Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENELITIAN

HUBUNGAN SELF EFFICACY DENGAN PENGALAMAN IBU


MENDAMPINGI REMAJA MENGGUNAKAN GADGET

Oleh:
Made Dewi Sariyani
NIDN. 0825048804

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
ADVAITA MEDIKA TABANAN
TAHUN 2021/2022

i
LEMBAR PENGESAHAN

HUBUNGAN SELF EFFICACY DENGAN PENGALAMAN IBU


MENDAMPINGI REMAJA MENGGUNAKAN GADGET

Tabanan, 23 Mei 2022

Menyetujui, STIKES Advaita Medika Tabanan


Kepala LPPM Penulis,

Ns. I Gusti Kadek Agus Dwi Putra, S.Kep Kadek Sri Ariyanti, S.Si.T., M.Kes
NIK.090803.1.073 NIDN: 0825048804

Mengetahui,
STIKES Advaita Medika Tabanan
Ketua,

Dr. Made Dewi Sariyani, S.ST., M.Kes


NIK.090803.0.077

ii
RINGKASAN

Perkembangan zaman yang semakin pesat membuat kehidupan manusia


semakin mudah dalam melakukan segala hal, baik di bidang informasi,
pendidikan maupun sosial. Era globalisasi di bidang telekomunikasi dan
transportasi ditandai oleh pertumbuhan media komunikasi yang sangat cepat.
Pemustaka era digital seperti saat ini didominasi oleh pemustaka kategori remaja
digital, dimana karakteristik remaja digital sangat lekat dengan gawai dalam
kesehariannya. Remaja sangat rentan mengalami dampak negatif dari penggunaan
gawai yang berlebihan. orangtua yang berada pada lingkungan terdekat,
memegang peranan penting dalam memberikan pengawasan dan pengelolaan
waktu luang untuk melakukan pendampingan dalam menggunakan gawai.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Self Efficacy dengan
Pengalaman Ibu Mendampingi Remaja Menggunakan Gadget. Metode yang
digunakan yaitu desain kuantitatif, dengan sampel peserta didik SMP Negeri 3, 6,
7, 8, dan 9 Denpasar dengan jumlah 345 orang. Pengambilan sampel dilakukan
secara random. Analisa data untuk membuktikan hubungan dengan menggunakan
regresi logistik sederhana/ Chi-Square/Fisher; S Exact karena variabel bebas dan
terikat yaitu kategorik..
Hasil penelitian menunjukkan: terdapat hubungan antara efikasi diri ibu
dengan pengalaman ibu dalam mendampingi remaja yang menggunakan gawai.
Terdapat perbedaan hasil pengalaman ibu berdasarkan efikasi diri ibu, di mana
pengalaman kurang baik dengan ibu memiliki efikasi diri rendah yaitu (54,7%)
dan terdapat hubungan antara pengalaman dengan efikasi diri ibu (P<0,05). Oleh
karena itu, perlu meningkatkan efikasi diri dengan pengalaman ibu dalam
melakukan pendampingan pada remaja saat menggunakan gawai.

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
Berkah, Rahmat dan KaruniaNya, tim peneliti dapat menyelesaikan Laporan Hasil
Penelitian yang berjudul “Hubungan Self Efficacy dengan Pengalaman Ibu
Mendampingi Remaja Menggunakan Gadget”.
Laporan Hasil Penelitian ini disususn sebagai salah satu bentuk
pertanggungjawaban ilmiah atas kegiatan penelitian yang dilakukan oleh Tim
Peneliti Kelompok dosen di lingkungan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Advaita
Medika Tabanan.
Akhirnya, peneliti mengharapkan agar Laporan Hasil Penelitian ini dapat
memenuhi fungsinya sebagai khasanah ilmu pengetahuan. Peneliti menyadari pula
bahwa Laporan Hasil Penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang bersifat kontruktif dari para pembaca sangat diharapkan,
guna perbaikan dan penyempurnaan Laporan Hasil Penelitian ini. Peneliti tak lupa
menyampaikan permohonan maaf jika dalam penulisan laporan hasil penelitian ini
terdapat kekeliruan dan kekurangan. Demikian, dan terima kasih.

Tabanan, 23 Mei 2022

Peneliti

iv
DAFTAR ISI

Halaman Judul .................................................................................................. i


Lembar Pengesahan .......................................................................................... ii
Ringkasan .......................................................................................................... iii
Kata Pengantar ................................................................................................. iv
Daftar Isi ............................................................................................................ v
BAB I. Pendahuluan ......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 3
1.3 Manfaat Penelitian ........................................................................................ 3
BAB II Tinjauan Pustaka ................................................................................. 6
BAB III Metode Penelitian ............................................................................... 16
BAB IV HASIL.................................................................................................. 17
BAB V PENUTUP ............................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Karakteristik Informan .................................................................. 17


Tabel 2. Distribusi Frekuensi Efikasi Diri Ibu ............................................ 17
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pengalaman Ibu ........................................... 18
Tabel 4. Hubungan Efikasi Diri dengan Pengalaman Ibu ........................... 18

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan zaman yang semakin pesat membuat kehidupan
manusia semakin mudah dalam melakukan segala hal, baik di bidang
informasi, pendidikan maupun sosial. Pergeseran pola hidup masyarakat
sejalan dengan kemajuan teknologi menyebabkan tuntutan akan media
komunikasi yang praktis juga meningkat. Rahmawati (2018), menyatakan
bahwa era globalisasi di bidang telekomunikasi dan transportasi ditandai oleh
pertumbuhan media komunikasi yang sangat cepat. Teknologi digital terus
mempengaruhi kehidupan keluarga saat ini, baik orangtua maupun remaja awal
menjadi pengguna media digital dalam berbagai bentuk, seperti serta banyak
memiliki fungsi yang semakin berkembang, sehingga teknologi ini sering
dikatakan teknologi merakyat (Makawi, 2016).komputer, gawai, piranti
permainan maupun internet (N. I. Fatmawati, 2019). Teknologi digital yang
ada pada perangkat elektronik memperkenalkan berbagai aplikasi atau fitur
menarik yang dapat mempermudah remaja awal dalam berkomunikasi dan
tukar menukar informasi (Ningrum, 2017). Teknologi digital komunikasi
dalam wujud gawai merupakan fenomena yang paling unik dan menarik dalam
penggunaannya, karena gawai mudah dibawa, tidak mengenal usia dan
kalangan.
Pemustaka era digital seperti saat ini didominasi oleh pemustaka
kategori remaja digital, dimana karakteristik remaja digital sangat lekat dengan
gawai dalam kesehariannya. Hasil survei Yahoo dan Taylor Nelson Sofres
(TNS) Indonesia menunjukkan penggguna gawai terbesar di Indonesia adalah
mereka yang berusia antara 13-19 tahun, dan sekitar 53% dari remaja 13-19
tahun tersebut ternyata menggunakan gawai untuk mengakses internet tanpa
adanya pengawasan dari orangtua, sehingga remaja memiliki kebebasan dalam
mengakses internet (Claretta dan Arianto, 2018). Gawai dalam penelitian ini
lebih menekankan pada smartphone dan tablet. Data hasil survei tahun 2014 di
Amerika Serikat menunjukan bahwa kepemilikan gawai pada grup usia 13

1
sampai 15 tahun mengalami peningkatan dari 35% menjadi 55%, dan
kepemilikan tablet meningkat dua kali lipat dari 18% menjadi 37% (Teens’
Time Spent Online, 2014). Di Indonesia perangkat yang dipakai mengakses
internet di kota sebanyak 48,19% menggunakan gawai, dan penetrasi pengguna
internet menggunakan gawai tertinggi pada usia 13-18 tahun yaitu 75,50%
(APJII, 2017). Menurut penelitian Rusmini (2016), menunjukan sebagian besar
responden yaitu 41,76% remaja usia 13-15 tahun di SMP Cahaya Surabaya
mengalami kecanduan bermain gawai yang berlebihan, sehingga
mempengaruhi prestasi belajar remaja. Pada Provinsi Bali, hampir 85%
pengguna gawai untuk mengakses internet berada di Kota Denpasar (54,2%),
Badung (15,7%) dan Tabanan (7,1%) (Inilah 10 Fakta Penggunaan Internet di
Bali, 2012). Remaja sangat rentan mengalami dampak negatif dari penggunaan
gawai yang berlebihan karena paparan layar gawai dapat menginduksi
pelepasan hormon dopamin yang berperan penting dalam pembentukan sifat
ketergantungan atau kecanduan (Rini, Huriah, 2020).
Selama periode masa perkembangan remaja, orangtua yang berada
pada lingkungan terdekat, memegang peranan penting dalam memberikan
pengawasan dan pengelolaan waktu luang (Nurfadhilah, 2015). Penelitian
Turnbull (2012), menemukan bahwa remaja memiliki preferensi untuk
berbicara dengan orangtua mereka, namun sering ditemukan bahwa orangtua
menyatakan keberatan untuk berdiskusi dengan remaja karena ada rasa
ketidaknyamanan dan rasa malu untuk membahas tentang perkembangan
remaja. Adams (2008), menunjkuakn bahwa sekitar 50% remaja mengalami
permasalahan perilaku akibat dari kurangnya berkomunikasi dengan orangtua.
Beberapa remaja berpendapat bahwa ibu masih belum menguasai penggunaan
gawai dengan baik, sehingga remaja merasa kesulitan untuk berdiskusi tentang
aplikasi yang sudah mereka unduh (Septiani, 2019). Salah satu aktivitas
penggunaan gawai pada remaja khususnya remaja awal tanpa pengawasan
orangtua adalah bermain gim baik daring maupun luring (Subu, 2019).
Kurangnya komunikasi antara orangtua dan remaja menjadi salah satu faktor
penyebab utama remaja mencari perhatian dan informasi pengganti melalui
gawai secara daring (Setiono, 2017).

2
Semakin banyaknya penggunaan gawai di kalangan remaja, terutama
dikaitkan dengan bermedia sosial dan bermain gim, dan mengingat remaja
awal pada usia 13-15 tahun merupakan usia transisi dan awal pubertas, maka
dibutuhkan suatu pengarahan dan pengawasan dari pihak orangtua, khususnya
ibu dalam mendampingi remaja dalam penggunaan gawai (Desiningrum,
2017). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di dua SMP
Negeri Kota Denpasar sebanyak 69,6% peserta didik mengatakan tidak pernah
didampingi oleh ibu saat menggunakan gawai baik secara daring maupun
luring di rumah. Sekitar 91,6% peserta didik menyatakan bahwa ibu adalah
sosok yang paling cerewet dan mudah marah saat melihat remaja menggunakan
gawai di rumah. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa 41% ibu tidak
mengetahui kegiatan yang dilakukan dan aplikasi yang diakses oleh remaja di
internet (Candrasari, 2014).
Pengawasan remaja yang menggunakan gawai baik luring maupun
daring akan lebih efektif jika melibatkan ibu (Lauricella, 2015). Martiani
(2016), menunjukan bahwa selama ini komunikasi ibu dengan remaja belum
terjalin dengan baik, hal itu dapat dilihat dari kurangnya kepercayaan remaja
kepada ibu dan ketidakpuasan remaja terhadap cara ibu melakukan
pengawasan kepada remaja yang menggunakan gawai. Bahkan menurut Lestari
(2012), ibu cenderung bersikap menunggu pertanyaan daripada bersikap
proaktif untuk menyampaikan informasi kepada remaja. Hal ini berbanding
terbalik dengan kebutuhan remaja terhadap informasi tentang lingkungan
sekitar dan kehidupan pribadi dari orang terdekat dan orang yang dianggap
penting, yaitu ibu (Martiani, 2016).
Metode pendampingan remaja dalam menggunakan gawai yaitu upaya
seorang ibu mendampingi remajanya menggunakan gawai dengan berorientasi
pada keterlibatan, penyaringan dan pemantauan, berinteraksi dengan remaja
melalui gawai dalam bentuk pengiriman pesan singkat untuk menggunakan
gawai dengan benar (Wong dan Lee, 2017), pengasuhan remaja awal yang
penuh perhatian melalui mendengarkan dengan perhatian penuh seperti sikap
mindfull (Lippold et al., 2015), kehangatan dari ibu dalam bentuk perilaku yang
terkendali dan pemberian otonomi (Pinquart, 2017), pengasuhan yang otoritatif

3
(Shah, 2016), dukungan, kontrol psikologis, proaktif, hukuman yang terkontrol
dan hukuman keras (Janssens, 2015), proses perhatian, kesadaran, tidak
reaktivitas, dan tidak menghakimi (Duncan et al., 2015). Selain komunikasi,
pola pendidikan keluarga dan peran ibu pada pengembangan dunia maya,
dalam mendampingi remaja dalam menggunakan gawai secara daring sangat
diperlukan (Rahmawati, 2018), untuk mencegah remaja mengakses konten
negatif saat penggunaan gawai secara daring (E. Fatmawati, 2017). Namun,
sebagian besar ibu menyatakan tidak merasa mampu untuk mendampingi
remajanya menggunakan gawai karena keterbatasan pengetahuan tentang
gawai (Desiningrum, 2017). Hal ini dikarenakan kaum ibu yang tidak
menguasai teknologi informasi dan komunikasi (Claretta dan Arianto, 2018).
Berdasarkan hal tersebut, seorang ibu harus banyak mendapatkan pengetahuan
tentang pendampingan remaja yang menggunakan gawai, pemikiran inilah
yang mendorong pemilihan target sasaran penelitian pendampingan remaja
adalah para ibu.
Motivasi seseorang dalam berperilaku dipengaruhi oleh harga diri dan
efikasi diri, dimana kedua faktor ini memiliki hubungan yang sigifikan dengan
motivasi seseorang dalam mengambil keputusan (Kusuma, 2017). Efikasi diri
merupakan keyakinan individu mengenai kemampuan yang dimiliki untuk
mengatur dan melakukan serangkaian tindakan yang diperlukan serta
mengatasi segala kesulitan dalam menjalankan program (Agustina, 2007).
Efikasi diri pengasuhan merupakan penilaian orangtua terhadap kompetensi
dirinya dalam peran sebagai orangtua atau persepsi orangtua tentang
kemampuan remaja awal mereka untuk secara positif mempengaruhi perilaku
dan perkembangan remaja awal mereka. Efikasi diri ini penting pada
pendampingan karena merupakan salah satu bagian dari aspek kognitif dalam
kompetensi pendampingan, sehingga berdampak langsung pada perilaku yang
ditunjukan ibu saat mendampingi remaja (Delft, 2012). Faktor-faktor yang
mempengaruhi pendampingan ibu terhadap remaja yaitu pendidikan,
pekerjaan, ekonomi dan efikasi diri (Doepke dan Zilibotti, 2017).
Berdasarkan pemaparan di atas, Kota Denpasar masih sangat terbatas
memiliki data terkait penggunaan gawai pada remaja, dampak kesehatan yang

4
ditimbulkan, efikasi diri ibu dan pengalaman ibu dalam mendampingi remaja
menggunakan gawai, sehingga peneliti melakukan penelitian ini dengan tujuan
untuk mengetahui hubungan antara efikasi diri dengan pengalaman ibu
mendampingi remaja menggunakan gawai.

1.2 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan self efficacy dengan
pengalaman ibu mendampingi remaja menggunakan gadget.

1.3 Manfaat Penelitian


1.3.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini mampu memberikan sumbangan pengetahuan
khususnya dalam bidang pendidikan, perkembangan dan psikologi
pendidikan. Selain itu, mampu menambah wawasan tentang hubungan
self efficacy dengan pengalaman ibu mendampingi remaja menggunakan
gadget pada remaja smp

1.3.2 Manfaat Praktis


1. Bagi Institusi Pendidikan
mampu menambah kepustakaan, yang dapat dimanfaatkan oleh
peserta didik untuk mengingkatkan pengetahuan mengenai
penggunaan gawai.
2. Bagi ibu dan remaja
Dapat memberikan pengetahuan kepada ibu dan remaja tentang self
efficacy dengan pengalaman ibu mendampingi remaja
menggunakan gadget
3. Bagi peneliti
Dapat menjadi bahan acuan untuk memperluas dan memperkaya
referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Self Efficacy


2.1.1 Definisi
Myers (Shofiah, dan Raudatushalamah, 2014) self efficacy yaitu
sebagaimana seseorang merasa mampu untuk melakukan sesuatu.
Selanjutnya, menurut Luthans (Shofiah, dan Raudatussalamah, 2014)
self efficacy berpacuan dengan rasa yakin pada dalam diri individu kepada
kekuatan untuk meingkatkan motivasi, kognitif, dan perilaku yang
dilakukan untuk mencapai keberhasilan dalam proses pembelajaran.
Bandura (Pudjiastuti, 2012) self efficacy yaitu rasa yakin soal
kemampuan atau kekuatan yang dipunyai individu guna mengarahkan dan
melaksanakan berbagai perlakukan yang dibutuhkan untuk mencapai
keinginan.
Kesimpulan dari pengertian diatas yaitu rasa yakin dari dalam diri
sendiri tentang seberapa baik kekuatan yang dimiliki oleh murid untuk
menerima nilai yang baik menggunakan menerapkan perilaku disiplin
belajar dalam kehidupan sehari-hari, manusia pasti punya harapan dan
tujuan pada hidupnya. Agar tujuan tersebt tercapai maka diperlukan
keyakinan dalam diri sendiri bahwa diri sendiri mampu untuk mencapai
tujuan tersebut.
2.1.2 Aspek-aspek Self Efficacy
Bandura (Hartawati, dan Mariyanti, 2014) aspek-aspek self efficacy
yaitu ;
1. Level
2. Strength
3. Generality
Kesimpulan dari ketiga aspek diatas pertama, level yaitu berkaitan
dengan tingkat kesulitan tugas dimana individu merasa mampu
mengerjakannya. Siswa merasa sanggup mengerjakan tugas yg diberikan
oleh pengajar walaupun tugas tersebut sulit. Siswa merasa tidak kesulitan

6
ketika mengerjakan tugas. Kedua, strength yaitu berpacu dengan tingkat
sebagaimana kemampuan seseorang terhadap harapan yg sudah dibuatnya.
Siswa yang memiliki keyakinan yang besar terhadap harapannya maka akan
semakin berusaha buat mencapai tujuan yang sudah diharapkannya. Ketiga,
generality yaitu berhubungan pada kematangan seseorang pada keyakinan
didalam dirinya.
2.1.3 Faktor-faktor self efficacy
Bandura (1999) self efficacy individu didasarkan pada empat hal,
yaitu :
1. Pengalaman akan kesuksesan
Pengalaman akan kesuksesan adalah faktor yang mempengaruhi self
efficacy individu. Pengalaman akan kesuksesan akan membuat self
efficacy siswa meningkat, jika siswa sebelumnya mendapatkan nilai
akademik yang baik maka diwaktu selanjutnya siswa akan semakin yakin
akan kemampuannya dan nilai akademiknya akan bertahan. Sebaliknya
jika pengalaman akan kegagalan membaut self efficacy siswa menurun,
karena nilai akademik yang menurun membuat siswa tidak percaya
bahwa dirinya tidak bisa mendapatkan nilai yang baik.
2. Pengalaman individu lain
Tidak hanya pengalaman pada diri individu saja, pengalaman yang
dilihat siswa pada individu lain akan meningkatkan self efficacy siswa,
jika siswa melihat pengalaman individu lain yang berhasil maka self
efficacy siswa akan meningkat, siswa semakin percaya dan yakin akan
kemampuannya bahwa ia bisa mencapai tujuan. Jika siswa melihat
kegagalan pada pengalaman individu lain maka akan menurun self
efficacy pada siswa.
3. Persuasi verbal
Persuasi verbal dipakai guna memercayakan siswa maka siswa
mempunyai kapasitas diri nan mengharuskan guna menggapai sesuatu
yang digemari dan benar-benar percaya akan tergapai.
4. Keadaan fisiologis
Perhitungan anak didik akan keahliannya saat menyelesaikan salah satu

7
pekerjaan secara kondisi fisiologisnya. Tanda perasaan dan kondisi
fisiologisnya nan dirasakan anak didik memasrahkan salah satu kode
kejadian suatu keadaan yang bukan hendak individu maka keadaan
mendesak lebih sering dihindarkan. Penjelasan seperti kondisi jantung
berdetak kencang dan tidak tenang sebagai pertanda jika kondisi yang
dialami sedang ada diatas kemampuan. Kesimpulan dari penjelasan
diatas bahwa faktor yang mempengaruhi self efficacy berasal dari
masalalu terhadap kesuksesan seseorang.

2.2 Pengalaman
2.2.1 Definisi
Pengalaman dapat diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami,
dijalani maupun dirasakan, baik sudah lama maupun yang baru saja terjadi
(Mapp dalam Saparwati,2012).
Pengalaman dapat diartikan juga sebagai memori episodik, yaitu
memori yang menerima dan menyimpan peristiwa yang terjadi atau dialami
individu pada waktu dan tempat tertantu, yang berfungsi sebagai referensi
otobiografi (Bapistaet al,dalam Saparwati, 2012).
Pengalaman adalah pengamatan yang merupakan kombinasi
pengelihatan, penciuman, pendengaran serta pengalaman masa lalu
(Notoatmojo dalam Saparwati, 2012).
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pengalaman
adalah sesuatu yang pernah dialami, dijalani maupun dirasakan yang
kemudian disimpan dalam memori. Pengalaman merupakan peristiwa yang
tertangkap oleh panca indera dan tersimpan dalam memori. Pengalaman
dapat diperoleh ataupun dirasakan saat peristiwa baru saja terjadi maupun
sudah lama berlangsung. Pengalaman yang terjadi dapat diberikan kepada
siapa saja untuk digunakan dan menjadi pedoman serta pembelajaran
manusia. (Notoatmojodalam Saparwati, 2012).
2.2.2 Faktor yang mempengaruhi pengalaman
Setiap orang mempunyai pengalaman yang berbeda walaupun
melihat suatu obyek yang sama, hal ini dipengaruhi oleh : tingkat

8
pengetahuan dan pendidikan seseorang, pelaku atau faktor pada pihak yang
mempunyai pengalaman, faktor obyek atau target yang dipersepsikan dan
faktor situasi dimana pengalaman itu dilakukan. Umur, tingkat pendidikan,
latar belakang sosial ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan,
kepribadian dan pengalaman hidup setiap individu juga ikut menentukan
pengalaman. (Notoatmojo dalam Saparwati,2012) Pengalaman setiap orang
terhadap suatu obyek dapat berbeda – beda karena pengalaman mempunyai
sifat subyektif, yang dipengaruhi oleh isi memorinya. Apapun yang
memasuki indera dan diperhatikan akan disimpan di dalam memorinya dan
akan digunakan sebagai referensi untuk menanggapi hal yang baru.

2.3 Pendampingan
2.3.1 Definisi
Menurut Wiryasaputra, pendampingan adalah proses perjumpaan
pertolongan antara pendamping dan orang yang didampingi. Perjumpan
itu bertujuan untuk menolong orang yang didampingi agar dapat
mengahayati keberadaannya dan mengalami pengalamannya secara
penuh dan utuh, sehingga dapat menggunakan sumber-sumber yang
tersedia untuk berubah, bertumbuh, dan berfungsi penuh secara fisik,
mental, spiritual, dan sosial. Karena pendampingan merupakan
perjumpaan, maka ada dinamika yang terus berkembang. Dinamika itu
berubah dari waktu ke waktu. Ada banyak irama dan warna.
Pendampingan merupakan proses perjumpaan yang dinamis
(Wiryasaputra, T. 2006).
Purwadarminta menyatakan, pendampingan adalah suatu proses
dalam menyertai dan menemani secara dekat, bersahabat dan bersaudara,
serta hidup bersama-sama dalam suka dan duka, bahu-membahu dalam
menghadapi kehidupan dalam mencapai tujuan bersama yang diinginkan.
(dalam. Purwasasmita ,M. 2010).
Menurut Deptan (2004), pendampingan adalah pemberdayaan
masyarakat dengan menempatkan tenaga pendamping yang berperan
sebagai fasilitator, komunikator dan dinamisator.

9
2.3.2 Fungsi dan Peran Pendamping
Menurut Purwasasmita, M (2010) dan Wiryasaputra (2006), Dalam
melaksanakan tugasnya, seorang pendamping memiliki fungsi:
1. Fungsi penyembuhan (Healing)
Fungsi ini dipakai oleh pendamping ketika melihat keadaan yang
perlu dikembalikan kekeadaan semula atau mendekati keadaan
semula. Fungsi ini dipakai untuk membantu orang yang didampingi
menghilangkan gejala-gejala dan tingkah laku yang disfungsional
sehingga dia tidak menampakkan lagi gejala yang mengganggu dan
dapat berfungsi kembali secara normal sama seperti sebelum
mengalami krisis. Seperti alat pemersatu apabila yang agent saling
bertentangan atau konflik
2. Fungsi membimbing (Guiding)
Fungsi membimbing ini dilakukan pada waktu orang harus
mengambil keputusan tertentu tentang masa depannya. Dalam hal ini,
klien sedang dalam proses pengambilan keputusan dan membantu
dalam pemecahan masalah
3. Fungsi menopang (Sustaining)
Fungsi ini dilakukan bila klien tidak mungkin kembali ke keadaan
semula. Fungsi menopang digunakan sekarang sebagaimana adanya,
kemudian berdiri diatas kakisendiri dalam keadaan baru, bertumbuh
secara penuh dan utuh.
4. Fungsi memperbaiki hubungan (Reconceling)
Fungsi ini dipakai untuk membantu klien bila mengalami konflik
batin dengan pihak lain yang mengakibatkan putus dan rusaknya
hubungan.
5. Fungsi membebaskan ( Liberating, empowering, capacity building)
Fungsi ini dapat juga disebut sebagai “membebaskan” (liberating)
atau “memampukan” (empowering atau memperkuat (capacity
building). Seperti mengurangi hambatan-hambatan atau tekanan-
tekanan yang terjadi didalam kegiatan belajar mandiri.

10
2.3.3 Tugas Pendamping
Seorang pendamping memiliki tugas pokok untuk:
1. Mengidentifikasi calon warga belajar;
2. Bersama-sama warga belajar mengidentifikasi narasumber teknis dan
melakukan identifikasi jenis potensi yang dimiliki;
3. Memfasilitasi setiap pembelajaran;
4. Membantu warga belajar mengelola kegiatan belajar mandiri;
5. Membantu dalam proses pembuatan produk dari hasil kegiatan
belajar mandiri,
6. Memberikan motivasi belajar mandiri secara maksimal dan penuh
tanggungjawab.
2.3.4 Tujuan Pendampingan
Menurut Wiryasaputra, ada beberapa tujuan dari pendampingan antara
lain adalah :
1. Membantu klien berubah menuju pertumbuhan, pendamping secara
berkesinambungan memfasilitasi orang yang didampingi menjadi
agen perubahan bagi dirinya dan lingkungannya. Dan pendamping
berusaha membantu orang yang didampingi sedemikian rupa
sehingga mampu menggunakan segala sumber daya yang
dimilikinya untuk berubah.
2. Membantu klien mencapai pemahan diri secara penuh dan utuh,
dalam artian orang yang didampingi memahami kekuatan dan
kelemahan yang ada dalam dirinya, serta kesempatan dan tantangan
yang ada di luar dirinya. Melalui pendampingan, pendamping
membantu orang yang didampingi untuk menyadari sumber-sumber
yang ada pada dirinya, kemudian memakainya untuk mengatasi
persoalan yang sedang dihadapi dan akhirnya bertumbuh
3. Membantu klien untuk belajar berkomunikasi yang lebih sehat.
Pendampingan dapat dipakai sebagai media pelatihan bagi orang
yang didampingi untuk komunikasi secara lebih sehat dengan
lingkungannya.
4. Membantu klien untuk berlatih bertingkah laku yang lebih sehat

11
5. Membantu klien untuk belajar mengungkapkan diri secara penuh dan
utuh.
6. Membuat orang yang didampingi dapat bertahan, dalam artian
membantu orang agar menerima keadaan dengan lapang dada dan
mengatur kembali kehidupannya dengan kondisi yang baru.
7. Membantu klien untuk menghilangkan gejala-gejala yang
disfungsional, pendamping membantu orang yang didampingi untuk
menghilangkan atau menyembuhkan gejala yang mengganggu
sebagai akibat dari krisis, mungkin juga gejala itu bersifat patologis.
2.3.5 Tahap Proses Pendampingan
Dalam proses pendampingan menurut Wiryasaputra ada 6 tahap
pendampingan yang harus dilakukan.
1. Pertama dimulai dari menciptakan hubungan kepercayaan, karena
pendampingan berdasar pada hubungan kepercayaan. Tanpa
kepercayaan, tidak mungkin perubahan terjadi.
2. Mengumpulkan data dan anamnesis, dalam tahap ini pendamping
berusaha mengumpulkan informasi, data atau fakta. Hindari tindakan
bersifat introgatif. Dengan data demikian diharapkan pendamping
mempu membuat diagnosis, rencana pertolongan dan tindakan
pertolongan yang secara relevan, akurat dan menyeluruh.
3. Menyimpulkan atau sintesis dan diagnosis. Dalam tahap ini,
pendamping diharapkan dapat melakukan analisis data, mencari kaitan
antara satu gejala dan gejala yang lain, membuat sintesis dan kemudian
menyimpulkan apa yang menjadi permasalahan utama atau
keprihatianan batin pokok yang sedang digumuli oleh orang yang
didampingi.
4. Pembuatan rencana tindakan. Pendamping diharapkan membuat rencan
pertolongan. Tindakan apa yang akan dilakukan, sarana apa yang akan
digunakan, pendamping juga menentukan kapan rencana itu akan
dilakukan, bagaimanakan proses pertolongan dilakukan, teknik apa
yang akan digunakan dan siapakah atau pihak-pihak manakah yang
akan dilibatkan dalam proses pendampingan.

12
5. Tindakan pertolongan. Pendamping melakukan tindakan pertolongan
yang telah direncanakan. Semuanya dilakukan secara
berkesinambungan dan berkelanjutan.
6. Pemutusan hubungan. Setelah tahap review dan evaluasi, pendamping
perlu mengatur pemutusan hubungan.

2.4 Remaja
2.4.1 Pengertian Remaja
Remaja atau adolescene berasal dari bahasa latin adilescere
(kata benda. Adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh
atau tumbuh kearah kematangan. Batasan usia Depkes RI adalah
antara 10-19 tahun dan belum kawin sedangkan menurut BKKBN
adalah 10-19 tahun (Yani et al, 2009). Prawirohardjo berpendapat
bahwa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak
dan masa dewasa yang dimulai kira-kira pada umur 8-14 tahun dan
berlangsung kurang lebih selama 4 tahun (Ratna, 2009).
Remaja adalah suatu tahap antara masa kanak-kanak
dengan masa dewasa. Masa remaja merupakan periode yang paling
rawan dalam perkembangan hidup seorang manusia setelah ia
mampubertahan hidup, dimana secara fisik ia mengalami perubahan
fisik yang spesifik dan secara psikologis akan mulai mencari jati diri.
Dalam pencarian identitas diri ini remaja harus dihadapkan pada
kondisi lingkungan yang juga membutuhkan penyesuaian kejiwaan
(Waryana, 2010).
Dari berbagai pendapat disimpulkan bahwa remaja adalah
masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa
ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan
fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-
anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi
bukan pula orang dewasa yang telah matang.
2.4.2 Tahapan Perkembangan Remaja
Tahapan perkembangan menurut Erikson dalam Tim Penulis

13
Poltekes Depkes Jakarta (2010) tardapat delapan tahap
perkembangan dan lima diantaranya dilalui oleh remaja, antara lain :
1. Kepercayaan melawan ketidak percayaan
Tahap ini terjadi diawal kehidupan, selama satu hingga dua tahun
pertama. Anak belajar untuk perccaya pada dirinya sendiri
maupun lingkungannya.
2. Otonomi melawan keraguan
Bagi remaja dalam membangun rasa otonomi atau kebebasan
merupakan bagian dari transisi emosional dimana terjadi
perubahan ketergantungan, yang awalnya khas kanak-kanak
mengarah kepada otonomi khas dewasa.
3. Inisiatif melawan rasa bersalah
Tahapan ini berlangsung pada anak usia pra-sekolah dan awal
usia sekolah dimana anak cenderung aktif bertanya untuk
memenuhi rasa ingin tahudan wawasannya dengan cara bermain
aktif, bekerja sama dengan orang lain, dan belajar bertanggung
jawab dengan tingkah lakunya.
4. Kerajinan melawan rasa rendah diri
Pada tahap ini terjadi persaingan dalam kelompok. Rasa percaya
diri anak mulai terasah, begitu pula dengan kemandiriannya
sehingga anak juga lebih termotivasi untuk belajar dengan tekun.
5. Identitas melawan kebingungan identitas
Remaja berusaha mengaktulisasikan dirinya untuk mengetahui
jati diri dan mengadakan upaya-upaya untk bertindak baik dan
benar sesuai aturan.
2.4.3 Masalah Umum Pada Remaja
Berikut adalah masalah umum yang dialami remaja
berkaitan dengantumbuh kembangnya menurut Eny (2013) :
1. Masalah yang berkaitan dengan lingkungan rumahnya seperti
relasi dengan anggota keluarga, disiplin, dan bertentangan dengan
orang tua.
2. Masalah-masalah yang berkaitan dengan lingkungan sekolah.

14
3. Kondisi fisik, penampilan (berat badan, cirri-ciri daya tarik,
bau badan,jerawat, kesesuaian dengan jenis kelamin).
4. Emosi (tempramen yang meledak, suasana hati yang berubah-
ubah)
5. Penyesuaian social (minder, sulit bergaul, pacaran, penerimaan
oleh temansebaya, peran pemimpin)
6. Masalah pekerjaan
7. Nilai-nilai (moral, penyalah gunaan obat-obatan, dan hubungan
seksual)
8. Masalah yang berhubungan dengan lawan jenis (heteroseksual).
2.4.4 Perubahan Kejiwaan Pada Masa Remaja
Yani et al (2009) menjelaskan tentang perubahan yang
berkaitandengan kejiwaan pada remaja antara lain :
1. Perubahan Emosi
Perubahan tersebut berupa kondisi :
a. Sensitive atau peka misalnya menangis, cemas, frustasi, dan
sebaliknya. Utamanya sering terjadi pada remaja putri, lebih-
lebih sebelum menstruasi.
b. Mudah bereaksi bahkan agresif terhadap gangguan atau
rangsangan yang mempengaruhinya.
c. Ada kecenderungan tidak patuh pada orang tua dan lebih
senangpergi bersama temannya daripada tinggal dirumah.
2. Perkembangan intelegensia
Pada perkembangan ini menyebabkan remaja :
a. Cenderung mengembangkan cara berfikir abstrak suka
memberikan kritik.
b. Cenderung mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul perilaku
mencoba-coba.

15
BAB III
METODE PENELITIAN

Desain penelitian yang digunakan adalah kuantitatif. Penelitian ini


dilakukan di SMP Negeri 3, 6, 7, 8, dan 9 Denpasar. Lokasi SMP Negeri yang
dipilih berdasarkan hasil randomisasi melalui undian. Populasi penelitian ini
adalah peserta didik SMP di Kota Denpasar sebanyak 39.391 orang, sedangkan
populasi terjangkau adalah peserta didik SMP Negeri di Kota Denpasar, yaitu
4.176 orang. Berdasarkan hasil penghitungan, besaran sampel (n) untuk penelitian
sebanyak 339 peserta didik. Mengantisipasi kemungkinan terjadinya dropout, lost
to follow up, atau sampel tidak taat saat penelitian dilakukan, koreksi terhadap
besaran sampel penelitian dengan estimasi dropout sebesar 10% perlu dilakukan.
Oleh karena itu, sampel penelitian yang digunakan sebanyak 345 orang.
Peneliti menggunakan instrumen berupa kuesioner dengan pertanyaan
tertutup. Pengukuran tentang efikasi diri dilakukan dengan menggunakan skala
yang dikembangkan berdasarkan aspek-aspek efikasi diri dari Albert Bandura
tahun 1995. Peneliti juga memberikan kuesioner tentang pengalaman ibu dalam
mendampingi remaja. Peneliti mengutip kuesioner yang digunakan oleh
Supriyono (2020) yang telah disesuaikan dengan kebutuhan peneliti. Uji statistik
yang digunakan untuk membuktikan hubungan tersebut yaitu regresi logistik
sederhana/ Chi-Square/Fisher; S Exact karena variabel bebas dan terikat yaitu
kategorik.

16
BAB IV
HASIL PELAKSANAAN PENELITIAN

4.1 Karakteristik Informan


Tabel 1 di bawah ini akan memaparkan karakteristik informan di SMP
Denpasar
Tabel 1. Karakteristik Informan
F %
Umur
36-39 tahun 196 56,8
40-44 tahun 79 22,9
45-52 tahun 70 20,3
Pendidikan
SMA 6 1,7
DIII 38 11
S1 301 87,2
Pekerjaan
Tidak bekerja 6 1,7
Bekerja 339 98,3
Jumlah 345 100

Tabel 1 menunjukkan sebagian besar informan ibu pada umur 36-39


tahun yaitu 196 orang (56,8%), pekerjaan informan sebagian besar bekerja
di luar rumah yaitu 339 orang (98,3%), dan pendidikan informan terbesar
yaitu S1 sebanyak 301 orang (87,2%).

4.2 Distribusi Frekuensi Efikasi Diri Ibu


Tabel 2. Distribusi Frekuensi Efikasi Diri Ibu
F %
Efikasi
Rendah 224 64,9
Sedang 70 20,3
Tinggi 51 14,8
Jumlah 345 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar ibu masih memiliki efikasi
yang rendah, yaitu 224 orang (64,9%), efikasi sedang 70 orang (20,3%), dan
efikasi tinggi 51 orang (14,8%).

17
4.3 Distribusi Frekuensi Pengalaman Ibu
Di bawah ini merupakan tabel distribusi frekuensi pengalaman ibu, di
mana hasil interpretasi jawaban yaitu >9: pengalaman ibu baik, < 8:
pengalaman ibu kurang baik.
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pengalaman Ibu
Kategori F %
Baik 102 29,6
Kurang Baik 243 70,4
Jumlah 345 100
Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar informan ibu masih
memiliki pengalaman yang kurang baik yaitu 243 orang (70,4%), di mana
nilai maksimum informan yaitu 11, dan nilai minimum informan yaitu 7.

4.4 Hubungan Efikasi Diri dengan Pengalaman Ibu


Uji bivariat dengan chi square/fisher’s exact test pada informan ibu
dilakukan untuk mengetahui hubungan antara efikasi diri dengan pengalaman
ibu dalam mendampingi remaja. Hasil ini ditunjukkan seperti tabel berikut.
Tabel 4. Hubungan Efikasi Diri dengan Pengalaman Ibu
Efikasi Diri Ibu
Rendah Sedang Tinggi p- AOR
(%) (%) (%) value
Pengalaman Ibu
Baik 91 11 0 0,000 ª 27,54
(89,2) (10,8) (0,0)
Kurang Baik 133 59 51
(54,7) (24,3) (21,0)
Note: ª Chi Square, ᵇ Fisher’s Exact
Tabel diatas menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
efikasi diri dengan pengalaman ibu dalam mendampingi remaja menggunakan
gawai, dengan p-value sebesar 0,000 dan AOR sebesar 27,54.

18
BAB V
PENUTUP

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum sebagian besar ibu


masih memiliki efikasi yang rendah yaitu 64,9%. Berdasarkan hasil uji bivariat
dengan menggunakan chisquare/fisher’s exact test, kejadian efikasi diri ibu yang
rendah berhubungan dengan efikasi diri ibu dilihat berdasarkan umur, pendidikan
dan pekerjaan, di mana ibu yang memiliki efikasi rendah yaitu umur 36-39 tahun,
pendidikan S1, ibu tidak bekerja, dan pengalaman yang kurang baik.
Berdasarkan hasil analisis, terdapat hubungan antara efikasi diri ibu
dengan pengalaman ibu dalam mendampingi remaja yang menggunakan gawai.
Terdapat perbedaan hasil pengalaman ibu berdasarkan efikasi diri ibu, di mana
pengalaman kurang baik dengan ibu memiliki efikasi diri rendah yaitu (54,7%)
dan terdapat hubungan antara pengalaman dengan efikasi diri ibu (P<0,05).
Jadi, efikasi dan pengalaman merupakan hal yang saling berkaitan karena
apabila efikasi seorang ibu baik tentunya akan mampu memberikan pengalaman
yang baik pula dalam pendampingan remaja awal dan begitupun sebaliknya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Adams, C. (2008). School Violence: Bullying Behaviors and the Psychosocial


School Environment in Middle Schools. Children and School.

Agustina, E. (2007). Hubungan Antara Efikasi Diri Dengan Perilaku Diet Wanita
Dewasa Awal Yang Mengalami Obesitas. In Skripisi. Universitas Sanata
Dharma.

APJII. (2017). Penetrasi & perilaku pengguna internet indonesia. Laporan Survei
APJII 2017.

Candrasari, Y. (2014). Motif Remaja dalam Menggunakan Internet. Jurnal Ilmu


Komunikasi, 2.

Pendampingan Ibu pada Anak Dalam Pengggunaan Internet, (2018).

Delft, S. (2012). Relationships between Parental Self Efficacy, Parenting Training


Instruction Practices, and Models of Parent Practicions. Thesis The
University of British Columbia.

Desiningrum, D. (2017). Intensi penggunaan gadget dan kecerdasan emosional


pada remaja awal. Prosiding, 65–71.

Doepke, M., & Zilibotti, F. (2017). Parenting With Style: Altruism and
Paternalism in Intergenerational Preference Transmission. Econometrica,
85(5), 1331–1371. https://doi.org/10.3982/ECTA14634

Duncan, L. G., Coatsworth, J. D., Gayles, J. G., Geier, M. H., & Greenberg, M. T.
(2015). Can Mindful Parenting Be Observed ? Relations Between
Observational Ratings of Mother – Youth Interactions and Mothers ’ Self-
Report of Mindful Parenting. Journal of Family Psychology, 29(2), 276–282.

Fatmawati, E. (2017). Dinamika Remaja Digital Dalam Pusaran Media Baru.


WIPA.

Fatmawati, N. I. (2019). Literasi Digital, Mendidik Anak Di Era Digital Bagi


Orang Tua Milenial. Madani, 11(2), 119–138.

Janssens, A., Goossens, L., Noortgate, W. Van Den, Colpin, H., Verschueren, K.,
& Leeuwen, K. Van. (2015). Parents ’ and Adolescents ’ Perspectives on
Parenting : Evaluating Conceptual Structure , Measurement Invariance , and
Criterion Validity. J Youth Adolescence.
https://doi.org/10.1177/1073191114550477

Teens’ Time Spent Online, (2014).

20
Kusuma, M. I. . (2017). Hubungan Antara Harga Diri Dan Efikasi Diri Dengan
Motivasi Belajar Pada Peserta Kursus Di Lembaga Kursus Dan pelatihan Adi
Tiara. In Tesis.

Lauricella, A.R, Wartella, E, and Rideout, V. J. (2015). Young Children’s Screen


Time: The Complex Role of Parent and Child Factors. Journal of Applied
Developmental Psychology, 11–17.

Lestari, S. (2012). Psikologi Keluarga, Penanaman Nilai Dan Penanganan


Konflik Dalam Keluarga. Kencana Prenada Media Grup.

Lippold, M. A., Duncan, L. G., Coatsworth, J. D., Nix, R. L., Greenberg, M. T., &
Duncan, L. G. (2015). Understanding How Mindful Parenting May Be
Linked to Mother – Adolescent Communication. Journal of Youth and
Adolescence, 44(9), 1663–1673. https://doi.org/10.1007/s10964-015-0325-x

Makawi, F. (2016). Penggunaan smartphone dalam interaksi sosial di kalangan


remaja awal. In UINJKT.

Martiani. (2016). Efektivitas Pelatihan Keterampilan Komunikasi Untuk


Meningkatkan Kualitas Hubungan Ibu Remaja. Universitas Muhamidyah
Surakarta.

Inilah 10 Fakta Penggunaan Internet di Bali, (2012).

Ningrum, W. R. (2017). Remaja AwalPeran Orang Tua dalam Menyikapi


Dampak Media Sosial Terhadap Perkembangan Kepribadian. Mercubuana,
355–366.

Nurfadhilah, R. (2015). Pengaruh Parenting Style dan Tipe Kepribadian Big Five
Terhadap Kecendrungan Adiksi Internet. Institutional Repository UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta: Fakultas Psikologi.

Pinquart, M. (2017). Associations of Parenting Dimensions and Styles With


Externalizing Problems of Children and Adolescents : An Updated Meta-
Analysis. Developmental Psychology 2017, Vol. 53, No. 5, 873–932, 53(5),
873–932.

Rahmawati, A., Soesilowati, E., & Sanjoto, T. B. (2018). Adolescent Lifestyle of


Gadget Users in Kudus City. Journal of Educational Social Studies, 7(1),
52–60.

Septiani, A. (2019). Bahaya Penggunaan Gawai pada Remaja.


https://m.ayobandung.com/read/2019/06/09/54554/bahaya-penggunaan-
gawai-pada-remaja

Setiono, A. K., Ardianto, D. T., Studi, P., Komunikasi, D., Seni, F., Petra, U. K.,
A, P. M. R., & Timur, J. (2017). Perancangan Film Semi Dokumenter

21
Mencegah Perilaku Kecanduan Smartphone Pada Remaja Usia 12-18 Tahun.
Petra, 1–9.

Shah, R., Chauhan, N., Gupta, A. K., & Sen, M. S. (2016). Adolescent-parent con
fl ict in the age of social media : Case reports from India. Asian Journal of
Psychiatry, 23, 24–26.

Subu, A. (2019). Kecanduan Internet Gaming dan Status Body Mass Index ( BMI
) Pada Remaja Tingkat Sekolah Menengah Pertama Tahun 2018 Artikel
history. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Kesehatan, 6(2).

Turnbull, T. (2012). Communicating about sexual matters within the family:


facilitator and barries. Education and Health Journal, 30(2), 40–47.

Wong, Y., & Lee, V. W. P. (2017). Parenting Methods and Self-Efficacy of


Parents in Supervising Children ’ s Use of Mobile Devices : The Case of
Hong Kong. Journal of Technology in Human Services, 35(1), 63–85.
https://doi.org/10.1080/15228835.2017.1277911

22
LAMPIRAN
1. Jadwal Penelitian
2. Pertanggungjawaban Biaya Penelitian
3. Biodata Peneliti
4. Dll (yang mendukung penelitian)

23
JADWAL PENELITIAN

Bulan
No Nama Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Menyusun konsep penelitian
2 Survei lapangan
3 Menyusun rencana penelitian
4 Melaksanakan penelitian
5 Analisis data
6 Membuat kesimpulan
7 Pelaporan dan publikasi

24
RENCANA ANGGARAN BIAYA

No. Item Kegiatan Volume Jumlah Total


1. Tahap Persiapan
Penjajagan Lokasi 1 Rp. 100.000,00 Rp. 150.000,00
Penyusunan proposal kegiatan 1 Rp. 200.000,00 Rp. 200.000,00
ATK dan bahan habis pakai 1 Rp. 200.000,00 Rp. 200.000,00
Honorarium sekretariat peneliti 1 Rp. 500.000,00 Rp. 500.000,00
2 Tahap Pelaksanaan
Konsumsi peneliti (paket) 1 Rp. 1.000.000,00 Rp. 1.000.000,00
Pulsa dan paket data 5 Rp. 100.000,00 Rp. 500.000,00
Transport 5 Rp. 100.000,00 Rp. 500.000,00
Honorarium sekretariat peneliti 1 Rp. 500.000,00 Rp. 500.000,00
3 Tahap Pelaporan dan
Publikasi
Honorarium sekretariat peneliti 1 Rp. 500.000,00 Rp. 500.000,00
Publikasi pada jurnal nasional 1 Rp. 1.000.000,00 Rp. 1.000.000,00
terakreditasi
Total Rp. 5.100.000,00

25
BIODATA PENELITI

Judul : Hubungan Self Efficacy dengan Pengalaman Ibu


Mendampingi Remaja Menggunakan Gadget.
Ketua Tim Pengusul
a. Nama : Dr. Made Dewi sariyani, S.ST., M.Kes
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. NIK : 090803.0.077
d. Disiplin Ilmu : Kebidanan
e. Jabatan : Ketua
f. Prodi : STIKES Advaita Medika Tabanan
g. Alamat : Jl. Arjuna No.6 Dalung Kuta Utara.

h. Telp : 087860043736
i. E-mail : sariyani27@ymail.com
Jumlah anggota tim : 3 orang
Nama anggota tim : 1. Kadek Sri Atiyanti, S.SiT., M.Kes
2. Dyah Pradnyaparamitha Duarsa
3. Ns. Nur Fatiyah, S.Kep., M.Kes.
Lokasi Kegiatan : Kabupaten Tabanan
Waktu : Bulan Maret - April 2022
Biaya yang diperlukan : Rp. 5.100.000,-

STIKES Advaita Medika Tabanan


Penulis,

Made Dewi Sariyani, S.ST., M.Kes.


NIDN: 0825048804

26

Anda mungkin juga menyukai