Anda di halaman 1dari 97

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA

REMAJA PUTRI: LITERATURE REVIEW

SKRIPSI

Disusun oleh :
Dinda Ayu Fadillah
1711401015

PROGRAM STUDI GIZI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2021
HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA
REMAJA PUTRI: LITERATURE REVIEW

SKRIPSI

Diajukan Untuk Menyusun Skripsi Program Studi Gizi


Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta

Disusun oleh :
Dinda Ayu Fadillah
1711401015

PROGRAM STUDI GIZI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2021

i
HALAMAN PERSETUJUAN

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA


REMAJA PUTRI: LITERATURE REVIEW

SKRIPSI

Disusun oleh:
DINDA AYU FADILLAH
1711401015

Telah Memenuhi Persyaratan dan disetujui Untuk Mengikuti Ujian Skripsi Program
Studi Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
Oleh:

Pembimbing : Agung Nugroho, AMG., MPH


Tanggal : 18 Juni 2021

Tanda tangan :

ii
iii
HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA
REMAJA PUTRI

Dinda Ayu Fadillah. Agung Nugroho


Fakultas Ilmu Kesehatan Program Studi Gizi Program Sarjana Universitas
‘Aisyiyah Yogyakarta, Jalan Siliwangi, Yogyakarta, Indonesia.
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta,
Jalan Siliwangi, Yogyakarta, Indonesia.
dindaayufadillah169@gmail.com, agungnugroho@unisayogya.ac.id

ABSTRAK

Latar belakang: Anemia pada remaja putri merupakan masalah gizi yang diperhatikan oleh
tenaga kesehatan. Pola makan, tingkah laku, aktivitas fisik serta pembatasan jenis makanan
dengan cara berdiet dilakukan oleh para remaja putri supaya mereka terlihat menarik. Lebih
dari setengah remaja tidak sering sarapan, sebagian besar remaja tidak mengkonsumsi serat
baik yaitu berasal dari buah-buahan maupun sayur-sayuran, serta lebih cenderung
mengkonsumsi masakan yang berpenyedap. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan pola makan dengan kejadian anemia pada remaja putri. Metode:
Metode penelitian yang digunakan yaitu lietature review dengan framework PICOST
(Population, Intervention, Comparation, Output, Study, Time). Mengidentifikasi artikel
menggunakan database (PubMed dan google scholar), seleksi artikel menggunakan Critical
Appraisal untuk desain study Cross Sectional, kemudian memasukkan kedalam PRISMA
flowchart, data hasil ulasan narasi, menyusun, meringkas, dan melaporkan hasil. Hasil: Dari
230 artikel yang teridentifikasi, didapatkan 10 artikel yang sesuai dengan kriteria inklusi dan
eksklusi. Dari 10 artikel tersebut 7 artikel di antaranya menyatakan bahwa terdapat hubungan
antara pola makan dengan kejadian anemia pada remaja putri, sedangkan 3 artikel lainnya
menyatakan tidak terdapat hubungan pola makan dengan kejadian anemia pada remaja putri.
Artikel yang menunjukan terdapat hubungan antara pola makan dengan kejadian anemia
pada remaja putri disebabkan oleh remaja putri sering melakukan pantangan makan,
membatasi atau mengurangi frekuensi makan untuk mencegah kegemukan serta kurangnya
mengkonsumsi makanan yang kaya zat heme, sayuran hijau, buah-buahan dan tablet Fe.
Sedangkan yang tidak terdapat hubungan antara pola makan dengan kejadian anemia pada
remaja putri dikarenakan walaupun pola makan remaja putri tidak baik namun jika jumlah
asupan protein dan zat besinya masih memenuhi untuk kebutuhan pembentukan Hb, maka
remaja putri tidak mangalami anemia. Kesimpulan: Terdapat hasil yang variatif dimana
metode pengumpulan dan pengukuran data mempengaruhi hasil antara terdapat dan tidak
terdapatnya hubungan pola makan dengan kejadian anemia pada remaja putri.
Kata Kunci: Remaja putri, pola makan, anemia.

iv
THE CORRELATION BETWEEN DIET AND THE INCIDENCE OF
ANEMIA IN FEMALE ADOLESCENT

Dinda Ayu Fadillah. Agung Nugroho


Fakultas Ilmu Kesehatan Program Studi Gizi Program Sarjana Universitas
‘Aisyiyah Yogyakarta, Jalan Siliwangi, Yogyakarta, Indonesia.
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta,
Jalan Siliwangi, Yogyakarta, Indonesia.
dindaayufadillah169@gmail.com, agungnugroho@unisayogya.ac.id

ABSTRACT

Background: Anemia in adolescent girls is a nutritional problem that becomes a


consideration to health workers. Diet, behavior, physical activity and restrictions on
the type of food in doing diet are carried out by young women because they want to
look attractive. More than half of teenagers often do not have breakfast. Most of
them do not consume fiber either from fruits or vegetables. They also prefer to
consume spicy food. Objective: This study aims to determine the correlation
between diet and the incidence of anemia in adolescent girls. Methods: This research
employed a literature review with the PICOST framework (Population, Intervention,
Comparation, Output, Study, Time). The researcher identified the articles using
databases (PubMed and Google Scholar). The selection of the articles used Critical
Appraisal for Cross Sectional study design. After that, the data were included into
PRISMA flowcharts the result data from narrative reviews. The last one, the
researcher compiling, summarizing, and reporting the results. Results: From 230
articles identified, 10 articles met the inclusion and exclusion criteria. 7 out of 10
articles stated that there was a correlation between diet and the incidence of anemia
in adolescent girls, while the other 3 articles stated that there was no correlation
between diet and the incidence of anemia in adolescent girls. In the article which
showed a correlation between diet and the incidence of anemia in adolescent girls, it
was due to the fact that adolescent girls often do dietary restrictions, limit or reduce
the frequency of eating to prevent obesity, lack of consuming foods which were rich
in heme, green vegetables, fruits and Fe tablets. However, in the articles which stated
there was no correlation between diet and the incidence of anemia in adolescent girls,
it was stated that even though the diet was not good, if the amount of protein and
iron intake still met the needs of Hb formation, then the adolescent girls did not
experience anemia. Conclusion: There are varied results where the method of data
collection and measurement affects the results between the presence and absence of a
correlation between diet and the incidence of anemia in adolescent girls.
Keywords: Female Adolescents, Diet, Anemia.

v
KATA PENGANTAR

Assalamua’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena


Rahmat dan Karunian-NYA penulis dapat menyelesaikan penyusunan proposal
penelitian dengan judul “Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Anemia Pada
Remaja Putri”. Sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi
Muhammad SAW berserta keluarga, sahabat-sahabatnya dan para pengikut beliau
yang telah ikhlas memeluk agama Allah SWT dan mempertahankannya sampai akhir
hayat.

Proposal penelitian ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi
mahasiswa program studi SI Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta dalam tugas akhir. Penulis banyak mengucapkan terimakasih kepada
berbagai pihak yang senantiasa memberikan motivasi dan bimbinganya hingga
proposal penelitian ini selesai. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada :

1. Ibu Warsiti, S.Kep., M.Kep., Sp.Mat selaku Rektor Universitas ‘Aisyiyah


Yogyakarta.
2. Bapak Moh. Ali Imron, S.Sos., M.Fis selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.
3. Bapak Agung Nugroho, AMG., MPH selaku Ketua Program Studi S1 Gizi
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta dan selaku pembimbing yang selalu sabar dan
ikhlas dalam memberikan bimbingan serta dalam memberikan masukan untuk
menyelesaikan skripsi ini.
4. Silvi Lailatul Mahfida, S.Gz., MPH selaku penguji yang telah meluangkan
waktunya untuk memberikan masukan, arahan dan motivasi dalam penyusunan
skripsi ini.
5. Segenap dosen pengajar yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan selama
diperkuliahan.
6. Kedua orang tua tercinta, yang telah mendidik, mendo’akan, dan memberikan
dukungan moral maupun material kepada penulis dengan sepenuh hati.
7. Semua sahabat yang saya cintai yang telah memberikan doa dan dukungan.

vi
8. Semua teman-teman gizi khusunya angkatan 2017 yang telah memberikan
dukungan dan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini.

Wassalamu’alikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

Yogyakarta, 18 Juni 2021

Penulis

vii
DAFTAR ISI
HALAMAN DALAM...................................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN.....................................................................................ii
ABSTRAK...................................................................................................................iv
ABSTRACT................................................................Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR.................................................................................................vi
DAFTAR ISI.............................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................................xii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Perumusan Masalah..........................................................................................3
C. Tujuan Penelitian..............................................................................................3
D. Manfaat Penelitian............................................................................................3
E. Ruang Lingkup Penelitian.................................................................................4
F. Keaslian Penelitian............................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................7


A. Tinjauan Teori..................................................................................................7
B. Kerangka Teori...............................................................................................22
C. Kerangka Konsep Penelitian...........................................................................23
E. Tinjauan Dalam Islam.....................................................................................24

BAB III METODE PENELITIAN.............................................................................26


A. Rancangan Penelitian.....................................................................................26
B. Jalannya Penelitian.........................................................................................26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................................30


A. Hasil Penelitian...............................................................................................30
B. Pembahasan…..........................................................................................................53
C. Keterbatasan Penelitian…...............................................................................62

BAB V SIMPULAN DAN SARAN...........................................................................63


A. Simpulan.........................................................................................................63
B. Saran...............................................................................................................63

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................65
LAMPIRAN...............................................................................................................68

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Keaslian Penelitian...............................................................................5

Tabel 2. 1 Klasifikasi Anemia menurut Kelompok Umur...................................13

Tabel 2. 2 Angka Kecukupan Zat Besi pada remaja putri...................................16

Tabel 3. 1 Format PICOST..................................................................................26

Tabel 3. 2 Format kriteria inklusi dan eksklusi...................................................27


Tabel 3. 3 Critical Appraisal untuk desain study Cross Sectional......................30
Tabel 3.4 Matrik Sintesis.....................................................................................34
Tabel 3.5 hasil pengamatan studi cross sectional................................................61

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Ilustrasi heme, hemoglobin dan sel darah merah...........................11


Gambar 2. 2 Dampak Anemia.............................................................................14
Gambar 2. 3 Kerangka Teori...............................................................................22
Gambar 2. 4 Kerangka Konsep...........................................................................23
Gambar 3.1 Prisma Flowchart............................................................................29

x
DAFTAR SINGKATAN

WHO : World Health Organization


BKKBN : Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
Permenkes : Peraturan Menteri Kesehatan
DIY : Daerah Istimewa Yogyakarta
WUS : Wanita Usia Subur
Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar
TTD : Tablet Tambah Darah
Hb : Hemoglobin
BBLR : Berat Badan Lahir Rendah
AKI : Angka Kematian Ibu
IDA : Iron Deficiency Anemia

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Time Schedule...........................................................................................69


Lampiran II Kartu Bimbingan.....................................................................................70

Lampiran III Critical Appraisal untuk desain Study Cross Sectional...............73


Lampiran IV Biodata Peneliti............................................................................83

xii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut WHO 2018, Pada umur 10– 19 tahun setiap orang mengalami
perkembangan mulai dari munculnya tanda-tanda seksual sekunder sampai
tercapainya kematangan seksual, masa ini disebut dengan masa remaja (WHO,
2018). Sedangkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI no 25 tahun 2014,
mengakatakan masa remaja merupakan penduduk dalam rentang usia 10- 18
tahun (Permenkes RI, 2014). Kemudian menurut Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional tentang usia remaja adalah 10-24 tahun dan
belum menikah (BKKBN, 2016)
Data WHO 2015 menunjukkan lebih dari 30% penduduk dunia
mengalami anemia. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh WHO,
menyatakan bahwa prevalensi anemia pada remaja putri sebesar 29%.
Prevalensi anemia pada remaja putri usia 10-18 tahun mencapai 41,5% di
negara berkembang. Indonesia ialah salah satu negara berkembang dengan
prevalensi anemia pada remaja putri di Indonesia sebesar 37% lebih tinggi dari
prevalensi anemia di dunia (WHO, 2015). Data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas, 2018) menunjukkan persentase anemia pada Wanita Usia Subur di
Indonesia alami kenaikan dibanding data Riskesdas 2013 menjadi 48,9%.
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2017, prevalensi
anemia di antara anak usia 5-12 tahun di Indonesia yaitu 26%, pada wanita usia
13-18 tahun yaitu 23%. Prevalensi anemia pada laki-laki usia 13-18 tahun lebih
rendah dibandingkan wanita yaitu 17%. (WHO, 2018). Sejalan dengan Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2016, melaporkan prevalensi anemia
pada remaja putri usia 15-20 tahun yaitu 57,1%. (SKRT, dalam Ersila & Prafitri,
2017).
Anemia pada remaja putri merupakan masalah gizi yang diperhatikan
oleh tenaga kesehatan. Pola makan, tingkah laku, aktivitas fisik serta
pembatasan jenis makanan dengan cara berdiet dilakukan oleh para remaja putri
supaya mereka terlihat menarik (Adriani & Wirjatmadi, 2012). Lebih dari

1
setengah remaja tidak

1
2

sering sarapan, sebagian besar remaja tidak mengkonsumsi serat baik yaitu
berasal dari buah-buahan maupun sayur-sayuran, serta lebih cenderung
mengkonsumsi masakan yang berpenyedap. Apabila cara konsumsi ini
berlangsung terus menerus dan menjadi kebiasaan makan tetap para remaja,
maka akan menambah risiko terjadi penyakit tidak menular termasuk anemia
(Kemenkes RI, 2019). Pola makan remaja yang tergambar dari data Global
School Health Survey (2015), antara lain: tidak selalu sarapan (65,2%), sebagian
besar remaja kurang mengkonsumsi serat sayur buah (93,6%) dan sering
mengkonsumsi makanan berpenyedap (75,7%). Remaja juga kurang melakukan
aktifitas fisik (42,5%). (Kemenkes RI, 2019).
Penyebab anemia secara umum dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya yaitu usia, pendidikan, pengetahuan, konsumsi zat besi, status
ekonomi, status gizi dan pola makan (Hidayah, 2016). Dampak jangka pendek
anemia pada remaja diantaranya menurunnya imunitas, konsentrasi, prestasi
belajar, kebugaran tubuh dan produktifitas. Dampak jangka panjang anemia
pada remaja putri antara lain meningkatnya AKI, melahirkan bayi yang
prematur dan bayi BBLR karena status gizi remaja putri atau pranikah memiliki
peran yang besar terhadap kesehatan dan keselamatan baik pada saat kehamilan
maupun kelahiran ketika remaja putri menjadi ibu (Kemenkes, 2018).
Penanggulangan anemia remaja putri dilakukan melalui pemberian tablet
tambah darah (TTD). Pemberian tablet tambah darah (TTD) telah dilakukan
oleh Dinas Kesehatan dan Puskesmas berupa 4 tablet yang dikonsumsi selama 1
bulan, setiap 1 tablet dikonsumsi selama 1 minggu (Kemenkes, 2018).
Dalam survey yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan DIY, pada tahun
2018 dengan sasaran 1500 remaja putri di 5 Kabupaten dan Kota, menunjukkan
bahwa sebanyak 19,3% remaja putri mengalami anemia (Hb dibawah 12 g/dl).
Prevalensi anemia gizi besi pada remaja putri dalam penelitian Apriliani dan
Arisjuliyanto tahun 2018 di DIY usia 12-19 tahun yaitu 36,0%. Masa remaja
adalah waktu yang tepat untuk melakukan intervensi dalam mengatasi anemia.
Upaya Dinas Kesehatan DIY dalam memberantas anemia pada remaja yaitu
melaksanakan kegiatan pemberian tablet tambah darah (TTD) bagi semua
remaja putri. Cakupan Remaja putri yang telah mendapatkan tablet tambah
darah (TTD) di Kabupaten/Kota yang ada di DIY pada tahun 2018 yaitu Kota
Yogyakarta
3

63,68%, Kabupaten Sleman 28,08%, Kabupaten Kulon Progo 86,28%,


Kabupaten Gunung Kidul 36,88%, serta Kabupaten Bantul sebesar 75,97%
(Dinas Kesehatan DIY, 2018).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Satyagraha et al., 2020)
bahwa tidak ada hubungan pola makan dengan kejadian anemia pada remaja
putri di SMPN 18 Banjarmasin. Penelitian (Zubir, 2018) menunjukkan hasil
terdapat hubungan antara pola makan dengan kejadian anemia pada remaja
putri. Penelitian (Antono & Setyarini, 2020), menyebutkan terdapat hubungan
pola makan pada remaja dengan kejadian anemia pada remaja putri. Namun
hasil penelitian (Suryani et al., 2017), bahwa tidak ada hubungan antara pola
makan dengan kejadian anemia pada remaja putri di Kota Bengkulu.
Berdasarkan uraian di atas, tingginya prevalensi anemia pada remaja putri
dapat disebabkan oleh pola makan yang tidak benar. Berdasarkan penelitian
sebelumnya terdapat hasil penelitian yang saling kontradiktif antara hubungan
pola makan dengan kejadian anemia pada remaja putri. Dilihat dari hasil-hasil
penelitian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
hubungan pola makan dengan kejadian anemia pada remaja putri.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas yang akan menjadi rumusan masalah
dalam literature ini yaitu “Apakah ada hubungan pola makan dengan kejadian
anemia pada remaja putri?”.
C. Tujuan Penelitian
Mengetahui hubungan pola makan dengan kejadian anemia pada remaja putri.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Jurusan Gizi
Sebagai bahan pustaka dalam rangka menambah informasi tentang ilmu
kesehatan bagi masyarakat khususnya mengenai anemia pada remaja putri.
2. Bagi Remaja Putri
Memberikan informasi kepada remaja khususnya remaja putri tentang pola
makan untuk mencegah anemia.
3. Bagi Masyarakat
Dapat membantu untuk memperluas pengetahuan serta wawasan tentang kajian
ilmiah dari hubungan pola makan dengan kejadian anemia pada remaja putri.
4

4. Bagi Peneliti
Sebagai sarana pembelajaran sekaligus mengaplikasikan ilmu yang sudah di
dapat selama perkuliahan dan semoga penelitian ini bermanfaat bagi peneliti
selajutnya.
E. Ruang Lingkup Penelitian
1. Lingkup Materi
Materi yang diteliti dalam penelitian ini yaitu mengenai pola makan
dengan kejadian anemia. Lingkup penelitian ini adalah anemia defisiensi zat
besi. Pola makan remaja dapat mempengaruhi kesehatan pada masa
kehidupan berikutnya (setelah dewasa dan berusia lanjut). Remaja putri
membutuhkan lebih banyak zat besi karena remaja putri setiap bulannya
mengalami menstruasi yang berdampak kurangnya asupan zat besi dalam
darah sebagai pemicu anemia.
2. Lingkup Responden
Responden dalam penelitian ini adalah remaja putri, pola makan dan
kejadian anemia.
3. Lingkup Waktu
Artikel yang dipublikasikan dari 1 Januari 2010 - 30 Desember 2020
4. Lingkup Tempat
Database yang digunakan yaitu PubMed dan Google Scholar
5

F. Keaslian Penelitian
Tabel 1. 1 Keaslian Penelitian
No Nama Peneliti Judul Jenis dan Hasil Penelitian Perbedaan
dan Tahun Penelitian metode dengan
Penelitian Penelitian
Saat ini
1 Krishna Hubungan pola Observasiona Tidak ada Lingkupnya
Satyagraha makan dengan l analitik, hubungan pola pada remaja
Kusuma Putera, kejadian Cross makan dengan putri usia 10-
Meitria anemia di SMP Sectional kejadian anemia 19 tahun
Syahadatina Negeri 18 pada remaja putri
Noor, Farida Banjarmasin di SMPN 18
Heriyani, 2019/2020 Banjarmasin.
(2020).
2 Zubir, (2018). Hubungan pola Observasiona Terdapat Lingkupnya
makan dengan l analitik, hubungan antara pada remaja
kejadian Cross pola makan putri usia 10-
anemia pada Sectional dengan anemia 19 tahun
remaja putri pada remaja putri.
SMK
Kesehatan
AsSyifa
School Banda
Aceh
3 Sumy Dwi Pola makan Kuantitatif, Terdapat Lingkupnya
Antono, Arika pada remaja Cross hubungan pola pada remaja
Indah Setyarini, berhubungan Sectional makan pada putri usia 10-
Mashlachatul dengan remaja dengan 19 tahun
Mar’a`h, (2020) kejadian kejadian anemia
anemia pada pada remaja putri
siswi kelas VII
4 Desri Suryani, Analisis pola Kuantitatif, Tidak terdapat Lingkupnya
Riska Hafiani, makan dan Cross hubungan antara pada remaja
Rinsesti Junita, anemia gizi Sectional pola makan putri usia 10-
(2017) besi pada dengan kejadian 19 tahun
remaja putri anemia
kota bengkulu
5 Divia Ayu Hubungan Literatur Terdapat Lingkupnya
Sartika, Lilis konsumsi e Review hubungan pada pola
Majidah, Sri makanan cepat konsumsi makan
saji dengan makanan cepat
6

Lestari, (2019) anemia saji dengan


defisiensi zat anemia defisiensi
besi pada zat besi pada
remaja usia 10- remaja usia 10-19
19 tahun tahun.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Pola Makan
a. Definisi
Pola makan merupakan kesesuaian jumlah, jenis makanan dan frekuensi
yang dikonsumsi setiap hari atau setiap kali makan oleh responden yang
terdiri dari jenis makanan pokok, lauk pauk (lauk hewani dan nabati) serta
sayur dan buah (Khairiyah, 2016). Pola makan yang baik beriringan
dengan keadaan gizi yang baik, apabila konsumsi makannya baik maka
akan memunculkan status gizi yang baik pula selama tidak ada faktor-
faktor lain yang menyertainya seperti penyakit infeksi (Nuzrina, 2016).
Pola makan merupakan cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atau
sekelompok orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan dalam
konsumsi pangan setiap hari yang meliputi frekuensi makan, porsi makan,
dan jenis makan yang berdasarkan faktor-faktor sosial, budaya dimana
mereka hidup (Diatsa, 2016).
Pola makan yang baik dan didukung konsumsi protein hewani serta
sayuran hijau setiap hari dapat mencegah terjadinya anemia. Pola makan
yang tidak baik, kebiasaan makan yang buruk dan ketidaksukaan yang
berlebihan pada makanan tertentu menyebabkan status gizi menjadi
kurang bahkan kurus (Adriani & Wirjatmadi, 2012). Pemerintah Indonesia
telah membuat Pedoman Gizi Seimbang (PGS). Pedoman tersebut
bertujuan untuk menyediakan pedoman makan dan perilaku sehat bagi
seluruh lapisan masyarakat berdasarkan prinsip konsumsi aneka ragam
pangan, perilaku hidup bersih, dan mempertahankan berat badan normal.
Harapannya masyarakat dapat patuh terhadap pedoman tersebut sehingga
angka anemia turun khususnya pada remaja putri (Permenkes RI, 2014).
Dalam buku Pengantar Gizi Masyarakat yang dikutip oleh Merryana
Adriani, perkembangan dari seorang anak menjadi dewasa yaitu melalui
fase remaja. Pada fase ini fisik seseorang semakin berkembang, demikian
pula aspek sosial maupun psikologisnya. Perubahan ini membuat seorang

7
8

remaja mengalami banyak ragam gaya hidup, perilaku, tidak terkecuali


pengalaman dalam menentukan makanan yang akan dikonsumsi. Hal
inilah yang akan berpengaruh pada keadaan gizi seorang remaja. Ada 2
faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan yaitu:

1. Faktor Ekstrinsik yang merupakan faktor yang berasal dari luar diri
manusia yang terdiri dari lingkungan alam, lingkungan ekonomi,
lingkungan sosial , lingkungan budaya dan agama.

2. Faktor Intrinsik, merupakan faktor yang berasal dari dalam diri


manusia yang terdiri dari asosiasi emosional, keadaan jasmani dan
kejiwaan yang sedang sakit, penilaian lebih terhadap mutu makanan
dan pengetahuan gizi.

b. Macam-macam Pola makan


Pola makan remaja yang perlu di cermati yaitu tentang frekuensi makan,
jenis makan dan porsi makan (Diatsa et al., 2016). Pola makan terdiri dari:
1) Frekuensi Makan
Frekuensi makan merupakan seringnya seseorang melakukan kegiatan
makan dalam sehari baik makanan utama atau makan selingan.
Frekuensi makan di katakan baik bila frekuensi makan setiap harinya 3
kali makan utama atau 2 kali makan utama dengan 1 kali makan
selingan. Pada umumnya setiap orang melakukan 3 kali makan utama
yaitu makan pagi, makan siang, makan malam.
2) Jenis Makanan
Jenis makan yang dikonsumsi remaja dapat dikelompokkan menjadi 2
yaitu makanan utama dan makanan selingan. Makanan utama
merupakan makanan yang dikonsumsi seseorang berupa makan pagi,
makan siang, dan makan malam yang terdiri dari makanan pokok, lauk
pauk, sayur, buah dan minuman.
3) Porsi Makan
Jumlah atau porsi merupakan suatu ukuran maupun takaran makanan
yang dikonsumsi pada tiap kali makan. Jumlah (porsi) standar bagi
remaja antara lain: makanan pokok berupa nasi, roti tawar, dan mie
instant. Jumlah atau porsi makanan pokok antara lain: nasi 100 gram
dan
9

ukuran kecil 60 gram. Lauk pauk mempunyai dua golongan lauk nabati
dan lauk hewani, jumlah atau porsi makan antara lain: daging 50 gram,
telur 50 gram, tempe 50 gram (dua potong) tahu 100 gram (dua
potong). Sayur merupakan bahan makanan yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan, jumlah atau porsi sayuran dari berbagai jenis masakan
sayuran antara lain: sayur 100 gram. Buah merupakan suatu hidangan
yang disajikan setelah makanan utama berfungsi sebagai pencuci
mulut. Jumlah porsi buah ukuran 100 gram, ukuran potongan 75 gram
(Diatsa et al., 2016)
c. Perilaku Makan Sehat Pada Remaja
Anjuran untuk menciptakan pola kebiasaan pangan yang baik bagi
remaja adalah sebagai berikut :
1) Mendorong remaja untuk menikmati makanan, mencoba makanan yang
baru, mengkonsumsi beberapa makanan di pagi hari, makan bersama
keluarga serta menyeleksi makanan yang bergizi seimbang.
2) Menggariskan tujuan untuk setidaknya sekali dalam sehari membuat
waktu makan menjadi menyenangkan untuk berbagi pengalaman di
antara anggota keluarga.
3) Mengetahui jadwal kegiatan remaja sehingga waktu makan tidak
terbentur dengan kegiatan aggota keluarga yang lain.
4) Menyiapkan data dasar tentang pangan dan gizi seimbang sehingga
remaja dapat memutuskan jenis makanan yang akan dikonsumsi
berdasarakan informasi. (Diatsa et al., 2016).
2. Anemia
a. Definisi Anemia
Anemia didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin (Hb) yang rendah
dalam darah (WHO, 2015). National Institute of Health (NIH) Amerika,
2011 menyatakan bahwa anemia terjadi ketika tubuh tidak memiliki jumlah
sel darah merah yang cukup (Fikawati et al., 2017). Anemia merupakan
kondisi berkurangnya sel darah merah atau yang biasa disebut dengan
eritrosit dalam sirkulasi darah atau hemoglobin sehingga tidak mampu
memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen ke seluruh jaringan
(Astutik, 2018). Anemia merupakan suatu kondisi tubuh dimana jumlah dan
ukuran sel darah merah atau kadar hemoglobin (Hb) lebih rendah dari
normal, yang akan
10

mengakibatkan terganggunya distribusi oksigen oleh darah keseluruh tubuh.


(Kemenkes, 2018).
Hemoglobin (Hb) merupakan salah satu komponen dalam sel darah
merah/eritrosit yang berfungsi untuk mengikat oksigen dan
menghantarkannya ke seluruh sel jaringan tubuh. Oksigen diperlukan oleh
jaringan tubuh untuk melakukan fungsinya. Kekurangan oksigen dalam
jaringan otak dan otot akan menyebabkan gejala antara lain: kurangnya
konsentrasi dan kurang bugar dalam melakukan aktivitas. Hemoglobin (Hb)
dibentuk dari gabungan protein dan zat besi dan membentuk sel darah
merah/eritrosit. Anemia merupakan suatu gejala yang harus dicari
penyebabnya dan penanggulangannya dilakukan sesuai dengan
penyebabnya (Kemenkes, 2018).

b. Anemia Defisiensi Besi


Anemia gizi atau nutritional anaemia dapat disebabkan oleh rendahnya
asupan gizi tertentu untuk memenuhi kebutuhan sintesis hemoglobin dan
eritrosit terutama pada kelompok demografi dengan peningkatan kebutuhan
gizi. Kekurangan zat besi adalah penyebab paling umum anemia gizi, tetapi
kekurangan vitamin A, B2 (riboflavin), B6 (pyridoxine), B12 (cobalamin),
C, D dan E, folat, dan tembaga juga dapat menyebabkan anemia non gizi
besi, karena peran spesifik mereka dalam produksi hemoglobin atau eritrosit
(WHO, 2017).

Zat besi merupakan komponen esensial dalam molekul hemoglobin


(protein pembawa oksigen dalam sel darah merah). Masing-masing molekul
hemoglobin terdiri atas protein (globin) yang berikatan dengan empat
molekul heme, sebagaimana secara sederhana diilustrasikan dalam Gambar
2.1. Pengukuran konsentrasi hemoglobin dalam darah sering digunakan
untuk menapis adanya anemia defisiensi besi dalam populasi tertentu.
11

Gambar 2. 1 Ilustrasi heme, hemoglobin dan sel darah merah (Miller, 2018).
Terdapat beberapa kelompok populasi yang paling rentan terhadap anemia
gizi besi. Kelompok tersebut di antaranya adalah anak-anak di bawah
usia 5 tahun, terutama bayi dan anak-anak di bawah usia 2 tahun, remaja,
wanita usia reproduksi (15–49 tahun), dan wanita hamil serta lansia. Berikut
adalah empat mekanisme dasar mengapa dapat terjadi kekurangan besi di
dalam tubuh: 1) rendahnya asupan besi dari makanan, 2) meningkatnya
kebutuhan besi akibat perubahan fisiologis dalam tubuh, 3) rendahnya
absorbsi atau penyerapan besi di saluran cerna, dan 4) meningkatnya
kehilangan zat besi (Etim, 2014).

c. Patofisiologi Anemia
Zat besi diperlukan untuk hemopoesis (pembentukan darah) dan juga
diperlukan oleh berbagai enzim sebagai faktor penggiat. Zat besi yang
terdapat dalam enzim juga diperlukan untuk mengangkut elektro (sitokrom),
untuk mengaktifkan oksigen (oksidase dan oksigenase). Tanda-tanda dari
anemia gizi dimulai dengan menipisnya simpanan zat besi (feritin) dan
bertambahnya absorbsi zat besi yang digambarkan dengan meningkatnya
kapasitas pengikatan besi. Pada tahap yang lebih lanjut berupa habisnya
simpanan zat besi, berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya jumlah
protoporpirin yang diubah menjadi heme, dan akan diikuti dengan
menurunnya kadar feritin serum. Akhirnya terjadi anemia dengan cirinya
yang khas yaitu rendahnya kadar Hb (Gutrie, dalam Fitriany & Saputri,
2018).

Bila sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan


mengakibatkan konsentrasi feritin serum rendah. Kadar feritin serum dapat
menggambarkan keadaan simpanan zat besi dalam jaringan. (Fitriany &
Saputri, 2018).
12

d. Etiomologi Anemia Defisiensi Besi


Penyebab Anemia Defisiensi Besi adalah:
1. Asupan Zat Besi
Rendahnya asupan zat besi sering terjadi pada orang-orang yang
mengkonsumsi bahan makananan yang kurang beragam dengan menu
makanan yang terdiri dari nasi, kacang-kacangan dan sedikit daging,
unggas, ikan yang merupakan sumber zat besi. Gangguan defisiensi besi
sering terjadi karena susunan makanan yang salah baik jumlah maupun
kualitasnya yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan,
distribusi makanan yang kurang baik, kebiasaan makan yang salah,
kemiskinan dan ketidaktahuan.
2. Penyerapan Zat Besi
Diet yang kaya zat besi tidaklah menjamin ketersediaan zat besi dalam
tubuh karena banyaknya zat besi yang diserap sangat tergantung dari
jenis zat besi dan bahan makanan yang dapat menghambat dan
meningkatkan penyerapan besi.
3. Kebutuhan Meningkat
Kebutuhan akan zat besi akan meningkat pada masa pertumbuhan
seperti pada bayi, anak-anak, remaja, kehamilan dan menyusui.
Kebutuhan zat besi juga meningkat pada kasus-kasus pendarahan kronis
yang disebabkan oleh parasit.
4. Kehilangan Zat Besi
Kehilangan zat besi melalui saluran pencernaan, kulit dan urin disebut
kehilangan zat besi basal. Pada wanita selain kehilangan zat besi basal
juga kehilangan zat besi melalui menstruasi. Di samping itu kehilangan
zat besi disebabkan pendarahan oleh infeksi cacing di dalam usus.

e. Diagnosis Anemia
Diagnosis anemia dilakukan dengan pemeriksaaan laboratorium kadar
hemoglobin (Hb) dalam darah dengan menggunakan metode
Cyanmethemoglobin (WHO, dalam Kemenkes, 2018). Hal ini sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan No 37 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Laboratorium Pusat Kesehatan Masyarakat. Remaja putri dan WUS
13

menderita anemia bila kadar hemoglobin darah menunjukkan nilai kurang


dari 12 g/dL.
Tabel 2. 1 Klasifikasi Anemia menurut Kelompok Umur

Populasi Non Anemia


Anemia
(g/dL)
Ringan Sedang Berat
Anak 6-59 bulan 11 10.0-10.9 7.0-9.9 <7.0
Anak 5-11 tahun 11.5 11.0-11.4 8.0-10.9 <8.0
Anak 12-14 tahun 12 11.0-11.9 8.0-10.9 <8.0

Perempuan tidak 12 11.0-11.9 8.0-10.9 <8.0


hamil ≥15 tahun
Ibu hamil 11 10.0-10.9 7.0-9.9 <7.0
Laki-laki ≥15 13 11.0-12.9 8.0-10.9 <8.0
tahun
Sumber: (WHO, dalam Kemenkes, 2018).

f. Gejala Anemia
Gejala yang sering ditemui pada penderita anemia adalah 5 L (Lesu,
Letih, Lemah, Lelah, Lalai), disertai sakit kepala dan pusing (kepala muter),
mata berkunang-kunang, mudah mengantuk, cepat capai sertas sulit
konsentrasi. Secara klinis penderita anemia ditandai dengan pucat pada
muka, kelopak mata, bibir, kulit, kuku dan telapak tangan (Kemenkes,
2018).
g. Dampak Anemia
Anemia dapat menyebabkan berbagai dampak buruk pada remaja putri
dan WUS, yaitu:
1) Menurunkan daya tahan tubuh sehingga penderita anemia mudah
terkena penyakit infeksi.
2) Menurunkan kebugaran dan ketangkasan berpikir karena kurangnya
oksigen ke sel otot dan sel otak.
3) Menurunnya prestasi belajar dan produktivitas kerja/kinerja.
14

Gambar 2. 2 Dampak Anemia


Dampak anemia pada remaja putri dan WUS akan terbawa hingga menjadi
ibu hamil yang dapat mengakibatkan:
a) Meningkatkan risiko Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT), prematur,
BBLR, dan gangguan tumbuh kembang anak diantaranya stunting dan
gangguan neurokognitif.
b) Perdarahan sebelum dan saat melahirkan yang dapat mengancam
keselamatan ibu dan bayinya.
c) Bayi lahir dengan cadangan zat besi (Fe) yang rendah akan berlanjut
menderita anemia pada bayi dan usia dini.
d) Meningkatnya risiko kesakitan dan kematian neonatal dan bayi
(Kemenkes, 2018).
h. Cara Pencegahan dan Penanggulangan Anemia pada Remaja putri
Pencegahan dan penanggulangan anemia dilakukan dengan memberikan
asupan zat besi yang cukup ke dalam tubuh untuk meningkatkan
pembentukan hemoglobin. Upaya yang dapat dilakukan yaitu:
1) Meningkatkan asupan makanan sumber zat besi
Meningkatkan asupan makanan sumber zat besi dengan pola makan
bergizi seimbang, yang terdiri dari aneka ragam makanan, terutama
sumber pangan hewani yang kaya zat besi (besi heme) dalam jumlah
yang cukup sesuai dengan AKG. Perlunya meningkatkan sumber
pangan nabati yang kaya zat besi (besi non-heme), walaupun
penyerapannya lebih rendah dibanding dengan hewani. Makanan yang
kaya sumber zat besi dari hewani contohnya hati, ikan, daging dan
unggas, sedangkan dari nabati yaitu sayuran berwarna hijau tua dan
15

kacang-kacangan. Untuk meningkatkan penyerapan zat besi dari


sumber nabati perlu mengkonsumsi buah-buahan yang mengandung
vitamin C, seperti jeruk, jambu. Penyerapan zat besi dapat dihambat
oleh zat lain, seperti tannin, fosfor, serat, kalsium, dan fitat.
2) Fortifikasi bahan makanan dengan zat besi
Fortifikasi bahan makanan yaitu menambahkan satu atau lebih zat gizi
kedalam pangan untuk meningkatkan nilai gizi pada pangan tersebut.
Penambahan zat gizi dilakukan pada industri pangan, untuk itu
disarankan membaca label kemasan untuk mengetahui apakah bahan
makanan tersebut sudah difortifikasi dengan zat besi. Makanan yang
sudah di fortifikasi di Indonesia antara lain: tepung terigu, beras,
minyak goreng, mentega, dan beberapa snack. Zat besi dan vitamin
mineral lain juga dapat ditambahkan dalam makanan yang disajikan di
rumah tangga dengan bubuk tabur gizi atau dikenal juga dengan
Multiple Micronutrient Powder.
3) Suplementasi zat besi
Pada keadaan dimana zat besi dari makanan tidak mencukupi kebutuhan
terhadap zat besi, perlu didapat dari suplementasi zat besi. Pemberian
suplementasi zat besi secara rutin selama jangka waktu tertentu
bertujuan untuk meningkatkan kadar hemoglobin (Hb) secara cepat, dan
perlu dilanjutkan untuk meningkatkan simpanan zat besi di dalam tubuh.
Suplementasi Tablet Tambah Darah (TTD) pada remaja putri dan WUS
merupakan salah satu upaya pemerintah Indonesia untuk memenuhi
asupan zat besi. Pemberian TTD dengan dosis yang tepat dapat
mencegah anemia dan meningkatkan cadangan zat besi di dalam tubuh.
Untuk meningkatkan penyerapan zat besi sebaiknya TTD dikonsumsi
bersama: Buah-buahan sumber vitamin C (jeruk, pepaya, mangga,
jambu biji dan lain-lain) dan sumber protein hewani, seperti hati, ikan,
unggas dan daging. Hindari mengkonsumsi TTD bersamaan dengan : 1).
Teh dan kopi karena mengandung senyawa fitat dan tanin yang dapat
mengikat zat besi menjadi senyawa yang kompleks sehingga tidak dapat
diserap. 2). Tablet Kalsium dosis yang tinggi, dapat menghambat
penyerapan zat besi. Susu hewani umumnya mengandung kalsium
dalam jumlah yang
16

tinggi sehingga dapat menurunkan penyerapan zat besi di mukosa usus.


3). Obat sakit maag yang berfungsi melapisi permukaan lambung
sehingga penyerapan zat besi terhambat. Penyerapan zat besi akan
semakin terhambat jika menggunakan obat maag yang mengandung
kalsium (Kemenkes, 2018).
i. Kebutuhan zat besi remaja
Standar kebutuhan gizi diperlukan sebagai pedoman yang dibutuhkan
oleh individu secara rata-rata dalam sehari untuk mencapai kesehatan yang
optimal. Berkaitan dengan hal tersebut ada konsep kebutuhan zat gizi
minimum sehari (minimum daily requirement), yaitu jumlah zat gizi
minimal yang diperlukan seseorang dalam sehari untuk hidup sehat.
Kebutuhan besi harian dihitung berdasarkan jumlah zat besi dari makanan
yang diperlukan untuk mengatasi kehilangan basal, kehilangan karena
menstruasi dan kebutuhan bagi pertumbuhan.
Tabel 2. 2 Angka Kecukupan Zat Besi pada remaja putri
yang dianjurkan (perhari).

Kelompok umur Besi ²(mg)


10-12 tahun 8
13-15 tahun 15
16-18 tqhun 15
19-29 tahun 18
Sumber: (AKG, 2019)

4) Remaja Putri
a. Definisi
Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10
hingga 19 tahun. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI no 25 tahun
2014, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun.
Perbedaan definisi tersebut menunjukkan bahwa tidak ada kesepakatan
universal mengenai batasan kelompok usia remaja. Namun begitu, masa
remaja itu diasosiasikan dengan masa transisi dari anak-anak menuju
dewasa. Masa ini merupakan periode persiapan menuju masa dewasa
yang akan melewati beberapa tahapan perkembangan dalam hidup.
17

Selain kematangan fisik dan seksual, remaja juga mengalami tahapan


menuju kemandirian sosial dan ekonomi, membangun identitas, akuisisi
kemampuan (skill) untuk kehidupan masa dewasa serta kemampuan
bernegosiasi (abstract reasoning) (WHO, 2015).
Masa remaja merupakan masa mencari identitas diri, adanya
keinginan untuk dapat diterima oleh teman sebaya dan mulai tertarik
pada lawan jenis menyebabkan remaja termasuk pemilihan bahan
makanan dan frekuensi makan. Remaja takut merasa gemuk sehingga
remaja menghindari sarapan dan makan siang atau hanya makan satu
hari satu kali (Diatsa, 2016).

Periode Remaja dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu: 1). Remaja Awal:


mulai percepatan pertumbuhan, mulai berpikir body image, mulai
mengikuti idola. 2). Remaja (14-16 thn): puncak pertumbuhan; jerawat,
bau badan, mulai terjadi perkembangan kognitif dan moral, menolak
pola makan keluarga karena gengsi, dan lebih mementingkan
penampilannya. 3). Remaja Akhir: pertumbuhan melambat; mulai
memegang nilai-nilai tertentu, kognitif dan moral, idealis, konsisten
dengan nilai dan kepercayaan yang dimiliki, dan segala sesuatunya
harus dengan penjelasan (Mardalena & Suryani, 2016).

b. Masalah Kesehatan Remaja


Remaja putri merupakan salah satu kelompok yang rentan
menderita anemia dibandingkan dengan remaja laki-laki karena alasan
pertama remaja putri setiap bulan mengalami siklus mestruasi dan
alasan kedua yaitu karena memiliki kebiasaan makan yang salah. Hal
ini terjadi karena para remaja putri ingin terlihat ideal untuk menjaga
penampilannya sehingga mereka berdiet dan mengurangi makan, akan
tetapi diet yang dijalankan merupakan diet yang tidak seimbang dengan
kebutuhan tubuh sehingga dapat menyebabkan tubuh kekurangan zat-
zat penting seperti zat besi (Ani, 2016).
Remaja mudah dipengaruhi oleh teman sebaya dan media sosial
sehingga rawan terpengaruh oleh perilaku yang tidak sehat, atau
mendapatkan informasi kesehatan dan gizi yang tidak benar. Misalnya,
mengikuti pola diet selebritis, mengkonsumsi jajanan yang sedang
18

populer namun tidak bergizi, atau kurang beraktifitas fisik karena


terlalu sering bermain games sehingga malas bergerak.
c. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada remaja
putri.
Penyebab utama anemia dalam tubuh adalah pola konsumsi,
terutama wanita yang kurang mengkonsumsi makanan sumber hewani
yang daya serapnya >15% (Briawan, 2012). Pada umumnya anemia
sering terjadi pada wanita dan remaja putri daripada pria hal ini di
karenakan:
1. Wanita dan remaja putri pada umumnya lebih sering
mengkonsumsi makanan nabati yang kandungan zat besinya
sedikit dibandingkan dengan makanan hewani sehingga
kebutuhan tubuh akan zat besi tidak terpenuhi.
2. Remaja putri biasanya lebih ingin tampil langsing, sehingga
membatasi asupan makanan.
3. Setiap hari manusia kehilangan zat besi 0,6 mg di ekstraksi,
khususnya melalui feses.
4. Remaja putri mengalami haid setiap bulan, dimana kehilangan
zat besi ±1.3 mg per hari, sehingga kebutuhan zat besi lebih
banyak dari pada pria.
d. Pertumbuhan Fisik Remaja
Masa remaja merupakan periode pertumbuhan dan proses
kematangan manusia, pada masa ini terjadi perubahan yang unik dan
berkelanjutan. Pertumbuhan fisik pada remaja terjadi secara bersamaan
dengan proses matangnya organ reproduksi.
1) Pertumbuhan Tinggi Badan
Pertumbuhan yang sangat cepat dimulai pada usia 10-11 tahun
pada perempuan, mereka akan mengalami kenaikan tinggi badan
sebesar 16cm. Sebaliknya pada laki-laki, peningkatan tinggi badan
terjadi pada usia 12-13 tahun, yaitu 20cm. Puncak pertambahan
berat badan dan tinggi badan perempuan dicapai pada usia
masing- masing 12-13 tahun sementara pria pada 14-15 tahun.
2) Pertambahan Berat Badan
19

Pertambahan berat badan tidak hanya karena lemak tetapi juga


karena tulang dan jaringan otot serta bahu besar. Jadi meskipun
seorang anak yang memasuki masa pubertas dengan pesat
bertambah, tetapi seringkali mereka terlihat kurus. Pertambahan
berat yang paling besar pada anak perempuan terjadi sesaat
sebelum dan sesudah menarche. Setelah itu pertambahan berat
badan hanya sedikit. Untuk remaja laki-laki kecepatan kenaikan
berat badan mencapai puncak, sekitar 9kg/tahun dengan 95% rata-
rata remaja pria mengalami kenaikan berat badan 6-12,5 kg/tahun.
Kecepatan pertumbuhan berat badan akan mencapai puncaknya 3-
6 bulan setelah puncak kecepatan pertumbuhan tinggi badan
tercapai. Kegemukan selama masa pubertas pada remaja pria dan
wanita antara usia 10-12 tahun, cenderung terjadi penumpukan
lemak di perut, di sekitar puting susu, di pinggul dan paha, di pipi,
leher serta rahang.
3) Perubahan Proporsi Tubuh
Perubahan fisik yang terjadi pada remaja selain tinggi badan (TB)
dan berat badan (BB) adalah perubahan proporsi tubuh. Daerah-
daerah tubuh tertentu yang tadinya terlampau kecil sekarang
menjadi terlampau besar karena kematangan tercapai lebih cepat
dari daerah-daerah tubuh yang lain. Hal ini tampak jelas pada
hidung, kaki dan tangan. Selain itu badan, tungkai, dan lengan
juga mengalami perubahan yang cukup mencolok. Badan yang
kurus dan panjang mulai melebar di bagian pinggul dan bahu juga
dengan ukuran pinggang berkembang. Tungkai kemudian akan
lebih panjang daripada badan, dan keadaan ini akan bertahan
sampai sekitar usia 15 tahun. Pola yang sama terjadi pada
pertumbuhan lengan yang mendahului pertumbuhan pesat badan
sehingga tampaknya terlalu panjang. Pertumbuhan berat badan,
tungkai, lengan ini dipengaruhi oleh usia kematangan. Remaja
yang kematangannya lebih lambat biasanya mempunyai ukuran
badan, tungkai atau lengan lebih besar/panjang di banding remaja
yang cepat matang. (Badriah, 2014)
20

4) Pertumbuhan Organ-organ Reproduksi


Perubahan fisik selanjutnya adalah pertumbuhan dan
perkembangan organ-organ reproduksi. Ciri-ciri seks sekunder
pada Remaja Wanita antara lain :
a) Pinggul
Pinggul bertambah lebar dan bulat akibat membesarnya
tulang pinggul dan berkembangnya lemak bawah kulit.
b) Payudara
Segera setelah pinggul mulai membesar, payudara juga
berkembang. Puting susu membesar dan menonjol, dan
dengan berkembangnya kelenjar susu, payudara menjadi
lebih besar dan lebih bulat.
c) Rambut
Rambut kemaluan timbul setelah pinggul dan payudara
mulai berkembang. Bulu ketiak dan bulu pada kulit wajah
mulai tampak setelah menstruasi. Semua rambut kecuali
rambut wajah mula-mula lurus dan terang warnanya,
kemudian menjadi lebih subur, lebih kasar, lebih gelap dan
agak keriting.
d) Kulit
Kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat dan lobang
pori-pori bertambah besar.
e) Kelenjar
Kelenjar lemak dan keringat menjadi lebih aktif. Sumbatan
kelenjar lemak dapat mengakibatkan jerawat, kelenjar
keringat dan ketiak mengeluarkan banyak keringat dan
baunya menusuk sebelum dan selama masa haid.
f) Otot
Otot semakin besar dan semakin kuat, terutama pada
pertengahan dan menjelang akhir masa pubertas, sehingga
memberikan bentuk pada bahu, lengan dan tungkai kaki.
g) Suara
21

Suara menjadi lebih penuh dan semakin merdu. Suara serak


dan suara yang pecah (Badriah, 2014).
22

B. Kerangka Teori

Menstruasi
Frekuensi Makan
Porsi Makan
Jenis Makan Kehilangan darah
Sosial Rendahnya asupan Fe

Ekonomi Anemia Defisiensi Besi


Pola Makan Anemia pada
Budaya Remaja
Kehilangan Fe
Putri
Agama
Pengetahuan Gizi Absorbsi Fe rendah

Keadaan Jasmani
Asupan vitamin
AsupanC zat
rendah
penghambat penyerapan tinggi (inhibitors)

Ingin terlihat ideal

Emosional

Gambar 2. 3 Kerangka Teori


23

C. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independent Variabel Dependent

Pola Makan Anemia Pada


Remaja Putri

Gambar 2. 4 Kerangka Konsep


24

E. Tinjauan Dalam Islam


Agama islam adalah agama yang sangat memperhatikan makanan. Perhatian
dalam makanan itu dinyatakan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 168:

Artinya: “Hai manusia, makanlah yang halal dan baik dari apa yang terdapat di
bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan; karena
sesungguhnya syaithan itu adalah musuh yang nyata bagimu.

QS. Al-A’Raf ayat 31:

Artinya: “Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih. Sesungguhnya Allah


tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.

Ayat ini menjelaskan tentang pentingnya implementasi gizi seimbang.


Dimana apabila berlebihan asupan zat gizi seperti karbohidrat, protein dan lemak
dapat menyebabkan obesitas. Sedangkan apabila kekurangan asupan zat gizi
dapat menyebabkan masalah gizi seperti kekurangan energi protein dan anemia
defisiensi zat besi. Anjuran yang jelas dari al-qur’an adalah hendaklah manusia
mempertahatikan makanan dan minuman dalam jumlah secukupnya. Tidak
kekurangan dan tidak berlebihan, serta makanan itu dipilih dari bahan makanan
yang halal dan thayyib.

Makanan adalah bahan yang selain mengandung obat yang mengandung zat-
zat gizi dan unsur-unsur/ikatan kimia yang dapat di ubah menjadi zat gizi oleh
25

tubuh yang berguna bila dimasukkan didalam tubuh. Keterkaitan zat-zat gizi
dalam makanan dengan al-qur’an terlihat dalam surat Al-Maidah ayat 96:

Artinya: “Dihalalkan bagimu hewan buruan laut dan makanan (yang berasal)
dari laut yang lezat bagimu dan bagi orang-orang dalam perjalanan; dan di
harapkan atasmu (menangkap) hewan darat, selama kamu ihram. Dan
bertaqwalah kamu kepada Allah dan kepada-Nya kamu akan dikumpulkan
(kembali)”.

Surat Al-Maidah ayat 96 menjelaskan bahwa halal untuk hewan laut seperti
ikan, udang dan lainnya karena makanan tersebut memiliki banyak kandungan
protein yang berfungsi mengangkat zat-zat gizi.

Surat An-Nahl ayat 69:

Artinya: “Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah dan tempuhlah jalan
tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman
(madu) yang bermacam-macam warnanya, didalamnya terdapat obat yang dapat
menyembuhkan penyakit manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu
terdapat tanda kebesaran tuhan bagi orang-orang yang memikirkan”.

Surat An-Nahl ayat 69 menjelaskan sesungguhnya al-qur’an dan hadist telah


menjelaskan tentang keterkaitan zat-zat gizi dalam makanan dengan al-qur’an
sebagai gizi seimbang dan peningkatan kesehatan serta mengatasi masalah gizi.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian literature review dengan
menggunakan metode menganalisis jurnal. Studi literature review adalah cara
yang digunakan untuk megumpulkan data atau sumber yang berhubungan pada
sebuah topik tertentu yang bisa didapatkan dari berbagai sumber seperti jurnal,
buku, internet, dan atau pustaka lainya.

B. Jalannya Penelitian
Tahapan yang dilakukan dalam literature review adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi Research Question


Menggunakan format PICOST merupakan salah satu kerangka kerja yang
populer dalam studi kuantitatif yang biasanya berawal dari pertanyaan klinis
yang secara khusus berkaitan dengan efektifitas terapi atau intervensi.
Kerangka kerja ini membantu mengidentifikasi aspek-aspek yang masih
terpisah dan dapat dicari dari situasi dimana populasi memiliki kondisi
tertentu dan hasil yang diinginkan terkait penerapan terapi atau intervensi
atau kondisi tertentu. Strategi pencarian literature dengan menggunakan
metode PICOST.
Tabel 3. 1 Format PICOST
PICOST Keterangan
Population Remaja putri, students, female, teenagers,
adolescent
Intervention Pola makan, food habit, dietary patern, food
patern, eating patern, eating habit
Comparation Tidak ada pembanding atau intervensi lainnya
Output Anemia, anaemia.
Study Cross Sectional Study
Time 1 Januari 2010 – 30 Desember 2020

1.1 Mengidentifikasi Studi yang Relavan


a. Strategi pencarian dan kata kunci
Penulis menggunakan keywords yang telah diidentifikasi untuk mencari
arikel sesuai dengan topik yang dipilih. Keywords dalam proses pencarian
26
27

tersebut diantaranya adalah “Remaja putri, students, female, teenagers,


adolescent, pola makan, food habit, dietary patern, food patern, eating
patern, eating habit, anemia, anaemia”. dengan mengatur dan melakukan
penyaringan yang ada di halaman pencarian tersebut seperti Abstrak, data
dipublikasikan 2010-2020, artikel free full text, artikel dalam bahasa
Inggris dan Indonesia.

b. Database yang digunakan dalam pencarian artikel ini diantaranya adalah


PubMed dan Google Scholar.

c. Kriteria Elegibility
Kriteria artikel yang akan dicari dan digunakan sebagai sumber literature
review disusun dalam bentuk kriteria inklusi dan eksklusi, kriteria inklusi
dan eksklusi yang disusun untuk mendapatkan artikel yang dipilih adalah:
Tabel 3. 2 Format kriteria inklusi dan eksklusi
Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi
a. Research article a. Artikel dalam bentuk artikel
opini, dan naskah publikasi.
b. Artikel diterbitkan dalam rentang b. Artikel berbayar.
waktu 2010-2020.
c. Artikel dapat diakses secara
full text
d. Artikel yang membahas pola
makan pada remaja putri
e. Artikel dengan bahasa Indonesia
dan bahasa Inggris
f. Artikel dengan desain Cross
Sectional Study

1.2. Mengidentifikasi Artikel yang Relavan


Hasil studi literature dari 2 database dilakukan screening judul dan abstrak
dengan menggunakan keyword terindetifikasi, didapatkan beberapal yang
artike dianggap penulis bisa memberikan kontribusi data artikel terkaityang
hasil ingin dicapai penulis, berikut rincian perolehan artikel dari 2
database.
a. Google Sholar 212
b. PubMed
Tahapan 18
selanjutnya penyaringan data termasuk duplikasi artikel, full teks,
kemudian dilakukan screening bobot jurnal internasional melalui
www.scimagojr.com dan jurnal nasional melalui sinta.ristekbrin.go.id. berikut
28

rincian perolehan artikel setelah dilakukan screening melalui


www.scimagojr.com dan jurnal nasional melalui sinta.ristekbrin.go.id:
a. Sinta 3 = 3
b. Sinta 4 = 3
c. Sinta 5 = 1
d. Q 3 = 3
selanjutnya digambarkan dalam prisma flowchart. Untuk mengetahui apakah
artikel yang telah dipilih terdapat duplikasi, penulis melakukan pembacaan
abstrak artikel satu persatu kemudian di cek di PubMed dan Google Scholar.
Jika artikel tersebut ada di masing-masing database, maka artikel dianggap
duplikat. Pada screening abstrak penulis melihat dan membandingkan tujuan,
metode serta hasil penelitian yang ada di artikel. Artikel berorientasi pada
kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan oleh penulis, sehingga
didapatkan10 artikel untuk dilakukan review akhir. Temuan selanjutnya akan
di disusun mapping untuk bab pembahasan. Berikut Prisma Flowchart dalam
literature review ini:
29

Identification
Databased Grey Literature
PubMed (n= 18) Google scholar (n= 212)

Total Identifikasi Pencarian Literature (n= 230)

Penyaringan Relevansi Abstrak


Screening

Databased Grey Literature


PubMed (n= Google scholar (n= 57)
9)

Sesuai dengan Relevansi Abstrak (n= 66) Artikel duplikat (n=6)


Eligibility

Hasil Screening artikel tidak duplikat


Artikel
(n=yang
60) masuk dalam kriteria eksklus
Included

Artikel yang sesuai dengan kriteria inklusi (n= 10)

Gambar 3.1 Prisma Flowchart


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
Dalam literature review ini dilakukan Critical Appraisal untuk desain study Cross Sectional dengan tujuan untuk membedakan
kategori dari masing-masing artikel.
Tabel 3.3 JBI Critical Appraisal untuk desain study Cross Sectional
(Satyagraha et al., (Antono & Setyarini, (Marsyuman, et (Sukartiningsih & (Zubir, 2018)
2020) 2020) al., 2020) Amaliah, 2018)
No PERTANYAAN S3 S4 S4 S5 S3
Iya Tidak TJ TB Iya Tidak TJ TB Iya Tidak TJ TB Iya Tidak TJ TB Iya Tidak TJ TB
Apakah kriteria
untuk dimasukkan
1 √ √ √ √ √
dalam sampel
didefinisikan dengan
jelas?
Apakah subjek
penelitian dan setting
2 √ √ √ √ √
dijelaskan secara
rinci?
Apakah eksposur
(Penyebab/variabel
3 √ √ √ √ √
bebas) diukur dengan
cara yang valid dan

30
31

dapat diandalkan?
4 Apakah objektif,
kriteria standar yang
√ √ √ √ √
digunakan untuk
pengukuran kondisi?
(Tujuan)
5 Apakah faktor
perancu
√ √ √ √ √
diidentifikasi?

6 Apakah strategi
untuk menangani
√ √ √ √ √
faktor perancu
dinyatakan?
7 Apakah hasil diukur
dengan cara yang
√ √ √ √ √
valid dan reliabel?

8 Apakah analisis
statistik yang tepat
√ √ √ √ √
digunakan?
32

Lanjutan dari tabel 3.4 JBI Critical Appraisal untuk desain study Cross Sectional
(Arisnawati, 2018) (Engidaw & (Rakesh PS, et al., (Suryani et al., 2017) Kumar B. Shill, et
Belakang, 2018) 2019) al., 2014)
No PERTANYAAN
Q3 Q3 Q3
S4 S3

Iya Tidak TJ TB Iya Tidak TJ TB Iya Tidak TJ TB Iya Tidak TJ TB Iya Tidak TJ TB
Apakah kriteria
untuk dimasukkan
1 √ √ √ √ √
dalam sampel
didefinisikan dengan
jelas?

Apakah subjek
penelitian dan setting
2 √ √ √ √ √
dijelaskan secara
rinci?
Apakah eksposur
(Penyebab/variabel
3 √ √ √ √ √
bebas) diukur dengan
cara yang valid dan
dapat diandalkan?
4 Apakah objektif,
kriteria standar yang
33

digunakan untuk √ √ √ √ √
pengukuran kondisi?
(Tujuan)
5 Apakah faktor
perancu
√ √ √ √ √
diidentifikasi?

6 Apakah strategi
untuk menangani
√ √ √ √ √
faktor perancu
dinyatakan?
7 Apakah hasil diukur
dengan cara yang
√ √ √ √ √
valid dan reliabel?

8 Apakah analisis
statistik yang tepat
√ √ √ √ √
digunakan?

*Keterangan:
TJ: Tidak Jelas
TB: Tidak Berlaku
34

Matrik Sintesis
Literatur review dilakukan terhadap 10 artikel dengan rentang penelitian tahun 2010 s.d. 2020 yang di peroleh dari pencarian
menggunakan google scholar dan PubMed dengan menggunakan kata kunci: “Remaja putri, students, female, teenagers, adolescent, pola
makan, food habit, dietary patern, food patern, eating patern, eating habit, anemia, anaemia”.

Tabel 3.4 Matrik Sintesis

No Judul, Penulis Negara Tujuan Penelitian Pengumpulan Data Populasi/jumlah Hasil


dan Tahun Sampel

1 Hubungan Pola Indonesia Untuk mengetahui Menggunakan data Informed 88 Remaja putri Tidak ada hubungan antara
Makan dengan apakah terdapat consent dan lembar SMPN 18 pola makan dengan kejadian
Kejadian Anemia hubungan pola wawancara. Adapun alat yang Banjarmasin anemia. (P = 0,104)
Pada Remaja makan dengan digunakan dalam penelitian ini
Putri di SMP kejadian anemia adalah alat tulis,
Negeri 18 pada remaja putri di Hemoglobinometer, kuesioner
Banjarmasin SMP Negeri 18 jenis, frekuensi, food recall,
2019/2020, Banjarmasin dan aplikasi NutriSurvey. Alat
(Satyagraha et al., 2019/2020. pengukur kadar hemoglobin,
yaitu menggunakan Hb elektrik
35

2020) merk Easy Touch (finger


prick).

2 Pola makan pada Indonesia Untuk mengetahui Pengambilan data 66 siswi kelas VII Terdapat hubungan pola
remaja hubungan pola menggunakan kuisioner MTs Sunan makan pada remaja dengan
berhubungan makan pada remaja food recall dan pemeriksaan Kalijaga. kejadian anemia pada
dengan kejadian dengan kejadian haemoglobin remaja putri. (P <0,05)
anemia pada siswi anemia pada siswi
kelas VII, kelas VII MTs
(Antono & Sunan kalijaga
Setyarini, 2020) Kranding Mojo
Kediri

3 Apakah Citra Indonesia Untuk mengetahui Pengumpulan data 343 siswa SMK Tidak ada hubungan antara
Tubuh dan Risiko adakah hubungan menggunakan timbangan berat di Kota Bekasi risiko gangguan makan dan
Gangguan Makan body image dan badan dan microtoise untuk yang sesuai anemia. (P = 0,27).
Berisiko Anemia? risiko gangguan menghitung status gizi, untuk dengan kriteria
Studi Kasus Pada makan dengan pengukuran body image inklusi dan
Siswa Putri, kejadian anemia menggunakan kuesioner Body eksklusi.
(Marsyuman, et pada remaja putri Shape Questionnaire 34,
36

al., 2020) SMK di Kota kemudian untuk penilaian


Bekasi. risiko gangguan makan
menggunakan kuesioner Eating
Attitude Test 26. Pemeriksaan
darah dilakukan dengan
menggunakan
cyanmethemoglobin.

4 Faktor Yang Indonesia Menganalisis Instrumen yang digunakan Besar sampel 87 Terdapat hubungan antara
Berhubungan hubungan faktor dalam penelitian ini adalah responden dari pola makandengan Kejadian
Dengan Kejadian Predisposisi, kuesioner. total populasi 671 Anemia diperoleh nilai (p <
Anemia pada pemungkin dan remaja putri. 0,05).
Remaja Putri di penguat dari remaja
Wilayah Kerja putri dengan
Puskesmas kejadian anemia di
Kambaniru wilayah kerja
Kabupaten Sumba Puskesmas
Timur, Kambaniru.
(Sukartiningsih &
Amaliah, 2018)
37

5 Hubungan Pola Indonesia Untuk mengetahui Pengambilan data 185 remaja putri Terdapat hubungan antara
Makan dengan hubungan pola menggunakan kuisioner di SMK pola makan dengan anemia
Kejadian Anemia makan dengan Kesehatan pada remaja putri. (P =
pada Remaja anemia pada remaja Assyifa School 0,003)
Putri SMK putri di SMK Banda Aceh
Kesehatan Kesehatan AsSyifa
AsSyifa School School Banda Aceh
Banda Aceh,
(Zubir, 2018)

6 Hubungan Indonesia Untuk mengetahui Pengumpulan data dengan 42 remaja putri di Terdapat hubungan yang
kebiasaan makan hubungan kebiasaan menggunakan kuesioner dan SMA Al Hikmah signifikan antara kebiasaan
pagi makan pagi dengan pemeriksaan laboratorium 2 Benda sarapan pagi dengan
dengan kejadian kejadian anemia digunakan untuk mengukur Sirampog Brebes. kejadian anemia pada
anemia pada pada remaja putri di kadar hemoglobin darah remaja putri. (P = < 0,05).
remaja putri di SMA Al Hikmah 2 menggunakan alatEasy Touch
SMA Al Hikmah Benda Sirampog GCHB sebagai batasan anemia.
2 Benda Brebes.
Sirampog Brebes,
(Arisnawati,
38

2018)

7 Anemia and Ethiopia Untuk menentukan Kuesioner yang berisi 437 remaja putri. Remaja putri yang
associated factors Tenggara prevalensi anemia pertanyaan-pertanyaan terkait mengkonsumsi makanan
among adolescent dan faktor terkait di sosiodemografi, status sumber zat besi heme
girls living in antara remaja putri kesehatan, hemoglobin, status kurang dari 1 kali perbulan
Aw-Barre refugee berusia 10-19 tahun gizi, frekuensi dan jenis diet, lebih berisiko terkena
camp, Somali di kamp pengungsi makanan lain dan sumber anemia dibandingkan
regional state, Aw-Barre, negara pendapatan di luar ransum remaja putri yang
Southeast bagian Somalia, umum beserta alat timbangan mengkonsumsi zat besi
Ethiopia, Ethiopia Tenggara. berat HemoCuvettes, mesin heme lebih dari dua kali
(Engidaw & HemoCueHb 301, dan bahan seminggu.
Belakang, 2018) saniter seperti kapas, alkohol,
dan sarung tangan.

8 Anaemia among Kerala, India. untuk Pengambilan data 10 laki-laki dan Yang terkena anemia yaitu
school children memperkirakan menggunakan kuesioner food 10 perempuan karena tidak terbiasa
from southern prevalensi anemia recall dan pemeriksaan dari kelas V mengonsumsi daging,
Kerala, India: A pada anak sekolah di haemoglobin. sampai IX sayuran berdaun hijau, dan
cross-sectional distrik Kollam, buah jeruk.
39

study, (Rakesh Kerala dan


PS, et al., 2019) menentukan faktor
terkait.

9 Analisis pola Indonesia Untuk mengetahui Pengumpulan data dengan 1200 remaja putri Tidak terdapat hubungan
makan dan pola makan dan kuesioner dan peme-riksaan SMP dan SMA di antara pola makan dengan
anemia gizi besi kejadian anemia gizi kadar Hemoglobin dengan Kota Bengkulu. kejadian anemia. (P = >
pada remaja putri besi pada remaja menggunakan metode 0,05)
kota Bengkulu. putri di Kota cyanmethemoglobin.
(Suryani et al., Bengkulu.
2017)

10 Prevalence of Bangladesh Untuk menilai Menggunakan kuesioner food 300 siswa remaja Hasil analisis menunjukkan
Iron-deficiency prevalensi dan recall, Hemoglobinometer, dan (150 perempuan 55,3% siswa remaja
Anaemia among penyebab anemia software SPSS for Windows dan 150 laki-laki) menderita anemia, di
University defisiensi besi (versi 16) antaranya 63,3% adalah
Students in melalui evaluasi perempuan; dengan
Noakhali Region, laboratorium demikian, anemia
Bangladesh, terhadap kadar ditemukan lebih umum pada
(Kumar B. Shill, hemoglobin individu perempuan dibandingkan
40

et al., 2014) dan penilaian laki-laki. (36,7%, p


kondisi kesehatan <0,0001). Penyebabnya
dan gaya hidup adalah kebiasaan makan
mereka melalui yang buruk, kehilangan
kuesioner darah saat menstruasi, dan
terstruktur yang kurangnya kesadaran akan
diberikan di antara kekurangan zat besi dan
mahasiswa status gizi
Universitas Sains
dan Teknologi
Noakhali,
Bangladesh.
Berdasarkan tabel 3.4 di atas dapat dilihat beberapa hasil yang signifikan. Hal ini
dapat disimpulkan bahwa dari 10 artikel, 7 artikel di antaranya menyatakan bahwa
terdapat hubungan pola makan dengan kejadian anemia pada remaja putri, sedangkan
3 artikel lainnya menyatakan tidak terdapat hubungan pola makan dengan kejadian
anemia pada remaja putri.
1. Pola makan pada remaja berhubungan dengan kejadian anemia pada siswi kelas
VII. (Antono & Setyarini, 2020)
a. Tahapan
1) Tempat penelitian dilaksanakan di MTs Sunan Kalijaga Kranding
MoKediri. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kuisioner food recall dan pemeriksaan Haemoglobin. Prosedur
pengambilan data dilakukan dengan mendapatkan izin dari Ketua
Program Studi Kebidanan Kediri, melakukan perizinan di MTs Sunan
Kalijaga Kranding Mojo Kediri, peneliti dan enumerator menentukan
jumlah sampel dari masing-masing kelas, mengumpulkan responden
menjadi satu di aula, memberikan penjelasan sebelum penelitian dan
informed consent, melakukan wawancara food recall dan melakukan
pemeriksaan haemoglobin secara digital menggunakan easy touch
GCHB.
2) Populasi dalam penelitian ini sebanyak 220 siswi kelas VII MTs Sunan
Kalijaga Kranding Mojo Kediri. Teknik sampling dalam penelitian ini
adalah stratified random sampling, sehingga didapatkan jumlah sampel
sebanyak 66 responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria inklusi penelitian yaitu 1) siswi kelas VII MTs Sunan Kalijaga
dan, 2) Siswi yang sudah mengalami menstruasi.
b. Waktu
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April 2019
c. Hasil:
Hasil analisis menggunakan uji statistic Chi-Square dengan taraf kesalahan
(α) sebesar 5 % (0,05) maka diperoleh bahwa nilai p-value pada kolom chi-
square tidak memenuhi persyaratan karena masih terdapat nilai expected
count cell sebanyak 50% (kurang dari 5), sehingga digunakan uji lanjut yaitu
Fisher's Exact Test dengan perolehan nilai signifikan sebesar = 0,02 < 0,05,
sehingga

41
42

dapat disimpulkan bahwa Ha diterima atau terdapat hubungan antara pola


makan dengan kejadian anemia pada remaja putri.

Kesimpulan: Pengambilan sampel dilakukan dengan benar dan memenuhi


kriteria inklusi dan eksklusi, untuk pengukuran pola makan menggunakan
teknik terstandar food recall 24jam namun tidak dijelaskan apakah
menggunakan food model sebagai alat bantu untuk memperkirakan ukuran
rumah tangga dari makanan yang di konsumsi. Untuk pemeriksaan
hemoglobin menggunakan teknik tersetandar yaitu menggunakan easy touch
GCHB.

2. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia pada Remaja Putri di


Wilayah Kerja Puskesmas Kambaniru Kabupaten Sumba Timur.
(Sukartiningsih & Amaliah, 2018)
a. Tahapan
1) Lokasi penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kambaniru.
Penelitian yang digunakan untuk menilai atau mengukur variabel
independen (faktor risiko/ penentu) dan variabel tergantung (efek/
kejadian) yang dapat dilakukan secara simultan (bersamaan) pada satu
saat, dan dilakukan pengamatan umur, pendidikan, pengetahuan, sikap,
pola makan, pemilihan makanan, media informasi dan petugas kesehatan
dengan kejadian anemia pada remaja putri.

Populasi pada penelitian ini adalah sebanyak 671 remaja putri, besar
sampel dalam penelitian ini 87 responden. Teknik pengambilan sampel
mengunakan Simple Random Sampling.

b. Hasil
1) Hasil Analisis Secara Univariat
Distribusi frekuensi pola makan remaja putrimenunjukkan bahwa dari 87
responden sebagian besar yaitu 55 responden (63,2%) pola makan kategori
makananan tidak sehat dan pola makan kategori makananan sehat
sebanyak 32 responden (36,8%).
2) Hasil Analisis Secara Bivariat
Hasil menunjukkan bahwa kejadian anemia terbanyak pada remaja putri
dengan pola makan tidak sehat yaitu 41 orang (47,1%). Secara terperinci
berdasarkan pola makan remaja putri dengan kejadian anemia kategori
pola
43

makan tidak sehat dengan tidak anemia berjumlah 14 (16,1%) responden


sedangkan dengan anemia 41 (47,1%), dan kategori Sehat dengan tidak
anemia berjumlah 21 (24,1%) responden sedangkan dengan anemia 11
(12,7%)

Hasil analisis hubungan antara pola makandengan Kejadian


Anemia diperoleh nilai p value 0,000 (p < 0,05). Artinya ada hubungan
yang signifikan antara pola makan dengan kejadian anemia.

Kesimpulan: Pengambilan sampel dilakukan dengan benar, sedangkan


untuk pengukuran pola makan tidak dijelaskan hanya di paparkan dalam
hasil dan tidak ada pengukuran Hb.

3. Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Anemia pada Remaja Putri SMK
Kesehatan AsSyifa School Banda Aceh. (Zubir, 2018)
a. Tahapan
1) Lokasi penelitian ini di lakukan di SMK Kesehatan Assyifa School Banda
Aceh. Data dalam penelitian ini diperoleh dari kuesioner. Analisa data
dilakukan dengan cara univariat dan bivariat bertujuan untuk menjelaskan
distribusi frekuensi dari masing-masing variabel yang diteliti yaitu variabel
pola makan, anemia dan remaja.
2) Populasi pada penelitian ini adalah seluruh remaja putri yang bersekolah di
SMK Kesehatan Assyifa School Banda Aceh Tahun 2018 berjumlah 185
orang. Teknik yang dipakai dalam pengambilan sampel adalah Random
Sampling yaitu diambil sebagian dari jumlah populasi secara acak dengan
menggunakan rumus (Slovin). Jadi jumlah sampel dibulatkan menjadi 65
orang remaja putri.
b. Waktu

Waktu penelitian di laksanakan pada bulan maret 2018

c. Hasil
1) Hasil Analisis Secara Univariat
Pola makan remaja putri yang tidak baik berjumlah 44 orang (67,7%).
2) Hasil Analisis Secara Bivariat
44

Dari 21 responden dengan pola makan baik sebanyak 15 orang (71,4%)


anemia pada remaja putri ringan, 5 orang (23,8%) anemia pada remaja
putri sedang dan 1 orang (4,8%) anemia berat. Sedangkan dari 44
responden dengan pola makan tidak baik sebanyak 11 orang (25,0%)
anemia pada remaja putri ringan, 24 orang (54,4%) anemia sedangn dan 9
orang (20,5%) anemia berat. Setelah dilakukan uji statistik maka diperoleh
nilai P=0,004, artinya hipotesis diterima atau ada hubungan antara pola
makan dengan anemia pada remaja putri di SMK Kesehatan Assyifa
School Banda Aceh.

Kesimpulan: Pengambilan sampel dilakukan dengan benar, sedangkan


untuk pengukuran pola makan hanya menggunakan kuesioner, tidak
dijelaskan apakah menggunakan FFQ atau food recall 24jam serta tidak
dijelaskan untuk cara pengukuran Hb.

4. Hubungan kebiasaan makan pagi dengan anemia pada remaja putri di SMA Al
Hikmah 2 Benda Sirampog Brebes. (Arisnawati, 2018)
a. Tahapan
1) Lokasi penelitian ini dilakukan di SMA Al Hikmah 2 Benda Sirampog
Brebes yang merupakan wilayah kerja Puskesmas Sirampog Kab.
Responden memenuhi kriteria inklusif yaitu: remaja putri yang tidak
sedang berpuasa, remaja putri yang sudah menstruasi. Sedangkan kriteria
inklusinya adalah : tidak dalam keadaan sakit, remaja yang tidak bersedia
diperiksa kadar hemoglobin. Pengumpulan data dengan menggunakan
kuesioner dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mengukur kadar
hemoglobin darah menggunakan alat Easy Touch GCHB sebagai batasan
anemia.
2) Populasi pada penelitian ini adalah sebagian dari jumlah populasi remaja
putri siswa SMA Al Hikmah 2 yang diambil dengan menggunakan teknik
stratified sampling remaja putri siswa SMA Al Hikmah 2 Benda Sirampog
Brebes yang berjumlah 42 orang.
b. Waktu

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan mei 2017

c. Hasil
1) Hasil Analisis Univariat
45

Hasil analisis menunjukan bahwa proporsi remaja putri yang sering makan
pagi lebih banyak yaitu sebesar (52,4%) dibandingkan remaja putri yang
kadang – kadang makan pagi (9,5%) sedangkan yang jarang makan pagi
yaitu sebesar (38,1%)
2) Hasil Analisis Bivariat
Berdasarkan hasil uji chi square dapat diketahui bahwa nilai p value > 0,05
(0,02), maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara kebiasaan sarapan pagi dengan kejadian anemia pada remaja putri.
Hasil ini dapat diartikan bahwa remaja putri yang jarang mempunyai
kebiasaan makan pagi berpeluang 8 kali terkena anemia.

Kesimpulan: Pengambilan sampel dilakukan dengan benar serta


dimasukkan dalam kriteria inklusi dan eksklusi. Untuk pengukuran pola
makan tidak jelaskan teknik apa yang digunakan, hanya dijelaskan
menggunakan kuesioner sedangkan untuk pengukuran Hb sudah terstandar
yaitu menggunakan alat Easy Touch GCHB.

5. Anemia and associated factors among adolescent girls living in Aw-Barre


refugee camp, Somali regional state, Southeast Ethiopia. (Engidaw & Belakang,
2018)
a. Tahapan
1) Lokasi penelitian ini dilakukan di kamp pengungsi Somalia Timur dan di
Zona Liben negara bagian regional. Terletak 678 km dar iAddis Ababa,
ibu kota Ethiopia, 78 km dari Jigjiga (Kota negara bagian Somalia di
Ethiopia), dan 7 km dari perbatasan Somalia. Untuk prosedur pengambilan
sampel yaitu dari ketiga kamp pengungsian (yaitu Aw-Barre, Sheder, dan
Kebirebeya), dipilih Aw-Barre dengan menggunakan metode undian. Ada
total 1.318 remaja perempuan berusia 10–19 tahun di kamp pengungsi
Aw- Barre. Selama studi, teknik pengambilan sampel acak sederhana
diterapkan untuk memilih peserta studi yang dibutuhkan di kamp ini.
Untuk mengatur kerangka sampling, daftar remaja perempuan pengungsi
yang baru saja diperbarui (divalidasi ulang) dengan nomor rumah masing-
masing diperoleh dari administrasi biro urusan pengungsi dan pemulangan,
kantor pengelola database pengungsi. Setelah dilakukan pemilihan secara
acak, data dikumpulkan dari rumah ke rumah.
46

Peralatan pengumpulan data menggunakan kuesioner survei nutrisi


standar UNHCR yang telah diubah dan diuji sebelumnya digunakan untuk
mengumpulkan data. Kuesioner berisi pertanyaan terkait sosiodemografi,
status kesehatan, hemoglobin, status gizi, frekuensi dan jenis diet,
makanan lain dan sumber pendapatan di luar ransum umum. Kuesioner ini
memiliki pertanyaan terbuka dan tertutup, menggunakan versi bahasa
Inggris dari kuesioner telah diterjemahkan ke dalam bahasa lokal
(Somalia) dan diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Inggris oleh orang
ketiga untuk memeriksa konsistensinya. Pelatihan selama dua hari
diberikan untuk keterampilan dasar mengukur hemoglobin, kalibrasi
instrumen, teknik wawancara, cara mendapatkan persetujuan atau
persetujuan tertulis serta cara berinteraksi dengan responden sebagai
tindakan pencegahan bagi pengumpul dan pengawas data. Pengumpul data
adalah perawat dan teknisi laboratorium medik di bawah supervisi dua
pengawas lapangan.
2) Populasi
Semua remaja perempuan berusia 10–19 tahun di kamp pengungsi Aw-
Barre dimasukkan dalam penelitian ini. Remaja hamil, menyusui dan
pencari suaka dikeluarkan dari penelitian ini karena kebutuhan zat besi
yang berbeda dan kesulitan untuk melacaknya.
b. Hasil
Dari semua yang makan 2 kali sehari masing-masing 19 (4,3%) dan tiga dan
empat kali masing-masing 410 (93,88%) dan 8 (1,82%). Lebih dari separuh
responden mengkonsumsi sumber makanan kaya heme kurang dari sekali
dalam sebulan dan lebih dari 90% kurang dari sekali dalam sebulan
mengkonsumsi buah dan sayur.
Analisis kasar dilakukan untuk menilai adanya hubungan antara
variabel independen dan anemia. Dalam regresi logistik biner; Usia, ukuran
keluarga, lama tinggal di kamp, status perkawinan saat ini, frekuensi
konsumsi makanan kaya zat besi heme dan frekuensi konsumsi telur
ditemukan berhubungan positif dengan status anemia remaja putri.
Setelah menyesuaikan variabel signifikan ini dalam regresi logistik
multivariabel; usia, lama tinggal di kamp, asupan telur dan asupan makanan
kaya zat besi heme secara independen terkait dengan perkembangan anemia.
47

Remaja akhir 2 kali lebih mungkin mengalami anemia dibandingkan dengan


remaja awal (AOR: 1,95, 95% CI (1,09, 3,47). Mereka yang makan makanan
kaya zat besi heme kurang dari satu kali per bulan, 11 kali lebih mungkin
untuk mengembangkan anemia dibandingkan dengan mereka yang makan
lebih dari dua kali dalam seminggu (AOR: 11.42, 95% CI (3.42, 38.18)).
Remaja yang menggunakan telur lebih dari dua kali seminggu adalah 68%
(AOR: 0,32, 95% CI (0,11, 0,95)) lebih kecil kemungkinannya untuk
mengembangkan anemia dibandingkan dengan pengguna sekali per bulan.

Kesimpulan: Pengambilan sampel sudah benar, untuk pengukuran pola


makan sudah terstandar menggunakan kuesioner survei nutrisi standar
UNHCR serta untuk pengukuran Hb sudah terstandar yaitu menggunakan alat
HemoCuvettes, mesin HemoCueHb 301, dan bahan saniter seperti kapas,
alkohol, dan sarung tangan.

6. Anaemia among school children from southern Kerala, India: A cross-sectional


study. (Rakesh PS, et al., 2019)
a. Tahapan
1) Lokasi penelitian ini dilakukan di distrik Kollam, India. Data dalam
penelitian ini menggunakan kuesioner disusun untuk mengumpulkan
rincian umur, jenis kelamin, frekuensi makan buah jeruk, daging dan
sayuran berdaun hijau serta asupan tablet zat besi remaja putri. Tiga puluh
perawat kesehatan sekolah telah dilatih untuk mengukur kadar hemoglobin
menggunakan sistem HemoCueHb. Respon asupan tablet zat besi
diverifikasi dengan bantuan guru kelas. Antropometri telah dilakukan dan
status gizi dievaluasi menggunakan batas usia spesifik yang
direkomendasikan WHO untuk indeks massa tubuh (BMI).
2) Populasi
Tiga puluh dua sekolah dipilih secara acak dari daftar semua sekolah
menengah negeri/manajemen di kabupaten. Seratus siswa dari setiap
sekolah, 10 laki-laki dan 10 perempuan dari kelas V sampai IX dipilih
secara acak dari daftar sekolah.
b. Waktu
Waktu melakukan studi potong lintang pada anak sekolah dari kelas V hingga
IX di distrik Kollam, India selama Januari – Februari 2014.
48

c. Hasil
Anemia paling umum terjadi pada kelompok usia 12-14 tahun (35,3%). Di
antara remaja putri yang mengonsumsi minimal 40 tablet suplementasi IFA
setiap minggu, 26,3% mengalami anemia, sedangkan di antara mereka yang
tidak teratur mengonsumsi tablet 32% mengalami anemia. Sekitar sepertiga
(34,2%) dari mereka yang melaporkan minum teh/kopi bersama dengan
makanan utama mengalami anemia sedangkan 26,9% dari mereka yang
melaporkan tidak minum teh/kopi dengan makanan utama mengalami anemia
(p <0,001). Selain itu, sekitar sepertiga dari anak-anak (32,1%) dengan gizi
buruk mengalami anemia, sementara 31,2% anak dengan gizi normal
mengalami anemia (p = 0,68). Di antara anak-anak (30,3%) yang dilaporkan
tidak mengonsumsi daging minimal seminggu sekali mengalami anemia,
31,9% yang mengonsumsi daging minimal seminggu sekali (p = 0,34)
mengalami anemia. Di antara anak-anak yang diteliti 35,3%, 22,3% dan
45,3% melaporkan bahwa mereka tidak terbiasa mengonsumsi daging,
sayuran berdaun hijau, dan buah jeruk, setidaknya setiap minggu.

Kesimpulan: Pengambilan sampel sudah benar, untuk pengukuran pola


makan sudah terstandar yaitu menggunakan FFQ serta untuk pengukuran Hb
sudah terstandar yaitu menggunakan HemoCueHb.

7. Prevalence of Iron-deficiency Anaemia among University Students in Noakhali


Region, Bangladesh. (Kumar B. Shill, et al., 2014)
a. Tahapan
1) Lokasi penelitian ini dilakukan di Noakhali, Bangladesh. Pengumpula data
menggunakan kuesioner yang telah diuji sebelumnya dan mengukur
konsentrasi hemoglobin, tinggi, dan berat individu. Kuesioner
dikembangkan untuk mendapatkan informasi tentang usia, jenis kelamin,
dan kebiasaan makan. Asupan sarapan secara teratur serta konsumsi
daging, ikan, unggas, telur, atau selai kacang secara teratur dan frekuensi
asupan junk food, multivitamin dan makanan kaya zat besi / zat besi
dimasukkan sebagai kebiasaan makan peserta.
2) Populasi
300 siswa remaja tingkat kelulusan berusia 17-25 tahun (150 laki-laki dan
150 perempuan), dengan latar belakang sosial ekonomi yang berbeda.
49

Sebelum pengambilan darah, peserta diinformasikan tentang percobaan,


dan persetujuan lisan diambil dari masing-masing peserta. Peserta yang
tidak tertarik untuk memberikan darahnya secara sukarela dikeluarkan dari
penelitian, dan dipilih sukarelawan lain.
b. Waktu
Waktu penelitian dilakukan selama bulan Oktober hingga Desember 2011.
c. Hasil
Prevalensi anemia menurut kebiasaan makan individu secara signifikan (p =
0,035, 95% CI 0,5-1,0) lebih umum di antara mereka yang tidak teratur dalam
asupan sarapannya daripada orang yang sarapan secara teratur, dan itu lebih
signifikan secara statistik (p = 0,0002, 95% CI) untuk siswa non-anemia.
Hasil analisis menunjukkan 55,3% siswa remaja menderita anemia, di
antaranya 63,3% adalah perempuan; dengan demikian, anemia ditemukan
lebih umum pada perempuan dibandingkan laki-laki. (36,7%, p <0,0001).
Penyebabnya adalah kebiasaan makan yang buruk, kehilangan darah saat
menstruasi, dan kurangnya kesadaran akan kekurangan zat besi dan status
gizi.

Kesimpulan: Pengambilan sampel tidak jelas karena tidak dijelaskan cara


yang digunakan. Untuk pengukuran pola makan sudah terstandar yaitu
menggunakan FFQ dan untuk pengukuran Hb sudah terstandar yaitu
menggunakan hemoglobinometer Sahli.

8. Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri di SMP
Negeri 18 Banjarmasin 2019/2020. (Satyagraha et al., 2020)
a. Tahapan
1) Lokasi penelitian ini dilakukan di SMPN 18 Banjarmasin tahun ajaran
2019/2020. Penelitian ini menggunakan data Informed consent dan lembar
wawancara. Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat
tulis, Hemoglobinometer, kuesioner jenis, frekuensi, food recall, dan
aplikasi NutriSurvey. Alat pengukur kadar hemoglobin, yaitu
menggunakan Hb elektrik merk Easy Touch (finger prick).
2) Populasi
88 remaja putri di SMPN 18 Banjarmasin dengan kriteria inklusi pada
penelitian ini adalah 1) Tidak dalam mengkonsumsi tablet tambah darah
50

atau tablet besi dalam 1 bulan terakhir; 2) Tidak sedang haid pada saat
penelitian; 3) Tidak mengalami penyakit TB.
b. Hasil
Responden yang pola makan tidak baik lebih banyak yang tidak mengalami
anemia dibandingkan yang mengalami anemia. Kemudian pada responden
yang memiliki pola makan baik lebih banyak yang tidak anemia
dibandingkan yang anemia. Data ini tidak memenuhi syarat dari uji Chi
Square karena ada cell dengan nilai frekuensi harapan kurang dari 5, sehingga
menggunakan uji alternatif yaitu uji fisher. Pada uji fisher didapatkan nilai p
adalah 0,1 (p>0,05), sehingga hasil uji ini menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara pola makan dengan kejadian anemia pada remaja putri di
SMPN 18 Banjarmasin.

Kesimpulan: Pengambilan sampel udah benar serta dimasukkan dalam


kriteria inklusi dan eksklusi. Untuk pengukuran pola makan sudah terstandar
yaitu menggunakan food recall 24jam dan nutrisurvey namun tidak dijelaskan
apakah menggunakan food model sebagai alat bantu untuk memperkirakan
ukuran rumah tangga dari makanan yang di konsumsi. Untuk pengukuran Hb
sudah terstandar yaitu menggunakan Hb elektrik merk Easy Touch (finger
prick).

9. Apakah Citra Tubuh dan Risiko Gangguan Makan Berisiko Anemia? Studi
Kasus Pada Siswa Putri. (Marsyuman, et al., 2020)
a. Tahapan
1) Lokasi penelitian ini dilakukan di 5 SMK di Kota Bekasi, Jawa Barat.
Instrument yang digunakan pada penelitian ini yaitu timbangan berat
badan dan microtoise untuk menghitung status gizi, untuk pengukuran
body image menggunakan kuesioner Body Shape Questionnaire 34,
kemudian untuk penilaian risiko gangguan makan menggunakan kuesioner
Eating Attitude Test 26
2) Populasi
343 responden dengan kriteria inklusi sehat, tidak sedang berpuasa dan
bersedia menjadi responden sedangkan responden yang memiliki riwayat
penyakit terkait anemia tidak diikutkan pada penelitian.
b. Hasil
51

Hasil analisis secara statistik dengan Uji Chi-Square menunjukkan bahwa


remaja putri dengan citra tubuh negatif yang mengalami anemia adalah 24,3%
dan menunjukkan hubungan antara citra tubuh dengan anemia (p = 0,03, OR
= 0,579). Anak perempuan yang berisiko mengalami gangguan makan dan
mengalami anemia adalah 21,6% dan menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara risiko gangguan makan dan anemia (p = 0,27). Kesimpulan
dari penelitian ini adalah bahwa citra tubuh dapat meningkatkan risiko
anemia pada remaja putri.
Kesimpulan: Pengambilan sampel sudah benar serta menggunakan kriteria
inklusi dan eksklusi. Untuk pengukuran body image sudah terstandar yaitu
menggunakan kuesioner Body Shape Questionnaire 34, kemudian untuk
penilaian risiko gangguan makan sudah terstandar yaitu menggunakan
kuesioner Eating Attitude Test 26.
10. Analisis pola makan dan anemia gizi besi pada remaja putri kota Bengkulu.
(Suryani et al., 2017)
a. Tahapan
1) Lokasi penelitian ini dilakukan di 12 sekolah yang terdiri dari 8 (delapan)
SMA dan 4 (empat) SMP di Kota Bengkulu. Instrument yang digunakan
adalah kuisioner, alat dan bahan pemeriksaan kadar hemoglobin dengan
metode Cyanmethemoglobin.
2) Populasi
Sebanyak 1200 Remaja putri SMP/SMA Se Kota Bengkulu yang terdiri
dari 9 Kecamatan. Teknik pengambilan sampel dengan cara menentukan
kecamatan secara cluster sampling, kriteria kecamatan yang mempunyai
jumlah sekolah terbanyak, menengah dan sedikit sehingga terpilih 7
kecamatan, dan pemilihan sekolah secara random sampling dari jumlah
SMP/SMA. Terpilih 12 sekolah yang terdiri dari 8 (delapan) SMA dan 4
(empat) SMP di Kota Bengkulu. Sampel dipilih secara quota sebanyak
100 remaja putri setiap sekolah. Pengambilan sampel dilakukan secara
random sampling dari jumlah remaja putri yang ada, kriteria insklusi
remaja tidak sedang dalam menstruasi dan tidak puasa.
b. Waktu
Penelitian dilaksanakan dari tanggal 14 Juni–22 Juli 2013 di Kota Bengkulu.
52

c. Hasil
Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan antara pola makan
dengan kejadian anemia pada remaja putri (p>0,05). Remaja dengan pola
makan tidak baik memiliki risiko 1,2 kali untuk menderita anemia dibanding
remaja yang memiliki pola makan baik.

Kesimpulan: Pengambilan sampel sudah benar serta menggunakan kriteria


inklusi dan eksklusi. Untuk pengukuran pola makan tidak menjelaskan
kuesioner apa yang dijelaskan sehingga hasil yang didapat tidak
berhubungan. Untuk pengukuran Hb sudah terstandar yaitu menggunakan
metode Cyanmethemoglobin.
53

B. PEMBAHASAN
Hasil riview 10 artikel pada penelitian ini menggunakan karakteristik responden;
remaja putri dengan rentan usia 10-19 tahun. Lokasi penelitian di lingkup nasional
yaitu; Kediri, Sumba Timur, Banda Aceh, Brebes, Banjarmasin, Bekasi, Bengkulu.
Untuk lingkup internasional yaitu; Southeast Ethiopia, India, dan Bangladesh.

4.1. Tingkat Pengetahuan Responden

Dari hasil 10 artikel, tingkat pengetahuan pada responden yaitu kurang, hal ini
berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan dan
selanjutnya akan berpengaruh terhadap keadaan gizi individu yang bersangkutan
termasuk status anemia. Rendahnya pengetahuan remaja tentang anemia
mengakibatkan kurangnya konsumusi makanan sumber protein hewani.
Rendahnya kadar hemoglobin pada remaja putri disebabkan beberapa faktor
antara lain adanya zat penghambat absorbsi, kebutuhan zat besi meningkat
karena pertumbuhan fisik, dan kehilangan darah disebabkan perdarahan kronis,
penyakit parasit dan infeksi (Suryani et al., 2017). Sesuai dengan teori yang
dikatakan oleh (Notoatmodjo dalam Sukartiningsih & Amaliah, 2018) bahwa
pengetahuan seseorang dipengaruhi berbagai hal di antaranya pendidikan,
pengalaman, informasi, umur, pekerjaan, minat dan budaya setempat. Faktor –
faktor tersebut di atas saling mempengaruhi satu sama lain. Asumsi kedua
peneliti bahwa pengetahuan remaja putri yang cukup bila tidak ditunjang dengan
sarana prasarana yang baik maka kejadian anemia pada remaja putri akan dapat
diminimalkan.

4.2. Kondisi Anemia dan Kebiasaan Makan Responden

Dari hasil 10 artikel, kondisi responden kebanyakan mengalami anemia, hal


tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu pola makan.
Remaja putri sering mempraktikkan diet dengan cara yang kurang benar seperti
melakukan pantangan-pantangan, membatasi atau mengurangi frekuensi makan
untuk mencegah kegemukan. Pada umumnya remaja mempunyai kebiasaan
makan yang kurang baik. Beberapa remaja khususnya remaja putri sering
mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang tidak seimbang dibandingkan
dengan kebutuhannya karena takut kegemukan (Arisman dalam Sukartiningsih
& Amaliah, 2018).
54

Kemudian, pada umumnya remaja putri memiliki karakteristik kebiasaan


makan tidak sehat. Antara lain kebiasaan tidak makan pagi, malas minum air
putih, diet tidak sehat karena ingin langsing (mengabaikan sumber protein,
karbohidrat, vitamin dan mineral), kebiasaan ngemil makanan rendah gizi dan
makan makanan siap saji. Sehingga remaja tidak mampu memenuhi
keanekaragaman zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuhnya untuk proses
sintesis pembentukan hemoglobin (Hb). Bila hal ini terjadi dalam jangka waktu
yang lama akan menyebabkan kadar Hb terus berkurang dan menimbulkan
anemia (Zubir, 2018).

Frekuensi konsumsi makanan kaya zat besi heme dan frekuensi konsumsi
telur ditemukan berhubungan positif dengan status anemia pada remaja putri.
Remaja akhir 2 kali lebih mungkin mengalami anemia dibandingkan dengan
remaja awal. Remaja putri yang makan makanan kaya zat besi heme kurang dari
satu kali per bulan, lebih besar kemungkinannya untuk terkena anemia
dibandingkan dengan mereka yang makan lebih dari dua kali dalam seminggu.
Remaja putri yang mengkonsumsi telur lebih dari dua kali seminggu lebih kecil
kemungkinannya untuk terkena anemia dibandingkan dengan remaja putri yang
mengkonsumsi sekali per bulan (Engidaw & Belakang, 2018).

Dari 10 artikel didapatkan hasil yang variatif, dimana metode pengumpulan


dan pengukuran data mempengaruhi hasil antara terdapat dan tidak terdapatnya
hubungan pola makan dengan kejadian anemia pada remaja putri.

Penggunaan Survei Cara Pemeriksaan Anemia


Konsumsi Makan

Artikel yang terdapat Food Recall 24jam Easy touch GCHB


hubungan antara pola
FFQ HemoCuvettes dan
makan dengan kejadian
HemoCueHB 301
anemia pada remaja
putri Hemoglobinometer sahli

Artikel yang tidak Kuesioner eating Cyanmethemoglobin


terdapat hubungan attitude test 26
55

antara pola makan Hanya menggunakan


dengan kejadian anemia kuesioner
pada remaja putri

Metode yang digunakan untuk mengukur anemia pada penelitian ini yaitu:

1. Metode Cyanmethemogobin dan Hemoglobinometer sahli


Kadar hemoglobin dapat ditentukan dengan berbagai cara, diantaranya
adalah dengan metode visual (Hb Sahli) dan metode sianmet-hemoglobin.
Metode visual / Hb-Sahli sudah tidak dianjurkan lagi, karena mempunyai
kesalahan yang besar, alat tidak bisa distandarisasi dan tidak semua jenis
hemoglobin dapat diubah menjadi asam hematin seperti keroksi-
hemoglobin, met-hemoglobin dan sulf-hemoglobin. International
Committee for Standardization in Haematology (ICSH), menganjurkan
pemeriksaan kadar hemoglobin dengan menggunakan metode sianmet-
hemoglobin. Metode umum yang direkomendasikan WHO untuk digunakan
pada survei prevalensi anemia pada populasi adalah hemoglobinometri
dengan metode cyanmeth di laboratorium dan sistem POCT hemocue
(Faatih, 2018).
Prinsip pada metode Cyanmethemogobin yaitu hemoglobin dioksidasi
oleh kalium ferrosianida menjadi methemoglobin yang kemudian bereaksi
dengan ion sianida membentuk sian-methemoglobin yang berwarna merah.
Intensitas warna dibaca dengan fotometer dan dibandingkan dengan standar.
Karena yang membandingkan alat elektronik, maka hasilnya lebih objektif.
Namun, fotometer saat ini masih cukup mahal, sehingga belum semua
laboratorium memilikinya (Supariasa et al., 2016).
2. Metode Hb Meter (EasyTouch GCHb)
Hb meter adalah alat pemeriksaan secara mudah dan sederhana dan juga
dapat dilakukan oleh siapapun. Salah satu Hb Meter adalah EasyTouch
GCHb. EasyTouch GCHb adalah alat cek darah dengan tiga fungsi yaitu cek
kolesterol, cek gula darah dan cek hemoglobin. EasyTouch GCHb adalah
system pemantauan hemoglobin darah yang dirancang untuk pengukuran
kuantitatif dalam kapiler darah. Pengukuran ini didasarkan pada penentuan
perubahan arus yang disebabkan oleh reaksi dari hemoglobin dengan reagen
56

pada elektrodastrip. Ketika sampel darah menyetuh area target sampel strip,
darah secara otomatis ditarik ke zona reaksi strip. Hasil tes akan ditampilkan
setelah 6 detik untuk hemoglobin. Kenggulan dari EasyTouch GCHb adalah
mudah digunakan dilapangan dan sudahterdaftar Depkes RI AKL NO :
20101902214.
3. Metode Hemocue
Metode ini dilakukan dengan pengukuran optical density pada kuvet
yang mepunyai kapasitas volume sebesar 10 mikroliter oleh sinar yang
berasal dari lampu 16 berjarak 0,133 milimeter sampai pada dinding parallel
celah optis tempat kuvet berada. Pereaksi kering dimasukkan ke dalam
kuvet. Secara spontan, sampel darah akan bercampur dengan pereaksi
kering. Kuvet dimasukkan ke dalam alat Hemocue photometer untuk
dilakukan pembacaan pada panjang gelombang 565 dan 880 nm. Alat akan
menghitung sendiri sehinga angka yang muncul pada layar pembacaan
adalah kadar Hb darah yang diperiksa. Alat penentuan Hb dengan metode
Hemocue ini juga mempunyai kelebihan yaitu ringan dibawa, praktis, dapat
menggunakan bateri, tidak tergantung listrik, dan hasilnya dapat langsung
diketahui saat itu juga (Handayani, 2012). Namun adapun kekurangan dari
metode ini yaitu harga alat relatif lebih mahal dibandingkan dengan alat
lainnya.

Kesimpulan: Pada penelitian yang tidak terdapat hubungan antara pola


makan dengan kejadian anemia pada remaja putri dapat dilihat dari metode
yang digunakan untuk mengukur anemia yaitu tidak berpengaruh. Meskipun
cara mengukur anemia sudah terstandar tetapi di metode penggunaan survei
konsumsi makan belum terstandar.

Penggunaan survei konsumsi makan pada penelitian ini yaitu:


1. Food Recall 24 jam
Dari berbagai metode survey konsumsi gizi tingkat individu, maka
metode food recall 24jam konsumsi gizi merupakan suatu metode yang
paling banyak digunakan dalam survey konsumsi gizi. Hal ini dikarenakan
metode ini cukup akurat, cepat pelaksanaannya, murah, mudah dan tidak
memerlukan peralatan yang mahal atau rumit. Meskipun demikian
diperlukan orang yang ahli untuk dapat melakukannya, karena metode food
recall 24 jam konsumsi
57

gizi sangat mengandalkan ingatan responden. Di samping itu diperlukan


ketepatan menyampaikan ukuran rumah tangga (URT) dari pangan yang
telah dikonsumsi oleh responden, saat ketepatan pewawancara untuk
menggali semua makanan dan minuman yang dikonsumsi responden beserta
ukuran rumah tangga (Widajanti, 2009).
Prinsip dari metode food recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis
dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu.
Dalam metode food recall 24 jam, responden disuruh menceritakan semua
yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu termasuk cara
memasak dan merek makanan bila dibeli dalam bentuk kemasan. Biasanya
dimulai sejak ia bangun pagi kemarin sampai dia istirahat tidur malam
harinya, atau dapat juga dimulai dari waktu saat dilakukan wawancara
mundur ke belakang sampai 24 jam penuh (Supariasa, 2002).
Recall satu kali 24 jam cukup untuk mengetahui rata-rata asupan zat
gizi untuk kelompok besar. Kelamahan Metode ini kurang cocok untuk
mengetahui asupan makan perorangan. Sehingga hendaknya metode food
recall 24 jam dilakukan bersamaan dengan metode lain seperti metode
kuesioner dan frekuensi makanan (Moesijanti, 2011).
Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa dengan food recall 24 jam
data yang diperoleh lebih bersifat kualitatif. Oleh karna itu untuk
mendapatkan data yang kuantitatif maka jumlah konsumsi makanan
individu ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat ukur rumah
tangga (sendok, gelas, piring dan lain-lain) (Supariasa, 2002).
2. Food Frequency Questionnare
Tujuan dari Metode ini adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi
konsumsi bahan makanan atau makanan jadi pada waktu lalu. Kuesioner
terdiri dari daftar bahan makanan dan frekuensi makanan. Cara ini merekam
tentang berapa kali konsumsi bahan makanan sehari, seminggu, sebulan atau
waktu tertentu (Supariasa, 2002). Pada metode food frekuensi tidak
dilakukan standar ukuran porsi yang digunakan hanya frekuensi berapa
sering responden memakan makanan tersebut dan tidak dilakukan dilakukan
penimbangan ukuran porsi. Prinsip dan penggunaan metode frekuensi
makanan (FFQ), (Khonson, 2002 dalam Rahmawati 2010):
58

a. Kuesioner frekuensi makanan (FFQ) menilai energi dan atau intake


gizi dengan menentukan seberapa sering seseorang mengkonsumsi
sejumlah makanan yang merupakan sumber nutrisi utama atau dari
komponen makanan tertentu dalam pertanyaan per hari, minggu atau
bulan selama periode waktu tertentu (biasanya 6 bulan sampai 1
tahun).
b. Menyediakan data tentang kebiasaan asupan nutrisi yang dipilih,
makanan tertentu atau kelompok-kelompok makanan.
c. Kombinasi khusus dari makanan dapat digunakan sebagai predictor
untuk asupan nutrisi tertentu atau non gizi, asalkan komponen
asupan makanan terkonsentrasi dalam jumlah yang relative kecil
makanan atau kelompok makanan tertentu, misalnya konsumsi
vitamin C diperkirakan dari buah-buahan segar dan jus buah.
3. Kuesioner eating attitude test 26
Salah satu alat ukur penelitian yang banyak digunakan untuk
mendeteksi perilaku makan abnormal adalah alat ukur yang dibuat oleh
Garner, Olmsted dan Y. Bohr (1982), yaitu eating attitudes test (EAT-26).
Eating Attitudes Test (EAT-26) adalah sebuah self-report yang
menggambarkan gejala dan karakteristik gangguan makan. Alat ukur ini
memiliki tiga subskala yang saling mempengaruhi, yaitu diet, bulimia dan
preokupasi terhadap makanan dan kontrol terhadap makanan (oral control).
Eating Attitudes Test (EAT-26) terdiri atas 26 item. Masing-masing kriteria
memuat sebuah kelompok pernyataan dan masing-masing pernyataan
memiliki enam pilihan jawaban yaitu, “selalu, biasanya, sering, kadang-
kadang, jarang dan tidak pernah”.
Penskoringan EAT-26 menggunakan skala likert dengan skor antara 0–
3 untuk masing-masing pernyataan. Pernyataan yang paling sesuai dengan
kriteria perilaku makan abnormal memiliki skor paling tinggi (skor 0 untuk
pilihan jawaban ‘tidak pernah’, ‘jarang’, dan ‘kadang-kadang’. Skor 1 untuk
jawaban ‘sering’, skor 2 untuk pilihan jawaban ‘biasanya’ dan skor 3 untuk
pilihan jawaban ‘selalu’). Skor perilaku makan abnormal berdasarkan EAT-
26 dikategorikan menjadi dua, yaitu skor < 20 mengindikasikan perilaku
makan dengan kategori normal dan skor > 20 mengindikasikan perilaku
makan dengan kategori abnormal
59

Kesimpulan: Pada penelitian yang terdapat hubungan pola makan dengan


kejadian anemia pada remaja putri menggunakan survei konsumsi makan
yang terstandar, sedangkan pada penelitian dengan hasil tidak terdapat
hubungan pola makan dengan kejadian anemia pada remaja putri yakni
hanya menggunakan kuesioner dan eating attitude test 26.

4.3. Studi Cross Sectional

Studi cross sectional mencakup semua jenis penelitian yang pengukuran


variabel- variabelnya dilakukan hanya satu kali, pada satu saat. Kata satu saat
bukan berarti semua subyek diamati tepat pada saat yang sama, tetapi artinya
tiap subyek hanya diobservasi satu kali dan pengukuran variabel subyek
dilakukan pada saat pemeriksaan tersebut. Jadi pada studi cross sectional peneliti
tidak melakukan tindak lanjut terhadap pengukuran yang dilakukan. (Yayan
Heryanto, 2010)

Langkah-langkah pada studi cross sectional;

1) Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis


Pertanyaan penelitian yang akan dijawab harus dikemukakan dengan jelas
dan dirumuskan hipotesis yang sesuai. Dalam studi cross sectional analitik,
hendaklah dikemukakan hubungan antar variabel yang diteliti.
2) Mengidentifikasi variabel penelitian
Semua variabel yang dihadapi dalam studi prevalensi harus diidentifikasi
dengan cermat. Untuk ini perlu ditetapkan definisi operasional yang jelas
mana yang termasuk dalam faktor risiko yang ingin diteliti (variabel
independen), faktor risiko yang tidak diteliti, serta efek yang dipelajari
(variabel dependen). Faktor yang mungkin merupakan risiko namun tidak
diteliti perlu diidentifikasi, agar dapat disingkirkan atau paling tidak
dikurangi pada waktu pemilihan subyek penelitian.
3) Menetapkan subyek penelitian
b. Menetapkan populasi penelitian
Bergantung kepada tujuan penelitian, maka ditentukan dari populasi
terjangkau mana subyek penelitian yang akan dipilih, apakah dari
rumah sakit/fasilitas kesehatan atau dari masyarakat umum. Salah satu
yang harus diperhatikan dalam menentukan populasi terjangkau
penelitian
60

adalah besarnya kemungkinan untuk memperoleh faktor risiko yang


diteliti.
c. Menentukan sampel dan memperkirakan besar sampel
Penentuan sampel bertujuan agar obyek penelitian yang dipilih dapat
mewakili populasi secara keseluruhan. Besar sampel harus diperkirakan
dengan formula yang sesuai. Berdasarkan perkiraan besar sampel serta
perkiraan prevalensi kelainan, dapat ditentukan apakah seluruh subyek
dalam populasi terjangkau akan diteliti atau dipilih sampel yang
mewakili populasi terjangkau tersebut. Pemilihan sampel harus
dilakukan dengan cara yang benar, agar mewakili populasi terjangkau.
Penetapan besar sampel untuk penelitian cross sectional yang mencari
rasio prevalensi sama dengan penetapan besar sampel untuk studi
kohort yang mencari risiko relatif.
4) Melaksanakan pengukuran
Pengukuran variabel bebas (faktor risiko) dan variabel tergantung (efek
atau penyakit) harus dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip pengukuran.
a. Pengukuran faktor risiko
Penetapan faktor risiko dapat dilaksanakan dengan berbagai cara,
bergantung pada sifat faktor risiko. Pengukuran dapat dilakukan
dengan kuesioner, catatan medik, uji laboratorium, pemeriksaan fisik
atau prosedur pemeriksaan khusus. Bila faktor risiko diperoleh dengan
wawancara, maka mungkin diperoleh informasi yang tidak akurat atau
tidak lengkap, yang merupakan keterbatasan studi ini. Oleh karena itu
maka jenis studi ini lebih tepat untuk mengukur faktor risiko yang
tidak berubah, misalnya golongan darah, jenis kelamin atau HLA.
b. Pengukuran efek penyakit
Terdapatnya efek atau penyakit tertentu dapat ditentukan dengan
kuesioner, pemeriksaan fisik ataupun pemeriksaan khusus, bergantung
kepada karakteristik penyakit yang dipelajari. Cara apapun yang
dipakai, harus ditetapkan kriteria diagnosisnya dengan batasan
operasional yang jelas. Harus selalu diingat hal-hal yang akan
mengurangi validitas penelitian, seperti subyek yang tidak ingat akan
timbul suatu penyakit, terutama pada penyakit yang timbul secara
61

perlahan-lahan. Untuk penyakit yang mempunyai eksaserbasi atau


remisi, penting untuk bertanya kepada subyek apakah pernah
mengalami gejala tersebut sebelumnya.
5) Menganalisis data
Analisis hubungan atau perbedaan prevalensi antar kelompok yang
diteliti dilakukan setelah dilakukan validasi dan pengelompokan data.
Analisis ini dapat berupa suatu uji hipotesis ataupun analisis untuk
memperoleh risiko relatif. Risiko relatif lebih sering dihitung dalam studi
cross sectional untuk mengidentifikasi faktor risiko.
Yang dimaksud dengan risiko relatif pada studi cross sectional
adalah perbandingan antara prevalensi penyakit (efek) pada kelompok
dengan risiko dengan prevalensi efek pada kelompok tanpa risiko. Pada
studi cross sectional ini, risiko relatif yang diperoleh bukan risiko relatif
yang murni. Risiko relatif yang murni hanya dapat diperoleh dengan
penelitian kohort, dengan membandingkan insidensi penyakit pada
kelompok dengan risiko dengan insidensi penyakit pada kelompok tanpa
risiko.
Pada studi cross sectional, estimasi risiko relatif dinyatakan dengan
rasio prevalensi (RP), yakni perbandingan antara jumlah subyek dengan
penyakit (lama dan baru) pada satu saat dengan seluruh subyek yang ada.
Rasio prevalensi dihitung dengan cara sederhana, yakni dengan
menggunakan tabel 2x2 seperti dilukiskan pada tabel 3.6, dari skema
tersebut maka rasio prevalensi dapat dihitung dengan formula berikut:

RP = a/(a+b) : c/(c+d)
a/(a+b) : proporsi (prevalensi) subyek yang mempunyai faktor risiko
yang mengalami efek
c/(c+d) : proporsi (prevalensi) subyek tanpa faktor risiko yang
mengalami efek
Rasio prevalensi harus selalu disertai dengan nilai interval kepercayaan
(confidence interval) yang dikehendaki, misalnya interval kepercayaan
95%. Interval kepercayaan menunjukkan taksiran rentang nilai pada
populasi yang dihitung dengan nilai yang diperoleh pada sampel.
Perhitungan
62

interval kepercayaan mempunyai rumus tersendiri untuk masing-masing uji


hipotesis.

Tabel 3.5 hasil pengamatan studi cross sectional

Efek

Ya Tidak Jumlah
Ya a b a+b
Uji Tidak c d c+d
Jumlah a+c b+d a+b+c+d

a : subyek dengan faktor risiko yang mengalami efek


b : subyek dengan faktor risiko yang tidak mengalami efek
c : subyek tanpa faktor risiko yang mengalami efek
d : subyek tanpa faktor risiko yang tidak mengalami efek
Rasio prevalensi (RP) dihitung dengan membagi prevalensi efek pada
kelompok dengan faktor risiko dengan prevalensi efek pada kelompok
tanpa faktor risiko, yaitu RP = a/(a+b) : c/(c+d).

C. Keterbatasan Penelitian
Pada jenis metode penelitian literature review ini, artikel yang digunakan
memiliki beberapa karakteristik metode penelitian yaitu desain study Cross
Sectional yang dapat menimbulkan bias pada hasil penelitian. Pada desain study
Cross Sectional ini kurang tepat jika digunakan untuk analisis klausal, mengingat
penelitian dan penilaian dalam analisis klausal menuntut adanya sekuensi waktu
yang jelas antara paparan dengan penyakit. Serta dalam literature riview ini
menunjukkan hasil yang variatif, dimana untuk artikel yang berhubungan
menggunakan metode yang terstandar sedangkan artikel yag tidak berhubungan
menggunakan metode yang tidak terstandar. Metode yang tidak terstandar tersebut
yaitu tidak menggunakan FFQ atau Food recal 24jam hanya menggunakan
kuesioner.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN
Berdasarkan hasil literature riview menunjukkan hasil yang variatif, dimana untuk
artikel yang berhubungan menggunakan metode yang terstandar sedangkan artikel yang
tidak berhubungan menggunakan metode yang tidak terstandar.
Terdapat hubungan antara pola makan dengan kejadian anemia pada remaja putri,
disebabkan oleh pola dan gaya hidup modern membuat remaja putri cenderung lebih
menyukai makan di luar rumah bersama kelompoknya. Remaja putri sering
mempraktikkan diet dengan cara yang kurang benar seperti melakukan pantangan-
pantangan, membatasi atau mengurangi frekuensi makan untuk mencegah kegemukan.
Pada umumnya remaja mempunyai kebiasaan makan yang kurang baik. Beberapa remaja
khususnya remaja putri sering mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang tidak
seimbang dibandingkan dengan kebutuhannya karena takut kegemukan serta kurangnya
mengkonsumsi makanan yang kaya zat heme, sayuran hijau, buah-buahan dan tablet Fe.
Tidak terdapat hubungan antara pola makan dengan kejadian anemia pada remaja
putri karena asupan protein yang dibutuhkan remaja putri sebesar 56 gram per harinya
dan asupan zat besi yang dibutuhkan remaja putri sebesar 15 mg per hari. Walaupun pola
makan remaja putri tidak baik namun jika jumlah asupan protein dan zat besinya masih
memenuhi untuk kebutuhan pembentukan Hb, maka remaja putri tidak mangalami
anemia.

B. SARAN
1. Bagi Remaja Putri
Bagi remaja putri perlu menjaga pola makan dengan baik sehingga asupan makanan
terjadi secara adekuat dan zat makanan yang dikonsumsi dapat diserap secara
sempurna dalam tubuh. Selalu mengkonsumsi makanan yang kaya zat heme, sayuran
hijau, buah-buahan dan tablet Fe. Serta remaja putri perlu meningkatkan budaya
makan pagi dan remaja putri di dorong untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan
setempat untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala pada remaja seperti
status gizi dan skrining anemia.
2. Bagi Mahasiswa Gizi Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
63
64

Hasil penulisan ini dapat digunakan untuk referensi dan memberikan sumbangan
bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di prodi gizi mengenai pola makan
pada remaja putri.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian tentang hubungan
pola makan dengan kejadian anemia pada remaja putri dihubungkan dengan
konsumsi makanan dan minuman penghambat zat besi.
DAFTAR PUSTAKA

Adriani, M., & Wirjatmadi, B. (2012a). Pengantar Gizi Masyarakat. Kencana Prenada
Media Grup.

Adriani, M., & Wirjatmadi, B. (2012b). Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan.
Kencana Prenadamedia Group.

Ani, L. S. (2016). Buku Anemia Defisiensi Besi. EBC.

Antono, S. D., & Setyarini, A. I. (2020). POLA MAKAN PADA REMAJA


BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA EATING PATTERNS ON
TEENAGERS ASSOCIATED WITH ANEMIA OCCURRENCE IN GRADE VII
STUDENTS. 10(2), 223–232.

Astutik, E. (2018). Anemia Dalam Kehamilan. CV. Pustaka abadi.


https://books.google.co.id/books?id=6tisDwAAQBAJ&lpg=PR5&ots=A-
ab_NaT80&dq=Astuti %26 Ertiana%2C 2018
anemia&lr&pg=PP1#v=onepage&q=Astuti & Ertiana, 2018 anemia&f=false

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. (2016). Profil Kesehatan


Tahun 2015. BKKBN.

Badriah, D. L. (2014). Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. PT. Refika Aditama.

Briawan, D. (2012). Anemia: Masalah Gizi Pada Remaja Wanita. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Diatsa, B. (2016). Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Gastritis Pada Remaja
di Pondok AL-Hikmah, Trayon, Karanggede, Boyolali.

Diatsa, B., Muhlisin, A., Kep, M., Yulian, V., & Kep, S. (2016). Hubungan Pola
Makan Dengan Kejadian Gastritis Pada Remaja di Pondok AL-Hikmah,
Trayon, Karanggede, Boyolali.

Dinas Kesehatan DIY. (2018). Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta Tahun 2018. Dinas Kesehatan Daerah Istimewa
Yogyakarta.

Direktorat Gizi Masyarakat Kemenkes. (2018). Pedoman Pencegahan dan


Penanggulangan Anemia Pada Remaja Putri dan Wanita Usia Subur.

Engidaw, M. T., & Belakang, L. (2018). Anemia dan faktor terkait di antara gadis
remaja yang tinggal di kamp pengungsi Aw-Barre , negara bagian. 1–13.

Ersila, W., & Prafitri, L. D. (2017). Layanan Kesehatan Reproduksi Remaja Dalam
Upaya Pencegahan Anemia Pada Remaja di Kabupaten Pekalongan.
Implementasi Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat Untuk Peningkatan
Kekayaan Intelektual, September, 635–641.
65
66

https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/psn12012010/article/viewFile/2934/2857

Etim, N. N. (2014). Haematological Parameters and Factors Affecting Their Values.


Agricultural Science, 2(1), 37–47. https://doi.org/10.12735/as.v2i1p37

Faatih, M. (2018). Penggunaan Alat Pengukur Hemoglobin di Puskesmas, Polindes


dan Pustu. Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, 1(1),
32–39. https://doi.org/10.22435/jpppk.v1i1.424

Fikawati, S., Syafiq, A., & Veratamala, A. (2017). Gizi Anak dan Remaja (Cetakan 1).
PT Raja Grafindo Persada.

Fitriany, J., & Saputri, A. I. (2018). Anemia Defisiensi Besi. AVERROUS: Jurnal
Kedokteran Dan Kesehatan Malikussaleh, 4(2), 1.
https://doi.org/10.29103/averrous.v4i2.1033

Hidayah, N. (2016). Analysis of Risk Factros of Anaemia Among Women in


Reproductive Age in Jepang Pakis Village Kudus District. Analisis Faktor
Penyebab Anemia Wanita Usia Subur Di Desa Jepang Pakis Kabupaten Kudus,
70–78.

Kemenkes RI. (2019). Profil Kesehatan Indonesia 2018 [Indonesia Health Profile
2018]. http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/Data-dan-Informasi_Profil-Kesehatan-Indonesia-2018.pdf

Khairiyah, E. L. (2016). Pola Makan Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu


Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2016. SKRIPSI
Universitas Islam Negeri Syarif HIdayatullah Jakarta, 9.

Kumar B. Shill, Palash Karmakar, M. G. K. (2014). Prevalence of Iron-deficiency


Anaemia among University Students in Noakhali Region, Bangladesh.

Mardalena, I., & Suryani, E. (2016). Ilmu Gizi (Cetakan 1). Kementrian Keseharan RI.

Miller, P. lee. (2018). Iron Metabolism.


https://timesofindia.indiatimes.com/blogs/antiaging/iron-metabolism-part-i-
sources-transport-testing/

Nuzrina, R. (2016). Analisis Perbedaan Pola Konsumsi Makanan Dan Asupan Pulau
Sumatera Dan Jawa ( Analisis Data Riskesdas 2010 ). NutrireDiaita, Volume 8
N.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2014). PERATURAN MENTERI


KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014
TENTANGUPAYA KESEHATAN ANAK.

Peraturan Menteri Kesehatan RI. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia tahun 2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang (pp. 1–96).

Peraturan Menteri Kesehatan RI. (2019). Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 28 tahun 2019 tentang Angka Kecukupan Gizi Yang Di
67

Anjurkan Untuk Masyarakat Indonesia. In Sustainability (Switzerland) (Vol. 11,


Issue 1, pp. 1–14).
http://scioteca.caf.com/bitstream/handle/123456789/1091/RED2017-Eng-
8ene.pdf?sequence=12&isAllowed=y%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.regsciurbe
co.2008.06.005%0Ahttps://www.researchgate.net/publication/305320484_SIST
EM_PEMBETUNGAN_TERPUSAT_STRATEGI_MELESTARI

Rakesh PS, Rajeswaran T, Gigil Mathew, Sheeja AL, Subhagan S, S. K. (2019).


Anaemia among school children from southern Kerala, India: A cross-sectional
study. 11(September 2015), 31122.

Riskesdas, K. (2018). Hasil Utama Riset Kesehata Dasar (RISKESDAS). Journal of


Physics A: Mathematical and Theoretical, 44(8), 1–200.
https://doi.org/10.1088/1751-8113/44/8/085201

Satyagraha, K., Putera, K., Noor, M. S., & Heriyani, F. (2020). Hubungan Pola
Makan Dengan Kejadian Anemia Di Smp Negeri 18 Banjarmasin 2019 / 2020.
217–222.

Sukartiningsih, M. C. E., & Amaliah, M. (2018). Faktor Yang Berhubungan Dengan


Kejadian Anemia pada Remaja Putri di Wilayah Kerja Puskesmas Kambaniru
Kabupaten Sumba Timur. Jurnal Kesehatan Primer, 3(1), 16–29.
http://jurnal.poltekeskupang.ac.id/index.php/jkp Factors

Suryani, D., Hafiani, R., & Junita, R. (2017). Analisis Pola Makan Dan Anemia Gizi
Besi Pada Remaja Putri Kota Bengkulu. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas,
10(1), 11. https://doi.org/10.24893/jkma.v10i1.157

Taufik Maryusman, Yunanda Puspajati Mawapi, N. H. S. (2020). Apakah Citra


Tubuh dan Risiko Gangguan Makan Berisiko Anemia? Studi Kasus Pada Siswa
Putri. 4(1), 22–31.

WHO. (2015). Adolescent Health Research Priorities : Report of a Technical


Consultation. October, 1–22.

WHO. (2018). Handout for Module A Introduction. In Department of Child and


Adolescent Health and Development.
https://www.who.int/maternal_child_adolescent/documents/pdfs/9241591269_o
p_handout.pdf

World Health Organization. (2017). Nutritional Anaemias : Tools for Effective


Prevention. In World Health Organization.

Yayan Heryanto. (2010). Studi-Cross-sectional.Yayan-Heryanto.pdf.


http://perpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2019/05/Studi-Cross-
sectional.Yayan-Heryanto.pdf

Zubir. (2018). Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Anemia pada Remaja Putri
SMK Kesehatan AsSyifa School Banda Aceh. Serambi Saintia, 6(2), 12–17.
68

LAMPIRAN
69

Lampiran I Time Schedule

No Kegiatan Sept-‘20 Okt-‘20 Nov-‘20 Des-‘20 Jan-‘21 Feb-‘21 Mar-‘21 Apr-‘21 Mei-‘21 Juni-‘21 Juli-‘21
1 Pengajuan judul
2 Penyusunan BAB I
3 Revisi BAB I
4 Penyusunan BAB II
5 Revisi BAB II
6 Penyusunan BAB III
7 Revisi BAB III
8 Proposal Penelitian
9 Seminar Proposal
10 Revisi Proposal
11 Penyerahan Proposal
12 Penyusunan BAB IV
13 Penyusunan BAB V
14 Laporan Hasil Akhir Skripsi
15 Ujian Skripsi
16 Revisi Skripsi
17 Pengumpulan Skripsi
Lampiran II Kartu Bimbingan

KARTU BIMBINGAN TUGAS AKHIR


Nama : Dinda Ayu Fadillah
NIM 1711401015
Pembimbing tugas akhir : Agung Nugroho, AMG, MPH.
Judul tugas akhir: : Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Anemia
Pada Remaja Putri
Program studi : SI Gizi
Konsultasi Tanggal Materi bimbingan dan Tanda tangan
ke arahan pembimbing
1 1 September Pengajuan Judul
2020

2 14 September Bimbingan terkait


2020 penulisan skripsi dengan
metode literature
review
3 20 September Penyusunan BAB 1
2020

4 5 Oktober 2020 Saat pencarian


literature, keywords bisa
menggunakan bahasa
inggris, yg penting
kriteria inklusi dan
eksklusinya jelas shg dpt
utk screening artikel.
5 11 November Revisi BAB 1
2020

6 11 Desember Penyusunan BAB II


2020

70
71

7 5 Januari 2021 Revisi BAB II

8 11 Januari 2021 Penyusunan BAB III

9 5-6 Februari Revisi BAB III


2021

10 16 Februari Bimbingan sesuai revisi


2021

11 8-9 Maret 2021 Acc ujian proposal hubungi


penguji
KARTU BIMBINGAN TUGAS AKHIR
Nama : Dinda Ayu Fadillah
NIM 1711401015
Pembimbing tugas akhir : Agung Nugroho, AMG, MPH.
Judul tugas akhir: : Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Anemia
Pada Remaja Putri
Program studi : SI Gizi
Konsultasi Tanggal Materi bimbingan dan Tanda tangan
ke arahan pembimbing
12 24 Maret 2021 Revisi BAB 1-3

13 4 Juni 2021 Penyusunan BAB IV

14 8 Juni 2021 Revisi BAB IV dan


Penyusunan BAB V

15 10 Juni 2021 Revisi BAB IV-V

16 18 Juni 2021 Revisi Abstrak

17 29 Juni 2021 Acc ujian hasil dan


hubungi penguji

18 3 Juli 2021 Ujian Skripsi

72
73

Lampiran III table hasil Critical Appraisal untuk desain study Cross Sectional

Reviewer : Dinda Ayu Fadillah


Author : (Satyagraha et al., 2020)

Yes No Unclear Not


applicable
1. Were the criteria for inclusion in the ✓ □ □ □
sample clearly defined?
2. Were the study subjects and the ✓ □ □ □
setting described in detail?
3. Was the exposure measured in a valid and ✓ □ □ □
reliable way?
4. Were objective, standard criteria used for ✓ □ □ □
measurement of the condition?
5. Were confounding factors identified? □ ✓ □ □
6. Were strategies to deal with confounding □ ✓ □ □
factors stated?
7. Were the outcomes measured in valid □ □ ✓ □
and reliable way?
8. Was appropriate statistical analysis used? ✓ □ □ □

Overall appraisal: Include □ Exclude □ Seek further info □


74

Reviewer : Dinda Ayu Fadillah


Author : (Antono & Setyarini, 2020)

Yes No Unclear Not


applicable
1. Were the criteria for inclusion in the ✓ □ □ □
sample clearly defined?
2. Were the study subjects and the ✓ □ □ □
setting described in detail?
3. Was the exposure measured in a valid and ✓ □ □ □
reliable way?
4. Were objective, standard criteria used for ✓ □ □ □
measurement of the condition?
5. Were confounding factors identified? □ ✓ □ □
6. Were strategies to deal with confounding □ ✓ □ □
factors stated?
7. Were the outcomes measured in valid ✓ □ □ □
and reliable way?
8. Was appropriate statistical analysis used? ✓ □ □ □

Overall appraisal: Include □ Exclude □ Seek further info □


75

Reviewer : Dinda Ayu Fadillah


Author : (Marsyuman et al., 2020)

Yes No Unclear Not


applicable
1. Were the criteria for inclusion in the ✓ □ □ □
sample clearly defined?
2. Were the study subjects and the ✓ □ □ □
setting described in detail?
3. Was the exposure measured in a valid and ✓ □ □ □
reliable way?
4. Were objective, standard criteria used for ✓ □ □ □
measurement of the condition?
5. Were confounding factors identified? □ ✓ □ □
6. Were strategies to deal with confounding □ ✓ □ □
factors stated?
7. Were the outcomes measured in valid ✓ □ □ □
and reliable way?
8. Was appropriate statistical analysis used? ✓ □ □ □

Overall appraisal: Include □ Exclude □ Seek further info □


76

Reviewer : Dinda Ayu Fadillah


Author : (Sukartiningsih & Amaliah, 2018)

Yes No Unclear Not


applicable
1. Were the criteria for inclusion in the □ ✓ □ □
sample clearly defined?
2. Were the study subjects and the ✓ □ □ □
setting described in detail?
3. Was the exposure measured in a valid and □ ✓ □ □
reliable way?
4. Were objective, standard criteria used for ✓ □ □ □
measurement of the condition?
5. Were confounding factors identified? □ ✓ □ □
6. Were strategies to deal with confounding □ ✓ □ □
factors stated?
7. Were the outcomes measured in valid □ □ ✓ □
and reliable way?
8. Was appropriate statistical analysis used? ✓ □ □ □

Overall appraisal: Include □ Exclude □ Seek further info □


77

Reviewer : Dinda Ayu Fadillah


Author : (Zubir, 2018)

Yes No Unclear Not


applicable
1. Were the criteria for inclusion in the □ ✓ □ □
sample clearly defined?
2. Were the study subjects and the ✓ □ □ □
setting described in detail?
3. Was the exposure measured in a valid and □ □ ✓ □
reliable way?
4. Were objective, standard criteria used for ✓ □ □ □
measurement of the condition?
5. Were confounding factors identified? □ ✓ □ □
6. Were strategies to deal with confounding □ ✓ □ □
factors stated?
7. Were the outcomes measured in valid □ □ ✓ □
and reliable way?
8. Was appropriate statistical analysis used? ✓ □ □ □

Overall appraisal: Include □ Exclude □ Seek further info □


78

Reviewer : Dinda Ayu Fadillah


Author : (Arisnawati, 2018)

Yes No Unclear Not


applicable
1. Were the criteria for inclusion in the ✓ □ □ □
sample clearly defined?
2. Were the study subjects and the ✓ □ □ □
setting described in detail?
3. Was the exposure measured in a valid and □ ✓ □ □
reliable way?
4. Were objective, standard criteria used for ✓ □ □ □
measurement of the condition?
5. Were confounding factors identified? □ ✓ □ □
6. Were strategies to deal with confounding □ ✓ □ □
factors stated?
7. Were the outcomes measured in valid ✓ □ □ □
and reliable way?
8. Was appropriate statistical analysis used? ✓ □ □ □

Overall appraisal: Include □ Exclude □ Seek further info □


79

Reviewer : Dinda Ayu Fadillah


Author : (Engidaw & Belakang, 2018)

Yes No Unclear Not


applicable
1. Were the criteria for inclusion in the □ □ ✓ □
sample clearly defined?
2. Were the study subjects and the ✓ □ □ □
setting described in detail?
3. Was the exposure measured in a valid and ✓ □ □ □
reliable way?
4. Were objective, standard criteria used for ✓ □ □ □
measurement of the condition?
5. Were confounding factors identified? □ ✓ □ □
6. Were strategies to deal with confounding □ ✓ □ □
factors stated?
7. Were the outcomes measured in valid ✓ □ □ □
and reliable way?
8. Was appropriate statistical analysis used? ✓ □ □ □

Overall appraisal: Include □ Exclude □ Seek further info □


80

Reviewer : Dinda Ayu Fadillah


Author : (Rakesh PS, et al., 2019)
Yes No Unclear Not
applicable
1. Were the criteria for inclusion in the □ □ ✓ □
sample clearly defined?
2. Were the study subjects and the ✓ □ □ □
setting described in detail?
3. Was the exposure measured in a valid and ✓ □ □ □
reliable way?
4. Were objective, standard criteria used for ✓ □ □ □
measurement of the condition?
5. Were confounding factors identified? □ ✓ □ □
6. Were strategies to deal with confounding □ ✓ □ □
factors stated?
7. Were the outcomes measured in valid ✓ □ □ □
and reliable way?
9. Was appropriate statistical analysis used? ✓ □ □ □

Overall appraisal: Include □ Exclude □ Seek further info □


81

Reviewer : Dinda Ayu Fadillah


Author : (Suryani et al., 2017)

Yes No Unclear Not


applicable
1. Were the criteria for inclusion in the ✓ □ □ □
sample clearly defined?
2. Were the study subjects and the ✓ □ □ □
setting described in detail?
3. Was the exposure measured in a valid and □ ✓ □ □
reliable way?
4. Were objective, standard criteria used for ✓ □ □ □
measurement of the condition?
5. Were confounding factors identified? □ ✓ □ □
6. Were strategies to deal with confounding □ ✓ □ □
factors stated?
7. Were the outcomes measured in valid ✓ □ □ □
and reliable way?
8. Was appropriate statistical analysis used? ✓ □ □ □

Overall appraisal: Include □ Exclude □ Seek further info □


82

Reviewer : Dinda Ayu Fadillah


Author : (Kumar B. Shill, et al., 2014)
Yes No Unclear Not
applicable
1. Were the criteria for inclusion in the □ ✓ □ □
sample clearly defined?
2. Were the study subjects and the □ ✓ □ □
setting described in detail?
3. Was the exposure measured in a valid and ✓ □ □ □
reliable way?
4. Were objective, standard criteria used for ✓ □ □ □
measurement of the condition?
5. Were confounding factors identified? □ ✓ □ □
6. Were strategies to deal with confounding □ ✓ □ □
factors stated?
7. Were the outcomes measured in valid ✓ □ □ □
and reliable way?
8. Was appropriate statistical analysis used? ✓ □ □ □

Overall appraisal: Include □ Exclude □ Seek further info □


83

Lampiran IV Biodata Peneliti


BIODATA PENELITI
Data Pribadi:
Nama : Dinda Ayu Fadillah
Tempat & Tanggal Lahir : Pandeglang, 16 September 1998
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat Asal : Kp. Kadu Heuleut, Ds. Sukamanah, Kec. Jiput, Kab.
Pandenglang, Banten.
No Hp : 0877-4868-8052
Email : dindaayufadillah169@gmail.com
Nama Ayah : Abdul Roif
Nama Ibu : Sukmanah
Riwayat Pendidikan Formal:
SDN Sukamanah 3 2004-2010
SMP Terpadu Al-Qudwah 2010-2013
MAN 1 Kota Serang 2013-2016
Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta Program S1 Gizi 2017-2021

Anda mungkin juga menyukai