Anda di halaman 1dari 34

Amalia firdaus prasetyo

asuhan keperawatan kelurga pada anak autis dengan masalah keperawatan


hambatan komunikasi verbal di sdlb.

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap proses pembelajaran selalu terjadi komunikasi antara anak dengan anak
begitu pula anak dengan guru. Komunikasi memegang peran yang sangat penting
dalam kaitannya sosialisasi dengan orang lain. Komunikasi adalah suatu proses
pengiriman pesan atau informasi dari orang yang mengirimkan pesan atau
informasi kepada orang yang menerima pesan atau informasi. Komunikasi itu
sendiri dibagi menjadi komunikasi verbal dan komunikasi non verbal.

Perkembangan komunikasi pada anak umumnya berkembang sesuai usia.


Berawal dari komunikasi pada seorang bayi, berupa tangisan yang memberitahu
ibunya bahwa ia merasa lapar atau tidak nyaman lalu usia sekitar 2 bulan bayi
sudah mengeluarkan suara atau tertawa, bila ia merasa senang. Kemudian
kemampuan ini secara berangsur-angsur bertambah seiring dengan kematangan
organ-organ bicara pada anak yang sesuai dengan perkembangan komunikasi pada
anak sesuai dengan usianya. Pada kenyataanya tidak semua anak mampu
melakukan proses komunikasi yang lancar dengan orang lain, ada juga anak yang
memiliki hambatan dalam berkomunikasi dengan orang lain. Hambatan
komunikasi tersebut terjadi pada anak autis. Autis merupakan gangguan
perkembangan yang berat pada anak. (Budiyanto, 2016) Gejalanya sudah tampak
sebelum anak mencapai usia tiga tahun. Perkembangan mereka menjadi terganggu
terutama dalam komunikasi, interaksi, dan perilaku (Budiyanto,2016 dalam
Maulana, 2010).
Secara umum hambatan perkembangan yang ditunjukkan pada anak autis
yaitu berupa jarang memulai komunikasi, bicara sedikit atau tak ada, atau
mungkin cukup verbal, mengulangi atau membeo, mereka cenderung sulit
mencerna pesan-pesan komunikasi dalam bentuk verbal baik berupa ucapan,
perintah, atau kata-kata, bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi. Fungsi
komunikasi itu sendiri untuk anak autis supaya anak autis bisa berkomunikasi
dengan orang lain secara verbal serta bisa memahami pesan-pesan atau informasi
yang disampaikan orang lain baik secara ucapan, perintah, dan kata-kata.
(Budiyanto, 2016)
Data World Health Organization (WHO) bahwa jumlah penyandang autis
terus meningkat. Penyandang autisme diperkirakan berjumlah sekitar 4-6 per
10.000 kelahiran dan meningkat drastis pada tahun 2000 yaitu sekitar 60 per
10.000 kelahiran (Sutadi, 2012 dalam Hartati, 2013) .
Perkembangan autisme di Indonesia setiap tahun semakin meningkat, di awal
2000-an prevalensinya sekitar 1:1000 kelahiran, penelitian pada 2008
menunjukkan peningkatan hingga 1,68:1000 kelahiran (HIMPSI, 2016 dalam
Glodia Cattrine, 2018). Data lain tahun 2015 di Indonesia memperkirakan lebih
dari 12.800 anak menyandang autisme dan 134.000 menyandang spektrum
Autisme (Labola, 2017). Dari data pemetaan anak berkebutuhan khusus di
Indonesia, diperkirakan terdapat 139.000 anak autisme dari 400.000 anak
berkebutuhan khusus (HIMPSI, 2016 dalam Glodia Cattrine, 2018).

Penyebab yang pasti dari autisme tidak di ketahui, yang pasti hal ini bukan di
sebabkan oleh pola asuh yang salah. Penelitian terbaru menitikberatkan pada
kelainan biologis dan neurologis di otak termasuk tidak seimbangan biokimia,
faktor genetik, dan gangguan kekebalan. Beberapa kasus mungkin berhubungan
dengan infeksi virus (rubella congenital atau cytomegalic inclusion disease),
fenilketonuria (suatu kekurangan enzim yang sifatnya diturunkan), dan sindroma
X yang rapuh (kesalahan kromosom). Sedangkan penyebab utama dari autisme
belum di ketahui dengan pasti, autisme diduga di sebabkan oleh gangguan
neurobiologis pada susunan saraf pusat meliputi faktor genetik, gangguan
pertumbuhan sel otak pada janin, gangguan pencernaan, keracunan logam berat,
dan gangguan auto-imun (Muhith, 2015).

Pada faktor biologis dan lingkungan terdapat beberapa teori yang dapat
memicu seseorang menjadi penderita autisme. Teori-teori tersebut antara lain :
teori genetik, neurokimia, Gluten-Casein, autoimun dan alergi makanan, kelainan
saluran cerna (Hipermeabilitas Intestinal/Leaky Gut), kekurangan vitamin,
mineral dan nutrisi tertentu, infeksi virus, dan zat kimia beracun dan logam berat
(Warsiki, 2013, .dalam Widyawati 2010).
Beberapa permasalahan yang secara umum terdapat pada anak dengan
gangguan autis adalah pada aspek sosial dan komunikasi yang sangat kurang atau
lambat serta perilaku yang repetitif atau pengulangan dan keadaan ini dapat kita
amati pada anak seperti kekurangmampuan anak untuk menjalin interaksi sosial
yang timbal balik secara baik dan memadai, kurang kontak mata, ekspresi wajah
yang kurang ceria atau hidup serta gerak-gerik anggota tubuh yang kurang tertuju,
tidak dapat bermain dengan teman sebaya sehingga terlihat sendiri saja atau
cenderung menjadi penyendiri bahkan tidak dapat berempati atau merasakan apa
yang dirasakan orang lain. (Dessy Hasanah S., 2017). Sedangkan keluarga yang
memiliki anggota keluarga berkebutuhan khusus menjadi beban psikologis dalam
merawat anak dengan autis di samping beban finansial, emosional seperti
perasaan malu atau perasaan bersalah apabila sudah berhadapan dengan fungsi
sosial, sehingga keluarga menghindari situasi yang tidak menyenangkan (Sains,
2014 dalam Elly Qolina, 2017). Selain kesulitan yang dirasakan, keluarga juga
merasakan adanya pandangan negatif masyarakat dengan kondisi anak dengan
autis, yang biasa disebut dengan stigma. (Ellya Qolina, 2017). Hal tersebut
menjadi sebagian besar ciri-ciri atau batasan karakteristik yang mendasari
diagnosa hambatan komunikasi verbal.
Intervensi yang dapat di lakukan sesuai dengan NANDA NIC-NOC yaitu
modifikasi prilaku : keterampilan sosial, pembinaan hubungan yang kompleks,
peningkatan perkembangan : remaja, peningkatan perkembnagan : anak, promosi
intergritas keluarga, pemeliharaan proses keluarga, terapi rekreasi, peningkatan
harga diri, peningkatan sosialisasi, permainan terapeutik. (Wilkinson, 2011)
Hasil dari penelitiandari jurnal (Hartati, 2013) menunjukkan adanya
penurunan gangguan perilaku anak autis pada aspek interaksi sosial, perilaku, dan
emosi setelah mendapatkan terapi audio dengan murottal surah Ar-Rahman.
(Widiawati, 2014) Meneliti pengaruh terapi musik terhadap perkembangan
komunikasi anak autis di kiddy autism centre kota jambi tahun 2011
(Afif Bimantara, 2015) Meneliti Implementasi aplikasi game autisme “ahada” di slb
bina anggita yogyakarta.
1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan pada keluarga yang memiliki anggota


keluarga autis dengan masalah keperawatan hambatan komunikasi verbal di sdlb ?

1.3 Tujuan Penulisan

Untuk memberika informasi kepada masyarakat tentang asuhan


keperawatan keluarga pada anak autis dengan masalah keperawatan hambatan
komunikasi verbal di sdlb.

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Bagi Penulis

Sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman


khususnya di bidang asuhan keperawatan kelurga pada anak autis dengan masalah
keperawatan hambatan komunikasi verbal di sdlb.

1.4.2 Bagi Masyarakat

Untuk memberika informasi dan wawasan kepada masyarakat tentang


asuhan keperawatan kelurga pada anak autis dengan masalah keperawatan
hambatan komunikasi verbal di sdlb.

1.4.3 Bagi Instansi Pendidikan

Sebagai penambahan ilmu kesehatan tentang asuhan keperawatan


keluarga pada anak autis dengan masalah keperawatan hambatan komunikasi
verbal di sdlb.

1.4.4. Bagi Keluarga

Dapat menambah wawasan terhadap masalah anak autis agar bisa di


aplikasikan terhadap anggota keluarga yang mempunyai anak autis.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab 2 ini akan di jelaskan mengenai definisi, etiologi, gejala,


patofisiologi, pengkajian yang terkait dengan asuhan keperawatan keluarga pada
pasien autis dengan masalah gangguan komunikasi verbal.

2.1 Konsep Penyakit Autisme

2.1.1 Definisi

Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri.penyandang autisme


seakan-akan hidup dalam dunianya sendiri. Istilah autisme baru di perkenalkan
oleh leo kanner sejak tahun 1943

Gangguan autisme adalah salah satu defisit perkembangan pervasif pada

awal kehidupan anak yang di sebabkan oleh gangguan perkembangan otak yang di

tandai dengan ciri pokok yaitu tergantungnya perkembangan interaksi sosial,

bahasa, dan wicara, serta munculnya prilakau yang bersifat repetitis, stereotipik,

dan obsesif . Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif yang di tandai

dengan adanya kelainan atau kendala perkembangan yang muncul sebelum usia 3

tahun, dan dengan ciri kelainan fungsi dalam tiga bidang interaksi sosial,

komunikasi, dan perilaku yang terbatas dengan berulang. Autisme merupakan

gangguan gangguan perkembangan khususnya terjadi pada masa anak-anak, yang

membuat seseorang tidak mampu mengadakan interaksi sosial dan seolah- olah

hidup dalam dunianya sendiri (Muhith, 2015).

2.1.2 Eteologi
` Penyebab yang pasti dari autisme tidak di ketahui, yang pasti hal ini
bukan di sebabkan oleh pola asuh yang salah. Penelitian terbaru menitikberatkan
pada kelainan biologis dan neurologis di otak termasuk tidak seimbangan
biokimia, faktor genetik, dan gangguan kekebalan. Beberapa kasus mungkin
berhubungan dengan infeksi virus (rubella congenital atau cytomegalic inclusion
disease), fenilketonuria (suatu kekurangan enzim yang sifatnya diturunkan), dan
sindroma X yang rapuh (kesalahan kromosom). Sedangkan penyebab utama dari
autisme belum di ketahui dengan pasti, autisme diduga di sebabkan oleh gangguan
neurobiologis pada susunan saraf pusat meliputi faktor genetik, gangguan
pertumbuhan sel otak pada janin, gangguan pencernaan, keracunan logam berat,
dan gangguan auto-imun (Muhith, 2015).

Pada faktor biologis dan lingkungan terdapat beberapa teori yang dapat
memicu seseorang menjadi penderita autisme. Teori-teori tersebut antara lain :
teori genetik, neurokimia, Gluten-Casein, autoimun dan alergi makanan, kelainan
saluran cerna (Hipermeabilitas Intestinal/Leaky Gut), kekurangan vitamin,
mineral dan nutrisi tertentu, infeksi virus, dan zat kimia beracun dan logam berat
(Warsiki, 2013 dalam Widyawati 2010).

2.1.3 Gejala Autisme

Gejala pada anak utisme sudah tampak sebelum anak berusia 3 tahun,
yaitu antara lain dengan tiadak adanya kontak mata dan tidak menunjukan
responsif terhadap lingkungan. Jika kemudian tidak diadakan terapi, maka setelah
usia 3 tahun perkembangan anak terhenti atau mundur, seperti tidak mengenal
suara orang tuanya dan tidak mengenal namanya (Muhith, 2015).
Gejala-gejala akan nampak makin jelas setelah anak mencapai usia tiga

tahun, yaitu meliputi hal berikut (IDAI,2004)

a. Gangguan dalam bidang komunikasi verbal dan nonverbal

1) Terlambat bicara
2) Meracau dalam bahasa yang tak dapat di mengerti orang lain
3) Bila kata-kata mulai diucapkan, ia tidak engerti artinya
4) bicara tidak di pakai untuk komunikasi
5) Ia banyak meniru atau membeo (echolalia)
6) Beberapa anak sangat pandai dalam menirukan nyanyian, nada, dan kata kata
tanpa mengerti artinya. Sebagai dari anak-anak ini tetap tak dapat bicara sampai
dewasa
7) Bila menginginkan sesuatu ia menarik tangan yang terdekat dan mengharapkan

tangan tersebut melakukan sesuatu untuknya.

b. Gangguan dalam bidang interaksi sosial

1) Menolak atau menghindar dalam bertatap mata


2) Tak mau menengok bila di panggil
3) Sering kali menolak untuk di peluk
4) Tak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang lain, lebih asik main
sendiri
5) Bila di dekati untuk diajak main, ia malah menjauh

c. Gangguan dalam bidang prilaku

1) Perilaku yang berlebihan (excess) dan kekurangan (deficient)


2) Kadang-kadang ada kelekatan pada benda tertentu
3) Perilaku ritual (ritualisic)

d. Gangguan dalam bidang perasaan atau emosi

1) tidak dapat ikut merasakan apa yang di rasakan orang lain, misalnya melihat
anak menangis, maka ia tidak merasa kasihan, tetapi merasa terganggu dan anak
yang menangit tersebut di datangi lalu di pukul
2) Kadang tertawa sendiri, mengis, atau marah tanpa sebab yang nyata
3) Sering mengamuk tak terkendali (bisa menjadi agresif dan tak terduktf)

e. Gangguan dalam persepsi sensorik

1) Mencium atau mengigit mainan atau benda apa saja


2) Bila mendengar suara tertentu dia lansung menutup telinga
3) Tidak menyukai rabaan atau pelukan
4) Merasa tidak nyaman bila di pakaikan dengan pakaian dari bahan yang kasar

2.1.4 Manifestasi Klinik

Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai


dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang komunikasi, gangguan
dalam bermain, bahasa, perilaku, gangguan perasaan dan emosi, interaksi sosial,
perasaan sosial dan gangguan dalam perasaan sensoris.

Gangguan dalam komunikasi verbal maupun nonverbal meliputi kemampuan


berbahasa mengalami keterlambatan atau sama sekali tidak dapat berbicara.
Menggunakan kata kata tanpa menghubungkannya dengan arti yang lazim
digunakan. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat
berkomunikasi dalam waktu singkat. Kata-kata yang tidak dapat dimengerti orang
lain ("bahasa planet"). Tidak mengerti atau tidak menggunakan kata-kata dalam
konteks yang sesuai. nEkolalia (meniru atau membeo), menirukan kata, kalimat
atau lagu tanpa tahu artinya. Bicaranya monoton seperti robot. Bicara tidak
digunakan untuk komunikasi dan mimik datar. Gangguan dalam bidang interaksi
sosial meliputi gangguan menolak atau menghindar untuk bertatap muka. Tidak
menoleh bila dipanggil, sehingga sering diduga tuli. Merasa tidak senang atau
menolak dipeluk. Bila menginginkan sesuatu, menarik tangan tangan orang yang
terdekat dan berharap orang tersebut melakukan sesuatu untuknya. Tidak berbagi
kesenangan dengan orang lain. Saat bermain bila didekati malah menjauh. Bila
menginginkan sesuatu ia menarik tangan orang lain dan mengharapkan tangan
tersebut melakukan sesuatu untuknya. (Judarwanto, 2018)

2.1.5 Patofisiologi
Autisme dianggap sebagai gangguan otak yang menggambarkan bahwa

gangguan ini dimulai dan berakhir di otak yang dikenal dengan whole body

disorder (bahwa otak dipengaruhi oleh biokimia yang dihasilkan dalam tubuh),

beberapa faktor yang mempengaruhi, yaitu :

a. Kekurangan Nutrisi

Karena masalah sensorik, sebagian besar anak autisme tidak menyukai rasa dan

tekstur dari makanan tertentu, sehingga seringkali terjadi kekurangan gizi. Nutrisi

khusus diperlukan untuk proses biokimia yang kompleks, dan nutrisi hanya dapat

dicerna dan diserap dari makanan dan suplemen ketika saluran pencernaan

berfungsi dengan baik. Beberapa cara untuk meningkatkan asupan nutrisi

meliputi: meningkatkan kualitas dan kemampuan mencerna makanan dengan

menambah jumlah makanan padat gizi, seperti sayuran, menyisipkan sayuran

dalam makanan yang biasa dimakan dan memberikan suplemen (Matthews 2010).

b. Pertumbuhan Jamur yang Berlebih

Jamur adalah organisme berbahaya yang dapat mempengaruhi energi, kejernihan

pikiran dan kesehatan usus. Jamur berlebih sering dipicu oleh penggunaan

antibiotik, dan sebaiknya hindari gula karena mengakibatkan pertumbuhan jamur

yang berlebih, hindari makanan yang mengandung ragi, mengurangi atau

menghindari tepung kanji, memberikan makanan yang kaya probiotik (Matthews

2010).

c. Teori Metallothionein

Metallothionein merupakan suatu protein yang memiliki banyak fungsi,

diantaranya diperlukan untuk pengaturan kadar zinc dan tembaga di dalam darah,
detoksifikasi merkuri dan logam beracun lainnya karena kemampuannya mengikat

logam berat, membentuk sistem imun tubuh dan neuron otak, dan memproduksi

enzim-enzim yang dapat memecah gluten dan casein. Selain itu metallothionein

juga berperan di daerah hipokampus otak yang memodulasi pengaturan tingkah

laku, memori, emosi, dan sosialisasi. Pada anak autisme didapatkan kadar

metallothionein yang rendah (Candless 2005 ; Dufault 2009).

d. Toxicity Logam Berat dan Gangguan Proses Detoksifikasi

Merkuri dan beberapa logam berat lainnya selama ini juga diketahui ikut berperan

dalam patogenesis autisme. Logam berat dapat menembus blood-brain barrier,

sehingga dapat menimbulkan gangguan pada perkembangan anak, fungsi kognitif,

atensi dan konsentrasi, impulsifitas serta kemampuan dalam berespon dan

berinteraksi. Logam berat dapat memasuki tubuh melalui makanan, pernafasan,

maupun diserap melalui kulit. Anak autisme tidak dapat mengeluarkan secara

efisien zat-zat beracun yang memasuki tubuh mereka. Penyebab proses

detoksifikasi natural menjadi rusak pada anak autisme masih belum terdapat

penjelasan yang jelas. Akumulasi dari logam berat ini juga secara alami akan

menyebabkan penekanan jumlah antioksidan glutation dalam tubuh selain itu juga

dapat mengakibatkan gangguan neurobehaviour maupun kognitif (Candless 2005 ;

Blaurock-Busch et al. 2012).

e. Gangguan Proses Biokimia Sulfasi, Metilasi, Glutation dan Stress Oksidatif

Sulfasi

Sulfat termasuk salah satu mineral penting yang banyak dijumpai dalam tubuh,

sekitar 80% diproduksi secara in vivo melalui oksidasi metionin atau cystein,
keduanya mengandung sulfur asam amino yang diperoleh dari protein makanan.

Sulfasi diperlukan untuk banyak fungsi terutama untuk proses detoksifikasi,

inaktivasi katekolamin, sintesis jaringan otak, dan sulfasi protein musin yang

melapisi saluran pencernaan. Bahan kimia berbahaya yang dikenal sebagai fenol

melekat pada sulfat dan dikeluarkan dari tubuh. Ketika kadar sulfat dalam aliran

darah berkurang, senyawa fenolik dapat tertimbun dalam tubuh sehingga dapat

mengganggu fungsi neurotransmitter. Pada anak autisme dijumpai kadar sulfat

plasma yang rendah (James et al. 2009 ; Newman 2009).

f. Metilasi

Metilasi adalah serangkaian reaksi biokimia yang sangat penting dalam tubuh

yang berperan untuk kesehatan secara keseluruhan. Proses ini sering terganggu

anak dengan autisme. Metilasi ini berfungsi untuk fungsi otak normal, proses

detoksifikasi, DNA protection dan mencegah proses penuanan dini (Newman

2009).

g. Glutation

Glutathione (Lγ-glutamyl-L-cysteinyl-glisin) adalah peptida intraseluler yang

memiliki berbagai fungsi termasuk detoksifikasi xenobiotik dan metabolitnya,

menjaga keseimbangan redoks intraseluler, dan antioksidan endogen utama yang

dihasilkan untuk melawan radikal bebas. Glutation sangat berperan dalam proses

detoksifikasi sehingga defisiensi glutation dapat menyebabkan akumulasi bahan

toksik lingkungan dan logam-logam berat. Jika hal ini terjadi pada awal

perkembangan anak akan dapat mempengaruhi ekspresi gen yang berfungsi


mengatur perkembangan saraf (James et al. 2004; Kałużna-Czaplińska et al. 2011;

Main et al. 2012).

h. Stres Oksidatif

Di dalam tubuh anak autisme didapatkan kadar stres oksidatif yang tinggi.
Ditandai dengan meningkatnya nitric oxide yang dapat merusak blood brain
barrier dan menyebabkan demyelinasi, merusak reseptor kolinergik, penurunan
fungsi GABA reseptor sehingga konsentrasi glutamic acid decarboxylase (GAD)
yang berfungsi untuk mengubah excitotonin glutamate menjadi GABA menurun
yang akan mengakibatkan menurunnya resistensi terjadinya apoptosis neuron dan
juga dapat merusak mucin usus sehingga menyebabkan meningkatnya
permeabilitas usus ( Bernhoft & Buttar 2008; James et al. 2009; Newman 2009 ).
Glutation termasuk antioksidan utama dan didapatkan sangat rendah pada anak

autisme. Defisiensi glutation ini dapat disebabkan karena pemakaian glutation

yang berlebih pada anak autisme atau akibat defisiensi asam amino yang

diperlukan sebagai prekursor glutation (Warsiki 2012).

2.1.6 Pencegahan

Tindakan pencegahan adalah yang paling utama dalam menghindari resiko


terjadinya gangguan atau gangguan pada organ tubuh kita. Banyak gangguan
dapat dilakukan strategi pencegahan dengan baik, karena faktor etiologi dan
faktor resiko dapat diketahui dengan jelas. Berbeda dengan kelainan autis, karena
teori penyebab dan faktor resiko belum masih belum jelas maka strategi
pencegahan mungkin tidak bisa dilakukan secara optimal. Dalam kondisi seperti
ini upaya pencegahan tampaknya hanya bertujuan agar gangguan perilaku yang
terjadi tidak semakin parah bukan untuk mencegah terjadinya autis. Upaya
pencegahan tersebut berdasarkan teori penyebab ataupun penelitian faktor resiko
autis. Pencegahan ini dapat dilakukan sedini mungkin sejak merencanakan
kehamilan, saat kehamilan, persalinan dan periode usia anak.

a. Pencegahan Sejak Kehamilan


Untuk mencegah gangguan perkembangan sejak kehamilan , kita harus melihat
dan mengamati penyebab dan faktor resiko terjadinya gangguan perkembangan
sejak dalam kehamilan. Untuk mengurangi atau menghindari resiko yang bisa
timbul dalam kehamilan tersebut dapat melalui beberapa cara.
Adapun cara untuk mencegah terjadinya gangguan tumbuh kembang sejak dalam
kehamilan tersebut diantaranya adalah periksa dan konsultasi ke dokter spesialis
kebidanan dan kandungan lebih awal, kalu perlu berkonsultasi sejak
merencanakan kehamilan. Melakukan pemeriksaan skrening secara lengkap
terutama infeksi virus TORCH (Toxoplasma, Rubela, Citomegalovirus, herpes
atau hepatitis). Periksa dan konsultasi ke dokter spesialis kebidanan dan
kandungan secara rutin dan berkala, dan selalu mengikuti nasehat dan petunjuk
dokter dengan baik. Bila terdapat peradarahan selama kehamilan segera periksa ke
dokter kandungan. Perdarahan selama kehamilan paling sering disebabkan karena
kelainan plasenta. Kondisi tersebut mengakibatkan gangguan transportasi oksigen
dan nutrisi ke bayi yang mengakibatkan gangguan pada otak janin. Perdarahan
pada awal kehamilan juga berhubungan dengan kelahiran prematur dan bayi lahir
berat rendah. Prematur dan berat bayi lahir rendah juga merupakan resiko tinggi
terjadinya autism dan gangguan bahasa lainnya.Berhati-hatilah minum obat
selama kehamilan, bila perlu harus konsultasi ke dokter terlebih dahulu. Obat-
obatan yang diminum selama kehamilan terutama trimester pertama. Peneliti di
Swedia melaporkan pemberian obat Thaliodomide pada awal kehamilan dapat
mengganggu pembentukan sistem susunan saraf pusat yang mengakibatkan
autism dan gangguan perkembangan lainnya termasuk gangguan berbicara. Bila
bayi beresiko alergi sebaiknya ibu mulai menghindari paparan alergi berupa asap
rokok, debu atau makanan penyebab alergi sejak usia di atas 3 bulan. Hindari
paparan makanan atau bahan kimiawi atau toksik lainnya selama kehamilan. Jaga
higiene, sanitasi dan kebersihan diri dan lingkungan. Konsumsilah makanan yang
bergizi baik dan dalam jumlah yang cukup. Sekaligus konsumsi vitamin dan
mineral tertentu sesuai anjuran dokter secara teratur. Adanya Fetal Atopi atau
Maternal Atopi, yaitu kondisi alergi pada janin yang diakibatkan masuknya bahan
penyebab alergi melalui ibu. Menurut pengamatan penulis, bila dilihat adanya
gerakan bayi gerakan refluks oesefagial (hiccupps/cegukan) yang berlebihan sejak
dalam kandungan terutama terjadi malam hari. Diduga dalam kedaaan tersebut
bayi terpengaruh pencernaan dan aktifitasnya oleh penyebab tertentu termasuk
alergi ataupun bahan-bahan toksik lainnya selama kehamilan. Bila gerakan bayi
dan gerakan hiccups/cegukan pada janin yang berlebihan terutama pada malam
hari serta terdapat gejala alergi atau sensitif pencernaan salah satu atau kedua
orang tua. Sebaiknya ibu menghindari atau mengurangi makanan penyebab alergi
sejak usia kehamilan di atas 3 bulan. Hindari asap rokok, baik secara langsung
atau jauhi ruangan yang dipenuhi asap rokok. Beristirahatlah yang cukup, hindari
keadaan stres dan depresi serta selalu mendekatkan diri dengan Tuhan.

b. Pencegahan Saat Persalinan

Persalinan adalah periode yang paling menentukan dalam kehidupan bayi


selanjutnya. Beberapa komplikasi yang timbul selama periode ini sangat
menentukan kondisi bayi yang akan dilahirkan. Bila terjadi gangguan dalam
persalinan maka yang paling berbahaya adalah hambatan aliran darah dan oksigen
ke seluruh organ tubuh bayi termasuk otak. Organ otak adalah organ yang paling
sensitif dan peka terhadap gangguan ini, kalau otak terganggu maka sangat
mempengaruhi kualitas hidup anak baik dalam perkembangan dan perilaku anak
nantinya. Beberapa hal yang terjadi saat persalinan yang dapat meningkatkan
resiko terjadinya perkembangan dan perilaku pada anak, sehingga harus
diperhatikan beberapa hal penting. Melakukan konsultasi dengan dokter spesialis
kandungan dan kebidanan tentang rencana persalinan. Dapatkan informasi secara
jelas dan lengkap tentang resiko yang bisa terjadi selama persalinan. Bila terdapat
resiko dalam persalinan harus diantisipasi kalau terjadi sesuatu. Baik dalam hal
bantuan dokter spesialis anak saat persalinan atau sarana perawatan NICU
(Neonatologi Intensive Care Unit) bila dibutuhkan. Bila terdapat faktor resiko
persalinan seperti : pemotongan tali pusat terlalu cepat, asfiksia pada bayi baru
lahir (bayi tidak menangis atau nilai APGAR SCORE rendah < 6 ), komplikasi
selama persalinan, persalinan lama, letak presentasi bayi saat lahir tidak normal,
berat lahir rendah ( < 2500 gram) maka sebaiknya dilakukan pemantauan
perkembangan secara cermat sejak usia dini.

c. Pencegahan Sejak Usia Bayi

Setelah memasuki usia bayi terdapat beberapa faktor resiko yang harus
diwaspadai dan dilakukan upaya pencegahannya. Bila perlu dilakukan terapi dan
intervensi secara dini bila sudah mulai dicurigai terdapat gejala atau tanda
gangguan perkembangan. Adapun beberapa tindakan pencegahan yang dapat
dilakukanl Amati gangguan saluran cerna pada bayi sejak lahir. Gangguan
teresebut meliputi : sering muntah, tidak buang besar setiap hari, buang air besar
sering (di atas usia 2 minggu lebih 3 kali perhari), buang air besar sulit
(mengejan), sering kembung, rewel malam hari (kolik), hiccup (cegukan)
berlebihan, sering buang angin. Bila terdapat keluhan tersebut maka penyebabnya
yang paling sering adalah alergi makanan dan intoleransi makanan. Jalan terbaik
mengatasi ganggguan tersebut bukan dengan obat tetapi dengan mencari dan
menghindari makanan penyebab keluhan tersebut. Gangguan saluran cerna yang
berkepanjangan akan dapat mengganggu fungsi otak yang akhirnya
mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak. Bila terdapat kesulitan
kenaikkan berat badan, harus diwaspadai. Pemberian vitamin nafsu makan bukan
jalan terbaik dalam mengobati penyandang, tetapi harus dicari penyebabnya. Bila
terdapat kelainan bawaan : kelainan jantung bawaan, kelainan genetik, kelainan
metabolik, maka harus dilakukan perawatan oleh dokter ahli. Harus diamati tanda
dan gejala autism secara cermat sejak dini. Demikian pula bila terjadi gangguan
neurologi atau saraf seperti trauma kepala, kejang (bukan kejang demam
sederhana) atau gangguan kelemahan otot maka kita harus lebih cermat
mendeteksi secara dini gangguan perkembangan. Pada bayi prematur, bayi dengan
riwayat kuning tinggi (hiperbilirubinemi), infeksi berat saat usia bayi (sepsis dll)
atau pemberian antibiotika tertentu saat bayi harus dilakukan monitoring tumbuh
kembangnya secara rutin dan cermat terutama gangguan perkembangan dan
perilaku pada anak. Bila didapatkan penyimpangan gangguan perkembangan
khususnya yang mengarah pada gangguan perkembangan dan perilaku maka
sebaiknya dilakukan konsultasi sejak dini kepada ahlinya untuk menegakkan
diagnosis dan intervensi sejak dini. Pada bayi dengan gangguan pencernaan yang
disertai gejala alergi atau terdapat riwayat alergi pada orang tua, sebaiknya
menunda pemberian makanan yang beresiko alergi hingga usia diatas 2 atau 3
tahun. Makanan yang harus ditunda adalah telor, ikan laut, kacang tanah, buah-
buahan tertentu, keju dan sebagainya. Bayi yang mengalami gangguan pencernaan
sebaiknya juga harus menghindari monosodium glutamat (MSG), amines,
tartarzine (zat warna makanan), Bila gangguan pencernaan dicurigai sebagai
Celiac Disease atau Intoleransi Casein dan Gluten maka diet harus bebas casein
dan Gluten, Ciptakan lingkungan keluarga yang penuh kasih sayang baik secara
kualitas dan kuantitas, hindari rasa permusuhan, pertentangan, emosi dan
kekerasan. Bila terdapat faktor resiko tersebut pada periode kehamilan atau
persalinan maka kita harus lebih waspada. Menurut beberapa penelitian resiko
tersebut akan semakin besar kemungkinan terjadi autism. Selanjutnya kita harus
mengamati secara cermat tanda dan gejala autism sejak usia 0 bulan. Bila
didapatkan gejala autism pada usia dini, kalau perlu dilakukan intervensi sejak
dini dalam hal pencegahan dan pengobatan. Lebih dini kita melakukan intervensi
kejadian autism dapat kita cegah atau paling tidak kita minimalkan keluhan yang
akan timbul. Bila resiko itu sudah tampak pada usia bayi maka kondisi tersebut
harus kita minimalkan bahkan kalau
perlu kita hilangkan. Misal kegagalan kenaikkan berat badan harus betul-betul
dicari penyebabnya, pemberian vitamin bukan jalan terbaik untuk mencari
penyebab kelainan tersebut. Demikan pula gangguan alergi makanan dan
gangguan pencernaan pada bayi, harus segera dicari penyebabnya. Yang paling
sering adalah karena alergi makanan atau intoleransi makan, penyebabnya jenis
makanan tertentu termasuk susu bayi. Pemberian obat-obat bukanlah cara terbaik
untuk mencari penyebab gangguan alergi atau gangguan pencernaan tersebut.
Yang paling ideal adalah kita harus menghindari makanan penyebab gangguan
tersebut tanpa bantuan obat-obatan. Obat-obatan dapat diberikan sementara bila
keluhan yang terjadi cukup berat, bukan untuk selamanya. (Judarwanto, 2018)

2.1.7 Penatalaksanaan Autisme

Orang tua mempunyai peran penting dalam membantu perkembangan


anak. Seperti anak-anak yang lainnya, anak autis terutama belajar melalui
permainan, bergabunglah dengan anak ketika dia sedang bermain, tarik anak dari
ritualnya yang sering diulang ulang, dan tuntunlah meraka ke kegiatan yang lebih
beragam. Misalanya orang tua mengajak anak mengitari kamarnya, kemudian
tuntunlah meraka ke ruang yang lain. Orang tua perlu masuk ke dunia mereka
untuk membantu mereka masuk ke dunia luar. Kata – kata pujian karena telah
menyelesaikan tugasnya dengan baik kadang tidak berarti apa-apa bagi
anak autis. Temukan cara lain untuk mendorong prilaku baik dan untuk
menganggkat harga dirinya. Misalnya berikan waktu lebih untuk bermain dengan
mainan kesukaannya jika anak telah menyelesaikan tugasnya dengan baik
(Muhith, 2015).

Analisis yang dilakukan menggunakan metode deskriptif kualitatif, dan


analisis dilakukan pada usability dari aplikasi Ahada sehingga didapat masukan
data yang diperoleh dari hasil uji coba implementasi aplikasi. Dengan lima buah
kriteria usability yang dijadikan alat ukur yaitu, learnability, memorability,
efficiency, errors, dan satisfaction. Aplikasi yang digunakan pada penelitian
adalah Ahada, sebuah aplikasi untuk terapi anak autis yang menerapkan konsep
gamifikasi atau permainan dengan perangkat berbasis gerak tanpa sentuh (kamera
Kinect) dan layar sentuh (tablet PC). Rancangan atau kerangka dari sistem
aplikasi Ahada yang dipakai adalah sebagai berikut. Implementasi aplikasi ini
dilakukan dengan uji coba aplikasi dan analisis usability dari aplikasi “Ahada”.
Pengujian dilakukan di sekolah autis bersama para siswa dan guru di ruangan
yang sudah disesuaikan dengan kebutuhan aplikasi dan perangkatnya. Para siswa
mencoba secara bergantian permainan-permainan yang ada di empat kategori
(sensorik, motorik, kognitif, dan sosial).

2.2 Konsep Keluarga

2.2.1 Definisi Keluarga

Pengertian keluarga akan berbeda satu dengan yang lainnya, hal ini
bergantunga kepada orentasi dan cara pandang yang digunakan seseorang dalam
mendefinisikan. Ada beberapa pengertian keluarga yang perlu diketahui oleh
mahasiswa, antara lain adalah :

a. bussard dan ball (1996)

Keluarga merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat hubungannya dengan


seseorang. Di kelurga itu seseorang dibesarkan, bertempat tinggal, berinteraksi
satu dengan yang lain, dibentuknya nilai-nilai, pola pemikiran dan kebiasaannya
dan berfungsi sebagai saksi segenap budaya luar dan mediasi hubungan anak
dengan lingkungannya.

b. WHO (1969)

Keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui


pertalian darah, adopsi atau perkawinan.

c. Duval (1972)

Keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh katan


perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan
budaya dan umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan
sosial dari tiap anggota

d. Helvie (1981)

Keluarga adalah sekelompok manusia yang tinggal dalam satu rumah


tangga dalam kedekatan konsisten dan hubungan yang erat.
e. Depkes RI (1988)

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah
suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

f. Sayekti (1994)

Keluarga dalah suatu ikatan atau persekutuan hidup atas dasar perkawinan
anatar orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-
laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik
anaknya sendiri atau adopsi dan tinggal dalam sebuah rumah tangga.

Dari beberapa kesimpulan diatas maka disimpulkan secara umum bahwa keluarga
itu terjadi jikalau ada :

a. Ikatan atau persekutuan (perkawinan/persepakatan)

b. Hubungan ( darah/adopsi/kesepakatan)

c. Tinggal bersama dalam satu atap

d. Ada peran masing – masing anggota keluarga

e. Ikatan emosional

2.2.2 Ciri – ciri keluarga

a. Menurut robert maclver dan cherles horton

1. Keluarga merupakan hubungan perkawinan.

2. Kleuarga berbentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan hubungan


perkawinan yang sengaja dibentuk atau dipelihara.

3. Keluarga mempunyai suatu sistem tata nama (nomenclature) termasuk


perhitungan garis keturunan.
4. Keluarga mempunyai fungsi ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggota
yang berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan
membesarkan anak.

5. Keluarga merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga

b. Ciri – ciri keluarga indonesia

1. Mempunyai ikatan yang sangat erat dengan dilandasi semangat gotong royong.

2. Dijiwai oleh nilai kebudayaan ketimuran.

3. Umumnya dipimpin oleh suami meskipun proses pemusatan dilakukan secara


musyawara

2.2.3 Tipe keluarga

Pembagian tipe ini bergantung kepada konteks keilmuan dan orang yang
mengelompokkan

a. Secara tradisional

Secara tradisional keluarga dikelompokkan menjadi 2, yaitu :

1. Keluarga inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah,
ibu dan anak yang diperoleh dari keturunan atau adopsi atau keduanya.

2. Keluarga besar (extended family) adalah keluarga inti ditambah anggota


keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-nenek, paman-bibi)

b. Secara modern (berkembangnya peran individu dan meningkatkannya rasa


individualism maka pengelompokan tipe keluarga selain diatas adalah :

1. Tradisional nuclear

Keluarga inti (ayah, ibu dan anak) tinggal dalam satu rumah ditetapkan
oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu perkawinan, satu atau keduanya dapat
bekerja di luar rumah.
2. Reconstituted nuclear

Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali


suami/istri, tinggal dalam pembentukkan salah satu rumah dengan anak-anaknya,
baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari perkawinan baru, satu /
keduanya dapat bekerja di luar rumah.

3. Middle Age/ Aging Cauple

Suami sebagai pencari uang, istri di rumah keduanya bekerja di rumah,


anak-anak meninggalkan rumah karena sekolah/perkawinan/meniti karier.

4. Dyadic nuclear

Suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak yang
keduanya atau salah satu bekerja di rumah.

5. Single Parent

Satu orang tua sebagai akibat perceraian atau kematian pasangannya dan
anak-anaknya dapat tinggal di rumah atau di luar rumah.

6. Dual Carrier

Yaitu suami istri atau keduanya orang karier dan tanpa anak.

7. Commuter Married

Suami istri atau keduanya orang karier dan tinggal terpisah pada jarak
tertentu. Keduanya saling mencara pada waktu-waktu tertentu.

8. Single Adult

Wanita atau pria yang tinggal sendiri dengan tidak adanya keinginan
kawin.

9. Three Generation

Yaitu tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.


10. Institusional

Yaitu anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam suatu panti-panti.

11. Communal

Yaitu satu rumah terdiri dari dua atau lebih pasangan yang monogami
denagn anak-anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan fasilitas.

12. Group Marriage

Yaitu satu perumahan yang terdiri dari orang tua dan keturunannya di
dalam satu kesatuan keluarga dan tiap individu adalah kawin dengan yang lain
dan semuanya adalah orang tua dari anak-anaknya.

13. Unmarried parent and child

Yaitu ibu dan anak dimana perkawinan tidak dihendaki, anaknya diadopsi.

14. Cohibing Couple

Yaitu dua orang atau satu pasangan yang tinggal bersama tanpa kawin.

15. Gay and Lesbian Family

Yaitu keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama.

Gambaran tentang bentuk keluarga diatas ini melukiskan banyaknya


bentuk struktur yang menonjol dalam keluarga saat ini, yang penting adalah
keluarga harus di pahami dalam konteksnya, label, dan jenisnya, hanya berfungsi
hanya ssebagian refrensi bagi penataan kehidupan keluarga dan sebelum kerangka
kerja.

2.2.4 Struktur Kleuarga

Struktur keluarga menggambarkan bagaimana keluarga melaksanakan


fungsi, keluarga dimasyarakat. Struktur keluarga terdiri dari bermacam-macam
diantaranya adalah :
1. Patrilineal

Kluarga sederhana yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa
generasi, dimana hubungan itu disusun dari garis ayah.

2. Matrilineal

Keluarga sederhana yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam


beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.

3. Matrilokal

Sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.

4. Patriloka

Sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami.

5. Keluarga kawin

Hubungan suami istri sebagi dasar bagi pembinaan kleuarga dan beberapa
sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan suami istri.

2.2.5 Peranan Keluarga

Peranan adalah suatu yang diharapkan secara normatif dari seseorang


dalam situasi sosial tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan. Peran
keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam
konteks keluarga. Jadi peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku
interpesonal, sifat, kegiatan, yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan
situasi tertentu. (Harnilawati, 2013)

2.3 Asuhan Keperawatan Hambatan Kmunikasi Verbal

2.3.1 Definisi
Keperawatan keluarga merupakan pelayanan holistik yang menempatkan
keluarga dan komponennya sebagai fokus pelayanan dan melibatkan anggota
keluarga dalam tahap pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi (Depkes, 2010). Pengertian lain dari keperawatan
keluarga adalah proses pemberian pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan keluarga
dalam lingkup praktik keperawatan (Depkes RI, 2010). (Ns. Wahyu Widagdo,
2016)
Penurunan, keterlambatan, atau tidak adanya kemampuan untuk
menerima, memproses, menghantarkan, dan menggunakansistem simbol (segala
sesuatu yang memiliki atau menghantarkan makna). (Wilkinson, 2011)
a. Pengkajian

Pengkajian data fokus pada anak autisme dengan gangguan perkembangan


pervase menurut Doenges (2007) antara lain :

1) Identitas Klien

(a) Umur

Awaitan selama masa bayi atau masa kanak-kanak awal sebelum 3 tahun
(au;ntisme) dengan gejala yang mungkin terlihat selama bulan pertama : regresi
nyata setelah sedikitnya perkembangan normal 2 tahun, dan sebelum umur 10
tahun (gangguan disintegritif)

(b) Jenis Klamin

Jenis kelamin yang terbanyak dapat di alami oleh klien laki-laki di


sebabkan karena banyak anak laki-laki yang kromosomnya sering mengalami
autisme (Doengos, 2017).

3) Pendidikan

Penderita autisme juga mengalami masalah dalam masalah pendidikannya


seperti klien mengalami keterlambatan dalam proses belajar dan berbahasa.
Karakteristik unik lain dari anak dengan autisme biasanya dapat mengembangkan
kekuatan belajar yang lebih fokus pada informasi visual : hal ini membuat mereka
lebih mudah fokus pada pemrosesan informasi visual yang akan memudahkan
mereka untuk memahami informasi dari lingkungan (Margaretha, 2013)

b. Riwayat Terdahulu

Penyakit riwayat terdahuludapat menyebabkan penyakit autisme dari


faktor ketika ibu mengalami persalinan akan tetapi ibu hamil tersebut mengalami
ketuban pecah terlebih dahulu sehingga berpengaruh pada janin (Shinta, 2015)

c. Kegiatan kehidupan sehari-hari

1) Aktivitas atau istirahat

Bermasalah dalam tidur

2) Eliminasi

Gangguan fungsi defekasi dan berkemih

3) Makan atau minum

Gangguan pola makan

4) Higenis

Keasyikan yang aneh pada suatu area higienis dan mengabaikan yang lain (mis.
Mandi berulang-ulang, tetapi tidak pernah menggosok gigi)

b. Diagnosa

Hambatan komunikasi verbal ketika individu mengalami penurunan,


keterlambatan, atau tidak adanya kemampuan untuk menerima, memproses,
menghantarkan, dan menggunakan sistem symbol (Wilkinson, 2011)

Batasan Karakteristik
Objektif

Tidak ada kontak mata atau kesulitan dalam kehadiran tertentu

Kesulitan mengungkapkan pikiran secara verbal (misalnya, afasia, disfasia,


apraksia, dan disleksia)

Kesulitan mengolah kata kata atau kalimat (misalnya, afonia, dislalia, dan
disartria)

Kesulitan dalam mengprohensifkan dan mempertahankan pola komunikasi yang


biasanya

Disorientasi dalam tiga lngkup waktu, ruang, dan orang

Tidak atau tidak dapat berbicara

Dispnea

Ketidakmampuan atau kesulitan dalam mengungkapkan ekspresi tubuh atau wajah

Verbalisasi yang tidak sesuai

Gangguan pengelihatan persial atau total

Bicara pelo

Kesulitan dalam bicara atau mengungkapkan kata kata

Bicara gagap

Tidak mampu untuk bicara dalam bahasa pemberi asuhan

Keinginan menolak untuk bicara

Faktor yang Berhubungan

Tidak adanya orang terdekat

Perubahan pada sistem saraf pusat


Perubahan pada harga diri atau konsep diri

Gangguan persepsi

Defek anatomis (misalnya, celah palatum, perubahan pada sistem neuromuskular


visual, sistem pendengaran, atau pita suara)

Tumor otak

Perbedaan budaya

Penurunan sirkulasi ke otak

Perbedaan yang dikaitkan dengan usia perkembangan

Konsisi emosional

Kendala lingkungan

Kurang informasi

Hambatan fisik (misalnya, trakeostomi, intubasi)

Kondisi fisiologis

Hambatan psikologis (misalnya, psikosis, kurang stimulasi)

Efek samping obat

Stres

Kelemahan sistem muskuloskeletal

c. Intervensi

Menurut (Wilkinson, 2011) perencanaan dan rasional untuk mengatasi


masalah keperawatan pada anak autisme dengan gangguan komunikasi verbal,
antara lain :

Kriteria hasil :
a. Komunikasi: Penerimaan, Interprestasi, dan ekspresi pesan lisan, tulisan dan
nonverbal.

b. Komunikasi: Ekspresif: pesan verbal atau non verbal yang ber makna.

c. Omunikasi: Reseptif: Penerimaan atau interprestasi pesan verbal atau non


verbal.

d. Pengelolahan informasi: Kemampuan untuk memperoleh, mengatur dan


menggunakan informasi

1) Intervensi Keperawatan

a) Pelihara hubungan saling percaya untuk memahami komunikasi anak.  


b) Gunakan kalimat sederhana dan lambang/maping sebagai media.  
c) Anjurkan kepada orang tua/pengasuh untuk melakukan tugas secara konsisten.  
d) Pantau pemenuhan kebutuhan komunikasi anaksampai anak menguasai.  
e) Kurangi kecemasan anak saat belajar komunikasi.  
f) Validasi tingkat pemahaman anak tentang pelajaran yang telah diberikan.
g) Pertahankan kontak mata dalam menyampaikan ungkapan non verbal.  
h) Berikan reward pada keberhasilan anak.  
i) Bicara secara jelas dan dengan kalimat sederhana.  
j) Hindari kebisingan saat berkomunikasi.

d. Implementasi
Setelah rencana disusun, selanjutnya diterapkan dalam tindakan yang
nyata untuk mencapai hasil yang di harapkan.
e. Evaluasi
Merupakan tahap akhir dimana perawat mencari kepastian keberhasilan
yang di buat dan menilai perencanaan yang telah dilakukan dan untuk mengetahui
sejauh mana masalah klien.
BAB 3. METODE PENULISAN

Bab ini membahas tentang metode penulisan yang digunakan dalam


menyelenggrakan studi kasus terhadap masalah asuhan keperawatan pada anak
autis dengan masalah keperawatan hambatan komunikasi.

3.1 Desain Penelitian

Menguraikan desain yang di pakai pada penulisan. Desain yang digunakan


adalah studi kasus, yaitu laporan yang ditulis secara naratif untuk
mendeskripsikan pengalaman medis seorang atau beberapa orang pasien secara
rinci untuk tujuan peningkatan pendidikan dalam pengobatan, pengembangan
ilmu pengetahuan dan peningkatan pendidikan dalam bidang medis. Laporan
kasus dibatasi oleh waktu dan tempat, serta kasus yang dipelajari berupa
peristiwa, aktivitas atau individu (Prodi D3 Keperawatan Universitas Jember
Kampus III Lumajang,2018).

3.2 Batasan Istilah

Batasan istilah adalah pertanyaan yang menjelaskan istilah istilah kunci


yang menjadi fokus studi kasus. Batasan istilah disusun secara naratif dan apabila
diperlukan di tambahkan informasi kualitatif sebagai perinci dari batasan yang di
buat penulis.

3.2.1 Definisi Asuhan Keperawatan Keluarga

Keperawatan keluarga merupakan pelayanan holistik yang menempatkan


keluarga dan komponennya sebagai fokus pelayanan dan melibatkan anggota
keluarga dalam tahap pengkajian, diagnosis keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi (Depkes, 2010). Pengertian lain dari keperawatan
keluarga adalah proses pemberian pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan keluarga
dalam lingkup praktik keperawatan (Depkes RI, 2010).
3.2.2 Autis

Autisme merupakan gangguan gangguan perkembangan khususnya terjadi


pada masa anak-anak, yang membuat seseorang tidak mampu mengadakan
interaksi sosial dan seolah- olah hidup dalam dunianya sendiri (Muhith, 2015).

3.2.3 Hambatan Komunikasi Verbal

Penurunan, keterlambatan, atau tidak adanya kemampuan untuk


menerima, memproses, menghantarkan, dan menggunakansistem simbol (segala
sesuatu yang memiliki atau menghantarkan makna). (Judith M, 2013)

3.3 Partisipan

Partisipan dalam penyusunan laporan kasus ini adalah 2 klien yang dimana
di diagnosis medis autis dengan masalah keperawatan hambatan komunikasi
verbal dengan kriteria

3.3.1 Di diagnosis autis

3.3.2 Laki-Laki

3.3.3 Usia diatas 5 tahun

3.4 Lokasi dan Waktu

Pada laporan kasus ini dilakukan asuhan keperawatan keluarga dengan


anggota keluarga mengalami autisme dengan masalah keperawatan hambatan
komunikasi yang akan dilakukan di sdlb.

3.5 Pengumpulan data

Proses pengumpulan data ini terdiri dari macam-macam data, sumber data,
serta beberapa metode pengumpulan data penelitian kualitatif dalam keperawatan.
Metode pengumpulan data penelitian kualitatif dalam keperawatan yaitu
wawancara, observasi, dan studi dokumentasi.

3.5.1 Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui


tatap muka dan tanya jawab langsung antara pengumpul data maupun peneliti
terhadap narasumber atau sumber data. Wawancara pada penulisan karya tulis
ilmiah ini yaitu dengan dilakukan mewawancarai keluarga pasien, salah satu
contoh wawancara yang dilakukan oleh penulis yaitu menanyakan nama lengkap
kilen dan bagaimana riwayat penyakit pasien sampai riwayat pengobatan pasien
kepada keluarga pasien karena pasien tidak dapat menjawab pertanyaan penulis.

3.5.2 Observasi

Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang tidak hanya
mengukur sikap dari responden (wawancara dan angket) namun juga dapat
digunakan untuk merekam berbagai fenomena yang terjadi (situasi, kondisi).
observasi pada penulisan karya tulis ilmiah ini dilakukan dengan cara
mengobservasi situasi dan kondisi pasien, salah satu observasi situasi dan kondisi
pasien yaitu penulis mendapatkan bahwa terdapat salah satu anggota keluarga
yang juga menderita gangguan kejiwaan dan anggota keluarga yang tidak mampu
merawat pasien.

3.5.3 Studi Dokumentasi

Merupakan teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada


subjek penelitian. Dokumentasi pada karya tulis ilmiah ini dilakukan dengan cara
melihat dari data yang didapat dari sdlb, salah satu contoh yaitu hasil psikologi
pasien yang terdiagnosa autis.

3.6 Keabsahan Data


Kualitas data atau hasil temuan suatu penelitian kualitatif ditentukan dari
keabsahan data yang dihasilkan atau lebih tepatnya keterpercayaan,
keauntentikan, dan kebenaran terhadap data informasi, atau temuan yang
dihasilkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Terdapat empat istilah yang
pada umumnya digunakan untuk menyatakan keabsahan data hasil temuan
penelitian kualitatif, yaitu kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas, dan
konfirmabilitas.

3.7 Analisa Data

Analisa data merupakan bagian yang sangat penting untuk mencapai tujuan
pokok Penulisan, yaitu menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti yang
mengungkapkan fenomena.

3.8 Etika

Prinsip dasar etik merupakan landasan untuk mengatur kegiatan suatu


penulisan atau penelitian dengan menggunakan masalah etik sebagai masalah
yang sangat penting dalam penulisan laporan kasus mengingat penulisan atau
penelitian studi kasus keperawatan ini berhubungan langsung dengan manusia.
Maka segi etika penulisan harus diperhatikan karena manusia mempunyai hak
asasi dalam kegiatan penulisan atau penelitian studi kasus
Bibliography
Afif Bimantara, M.S.E.B., 2015. IMPLEMENTASI APLIKASI GAME AUTISME “AHADA”.
Jurnal Ilmiah DASI.

Anon., n.d.

Budiyanto, M.P.H.d., 2016. Metode Pecs (Pictue Exchange Communication System)


Terhadap Kemampuan Komunikasi Non Verbal Anak. Jurnal Pendidikan Khusus .

Dessy Hasanah S., A.M.B.S..Y.R., 2017. PERAN PEKERJA SOSIAL DALAM PENANGANAN
ANAK AUTIS. SOCIAL WORK, 7, pp.1 - 79.

Ellya Qolina, A.Y.S.H.d.I.Y.W., 2017. Pengaruh Psikoedukasi Keluarga Terhadap Ansietas


Dan Depresi Keluarga. Jurnal JKFT, Vol. 2, pp.90-97.

Glodia Cattrine, d.L.P., 2018. HUBUNGAN KONSUMSI GLUTEN DAN KASEIN DENGAN
KEJADIAN. Jurnal Ilmiah Permas, Volume 8, pp.No 1.

Harnilawati, S.k..N., 2013. Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. sulawesi selatan.

Hartati, E.D.M.d.E., 2013. INTERVENSI TERAPI AUDIO DENGAN MUROTTAL SURAH AR-
RAHMAN TERHADAP. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of
Nursing), Volume 8, p.No.2.

Judarwanto, D.W., 2018. PENCEGAHAN AUTIS PADA ANAK. Puterakembara.

judith M. Wilkinson, P.A.R., 2011. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.

Judith M,.W.P.A.R., 2013. Buku saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

juditM. Wilkinson, P.A.R., 2011. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.

Kurniawan, Y. & sulistyarini, I., 2016. Komunitas SEHATI (Sehat Jiwa dan Hati) Sebagai
Intervensi Kesehatan Mental Berbasis Masyarakat. Psikologi dan Kesehatan Mental, Vol.
1(2), pp.112-24.

Labola, Y.A., 2017. Data Anak Autisme Belum Akurat?. 25 juni.

Muhith, A., 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: CV ANDI OFFSET.

Ns. Wahyu Widagdo, M.K.S.K., 2016. Keperawatan keluarga dan komunitas. Kmeentrian
kesehatan republik indonesia.

Nusdin, 2015. laporan pendahuluan autisme.

Suprajitno, S.K., 2004. Asuhan Keperawatan Keluarga : Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta:
EGC.
Warsiki, Z.Z.d.E., 2013. ASPEK BIOMEDIK PADA AUTISME FOKUS PADA DIET DAN
NUTRISI.

Widiawati, S., 2014. PENGARUH TERAPI MUSIK TERHADAP PERKEMBANGAN


KOMUNIKASI ANAK AUTIS DI KIDDY AUTISM CENTRE KOTA JAMBI TAHUN 2011. Jurnal
Ilmiah Universitas Batanghari Jambi.

Anda mungkin juga menyukai