Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KOMUNIKASI PADA ANAK AUTIS


Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Komunikasi
Dosen Pembimbing :
Yustiana Olfah, APP, M.Kes

Disusun oleh :
1.
2.
3.
4.

Ad Dieni Ulya Solicah


Hana Asiyaningsih
Nissa Kurniasih
Sufi Mualifah

(P07120214001)
(P07120214012)
(P07120214023)
(P07120214035)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2015
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Interaksi dan komunikasi merupakan salah satu modal bagi seseorang untuk
memperoleh berbagai informasi melalui lingkungan. Melalui komunikasi manusia
dapat menyampaikan gagasan, keinginan, perasaannya dalam rangka mencapai
sesuatu yang dibutuhkannya baik secara verbal atau non verbal seperti menggunakan
simbol-simbol, isyarat, gerak tubuh, ataupun bunyi-bunyian. Sampai saat ini diyakini
sebagai sumber yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan seseorang. Jika
seseorang mengalami hambatan dalam interaksi dan komunikasi, diyakini orang
tersebut akan mengalami hambatan dalam kegiatan belajarnya.
Melalui komunikasi manusia dapat menyampaikan gagasan, keinginan,
perasaannya dalam rangka mencapai sesuatu yang dibutuhkannya baik secara verbal
atau non verbal seperti menggunakan simbol-simbol, isyarat, gerak tubuh, ataupun
bunyi-bunyian. Cara berkomunikasi yang paling efektif dan paling dominan
dipergunakan oleh masyarakat pemakainya adalah bentuk bahasa yang diucapkan atau
diartikulasikan. Dengan komunikasi verbal manusia akan dengan mudah dan sesegera
mungkin memenuhi keinginan atau kebutuhannya (Sardjono, 2005 dalam Somad,
2009).
Manusia telah diberi anugerah dari Tuhan untuk mampu berkomunikasi.
Sepintas komunikasi merupakan suatu hal yang alamiah yang dapat dilakukan oleh
siapa saja. Akan tetapi pada kenyataannya tidak semua orang dapat melakukan
komunikasi dengan baik, salah satu anak yang memiliki gangguan komunikasi adalah
anak autis. Pada umumnya bagi anak autis komunikasi menjadi sesuatu yang sangat
sulit.
Anak autistik mengalami kesulitan dalam berkomunikasi karena mereka
mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya (Williams dan Wright, 2004).
Sedangkan bahasa merupakan media utama dalam komunikasi. Jadi apabila
perkembangan bahasa mengalami hambatan, maka kemampuan komunikasipun akan
terhambat. Selain dipengaruhi oleh masalah perkembangan bahasa, kemampuan
komunikasi juga dipengaruhi oleh sistem biologis dan syaraf, pemahaman
(kemampuan kognitif), dan kemampuan sosial (Sunardi dan Sunaryo, 2006:184). Oleh
karena itu, terjadinya ketidakmatangan atau adanya gangguan dalam aspek-aspek
tersebut cenderung menghambat perkembangan kemampuan komunikasi.

Semua pihak harus menyadari bahwa yang harus ditekankan adalah kemampuan
berkomunikasi tidak hanya bicara, tapi semua aspek komunikasi. Dengan pemikiran
seperti itu, kita bisa melakukan berbagai hal untuk mengembangkan kemampuan
komunikasi anak autis. Kita bisa mengembangkan kemampuan komunikasi anak
autistik karena sesungguhnya mereka masih memiliki potensi untuk berkomunikasi,
misalnya dengan gerak tubuh atau dengan visualnya (Williams dan Wright, 2004).
Perlu dipikirkan pula berbagai pendekatan, metode atau media yang dapat membantu
mengembangkan kemampuan komunikasi anak autistik agar potensi yang mereka
miliki akan berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
Oleh sebab itu diperlukan penanganan sejak dini dimana komunikasi dilatih,
belajar untuk bersosialisasi, dan belajar ilmu-ilmu pengetahuan seperti anak pada
umumnya sangat dibutuhkan bagi anak-anak autis. SLB atau Sekolah Luar Biasa
merupakan salah satu solusinya. Pada makalah ini akan dibahas mengenai kasus anak
autis yang berada di SLB Negeri 1 Bantul. Semua orang pasti mempunyai masalah,
tidak terkecuali anak autis. Cara berkomunikasi dan menyelesaikan masalah pada
anak autis juga akan dibahas dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kasus autis di SLB N 1 Bantul ?
2. Apa masalah yang diahadapi oleh anak autis ?
3. Bagaimana upaya menyelesaikan masalah ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui kasus autis di SLB N 1 Bantul
2. Untuk mengetahui masalah yang dihadapi oleh anak autis
3. Untuk mengetahui upaya menyelesaikan masalah

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Komunikasi
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Istilah Komunikasi di artikan dengan
pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga
pesan yang dimaksud dapat dipahami.
Menurut pendapat Arifin Anwar, (1992:19-20) tentang pengertian secara
etimologis dari komunikasi adalah komunikasi itu sendiri mengandung makna
bersama-sama (common, commonnese dalam bahasa inggris), istilah komunikasi
dalam bahasa indonesia dan dalam bahasa inggris itu berasal dari bahasa latin, yakni:
communicatio, yang berarti pemberitahuan, pemberi bagian (dalam sesuatu)
pertukaran, dimana si pembicara mengharapkan pertimbangan atau jawaban dari
pendengarannya, ikut bagian.
Menurut Onong,U.Effendi, (1986:60), Komunikasi berasal dari bahasa latin:
Communicatio yang artinya: pergaulan, peran serta, kerjasama yang bersumber dari
istilah: communis yang berarti sama, sama di sini maksudnya sama makna atau
sama arti. Jadi komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu
pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan karena jika
tidak terjadi kesamaan makna antara dua aktor komunikasi yakni komunikator dan
komunikan itu atau komunikan tidak mengerti pesan yang diterimanya maka
komunikasi tidak terjadi. Jadi pengertian komunikasi secara etimologis seperti yang
dikemukakan ahli tersebut adalah; pergaulan, peran serta, kerjasama, yang juga
mempunyai pengertian; sama makna terhadap simbol yang digunakan.
Dari keseluruhan definisi tentang komunikasi yang dikemukakan dapatlah
disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian/pertukaran gagasan,
pikiran dari seseorang kepada orang lain menggunakan simbol yang dapat dipahami
bersama maknanya sehingga terjadi dialog atau musyawarah dengan tujuan untuk
mempengaruhi atau merubah sikapnya.
Jadi dapat dikatakan bahwa komunikasi adalah proses pengoperan gagasan,
pendapat dari seseorang kepada orang lain dengan menggunakan simbol yang
dipahami bersama.

B. Pengertian Autisme
Kata autisme berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu aut
yang berarti diri sendiri dan ism yang secara tidak langsung menyatakan orientasi
atau arah atau keadaan (state). Sehingga autism dapat didefinisikan sebagai kondisi
seseorang yang luar biasa asik dengan dirinya sendiri (Reber, 1985 dalam Trevarthen
dkk, 1998). Pengertian ini menunjuk pada bagaimana anak-anak autis gagal bertindak
dengan minat pada orang lain, tetapi kehilangan beberapa penonjolan perilaku
mereka. Ini tidak membantu orang lain untuk memahami seperti apa dunia mereka.
Menurut Sunu, (2012:7), autisme berasal dari kata auto yang artinya sendiri.
Istilah ini dipakai karena mereka yang mengidap gejala autisme seringkali memang
terlihat seperti seorang yang hidup sendiri. Mereka seolah-olah hidup di dunianya
sendiri dan terlepas dari kontak sosial yang ada di sekitarnya.
Sedangkan pandangan dari Priyatna (2010:2) menyatakan bahwa autisme
mengacu pada problem dengan interaksi sosial, komunikasi dan bermain dengan
imajinatif yang mulai muncul sejak anak berusia di bawah tiga tahun dan mereka
mempunyai keterbatasan pada level aktifitas dan interest dan hampir tujuh puluh lima
persen dari anak autispun mengalami beberapa derajat retardasi mental.
Autisme merupakan kelainan yang serius dan kompleks, apabila tidak ditangani
dengan tepat dan cepat kelainan ini akan menetap dan dapat berakibat pada
keterlambatan perkembangan. Keterlambatan perkembangan pada kasus autisme
biasanya ditemukan pada anak-anak dan mempunyai dampak yang berlanjut sampai
dewasa. Salah satu gangguan perkembangan yang dialami adalah kesulitan dalam
memahami apa yang mereka lihat, dengar, dan mereka rasakan.
Ditinjau dari segi medis bahwa anak autis adalah anak yang mengalami
gangguan/kelainan otak yang menyebabkan gangguan perkembangan komunikasi,
sosial, perilaku sesuai dengan kriteria DSM-IV sehingga anak ini memerlukan
penanganan/terapi secara klinis.
Jadi Anak Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi otak
yang bersifat pervasive (inco) yaitu meliputi gangguan kognitif, bahasa, perilaku,
komunikasi, dan gangguan interaksi sosial, sehingga ia mempunyai dunianya sendiri.
C. Faktor penyebab pada anak autis
Autisme juga merupakan sebuah gejala yang kompleks, karena kelainan pada anak
autisme seringkali tidak hanya terjadi pada satu bagian, namun meliputi banyak

faktor. Di bawah ini beberapa faktor penyebab kelainan yang bisa terjadi pada anak
autisme:
1) Kelainan anatomis otak : kelaianan pada bagian-bagian tertentu otak yang
meliputi cerebellum (otak kecil), lobus parietalis, dan sistem limbik ini
mencerminkan bentuk-bentuk perilaku berbeda yang muncul pada anak-anak
autis.
2) Faktor pemicu tertentu saat hamil: terjadi pada masa kehamilan 0-4 bulan, bisa
diakibatkan karena :

Polutan logam berat

Infeksi

Zat adiktif

Hiperemesis

Pendarahan berat

Alergi berat

3) Zat- zat adiktif yang mencemari otak anak:

Asupan MSG

Protein tepung terigu, protein susu sapi

Zat pewarnaan

Bahan pengawet

4) Ganguan pada Sistem Syaraf


Banyak penelitian yang melaporkan bahwa anak autis memiliki kelainan
pada hampir semua struktur otak. Tetapi kelainan yang paling konsisten adalah
pada otak kecil. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel purkinye di
otak kecil pada autisme. Otak kecil berfungsi mengontrol fungsi luhur dan
kegiatan motorik, juga sebagai sirkuit yang mengatur perhatian dan pengindraan.
Jika sirkuit ini rusak atau terganggu maka akan mengganggufungsi bagian lain
dari sistem saraf pusat, seperti misalnya sistem limbik yang mengatur emosi dan
perilaku.
5) Kekacauan interpretasi dari sensori : yang menyebabkan stimulus dipersepsi
secara berlebihan oleh anak sehingga menimbulkan kebingungan juga menjadi
salah satu penyebab autisme.

6) Kemungkinan Lain
Autisme juga diduga dapat disebabkan oleh virus, seperti rubella, toxo,
herpes, jamur, nutrisi yang buruk, pendarahan dan keracunan makanan pada masa
kehamilan yang dapat menghambat pertumbuhan sel otak yang menyebabkan
fungsi otak bayi yang dikandung terganggu terutama fungsi pemahaman
komunikasi dan interaksi (Depdiknas, 2002). Kemungkinan yang lain adalah
faktor psikologis, karena kesibukan orang tuanya sehingga tidak memiliki waktu
untuk berkomunikasi dengan anak, atau anak tidak pernah diajak berbicara sejak
kecil, itu juga dapat menyebabkan anak menderita autisme.
D. Kriteria anak autis
Untuk menegaskan sebuah diagnosa bahwa seorang anak mengidap autisme,
ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi. Selama ini panduan yang dipakai oleh para
dokter,

psikiater,

psikolog

biasanya

merajuk

pada

ICD-10

(International

Classification of Diseases) 1993, atau yang mengunakan rumusan dalam DSM-IV


(Diagnostic Statistical Manual) 1994 yang disusun oleh kelompok Psikiatri Amerika
Serikat sebagai panduan untuk menegaskan diagnosa. Pada dasarnya diagnosa
autisme yang ditegakkan berdasarkan ICD-10 atau DSM- IV menunjukan kriteria
yang sama. Orang tua sebenarnya dapat mencoba mengecek sendiri apakah anaknya
termasuk kategori autis atau tidak dengan memperhatikan kriteria autisme yang ada di
dalam DSM IV. Beberapa kriteria seperti:
1) Aspek sosial

Tidak mampu menjalani interaksi sosial yang memadai, seperti kontak mata
sangat kurang hidup, ekspresi muka kurang hidup, ekspresi mata kurang hidup,
dan gerak-geriknya kurang tertuju.

Tidak dapat bermain dengan teman sebaya

2) Aspek Komunikasi

Sering menggunakan bahasa yang aneh dan berulang-ulang

Jika bicara, biasanya tidak dipakai untuk berkomunikasi

3) Aspek perilaku

Terpaku pada satu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak ada gunanya

Seringkali sangat terpukau pada benda

E. Indikator Autis

1) Bahasa dan Komunikasi

Ekspresi wajah yang datar

Tidak menggunakan bahasa/isyarat tubuh

Mengerti dan menggunakan kata secara terbatas/harafiah (literaly)

2) Hubungan dengan orang lain

Tidak responsif

Tidak ada senyum social

Tampak asyik bila dibiarkan sendiri

3) Hubungan dengan lingkungan

Bermain repeatif (diulang-ulang)

Marah atau tak menghendaki perubahan-perubahan

Berkembangnya rutinitas yang kaku (rigid)

4) Respon terhadap rangsangan indera/sensoris

Kadang seperti tuli

Panik terhadap suara-suara tertentu

Mungkin memutar-mutar, berputar-putar, membentur-benturkan kepala, pergelangan


5) Kesenjangan perilaku

F.

Menggambar secara rinci tapi tidak dapat mengancing baju

Berjalan di usia normal, tetapi tidak dapat berkomunikasi

Suatu waktu dapat melakukan sesuatu, tetapi tidak dilain waktu tidak

BAB III
KASUS
A. Identitas klien
Nama
Tanggal lahir
Alamat
Riwayat pendidikan

: Edmun
: 7 November 2000
: Nggowon, RT 3, nomor 354
:

1. TK Indriasana
2. SD Kanisius selama 1 tahun
3. SD Karang Anyar selama 1 tahun
4. SLB N 1 Bantul sampai sekarang

B. Masalah yang dihadapi


Edmun adalah seorang anak remaja berusia 15 tahun. Ia bersekolah di SLB N
1 Bantul. Sudah barang tentu dimana anak yang bersekolah di sana adalah anak yang
mempunyai kebutuhan khusus. Kebutuhan khusus yang dimiliki Edmun yaitu
mengalami gangguan/ kesulitan dalam melakukan komunikasi. Dalam hal ini kasus
tersebut termasuk dalam kategori anak autis. Selain kesulitan dalam berkomunikasi,
Edmun juga sering melakukan hal-hal diluar kendali, misalnya saja ia bisa meloncatloncat sampai beberapa menit bahkan beberapa jam tanpa mengalami kelelahan,
tangannya pun terus bergerak apabila kakinya diam. Edmun juga sering mengucapkan
atau berbicara menggunakan bahasa planet yaitu bahasa yang ia mengerti sendiri,
saat diajak berbicara pandangannya tidak terfokus pada yang diajak bicara pula.
Orang tua mengetahui bahwa Edmun mengalami autis saat usia Edmun
menginjak 3 tahun. Berdasarkan hasil wawancara yang kami dapat dari pamannya
Edmun, sebelum usia 1 tahun Edmun sudah dapat berjalan, bukan berjalan
menggunakan telapak kaki tetapi Edmun berjalan seperti halnya berjalan jinjit.
Sebelumnya, pada umumnya bayi merangkak ke arah depan tetapi tidak halnya seperti
Edmun, ia merangkak mundur dan lalu duduk. Orang tua Edmun dulunya tidak
percaya bahwa anaknya mengalami autis. Orang tua Edmun telah memeriksakan

Edmun ke beberapa dokter umum sampai dokter spesialis dan hasilnya sama saja.
Menurut paman Edmun, dokter-dokter tersebut hanya memberika obat penenang
untuk mengatasi aktivitas Edmun yang tidak terkendali tersebut.
Saat menginjak usia sekolah, orang tua menyekolahkan Edmun disekolah
umum diantaranya Tk Kanisius, SD Kanisius, SD Karanganyar. Namun, Edmun tak
lama bersekolah di sana, Edmun hanya menuntut ilmu di SD tersebut selama 1 tahun.
Di sana Edmun dijadikan bahan ledekan teman-temannya karena tingkah Edmun yang
tidak seperti anak normal lainnya. Mengetahui hal tersebut, orang tua Edmun lantas
mencoba mengikuti saran dari tetangganya untuk mencoba melakukan tes autis bagi
Edmun dan menyekolahkannya di SLB. Di SLB ini, Edmun belajar di kelas 5.
Kala itu kami mencoba mengikuti Edmun masuk ke kelasnya dengan tujuan
sekadar untuk mengetahui bagaimana dan pendidikan apa dan yang bagaimana yang
diajarkan guru di SLB ini untuk melatih dan mendidik anak penyandang autis. Saat itu
Edmun sudah masuk kelas dan sudah siap duduk di kursi belajarnya, tiba-tiba datang
seorang anak kecil yang bernama Ima, ia juga penyandang autis, mengerti hal itu
Edmun sesegera keluar dari kelas selagi menutup telinganya dan berteriak meminta
kepada ibu gurunya agar Ima tersebut keluar. Sebenarnya di sana Ima tidak berbicara
banyak, ia hanya berjalan memasuki kelas tetapi entah mengapa Edmun seperti
ketakutan melihat Ima. Sesaat itu juga kami langsung bertanya kepada guru Edmun,
mengapa Edmun tidak senang dengan adanya Ima. Guru Edmun pun langsung
menjawab bahwa Edmun tidak suka anak kecil.
Mengetahui hal tersebut kami langsung mencari informasi tentang mengapa
Edmun tidak suka kepada anak kecil kepada pamannya. Dengan senang hati pamanya
bercerita banyak tentang Edmun, salah satunya hal tersebut. Menurut pamannya,
Edmun mengalami trauma. Saat Edmun kecil, Edmun melihat tetangganya ( anak
kecil ) menangis seraya orang tua dari anak kecil tersebut memukul anaknya, karena
tidak mau makan. Melihat hal tersebut Edmun langsung ikut menangis, dan berlari
masuk ke dalam rumah. Jika ada anak kecil yang menangis, Edmun akan ikut
menangis lebih histeris dari anak kecil yang menangis, sambil menutup kedua
telinganya menggunakan kedua tangannya, memukul kepalanya dengan kedua
tanganya, dan anak kecil itu sudah berhenti menangis Edmun tetap menangis. Selain
takut dengan suara anak kecil yang menangis, Edmun juga takut dengan suara yang
melengking dan takut melihat anak kecil. Karena, Edmun mempersepsikan bahwa
orang yang menangis itu pasti merasa kesakitan. Oleh karena itu, jika ada anak kecil

atau suara seperti melengking ia pasti merasakan bahwa anak itu kesakitan dan ia
pun juga ikut merasakan perasaan sakit itu walaupun tidak ada hal yang melukai
dirinya. Menurut pamannya, Edmun juga tidak pernah bermain dengan teman yang
berusia di bawah 10 tahun, namun Edmun cenderung bermain dengan anak yang
berusia di atasnya tentunya dengan pengawasan dari keluarga.
Menurut pamannya, Edmun tidak hanya takut dengan suara tangisan anak
kecil dan suara melengking, tetapi takut juga dengan suara gong. Kata pamannya
pada saat pergi beribadah ke gereja dan ada yang membunyikan gong. Edmun
merasa ketakutan. Kemudian Edmun lari ke luar gereja sambil menutup telinganya
menggunakan kedua tangannya.
C. Upaya menyelesaikan masalah

Keluarga Edmun selalu mengingatkan Edmun bahwa tidak semua orang yang
menangis itu pasti kesakitan dan selalu ditekankan dengan menggunakan kata
kata yang jelas.

Memberikan punishment dan reward bila Edmun sudah paham atau mengerti
dengan apa yang dijelaskan.

Memberikan motivasi yang kuat, terutama dari pihak keluarga dan orang
orang yang ada didekatnya.

Membiarkan Edmun bercerita sesuka hatinya dan sambil di arahkan.

Karena takut dengan gong, keluarga dan guru Edmun senantiasa mendidik dan
melatih Edmun agar rasa takutnya pada gong hilang, yaitu dengan mulanya
Edmun dibiarkan melihat gong dengan jarak dekat dan itu membuktikan
bahwa gong tidak apa-apa, lalu meminta Edmun untuk memegang gong dan
itu membuktikan bahwa gong tidak menggigit, dan seterusnya meminta
Edmun untuk memukul gong dan membuktikan bahwa hal itu tidak seburuk
apa yang Edmun pikirkan.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kasus autis di SLB N 1 Bantul yang dibahas pada makalah ini adalah kasus
dari seorang anak yang bernama Edmun. Masalah yang dihadapi oleh Edmun adalah
takut terhadap suara anak kecil yang melengking, suara anak kecil yang menangis,
dan suara gong. Upaya untuk menyelesaikannya dengan selalu mengingatkan,
meberikan punishment dan reward, meberikan movivasi, meberikan pengarahan, serta
pengenalan terhadap benda benda yang ditakuti.
B. Saran
Bagi pembaca disarankan untuk menghargai dan menghormati anak anak
yang berkebutuhan khusus, terutama anak autis. Karena apabila anak autis tidak
diperhatikan dan tidak dihargai akan bisa menyakiti dirinya sendiri, seperti memukul
dengan tangan sediri, memukul dengan menggunakan alat, menggigit gigit
tangannya, dan berteriak teriak.

DAFTAR PUSTAKA
Diaartarinz.2014. Makalah Pengenalan Anak Autis. http://bsd2014diaartarina.wordpress.com.
Diakses pada hari Selasa, 2 Juni 2015 pukul 18:30 WIB
Stephen W. Littlejohn, 2012, Teori Komunikasi, Jakarta: Salemba Humanika.
Berutu, Ali Geno .2014. Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Anak Autis. Diambil pada
30 Mei 2015 dari
https://www.scribd.com/doc/67843666/Meningkatkan-Kemampuan-Komunikasi-Anak-Autis
Rudi Sutadi, dkk. 2003. Penatalaksanaan Holistik Autisme. Jakarta : FKUI Pusat Informasi
dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam.

Anda mungkin juga menyukai