Panjang: >35 Nominal
Menstruasi HPMT panduan hari
terakhir wawancara 2. Normal:
dengan 21-35
HPMT hari
sebelumnya 3. Pendek : <21
hari

Volume Banyaknya Diukur dengan 1. Banyak: Nominal


darah volume darah panduan Volume
menstruasi yang wawancara darah
dikeluarkan menggunakan >80 ml
dalam 1 hari menstrual pattern 2. Normal:
menstruaasi menurut journal Volume
of Gynecology darah 5-80
Obstetrics and ml
Human 3. Sedikit:
Reproduction Volume
Tahun 2017 darah
<5 ml

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


50

F. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

a. Jenis data pada penelitian ini menggunakan data primer, yaitu data

yang diperoleh langsung dari responden melalui panduan wawanca.

b. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini yaitu pengumpulan

data primer dilakukan dengan menggunakan instrumen panduan

wawancara dengan menggunakan teknik wawancara terpimpin, yaitu

peneliti sudah membuat daftar pertanyaan yang akan digunakan pada

saat wawancara kepada responden. Pengukuran antropometri

menggunakan stature meter dan timbangan digital GEA,

sphygmomanometer OMRON digital untuk mengukur tekanan

darah, serta pengukuran Hb menggunakan check Hb Easy Touch..

Cara mengukur dengan mengambil darah dari pembuluh darah

kapiler atau vena sebanyak 10µL, kemudian Masukkan Strip Tes

kedalam alat, lalu oleskan 10 μL spesimen dengan tabung kapiler

dan baca hasilnya. Pengukuran ini dibantu oleh 3 orang enumerator

penelitian. Syarat untuk menjadi enumerator untuk penelitian ini

adalah seorang Bidan/Mahasiswa Kebidanan dan mengerti tata cara

pengukuran tekanan darah, tinggi badan, berat badan dan HB.

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


51

G. Instrumen dan Bahan Penelitian

Instrumen dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

panduan wawancara yang berkaitan dengan pola menstruasi yang

berhubungan dengan kejadian anemia pada siswi SMA di wilayah kerja

Puskesmas Kokap 1 Kabupaten Kulon Progo. Selain panduan wawancara, alat

yang digunakan adalah Pengukuran tinggi dan berat badan menggunakan

stature meter dengan tingkat ketelitian 0,1 cm dan timbangan digital GEA

BR9807 dengan tingkat kurasi 50gr, sphygmomanometer OMRON digital

untuk mengukur tekanan darah sebagai indikator kesehatan responden dengan

tingkat akurasi ±3mmHg, serta pengukuran Hb menggunakan check Hb Easy

Touch dengan tingkat akurasi R2=0.993. Pengecekan Hemoglobin dilakukan

oleh 2 orang enumerator, dengan mengunakan 2 alat check Hb Easy Touch

Sedangkan untuk bahan habis pakai yang digunakan dalam penelitian ini

adalah, alcohol swab, kapas kering, jarum lancet, dan strip Hb.

H. Prosedur Penelitian

a. Tahap proposal

1. Mengurus izin studi pendahuluan di bagian akademik Jurusan

Kebidanan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.

2. Mengurus izin studi pendahuluan ke Dinas Kesehatan Provinsi

Yogyakarta.

3. Mengurus izin studi pendahuluan ke Dinas Kesehatan Kabupaten

Kulon Progo.

4. Mengurus izin studi pendahuluan ke Puskesmas Kokap 1

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


52

5. Menyusun proposal skripsi, konsultasi pembimbing serta presentasi

proposal skripsi.

b. Tahap Persiapan Penelitian

1. Mengurus pengantar izin penelitian di bagian akademik Jurusan

Kebidanan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.

2. Mengurus ethical clearance penelitian kesehatan (KEPK) politeknik

Kesehatan Kementerian Kesehatan Yogyakarta.

3. Mengurus izin penelitian di SMAN 1 Kokap dan SMKN 1 Kokap.

4. Melakukan koordinasi SMAN 1 Kokap dan SMKN 1 Kokap

memperoleh data responden dan menyampaikan kepada guru yang

bertanggung jawab bahwa akan ada penelitian tentang anemia

remaja.

5. Menetapkan jadwal penelitian disesuaikan dengan hari siswi masuk

sekolah pada jam istirahat.

c. Tahap pelaksanaan penelitian

1. Peneliti datang ke SMAN 1 Kokap dan SMKN 1 Kokap serta

meminta ruangan yang akan digunakan untuk pengambilan data

2. Guru mengumpulkan siswi kedalam ruangan tersebut

3. Peneliti menjelaskan maksud tujuan dan prosedur penelitian

4. Peneliti melakukan pengukuran tekanan darah, BB dan TB

apabila responden bersedia menjadi subjek penelitan, kemudian

peneliti memberikan Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP)

5. Responden yang termasuk kriteria inklusi dilakukan

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


53

pengukuran HB, melakukan pemeriksaan Hb pada siswi yang

dibantu oleh enumerator.

6. Kemudian peneliti sendiri melakukan wawancara terhadap

resposden dengan menggunakan panduan wawancara.

7. Setelah selesai, peneliti memberikan souvenir sebagai tanda

terima kasih.

8. Pengumpulan data diakhiri sampai seluruh jumlah sampel

terpenuhi.

H. Manajemen Data

1. Pengolahan data

a. Editing yaitu hasil data yang didapat melalui panduan wawancara

perlu dilakukan edit atau dipilih terlebih dahulu. Hal ini dilakukan

untuk memeriksa kelengkapan pengisian panduan wawancara,

sehingga dilakukan pengecekan dan perbaikan isian panduan

wawancara.

b. Coding yaitu setelah semua panduan wawancara disunting,

selanjutnya dilakukan pengkodean atau coding yang mengubah data

bentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Coding

dilakukan pada beberapa variabel dalam penelitian ini, seperti:

1) Kejadian anemia pada remaja Putri

a) 1 = Tidak Anemia

b) 2 = Anemia

2) Pola menstruasi

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


54

1) Durasi Menstruasi

a) 1 = Panjang

b) 2= Normal

c) 3=Pendek

2) Siklus Mentruasi

a) 1 = Panjang

b) 2 = Normal

c) 3 = Pendek

3) Volume

a) 1 = Banyak

b) 2 = Normal

c) 3 = Sedikit

c. Data entry yaitu setelah dilakukan pengkodean, maka data dari

responden dalam bentuk kode dimasukkan ke dalam program

komputer sesuai kategori masing-masing yaitu pola menstruasi.

d. Cleaning yaitu apabila semua data dari setiap sumber data atau

responden selesai dimasukkan, masukkan kembali kemungkinan

kemungkinan adanya kesalahan kode, kelengkapan, dan sebagainya,

kemudian lakukan pembetulan atau koreksi.

e. Tabulating Menyusun data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi

menurut pola menstruasi.

2. Analisis Data

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 32,33

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


55

a. Analisis univariate

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel. Bentuk analisis

univariat penelitian adalah distribusi frekuensi, persentase kejadian

anemia remaja dan pola menstruasi. Analisis univariat dalam

penelitian ini akan menganalisis variabel pola menstruasi.

b. Analisis bivariate

Analisis bivariat merupakan analisis untuk mengetahui korelasi

antar variabel. Pada penelitian ini dilakukan analisis bivariat pada

variabel independen terhadap variabel dependen. Semua data yang

diuji berbentuk kategorik dengan demikian analisis yang digunakan

adalah uji statistik Chi Square dengan nilai α= 0,05. Jika hasil

menunjukkan p <0,05 maka hubungan antar variabel signifikan

(bermakna). Syarat uji Chi Square adalah:34

1) Tidak ada sel dengan nilai observed yang bernilai 0

2) Sel yang mempunyai expected count kurang dari 5, maksimal

20% jumlah sel

Jika syarat uji Chi Square tidak terpenuhi, maka dapat dilakukan

uji alternatif lainnya, yaitu:

1) Alternatif uji Chi Square untuk tabel 2 x 2 adalah uji Fisher

2) Alternatif uji Chi Square untuk tabel 2 x K adalah uji

Kolmogorov – Smirnov

3) Alternatif uji Chi Square tabel lebih dari 2x2 adalah uji

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


56

Likelihood Ratio

4) Alternatif uji Chi Square untuk tabel selain 2 x 2 dan 2 x K

adalah dengan penggabungan sel. Setelah terbentuk

penggabungan sel, maka akan terbentuk tabel B x K. Uji

hipotesis dipilih sesuai dengan tabel B x K yang baru

tersebut.

c. Analisis Multivariat

Analisis multivariate untuk mengetahui hubungan lebih dari satu variabel

independen dengan satu variabel dependen. Uji statistik yang digunakan adalah

uji regresi logistik, untuk mengetahui variabel independen yang mana yang lebih

erat hubungannya dengan variabel dependen. Dalam analisis multivariat semua

variabel independen dengan dependen mempunyai nilai p value < 0,250. 33

I. Etika Penelitian

Etika adalah norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau

kelompok dalam mengatur tingkah laku atau kumpulan asas atau nilai moral/kode

etik. Kelayakan etik suatu penelitian ditandai dengan adanya surat rekomendasi

persetujuan etik dari suatu komisi penelitian etik kesehatan. Penelitian ini sudah

mendapatkan surat persetujuan etik dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan

(KEPK) Politektik Kesehatan Kementerian Kesehatan Yogyakarta dengan nomor

surat No.e-KEPK/POLKESYO/0071/I/2020. Semua penelitian kesehatan harus

memenuhi asas/nilai moral kode etik. Nilai etik penelitian berdasarkan asas:

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for humanity

Dignity)

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


57

Sebelum penelitian dimulai, peneliti meminta persetujuan kepada

pihak sekolah yaitu kepada kepala sekolah dan bagian Tata Usaha

dengan menyerahkan surat ijin penelitian. Peneliti menjelaskan kepada

sekolah tentang alur dan proses penelitian dan apa saja yang akan

dilakukan di sekolah tersebut dengan mematuhi peraturan yang ada di

tempat penelitian.

Saat penelitian berlangsung, peneliti memberikan informasi

tentang maksud dan tujuan penelitian dengan menggunakan Prosedur

Petunjuk Penelitian dan memberikan kebebasan kepada responden

untuk berpartisipasi. Bila responden setuju untuk berpartisipasi dalam

penelitian ini, selanjutnya responden akan diberikan lembar Persetujuan

Setelah Tindakan (PSP) untuk ditandatangani

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for

privacy and confidentiality).

Peneliti memegang teguh privasi responden, peneliti tidak akan

membeberkan informasi yang diperoleh dari responden. Selain itu,

peneliti tidak menampilkan identitas nama responden, sebagai gantinya

peneliti akan menggunakan inisial pada master table

3. Keadilan dan inklusivitas/keterbukaan

Peneliti menjelaskan kepada semua responden tentang prosedur

penelitian, sehingga responden memperoleh perlakuan dan keuntungan

yang sama, semua siswi yang termasuk kedalam kriteria penelitian

berhak untuk menjadi responden penelitian.

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


58

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing

harms and benefits).

Peneliti menjelaskan kepada semua responden tentang kerugian

maupun keuntungan yang akan diterima oleh responden serta manfaat

menjadi responden penelitian. Melalui penelitian ini, responden

mendapatkan manfaat yaitu diketahuinya status kesehatan responden

seperti tekanan darah, tinggi badan, berat badan dan kadar Hb. Untuk

kerugian yang akan dialami responden berupa rasa tidak nyaman karena

harus dilakukan pengambilan spesimen darah untuk pemeriksaan Hb.

Sebagai kompensasi dari ketidaknyamanan tersebut, peneliti

memberikan snack dan souvenir kepada respon.

J. Keterbatasan Penelitian

1. Pengumpulan data panduan wawancara bergantung pada ingatan

responden sehingga dapat menimbul bias karena informasi yang

diperoleh dapat dilebihkan atau dikurangi dari yang sebenarnya.

2. Pemerikasaan Haemoglobin pada siswa dilakukan oleh 2 orang enumetor

sehingga hasil dari pemeriksaan Haemoglobin bisa berbeda antara 2 orang

enumerator.

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

SMKN 1 Kokap merupakan salah satu sekolah menengah atas yang

berada di kecamatan Kokap dan berada dalam wilayah kerja Puskesmas

Kokap 1 Kabupaten Kulon Progo, beralamat di Jl. Selo Timur, Hargorejo,

Kokap, Kabupaten Kulon Progo. SMKN 1 Kokap mempunyai 5 Program

Keahlian, yaitu Desain dan Produksi Kria Kayu, Desain dan Produksi Kria

Tekstil, Akuntansi, Desain Komunikasi Visual dan Akomodasi Perhotelan.

Lokasi dari SMKN 1 Kokap ke Puskesmas Kokap 1 berjarak 3,3 km dengan

kondisi jalan yang sudah beraspal.

Selain SMKN 1 Kokap, sekolah menengah atas yang berada di wilayah

kerja Puskesmas Kokap 1 adalah SMAN 1 Kokap. Beralamat di JAMBON,

Hargorejo, Kec. Kokap, Kabupaten Kulon Progo. SMAN 1 Kokap memiliki 2

program yaitu MIPA dan IPS.

SMAN 1 Kokap dan SMKN 1 Kokap ini mempunyai sarana kesehatan

berupa ruang Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). SMAN 1 Kokap dan SMKN 1

Kokap bekerjasama dengan Puskesmas Kokap 1 dalam program penyuluhan

mengenai anemia remaja. SMAN 1 Kokap dan SMKN 1 Kokap rutin

melaksanakan Pemeriksaan HB dan pemberian tablet tambah darah.

59
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
60

1. Distribusi Frekuensi Kejadian Anemia Remaja Putri SMA di Wilayah

Kerja Puskesmas Kokap 1 Kabupaten Kulon Progo

Pada penelitian ini dilakukan dengan Pemeriksaan Hemoglobin

diperoleh tingkat kejadian anemia remaja yang diinterpretasikan ke dalam dua

kategori, yaitu anemia dan tidak anemia yang disajikan pada tabel 5 :

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Kejadian Anemia Remaja pada Siswi


SMA di Wilayah Kerja Puskesmas Kokap 1 Kabupaten Kulon Progo
Variabel n=110 %
Kejadian Anemia
Anemia 23 20,9
Tidak Anemia 87 79,1
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden

tidak mengalami anemia , yaitu sebanyak 87 (79,1%) responden. Garais

tabel

2. Distribusi Frekuensi Siklus Menstruasi Remaja Putri SMA di

Wilayah Kerja Puskesmas Kokap 1 Kabupaten Kulon Progo

Pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan panduan

wawancara diperoleh siklus menstruasi remaja yang diinterpretasikan ke

dalam tiga kategori, yaitu panjang, normal , dan pendek yang disajikan

pada tabel 6 :

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Siklus menstruasi Remaja pada Siswi


SMA di Wilayah Kerja Puskesmas Kokap 1 Kabupaten Kulon Progo
Variabel n=110 %
Siklus Menstruasi

Panjang 8 8,2
Normal 76 88,2
Pendek 26 11,8
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden

memiliki siklus menstruasi normal , yaitu sebanyak 76 (88,2%) responden.

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


61

3. Distribusi Frekuensi Lama Menstruasi Remaja Putri SMA di Wilayah

Kerja Puskesmas Kokap 1 Kabupaten Kulon Progo

Pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan panduan

wawancara diperoleh lama menstruasi remaja yang diinterpretasikan ke

dalam tiga kategori, yaitu panjang, normal , dan pendek yang disajikan

pada tabel 7 :

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Lama Menstruasi Remaja pada Siswi


SMA di Wilayah Kerja Puskesmas Kokap 1 Kabupaten Kulon Progo
Variabel n=110 %
Lama Menstruasi

Panjang 21 23,4
Normal 85 74,8

Pendek 4 0,9

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden

memiliki lama menstruasi normal , yaitu sebanyak 76 (74,8%) responden.

Tabel garis

4. Distribusi Frekuensi Volume Menstruasi Remaja Putri SMA di

Wilayah Kerja Puskesmas Kokap 1 Kabupaten Kulon Progo

Pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan panduan

wawancara diperoleh volume menstruasi remaja yang diinterpretasikan ke

dalam tiga kategori, yaitu banyak, normal , dan sedikit yang disajikan

pada tabel 8 :

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


62

Tabel 8. Distribusi Frekuensi volume Menstruasi Remaja pada Siswi


SMA di Wilayah Kerja Puskesmas Kokap 1 Kabupaten Kulon Progo
Variabel n=110 %
Volume Menstruasi
Banyak 25 10,9
Normal 79 83,6
Sedikit 6 5,5
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden

memiliki volume menstruasi normal, yaitu sebanyak 79 orang (83,6%)

responden.

5. Distribusi frekuensi hubungan siklus menstruasi dengan kejadian

anemia pada siswi SMA di Wilayah Kerja Puskesmas Kokap 1

Kabupaten Kulon Progo

Hasil analisis hubungan siklus menstrusi dengan kejadian

anemia disajikan pada tabel 9 :

Tabel 9. Hubungan Siklus Menstruasi Dengan Kejadian Anemia Pada Siswi SMA di
Wilayah Kerja Puskesmas Kokap 1 Kabupaten Kulon Progo.
Variabel Anemia Tidak Anemia Jumlah P Value
N % N % N %
Siklus menstruasi
Panjang 1 12,5 7 87,5 8 100 0,000
Normal 6 7,9 70 92,1 76 100
Pendek 16 61,5 10 38,5 26 100
* Uji Chi Square
Pada tabel 9 menunjukkan bahwa dari 110 resposden yang anemia

terdapat yang paling banyak memiliki siklus menstruasi pendek yaitu 16

orang (61,5%). Sedangkan dari 110 responden yang tidak mengalami

anemia, yang paling banyak memiliki siklus menstruasi normal yaitu 70

orang (92,1%). Hasil uji Chi-Square hubungan siklus menstruasi dengan

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


63

kejadian anemia didapatkan hasil p-value 0,000 dimana angka tersebut

lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang

signifikan antara volume menstruasi dengan kejadian anemia

6. Distribusi frekuensi hubungan lama menstruasi dengan kejadian

anemia pada siswi SMA di Wilayah Kerja Puskesmas Kokap 1

Kabupaten Kulon Progo

Hasil analisis hubungan lama menstrusi dengan kejadian anemia

disajikan pada tabel 10 :

Tabel 10. Hubungan Antara Lama Menstruasi dengan Kejadian Anemia Pada Siswi
SMA Di Wilayah Kerja Puskesmas Kokap 1 Kabupaten Kulon Progo.
Variabel Anemia Tidak Anemia Jumlah P Value
N % N % N %
Lama menstruasi
Panjang 16 76,2 5 23,8 21 100 0,000
Normal 4 4,7 81 95,3 85 100
Pendek 3 75 1 25 4 100
Ket : uji Kolmogorov-Smirnov *
Pada tabel 10 menunjukkan bahwa dari 110 resposden yang

anemia terdapat yang paling banyak memiliki lama menstruasi panjang

yaitu 16 orang (76,2%). Sedangkan dari 110 responden yang tidak

mengalami anemia, yang paling banyak memiliki volume menstruasi

normal yaitu 81 orang (95,3%). Hasil uji Chi Square tidak terpenuhi,

karna Sel yang mempunyai expected count kurang dari 5, dan

maksimal lebih dari 20% jumlah sel maka dilakukan uji alternatif

lainnya, yaitu uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan hasil p-value 0,000

dimana angka tersebut lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan

ada hubungan yang signifikan antara volume menstruasi dengan

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


64

kejadian anemia

7. Distribusi frekuensi hubungan volume menstruasi dengan kejadian

anemia pada siswi SMA di Wilayah Kerja Puskesmas Kokap 1

Kabupaten Kulon Progo

Hasil analisis hubungan lama menstrusi dengan kejadian anemia

disajikan pada tabel 11 :

Tabel 11. Hubungan antara volume menstruasi siklus dengan kejadian anemia pada
siswi SMA di Wilayah Kerja Puskesmas Kokap 1 Kabupaten Kulon Progo.
Variabel Anemia Tidak Anemia Jumlah P Value
N % N % N %
Volume Mentruasi
Banyak 18 72 7 28 25 100 0,000
Normal 4 5,1 75 94,9 79 100
Sedikit 3 16,7 5 83,3 6 100
Ket : uji Kolmogorov-Smirnov *
Pada tabel 11 menunjukkan bahwa dari 110 resposden yang

anemia terdapat yang paling banyak memiliki volume menstruasi

banyak yaitu 18 orang (72%). Sedangkan dari 110 responden yang tidak

mengalami anemia, yang paling banyak memiliki volume menstruasi

normal yaitu 75 orang (94,9%). Hasil uji Chi Square tidak terpenuhi,

karna Sel yang mempunyai expected count kurang dari 5, dan maksimal

lebih dari 20% jumlah sel maka dilakukan uji alternatif lainnnya yaitu

uji Kolmogorov-Smirnov hubungan volume menstruasi dengan kejadian

anemia didapatkan hasil p-value 0,000 dimana angka tersebut lebih kecil

dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan

antara volume menstruasi dengan kejadian anemia.

8. Analisis multivariat siklus menstruasi, lama menstruasi dan volume

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


65

menstruasi dengan kejadian anemia pada siswi SMA di Wilayah

Kerja Puskesmas Kokap 1 Kabupaten Kulon Progo

Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui variabel yang

paling dominan terhadap kejadian Anemia. Analisis multivariat yang

dipakai adalah regresi logistik dikarenakan variabel terikat berupa

variabel katagorik. Variabel yang dapat dimasukan kedalam analisis

multivariat adalah variabel yang pada analisis bivariat mempunyai nilai

p <0,25 siklus menstruasi, lama menstruasi dan volume menstruasi.

Berikut ini adalah hasil akhir analisis multivariat:

Tabel 12. Analisis Multivariat

B S.E. Wald Sig.


d Exp(B) 95% C.I.for EXP(B)
f
Lower Upper
Siklus Menstruasi -1.879 .678 7.678 .006
1 .153 .040 .577
Lama menstruasi .7333 .634 1.335 .284
1 2.080 .600 7.209
Volume menstruasi 2.694 .668 16.259 .000
1 14,796 3.994 54.820
Constant -.097 2.300 .002 .966
1 ,907

Berdasarkan hasil uji regresi logistik tersebut, nilai signifikan model

secara bersama-sama diperoleh bahwa ada tiga variabel memiliki hubungan

yang signifikan dengan kejadian anemia remaja, yaitu siklus menstruasi, lama

menstruasi dan volume menstruasi. Metode yang digunakan dalam analisis

regresi logistik ini adalah Backward.

Variabel yang paling besar pengaruhnya pada penelitian ini adalah

volume menstruasi. volume menstruasi mempunyai nilai Exp(B)/OR= 14,769

(95%CI = 3,994-54,820) artinya remaja yang mempunyai volume menstruasi

banyak 14 kali lebih besar mengalami anemia dibandingkan dengan remaja

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


66

yang memilikivolume menstruasi normal.

B.Pembahasan

Anemia didefinisikan sebagai suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb)

dalam darah lebih rendah dari pada nilai normal untuk kelompok orang menurut

umur dan jenis kelamin. Untuk perempuan tidak hamil diatas usia 15 tahun,

batas normal kadar hemoglobin adalah 12 g/dL. Pada remaja perempuan,

setelah mengalami pubertas, risiko mengalami anemia defisiensi besi semakin

tinggi dibanding pria karena remaja perempuan membutuhkan lebih banyak zat

besi untuk mengganti kehilangan darah selama periode menstruasinya. 16

Pengeluaran darah selama menstruasi menunjukkan kehilangan

simpanan zat besi secara cepat sesuai dengan banyaknya darah yang keluar.

Sedangkan semakin lama wanita mengalami menstruasi maka semakin banyak

pula darah yang keluar dan semakin banyak kehilangan timbunan zat besi.

Remaja putri yang mengalami Oligomenore akan mengalami perdarahan

menstruasi lebih dari 6 hari sehingga berpotensi lebih rentan mengalami anemia

defisiensi besi.13,35,36

Variasi panjang siklus haid merupakan manifestasi klinik variasi

panjang fase folikuler di ovarium, sedangkan fase luteal mempunyai panjang

yang tetap berkisar antara 13 sampai 15 hari. mulai dari Menarche, sampai

mendekati menopause, panjang fase luteal selalu tetap, dengan variasi yang

sangat sempit. Pada usia 25 tahun lebih dari 40% perempuan mempunyai

panjang siklus haid berkisar antara 25 sampai 28 hari, usia 25 sampai 35 tahun

lebih dari 60% mempunyai panjang siklus haid 28 hari, dengan variasi diantara

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


67

siklus haid sekitar 15%. Kurang dari 1% perempuan mempunyai siklus haid

teratur dengan panjang siklus kurang dari 21 atau lebih dari 35 hari. Hanya

sekitar 20% perempuan mempunyai siklus haid yang tidak teratur.

Besarnya zat besi yang hilang pada saat masa menstruasi oleh seorang

remaja juga dipengaruhi oleh lamanya dan volume dari darah menstruasi yang

keluar selama periode tersebut. Kehilangan zat besi akan menyebabkan

cadangan besi pada tubuh seseorang semakin menurun. Semakin lama

seseorang mengalami menstruasi dan semakin banyaknya darah yang keluar

akan meningkatkan risiko terjadinya kejadian anemia pada remaja putri.

Hasil uji hubungan siklus menstruasi dengan kejadian anemia

didapatkan p-value 0,000 melalui uji alternatif yaitu uji Chi-Square. Angka

tersebut lebih kecil dari pada 0,05 sehingga secara statistik ada hubungan antara

siklus menstruasi dengan kejadian anemia .Penelitian ini sejalan dengan

penelitian Septi Kristianti (2013) yang menyatakan bahwa anemia dapat

mempengaruhi siklus menstruasi pada seorang perempuan. Kadar hemoglobin

yang cukup atau seseorang tidak anemia akan membantu keteraturan siklus

menstruasi pada perempuan. Sebaliknya kekurangan zat besi dalam tubuh dapat

menyebabkan rendahnya kadar hemoglobin, yang akhirnya menimbulkan

banyak komplikasi pada wanita.

Lama dan panjang siklus menstruasi yang tidak normal merupakan salah

satu jenis gangguan menstruasi, dimana gangguan menstruasi ini dapat

dipengaruhi oleh banyak hal, seperti makanan yang dikonsumsi dan aktivitas fisik

faktor hormon dan enzim didalam tubuh.Banyaknya darah yang keluar

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


68

berpengaruh pada kejadian anemia karena remaja putri tidak mempunyai

persediaan zat besi yang cukup dan absorpsi zat besi yang rendah ke dalam tubuh

sehingga tidak dapat menggantikan zat besi yang hilang selama menstruasi.

Semakin pendek siklus menstruasi serta semakin lamaperiode menstruasi seorang

remaja putri, maka mengakibatkan kehilangan zat besi yang dialami akan semakin

besar.

Lama menstruasi adalah banyaknya hari dimana remaja putri mengalami

kehilangan darah karena berada pada masa menstruasi (Fauziah, 2012).

Kehilangan darah menstruasi yang lama merupakan salah satu faktor yang dapat

menyebabkan anemia. Remaja putri dengan lama menstruasi panjang akan

memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami anemia karena riwayat

kehilangan darah yang lebih lama. Hasil uji Hubungan Lama Menstruasi dengan

Kejadian Anemia didapatkan p-value 0,000 melalui uji alternatif uji Kolmogorov-

Smirnov. Angka tersebut lebih kecil dari pada 0,05 sehingga secara statistik ada

hubungan antara lama menstruasi dengan kejadian anemia remaja.

Responden yang memiliki lama menstruasi tidak normal akan mengalami

lebih banyak kehilangan darah saat menstruasi dari pada responden yang memiliki

lama menstruasi yang normal. Lamanya proses menstruasi akan mempengaruhi

jumlah sel darah merah di dalam tubuh,semakin lama proses menstruasi maka

semakin banyak darah yang keluar,yang mana hal ini dapat menyebabkan masalah

anemia pada perempuan.

Penelitian yang dilakukan Eka Vicky (2016) sejalan dengan peneltian ini

dengan Hasil uji Chi Square menunjukkan besarnya nilai p value adalah 0,002

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


69

Sehingga dapat disimpulkan ada hubungan antara lama menstruasi dengan

kejadian anemia pada remaja putri di SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta.

Remaja putri yang lama menstruasinya tidak normal lebih beresiko 7,556 kali

untuk mengalami anemia dibandingkan dengan remaja yang lama menstruasinya

normal. Hal ini disebabkan karena pada remaja putri yang menstruasinya lebih

lama ( > 6 hari) pengeluaran darah akan cenderung lebih banyak.

Penelitian Toheed (2017) pada remaja siswi dengan lama menstruasi

lebih dari normal akan mengeluarkan darah lebih banyak dibanding remaja

yang lama menstruasinya normal. Hal serupa disampaikan, yang menyatakan

bahwa Gadis remaja yang mengalami durasi menstruasi <5 hari per setiap

siklus rentan mengalami anemia dibandingkan dengan mereka yang

mengalaminya >5 hari. Hal yang berbeda dalam penelitian Patle (2015), yang

menyatakan Anemia secara bermakna dikaitkan dengan menstruasi panjang

siklus (keteraturan siklus) serta adanya dismenorea dan sindrom pramenstruasi

tetapi tidak dengan usia pada menarche dan durasi aliran. Secara signifikan

lebih banyak jumlah anak perempuan dengan anemia yang memiliki siklus

menstruasi tidak teratur seperti menderita dismenorea dan sindrom

pramenstruasi. 37,38,39

Kehilangan darah saat mengalami menstruasi adalah sekitar 30 ml yang

sama dengan kebutuhan tambahan 0,5 mg zat besi per hari. Kehilangan darah

setiap hari dapat dihitung dari kandungan zat besi yang hilang saat mengalami

mesntruasi selama periode satu bulan. Seorang remaja putri akan kehilangan 80

ml darah yang setara dengan 1 mg zat besi per hari. Remaja putri yang tidak

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


70

mampu mempertahankan keseimbangan zat besi yang positif akan kehilangan

zat besi saat terjadi menstruasi sebanyak 30 ml (Maryana, 2012).

Volume menstruasi adalah banyaknya darah yang hilang akibat

menstruasi sebanyak 20-80 cc per hari dengan rata-rata 30 ml per hari.

Pengukuran terhadap jumlah darah yang hilang akibat menstruasi tidak dapat

dilakukan dengan tepat. Hasil uji hubungan volume menstruasi dengan kejadian

anemia didapatkan hasil p-value 0,000 melalui uji Kolmogorov-Smirnov dimana

angka tersebut lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan ada hubungan

yang signifikan antara volume menstruasi dengan kejadian anemia. Hal ini

sesuai dengan teori dari Proverawati (2011) yang mengatakan bahwa masa

remaja merupakan masa rawan terjadi anemia defisiensi besi pada remaja.

Remaja putri memerlukan banyak asupan zat besi untuk mengganti zat besi

yang hilang bersama darah selamamenstruasi berlangsung.

Menstruasi adalah keluarnya lapisan desidua (superfisial) endometrium

disertai sedikit pengeluaran darah. Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian Berlina (2019) yang menyatakan ada hubungan antara volume darah

pada saat menstruasi dengan kejadian anemia pada mahasiswa akademi

kebidanan internasional pekanbaru tahun 2014. Menurut Jene dalam Seno,

2010. Ciri-ciri menstruasi normal adalah lamanya siklus antara 21-35 hari,

banyaknya perdarahan 20-80 cc, tidak disertai rasa nyeri, darah berwarna

merah segar dan tidak bergumpal. Jumlah darah yang keluar selama priode

menstruasi normal telah dipelajari oleh beberapa kelompok peneliti yang

menemukan bahwa jumlah berkisar 25 ml sampai 60 m Volume menstruasi

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


71

yang besar menyebabkan banyaknya pula darah yang dikeluarkan saat

menstruasi, pengeluaran darah selama menstruasi menunjukkan kehilangan

simpanan zat besi secara cepat sesuai dengan banyaknya darah yang keluar.

Pada umumnya wanita mengeluarkan darah 30 – 40 ml setiap siklus

menstruasi antara 21 – 35 hari dengan lama menstruasi 3 – 7 hari. Banyaknya

darah yang keluar berpengaruh pada kejadian anemia karena wanita tidak

mempunyai persediaan zat besi yang cukup dan absorpsi zat besi yang rendah

ke dalam tubuh sehingga tidak dapat menggantikan zat besi yang hilang selama

menstruasi.40

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan pola menstruasi dengan

Kejadian Anemia pada Siswi SMA di Wilayah Kerja Puskesmas Kokap 1

Kabupaten Kulon Progo apat disimpulkan sebagai berikut:

1. Ada hubungan Pola menstruasi dengan kejadian anemia remaja putri di

SMA dan SMK Wilayah Kerja Puskesmas Kokap 1 Kabupaten Kulon

Progo

2. Siswi SMA dan SMK di remaja putri di Wilayah Kerja Puskesmas

Kokap 1 Kabupaten Kulon Progo sebagian besar tidak mengalami

anemia.

3. Siklus Menstruasi remaja putri di SMA dan SMK Wilayah Kerja

Puskesmas Kokap 1 Kabupaten Kulon Progo sebagian besar yaitu siklus

mentruasi normal.

4. Lama Menstruasi remaja putri di SMA dan SMK Wilayah Kerja

Puskesmas Kokap 1 Kabupaten Kulon Progo sebagian besar yaitu lama

mentruasi normal.

5. Volume Menstruasi remaja putri di SMA dan SMK Wilayah Kerja

Puskesmas Kokap 1 Kabupaten Kulon Progo sebagian besar yaitu

volume mentruasi normal.

71
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta
72

6. Ada hubungan antara siklus menstruasi dengan kejadian anemia remaja

di SMA dan SMK remaja Wilayah Kerja Puskesmas Kokap 1 Kabupaten

Kulon Progo

7. Ada hubungan antara lama menstruasi dengan kejadian anemia remaja di

SMA dan SMK remaja Wilayah Kerja Puskesmas Kokap 1 Kabupaten

Kulon Progo

8. Ada hubungan antara volume menstruasi dengan kejadian anemia remaja

di SMA dan SMK remaja Wilayah Kerja Puskesmas Kokap 1 Kabupaten

Kulon Progo

9. Volume menstruasi paling bepengaruh terhadap dengan kejadian anemia

remaja di SMA dan SMK remaja Wilayah Kerja Puskesmas Kokap 1

Kabupaten Kulon Progo

B. Saran

1. Bagi pihak sekolah

Diharapkan sekolah bisa meningkatkan perhatian dalam pelayanan

kesehatan disekolah, terutama tentang anemia remaja dan penatalaksanan.

2. Bagi responden

Remaja putri hendaknya meningkatkan pengetahuan tentang anemia,

sehingga mereka mampu memahami gejala-gejala anemia, penyebab,

akibat dan cara untuk mencegah timbulnya anemia

3. Bagi Puskesmas Kokap 1

Diharapkan pihak puskesmas untuk meningkatkan pendekatan

dengan remaja bisa melalui konseling, informasi dan edukasi (KIE)

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


73

tentang anemia dan faktor penyebabnya.

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


74

DAFTAR PUSTAKA

1. Proverawati, A. 2011. Anemia dan Anemia Kehamilan. Yogyakarta. Nuha


Media.
2. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, UNICEF. Laporan
Baseline SDG tentang Anak-Anak di Indonesia. Kementeri Perenc
Pembang Nas dan United Nations Child Fund [Internet]. 2017;1–105.
Available from:
https://www.unicef.org/indonesia/id/SDG_Baseline_report.pdf
3. WHO. 2011. Haemoglobin Concentration for The Diagnosis of Anemia
and Assesment of Severity.
(https://www.who.int/vmnis/indicators/haemoglobin.pdf)
4. Kemenkes RI. 2013. Hasil Utama Riskesdas 2013. Kementerian
Kesehatan badan penelitian dan pengembangan Kesehatan
5. Kemenkes RI. 2018. Hasil Utama Riskesdas 2018. Kementerian
Kesehatan badan penelitian dan pengembangan Kesehatan
6. Dinas Kesehatan Provinsi Yogyakarta. Data Sekunder Prevalensi Anemia
Remaja Provinsi DIY. Daerah Istimewa Yogyakarta; 2018.
7. Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo. Data Sekunder Bidang Gizi.
2018.
8. Kemenkes RI. 2016. Pedoman Dan Pencegahan Anemia Remaja Putri
Dan WUS. Jakarta
9. Fatimah. 2012. Dalam Departemen Gizi (ed). Gizi dan Kesehatan
Masyarakat. Jakarta: Departemen Gizi FKM UI
10. Silbernagl Stefan, Lang Florian. Color Atlas Of Pathophysiology. 2018
11. Prawirohardjo S. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. 3rd ed. Anwar M, Baziad
A, R PP, editors. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo 2011.
12. Academy Of Medicine Malaysia. management of menorrhagia.
http://www.moh.gov.my/attachments/3939.pdf. Published 2004.

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


75

13. Rydz N, Jamieson MA. Managing heavy menstrual bleeding in


adolescents. Contemp Ob Gyn [Internet]. 2013;58(7):49–52 4p.
Available from:
http://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&AuthType=ip,shib&
db=jlh&AN=107955540&site=ehost-live&scope=site
14. Kumalasari, D dkk. 2018. Pola Menstruasi Dengan Kejadian Anemia
Pada Remaja Putri Lampung. Wellness And Healthy Magazine , Vol.1,
No 2 Agustus 2018
15. Aryani, R. 2010. Kesehatan remaja problem dan solusinya. Jakarta:
Salemba Medik
16. Miller RE. What Is Anemia ? Search [Internet]. 2016;1–2.
Available from: https://kidshealth.org/en/teens/anemia.html
17. Hardiansyah, dkk. 2014. Pemanfaatan Gizi, Diet dan Obesitas.
Yogyakarta: Nuha Medika.
18. Setyaningsih, S. 2017. Pengaruh Interaksi, Pengetahuan Dan Sikap
Terhadap Praktek Ibu Dalam Pencegahan Anemia Gizi Besi Balita Di
Kota Pekalongan. Tesis, Semarang: Program Pascasarjana Universitas
Diponegoro
19. Hanafiah, M.J., 2009 Haid Dan Siklusnya. In: Wiknjosastro, H.ed. Ilmu
kandungan Edisi Kedua Cetakan Ke 7, Jakarta: PT. Bina Pustaka
20. Wiknjosastro, Hanifa, 2006. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga, Jakarta : YBP-
SP. Hal : 281-300
21. Beatrice A. Fisiologi alat-alat reproduksi wanita. 2013
22. Situmrang 2015, Perbandingan Kadar Hemoglobin Sebelum Dan Saat
Mentruasi Pada Mahasiswi Fk Umsu, Vol 2 No.2
23. Levy-Zauberman Y, Pourcelot AG, Capmas P, Fernandez H. Update on
the management of abnormal uterine bleeding. J Gynecol Obstet Hum
Reprod [Internet].2017;46(8):613–22.

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


76

24. Nirwana, Ade Benih 2011. Psikologi Kesehatan Wanita. Nuha Medika.
Yogyakarta
25. Febriati, 2013. Lama Haid Dan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri.
Jurnal Kesehatan Reproduksi Vol.4 No.1, April 2013: 11-15
26. Kirana, D.P 2011. Hubungan Asupan Zat Gizi Dan Pola Menstruasi
Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri Di SMAN 2 Semarang.
Artikel Penelitian Ilmu Gizi Unversitas Diponegoro : 21
27. Utami, B.N, Surjani dan Mardianingsih, E 2015 Hubungan Pola Makan
Dan Menstruasi Dengan Keajadian Anemia Remaja Putri. Jurnal
Keperawatan Soedirman 10 (2) : 72-73
28. Prastika, Dewi Andang 2011 Hubungan Lama Menstruasi Terhadap
Kadar Hemoglobin Pada Remaja Siswi Sma N 1 Wonosari.
29. Pratiwi, E 2015. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Anemia Pada Siswi
Mtciwandah Kota Cilegan Tahun 2014. Skripsi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Negeri Syariah Hidayatullalah Jakarta 143-146
30. Arikunto. S. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta
31. Dahlan, S. 2010.Besar Sampel Dan Cara Pengambilan Sampel.
Jakarta:Salemba Medika
32. Isgiyanto, A. 2009. Teknik Pengambilan Sampel pada Penelitian Non-
Eksperimental. Jakarta: Penerbit Buku Kesehatan
33. Notoatmodjo. 2018. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
34. Dahlan MS. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. 5th ed. Susila A,
editor. Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2013. 189-190 Gedefaw L,
Tesfaye M, Yemane T, Adisu W, Asres Y. Anemia and iron deficiency
among school adolescents: burden, severity, and determinant factors in
southwest Ethiopia. Adolesc Health Med Ther [Internet]. 2015;189.
Available from: https://www.dovepress.com/anemia-and-iron- deficiency-
among-school-adolescents-burden-severity-an-peer-reviewed- article-
AHMT

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta


77

Rigon F, De Sanctis V, Bernasconi S, Bianchin L, Bona G, Bozzola M, et


al. Menstrual pattern and menstrual disorders among adolescents: An
update of the Italian data. Ital J Pediatr. 2012;38(1).
35. Prastika DA. Hubungan Lama Menstruasi Terhadap Kadar Hemoglobin
Pada Remaja Siswi SMA N 1 Wonosari. Univ Sebel Maret. 2011;30
36. Toheed R, Ayub T Bin, Ali HS, Ali F. Prevalence of Menstrual
Dysfunction and its Comparative Correlation with Anaemia.
2017;21(2):157–60.
37. A PR, S KS. Short Communication Anemia : Does it Have Effect on
Menstruation ? 2015;3:514–7.
38. Warrilow G, Kirkham C, Ismail KMK, Wyatt K, Dimmock P, O’Brien S.
Quantification of Menstrual Blood Loss [Review]. Obstet and Gynecol; 2004;
vol.6.p.88-92.

Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai