Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Anak merupakan generasi penerus bangsa yang layak untuk

mendapatkan perhatian dan setiap anak memiliki hak untuk mencapai

perkembangan kognisi, sosial dan perilaku emosi yang optimal agar tercapai

masa depan bangsa yang baik (Sugeng, 2019). Pada dasarnya, setiap orang tua

memiliki keinginan anaknya mengalami tumbuh dan berkembang dengan

sempurna (Pradana & Kustanti, 2017).

Prevalensi anak autis di dunia selalu meningkat. Berdasarkan data dari

World Health Organization/WHO (2018) menyebutkan bahwa diperkirakan satu

dari 160 anak di seluruh dunia mengidap Autism Spectrum Disorder (ASD).

Berdasarkan laporan Center for Disease Control tahun 2020, sekitar 1 dari 54

anak di Amerika Serikat didiagnosis dengan gangguan spektrum autisme (CDC,

2020).

Pusat Data Statistik Sekolah Luar Biasa mencatat jumlah siswa autis di

Indonesia pada tahun 2019 sebanyak 144.102 siswa (Kemendikbud, 2021).

Angka tersebut naik dibanding tahun 2018 tercatat sebanyak 133.826 siswa autis

di Indonesia (Kemendikbud, 2020). Badan Pusat Statistik saat ini di Indonesia

terdapat sekitar 270,2 juta dengan perbandingan pertumbuhan anak autis sekitar

3,2 juta anak (BPS, 2020). Periode tahun 2020-2021 dilaporkan sebanyak 5.530

1
orang, Jumlah anak autis ini selalu meningkat setiap tahunnya sebesar 147,

maka dalam 10 tahun sedikitnya 529,200 (BPS, 2022)

Pusat data statistik sekolah luar biasa mencatat jumlah siswa autis di

Inonesia pada tahun 2019 sebanyak 144.102 siswa (Kemendikbud, 2020).

berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2021 jumalh anak autis

sebanyak 152.520 orang anak yang mengalmi anak autis, jumlah anak autis di

Indonesia meningkat setiap tahunnya dan dapat diprediksi penderita autis di

Indonesia berkisar 2,4 juta orang dengan peningkatan 500 orang per tahunnya

(Kemendibud, 2022).

Berdasarkan data dinas pendidikan di Sumatera Barat tahun 2022 jumlah

anak autis mencapai 7.264 orang yang terdiri dari jenis kelamin laki-laki

sebanyak 4.624 dan jenis kelamin perempuan sebanyak 2.640 orang. Anak autis

harus mendapatkan pendidikan normal seperti anak lainnya maka pemerintah

menyediakan sekolah khusus luar biasa atau di sebut juga SLB, dikota Padang

sendiri terdapat 1.478 orang anak autis yang terdiri dari jenis kelamin laki- laki

934 orang dan perempuan sebanyak 544 orang siswa di 37 SLB yang terdiri dari

yang tersebar di Kota Padang.

Autisme adalah gangguan syaraf otak pada anak yang menghambat

perkembangan sehingga tidak mampu berkembang secara normal. Gangguan

perkembangan ini ditandai adanya gangguan berkomunikasi, berbahasa,

berinteraksi sosial, serta adanya ketertarikan terhadap sebuah hal dan berperilaku

berulang. Penderita autisme lebih dikenal dengan kata autis (Wang et al., 2018).

2
Gangguan perkembangan pada anak autis mempengaruhi dalam beberapa bagian

seperti bagaimana anak mempelajari dunia melalui pengalaman yang

dialaminya. Menyebabkan anak tersebut hidup didalam dunia sendiri (Indiarti &

Rahayu, 2020).

Anak autis memperlihatkan beberapa gejala, menurut Baron-Cohen dan

Belmonte adanya 3 gejala inti pada anak autis yang lebih kelihatan seperti:

kurangnya kemampuan untuk menginterpretasikan emosi, kapasitas untuk

berinteraksi dan berkomunikasi sosial, dan fokus terlalu lama pada sebuah subjek

atau kegiatan. Usia dua-tiga tahun, pada masa balita ini anak lain biasanya mulai

belajar berbicara, berbeda dengan anak autis yang tidak menampakkan tanda-

tanda berbicara. Anak autis sering kali melakukan sesuatu secara berulang,

seperti berputar-putar, mengepakngepakkan lengannya, menggoyang-goyang kan

badannya Purnomo & Hadriami, 2015)

Anak dengan Autism Spectrum Disorder (ASD) mengalami hambatan dan

kesulitan dalam hal komunikasi, bahasa, perilaku, dan interaksi sosial. Dalam

mengatasi hambatan pada anak autis agar anak tersebut mendapatkan pendidikan

yang layak, sesuai dengan UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional bahwa negara memberikan jaminan sepenuhnya kepada anak

berkebutuhan khusus untuk memperoleh layanan pendidikan yang bermutu,

pemerintah membuat program khusus Sekolah Inklusi (Kurniawan, 2018)

Keluarga merupakan dua orang tua yang hidup bersama dengan ikatan

dan kedekatan emosional baik yang tidak memiliki hubungan darah, perkawinan,

3
atau adopsi dan tidak memiliki batas keanggotaan dalam keluarga. Meskipun

dalam lingkup kecil, namun hubungan yang terbangun antar anggota keluarga

lebih erat dan intim (Zakaria, 2017)

Peran dan fungsi keluarga dalam mendampingi anak berkebutuhan kusus

disini anak autis sangat penting, berkaitan dengan hal tersebut WHO, (2020)

merilis berbagai panduan bagi orang tua dalam mendampingi putra-putri selama

pandemi ini berlangsung yang meliputi tips pengasuhan agar lebih positif dan

konstuktif dalam mendampingi anak selama beraktivitas di rumah. Orang tua

pada awalnya berperan dalam membimbing sikap serta keterampilan yang

mendasar, seperti pendidikan agama untuk patuh terhadap aturan, dan untuk

pembiasaan yang baik (Nurlaeni & Juniarti, 2017).

Permasalahan yang dihadapi orang tua yang memiliki penyandang autis

menjadi kaget, menjadi bingung, perasaan panik, merasa dirinya bersalah,

perasaan menjadi malu dan perasaan menjadi bingung untuk menjelaskan pada

orang lain tentang kondisi anaknya, masalah penanggungan biaya perawatan,

mengontrol keadaan emosi anaknya dan cara menghadapi anak pada saat anak

tantrum, menjadi bingung mencari sekolah, dan menghadapi kekhawatiran masa

depan anaknya (Nurlaeni & Juniarti, 2017).

Dampak psikologi keluarga atau orang tua yang memiliki anak autis

mngalami beberapa masalah khususnya dalam kehidupan mereka, diantaranya

muncul kecemasan mengenai masa depan anak, pengalaman stigma sosial,

keterbatasan dalam bersosial dan karier, adanya hubungan yang canggung dengan

4
orang sekitar, kendala keuangan, kesejahteraan dan emosional yang buruk, dan

kurangnya layanan yang memadai. Hal tersebut berpengaruh terhadap tingkat

stres, depresi dan kecemasan orang tua dalam mengurus anak-anak mereka yang

berbeda dengan anak normal pada umumnya. Akibatnya orang tua mengalami

kesulitan untuk dapat beradaptasi dengan permasalahan yang sedang dihadapi.

Oleh karena itu, dibutuhkan kemampuan untuk menghadapinya. Kemampuan ini

dapat disebut sebagai resiliensi, yaitu kemampuan dalam mengatasi suatu

masalah atau bertahan dari cobaan dan mampu beradaptasi terhadap

permasalahan yang sedang dihadapi sehingga individu dapat berkembang secara

positif (Widya, 2019).

Beban lain yang juga dialami orangtua adalah banyaknya energi dan

waktu yang tersita untuk mengurus anak autis terganggunya pekerjaan,

terbatasnya interaksi dan sosialisasi mereka dengan lingkungan, berkurangnya

perhatian orangtua terhadap saudara anak autis, serta rendahnya kepuasan dalam

hubungan keluarga Beratnya beban pengasuhan yang dihadapi orangtua dalam

mengasuh anak autis dapat berdampak negatif, baik pada orangtua sendiri,

maupun pada anak. Dibutuhkan sebuah dukungan yang dapat membantu mereka

beradaptasi terhadap beban pengasuhan tersebut (Desvi, 2018)

Menurut Ekaningtyas (2019) mengatakan bahwa dua faktor

mempengaruhi stres pada orang tua dengan anak autis yaitu; faktor pertama dari

tingkat keparahan anak autis, yang dimaksud dari tingkat keparahan adalah

perilaku yang ditunjukkan oleh anak autis. Faktor kedua adalah parenting self-

5
efficacy (PSE), mengatakan PSE adalah persepsi dan keyakinan orang tua apakah

mereka memiliki kemampuan secara positif untuk mempengaruhi perilaku dan

perkembangan anak. Selain itu faktor yang menjadi beban keluarga dalam

merawat anak Autis sehingga dapat menghasilkan informasi, salah satunya

pentingnya dukungan sosial dan pendidikan pada keluarga dalam merawat anak

Autis. Dengan adanya dukungan sosial yang baik dan pendidikan yang tinggi

maka akan mengurangi beban keluarga dalam merawat anak Autis

Faktor lainnya yaitu dukungan sosial, dukungan sosial sangat berpengaruh

dalam menjaga kondisi seseorang yang mengalami tekanan. Ibu dengan anak

autis yang kurang mendapatkan dukungan sosial dari seseorang yang berarti,

seperti: teman, pasangan atau ayah dari anak, dan lingkungan terdekat yang

membuat energi positif yang ada pada ibu menjadi hilang. Ibu tidak merasa

terbantu dalam perannya sebagai seorang ibu dalam membesarkan anak autis

(Yolanda, Abdullah, & Erwina, 2016).

Dukungan keluarga adalah dukungan dari keluarga yang terdiri dari

informasi atau nasehat verbal dan non verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang

diberikan oleh keakraban keluarga atau didapat karena kehadiran orang yang

mendukung dan mempunyai manfaat emosional. Dukungan keluarga merupakan

unsur terpenting dalam membantu individu dalam membangun resiliensi. Apabila

ada dukungan, rasa percaya diri akan bertambah dan motivasi untuk menghadapi

masalah yang terjadi akan meningkat. Dukungan keluarga akan semakin

dibutuhkan pada saat individu sedang menghadapi masalah, disinilah peran

6
anggota keluarga diperlukan untuk meningkatkan resiliensi orang tua yang

memiliki anak berkebutuhan khusus (Yudit Arazi 2017).

Di kota Padang terdapat 38 SLB yang memiliki siswa dengan retardasi

mental, 3 sekolah dengan siswa retardasi mental terbanyak. Pertama SLB YPPA

kota Padang dengan jumlah siswa 96 orang, kedua SLB 2 Padang dengan jumlah

47 orang, dan ketiga SLB Wancana Asih dengan jumlah 40 orang. Studi

pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 28 November 22 di SLB

YPPA kota Padang terbagi dalam dua kategori yaitu, 36 anak retardasi mental

ringan dan 60 anak lainnya dengan retardasi mental sedang, dari 28 SLB murid

yang paling banyak yaitu SLB YPPA kota Padang (SLB YPPA Kota Padang,

2022)

Penelitian Fitryasari, 2014 gambaran tingkat kecemasan orang tua yang

memiliki anak autisme di SLB pada keluarga yang memiliki anak dengan autisme

didapatkan hasil penelitian dengan tingkat kecemasan ringan sebanyak 1

responden (2.9%), 20 responden (58.7%) dengan tingkat kecemasan sedang, dan

kecemasan berat sebanyak 13 responden (38.0%).

Penelitian You & McGraw, 2011 dukungan sosial dan tingkat stres

orang tua yang memiliki anak retardasi mental di dapatkan hasil Hasil penelitian

ini menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan sosial

7
dengan tingkat stres pada orang tua dari anak dengan nilai p = 0.000< 0.005),

bahwa orang tua dari anak anak dengan autis yang menerima dukungan sosial

dari lingkungan yang berdampak dapat mengurangi stress.

Penelitian Chamak & Bonniau, 2013 faktor-faktor yang berhubungan

dengan beban keluarga yang merawat anak autis di kota padang factors

associated with family burden caring for children with autism in Padang

mendapatkan hasil bahwa dengan adanya dukungan dari orang terdekat misalnya

keluarga, kerabat dekat, tetangga maupun lingkungan lain yang mampu

membicarakan masalah pribadi terkait anak autis, dapat dikatakan bahwa terjadi

peningkatan persepsi akan dukungan yang diberikan lingkungan terhadap

orangtua anak autis. Sehingga dengan dukungan tersebut, orang tua mampu

merasa terbantu dan bekerjasama dalam mendukung peran satu sama lain dengan

pasangan.

Berasarkan hasil wawancara 28 November 2022 kepada orang tua yang

memiliki anak autis di Sekolah Luar Biasa YPPA Kota Padang Tahun 2022

dengan 10 orang ibu diantaranya 4 orang ibu mengatakan stress dalam merawat

anak autis karena autis harus selalu di pantau, 3 orang ibu mengatakan tidak ayah

dari anak autis tidak memberikan rasa empati, perduli terhadap anaknya sehingga

dapat memberikan perasaan nyaman, perhatian dan penerimaan positif terhadap

anaknya, sehingga membuat beban pikiran bagi ibu. Merawat dan membesarkan

anak autis tidak bisa dilakukan oleh ibu sendiri melainkan perlu adanya

8
dukungan dan bantuan dari pasangan yaitu ayah. dalam melakukan perawatan

anak yang autis, 3 orang ibu mengatakan biaya perawatan kesehatan anak autis

yang lebih tinggi, ibu juga mengatakan bahwa mereka merasa stres yang ditandai

sering terbangun ditengah malam memikirkan masa depan anaknya, merasa

kurang istirahat dalam menghadapi perilaku anaknya yang perlu diawasi terus

dan membuat ibu merasa untuk susah beristirahat saat pulang kerja.

Berdasarkan fenomena diatas, peneliti telah melakukan penelitian tentang

“Faktor-faktor yang berhubungan dengan beban keluarga dalam merawat anak

autis di Sekolah Luar Biasa YPPA Kota Padang Tahun 2022”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada peneliti ini yaitu melihat “Faktor-faktor yang

berhubungan dengan beban keluarga dalam merawat anak autis di Sekolah Luar

Biasa YPPA Kota Padang Tahun 2022

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui Faktor-faktor yang berhubungan dengan beban keluarga

dalam merawat anak autis di Sekolah Luar Biasa YPPA Kota Padang Tahun

2022.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahui beban keluarga yang merawat anak autis di Sekolah Luar

Biasa YPPA Kota Padang Tahun 2022.

9
b. Diketahui dukungan keluarga yang merawat anak autis di Sekolah Luar

Biasa YPPA Kota Padang Tahun 2022.

c. Diketahui pendidikan keluarga yang merawat anak autis di Sekolah Luar

Biasa YPPA Kota Padang Tahun 2022.

d. Diketahui hubungan dukungan keluarga dengan beban keluarga yang

merawat anak autis di Sekolah Luar Biasa YPPA Kota Padang Tahun

2022.

e. Diketahui hubungan pendidikan dengan beban keluarga yang merawat

anak autis di Sekolah Luar Biasa YPPA Kota Padang Tahun 2022.

D. Manfaat Penelitian

1. Pihak Sekolah Luar Biasa YPPA Kota Padang

Penelitian ini dapat digunakan sebagai materi gambaran tekait beban

keeluarga yang merawat anak autis di Sekolah Luar Biasa YPPA Kota

Padang tahun 2022

2. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini dapat memberikan manfaat dan tambahan informasi awal

tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan beban keluarga dalam

merawat anak autis di Sekolah Luar Biasa YPPA Kota Padang tahun 2022

3. Bagi Peneliti selanjutnya

Penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan dan pengalaman

peneliti khususnya mengenai konsep atau metode penelitian tentang faktor

lain yang berhungan dengan beban kelurga dalam merawat anak autis.

10
11

Anda mungkin juga menyukai