Anda di halaman 1dari 88

HUBUNGAN RIWAYAT PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF

DENGAN KEJADIAN STUNTING

SKRIPSI

Disusun oleh :
Nurul Alfisyahrin Nur
1910104018

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA TERAPAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2020
HUBUNGAN RIWAYAT PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF
DENGAN KEJADIAN STUNTING

SKRIPSI

Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Sarjana Terapan


Program Studi Kebidanan Program Sarjana Terapan
Faklutas Ilmu Kesehatan
Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta

Disusun oleh :
Nurul Alfisyahrin Nur
1910104018

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA TERAPAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2020
HALAMAN PERSETUJUAN

HUBUNGAN RIWAYAT PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF


DENGAN KEJADIAN STUNTING

SKRIPSI

Disusun oleh :
Nurul Alfisyahrin Nur
1910104018

Telah Memenuhi Persyaratan dan Disetujui Untuk Mengikuti Ujian Skripsi


Program Studi Kebidanan Program Sarjana Terapan
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta

Oleh :

Pembimbing : Enny Fitriahadi, S. Si. T. M.Kes


Tanggal : 13 Agustus 2020

Tanda tangan :ACC

II
HALAMAN PENGESAHAN

HUBUNGAN RIWAYAT PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF


DENGAN KEJADIAN STUNTING

SKRIPSI

Disusun oleh :
Nurul Alfisyahrin Nur
1910104018

Telah Dipertahankan di Depan Dewan Pengujin dan Diterima Sebagai Syarat


Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Terapan Kebidanan
Program Studi Kebidanan Program Sarjana Terapan
Fakultas Ilmu Kesehatan
di Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta

Pada Tanggal

.....................

Dewan Penguji :

1. Penguji I : Retno Mawarti, S. Pd., M.Kes …………….

2. Penguji II : Enny Fitriahadi, S. Si. T. M.Kes ACC

Mengesahkan
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

Moh. Ali Imron, S.Sos., M.Fis

III
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Dengan ini peneliti menyatakan bahwa dalam laporan ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk penelitian lain atau untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada
program perguruan tinggi lain, dan sepanjang pengetahuan peneliti juga tidak
terdapat karya orang lain atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang
lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini atau disebutkan dalam daftar
pustaka.

Yogyakarta, Agustus 2020

Materai
Rp.6000

Nurul Alfisyahrin Nur

IV
HUBUNGAN RIWAYAT PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF
DENGAN KEJADIAN STUNTING 1
Nurul Alfisyahrin Nur2, Enny Fitriahadi 3, Retno Mawarti4

ABSTRAK

Stunting adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau


tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Banyak
faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan
pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Di Indonesia,
berdasarkan data Riset kesehatan dasar proporsi stunting karena
kekurangan gizi kronik turun dari 37,2% pada tahun 2013 menjadi
30,8% pada tahun 2018. Sedangkan prevalensi stunting di DIY pada
tahun 2017 sebesar 13,86 % dan angka ini turun dari tahun 2018
sebesar 12,37%. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan riwayat
pemberian ASI ekslusif dengan kejadian stunting. Penelitian ini
menggunakan metode literature review. Populasi dalam penelitian ini
adalah semua ibu yang memiliki balita. Literature review dengan
menggunakan jurnal yang berkaitan dengan hubungan riwayat
pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada 10 tahun
terakhir. Hasil Penelitian literature review menunjukkan bahwa ada
hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting
pada balita. Bidan diharapkan dapat memberikan informasi atau
penyuluhan kepada ibu balita terkait dengan pemberian ASI eksklusif
yang baik dan benar pada balita melalui posyandu atau kegiatan yang
lain sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan stunting.

Kata Kunci : ASI Ekslusif , Stunting


Daftar Pustaka : 10 Buku (2010-2016), 21 Jurnal (2010-2020), 2 Skripsi
(2016), 13 Artikel Online (2013-2019)
Jumlah Halaman : xii Halaman depan, 81 Halaman, 3 Tabel, 1 Gambar, 3
Lampiran

1
Judul
2
Mahasiswa Program Studi Kebidanan Program Sarjana Terapan Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas ‗Aisyiyah Yogyakarta
3
Dosen Pembimbing Universitas ‗Aisyiyah Yogyakarta
4
Dosen Penguji Universitas ‗Aisyiyah Yogyakarta

V
HISTORICAL RELATIONSHIP OF EXCLUSIVE
BREASTFEEDING WITH STUNTING EVENTS 1

Nurul Alfisyahrin Nur , Enny Fitriahadi , Retno Mawarti


2 3 4

ABSTRACT
Stunting is a condition in which infants have a long or high body
less when compared with age. There are many factors such as socio-
economic conditions, maternal nutrition during pregnancy, illness in
infants, and lack of nutritional intake in infants. In Indonesia, based on
data from basic health research, the proportion of stunting due to
chronic malnutrition decreased from 37.2% in 2013 to 30.8% in 2018.
Meanwhile, the prevalence of stunting in DIY in 2017 was 13.86% and
this figure decreased from 2018 which was 12.37%. The aim of this
study was to determine the relationship between the history of exclusive
breastfeeding and the incidence of stunting. This study uses a literature
review method. The population in this study were all mothers who have
children under five. Literature review using journals related to the
relationship of history of exclusive breastfeeding with the incidence of
stunting in the last 10 years. Results of research literature review shows
that there is a relationship between the provision of breastfeeding
exclusively with the incidence of stunting in children under five.
Midwives expected to be able to provide information or counseling to
mothers infants associated with the provision of breastfeeding
exclusively the good and right in toddlers through Posyandu or
activities of others as an effort of prevention and reduction of stunting.
Said Key : ASI Exclusive, Stunting
List of References : 10 Books (2010-2016), 21 Journals (2010-
2020),
2 Thesis (2016), 13 Online Articles (2013-
2019)
Number of Pages : xii Front page, 81 Pages, 3 Tables, 1 Image, 3
Attachments
1
Thesis Title
2
Student of Midwifery Diplome, Faculty Of Health Science,
Universitas ‗Aisyiyah Yogyakarta
3
Lecturer of the University ‗Aisyiyah Yogyakarta
4
Examiner of the University ‗Aisyiyah Yogyakarta

VI
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillah, dengan memanjatkan syukur kehadirat Allah SWT atas segala


rahmat dan hidayahNya yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyusun Skripsi yang berjudul “Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan
Kejadian Stunting” ini dapat terselesaikan.
Penyusunan Literatur Review ini merupakan tugas yang harus ditempuh dalam
rangka tugas akhir pendidikan Program Studi Kebidanan Program Sarjana Terapan
Fakultas Ilmu Kesehatan di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta. Dalam penyusunan
Skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan dorongan dari semua pihak,
untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Warsiti, S.Kp.,M.Kep., Sp.Mat, selaku Rektor Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
yang telah memotivasi serta memberikan semangat kepada kami dalam
melaksanakan perkuliahan.
2. Moh. Ali Imron, S.Sos., M.Fis, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta yang telah memberkan izin untuk
penuyusunan proposal penelitian ini.
3. Fitria Siswi Utami, S.SiT., MNS, selaku Ketua Program Studi Kebidanan
Program Sarjana Terapan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada kami dalam
melaksanakan pembelajaran.
4. Retno Mawarti, S. Pd., M.Kes. selaku dosen penguji I yang telah mencurahkan
waktunya.
5. Enny Fitriahadi, S. Si. T. M.Kes selaku dosen pembimbing dan penguji II yang
telah mencurahkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberi bimbingan dan
motivasi dengan sabar, tulus dan ikhlas.
6. Seluruh Dosen Pengampu Program Studi Kebidanan Program Sarjana Terapan
Universitas ‘Aisyiyah yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat selama
menempuh pendidikan.
7. Orang tua, serta keluarga tercinta dan semua pihak yang tidak dapat dituliskan
satu persatu yang tiada henti memberikan kasih sayang, semangat serta do’a
dalam penyusunan Literatur Review penelitian ini.
8. Civitas Akademika Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta dan seluruh mahasiswi
Program Studi Kebidanan.
Penulis berharap semoga Literatur Review ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
khususnya bagi pembaca.
Yogyakarta, Agustus 2020

Penulis

VII
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN...........................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN.................................iv
ABSTRAK............................................................................................................v
ABSTRACT...........................................................................................................vi
KATA PENGANTAR.........................................................................................vii
DAFTAR ISI........................................................................................................viii
DAFTAR TABEL................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xi

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................6
C. Tujuan Penelitian..............................................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................


A. Tinjauan Teori..................................................................................................12
1. ASI Eksklusif...............................................................................................12
2. Stunting........................................................................................................23
3. Hubungan Pemberian ASI dengan Kejadian Srunting.................................35
B. Kerangka Teori.................................................................................................38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN..........................................................


A. Rancangan Penelitian........................................................................................40
B. Variabel Penelitian............................................................................................40
C. Rencana Jalannya penelitian ............................................................................42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................


A. Analisis Literature Review........................................................................45
B. Hasil dan Pembahasan...............................................................................56
C. Keterbatasan Literature Review................................................................63

BAB V SIMPULAN DAN SARAN....................................................................


A. Simpulan....................................................................................................64
B. Saran..........................................................................................................64

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL
VIII
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian …………………...………………………....….…10
Tabel 2.1 Indeks Antropometri ……………….…………………………...…..…25
Tabel 4.1 Analisis Literature Review.....................................................................45

IX
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Konsep ............................................................................38

X
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Time Schedule


Lampiran 2 : Lembar Konsultasi/Bimbingan

XI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi

badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan

panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi median

standar pertumbuhan anak dari WHO. Balita Stunting termasuk masalah gizi

kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi

ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita

stunting di masa yang akan datang akan mengalami kesulitan dalam mencapai

perkembangan fisik dan kognitif yang optimal. Dampaknya sangat luas, mulai

dari dimensi ekonomi, kecerdasan, kualitas, dan dimensi bangsa yang berefek

pada masa depan anak (RI, 2018)

Dampak stunting pada saat dewasa seringkali mengalami keterbatasan

fisik, mudah terserang penyakit menular dan tidak menular serta rendahnya

kemampuan kognitif yang menyebabkan hilangnya kesempatan kerja. Semua hal

tersebut bersama-sama meminimalkan potensi penghasilan seumur hidupnya

(MCA Indonesia, 2015). Penurunan produktivitas dan kualitas pada usia

produktif akan menurunkan jumlah angkatan kerja produktif (15-64 tahun).

(Lamid, 2015)

Masyarakat banyak yang beranggapan bahwa penyebab utama memiliki

anak pendek adalah dari faktor genetik atau keturunan. Walaupun stunting

dipengaruhi oleh faktor keturunan, namun presentasinya hanya sedikit yaitu 5%,

selebihnya karena faktor asupan gizi, pola asuh dan kondisi sanitasi

lingkungannya. Saat masa kehamilan asupan gizinya harus terjamin, bayi harus
2

di beri ASI ekslusif sampai anak usia dua tahun, pola asuh anaknya pun harus

baik dan kebersihan sanitasi lingkungannya harus terjaga, sehingga stunting

pada anak dapat dikurangi.

WHO (2013) secara komprehensif menguraikan dampak dan penyebab

stunting secara langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung stunting

berkaitan dengan penyakit infeksi, praktik menyusui, ketersediaan makanan,

serta lingkungan rumah tangga dan keluarga (faktor ibu dan lingkungan rumah).

Faktor ibu berupa gizi buruk selama prekonsepsi, kehamilan dan menyusui, ibu

pendek, infeksi, hamil saat remaja, kesehatan mental, Intra Uterine Growth

Retardation (IUGR) dan prematur, jarak kehamilan yang pendek serta

hipertensi. Faktor lingkungan berupa rendahnya ketahanan pangan rumah

tangga, kurangnya stimulasi perkembangan balita, perawatan balita yang buruk,

sanitasi dan sarana air bersih tidak memadai dan rendahnya pengetahuan gizi

ibu. (Oliver, 2013)

Terdapat 171 juta anak balita (23,8%), atau di seluruh dunia satu dari

empat anak balita di bawah usia lima tahun mengalami pertumbuhan tehambat

(Stunted Growth). Setengah dari semua anak balita yang mengalami

pertumbuhan terhambat tinggal di Asia dan lebih dari sepertiganya di Afrika.

Hampir 98% dari mereka tinggal di negara-negara berkembang (Kementerian

Perencanaan Pembangunan Nasional and UNICEF, 2017). Indonesia masuk lima

besar Negara di dunia dengan prevalensi stunting yang tinggi, dan prevalensi

stunting di Indonesia merupakan yang tertinggi daripada Negara-negara lain di

Asia Tenggara (Indonesia, 2013)

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, menjelaskan bahwa di Indonesia,

prevalensi jumlah balita pendek dan sangat pendek yaitu (30,8 %) jika di

2
3

bandingkan dengan tahun 2013 (37,25%) tahun 2010 (35,6%) tidak

menunjukkan penurunan yang signifikan. Artinya, masih ada sekitar delapan juta

anak di Indonesia atau satu dari tiga anak di Indonesia mengalami pertumbuhan

yang tidak maksimal. Berdasarkan profil kesehatan DIY pada tahun 2017

menunjukkan bahwa Prevalensi balita stunting tertinggi adalah Kabupaten

Sleman dengan angka kejadian 20,60% , prevalensi kedua adalah Kabupaten

Kulon progo 16,38% dan terendah di Kabupaten Bantul 10,41%. Berdasarkan

data Prevalensi di Kabupaten Sleman status gizi balita pendek dan sangat pendek

pada tahun 2017 mengalami kenaikan 0,18% jika dibanding tahun 2016 yaitu

dari 11,81% menjadi 11,99%. Tiga Puskesmas tertinggi yang ada di Kabupaten

Sleman yaitu Puskesmas Godean I dengan angka kejadian stunting sebanyak

21,76 % . Puskesmas Kalasan 20,71 % dan Puskesmas Minggir dengan angka

kejadian stunting sebanyak 19,13%. (Sleman, 2018)

Proses terjadinya stunting dilalui dengan proses yang panjang ,diawali

dengan gagal tumbuh baik yang terjadi selama kehamilan maupun setelah lahir

dua sampai tiga tahun pertama kehidupan. Gagal tumbuh tersebut berakibat

terjadinya penurunan proporsi pada pertumbuhan tulang maupun jaringan lunak

dalam tubuh (Lamid, 2015). Waktu yang paling kritis dalam perkembangan anak

adalah 1.000 hari pertama yang dimulai sejak konsepsi untuk persiapan

kelahiran mereka. Hari-hari pertama adalah jendela kesempatan untuk

memastikan bahwa anak-anak bertahan hidup, berkembang dan memenuhi

potensi mereka. Masa janin sampai usia dua tahun saat ini juga disebut sebagai

periode kritis atau periode sensitif. Pada masa ini terjadi pertumbuhan yang

cepat dibandingkan dengan periode lainnya. Namun demikian, justru pada

3
4

periode tersebut terjadi gangguan pertumbuhan yang cukup serius pada anak.

(Mustika, W & Syamsul, D. , 2018)

Stunting pada anak juga merupakan hasil jangka panjang konsumsi yang

bersifat kronis diet berkualitas rendah yang dikombinasikan dengan morbiditas,

penyakit infeksi, dan masalah lingkungan. Selain disebabkan oleh gizi buruk,

faktor risiko lain penyebab stunting menurut WHO ialah kejadian BBLR (Berat

Badan Lahir Rendah), riwayat pemberian ASI eksklusif dan praktik higiene.

Stunting ini merupakan keadaan tidak normal tubuh yang disebabkan oleh lebih

dari satu faktor (multifaktor), yang berarti dibutuhkan satu faktor utama dan

faktor-faktor penyebab lainnya untuk sampai terjadi stunting. (Pusat Data dan

Informasi Kemenkes RI, 2018)

Stunting dapat dicegah dengan beberapa hal seperti memberikan ASI

Ekslusif, memberikan makanan yang bergizi sesuai kebutuhan tubuh,

membiasakan perilaku hidup bersih, melakukan aktifitas fisik, untuk

menyeimbangkan antara pengeluaran energi dan pemasukan zat gizi kedalam

tubuh, dan memantau tumbuh kembang anak secara teratur (Millennium

Challenga Account Indonesia, 2014). Rekomendasi pemberian ASI Eksklusif

menurut World Health Organization (WHO) dan United Nations Children’s

Fund (UNICEF) merekomendasikan aturan menyusui adalah sebagai berikut :

inisiasi menyusui dalam satu jam pertama setelah melahirkan, ASI eksklusif

selama enam bulan pertama, dan terus menyusui selam dua tahun dengan

makanan pendamping yang dimulai pada bulan keenam (Nadhiroh, Siti Rahayu,

& Ni’mah, K, 2010).

ASI merupakan makanan yang ideal untuk bayi terutama pada bulan-bulan

pertama. ASI mengandung semua zat gizi untuk membangun dan penyediaan

4
5

energi dalam susunan yang diperlukan. ASI tidak memberatkan fungsi traktus

digestivus dan ginjal yang belum berfungsi baik pada bayi yang baru lahir, serta

menghasilkan pertumbuhan fisik yang optimal. Kandungan ASI memiliki

berbagai zat anti infeksi, mengurangi kejadian eksim atopik. Zat-zat anti infeksi

dapat digolongkan dalam golongan spesifik dan non-spesifik. Responsi imunitas

spesifik pada umumnya memerlukan kerjasama dengan zat non spesifik untuk

menyingkirkan kuman atau virus dari tubuh (Solihin, 2005). (Proverawati, A &

Wati, E, 2011) menyebutkan ASI mengandung growth faktor yang diantaranya

untuk perkembangan mukosa usus. ASI akan melindungi bayi terhadap infeksi

dan juga merangsang pertumbuhan bayi yang normal.

Upaya untuk mempercepat penurunan prevalensi stunting,pemerintah

menerbitkan Peraturan Presiden No.42 tahun 2013 tentang Gerakan Nasional

Percepatan Perbaikan Gizi dengan fokus pada 1.000 hari pertama kehidupan.

Gerakan Nasional tersebut merupakan upaya bersama antara pemerintah dan

masyarakat untuk bersama-sama menurunkan prevalensi stunting dengan

memenuhi kebutuhan dasar ibu hamil dan anak usia 0-2 tahun.

Sebagaimana terdapat dalam Kepmenkes Pasal 129 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 36 Tahun 2009. Pemerintah telah menetapkan Peraturan

Pemerintah No 33 Tahun 2012 Tentang pemberian ASI Ekslusif. Peraturan

pemerintah tersebut menyatakan bahwa setiap bayi harus mendapatkan ASI

Ekslusif yaitu ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama 6 bulan,

tanpa menambahkan dan atau mengganti dengan makanan atau minuman lain

(Kementerian Kesehatan RI, 2012).

Peran bidan dalam menanggulangi permasalahan tersebut terdapat pada

peraturan menteri kesehatan Nomor 1464/Menkes/Per/x/2010 tentang izin

5
6

penyelenggaraan Praktik Bidan pasal 11 ayat 1 yaitu pelayanan kesehatan anak

yang diberikan pada bayi baru lahir, bayi, balita dan anak prasekolah. Bidan

dalam memberikan pelayanan kesehatan anak berwenang untuk pemantauan

tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak prasekolah (Veneziano, 2017)

Penelitian Kramer et al (2012) menunjukkan bahwa terjadi pertambahan

panjang badan 1 mm /bulan pada bayi umur 9 – 12 bulan yang mendapat ASI

eksklusif 6 bulan dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI saja selama 3

bulan . Menurut penelitian Hendra (2013), bayi yang tidak diberi ASI eksklusif

beresiko 4 kali lebih besar mengalami stunting dibandingkan dengan bayi yang

mendapatkan ASI eksklusif. Hasil penelitian ini sejalan dengan 4 Prodi S1

Kebidanan FK Universitas Andalas penelitian Rohmatun (2014) bahwa terdapat

pengaruh signifikan terhadap kejadian stunting pada bayi yang tidak ASI

eksklusif yaitu sebesar 61,7%.

Menginjak usia 6 bulan ke atas, ASI sebagai sumber nutrisi sudah tidak

mencukupi lagi kebutuhan gizi yang terus berkembang. Oleh karena itu perlu

diberikan makanan pendamping ASI. Pemberian makanan pendamping ASI

harus disesuaikan dengan perkembangan sistem alat pencernaan bayi, mulai dari

makanan bertekstur cair, kental, semi padat hingga akhirnya makanan padat

(Marimbi, 2010)

Berdasarkan masalah yang telah di uraikan di latar belakang masalah,

maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait masalah stunting

dengan judul “ Hubungan Riwayat Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian

Stunting”

6
7

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dapat di ambil dari latar belakang masalah yaitu Adakah

Hubungan Riwayat Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian Stunting ?

C. Tujuan

Diketahui keeratan Hubungan Riwayat Pemberian ASI Eksklusif Dengan

Kejadian Stunting”.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. ASI Eksklusif

a. Pengertian pemberian ASI Ekslusif

Air susu ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan

protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua

kelenjar payudara ibu, yang berguna sebagai makanan utama bagi

bayi. Eksklusif adalah terpisah dari yang lain, atau disebut khusus.

Menurut pengertian lainnya, ASI Eksklusif adalah pemberian ASI saja

tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh,

air putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya,

bubur susu, biskuit, dan nasi tim. Pemberian ASI ini dianjurkan dalam

jangka waktu 6 bulan (Haryono R & Setianingsih, S, 2014)

ASI Ekslusif adalah memberikan hanya ASI saja bagi bayi sejak

lahir sampai usia 6 bulan. Namun pada pengecualian, bayi

diperbolehkan mengkonsumsi obat – obatan, vitamin dan mineral tetes

atas saran dari dokter. Selama 6 bulan pertama pemberian ASI

Ekslusif, bayi tidak diberikan makanan dan minuman lain (susu

formula, jeruk, madu, air, teh, dan makanan padat seperti pisang,

pepaya, bubur susu, bubur nasi, biskuit, nasi tim). Sedangkan ASI

Predominan adalah ASI kepada bayi, tetapi pernah sedikit meminum

air, misalnya teh, sebagai makanan/minuman prelakteral sebelum ASI

keluar (Kemenkes RI, 2010)

b. Jenis ASI berdasarkan Faktor produksi


Menurut Wiji (2013) ASI dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:

1) Kolostrum

Merupakan ASI yang dihasilkan pada hari pertama sampai

hari ketiga setelah bayi lahir. Kolostrum adalah susu pertama

yang dihasilkan oleh payudara ibu berbentuk cairan bewarna

kekuningan atau sirup bening yang mengandung protein lebih

tinggi dan sedikit lemak daripada susu matang.

Kolostrum merupakan cairan yang agak kental bewarna

kekuning-kuningan, lebih kuning dibandingkan dengan ASI

mature, bentuknya agak kasar karena mengandung butiran

lemak dan sel-sel epistel, dengan khasiat:

a) Sebagai pembersih selaput usus BBL sehingga saluran

pencernaan siap untuk menerima makanan.

b) Mengandung kadar protein yang tinggi terutama gama

globulin sehingga dapat memberikan perlindungan tubuh

terhadap infeksi.

c) Mengandung zat antibody sehingga mampu melindungi

tubuh bayi dari berbagai penyakit infeksi untuk jangka

waktu s/d 6 bulan

Jika di bandingkan dengan ASI mature, kolostrum

memiliki kandungan zat-zat sebagai berikut:

a) Kolostrom mengandung zat anti infeksi 10-17 kali lebih

banyak dibandingkan ASI mature


14

b) Kolostrum lebih banyak mengandung antibodi ketimbang

ASI mature yang dapat memberikan perlindungan bagi

bayi hingga usia 6 bulan pertama

c) Kolostrum mengandung lebih banyak immunoglobulin A

(IgA), laktoferin dan sel-sel darah putih, yang semuanya

sangat penting untuk pertahan tubuh bayi.

d) Kolostrum dapat berfungsi sebagai pencahar yang ideal

untuk membersihkan zat yang tidak terpakai dari usus bayi

bagi makanan yang akan datang.

e) Kolostrum lebih banyak mengandung protein

dibandingkan ASI mature. Selain itu, protein utama pada

ASI mature adalah kasein, sedangkan protein utama pada

kolostrum adalah globulin sehingga dapat memberikan

daya perlindungan tubuh terhadap infeksi.

f) Kolostrum lebih banyak mengandung vitamin dan mineral

dibandingkan ASI mature.

2) Air Susu Peralihan

Merupakan ASI yang dihasilkan mulai hari keempat

sampai hari kesepuluh.Pada masa ini, susu transisi mengandung

lemak dan kalori yang lebih tinggi dan protein yang lebih rendah

daripada kolostrum.

3) ASI Matur

ASI mature merupakan ASI yang dihasilkan mulai hari

kesepuluh sampai seterusnya. ASI mature merupakan nutrisi bayi

yang terus berubah disesuaikan dengan perkembangan bayi

14
15

sampai usia 6 bulan. ASI ini bewarna putih kebiru- biruan (seperti

susu krim) dan mengandung lebih banyak kalori dari pada susu

kolostrum ataupun transisi (Wiji, 2013)

c. Manfaat ASI

Menyusui bayi mendatangkan keuntungan bagi bayi, ibu,

keluarga, masyarakat, dan Negara (Prasetyo, 2009). ASI

mengandung kolostrom yaitu zat kekebalan teutama IgA yang

bermanfaat untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit dan

infeksi.Kolostromnya mengandung protein, vitamin A yang tinggi,

karbohidrat dan lemak rendah sehingga sesuai dengan kebutuhan

gizi pada hari-hari pertama kelahiran (Haryono R & Setianingsih, S,

2014)

ASI membantu mengeluarkan mekonium (feses bayi),

membantu pertumbuhan dan perkembangan psikologik bayi melalui

interaksi dan kontak langsung antara ibu dan bayi. Ibu yang berhasil

menyusui bayinya secara eksklusif akan merasakan kepuasan dan

kebahagiaan yang mendalam (Haryono R & Setianingsih, S, 2014).

ASI juga meningkatkan jalinan kasih sayang (bonding) ibu dan bayi

(Maryunani A, 2012).

ASI dapat meningkatkan kecerdasan bayi (Haryono R &

Setianingsih, S, 2014). Memberikan ASI sebagai makanan terbaik

bagi bayi merupakan awal langkah untuk membangun manusia

Indonesia yang sehat dan cerdas di masa depan (Fikawati, 2015).

ASI mengandung nutrisi atau zat gizi yang paling sesuai untuk

pertumbuhan dan perkembangan bayi (Maryunani A, 2012).

15
16

Kandungan gizi nya yang sesuai kebutuhan bayi menjadikan ASI

dapat mencegah maloklusi / kerusakan gigi (Fikawati, 2015).

ASI selalu bersih dan bebas kontaminasi (Haryono R &

Setianingsih, S, 2014). Lain halnya dengan pemberian susu formula

pada bayi, harus mempersiapkan, membersihkan botol dan meracik

dalam botol. ASI selalu berada pada suhu yang tepat yaitu mengikuti

suhu tubuh ibu antara 37-39 0C, ASI dapat diberikan secara on

demand tergantung kebutuhan dan permintaan bayi.ASI tidak

menyebabkan alergi dan menurunkan risiko kematian neonatal.

Pemberian ASI eksklusif pada bayi akan mencegah anak sering

sakit. Anak sakit akan menambah pengeluaran keluarga untuk

membawanya ke pelayanan kesehatan. Pemberian ASI eksklusif

merupakan upaya promotif dan preventif dalam upaya peningkatan

derajat kesehatan masyarakat. Program pemberian ASI eksklusif

perlu menjadi agenda utama yang harus didukung karena dapat

menghemat biaya kesehatan secara signifikan (Fikawati, S & Syafiq,

A, 2011)

Makanan dan minuman selain ASI yang diberikan pada bayi

menjadi perantara masuknya bakteri dan virus ke tubuh bayi.Angka

morbiditas dan mortalitas penyakit diare akibat infeksi meningkat

setelah bayi mendapatkan makanan tambahan.Sekitar 40% penyebab

kematian bayi dikarenakan oleh penyakit infeksi yaitu pneumonia

dan diare (Fikawati, S & Syafiq, A, 2011).

Pemberian susu formula pada bayi membutuhkan biaya yang

tidaklah sedikit. Setidaknya keluarga menghemat sebesar Rp.

16
17

720.000 sampai Rp. 1.440.000 rupiah setiap bulannya apabila ibu

memberikan ASI eksklusif pada bayinya. Pemberian ASI pada bayi

juga akan menekan konsumsi susu formula sehingga mengurangi

biaya impor dan menghemat devisa Negara. Pada proses produksi

dan pendistribusian susu formula terdapat zat sisa seperti bungkus

atau kemasan yang akan menimbulkan polusi baik dalam bentuk gas,

cair atau padat. Apabila pemberian ASI pada bayi dapat ditingkatkan

secara signifikan maka produksi susu formula dapat ditekan

sehingga polusi dapat dikurangi (Fikawati, S & Syafiq, A, 2011)

Pemberian susu formula khusus untuk bayi yang komposisinya

mendekati komposisi ASI masih menimbulkan efek samping, yang

salah satunya adalah konstipasi (Monika 2013 dalam Fatmawati dkk,

2016). Penelitian menunjukkan terdapat perbedaan tingkat kejadian

konstipasi pada bayi usia 6-12 bulan diberi ASI eksklusif dengan

yang tidak diberi ASI eksklusif (diberi susu formula). Tingkat

kejadian konstipasi pada kelompok bayi usia 6-12 bulan yang diberi

ASI eksklusif adalah 0 % sedang pada kelompok yang tidak diberi

ASI eksklusif sangat tinggi yaitu 96,6% (Fatmawati, S, Rosidi, A, &

Handarsari, E, 2016)

Proses menyusui dapat meningkatkan kadar oksitosin yang

berguna untuk kontraksi / penutupan pembuluh darah sehingga

apabila ibu menyusui bayi segera setelah melahirkan maka

kemungkinan terjadinya pendarahan akan berkurang. Hal ini pun

akan mengurangi kemungkinan terjadinya anemia karena

kekurangan zat besi. Peningkatan kadar oksitosin ini juga akan

17
18

membantu rahim kembali ke ukuran sebelum hamil. Proses

pengecilan rahim ini lebih cepat dibanding pada ibu yang tidak

menyusui (Haryono R & Setianingsih, S, 2014).

Memberikan ASI merupakan cara yang tepat untuk

mengeluarkan kalori sebab setiap harinya ibu membutuhkan energi

700 Kal untuk memproduksi ASI. 200 Kal diantaranya diambilkan

dari cadangan lemak ibu. Ibu yang ingin mengembalikan berat badan

dapat melakukannya tanpa harus membatasi makan karena tuntutan

penyediaan ASI untuk bayi usia 4-6 bulan memerlukan energi yang

tinggi (Fikawati, S & Syafiq, A, 2011). Pada 6 bulan pertama

pemberian ASI juga dapat menunda kehamilan. Sebesar 98% ibu

tidak akan mengalami hamil pada 6 bulan pertama melahirkan

apabila ibu memberikan ASI secara eksklusif dan ibu belum

mengalami haid (Haryono R & Setianingsih, S, 2014).

d. Durasi dan frekuensi pemberian ASI eksklusif

Sebaiknya bayi disusui secara on demand, karena bayi akan

menentukan sendiri kebutuhannya. Ibu harus menyusui bayinya bila

bayi menangis bukan karena sebab lain (kecing,

kepanasan/kedinginan, atau sekedar ingin didekap) atau ibu sudah

merasa perlu menyusui bayinya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan

satu payudara sekitar sampai 7 menit dan ASI dalam lambung bayi

akan kosong dalam waktu 2 jam. Pada awlnya bayi akan menyusu

dengan jadwal yang tidak teratur dan akan mempunyai pola tertentu

setelah 1 – 2 minggu kemudian (Haryono R & Setianingsih, S, 2014).

18
19

WHO merekomendasikan sebelum tahun 2001 pemberian ASI

Eksklusif selama 4- 6 bulan sambal memberikan MP-ASI pada umur

tersebut. Setelah WHO telaah pada tahun 2000, WHO

merekomendasikan pemberian ASI Ekslusif sampai 6 bulan (Fikawati,

S & Syafiq, A, 2011).

e. Factor – factor yang mempengaruhi pemberian ASI

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif

dibedakan menjadi tiga yaitu faktor pemudah (predisposing factors),

faktor pendukung (enabling factors)dan faktor pendorong

(reinforcing factors) (Haryono R & Setianingsih, S, 2014).

1) Faktor pemudah (predisposing factors)

a) Pendidikan

Pendidikan akan membuat seseorang terdorong untuk

ingin tahu, mencari pengalaman sehingga informasi yang

didapatkan akan menjadi pengetahuan. Pengetahuan yang

dimiliki akan membentuk keyakinan untuk berperilaku. Ibu

dengan pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima suatu

ide baru dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan

rendah. Sehingga informasi dan promosi tentang ASI akan

lebih mudah diterima dan dilaksanakan (Haryono R &

Setianingsih, S, 2014).

b) Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil stimulasi

informasi.Informasi bisa berasal dari pendidikan formal

maupun non formal, percakapan, membaca, mendengarkan

19
20

radio, menonton televisi dan pengalaman hidup.Contoh

pengalaman hidup yaitu pengalaman menyusui anak

sebelumnya (Haryono R & Setianingsih, S, 2014).

c) Pengalaman Menyusui

Pengalaman menyusui pribadi mungkin merupakan

sumber utama pengetahuan dan pengembangan ketrampilan

menyusui dan terkait dengan pengetahuan yang lebih baik,

sikap positif dan kepercayaan diri ibu menjadi lebih tinggi

dalam memberikan ASI eksklusif. Pengalaman yang panjang

tentang ASI dan menyusui berkaitan dengan pengetahuan,

sikap, kepercayaan dan efektifitas yang dirasakan dalam

pemberian ASI

Seorang ibu muda dengan anak pertama akan merasakan

kesulitan dalam menyusui (Sholihah, I, 2010). Seorang

wanita dengan bayi pertama mungkin tidak tahu cara

menaruh bayi ke payudaranya. Bayi dapat menghisap namun

mungkin tidak tahu cara membawa puting susu kedalam

mulutnya.

d) Nilai-nilai atau adat budaya (Kepercayaan/Budaya/Mitos)

Adat budaya akan mempengaruhi ibu dalam

memberikan ASI secara eksklusif karena sudah menjadi

budaya yang masih dilakukan di masyarakat. Contohnya

adalah adat selapanan dimana bayi diberi sesuap bubur

dengan alasan untuk melatih alat pencernaan bayi.Padahal hal

tersebut tidak benar namun tetap dilakukan oleh masyarakat

20
21

karena sudah menjadi adat budaya keluarga (Haryono R &

Setianingsih, S, 2014).

Adanya tradisi yang dipercayai keluarga dan pengaruh

lingkungan sosial akan mempengaruhi dukungan yang diberikan

kepada ibu dalam menyusui (Choiriyah, M, Hapsari, E. D, &

Lismidiati, W, 2015)

2) Faktor Pendukung (enabling factors)

a) Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga adalah penghasilan yang diperoleh

suami dan istri dari berbagai kegiatan ekonomi sehari-hari,

misalnya gaji.Pendapatan tinggi memungkinkan keluarga

cukup pangan sehingga makanan yang dikonsumsi ibu

memiliki kandungan gizi yang baik. Konsumsi makanan

dengan kandungan gizi baik akanmenghasilkan ASI dengan

kualitas baik (Haryono R & Setianingsih, S, 2014).

b) Ketersediaan waktu

Ketersediaan waktu ibu untuk menyusui bayinya secara

eksklusif berkaitan erat dengan status pekerjaannya.banyak

ibu yang berhenti menyusui dengan alasan ibu kembali

bekerja setelah cuti melahirkan selesai.Padahal bagi ibu

bekerja, ASI dapat diperah setiap 3-4 jam sekali untuk

disimpan dalam lemari pendingin (Haryono R &

Setianingsih, S, 2014).

c) Kesehatan Ibu

21
22

Kondisi kesehatan ibu sangat mempengaruhi proses

pemberian ASI eksklusif pada bayi. Ibu yang mempunyai

penyakit menular (HIV/AIDS, TBC, hepatitis B) dan

penyakit pada payudara (kanker payudara, kelainan puting

susu) tidak boleh ataupun tidak bisa menyusui bayinya

(Haryono R & Setianingsih, S, 2014).

3) Faktor Pendorong (reinforcing factors)

a) Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga yaitu suami, orang tua dan saudara lain

sangat mempengaruhi keberhasilan menyusui. Karena dukungan

keluarga berdampak pada kondisi emosi ibu sehingga akan

mempengaruhi produksi ASI. Ibu yang kurang mendapatkan

dukungan menyusui dari keluarga akan menurunkan pemberian

ASI (Haryono R & Setianingsih, S, 2014). Peranan orang tua

adalah faktor yang paling dominan terhadap pemberian ASI

eksklusif (Astuti, 2013)

b) Dukungan Petugas Kesehatan

Petugas kesehatan yang professional akan menjadi faktor

pendukung ibu dalam memberikan ASI. Dukungan tenaga

kesehatan kaitannya dengan nasehat kepada ibu untuk

memberikan ASI kepada bayinya akan menentukan

keberlanjutan pemberian ASI (Haryono R & Setianingsih, S,

2014)

22
23

2. Stunting

a. Pengertian Stunting

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di

bawah lima tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak

terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi

dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi,

kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun. Balita

pendek (stunted) dan sangat pendek (severely stunted) adalah balita

dengan panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U) menurut

umurnya dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS

(Multicentre Growth Reference Study) 2006. Sedangkan definisi

stunting menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) adalah anak

balita dengan nilai z-scorenya kurang dari -2SD/standar deviasi

(stunted) dan kurang dari – 3SD (severely stunted) (Maschinen,

2019)

Stunting atau sering disebut kerdil atau pendek adalah kondisi

gagal tumbuh pada anak berusia di bawah lima tahun (balita) akibat

kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang terutama pada periode

1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dari janin hingga anak

berusia 23 bulan. Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi

badannya berada di bawah minus dua standar deviasi panjang atau

tinggi anak seumurnya (Satriawan, 2018).

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat

dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk

usianya. (kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan

23
24

pada masa awal setelah anak lahir, tetapi baru nampak setelah anak

berusia 2 tahun). (Kusumawardhani, 2016)

b. Indeks pengukuran antropometri (TB/U)

Tinggi badan menurut (TB/U) adalah indicator untuk mengetahui

seseorang anak stunting atau normal. Tinggi badan merupakan

antropometri yang menggambarkan pertumbuhan skeletal. Dalam

keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring pertumbuhan umur.

Pertumbuhan tinggi badan relative kurang sensitive terhadap masalah

kekurangan gizi dalam waktu pendek. Indeks TB/U menggambarkan

status gizi masa lampau serta erat kaitannya dengan social ekonomi

(Supariasa, I Dewa Nyoman, Bakri, & Fajar, I, 2012)

Salah satu metode penilaian status gizi secara langsung yang

paling popular dan dapat diterapkan untuk populasi dengan jumlah

sampel besar adalah antropometri. Antropometri sebagai indicator

status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter

adalah ukuran tunggal dari ukuran tubuh manusia. Tinggi badan

merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu dan

keadaan sekarang. Pengukuran tinggi badan atau Panjang badan anak

dapat dilakukan dengan alat pengukur tinggi badan atau Panjang

badan dengan presisi 0,1 cm (Supariasa, I Dewa Nyoman, Bakri, &

Fajar, I, 2012)

Menurut Supriasa dkk, (2012) dalam pengukuran antropometri

terdapat kelebihan dan kelemahannya. Kelebihan pengukuran indeks

TB/U antara lain :

24
25

1) Merupakan indikator yang baik untuk mengetahui kurang gizi

pada masa lampau

2) Alat mudah dibawa-bawa serta relative murah

3) Pengukuran objektif

Sedangkan kelemahan pengukuran indeks TB/U antara lain :

1) Dalam penelitian interval harus disertai dengan indeks lain

(seperti BB/U), karena perubahan tinggi badan tidak banyak

terjadi dalam waktu singkat.

2) Pertumbuhan tinggi badan relatif kurang sensitive terhadap

defisiensi gizi jangka pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi

terhadap tinggi badan tampak pada saat yang cukup lama. Ukuran

TB digunakan untuk anak usia di atas 24 bulan dengan diukur

secara berdiri, apabila di ukur secara berbaring maka hasil dapat

dikoreksi dengan mengurangi 0.7 cm (KEMENKES, 2012)

c. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak

Kategori dan ambang batas status gizi anak berdasarkan indeks

yang tertera pada SK Antropometri Kementerian Kesehatan (201R0)

adalah pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Indeks Antopometri

Kategori Ambang Batas (Z-


Indeks
Status Gizi Score)
Berat Badan menurut Gizi Buruk < -3 SD
Umur (BB/U) -3 SD sampai
Gizi Kurang
Anak Umur 0 – 60 Bulan dengan < -2 SD
-2 SD sampai
Gizi Baik
dengan < 2 SD
Gizi Lebih >2 SD
Pangjang Badan menurut Sangat Pendek < -3 SD
Umur (PB/U) atau -3 SD sampai
Pendek
Tinggi Badan menurut dengan < -2 SD
Umur (TB/U) Normal -2 SD sampai

25
26

dengan 2 SD
Anak Umur 0 – 60 Bulan Tinggi >2 SD
Berat Badan menurut Sangat Kurus <-3 SD
Panjang Badan (BB/PB) -3 SD sampai
Kurus
atau dengan < -2 SD
Berat Badan menurut -2 SD sampai
Normal
Tinggi Badan (BB/TB) dengan 2 SD
Anak Umuer 0 – 60
Gemuk >2 SD
Bulan
Sangat Kurus
< -3 SD
-3 SD sampai
Indeks Massa Tubuh Kurus
dengan < -2 SD
menurut Umur (IMT/U)
-2 SD sampai
Anak Umur 0 – 60 Bulan Normal
dengan 2 SD
Gemuk >2 SD
Indeks Massa Tubuh Sangat Kurus < -3 SD
menurut Umur (IMT/U) -3 SD sampai
Kurus
Anak Umur 5 -18 Tahun dengan < -2 SD
-2 SD sampai
Normal
dengan 1 SD
>1 SD sampai
Gemuk
dengan 2 SD
Obesitas >2 SD
Sumber : (Kementerian Kesehatan Indonesia, 2010)

d. Cara pengukuran panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB)

Menurut Kemenkes RI (2012) adalah sebagai berikut

1) Cara mengukur dengan posisi berbaring :

a) Sebaiknya dilakukan dengan dua orang

b) Bayi di baringkan telentang pada alas yang datar

c) Kepala bayi menempel pada pembatas angka 0 (nol)

d) Petugas 1 : kedua tangan memegang kepala bayi agar tetap

menempel pada pembatas angka 0 (pembats kepala)

e) Petugas 2 : tangan kiri memegang lutut bayi agar lurus,

tangan kanan menekan batas kaki ke telapak tangan dan

membaca angka di tepi luar pengukur.

2) Cara mengukur dengan posisi berdiri

26
27

a) Anak tidak memakai sendal atau sepatu

b) Berdiri tegak mengahadap ke depan

c) Punggung, pantat, dan tumit menempel pada tiang pengukur

d) Turunkan batas atas pengukur sampai menempel pada ubun –

ubun

e) Baca angka pada batas tersebut

e. Faktor – faktor yang mempengaruhi stunting

a) Kunjungan ANC

Kunjungan antenatal care (ANC) yang dilakukan secara

teratur dapat mendeteksi dini risiko kehamilan yang ada pada

seorang ibu, terutama yang berkaitan dengan masalah nutrisinya.

Melihat pentingnya kunjungan ANC terhadap balita stunting

maka diharapkan masyarakat terutama ibu hamil agar

memanfaatkan fasilitas pemeriksaan kehamilan semaksimal

mungkin agar permasalahan kehamilan terutama yang

berhubungan dengan permasalhan nutrisi dapat diketahui sejak

awal sehingga dapat dilakukan intervensi lebih awal untuk

mengatasi permasalahan tersebut. Berdasarkan penelitian

Oktaviana (2016) didapatkan hasil bahwa ibu yang melakukan

kunjungan ANC tidak standar memiliki risiko mempunyai balita

stunting 2,4 kali dibandingkan ibu yang melakukan kunjungan

ANC standar.

b) Berat bayi lahir

Berat lahir pada bayi sangat terkait dengan kematian janin,

neonatal dan postnatal, morbidibitas bayi dan anak, serta

27
28

pertumbuhan dan perkembangan jangka panjang. Bayi dengan

berat lahir rendah (BBLR)di definisikan yaitu berat yang kurang

dari 2500gram. BBLR dapat disebabkan oleh durasi kehamilan

dan laju pertumbuhan janin. Oleh karena itu , bayi dengan berat

lahir kurang dari 2500 gram bisa dikarenakan bayi tersebut lahir

secara premature atau karena retardasi pertumbuhan

( WHO,2012)

Pada penelitian Atikah Rahayu (2015) Hasil analisis

bivariate menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan

antara riwayat status BBLR (nilai p = 0,015) dengan stunting

pada anak baduta. Berdasarkan hasil analisis

multivariat,diperoleh bahwa BBLR merupakan faktor risiko yang

paling dominan berhubungan dengan kejadian stunting. Anak

dengan BBLR memiliki risiko 5,87 kali untuk mengalami

stunting. Riwayat BBLR memiliki peranan penting dalam

kejadian stunting anak baduta di wilayah Puskesmas Sungai

Karias, Hulu Sungai Utara.

c) Pemberian Asi Ekslusif

Asi Ekslusif adalah memberikan hanya ASI saja pada bayi

sejak lahir sampai usia 6 bulan. Namun, ada pengecualian, bayi

diperbolehkan mengonsumsi obat-obatan, vitamin, dan mineral

tetes atas saran dari dokter. Selama 6 bulan pertama pemberian

ASI ekslusif, bayi tidak diberikan makanan dan minuman lain,

(susu formula, jeruk, madu , air, teh, dan makanan padat seperti

pisang,papaya, bubur susu, dll). Sedangkan ASI predominan

28
29

adalah memberikan ASI pada bayi, tetapi penah memberikan

sedikit air atau minuman berbasis air, misalnya teh , sebagai

makanan atau minuman prelakteral sebelum ASI keluar

(kemenkes RI, 2010).

Rekomendasi dari The American Dietetic Association

(ADA) dan The American of Pediatric (AAP) adalah agar ASI

diberikan ekslusif kepada bayi selama 6 bulan pertama kemudian

dilanjutkan dengan diberikan makanan pendamping ASI (MP-

ASI)minimal hingga usia 12 bulan. Pengaruh ASI ekslusif

terhadap perubahan status stunting disebabkan oleh fungsi ASi

sebagai anti infeksi. Pemberian ASI yang kurang dan pemberian

makanan atau formula terlalu dini dapat meningkatkan risiko

stunting karena bayi cenderung lebih mudah terkena penyakit

infeksi seperti diare dan penyakit pernapasan (Rahayu, S &

Apriningrum, N, 2014)

Pemberian ASI memiliki berbagai manfaat terhadap

kesehatan,terutama dalam hal perkembangan anak. Komposisi

ASI banyak mengandung asam lemak tak jenuh dengan rantai

karbon Panjang (LCPUFA, long-chain polyunsaturated fatty

acid) yang tidak hanya sebagai sumber energi tapi juga pentig

untuk perkembangan otak karena molekul yang dominan di

temukan dalam selubung myelin.

ASI juga memiliki manfaat lain, yaitu meningkatkan

imunitas anak terhadap penyakit, berdasarkan penelitian

pemberian ASI dapat menurunkan frekuensi diare, konstipasi

29
30

kronis, penyakit gastroinstestional, infeksi traktus respiratorius,

serta infeksi telinga. Secara tidak langsung, ASI juga

memberikan efek terhadap perkembangan psikomotor anak,

karena anak yang sakit akan sulit untuk mengeksplorasi dan

belajar dari sekitarnya. Manfaat lain pemberian ASI adalah

pembentukan ikatan yang lebih kuat dalam interaksi ibu dan

anak, sehingga berefek positif bagi perkembangan dan perilaku

anak ( (Heuberger, R, Eeden-Moorefield, BV, & Wong, H, 2013) , R.,

Eeden-Moorefield, BV dan Wong, 2013).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2015)

menyatakan bahwa balita yang tidak mendapatkan ASI ekslusif

mempunyai resiko lebih besar untuk mengalami stunting

dibandingkan dengan balita yang tidak diberikan ASI ekslusif.

Balita yang tidak diberikan ASI ekslusif mempunyai resiko yaitu

3,7 kali lebih besar terkena stunting.

Di Indonesia, perilaku ibu dalam pemberian ASI ekslusif

memiliki hubungan yang bermakna dengan indeks PB/U, dimana

48 dari 51 anak stunted tidak mendapatkan ASI ekslusif

(Oktavia, 2011. Penelitian lain yang dilakukan istiftiani (2011)

menunjukkan bahwa umur pertama pemberian MP-ASI

berhubungan signifikan dengan indeks status gizi PB/U pada

baduta.

Penelitian yang dilakukan di kota Banda Acah menyatakan

bahwa kejadian stunting disebabkan oleh rendahnya pendapatan

keluarga, pemberian ASI yang tidak ekslusif, pemberian MP-ASI

30
31

yang kurang baik, imunisasi yang tidak lengkap dengan factor

yang paling dominan pengaruhnya adalah pemberian ASI yang

tidak ekslusif (Almatsier, S, Soetarjo, S, & Soekarti, M, 2011).

Hal serupa dinyataakan pula oleh Arifin pada tahun 2012 dengan

hasil penelitian yang menyatakan bahwa kejadian stunting

dipengaruhi oleh berat badan saat lahir, asupan gizi balita,

pemberian ASI, riwayat penyakit infeksi, pengetahuan gizi ibu

balita, pendapatan keluarga, jarak antar kelahiran namun factor

yang paling dominan adalah pemberian ASI (Arifin et al, 2013)

berarti dengan pemberian ASI ekslusif kepada bayi dapat

menurunkan kemungkina kejadian stunting pada balita, hal ini

juga tertuantg pada Gerakan 1000 HPK yang dicanangkan oleh

pemerintah Republik Indonesia.

d) Asupan energi

Gizi yang baik dan kesehatan adalah bagian penting dari

kualitas hidup yang baik (Arora, 2009). Menurut Ramli, et al

(2009) gizi yang cukup diperlukan menjamin pertumbuhan

optimal dan pengembangan bayi dan anak. Kebutuhan gizi

sehari-hari digunakan untuk menjalankan dan menjaga fungsi

normal tubuh dapat dilakukan dengan memilih dan mengasup

makanan yang baik (kualitas dan kuantitasnya) (Almatsier, 2011)

Asupan makanan yang berkaitan dengan kandungan nutrisi

(zat gizi) yang terkandung didalam makanan yang dimakan,

dikenal dua jenis nutrisi yaitu makronutrisis dan mikronutrisis.

Makronutrisis merupakan nutrisi yang menyediakan kalori atau

31
32

energi, diperlukan untuk pertumbuhan, metabolisme, dan fungsi

tubuh lainnya. Makronutrisis ini diperlukan dalam jumlah besar,

terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak. Nutrisi (zat gizi)

merupakan bagian yang penting dari kesehatan dan pertumbuhan

(Damayanti, R. A, Muniroh, L, & Farapti, F, 2017)

Berdasarkan peneltian yang dilakukan oleh Ulul Azmy di

kabupaten Bangkalan Balita non-stunting memiliki tingkat

konsumsi zat gizi yang lebih baik dibandingkan dengan balita

stunting. Terdapat hubungan antara asupan energi, protein,

lemak, karbohidrat, dan seng dengan status gizi (TB/U), dan

tidak ada hubungan antara asupan zat besi dengan status gizi

(TB/U). (Ulul Azmy & Luki Mundiastuti, 2018)

e) Riwayat Imunisasi

Tujuan pemberian imunisasi adalah untuk menurunkan

angka kesakitan,kecacatan dan kematian akibat penyakit yang

dapat dicegahdengan imunisasi. Hasil penelitian yang dilakukan

di papua tahun 2010 menunjukkan bahwa anak yang tidak

memiliki riwayat imunisasi memiliki peluang mengalami

stunting lebih besar dibandingkan anak yang memiliki riwayat

imunisasi. Namun ada beberapa penelitian lain juga

mendapatkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan

antara status imunisasi dasar dengan kejadian stunting. Penelitian

yang dilakukan oleh Irmawaty Bentian dkk (2015) di wilayah

kerja Puskesmas Siloam Tamako, Kabupaten Kepulauan

Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara juga mendapatkan hal

32
33

demikian, yaitu tidak adanya hubungan yang signifikan antara

status imunisasi dasar dengan kejadian stunting pada pada anak

TK. Anak yang tidak diberikan imunisasi dasar yang lengkap

tidak serta-merta menderita penyakit infeksi. Imunitas anak

dipengaruhi oleh faktor lain seperti status gizi dan keberadaan

patogen. Ada istilah “herd immunity” atau “kekebalan

komunitas” dalam imunisasi, yaitu individu yang tidak

mendapatkan program imunisasi menjadi terlindungi karena

sebagian besar individu lain dalam kelompok tersebut kebal

terhadap penyakit setelah mendapat imunisasi.

f) Lingkungan/sanitasi

Faktor lain yang mempengaruhi stunted yaitu perilaku

hygiene sanitasi makanan yang kurang baik. Balita yang

mengkonsumsi makanan dengan hygiene sanitasi yang kurang

baik dapat menyebabkan penyakit infeksi. Penyakit infeksi

biasanya disertai gangguan sperti pengurangan nafsu makan dan

muntah-muntah sehingga asupan makan balita kurang terpenuhi.

Kondisi ini dapat menurunkan keadaan gizi balita dan

berimplikasi buruk terhadap kemajuan pertumbuhan anak

(stunted) (Oktaviana, 2016).

Penelitian yang dilakukan oleh lestari dkk (2014) dengan

hasil bahwa terdapat hubungan antara praktik kebersihan dengan

kejadian stunting. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa anak

yang diasuh dengan hygiene yang buruk akan berisiko 1,447 kali

33
34

lebih besar dibandingkan dengan anak yang diasuh dalam

keadaan hygiene yang baik.

f. Dampak stunting

Stunting dapat memberikan dampak bagi kelangsungan hidup

anak. WHO(2013) membagi dampak yang diakibatkan oleh stunting

menjadi dua yang terdiri dari jangka pendek dan jangka panjang.

Dampak jangka pendek dari stunting adalah di bidang kesehatan yang

dapat menyebabkan peningkatan mortalitas dan morbiditas, dibidang

perkembangan berupa penurunan perkembangan kognitif, motoric,

dan bahasa, dan dibidang ekonomi berupa peningkatan pengeluaran

untuk biaya kesehatan. Stunting juga dapat menyebabkan dampak

jangka panjang di bidang kesehatan berupa perawakan yang pendek,

peningkatan risiko untik obesitas dan komorbidnya, dan penurunan

kesehatan reproduksi, dibidang perkembangan berupa penurunan

kemampuan dan kapasitas kerja.

Anak yang mengalami severe stunting di dua tahun pertama

kehidupannya memiliki hubungan sangat kuat terhadap

keterlambatan kognitif di masa kanak-kanak nantinya dan berdampak

jangka panjang terhadap mutu sumberdaya (Aries, 2012). Kejadian

stunting yang berlangsung sejak masa kanak-kanak memiliki

hubungan terhadap perkembangan motorik lambat dan tingkat

intelegensi lebih rendah (Prendergast, A. J & Humphrey, J. H, 2014).

Penelitian lain menunjukkan anak (9-24 bulan) yang stunting selain

memiliki tingkat intelegensi lebih rendah, juga memiliki penilaian

lebih rendah pada lokomotor,koordinasi tangan dan

34
35

mata,pendengaran, berbicara, maupun kinerja jika dibandingkan

dengan anak normal (Chang SM, 2010)

Akibat lainnya dari kekurangan gizi/stunting terhadap

perkembangan sangat merugikan performance anak. Jika kondisi

buruk terjadi pada masa golden period perkembangan otak (0-3

tahun) maka tidak dapat berkembang dan kondisi ini sulit untuk dapat

pulih kembali. Hal ini disebabkan karena 80-90% jumlah sel otak

terbentuk semenjak masa dalam kandungan sampai usia 2 (dua)

tahun. Apabila gangguan tersebut terus berlangsung maka akan

terjadi penurunan skor tes IQ sebesar 10-13 point (Supariasa, I Dewa

Nyoman, Bakri, & Fajar, I, 2012)

Menurut penelitian Hoddinott et al. (2013) menunjukkan bahwa

stunting pada usia 2 tahun memberikan dampak yang buruk berupa

nilai sekolah yang lebih rendah, berhenti sekolah, akan memiliki

tinggi badan yang lebih pendek,dan berkurang kekuatan genggaman

tangan sebesar 22% Stunting pada usia dua tahun juga memberikan

dampak ketika dewasa berupa pendapatan perkapita yang rendah dan

juga berhubungan terhadap meningkatnya jumlah kehamilan dan

anak dikemudian hari, sehingga Hoddinon menyimpulkan bahwa

pertumbuhan yang terhambat di kehidupan awal dapat memberikan

dampak buruk terhadap kehidpan , social, dan ekonomi seorang

(Hoddinott, 2013)

3. Hubungan pemberian ASI dengan kejadian stunting

Air Susu Ibu cocok sekali untuk memenuhi kebutuhan bayi dalam

segala hal. Lemak ASI yang mudah di cerna dan diserap oleh bayi,

35
36

karena ASI juga mengandung enzim lipase yang mencerna lemak

sehingga hanya sedikit lemak yang tidak diserap. Susu formula tidak

mengandung enzim, sebab enzim akan hancur apabila dipanaskan

(Roesli, 2010)

Lemak utama ASI adalah lemak ikatan Panjang, (omega – 3, omega

– 6, DHA, arachidonic acid) suatu asam lemak esenssial yang merupakan

komponen penting untuk menyelisasi. Menyelisasi adalah pembentukan

selaput isolasi yang mengelilingi serabut saraf yang akan membantu

rangsangan menjalar lebih cepat (Roesli, 2010). Karbohidrat dalam ASI

yang paling utama adalah laktosa yang paling tinggi dibandingkan

dengan susu mamalia lainnya. Laktosa meningkatkan penyerapan

kalsium yang sangat penting untuk pertumbuhan tulang, meningkatkan

pertumbuhan bakteri usus yang baik yaitu laktobacilus bissvidus. Laktosa

oleh fermentasi akan diubah menjadi asam laktat. Adanya asam laktat ini

memberikan suasana asam didalam usus akan memberikan keuntungan,

diantaranya menghambat pertumbuhan bakteri yang berbahaya (Roesli,

2010)

Sehingga pemberian ASI yang tidak ekslusif merupakan pemenuhan

kebutuhan gizi yang tidak optimal yang akan berdampak pada

pertumbuhan anak yang terhambat seperti stunting. Menurut penelitian

Damayanti (2016) menunjukkan perbedaan antara balita stunting dan non

stunting dalam jumlah konsusmsi energi, protein, zinc, dan zat besi (p=

0,000), protein (p= 0,042), zinc (p= 0,000), dan zat bezi (p=0,009) serta

perbedaan riwayat pemberian ASI Eksklusif (p= 0,001). Balita dengan

ASI non eksklusif dan balita yang memiliki tingkat konsumsi in adekuat,

36
37

memiliki resiko lebih besar untuk stunting (ASI non ekslusif = 16,5 kali,

zinc in adekuat = 7,8 kali, dan zat besi inadekuat = 3,2 kali).

4. Tinjauan Keislaman

Interkoneksi dengan ayat suci Al-Qur’an terkait permasalahan

stunting pada balita terdapat dalam Surat An-Nisaa’ ayat 9 , yang artinya:

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya


meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah
mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang benar”

Berdasarkan Surat An-nisa ayat 9 dapat disimpulkan bahwa para

orang tua hendaknya memperhatikan keadaan anaknya terutama pada

masa pertumbuhannya. Masalah stunting yang dialami anak balita

tentunya dapat menimbulkan dampak merugikan bagi anak dimasa

mendatang, sehingga orang tua perlu memberikan pola asuh yang tepat

pada masa pertumbuhan anak-anaknya agar membentuk insan yang

berkualitas.

37
38

B. KERANGKA TEORI

Pemberian ASI Kejadian stunting

Pemberian ASI

a. Kunjungan ANC
b. Berat bayi lahir
c. Asupan energi
d. Riwayat imunisasi
e. Lingkungan/sanitasi

Gambar 2.1 Kerangka Konsep


(Najahah I, 2013), Atikah Rahayu (2015) ,

38
39

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah literature review. Penelitian literature review

adalah pengkajian dan interpretasi yang komprehensif dari literature yang

berhubungan dengan topik tertentu yang diawali dengan menentukan pertanyaan

penelitian kemudian menjawabnya dengan mencari dan menganalisis literature

yang sesuai, menggunakan pendekatan yang sistematis. Studi literature review

adalah cara yang dipakai untuk mengumpulkan data atau sumber yang

berhubungan pada suatu topik tertentu yang bisa didapat dari berbagai sumber

seperti jurnal, buku, internet, dan pustaka lain.

B. Variabel Penelitian

Variabel adalah suatu ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota –

anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain.

Definisi lain mengatakan bahwa variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai

ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian

tentang suatu konsep pengertian tertentu (Notoadmodjo, 2012). Variabel dalam

penelitian ini yaitu stunting.

C. Rencana Jalannya penelitian

1. Tahap Pelaksanaan

Penelusuran jurnal melalui google scholar, Pub Med dengan menggunakan

kata kunci pengetahuan ibu balita tentang gizi, gizi balita, stunting. Jurnal yang

sesuai dengan kriteria kemudian diambil untuk selanjutnya dianalisis. Literature

review ini menggunakan literatur terbitan 10 tahun terakhir yaitu 2010-2020 yang

dapat diakses fulltext dalam format pdf. Kriteria jurnal yang direview adalah

39
40

jurnal berbahasa indonesia atau inggris dengan subyek manusia. Jurnal yang

terpilih untuk review adalah yang didalamnya terdapat tema hubungan riwayat

pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian stunting pada balita.

2. Tahap akhir

a. Menyimpulkan hasil literature review

b. Menyusun hasil laporan

c. Konsultasi kepada pembimbing dan revisi

d. Melakukan seminar hasil

e. Melakukan revisi sampai pendapat persetujuan

f. Cek tata tulis

g. Melakukan penjilidan dan pengumpulan di perpustakaan Universitas

‘Aisyiyah Yogyakarta.

40
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Judul
Tempat Tujuan Metode Responden dan
Komponen penelitian/penulis/ Hasil penelitian
penelitian penelitian penelitian jumlah sampel
tahun

e-Jurnal Faktor-faktor yang di Kabupaten untuk menggunakan sampel sebanyak Hasil analisis menunjukkan
Pustaka Mempengaruhi Jember di menganalisis analitik 50 responden. bahwa faktor yang
Kesehatan, Kejadian Stunting Puskesmas faktor-faktor observasional Analisis data mempengaruhi terjadinya
vol. 3 (no. pada Anak Balita Patrang dan yang dengan desain menggunakan
stunting pada anak balita
1) Januari di Wilayah Puskesmas mempengaruhi cross-sectional analisis chi-
2015 Pedesaan dan Mangli untuk kejadian Analisis data square, mann yang berada di wilayah
Perkotaan (The perkotaan stunting pada menggunakan whitney dan pedesaan dan perkotaan
Factors Affecting dan anak balita di analisis chi- regresi logistik adalah pendidikan ibu,
Stunting on Puskesmas wilayah square, mann dengan α=0,05. pendapatan keluarga,
Toddlers in Rural Kalisat untuk pedesaan dan whitney dan pengetahuan ibu mengenai
and Urban Areas) / pedesaan perkotaan. regresi logistik gizi, pemberian ASI
Farah Okky dengan α=0,05.
eksklusif, umur pemberian
Aridiyah, Ninna
Rohmawati1, Mury MP-ASI, tingkat kecukupan
Ririanty / 2015 zink dan zat besi, riwayat
penyakit infeksi serta faktor
genetik. Namun, untuk status
pekerjaan ibu, jumlah
46

anggota keluarga, status


imunisasi, tingkat kecukupan
energi, dan status BBLR tidak
mempengaruhi terjadinya
stunting. Tingkat kecukupan
protein dan kalsium di
wilayah pedesaan
menunjukkan hubungan yang
signifikan sedangkan di
wilayah perkotaan tidak
menunjukkan adanya
hubungan. Faktor yang paling
mempengaruhi terjadinya
stunting pada anak balita di
wilayah pedesaan maupun
perkotaan yaitu tingkat
kecukupan zink.

46
47

Judul
Tempat Tujuan Metode Responden dan
Komponen penelitian/penulis/ Hasil penelitian
penelitian penelitian penelitian jumlah sampel
tahun

Jurnal Gizi Faktor risiko di pedalaman Mengetahui Penelitian ini Populasinya Kejadian stunting
Dan kejadian stunting Kecamatan faktor risiko merupakan adalah seluruh berhubungan signifi kan
Dietetik pada anak umur 6- Silat Hulu, yang penelitian balita yang ada di dengan pekerjaan ibu, tinggi
Indonesia 36 bulan di Kabupaten berhubungan observasional wilayah
badan ayah, tinggi badan ibu,
Vol. 3, No. Wilayah Kapuas Hulu, dengan kejadian analitik dengan pedalaman
2, Mei Pedalaman Provinsi stunting pada rancangan cross Kecamatan Silat pendapatan, jumlah anggota
2015: 119- Kecamatan Silat Kalimantan anak umur 6-36 sectional. Analisis Hulu Kabupaten rumah tangga, pola asuh, dan
130 Hulu, Kapuas Barat bulan data Kapuas Hulu pemberian ASI eksklusif
Hulu, Kalimantan menggunakan uji Provinsi (p0,05).
Barat / Erni chi-square Kalimantan Barat.
Maywita / 2015 Analisis data
menggunakan uji
chi-square dan
untuk mengetahui
variabel paling
determinan
terhadap stunting
dilakukan analisis
regresi logistik

47
48

Judul
Tempat Tujuan Metode Responden dan
Komponen penelitian/penulis/ Hasil penelitian
penelitian penelitian penelitian jumlah sampel
tahun

JKAKJ, Gambaran Riwayat Di Desa untuk Metode yang Populasi adalah Hasil penelitian menunjukkan
Volume 2 Pemberian Asi Arjasa mengetahui digunakan dalam anak stunting usia sebagian besar responden
No. 1, Eksklusif Dengan Kecamatan gambaran penelitian ini 6-24 bulan. berada dalam kategori sangat
Maret 2018 Kejadian Stunting Arjasa riwayat adalah deskriptif Sampel pada
pendek (78,12%), sebagian
Pada Anak Usia 6- Kabupaten pemberian ASI dengan desain penelitian ini
24 Bulan Di Desa Jember eksklusif dengan cross sectional. sebanyak 32 anak besar tidak mendapatkan ASI
Arjasa Kecamatan kejadian Analisis stunting usia 6-24 eksklusif (78, 13%),
Arjasa Kabupaten stunting pada menggunakan uji bulan yang berdasarkan pekerjaan
Jember / Nunik balita usia 6 – chi square diperoleh dengan sebanyak 78,1% orang tua
Hindrawati, 24 bulan di tehnik purposive responden bekerja sebagai
Rusdiarti / 2018 wilayah kerja sampling. buruh, sebagian besar ibu
Puskesmas
responden berusia < 20 tahun
Arjasa.
dengan pendidikan sebagian
besar adalah SMP (68,75%),
asupan energi defisit
(54,15%), asupan Zn sedang
(84,15%), asupan Fe defisit
(51,06%)

48
49

Judul
Tempat Tujuan Metode Responden dan
Komponen penelitian/penulis/ Hasil penelitian
penelitian penelitian penelitian jumlah sampel
tahun

Dinamika Pengaruh Riwayat di wilayah menganalisis Jenis penelitian Pengambilan Hasil penelitian diketahui
Kesehatan Pemberian Asi kerja hubungan ini menggunakan sampel Balita yang tidak ASI
Jurnal Eksklusif Dengan puskesmas pemberian ASI penelitian survei menggunakan Eksklusif tidak mengalami
Kebidanan Kejadian Stunting Teluk eksklusif dengan analitik. Teknik simple random
Stunting yaitu 8 balita dan
dan Pada Balita Di Tiram kejadian pengumpulan data sampling
Keperawata Wilayah Kerja Banjarmasi stunting pada dalam penelitian Didapatkan 47 tidak ASI Eksklusif
n Vol 10 puskesmas Teluk n balita di ini adalah balita dan mengalami Stunting yaitu 58
No. 1 Juli Tiram Banjarmasin Puskesmas wawancara instrument yang balita. Balita yang ASI
2019 / Dewi Pusparani Teluk Tiram langsung dengan di gunakan adalah Eksklusif tidak mengalami
(ISSN: Sinambela, Putri Kota orang tua balita check list dan stunting yaitu 20 balita dan
2086-3454 Vidiasari D, Nurul Banjarmasin. menggunakan melakukan balita yang di beri ASI
EISSN: Hidayah / 2019 checklist. analisis wawancara
Eksklusif yang mengalami
2549-4058) bivariat langsung dengan
menggunakan uji ibu balita yang stunting ada 2 balita
chi square menjadi sampel menggunakan uji chi square
penelitian. menunjukkan nilai p= 0,00
yang berarti ASI eksklusif
merupakan salah satu faktor
terjadinya stunting pada balita

49
50

Judul
Tempat Tujuan Metode Responden dan
Komponen penelitian/penulis/ Hasil penelitian
penelitian penelitian penelitian jumlah sampel
tahun

Jurnal Hubungan Status Desa Penelitian ini jenis penelitian Pengambilan Analisis bivariat
Medika Asi Eksklusif Watugajah tujuannya untuk ini merupakan sampel menggunakan uji chi square.
Respati Dengan Kejadian Kabupaten mengetahui penelitian menggunakan Riwayat pemberian ASI
Vol. 14 No Stunting Pada Gunung hubungan status deskriptif teknik purposive eksklusif pada penelitian ini
4 Oktober Batita Usia 24-36 kidul ASI eksklusif korelasioanal sampling dengan mencapai 56,8% atau 25
2019 Bulan Di Desa dengan kejadian yang bersifat jumlah 44 anak, dan mayoritas anak
Watugajah stunting pada kuantitatif dengan responden. pada penelitian ini cenderung
Kabupaten batita usia 24-36 pendekatan cross Instrumen tidak mengalami stunting.
Gunungkidul. / Sri bulan di Desa sectional. Analisis penelitian ini Anak yang mendapatkan ASI
Handayani, Wiwin Watugajah bivariat menggunakan eksklusif cenderung tidak
Noviana Kapota, Kabupaten menggunakan uji kuesioner dan mengalami stunting sejumlah
Eka Gunungkidul chi square microtoise/pita 23 anak (52,3%). Hasil uji chi
Oktavianto/2019 meteran square didapatkan nilai p =
0,000 (nilai p<0,05) dan nilai
r = 0,609

50
51

Judul
Tempat Tujuan Metode Responden dan
Komponen penelitian/penulis/ Hasil penelitian
penelitian penelitian penelitian jumlah sampel
tahun

Cynthia C, Hubungan Riwayat di RSUD untuk penelitian studi Sampel pada Hasil penelitian menunjukan
Bikin ASI Eksklusif Wangaya mengetahui observasional penelitian ini bahwa 25 anak (39,1%)
Suryawan dengan Kejadian Kota hubungan antara analitik dengan adalah anak mengalami stunting. Riwayat
IW, Stunting pada Anak Denpasar riwayat metode potong berusia 12-59
pemberian ASI ekslusif
Widiasa A. Usia 12-59 Bulan pemberian ASI lintang bulan yang
J. Kdokt di RSUD Wangaya eksklusif dengan menggunakan dirawat di Ruang terdapat pada 27 anak
Meditek. Kota Denpasar kejadian data sekunder dari Kaswari RSUD (42,2%). Hasil analisis
2019; 25 /Cynthia, I Wayan stunting rekam medis. Wangaya. menunjukkan nilai p sebesar
(1) :29-35 Bikin Suryawan , metode sampling Sebanyak 64 0,604 dengan rasio prevalensi
A.A Made Widiasa konsekutif. sampel 1,265. Secara statistik tidak
/ 2019 Analysis data didapatkan dari terdapat hubungan signifikan
statistik dengan Januari hingga
antara ASI eksklusif dan
tipe uji Chi April 2018
Square dengan metode stunting pada anak usia 12-
sampling 59 bulan di RSUD Wangaya
konsekutif. Kota Denpasar

51
52

Judul
Tempat Tujuan Metode Responden dan
Komponen penelitian/penulis/ Hasil penelitian
penelitian penelitian penelitian jumlah sampel
tahun

GIZIDO Riwayat Pemberian di Wilayah Tujuan dari Jenis penelitian Populasi dalam Hasil penelitian dengan uji
Volume 11 Asi Ekslusif, Mp- Kerja penelitian ini ini adalah penelitian ini statistik menunjukkan sampel
No.2 Asi Dengan Puskesmas adalah untuk Observasional adalah anak usia dengan kategori pendek yaitu
November Kejadian Stunting Sangkub menentukan menggunakan 24-60 bulan.
78% dan kategori sangat pendek
2019 Pada Anak Usia Kabupaten riwayat desain cross Jumlah sampel
24-60 Bulan Di Bolaang pemberian ASI sectional sebanyak 31 22% sampel yang mendapat ASI
Puskesmas Mongondo eksklusif dan Pengumpulan responden. Data Eksklusif 29,3% dan yang tidak
Sangkub w Utara MP-ASI dengan data diperoleh yang mendapatkan ASI Eksklusif
Kabupaten Bolaang stunting di dari hasil dikumpulkan 70,7% sampel yang mendapat
Mongondow Wilayah Kerja pengukuran adalah data MP-ASI> 6 bulan yaitu 29,3%
Utara / Vera T. Puskesmas tinggi badan identitas diri, dan lain-lain menerima MP-ASI
Harikedua, Sangkub anak hasil pengukuran
<6 bulan adalah 70,7%. Riwayat
Yohanis A. menggunakan tinggi badan, dan
Tomastola, Irza N. microtoise dan data hasil pemberian ASI eksklusif dengan
Ranti dan Aklianto wawancara wawancara Kejadian stunting dengan nilai p =
Kamboa / 2019 menggunakan menggunakan 0,039 dan riwayat MP-ASI
kuesioner. kuisioner dengan Stunting acara dengan
Analisis data nilai p = 0,039. Ada hubungan
menggunakan antara sejarah pemberian ASI
software
Eksklusif dan MP-ASI dengan
statistik dengan
jenis uji Chi terjadinya stunting di RS wilayah
Square kerja Puskesmas Sangkub,
dengan nilai Bolaang Utara Distrik
signifikan (α) =

52
53

0,05. Mongondow.

Judul
Tempat Tujuan Metode Responden dan
Komponen penelitian/penulis/ Hasil penelitian
penelitian penelitian penelitian jumlah sampel
tahun

Jurnal ASI Eksklusif Wilayah untuk penelitian Pengambilan hasil penelitian menunjukkan
Ilmiah Berhubungan Kerja mengetahui kuantitatif sampel bahwa adanya hubungan
STIKES Dengan Kejadian Puskesmas hubungan korelasi dengan menggunakan pemberian ASI Ekslusif
Kendal Stunting Pada Moyudan pemberian ASI metode case- purposive
dengan kejadian stunting
Volume 10 Balita / Erika Fitria Sleman Eksklusif control. sampling dengan
No 2, Hal Lestari, Luluk dengan kejadian Pengambilan jumlah 70 balita. dibuktikan dengan hasil uji
129 - 136, Khusnul stunting pada sampel Pengumpulan chi Square, dengan pvalue <
April 2020 Dwihestie / 2020 balita di menggunakan data kejadian 0,000 dan nilai koefisien
Wilayah Kerja purposive stunting korelasi sebesar 0,429
Puskesmas sampling. Analisa didapatkan dari
Moyudan data hasil rekapan
Sleman menggunakan uji Puskesmas
chi-square. Moyudan
sedangkan data
pemberian ASI
Eksklusif
menggunakan
kuesioner.

53
54

Judul
Tempat Tujuan Metode Responden dan
Komponen penelitian/penulis/ Hasil penelitian
penelitian penelitian penelitian jumlah sampel
tahun

Jurnal Hubungan di mengetahui menggunakan 144 responden Hasil penelitian


Ilmiah Pemberian ASI Kecamatan hubungan pendekatan case yang terdiri dari menggunakan uji chi-square
Kesehatan Eksklusif Dengan Buntu pemberian ASI control study 72 responden dan dilanjutkan menggunakan
Sandi Kejadian Stunting Malangka eksklusif dengan Pengambilan kasus dan 72
uji odds ratio. Didapatkan
Husada Vol Pada Balita / Sr. Kabupaten kejadian sampel responden
11, No, 1, Anita Sampe, Mamasa stunting pada menggunakan kontrol, hasil uji chisquare p = 0.000
Juni 2020, SJMJ, Rindani balita teknik cluster responden (0.000 < 0.05), hal ini
pp;448-455 Claurita Toban, random sampling. merupakan orang menunjukkan ada hubungan
p-ISSN: Monica Anung Instrumen yang tua dari balita pemberian ASI eksklusif
2354-6093 Madi / 2020 digunakan berupa yang didiagnosis dengan kejadian stunting
dan e- kuesioner dan alat stunting dan non- pada balita. Sedangkan pada
ISSN: ukur mekanik. stunting.
uji odds ratio didapatkan nilai
2654-4563 Hasil penelitian Pengambilan
menggunakan uji sampel OR = 61 yang artinya balita
chi-square dan menggunakan yang tidak diberikan ASI
dilanjutkan teknik cluster eksklusif berpeluang 61 kali
menggunakan uji random sampling. lipat mengalami stunting
odds ratio dibandingkan balita yang
diberi ASI eksklusif. ASI
eksklusif dapat mengurai
risiko terjadinya stunting.

54
55

Judul
Tempat Tujuan Metode Responden dan
Komponen penelitian/penulis/ Hasil penelitian
penelitian penelitian penelitian jumlah sampel
tahun

Health Hubungan di Posyandu untuk menggunakan Populasi Uji statistik yang digunakan adalah
Sciences Pemberian Asi Bangunsari mengetahui corelatif penelitian Chi Square Test.Dari 48 responden
Journal Vol Eksklusif Dengan Desa Wagir hubungan dengan sebanyak 92 didapatkan hasil, sebanyak 42
4 (No 1) Kejadian Stunting Kidul pemberian ASI pendekatan responden,
responden memberikan ASI secara
(2020): 1 3 Pada Balita 1-5 wilayah eksklusif dengan cross sectional. sampel ditentukan
1-142 Tahun / Al kerja kejadian Teknik dengan rumus eksklusif, 41 responden (97.6%) tidak
Ma’idatul Latifah, Puskesmas stunting pada sampling yang Slovin didapatkan mengalami Stunting , 1 diantaranya
Lina Ema Pulung. balita 1-5 tahun digunakan hasil sebanyak 48 (2,4%) mengalami Stunting .
Purwanti, Fillia di Posyandu adalah responden. Sebanyak 6 responden tidak
Icha Sukamto / Bangunsari Purposive Instrumen memberikan ASI secara eksklusif, 5
2020 Desa Wagir Sampling. Uji pengambilan data responden (83,3%) diantaranya
Kidul wilayah statistik yang menggunakan
mengalami Stunting dan 1 responden
kerja Puskesmas digunakan kuesioner dan
Pulung. adalah Chi pengukuran tinggi (16,7%) balita tidak mengalami
Square Test badan dan berat Stunting . Hasil analisis didapatkan
badan balita, hasil p Value 0,000 < 0,05 yang berarti
menggunakan H0 ditolak yang artinya ada hubungan
microtoice dan pemberian Asi eksklusif dengan
timbangan berat kejadian Stunting pada balita 1-5
badan.
tahun. Dari Penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa kejadian Stunting
dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya pemberian ASI eksklusif,
pendidikan Ibu, pekerjaan Ibu, dan

55
56

penghasilan keluarga

56
56

B. Pembahasan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan riwayat pemberian

ASI Ekslusif dengan kejadian stunting pada balita. Analisis data dilakukan

dengan melakukan lierature review pada sepuluh jurnal di 10 tahun terakhir

terkait dengan penelitian ini.

1. Hubungan riwayat pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Stunting

Setelah melakukan literatur review, riwayat pemberian ASI Eksklusif

merupakan faktor yang mempengaruhi stunting. Bayi yang tidak

mendapatkan ASI Eksklusif akan mengalami gangguan pada kesehatan fisik

maupun kecerdasan otak. Salah satu terjadinya weight faltering (gagal

tumbuh). Weight faltering ini ditandai dengan berat badan bayi turun atau

tidak bertambah, agar tubuh tidak terlalu kurus maka pertumbuhan tinggi

badan yang akan berhenti atau berjalan sangat lambat dan terjadilah stunting.

Hal ini sesuai dengan penelitian Ni‟mah K & Khadiroh S.R (2015)

menyebutkan bahwa balita dengan ASI tidak eksklusif mempunyai resiko

4,6 kali lebih besar terkena stunting dibandingkan balita dengan ASI

Eksklusif.

Berdasarkan hasil literature review yang telah dilakukan pada

beberapa jurnal ada hubungan riwayat pemberian ASI dengan kejadian

Stunting pada balita. Hal ini dilihat dari ibu yang tidak memberikan ASI

secara Ekslusif kepada bayinya memiliki resiko tinggi untuk bayinya

mengalami stunting. Dilihat dari Analisis bivariat yang dilakukan pada jurnal

yang telah di review untuk mencari hubungan riwayat ASI ekslusif dengan

kejadian Stunting menggunakan uji chi square. Riwayat pemberian ASI

eksklusif pada penelitian ini mencapai 56,8% atau 25 anak, dan mayoritas

56
57

anak pada penelitian ini cenderung tidak mengalami stunting. Anak yang

mendapatkan ASI eksklusif cenderung tidak mengalami stunting sejumlah

23 anak (52,3%). Hasil uji chi square didapatkan nilai p = 0,000 (nilai p =

0,000 (nilai p<0,05) dan nilai r = 0,609 maka ada hubungan riwayat

pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada balita.

ASI memiliki bioavailibilitas yang tinggi sehingga penyerapannya

oleh tubuh bayi akan lebih maksimal, terutama dalam fungsi pembentukan

tulang, ASI eksklusif dapat menurunkan resiko kejadian Stunting karena

selain memiliki bioavaibilitas tinggi ASI mengandung antibodi dan kalsium

yang tinggi (Almatsier, 2009).

Menurut jurnal penelitian Al Ma’idatul Latifah, dkk (2020) Pemberian

ASI Eksklusif Pada Balita 1-5 tahun di Desa Wagir Kidul, Pulung,

Ponorogo. Berdasarkan data yang didapatkan dari 48 responden pada ibu

balita umur 1-5 tahun di Posyandu Bangunsari Desa Wagir Kidul, Wilayah

Kerja Puskesmas Pulung, Kabupaten Ponorogo terdapat 6 responden

(12,5%) tidak memberikan ASI secara eksklusif. ASI eksklusif merupakan

makanan terbaik bayi yang harus diberikan, karena dalam ASI mengandung

semua zat gizi yang bayi butuhkan. Bayi usia 0-6 bulan membutuhukan ASI

secara eksklusif, karena pada pencernaan bayi belum mampu untuk

memperoleh tambahan makanan lain, ASI juga berbeda dengan susu

formula, karena pada susu formula tidak memiliki komposisi selengkap ASI.

Hal ini menjelaskan bahwa ASI adalah makanan yang tepat dan terbaik

untuk pencernaan dan kebutuhan gizi bayi (Yuliarti, 2010)

57
58

2. Riwayat Pemberian ASI Eksklusif

Peneliti telah melakukan literature review dengan beberapa jurnal, di

dapatkan hasil bahwa balita yang tidak diberikan ASI eksklusif berpeluang

mengalami stunting dibandingkan balita yang diberi ASI eksklusif. ASI

eksklusif dapat mengurai risiko terjadinya stunting. Rohmatun (2014)

menyatakan bahwa stunting lebih banyak ditemukan pada anak yang tidak

diberi ASI eksklusif dibandingkan anak yang diberi ASI eksklusif.

Berdasarkan kenyataan yang ada dilapangan didapatkan pada kelompok

kasus, jumlah responden yang tidak memberikan ASI Eksklusif sebanyak 66

(91.7%) responden. Sedangkan pada kelompok kontrol, jumlah responden

yang tidak memberikan ASI eksklusif sebanyak 11 (15.3%) responden.

Adapun beberapa alasan responden tidak memberikan ASI eksklusif, pada

kelompok kasus alasan terbanyak responden tidak memberikan ASI

eksklusif yaitu ASI kurang/ASI tidak keluar sebanyak 36 (50.0%) responden

dan jumlah terkecil dengan alasan puting masuk ke dalam sebanyak 2 (2.8%)

responden. Sedangkan pada kelompok kontrol, alasan terbanyak tidak

memberikan ASI Eksklusif yaitu tidak paham/kurang paham dan lain-lain

masing-masing sebanyak 4 (5.6%) responden dan jumlah terkecil dengan

alasan kerja disawah/sibuk bekerja sebanyak 1 (1.4%) responden.

(Rohmatun, N. 2014)

Locitasari (2015) menyatakan bayi yang mendapat susu formula

memiliki risiko 5 kali lebih besar mengalami pertumbuhan yang tidak baik

pada bayi usia 0-6 bulan dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI.

Indrawati (2016) menyatakan bahwa ASI merupakan asupan gizi yang sesuai

58
59

dengan kebutuhan akan membantu pertumbuhan dan perkembangan anak.

Bayi yang tidak mendapatkan ASI dengan cukup berarti memiliki asupan

gizi yang kurang baik dan dapat menyebabkan kekurangan gizi.

Penelitian Pangalila, dkk (2018) tentang hubungan antara riwayat

pemberian ASI eksklusif dengan stunting pada anak usia 6-24 bulan di

Wilayah Kerja Puskesmas Koya Kabupaten Minahasa dengan hasil uji

statistic chi-square diperoleh nilai p < 0,05 (p-value = 0,017), menunjukkan

bahwa ada hubungan antara riwayat pemberian riwayat pemberian ASI

eksklusif dengan stunting pada balita usia 6-24 bulan. Wardani (2019)

menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pemberian ASI

eksklusif dengan kejadian stunting pada bayi 12-36 bulan dengan nilai p-

value sebesar 0,02 (< 0,05). Penelitian Dewi (2015) menunjukkan bahwa ada

hubungan antara status stunting dengan pemberian ASI eksklusif dengan

nilai p-value sebesar 0,002 (< 0,05).

Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif berdasarkan peraturan pemerintah

nomor 33 tahun 2012 tentang pemberian ASI Eksklusif adalah ASI yang

diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama enam bulan, tanpa

menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain

(kecuali obat, vitamin, dan mineral). ASI mengandung kolostrum yang kaya

akan antibodi karena menganndung protein untuk daya tahan tubuh dan

pembunuh kuman dalam jumlah tinggi sehingga pemberian ASI eksklusif

dapat mengurangi risiko kematian pada bayi. Kolostrum berwarna

kekuningan dihasilkan pada hari pertama sampai hari ketiga. Hari keempat

sampai hari kesepuluh ASI mengandung imunnoglobulin, protein, dan

laktosa lebih sedikit dibandingkan kolostrum tetapi lemak dan kalori tinggi

59
60

dengan warna susu lebih putih. Selain mengandung zat-zat gizi makanan,

ASI juga mengandung zat penyerap berupa enzim tersendiri yang tidak akan

menggangu enzim di usus. Susu formula tidak mengandung enzim sehingga

penyerapan makanan tergantung pada enzim yang terdapat di usus bayi

(Kemenkes RI, 2017).

ASI mempunyai beberapa keunggulan bila dibandingkan susu

formula. ASI murah, sehat dan mudah meberikannya. ASI mengandung zat

imun yang dapat meninggikan daya tahan anak terhadap penyakit dan sesuai

dengan kemampuan absorpsi usus 17 bayi. ASI juga mengandung cukup

banyak komponen yang diperlukan oleh bayi. Penelitian menunjukkan

bahwa kanduangan nutrisi pada ASI ternyata lebih bagus dibandingkan

dengan kandungan pada susu formula (Proverawati, 2010).

3. Kejadian Stunting

Berdasarkan hasil literature review yang telah dilakukan, ditinjau dari

usia balita dalam penelitian terhadap kejadian stunting dimulai dari usia 6-24

bulan, Banyak penelitian menggunakan usia tersebut dikarenakan, stunting

adalah salah satu masalah gizi utama yang disebabkan oleh kekurangan gizi

pada anak-anak usia dibawah 5 tahun. Stunting baru nampak setelah anak

berusia 2 tahun (Nasional & UNICEF, 2017).

Hal ini juga sesuai dengan teori Welassih & Wirjatmadi (2012) bahwa

Anak Usia Bawah Lima Tahun (Balita) merupakan kelompok anak yang

sangat rentan. Gizi sangat berperan pada pertumbuhan anak terutama pada

golongan umur balita 0-59 bulan. Pada masa ini balita membutuhkan asupan

gizi yang cukup dalam jumlah dan kualitas yang lebih banyak karena balita

umumnya mempunyai aktivitas fisik yang cukup tinggi dan masih dalam

60
61

proses belajar. Penilaian stunting balita yang digunakan dalam jurnal adalah

cara penilaian antropometri. Dikatakan stunting apabila saat diukur panjang

atau tinggi badan lebih dari minus dua standar deviasi median standar

pertumbuhan anak dari WHO.

Peneliti telah melakukan literature review dengan beberapa jurnal

didapatkan bahwa ada 4 jurnal yang mengalami kejadian stunting di bawah

50% yaitu dari Cynthia,dkk (2018), Sri Handayani, dkk(2019), Vera T. dkk

(2019), Al Ma’idatul Latifah, dkk (2020). dan ada 5 jurnal yang mengalami

kejadian stunting 50% ke atas yaitu Dewi Pusparani Sinambela, dkk (2019),

Nunik Hindrawati, dkk (2018), Erika Fitria Lestari, dkk (2020), Sr. Anita

Sampe, dd (2020), Farah Okky Aridiyah, dkk (2015). Balita yang mengalami

stunting rata-rata balita yang tidak diberikan ASI eksklusif Ini sesuai dengan

teori Menurut Unicef Framework faktor penyebab stunting pada balita salah

satunya yaitu asupan makanan yang tidak seimbang. Asupan makanan yang

tidak seimbang termasuk dalam pemberian ASI eksklusif yang tidak

diberikan selama 6 bulan (Wiyogowati, 2012 dalam Fitri, 2018). ASI (Air

Susu Ibu) adalah air susu yang dihasilkan oleh ibu dan mengandung zat gizi

yang diperlukan oleh bayi untuk kebutuhan dan perkembangan bayi. Bayi

hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, air

jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti

pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim, selama 6 bulan

(Mufdlilah, 2017).

Berdasarkan jurnal penelitian Dewi Pusparani Sinambela (2019)

menunjukkan bahwa dapat dilihat dari 47 responden yang tidak mengalami

stunting sebanyak 13 responden, sedangkan responden yang mengalami

61
62

stunting sebanyak 34 responden. Dari hasil wawancara dengan ibu balita di

diapatkan bahwa ibu dan keluarga tidak memahami tentang pentingnya

pemberian ASI Eksklusif masa pertumbuhan anaknya. Dan dari hasil

didapatkan 32 balita yang mengalami stunting itu adalah balita yang tidak

diberikan ASI Eksklusif oleh orang tuanya. Hal ini menunjukkan bahwa

masalah stunting di wilayah kerja Puskesmas Teluk Tiram Banjarmasin

masih tinggi. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stunting,

diantaranya adalah pemenuhan nutrisi yang kurang, faktor sosial ekonomi

ataupun pengetahuan keluarga tentang pentingnya asupan nutrisi yang cukup

pada anak. Jika masalah tersebut tidak teratasi dengan baik dan dibiarkan

berlarut-larut maka akan menyebabkan anak balita mengalami stunting

(pendek). Untuk itu perlu adanya peran serta baik dari tenaga kesehatan,

keluarga dan lingkungan sekitar untuk melakukan upaya pencegahan yaitu,

dengan meningkatkan pengetahuan keluarga tentang pentingnya pemenuhan

nutrisi dan zat gizi yang cukup pada anak, serta menjaga pola hidup bersih

dan sehat.

Menurut jurnal penelitian Erika Fitria Lestari, dkk (2020) Pemberian

ASI dan susu formula secara bersamaan justru dapat mengakibatkan bayi

lebih rentan terkena penyakit. Bayi yang tidak mendapatkan ASI dengan

cukup berarti cenderung memiliki asupan gizi yang kurang baik dan dapat

menyebabkan kekurangan gizi salah satunya dapat menyebabkan stunting.

Hal ini sesuai dengan Zomratun et al (2018) dimana salah satu

manfaat dari ASI Eksklusif ialah dapat mendukung pertumbuhan bayi

terutama tinggi badan karena kalsium ASI lebih efisien diserap dibanding

susu pengganti ASI. Pemberian ASI dan susu formula diberikan secara

62
63

bersamaan dapat mengakibatkan bayi lebih rawan terkena penyakit karena

susu formula tidak mengandung zat antibodi sebaik kandungan zat antibodi

pada ASI. Status gizi merupakan suatu manifestasi dari keadaan tubuh yang

mencerminkan hasil dari setiap makanan yang dikonsumsi. Pada penelitin ini

status gizi dengan indeks TB/U. Stunting menjadi salah satu indikator utama

dalam penilaian sumber daya manusia pada generasi mendatang

(Anugraheni, 2012). Faktor yang mempengaruhi stunting ialah jumlah

anggota keluarga, pemberian ASI eksklusif, berat badan lahir rendah, asupan

gizi, tinggi badan ibu, MP-ASI dan riwayat penyakit infeksi. Sebagian besar

balita tidak mendapatkan ASI eksklusif yaitu sebesar 37 balita (52,9%).

Menurut Budiastutik dan Rahfiludin (2019) bahwa pemberian ASI Eksklusif

berpengaruh terhadap kejadian stunting terutama pada anak yang diberikan

ASI.

Setelah melakukan literature review dari beberapa jurnal, kejadian

stunting ini dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor langsung dan tidak

langsung. Faktor langsung penyebab stunting adalah asupan gizi, riwayat

pemberian ASI eksklusif, penyakit infeksi dan genetik sedangkan faktor

tidak langsung kejadian stunting adalah pengetahuan ibu tentang gizi,

pendidikan ibu, dan pendapatan keluarga.

C. Keterbatasan Literatur Review

Dalam literature review ini ditemukan keterbatasan peneliti karena hanya

menggunakan beberapa jurnal yaitu sejumlah 10 jurnal yang digunakan dalam

menganalisis atau sebagai pembuktian kebenaran bahwa ada hubungan riwayat

pemberian ASI Eksludif dengan kejadian Stunting. Selain itu, tahun terbit dari

63
64

setiap jurnal berbeda-beda dan hanya menganalisis dari hasil karya orang lain

dari jurnal-jurnal yang sudah terlampir.

64
65

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan 10 jurnal dari Dewi Pusparani Sinambela, dkk (2019), Nunik

Hindrawati, dkk (2018), Cynthia, dkk (2018), Erika Fitria Lestari, dkk (2020), Sr.

Anita Sampe, dkk (2020), Al Ma’idatul Latifah, dkk (2020), Farah Okky

Aridiyah, dkk (2015), Vera T. Harikedua, dkk (2019), Siti Wahdah, dkk (2015),

Sri Handayani, dkk (2019). dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara

pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada balita.

B. Saran

1. Ibu Balita

Diharapkan kepada ibu balita rajin mengikuti posyandu, bisa juga

mencari informasi mengenai pemberian ASI eksklusif supaya dapat

memahami tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif pada balita yang baik

dan benar sehingga dapat menerapkannya, sebagai upaya perbaikan dalam

pemberian gizi maupun pencegahan stunting pada generasi berikutnya.

2. Bagi Bidan dan Kader Kesehatan

Diharapkan dapat memberikan informasi atau penyuluhan kepada ibu

balita terkait dengan pemberian ASI eksklusif yang baik dan benar pada balita

melalui posyandu atau kegiatan yang lain sebagai upaya pencegahan dan

penanggulangan stunting.

3. Bagi Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan

pengetahuan dan referensi bagi pembaca di perpustakaan khususnya tentang

stunting.

65
66

4. Bagi Penelitian Selanjutnya

Diharapkan dapat menambah wawasan yang dapat dijadikan sebagai

bahan masukan hal-hal apa saja yang telah diteliti sehingga dapat digunakan

sebagai acuan dan referensi bagi penelitian selanjutnya serta dapat

memperdalam penyebab terjadinya stunting pada balita selain dari riwayat

pemberian ASI eksklusif.

66
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S, Soetarjo, S, & Soekarti, M. (2011). Gizi Seimbang Dalam Daur


Kehidupan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Almatsier, S. (2011). Prinsip Dasar Ilmu Giz. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Aridiyah, F. O., Rohmawati, N., & Ririanty, M. (2015). Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kejadian Stunting pada Anak Balita di Wilayah Pedesaan dan
Perkotaan (The Factors Affecting Stunting on Toddlers in Rural and Urban
Areas). Pustaka Kesehatan, 3(1), 163-170.

Aries, M. H. (2012). Determinan Gizi Kurang Dan Stunting Anak Umur 0 – 36


Bulan Berdasarkan Data Program Keluarga Harapan (Pkh) 2007. Jurnal Gizi
dan Pangan, p. 20. doi: 10.25182/jgp.2012.7.1.20-27.
Astuti, I. (2013). Eksklusif Pada Ibu Menyusui Determinan Pemberian ASI. Jurnal
Health Qualit.
Chang SM. (2010). Early childhood stunting and later fine motor abilities.
Developmental Medicine and Child Neurology, 52 (9): 831-836.
Choiriyah, M, Hapsari, E. D, & Lismidiati, W. (2015). Tradisi dan Lingkungan
Sosial Memengaruhi Dukungan Menyusui pada Bayi Berat Badan Lahir
Rendah di Kota Malang. Kesmas: National Public Health Journal, doi:
10.21109/kesmas.v10i1.81.
Cynthia, C., Suryawan, I. W. B., & Widiasa, A. M. (2019). Hubungan ASI eksklusif
dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 12-59 bulan di RSUD Wangaya
Kota Denpasar. Jurnal Kedokteran Meditek, 25(1), 29-35.

Damayanti, R. A, Muniroh, L, & Farapti, F. (2017). Perbedaan Tingkat Kecukupan


Zat Gizi Dan Riwayat Pemberian Asi Eksklusif Pada Balita Stunting Dan
Non Stunting. Media Gizi Indonesia 11(1), p. 61., doi:
10.20473/mgi.v11i1.61-69.
Fatmawati, S, Rosidi, A, & Handarsari, E. (2016). ‘Perbedaan Pemberian Air Susu
Ibu Eksklusif dan Susu Formula Terhadap Kejadian Konstipasi Pada Bayi
Usia 6 12 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang.
Jurnal Gizi Universitas Muhammadiyah Semarang, 5(1), pp. 35–43.
Fikawati. (2015). Gizi Ibu dan Bayi. Jakarta: Rajawali Pers.
Fikawati, S, & Syafiq, A. (2011). Study on Policy and Implementation of Exclusive
and Early Initiation of Breastfeeding in Indonesia. Makara Journal of Health
Research, 14(1), pp. 17–24, doi: 10.7454/msk.v14i1.642.
Handayani, S., Kapota, W. N., & Oktavianto, E. (2019). Hubungan Status Asi
Eksklusif Dengan Kejadian Stunting Pada Batita Usia 24-36 Bulan Di Desa
Watugajah Kabupaten GunungkiduL. Medika Respati: Jurnal Ilmiah
Kesehatan, 14(4), 287-300.
Harikedua, V. T., Tomastola, Y., Ranti, I. N., & Kamboa, A. (2019). Riwayat
Pemberian Asi Ekslusif, Mp-Asi Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia
24-60 Bulan Di Puskesmas Sangkub Kabupaten Bolaang Mongondow
Utara. Jurnal GIZIDO, 11(2), 96-104
Haryono R, & Setianingsih, S. (2014). Manfaat Asi Eksklusif Untuk Buah Hati Anda.
Yogyakarta: Gosyen Publising.
Hindrawati, N., & Rusdiarti, R. (2018). Gambaran Riwayat Pemberian ASI Eksklusif
dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 6-24 Bulan di Desa Arjasa
Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember. Jurnal Kebidanan Akademi Kebidanan
Jember, 2(1), 1-7.

Heuberger, R, Eeden-Moorefield, BV, & Wong, H. (2013). NoPerceived versus


Sectional, Actual Health and Nutritional Status: Result from a Cross
Research, Survey of Rural Older Adults. Journal Gerontology and Geriatric.
Hoddinott, J. (2013). The economic rationale for investing in stunting reduction.
Maternal and Child Nutrition, 9(S2), pp. 69–82, doi: 10.1111/mcn.12080.
Indonesia, M. C. (2013). Stunting dan Masa Depan Indonesia. Millennium Challenge
Account - Indonesia, 2010, pp. 2–5, www.mca-indonesia.go.id.
KEMENKES. (2012). PP No. 33 Th. 2012 Tentang ASI Eksklusif. pp. 2–3.
Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan Indonesia. (2010). Keputusan Menteri Kesehatan Indonesia
nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian
Status Gizi Anak. jakarta: kementerian Kesehatan Indonesia.
Kusumawardhani, I. (2016). Poltekkes Kemenkes Yogyakarta. 4(2), pp. 2–3,
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/239/.
Lamid, A. (2015). Masalah Kependekan (Stunting) pada Anak Balita. Bogor: IPB
Pers.
Latifah, A. M. I., Purwanti, L. E., & Sukamto, F. I. (2020). Hubungan Pemberian Asi
Eksklusif Dengan Kejadian Stunting Pada Balita 1-5 Tahun. Health Sciences
Journal, 4(1), 142.

Marimbi, H. (2010). Tumbuh Kembang, Status Gizi dan Imunisasi Dasar Pada
Balita. Yogyakarta: Nuha Medika.
Maryunani A. (2012). Inisiasi Menyusui Dini, ASI eksklusif dan Manajemen Laktasi.
Jakarta: Trans info media.
Maschinen, B. (2019). No Covariance structure analysis on health-related indexes in
the elderly at home with a focus on subjective health.
Mustika, W, & Syamsul, D. . (2018). Analisis Permasalahan Status Gizi Kurang
Pada Baliata di Puskesmas Teupah Selatan Kabupaten Simeuleu. Jurnal
Kesehatan Global.
Nadhiroh, Siti Rahayu, & Ni’mah, K. (2010). Faktor yang berhubungan dengan
kejadian stunting. Media Gizi Indonesia,
https://e-journal.unair.ac.id/MGI/article/download/3117/2264.
Nasional, K. P., & UNICEF. (2017). Laporan Baseline SDG tentang Anak-Anak di
Indonesia. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
dan United Nations Children’s Fund, pp. 1–105,
https://www.unicef.org/indonesia/id/SDG_Baseline_report.pdf.
Oktaviana, H. (2016). Hubungan pengetahuan gizi dan perilaku higiene sanitasi
terhadap kejadian stunted pada balita usia 7-24 bulan di desa hargorejo kulon
progo naskah publikas. Fakultas Ilmu Kesehatan universitas Muhammadiyah
Surakarta, p. 3.
Oliver, J. (2013). No Title No Title. Journal of Chemical Information and Modeling,
53(9), pp. 1689–169, doi: 10.1017/CBO9781107415324.004.
Prendergast, A. J, & Humphrey, J. H. (2014). The stunting syndrome in developing
countries. Paediatrics and International Child Health, 34(4), pp. 250–265,
doi: 10.1179/2046905514Y.0000000158.
Proverawati, A, & Wati, E. (2011). Ilmu Gizi Keperawatan dan Gizi Kesehatan.
Yogyakarta: Yuha Medika.
Rahayu, S, & Apriningrum, N. (2014). Faktor - Faktor Yang Berhubungan
Pemberian Asi Ekslusif Pada Karyawat. Jurnal Ilmiah Solusi, 1(1), pp. 55–
63.
RI, P. D. (2018). Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia. Buletin Jendela Data
dan Informasi Kesehatan, 53(9), pp. 1689–1699, doi:
10.1017/CBO9781107415324.004.
Roesli, U. (2010). Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: in Trubus Agriwidya.
Satriawan, E. (2018). Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting 2018-2024
(National Strategy for Accelerating Stunting Prevention 2018-2024). Tim
Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Sekretariat
Wakil Presiden Republik Indonesia (November), pp. 1–32,
http://tnp2k.go.id/filemanager/files/Rakornis 2018/Sesi
1_01_RakorStuntingTNP2K_Stranas_22Nov2018.pdf.
Sinambela, D. P., Darsono, P. V., & Hidayah, N. (2019). Pengaruh Riwayat
Pemberian Asi Eksklusif Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Di Wilayah
Kerja PUSKESMAS Teluk Tiram Banjarmasin. Dinamika Kesehatan: Jurnal
Kebidanan Dan Keperawatan, 10(1), 102-111.
SJMJ, S. A. S., Toban, R. C., & Madi, M. A. (2020). Hubungan Pemberian ASI
Eksklusif Dengan Kejadian Stunting Pada Balita. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Sandi Husada, 11(1), 448-455.
Sholihah, I. (2010). Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian asidalam
satu jam pertama setelah lahir di kabupaten garut provinsi jawa barat. Media
Litbang Kesehatan, XX, pp. 79–90,
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/view/786/874.
Sleman, D. (2018). Profil Kesehatan Kabupaten Sleman Tahun 2018.
Solihin, P. (2005). Ilmu gizi klinis pada anak. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Supariasa, I Dewa Nyoman, Bakri, B., & Fajar, I. (2012). Penilaian Status Gizi.
Jakarta: Edited by EGC.
Ulul Azmy, & Luki Mundiastuti. (2018). Konsumsi Zat Gizi pada Balita Stunting
dan Non-Stunting di Kabupaten Bangkalan. Amerta Nutrition, 2(3), pp. 292–
298, doi: 10.20473/amnt.v2.i3.2018.292-298.
Veneziano, R. (2017). Innovative Approaches to Quality Assurance in Health Care
No Title. Bulletin of Roszdravnadzor, 6, pp. 5-9.
Wiji, R. N. (2013). ASI dan Pedoman Ibu Menyusui. Yogyakarta: Edited by Nuha
Medika.
LAMPIRAN
Lampiran 1
TIME SCHEDULE PENYUSUNAN PROPOSAL DAN SKRIPSI
HUBUNGAN RIWAYAT PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN STUNTING DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
GODEAN I DI KABUATEN SLEMAN
Kegiatan November Desember Januari Februari Maret Apri Mei Juni Juli 2020
2019 2019 2020 2020 2020 2020 2020 2020
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengajuan judul
Studi
pendahuluan
Penyusunan
BAB I, II, III
Seminar
Proposal
Revisi Proposal
Ethical
Clearance
Pelaksanaan
penelitian
Penyusunan
BAB IV, V
Ujian skripsi
Revisi skripsi
Penyerahan
Skripsi
Lampiran 2
KARTU BIMBINGAN TUGAS AKHIR

Nama Mahasiswa : Nurul Alfisyahrin Nur


NIM : 1910104018
Pembimbing : Enny Fitriahadi, S. Si. T. M.Kes
Judul : Hubungan Riwayat Pemberian Asi Eksklusif Dengan
Kejadian Stunting

Konsultasi Tanggal Materi bimbingan dan arahan Tanda tangan


ke pembimbing
23
1 november ACC judul Proposal ACC
2019
27
2 November Acc Lanjut Stupend ACC
2019
22 Januari
3 Konsul Bab I, II, II OK
2020

23 Januari
4 Acc Ujian Proposal ACC
2020

5 12 Juli 2020 Konsultasi literatur review BAB 1-V OK

6 18 Juli 2020 Konsultasi literatur review BAB 1-V OK

7 21 Juli 2020 Konsultasi literatur review BAB 1-V OK

06 Agustus
8 Konsultasi literatur review BAB 1-V OK
2020

13 Agustus
9 Konsultasi literatur review BAB 1-V OK
2020

13 Agustus Konsultasi Tata Tulis Literatur


10 OK
2020 Review

13 Agustus
11 ACC Ujian Skripsi ACC
2020
Lampiran 3
Jurnal
Jurnal Medika Respati Vol. 14 No 4 Oktober 2019 ISSN : 1907 – 3887 (Print), ISSN : 2685-1156 (Online)

HUBUNGAN STATUS ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN


STUNTING PADA BATITA USIA 24-36 BULAN DI DESA
WATUGAJAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

The relationship of exclusive asi status with the stunting events in ages 24-36 months in the
watugajah village, gunungkidul district

Sri Handayani1, Wiwin Noviana Kapota2*, Eka Oktavianto2

1
STIKes Yogyakarta, 2STIKes Surya Global Yogyakarta
*Email: wiwinnovianakapota@gmail.com

Abstrak
Latar Belakang: Pada masa balita, masalah stunting dapat menjadi masalah yang fatal jika tidak
diatasi dengan baik. Dampak yang dapat ditimbulkan dari masalah stunting yaitu gangguan
metabolisme, menurunnya kekebalan tubuh, menurunnya kemampuan kognitif, gangguan
pertumbuhan fisik, serta kualitas kerja yang tidak kompetitif. Status ASI eksklusif menjadi salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi prevalensi stunting karena nutrisi yang terkandung dalam ASI
merupakan salah satu faktor penting yang menentukan masa tumbuh kembang anak. Tujuan :
Penelitian ini tujuannya untuk mengetahui hubungan status ASI eksklusif dengan kejadian stunting
pada batita usia 24-36 bulan di Desa Watugajah Kabupaten Gunungkidul. Metode : jenis penelitian
ini merupakan penelitian deskriptif korelasioanal yang bersifat kuantitatif dengan pendekatan cross
sectional. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah 44
responden. Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner dan microtoise/pita meteran. Hasil :
Analisis bivariat menggunakan uji chi square. Riwayat pemberian ASI eksklusif pada penelitian ini
mencapai 56,8% atau 25 anak, dan mayoritas anak pada penelitian ini cenderung tidak mengalami
stunting. Anak yang mendapatkan ASI eksklusif cenderung tidak mengalami stunting sejumlah 23
anak (52,3%). Hasil uji chi square didapatkan nilai p = 0,000 (nilai p<0,05) dan nilai r = 0,609.
Kesimpulan : ada hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada batita usia 24-
36 bulan di Desa Watugajah, Kabupaten Gunungkidul.

Kata Kunci: Anak 24-36 bulan, ASI eksklusif, stunting.

Abstract
Background: In infancy, the problem of stunting can be a serious problem if it’s not treated properly. Impacts
that can be caused by stunting problems are metabolic disorders, decreased immunity, decreased cognitive
abilities, impaired physical growth, and uncompetitive quality of work. Exclusive breastfeeding is one of the
factors that can influence the prevalence of stunting because the nutrients contained in breast milk are one of
the important factors that determine the period of development of children. Objective: This study aims to
determine the relationship of exclusive breastfeeding with the incidence of stunting in toddlers aged 24-36
months in Watugajah Village, Gunungkidul Regency. Methods: This type of research is a descriptive
correlational study that is quantitative with a cross sectional approach. Sampling using a purposive sampling
technique with a total of 44 respondents. This research instrument uses a questionnaire and microtoise/tape
measure. . Results: Bivariate analysis using the chi square test. The history of exclusive breastfeeding in this
study reached 56.8% or 25 children, and the majority of children in this study tended not to experience stunting.
Children who get exclusive breastfeeding tend to experience stunting of 23 children (52.3%). The results of the
chi square test obtained a value of p = 0,000 (p value <0.05) and r value = 0.609. Conclusion: The conclusion
is that there is a relationship between exclusive breastfeeding and the incidence of stunting in toddlers aged
24-36 months in Watugajah Village, Gunungkidul Regency.

Keywords: Children 24-36 month, exclusive breastfeeding, stunted.

287
Dinamika Kesehatan Jurnal Kebidanan dan Keperawatan Vol 10 No. 1 Juli 2019 (ISSN: 2086-3454 EISSN: 2549-4058)
url: http://ojs.dinamikakesehatan.unism.ac.id DOI : https://doi.org/10.33859/dksm.v10i1
Pengaruh riwayat pemberian asi eksklusif dengan kejadian stunting pada balita di
wilayah kerja PUSKESMAS teluk tiram Banjarmasin

Pengaruh Riwayat Pemberian Asi Eksklusif Dengan Kejadian Stunting Pada Balita
Di Wilayah Kerja PUSKESMAS Teluk Tiram
Banjarmasin

Dewi Pusparani Sinambela1, Putri Vidiasari D1 Nurul Hidayah 3


1,2,3
Universitas Sari Mulia
jl. Pramuka no.02 Banjarmasin, Kalimantan Selatan, INdonesia
*
Korespendensi Penulis. Telepon 082162533444, E-mail: dewipslove@gmail.com.

DOI: https://doi.org/10.33859/dksm.v10i1.435

ABSTRAK

Latar Belakang: Kejadian stunting dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah pemberian ASI
yang kurang dari 6 bulan dapat meningkatkan risiko kejadian stunting. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota
Banjarmasin penderita stunting pada tahun 2017 yaitu 12,60%, tertinggi adalah di wilayah kerja puskesmas
Teluk Tiram Banjarmasin yaitu 1,43 %.
Tujuan: menganalisis hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada balita di Puskesmas
Teluk Tiram Kota Banjarmasin.
Metode: Jenis penelitian ini menggunakan penelitian survei analitik. Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah wawancara langsung dengan orang tua balita menggunakan checklist. Data hasil
penelitian dianalisis bivariat menggunakan uji chi square untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara
variabel bebas yaitu pemberian ASI eksklusif dengan variabel terkait yaitu kejadian stunting. dengan tingkat
kemaknaan p < 0,05.
Hasil: Hasil penelitian diketahui Balita yang tidak ASI Eksklusif tidak mengalami Stunting yaitu 8 balita dan
tidak ASI Eksklusif mengalami Stunting yaitu 58 balita. Balita yang ASI Eksklusif tidak mengalami stunting
yaitu 20 balita dan balita yang di beri ASI Eksklusif yang mengalami stunting ada 2 balita menggunakan uji
chi square menunjukkan nilai p= 0,00 yang berarti ASI eksklusif merupakan salah satu faktor terjadinya
stunting pada balita.
Simpulan: Terdapat pengaruh yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada
balita

Kata Kunci: ASI Eksklusif, Balita, Stunting

102
Nunik Hindrawati : Gambaran Riwayat Pemberian Asi Eksklusif Dengan Kejadian Stunting Pada Anak
Usia 6-24 Bulan Di Desa Arjasa Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember

Gambaran Riwayat Pemberian Asi Eksklusif Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 6-24
Bulan Di Desa Arjasa Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember

Nunik Hindrawati1, Rusdiarti1


1. Akademi Kebidanan Jember

Abstrak
Stunting didefinisikan sebagai indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) kurang dari minus dua standar
deviasi (-2 SD) atau dibawah rata-rata standar yang ada. Stunting yang terjadi pada balita disebabkan
oleh beberapa faktor, diantaranya akibat gangguan pertumbuhan dalam kandungan, kurang asupan gizi
mikro, intake energi yang kurang dan infeksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran
riwayat pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada balita usia 6 – 24 bulan di wilayah kerja
Puskesmas Arjasa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan desain cross
sectional. Populasi adalah anak stunting usia 6-24 bulan. Sampel pada penelitian ini sebanyak 32 anak
stunting usia 6-24 bulan yang diperoleh dengan tehnik purposive sampling. Hasil penelitian
menunjukkan sebagian besar responden berada dalam kategori sangat pendek (78,12%), sebagian besar
tidak mendapatkan ASI eksklusif (78, 13%), berdasarkan pekerjaan sebanyak 78,1% orangtua responden
bekerja sebagai buruh, sebagian besar ibu responden berusia < 20 tahun dengan pendidikan sebagian
besar adalah SMP (68,75%), asupan energi defisit (54,15%), asupan Zn sedang (84,15%), asupan Fe
defisit (51,06%). Dari temuan penelitian ini dapat disarankan untuk mendorong ibu menyusui secara
eksklusif, menerapkan pengetahuan menyusui yang sudah baik dalam membentuk sikap dan tindakan
yang baik untuk mencegah terjadinya stunting.

Kata kunci : ASI Eksklusif; stunting

Exceptional History of Exclusive Gifting With Stunting Event In Children Age 6-24 Month In
Arjasa Village Arjasa District Jember District

Abstract
Stunting is defined as a height index by age (TB / U) of less than minus two standard deviations (-2 SD)
or below the existing standard average. Stunting that occurs in infants is caused by several factors,
including due to growth disorders in the womb, lack of micronutrient intake, less energy intake and
infection. This study aims to determine the description of history of exclusive breastfeeding with the
incidence of stunting in children aged 6-24 months in the work area Puskesmas Arjasa. The method used
in this research is descriptive with cross sectional design. The population is children aged 6-24 months.
Samples in this study as many as 32 children stunting age 6-24 months are obtained with purposive
sampling. The results showed that most of the respondents were in very short category (78.12%), most
did not get exclusive breast feeding (78, 13%), based on employment as much as 78.1% of parents
respondents work as laborers, 20 years old with education mostly are junior high school (68,75%),
energy deficit intake (54,15%), moderate intake of Zn (84,15%), deficit of Fe (51,06%). From the
findings of this study it may be advisable to encourage exclusive breastfeeding mothers, applying good
breastfeeding knowledge in shaping good attitudes and actions to prevent stunting.

Keywords : Exclusive breastfeeding;stunting

JKAKJ, Volume 2 No. 1, Maret 2018 1


Artikel Penelitian

p-ISSN : 0854-2988
http://ejournal.ukrida.ac.id/ojs/index.php/Meditek/index

Hubungan Riwayat ASI Eksklusif dengan Kejadian Stunting pada


Anak Usia 12-59 Bulan di RSUD Wangaya Kota Denpasar

Cynthia1, I Wayan Bikin Suryawan2 , A.A Made Widiasa2


1
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Krida Wacana
2
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya Kota Denpasar

Abstrak
Stunting masih menjadi masalah kesehatan dan Indonesia. Stunting terjadi akibat kekurangan gizi
kronis sehingga tinggi badan atau panjang badan anak tidak mencapai sesuai usianya dengan skor z < -
2 deviasi standar menurut standar Badan Kesehatan Dunia (WHO). Gangguan pertumbuhan sering
terjadi mulai dari masa kehamilan hingga usia anak mencapai dua tahun. Pemenuhan nutrisi selama
1000 hari pertama kehidupan sangatlah penting untuk masa depan. Salah satu faktor yang menyebabkan
stunting adalah kurangnya asupan gizi yang baik, termasuk bila bayi baru lahir tidak mendapat Air Susu
Ibu (ASI) eksklusif. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara riwayat pemberian ASI
eksklusif dengan kejadian stunting. Penelitian ini adalah penelitian studi observasional analitik dengan
metode potong lintang menggunakan data sekunder dari rekam medis. Sampel pada penelitian ini
adalah anak berusia 12-59 bulan yang dirawat di Ruang Kaswari RSUD Wangaya. Sebanyak 64 sampel
didapatkan dari Januari hingga April 2018 dengan metode sampling konsekutif. Hasil penelitian
menunjukan bahwa 25 anak (39,1%) mengalami stunting. Riwayat pemberian ASI ekslusif terdapat
pada 27 anak (42,2%). Hasil analisis menunjukkan nilai p sebesar 0,604 dengan rasio prevalensi 1,265.
Secara statistik tidak terdapat hubungan signifikan antara ASI eksklusif dan stunting pada anak usia 12-
59 bulan di RSUD Wangaya Kota Denpasar.
Kata Kunci: ASI eksklusif, stunting, 1000 hari pertama kehidupan

The Association Between Exclusive Breastfeeding and Stunting


in Children Age 12-59 Months at Wangaya Hospital Denpasar
Abstract
Stunting is still a public health problem and Indonesia. . Children are categorized as stunted if their
height or length for age is two standard deviations below the World Health Organization (WHO) Child
Growth Standard. Growth faltering is often begins from pregnancy until the child is two years old. The
fulfillment of nutrition in the first 1000 day of childhood is very crucial. One of the risk factors of
stunting is insufficient nutrient intake, such as lack of exclusive breastfeeding after birth. The aim of
research is to investigate the correlation between exclusive breastfeeding and stuntingin. The research
is an analytical observational study with a cross-sectional design using secondary data from the
medical record. Samples were children age 12-59 months who were admitted to Wangaya Hospital
Denpasar. Sixty four medical records from January 2018 until April 2018 were obtained using
consecutive sampling. The results showed 25 children (39.1%) with stunting and 39 children (60.9%)
were not stunted. There were 27 children (42.2%) with history of exclusive breastfeeding whereas 37
children (57.8%) who did not receive exclusive breastfeeding. A p value of 0.604 was obtained with a
prevalence ratio of 1,265, which indicate that there is no significant relationship between exclusive
breastfeeding and stunting in children aged 12-59 months at Wangaya Hospital, Denpasar City.
Keywords: exclusive breastfeeding, stunting, the first 1000 days

29
Cynthia C, Bikin Suryawan IW, Widiasa A. Hubungan ASI eksklusif dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 12 -59 bulan di RSUD Wangaya Kota Denpasar. JKdoktMeditek
[Internet]. 2019; 25(1):29-5. Available from: http://ejournal.ukrida.ac.id/ojs/index.php/Meditek/article/view/1733
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 10 No 2, Hal 129 - 136, April 2020 p-ISSN 2089-0834
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal e-ISSN 2549-8134

ASI EKSKLUSIF BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN STUNTING


PADA BALITA
Erika Fitria Lestari, Luluk Khusnul Dwihestie*
Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas „Aisyiyah Yogyakarta, Jln Ringroad Barat No.63, Mlangi Nogotirto,
Gamping, Sleman, Yogyakarta, Indonesia 55592
*lulu.khusnul64@yahoo.com

ABSTRAK
Stunting merupakan permasalahan gizi secara global terutama pada negara berkembang. Kejadian
stunting di Yogyakarta khususnya kabupaten Sleman masih tergolong tinggi. Hal ini dikarenakan
masyarakat menganggap stunting adalah hal wajar, hanya sekedar kondisi tinggi badan anak yang
kurang dari rata-rata normal. Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya stunting ialah pemberian
ASI Eksklusif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pemberian ASI Eksklusif dengan
kejadian stunting pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Moyudan Sleman. Penelitian ini merupakan
penelitian kuantitatif korelasi dengan metode case-control dengan populasi seluruh balita yang berada
di Desa Sumberarum dan Sumbersari. Pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan
jumlah 70 balita. Pengumpulan data kejadian stunting didapatkan dari hasil rekapan Puskesmas
Moyudan sedangkan data pemberian ASI Eksklusif menggunakan kuesioner. Analisa data
menggunakan uji chi-square. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan
pemberian ASI Ekslusif dengan kejadian stunting dibuktikan dengan hasil uji chi Square, dengan p-
value<α yaitu 0,000 dan nilai koefisien korelasi sebesar 0,429.

Kata kunci : ASI eksklusif, balita, stunting

EXCLUSIVE BREASTFEEDING ASSOCIATED WITH STUNTING INCIDENCES IN


CHILDREN

ABSTRACT
Stunting is a global nutritional problem, especially in developing countries. The stunting incidences in
Yogyakarta especially Sleman Regency is still relatively high. This is because the community considers
stunting to be natural, only the condition of the child's height is less than the normal average. One of
the factors that causes stunting is the exclusive breastfeeding. This study aims to determine the
relationship of exclusive breastfeeding with the incidence of stunting in children under five in the
Moyudan Public Health Center in Sleman. This study is a quantitative correlation study with a case-
control method with a population of all childrens in the villages of Sumberarum and Sumbersari.
Sampling using purposive sampling with a total of 70 childrens. Data collection of stunting events
obtained from the results of the Rewhen Moyudan Public Health Center and exclusive BREAST- feeding
data using questionnaires. Data analysis uses chi-square test. Based on the results of the study showed
that the relationship between exclusive breastfeeding and the incidence of stunting was evidenced by the
results of the Chi Square Square test, with a p-value <α of 0,000 and a correlation coefficient of 0.429.

Keywords: exclusive breastfeeding, children, stunting

PENDAHULUAN kematian pada ibu hamil dan balita (Krisnasari,


Indonesia sebagai negara berkembang masih 2010).
mempunyai berbagai permasalahan yang perlu
perhatian dan perbaikan, salah satunya Permasalahan gizi pada balita yang hingga saat
permasalahan gizi masyarakat. Masalah gizi di ini masih cukup besar dan belum terselesaikan
Indonesia dan negara berkembang lainnya yaitu stunting. Stunting tidak hanya menjadi
masih didominasi oleh masalah malnutrisi. permasalahan gizi balita secara nasional,
Malnutrisi merupakan masalah yang melainkan sudah menjadi permasalahan global.
membutuhkan perhatian, karena merupakan Stunting merupakan masalah kurang gizi kronis
faktor resiko penting terjadinya kesakitan dan yang disebabkan oleh asupan gizi yang

1
448

Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada


hhttps://akper-sandikarsa.e-journal.id/JIKSH
Vol 11, No, 1, Juni 2020, pp;448-455
p-ISSN: 2354-6093 dan e-ISSN: 2654-4563
DOI: 10.35816/jiskh.v10i2.314
ARTIKEL PENELITIAN
Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian Stunting
Pada Balita
Relationship between Exclusive Breastfeeding and Stunting in Toddlers

Sr. Anita Sampe, SJMJ1, Rindani Claurita Toban2, Monica Anung Madi3
123Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Stella Maris Makssar

Artikel Info
Received; 13 Mei 2020 Abstrak
Revised: 14 Mei 2020 Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh
Accepted; 28 Mei 2020 asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat
pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.
Salah satu penyebab stunting pada balita yaitu pemberian ASI
eksklusif yang tidak diberikan selama 6 bulan karena ASI sangat
dibutuhkan dalam masa pertumbuhan bayi agar kebutuhan
gizinya tercukupi. Tujuan Penelitian ini adalah mengetahui
hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada
balita. Rancangan penelitian ini menggunakan pendekatan case
control study pada 144 responden yang terdiri dari 72 responden
kasus dan 72 responden kontrol, responden merupakan orang tua
dari balita yang didiagnosis stunting dan non-stunting.
Pengambilan sampel menggunakan teknik cluster random
sampling. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner dan alat
ukur mekanik. Hasil penelitian menggunakan uji chi-square dan
dilanjutkan menggunakan uji odds ratio. Didapatkan hasil uji chi-
square p = 0.000 (0.000 < 0.05), hal ini menunjukkan ada hubungan
pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada balita.
Sedangkan pada uji odds ratio didapatkan nilai OR = 61 yang
artinya balita yang tidak diberikan ASI eksklusif berpeluang 61 kali
lipat mengalami stunting dibandingkan balita yang diberi ASI
eksklusif. ASI eksklusif dapat mengurai risiko terjadinya stunting.

Abstract
Stunting is a chronic malnutrition problem caused by nutrient
intake that is not in accordance with nutritional needs. One of the
causes of stunting in children is exclusive breastfeeding is not given
during six months because breast milk is needed during in baby’s
growth period so that the nutritional needs are fulfilled. The
purpose of this study was to determine the correlation of exclusive
breastfeeding with the incidence of stunting in children. The design
of this study was case control study approach on 144 respondents
consisting of 72 case respondents and 72 control respondents,
respondents were parents of children who were
diagnosed with stunting and non-stunting. Sampling of this study
using cluster random sampling approach. Instruments is

Sr. Anita Sampe, SJMJ, etal, 2020, Relationship between Exclusive Breastfeeding and Stunting in
Toddlers, jiksh Vol.11 No. 1 Juni 2020
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
HEALTH SCIENCES JOURNAL
http://studentjournal.umpo.ac.id/index.php/HSJ

HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN STUNTING


PADA BALITA 1-5 TAHUN

Al Ma’idatul Latifah*, Lina Ema Purwanti, Fillia Icha Sukamto

Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Ponorogo


E-mail Korespondensi : allatifahalma@gmail.com

Sejarah Artikel

Diterima : Februari 2020 Disetujui : Maret 2020 Dipublikasikan: April 2020

Abstract

The exclusive exposure to infants 0-6 months in the right way is very important to prevent malnutrition, or worse in the long term
without proper treatment can cause Stunting . Stunting leads to a less level of intelligence, prone to illness, in the future lowering
the level of productivity, can broadly impede economic growth and increase poverty. The purpose of this research is to know the
exclusive delivery relationship with the Stunting event in toddlers 1-5 years in the village of Wagir. The design of this research
uses corelative with a cross sectional approach. The sampling technique used is Purposive Sampling. The population in research
was 92 respondents, samples were determined by the formula Slovin obtained as many as 48 respondents. The pick-up instrument
uses a questionnaire and measuring the height and weight of the toddler, using microtoice and weight scales. The statistical test
used was Chi Square Test. Of the 48 respondents obtained the results, as many as 42 respondents gave breast milk exclusively, 41
respondents (97.6%) Not Stunting , 1 of them (2.4%) Stunting . A total of 6 respondents gave no exclusive breast milk, 5 res pondents
(83.3%) have Stunting and 1 respondent (16.7%) Children are not Stunting . The results of the analysis obtained the result of P
Value 0.000 < 0.05 which means that H0 rejected which means there is an exclusive breast-feeding relationship with the Stunting
event in infants 1-5 years, with a value of 0.629 which means there is a strong relationship between exclusive BREAST-feeding
with Stunting events. From this research, it can be concluded that Stunting is influenced by factors such as exclusive breast feeding,
mother's education, mother's work, and family income.
Keywords: Exclusive Breast Milk, Stunting , Toddler 1-5 Years

Abstrak

Pemberia ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan dengan cara yang benar sangat penting untuk mencegah terjadinya gizi buruk, atau lebih
parah lagi dalam jangka panjang tanpa penanganan yang tepat dapat menyebabkan stunting . Stunting menyebabkan tingkat
kecerdasan yang kurang, rentan terhadap penyakit, dimasa depan menurunkan tingkat produktivitas, secara luas dapat menghambat
pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kemiskinan. Tujuan Penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan pemberian ASI
eksklusif dengan kejadian stunting pada balita 1-5 tahun di Posyandu Bangunsari Desa Wagir Kidul wilayah kerja Puskesmas Pulung.
Desain penelitian ini menggunakan corelatif dengan pendekatan cross sectional. Teknik sampling yang digunakan adalah Purposiv e
Sampling. Populasi penelitian sebanyak 92 responden, sampel ditentukan dengan rumus Slovin didapatkan hasil sebanyak 48
responden. Instrumen pengambilan data menggunakan kuesioner dan pengukuran tinggi badan dan berat badan balita, menggunakan
microtoice dan timbangan berat badan. Uji statistik yang digunakan adalah Chi Square Test.Dari 48 responden didapatkan hasil,
sebanyak 42 responden memberikan ASI secara eksklusif, 41 responden (97.6%) tidak mengalami Stunting , 1 diantaranya (2,4%)
mengalami Stunting . Sebanyak 6 responden tidak memberikan ASI secara eksklusif, 5 responden (83,3%) diantaranya mengalami
Stunting dan 1 responden (16,7%) balita tidak mengalami Stunting . Hasil analisis didapatkan hasil p Value 0,000 <0,05 yang berarti
H0 ditolak yang artinya ada hubungan pemberian Asi eksklusif dengan kejadian Stunting pada balita 1-5 tahun. Dari Penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa kejadian Stunting dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pemberian ASI eksklusif, pendidikan Ibu,
pekerjaan Ibu, dan penghasilan keluarga

Kata Kunci: ASI Eksklusi, Stunting , Balita 1-5 Tahun

How to Cite: Al Ma’idatul Latifah, Lina Ema Purwanti, Fillia Icha Sukamto (2020). Hubungan Pemberian Asi Eksklusif Dengan
Kejadian Stunting Pada Balita 1-5 Tahun. Penerbitan Artikel llmiah Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Ponorogo, Vol 4
(No 1)
© 2020 Universitas Muhammadiyah Ponorogo. All rights reserved
ISSN 2598-1188 (Print)
ISSN 2598-1196 (Online)
Aridiyah et al, Faktor yang Mempengaruhi Stunting pada Balita di Pedesaan dan Perkotaan.....

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Stunting pada Anak


Balita di Wilayah Pedesaan dan Perkotaan
(The Factors Affecting Stunting on Toddlers in Rural and
Urban Areas)
Farah Okky Aridiyah1, Ninna Rohmawati1, Mury Ririanty2
1
Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat
2
Bagian Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Jember Jln. Kalimantan 37 Kampus Tegal Boto,
68121
e-mail : farahokky28@gmail.com

Abstract
In 2013, the prevalence of stunting in rural areas of Jember is 67% and 27,27% for urban areas.
Stunting if problem above 20% that is a public health problem. The purpose of this study was to
analyze the factors that influence the genesis of stunting in toddlers between rural and urban
areas. This type of this study is an observasional analytic with cross-sectional approached and
conducted in Patrang health center and Mangli health center for urban whereas Kalisat health
centers for rural with sample fifty respondents each. Analysis of data consisting of chi-square
test, mann whitney test and logistic regression with α=0,05. Result of analysis showed that
affecting factors of stunting occurrence in toddlers who are in the rural and urban areas were the
mother's education, family income, mother's knowledge of nutrition, exclusive breastfeeding,
complementary feeding age provision, zinc and iron adequacy level, infection disease history and
genetic factors. However, another factors such as mother's work, family numbers, immunization
status, energy adequacy level and BBLR status didn't affect the occurrence of stunting. Protein
and calcium adequacy level in rural areas showed a significant relation while in urban areas
showed no relation. The most factor affecting stunting on toddlers in rural and urban areas was
zinc adequacy level.

Keyword: Stunting, Toddlers, Rural, Urban

Abstrak
Pada tahun 2013 prevalensi stunting di Kabupaten Jember tertinggi di daerah pedesaan
yaitu 67% dan wilayah perkotaan tertinggi sebesar 27,27%. Apabila masalah stunting di
atas 20% maka merupakan masalah kesehatan masyarakat. Tujuan penelitian ini untuk
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian stunting pada anak balita di
wilayah pedesaan dan perkotaan. Jenis penelitian ini adalah analitik observasional
dengan desain cross-sectional dan dilakukan di Puskesmas Patrang dan Puskesmas
Mangli untuk perkotaan dan Puskesmas Kalisat untuk pedesaan dengan jumlah sampel
sebanyak 50 responden. Analisis data menggunakan analisis chi-square, mann whitney
dan regresi logistik dengan α=0,05. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor yang
mempengaruhi terjadinya stunting pada anak balita yang berada di wilayah pedesaan
dan perkotaan adalah pendidikan ibu, pendapatan keluarga, pengetahuan ibu
mengenai gizi, pemberian ASI eksklusif, umur pemberian MP-ASI, tingkat kecukupan
zink dan zat besi, riwayat penyakit infeksi serta faktor genetik. Namun, untuk status
pekerjaan ibu, jumlah anggota keluarga, status imunisasi, tingkat kecukupan energi,
dan status BBLR tidak mempengaruhi terjadinya stunting. Tingkat kecukupan protein
dan kalsium di wilayah pedesaan menunjukkan hubungan yang signifikan sedangkan
di wilayah perkotaan tidak menunjukkan adanya hubungan. Faktor yang paling
e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. 3 (no. 1) Januari 2015 163
GIZIDO Volume 11 No.2 November 2019 Riwayat Pemberian Rivolta dkk

RIWAYAT PEMBERIAN ASI EKSLUSIF, MP-ASI DENGAN


KEJADIAN STUNTING PADA ANAK USIA 24-60 BULAN
DI PUSKESMAS SANGKUB KABUPATEN
BOLAANG MONGONDOW UTARA
Vera T. Harikedua1, Yohanis A. Tomastola2, Irza N. Ranti dan Aklianto
Kamboa3)
Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Manado
email korespondensi: veraharikedua65@gmail.com

ABSTRACT

Stunting is a condition of failure to thrive in children under five (babies under


five years old) as a result of chronic malnutrition so that the child is too short
compared to his age. MP-ASI (Complementary Food for Mother's Milk) is food or
drink that contains nutrients, given to children aged 6-24 months to meet nutritional
needs other than breast milk. The purpose of this study was to determine the
history of exclusive breastfeeding and MP-ASI with stunting in the working area of
Sangkub Health Center.This type of research is Observational using a cross
sectional design.. Data collection was obtained from the results of measurements
of children's height using microtoise and interviews using questionnaires. Data
analysis using statistical software with Chi Square test type with a significant value
(α) = 0.05. The results of the study with statistical tests show a sample with a short
category that is 78% and a very short category of 22%, a sample that gets
Exclusive ASI is 29.3% and who does not get Exclusive ASI 70.7%, a sample that
gets MP-ASI> 6 months namely 29.3% and those receiving MP-ASI <6 months is
70.7%. A history of exclusive breastfeeding with a Stunting event with a p value =
0.039 and a history of MP-ASI with a Stunting event with a p value = 0.039. There
is a relationship between the history of exclusive breastfeeding and MP-ASI with
the occurrence of stunting in the working area of the Sangkub Community Health
Center, North Bolaang Mongondow District.

Keywords: Exclusive breastfeeding, MP-ASI, Stunting

PENDAHULUAN
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah
lima tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek
dibanding usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan

96
FAKTOR RISIKO PENYEBAB terjadinya stunting adalah pola asuh gizi. Perlu
adanya peningkatan penyuluhan mengenai gizi
TERJADINYA STUNTING PADA
kepada ibu balita oleh petugas kesehatan sehingga
BALITA UMUR 12-59 BULAN DI meningkatnya kesadaran ibu untuk memperbaiki
KELURAHAN KAMPUNG BARU status gizi anak yang menyangkut tentang bagaimana
KEC. LUBUK BEGALUNG TAHUN memberikan pola asuh yang baik, dapat mendeteksi
2015 lebih dini kejadian stunting pada balitanya.
Kata kunci : Stunting, pemberian ASI, pola asuh,
tingkat pendidikan, riwayat penyakit infeksi,
Risk Factors pemanfaatan pelayanan kesehatan
Cause the
Stunting of Age Abstract
12-59 Months in The prevalence of stunting in toddlers in Indonesia is
Kampung Baru still high, especially at the age 12 to 59 months.The
Kec. Lubuk aim of this research is to know the risk factor causes
Begalung in 2015 stunting to the toddlers who have the age 12 to 59
months in Kelurahan Kampung Baru Sub district of
Lubuk Begalung Padang. The type of this research is
Erni Maywita observational with draft of case-control study. The
dependent variable is the incidence of stunting in
Dosen Tetap Fakultas toddlers at the age 12 to 59 months. The sampling of
Kesehatan Masyarakat – case-control study is paired by ratio 1:1 with the
Universitas number of samples 29:29. Univariate statistical test is
Baiturrahmah, Padang using the distribution of frequency and also bivariate
Email : is using chi-square and multivariate. The result of this
ernimaywita10@gmail.c study is the toddlers who are not exclusively for
om getting ASI as much as 32% suffer from stunting. The
toddlers who get poor parenting are 66.7% suffer
Abstrak from stunting, the toddlers who have families’
Prevalensi stunting pada balita di Indonesia masih income are less well as much as 42.1% suffer from
tinggi terutama pada usia 12-59 bulan. Tujuan stunting, low mothers’ education level are 37.5%
penelitian untuk mengetahui faktor risiko causes their toddlers suffer from stunting, the toddlers
penyebab terjadinya stunting pada balita yang who have quantity of families more than 5 person are
berumur 12-59 bulan di Kelurahan Kampung Baru 52.4% suffer from stunting, the toddlers who have a
Kecamatan Lubuk Begalung PadangJenis history of infectious diseases are 62.9% suffer from
penelitian observasional dengan rancangan case- stunting, the toddlers who suffer from ISPA in the last
control study. Penentuan sampel Studi kasus six months are 66.7% suffer from stunting, the
kontrol berpasangan dengan rasio 1:1 dengan toddlers who do not utilize Posyandu service are
jumlah sampel 29:29. Uji statistik univariat 60.9% suffer from stunting. There was a significant
menggunakan distribusi frekuensi, bivariat association of giving ASI (OR = 0,269), nutrition
menggunakan chi-square dan multivariat. Hasil parenting (OR = 3.63%), a history of infectious
penelitian Balita yang tidak diberikan ASI secara diseases (OR 3.868) from stunting occurrence. There
Ekslusif 32.0 % menderita stunting. Balita yang is no significant relationship between families’
mendapatkan pola asuh yang kurang baik 66.7% income, mothers’ education level, quantity of
menderita stunting. Balita yang pendapatan families, Posyandu service utilization with the event
keluarganya yang kurang baik 42.1% menderita of stunting. The dominant factor cause of stunting is
stunting. Tingkat pendidikan ibu yang rendah parenting nutrition.It is important to increase
37.5% balitanya menderita stunting. Balita yang education about nutrition to mothers by health
memiliki jumlah keluarga yang lebih dari lima workers so that awareness of mothers to improve the
orang 52,4% menderita stunting. Balita yang nutritional of toddlers is concerned about how to
memiliki riwayat penyakit infeksi 62.9 % provide good parenting that can detect early
menderita stunting. Balita yang pernah menderita occurrence of stunting in toddlers.
ISPA saja dalam 6 bulan terkhir 66.7 Keywords: Stunting, giving breastfeeding,
% menderita stunting. Balita yang tidak parenting, level of education, a history of infectious
memanfaatkan pelayanan posyandu 60.9 % diseases, utilization of health service.
menderita stunting. Ada hubungan yang bermakna
antara pemberian ASI (OR = 0,269), pola asuh gizi
(OR = 3.63), riwayat penyakit infeksi (OR 3.868)
dengan Kejadian Stunting. Tidak ada hubungan
yang bermakna antara pendapatan keluarga,
tingkat pendidikan ibu, jumlah keluarga,
pemanfaatan pelayanan posyandu dengan
Kejadian Stunting. Faktor dominan penyebab

Anda mungkin juga menyukai